Anda di halaman 1dari 21

Dr. Suharti, S.Pd., M.

Si
Arinta Agni Dewantari S.Si., M.Sc
Tujuan Pembelajaran
Pada bagian ini anda harus mampu
1) menjelaskan struktur umum asam amino dan dua kemungkinan stereoisomernya
2) mengklasifikasikan asam amino berdasarkan gugus R
3) mengetahui fungsi penting asam amino dan beberapa asam amino tak umum yang
penting
4) menjelaskan bentuk zwitterion asam amino
5) memahami kurva titrasi asam amino, termasuk memprediksi muatan elektron asam
amino berdasarkan kurva tersebut
6) menjelaskan perbedaan sifat asam basa yang dimiliki asam amino
Pendahuluan
Protein adalah polimer asam amino dan masing-masing residu asam amino terhubung
oleh ikatan kovalen jenis spesifik. (Istilah “residu” menunjukkan hilangnya air saat asam amino
berikatan satu sama lain). Protein dapat dipecah (dihidrolisis) menjadi asam amino
penyusunnya dengan berbagai metode, dan studi paling awal tentang protein berfokus secara
alamiah pada asam amino bebas yang berasal dari proses tersebut. Dua puluh asam amino yang
berbeda umumnya ditemukan dalam protein. Asam amino yang pertama ditemukan adalah
asparagin pada tahun 1806. Threonin adalah asam amino yang terakhir ditemukan, tidak
diidentifikasi hingga tahun 1938. Semua asam amino memiliki nama umum atau trivial. Pada
beberapa kasus, nama tersebut berasal dari sumber saat asam amino tersebut diisolasi.
Asparagin pertama kali ditemukan pada asparagus, dan glutamat pada gluten gandum; tirosin
pertama kali diisolasi dari keju (namanya berasal dari bahasa Yunani tyros, “keju”; dan glisin
(bahasa Yunani glykos, “manis”) dinamakan demikian karena rasanya yang manis.
Asam amino Memiliki Struktur Umum
Dua puluh asam amino yang umum secara keseluruhan adalah α- asam amino. Mereka
memiliki gugus karboksil dan gugus amino yang terikat pada atom karbon yang sama (karbon
α) (Gambar 1). Mereka berbeda pada rantai samping, atau gugus R, yang memiliki struktur,
ukuran dan muatan listrik yang berbeda, serta mempengaruhi kelarutan asam amino dalam air.
Selain 20 asam amino yang telah dikenal secara umum, ada banyak asam amino lain yang
kurang umum. Beberapa residu dimodifikasi setelah sebuah protein disintesis; sedangkan
lainnya adalah asam amino yang ada pada makhluk hidup namun bukan merupakan konstituen
protein. Asam-asam amino dari protein telah diberi singkatan tiga huruf dan simbol satu huruf
(Tabel 1), yang digunakan sebagai singkatan untuk menunjukkan komposisi dan urutan asam-
asam amino yang dipolimerisasi dalam protein.
Gambar 1. Struktur umum sebuah asam amino. Struktur ini digunakan untuk semua
asam amino kecuali prolin, asam amino siklik. Gugus R atau rantai samping (ungu), yang
berikatan dengan karbon α (abu-abu) berbeda pada setiap asam amino. (Sumber : Nelson, D.
L., Lehninger, A. L., & Cox, M. M. (2008). Lehninger principles of biochemistry. Macmillan)

Tabel 1. Sifat dan Ketentuan yang Berkaitan dengan Asam Amino Umum yang
Ditemukan pada Protein. (Sumber : Nelson, D. L., Lehninger, A. L., & Cox, M. M.
(2008). Lehninger principles of biochemistry. Macmillan)
Untuk semua asam amino umum kecuali glisin, karbon α berikatan dengan empat
gugus berbeda: sebuah gugus karboksil, sebuah gugus amino, sebuah gugus R, dan sebuah
atom hidrogen (Gambar 1; pada glisin, gugus R adalah gugus hidrogen). Karbon α merupakan
pusat khiral. Karena ikatan orbital di sekitar atom karbon α memiliki susunan tetrahedral,
empat gugus berbeda dapat menempati dua susunan spasial yang unik sehingga asam amino
memiliki dua kemungkinan stereoisomer. Karena bayangan cerminnya tidak dapat
bertumpukan satu sama lain (Gambar 2), mereka membentuk salah satu jenis stereoisomer yang
disebut enantiomer. Semua molekul yang memiliki pusat khiral bersifat optis aktif, maksudnya
mereka dapat memutar bidang cahaya terpolarisasi.
Gambar 2. Stereoisomerisme pada α-asam
amino. (a) Dua stereoisomerisme alanin, L-
dan D-alanin, bayangan cerminnya tidak
dapat bertumpukan satu sama lain
(enantiomer). (b, c) Dua konvensi berbeda
untuk menunjukkan konfigurasi pada ruang
stereoisomerisme. Pada formula perspektif
(b), ikatan yang berbentuk tebal-lebar
memproyeksikan ke depan bidang kertas,
sedangkan ikatan putus-putus
memproyeksikan ke belakang bidang kertas.
Pada formula proyeksi (c), ikatan horisontal
diasumsikan ke depan bidang kertas, ikatan
vertikal diasumsikan ke belakang bidang
kertas. Namun, formula proyeksi sering
digunakan secara tidak resmi dan tidak selalu
dimaksudkan untuk menggambarkan sebuah
konfigurasi stereokimia spesifik. (Sumber :
Nelson, D. L., Lehninger, A. L., & Cox, M.
M. (2008). Lehninger principles of
biochemistry. Macmillan)

Nomenklatur khusus telah dikembangkan untuk menentukan konfigurasi mutlak


empat substituen atom karbon asimetrik. Konfigurasi mutlak gula sederhana dan asam amino
dibedakan menjadi sistem D, L (Gambar 3), berdasarkan konfigurasi mutlak tiga karbon gula
gliseraldehida, sebuah konvensi diusulkan oleh Emil Fischer pada tahun 1891. (Fischer tahu
gugus apa yang berada di sekitar karbon asimetrik gliseraldehida namun menebak konfigurasi
mutlaknya; dia menebak ke kanan, yang kemudian dikonfirmasi oleh analisis difraksi sinar x).
Untuk semua senyawa khiral, stereoisomerisme memiliki sebuah konfigurasi yang
berhubungan dengan L-gliseraldehida yang didesain sebagai L , dan stereoisomerisme yang
berhubungan dengan D-gliseraldehida yang didesain sebagai D.
Gugus fungsi L-alanin dicocokkan dengan gugus fungsi pada L-gliseraldehida dengan
cara mensejajarkan gugus fungsi tersebut yang dapat dipertukarkan satu sama lain melalui satu
langkah reaksi kimia yang sederhana. Gugus karboksil pada L-alanin pada karbon khiral
menempati posisi yang sama seperti gugus aldehid pada L-gliseraldehida, karena sebuah
aldehida dikonversi menjadi sebuah gugus karboksil melalui satu tahap oksidasi. Pada zaman
dahulu, kemiripan antara desain L dan D digunakan untuk levorotatori (memutar bidang cahaya
terpolarisasi ke kiri) dan dekstrorotatori (memutar bidang cahaya ke kanan). Namun, tidak
semua L-asam amino adalah levorotatori, dan konvensi yang ditunjukkan pada gambar 3
dibutuhkan untuk mencegah potensi ambigu tentang konfigurasi mutlak. Dengan konvensi
Fischer, L dan D merujuk hanya pada konfigurasi mutlak empat substituen di sekitar karbon
khiral, bukan sifat optis molekul.

L-Gliseraldehida D-Gliseraldehida

L-Alanin D-Alanin

Gambar 3. Hubungan sterik stereoisomerisme alanin dengan konfigurasi mutlak L-


dan D-gliseraldehida. Pada formula perspektif ini, karbon-karbon ditulis secara vertikal,
dengan atom khiral pada pusat. Karbon-karbon pada molekul-molekul ini diberi nomor mulai
dari karbon aldehida atau karboksil terminal (merah), 1 ke 3 dari atas ke bawah seperti
ditunjukkan pada gambar. Ketika digambarkan seperti cara ini, gugus R asam amino (pada
kasus ini gugus metil pada alanin) selalu di bawah karbon α. L-asam amino adalah gugus α-
amino di sebelah kiri, dan D-asam amino adalah gugus α-amino di sebelah kanan. (Sumber :
Nelson, D. L., Lehninger, A. L., & Cox, M. M. (2008). Lehninger principles of biochemistry.
Macmillan)
Soal Latihan 1
1. Citrulin yang diisolasi dari semangka memiliki struktur seperti di bawah ini. Apakah
termasuk D- atau L- asam amino? Jelaskan

2. Struktur asam amino isoleusin adalah sebagai berikut

a. Berapa banyak pusat khiral yang dimiliki?


b. Berapa banyak isomer optisnya?
c. Gambarkan formula perspektif semua isomer optis isoleusin!
Umpan Balik

a. Cek jawaban soal pada Kunci Jawaban


b. Jika nilai anda lebih dari sama dengan 75% anda dinyatakan lulus.
c. Jika nilai belum memenuhi standar kelulusan, makan pelajari kembali topik ini dan
kerjakan kembali latihan soal.

Asam Amino dapat Diklasifikasikan berdasarkan Gugus R


Pengetahuan tentang sifat-sifat kimia asam amino umum adalah inti tentang
pemahaman biokimia. Topik ini dapat disederhanakan dengan cara membagi asam amino ke
dalam lima kelompok utama berdasarkan sifat-sifat gugus R (Tabel 1), khususnya polaritas,
atau kecenderungan untuk berinteraksi dengan air pada pH biologis (mendekati pH 7,0).
Polaritas gugus R sangat bervariasi, dari nonpolar dan hidrofobik (tidak larut dalam air) hingga
sangat polar dan hidrofilik (larut dalam air). Beberapa asam amino sedikit sulit untuk
dikarakterisasi atau tidak sesuai dengan sebuah kelompok, terutama glisin, histidin, dan sistein.
Penempatannya pada kelompok-kelompok tertentu didasarkan pada sejumlah pertimbangan,
bukan hal yang absolut.
Struktur 20 asam amino umum ditunjukkan pada Gambar 4, dan beberapa
sifat-sifatnya tercantum pada Tabel 1. Di dalam masing-masing kelompok terdapat gradasi
polaritas, ukuran dan bentuk gugus R.
Gambar 4. Dua puluh asam amino umum protein. Rumus struktur menunjukkan
keadaan ionisasi yang mendominasi pada pH 7,0. Bagian yang diarsir warna merah muda
adalah gugus R. Walaupun gugus R pada histidin tidak bermuatan, nilai pKa sedemikian kecil
namun bagian signifikan gugus ini bermuatan positif pada pH 7,0. (Sumber : Nelson, D. L.,
Lehninger, A. L., & Cox, M. M. (2008). Lehninger principles of biochemistry. Macmillan)
Nonpolar, Gugus Alifatik R
Gugus R pada kelompok asam amino ini bersifat nonpolar dan hidrofobik. Rantai
samping alanin, valin, leusin dan isoleusin cenderung membentuk klaster di dalam protein dan
menstabilkan struktur protein melalui interaksi hidrofobik. Glisin memiliki struktur paling
sederhana. Walaupun asam-asam amino tersebut mudah dikelompokkan dalam asam amino
nonpolar, rantai samping yang sangat kecil tidak berkontribusi pada interaksi hidrofobik.
Metionin, salah satu dari dua asam amino yang mengandung sulfur, memiliki gugus tioeter
pada rantai sampingnya. Prolin memiliki sebuah rantai samping alifatik dengan struktur siklik
yang khas. Gugus amino sekunder (imino) residu prolin ditahan dalam konformasi kaku yang
mengurangi fleksibilitas struktural bagian polipeptida yang mengandung prolin.
Gugus R Aromatik
Fenilalanin, tirosin, dan triptofan, dan rantai samping aromatiknya bersifat nonpolar
(hidrofobik). Semua bagian dapat berkontribusi pada interaksi hidrofobik. Gugus hidroksil
pada tirosin dapat membentuk ikatan hidrogen. Gugus tersebut merupakan gugus fungsi yang
penting pada beberapa enzim. Tirosin dan triptofan secara signifikan lebih polar daripada
fenilalanin, karena adanya gugus hidroksil pada tirosin dan nitrogen pada cincin indol triptofan.
Triptofan dan tirosin, dan pada tingkat yang jauh lebih rendah, fenilalanin, menyerap
sinar ultraviolet (Gambar 5). Hal ini menjelaskan karakteristik kuat dalam menyerap cahaya
oleh sebagian besar protein pada panjang gelombang 280 nm, sebuah sifat yang dieksploitasi
oleh para peneliti dalam karakterisasi protein.

Gambar 5. Penyerapan sinar ultraviolet oleh asam amino aromatik (Sumber : Nelson, D. L.,
Lehninger, A. L., & Cox, M. M. (2008). Lehninger principles of biochemistry. Macmillan)
Polar, Gugus R Tidak Bermuatan
Gugus R pada asam amino di kelompok ini lebih mudah larut dalam air, atau lebih
hidrofilik, daripada asam-asam amino nonpolar, karena memiliki gugus fungsi yang
membentuk ikatan hidrogen dengan air. Kelompok asam amino ini meliputi serin, treonin,
sistein, asparagin, dan glutamin. Polaritas serin dan treonin disumbangkan oleh gugus
hidroksilnya, sedangkan pada asparagin dan glutamin disumbangkan oleh gugus amida. Sistein
adalah salah satu pengecualian karena polaritasnya, disumbangkan oleh gugus sulfidril yang
cukup sederhana. Sistein merupakan asam lemah dan dapat membentuk ikatan hidrogen yang
lemah dengan oksigen atau nitrogen.
Asparagin dan glutamin adalah amida dua asam amino lainnya yang juga ditemukan
dalam protein-aspartat dan glutamat- yang mana asparagin dan glutamin mudah dihidrolisis
oleh asam atau basa. Sistein mudah dioksidasi untuk membentuk asam amino dimer yang
berikatan secara kovalen yang disebut sistin, di mana dua molekul sistein atau residu
dihubungkan oleh ikatan disulfida (Gambar 6). Residu yang dihubungkan oleh disulfida sangat
hidrofobik (nonpolar). Ikatan disulfida memainkan peran yang sangat penting dalam banyak
struktur protein dengan cara membentuk ikatan kovalen antara bagian-bagian sebuah molekul
polipeptida atau antara dua rantai polipeptida yang berbeda.

Gambar 6. Pembentukan reversible ikatan disulfida melalui reaksi oksidasi dua molekul
sistein (Sumber : Nelson, D. L., Lehninger, A. L., & Cox, M. M. (2008). Lehninger principles
of biochemistry. Macmillan)
Gugus R Bermuatan Positif (Basa)
Sebagian besar gugus R hidrofilik bermuatan positif atau negatif. Asam amino yang
memiliki muatan positif yang signifikan pada gugus R-nya pada pH 7,0 adalah lisin, memiliki
sebuah gugus amino primer kedua pada posisi ε gugus alifatiknya; arginin, memiliki sebuah
gugus guanidium yang bermuatan positif; dan histidin yang memiliki sebuah gugus imidazol
aromatik. Sebagai satu-satunya asam amino umum yang memiliki rantai samping terionisasi
dengan nilai pKa mendekati netral, histidin mungkin bermuatan positif (bentuk terprotonisasi)
atau tidak bermuatan pada pH 7,0. Residunya memfasilitasi banyak reaksi katalis enzim dengan
cara bertindak sebagai donor proton atau akseptor.
Gugus R Bermuatan Negatif (Asam)
Dua asam amino yang memiliki gugus R dan muatan total negatif pada pH 7,0 adalah
aspartat dan glutamat, keduanya memiliki sebuah gugus karboksil kedua.
Asam Amino Tak Umum Juga Memiliki Fungsi yang Penting
Selain 20 asam amino umum, protein mungkin mengandung residu yang dibentuk
melalui modifikasi residu umum yang telah tergabung di dalam sebuah polipeptida (Gambar
7a). Asam-asam amino tak umum ini antara lain 4-hidroksiprolin, sebuah turunan prolin, dan
5-hidroksilisin, diturunkan dari lisin. 4-hidroksiprolin ditemukan dalam protein dindin sel
tumbuhan sedangkan keduanya ditemukan dalam kolagen, protein berserat dari jaringan ikat.
6-N-metillisin adalah penyusun miosin, protein kontraktil otot. Asam amino tak umum yang
penting lainnya γ-karboksiglutamat, ditemukan dalam protrombin protein pembeku darah dan
pada protein tertentu lainnya yang mengikat Ca2+ sebagai bagian fungsi biologisnya. Asam
amino yang lebih kompleks adalah desmosin, sebuah turunan empat residu Lys yang
ditemukan pada elastin protein berserat.
Selenosistein adalah hal khusus. Residu asam amino langka ini dimasukkan selama
sintesis protein daripada dibuat melalui sebuah modifikasi post-sintesis. Asam amino ini
mengandung selenium, bukannya sulfur sistein. Diturunkan dari sistein, selenosistein adalah
konstituen dari sedikit protein telah diketahui.
Beberapa residu asam amino dalam sebuah protein mungkin dimodifikasi sementara
untuk mengubah fungsi protein. Penambahan fosforil, metil, asetil, adenilil, ADP-ribosil, atau
gugus lainnya menjadi residu asam amino tertentu dapat meningkatkan atau menurunkan
aktivitas sebuah protein (Gambar 7b). Fosforilasi adalah sebuah modifikasi pengaturan
umum. Modifikasi kovalen sebagai strategi pengaturan sebuah protein dibahas lebih detail di
bab lainnya.
Sekitar 300 asam amino tambahan telah ditemukan di dalam sel. Mereka memiliki
berbagai fungsi namun tidak semuanya merupakan konstituen protein. Ornitin dan citrullin
(Gambar 7c) memiliki catatan khusus karena mereka adalah intermediet kunci (metabolit)
dalan biosintesis arginin dan siklus urea.
Gambar 7. Asam amino tak umum. (a) Gugus fungsi
ekstra ditambahkan melalui reaksi modifikasi yang
ditunjukkan dengan warna merah. Desmosin dibentuk
melalui empat residu Lys (rantai karbon diwarnai merah
terang). Penggunaan nomor atau huruf Yunani pada
nama di struktur ini menunjukkan atom karbon yang
diubah. (b) Modifikasi reversible asam amino yang
terlibat dalam pengaturan aktivitas protein. (c) Ornithin
dan citrullin yang tidak dapat ditemukan dalam protein,
adalah intermediet dalam biosintesis arginin dan siklus
urea. (Sumber : Nelson, D. L., Lehninger, A. L., & Cox,
M. M. (2008). Lehninger principles of biochemistry.
Macmillan)
Asam Amino dapat Bertindak sebagai Asam dan Basa
Gugus amino dan karboksil pada asam amino, serta gugus R terionisasi pada beberapa
asam amino, berfungsi sebagai asam dan basa lemah. Ketika asam amino yang kekurangan
gugus R terionisasi, dilarutkan dalam air pada pH netral, asam amino tersebut berbentuk ion
dipolar di dalam larutan, atau zwitterion (bahasa Jerman untuk “ion hibrida”), yang dapat
bertindak sebagai asam atau basa (Gambar 8). Senyawa yang memiliki kedua sifat tersebut
(asam-basa) bersifat amfoterik dan sering disebut sebagai amfolit (dari “elektrolit amfoter”).
Sebuah monoamino monokarboksil α-asam amino sederhana, contohnya alanin, adalah asam
diprotik ketika terprotonasi sempurna; memiliki dua gugus, gugus -COOH dan gugus -NH3+,
dan dapat menghasilkan proton:

Gambar 8. Bentuk nonionik dan zwitterionik asam amino (Sumber : Nelson, D. L.,
Lehninger, A. L., & Cox, M. M. (2008). Lehninger principles of biochemistry. Macmillan)
Soal Latihan 2
1. Pada pH yang sama dengan titik isoelektrik alanin, muatan total alanin adalah nol. Dua
struktur dapat digambarkan yang memiliki muatan total nol, namun bentuk dominan
alanin pada pI adalah zwitterion

a. Mengapa alanin dominan berbentuk sebagai zwitterion daripada tidak bermuatan


sama sekali pada titik pI
b. Apa bagian dari alanin yang dalam bentuk tidak bermuatan sama sekali pada titik
pI? Berikan alasan!
Umpan Balik
a. Cek jawaban soal pada Kunci Jawaban
b. Jika nilai anda lebih dari sama dengan 75% anda dinyatakan lulus.
c. Jika nilai belum memenuhi standar kelulusan, makan pelajari kembali topik ini dan
kerjakan kembali latihan soal.
Asam Amino Memiliki Karakteristik Kurva Titrasi
Titrasi asam-basa melibatkan penambahan bertahap atau penghilangan proton.
Gambar 9 menunjukkan kurva titrasi bentuk diprotik glisin. Dua gugus terionisasi glisin, gugus
karboksil dan gugus amino, dititrasi dengan basa kuat seperti NaOH. Plot memiliki dua tahap
yang berbeda, sesuai dengan deprotonasi dua gugus yang berbeda pada glisin. Masing-masing
tahap menyerupai bentuk kurva titrasi asam monoprotik, contohnya asam asetat, dan dapat
dianalisis dengan cara yang sama. Pada pH yang sangat rendah, spesi ionik glisin yang paling
dominan adalah bentuk terprotonasi seluruhnya, +H3N-CH2-COOH. Pada tahap pertama titrasi,
gugus -COOH glisin kehilangan proton. Pada titik tengah tahap ini, terdapat konsentrasi
equimolar spesi donor proton (+H3N-CH2-COOH) dan akseptor proton (+H3N-CH2-COO-).
Seperti dalam titrasi asam lemah, titik infleksi tercapai pada titik tengah ini di mana pH sama
dengan pKa gugus terprotonasi yang dititrasi. Untuk glisin, pH pada titik tengah adalah 2,34,
jadi gugus -COOHnya memiliki pKa (tertulis pK1 pada Gambar 9) sebesar 2,34. Saat titrasi
glisin berlanjut, titik penting lainnya tercapai pada pH 5,97. Titik ini adalah titik infleksi
lainnya , di mana pelepasan proton pertama pada dasarnya selesai dan pelepasan proton kedua
baru saja dimulai. Pada pH ini glisin kebanyakan ada dalam bentuk ion dipolar (zwitterion)
+
H3N-CH2-COO-. Kita sebaiknya kembali menyimak tentang arti titik infleksi pada kurva
titrasi (tertulis pI pada Gambar 9).
Tahap kedua titrasi sesuai dengan pelepasan proton dari gugus -NH3+ glisin. pH pada
titik tengah tahap ini adalah 9,60, sama dengan pKa (pK2 tertulis pada Gambar 9) untuk gugus
-NH3+. Titrasi pada dasarnya selesai pada pH sekitar 12, di mana bentuk glisin yang
mendominasi adalah H2N-CH2-COO-.
Gambar 9. Titrasi 0,1 M glisin pada 25 oC. Spesi ionik yang mendominasi pada titik kunci
titrasi ditunjukkan pada grafik. Kotak biru muda yang terletak pada pK1 = 2.34 dan pK2 = 9,60
mengindikasikan daerah kekuatan buffer tertinggi. Catatan : 1 ekuivalen OH- = 0,1 M NaOH
yang ditambahkan. (Sumber : Nelson, D. L., Lehninger, A. L., & Cox, M. M. (2008). Lehninger
principles of biochemistry. Macmillan)
Dari kurva titrasi glisin, kita dapat memperoleh beberapa informasi penting. Pertama,
hal ini memberikan sebuah pengukuran kuantitatif masing-masing pKa dua gugus ionisasi: 2,34
untuk gugus -COOH dan 9,60 untuk gugus -NH3+. Sebagai catatan gugus karboksil glisin 100
kali lebih asam (lebih mudah terionisasi) daripada gugus karboksil asam asetat yang memiliki
pKa sebesar 4,76- nilai pKa di mana rata-rata sebuah gugus karboksil berikatan pada
hidrokarbon alifatik yang tidak tersubstitusi. Nilai pKa glisin bergeser disebabkan oleh tolakan
antara proton yang terlepas dengan gugus amino bermuatan positif yang berada di dekatnya
pada α-atom karbon, seperti dideskripsikan pada Gambar 10. Muatan berlawanan pada
zwitterion yang dihasilkan menstabilkan. Demikian pula, nilai pKa gugus amino pada glisin
bergeser ke bawah relatif terhadap rata-rata pKa sebuah gugus amino. Efek ini disebabkan oleh
elektronegativitas atom-atom oksigen pada gugus karboksil, yang cenderung menarik elektron-
elektron ke arahnya, meningkatkan kecenderungan gugus amino untuk melepaskan sebuah
proton. Jadi, gugus α-amino memiliki nilai pKa lebih rendah daripada amina alifatik seperti
metilamin (Gambar 10). Singkatnya, nilai pKa gugus fungsi sangat dipengaruhi oleh
lingkungan kimianya, sebuah fenomena seringkali dieksplorasi pada sisi aktif enzim untuk
mempromosikan mekanisme reaksi yang disesuaikan dengan baik bergantung pada pergeseran
nilai pKa gugus donor atau akseptor proton residu spesifik.
Gambar 10. Efek lingkungan kimia pada nilai pKa (Sumber : Nelson, D. L., Lehninger, A. L.,
& Cox, M. M. (2008). Lehninger principles of biochemistry. Macmillan)
Informasi kedua yang bisa kita dapatkan dari kurva titrasi glisin adalah asam amino
tersebut memiliki kekuatan buffer di dua bagian. Salah satunya relatif dengan bagian datar
kurva, melebar kira-kira 1 pH unit di kedua sisi pada pKa 2,34, mengindikasikan bahwa glisin
adalah buffer yang baik pada pH tersebut. Wilayah buffer lainnya adalah berpusat sekitar pH
9,60. (Sebagai catatan, glisin bukan buffer yang baik pada pH cairan intraselular atau darah,
sekitar 7,4. Pada rentang buffer glisin, persamaan Henderson-Hasselbach dapat digunakan
untuk menghitung proporsi spesi donor proton dan akseptor proton glisin yang dibutuhkan
untuk membuat sebuah buffer pada pH yang diinginkan.
Kurva Titrasi Memprediksi Muatan Elektron Asam Amino
Informasi penting lainnya yang bisa didapatkan dari kurva titrasi asam amino adalah
hubungan antara muatan totalnya dengan pH larutan. Pada pH 5,97, titik infleksi antara dua
tahap pada kurva titrasi glisin didominasi oleh bentuk dipolar, terionisasi sempurna namun
tidak memiliki muatan total (Gambar 9). pH karakteristik di mana muatan elektron totalnya nol
disebut titik isoelektrik atau pH isoelektrik, disingkat pI. Untuk glisin yang tidak memiliki
gugus terionisasi pada rantai sampingnya, titik isoelektriknya adalah rata-rata aritmatika dua
nilai pKa :

Sebagai bukti di Gambar 9, glisin memiliki muatan total negatif pada pH di atas pI
dan akan bergerak ke arah elektroda positif (anoda) ketika ditempatkan pada sebuah medan
elektrik. Pada pH di bawah pI, glisin memiliki muatan total positif dan akan bergerak ke arah
elektroda negatif (katoda). Semakin besar selisih pH pada larutan glisin dengan titik isoelektrik,
semakin besar muatan elektron total molekul glisin. Sebagai contoh pada pH 1,0 sebagian besar
glisin muncul dengan bentuk +H3N-CH2-COOH dengan muatan total sebesar 1,0. Pada pH
2,34, terdapat campuran +H3N-CH2-COOH dan +H3N-CH2-COO- dengan jumlah yang sama
banyak serta muatan total sebesar 0,5. Tanda dan besaran muatan total asam amino pada
berbagai pH dapat diprediksi dengan cara yang sama.
Asam Amino Memiliki Perbedaan Sifat Asam Basa
Sifat yang sama-sama dimiliki oleh banyak asam amino memungkinkan beberapa
penyederhanaan tentang perilaku asam-basa mereka. Pertama, semua asam amino dengan satu
gugus α-amino, satu gugus α-karboksil, dan gugus R yang tidak terionisasi memiliki kurva
titrasi yang menyerupai glisin (Gambar 9). Asam amino ini sangat mirip namun nilai pKa tidak
identik: pKa gugus -COOH pada rentang 1,8 sampai 2,4, dan pKa gugus -NH3+ pada rentang
8,8 hingga 11,0 (Tabel 1). Perbedaan nilai pKa ini menunjukkan lingkungan kimia yang
disebabkan oleh gugus R. Kedua, asam amino dengan gugus R terionisasi memiliki kurva titrasi
yang lebih kompleks, dengan tiga tahap yang menunjukkan tiga tahap kemungkinan ionisasi;
sehingga memiliki tiga nilai pKa. Tahap tambahan pada titrasi gugus R terionisasi
menggabungkan beberapa tahapan untuk titrasi gugus α-karboksil, titrasi α-amino, atau
keduanya. Kurva titrasi untuk dua asam amino tipe ini, glutamat dan histidin, ditunjukkan pada
Gambar 11, sedikit lebih rendah daripada glisin. Hal ini karena adanya dua gugus karboksil
yang (nilai rata-rata pKa sebesar 3,22) berkontribusi pada muatan total -1 yang menstabilkan
+1 yang disumbang oleh gugus amino. Demikian pula, nilai pI histidin, dengan dua gugus yang
bermuatan positif ketika terprotonasi, sebesar 7,59 (nilai rata-rata pKa gugus amino dan
imidazol), lebih tinggi daripada glisin.

Gambar 11. Kurva titrasi (a) glutamat dan (b) histidin. Nilai pKa gugus R ditunjukkan
dengan pKR (Sumber : Nelson, D. L., Lehninger, A. L., & Cox, M. M. (2008). Lehninger
principles of biochemistry. Macmillan)
Sebagaimana yang telah diutarakan sebelumnya, di bawah keadaan umum dengan
paparan bebas dan terbuka hingga lingkungan larutan, hanya hisitidin yang memiliki sebuah
gugus R (pKa = 6,0) sehingga memiliki kekuatan buffer yang signifikan mendekati pH netral
yang biasanya ditemukan pada cairan intraselular dan ekstraselular pada sebagian besar hewan
dan bakteri (Tabel 1).
Soal Latihan 3
1. 100 mL larutan 0,1 M glisin pada pH 1,72 dititrasi dengan 2M larutan NaOH.
pH diamati dan hasilnya diplot seperti pada grafik di bawah ini. Titik penting
saat titrasi ditunjukkan oleh I sampai V. Untuk masing-masing pernyataan (a)
sampai (o), identifikasi titik penting yang sesuai pada titrasi dan berikan
alasannya
a. Glisin sebagian besar dalam bentuk spesi +H3N-CH2-COOH
b. Muatan total rata-rata glisin adalah +1/2
c. Separuh gugus amino terprotonasi
d. pH sama dengan pKa gugus karboksil
e. pH sama dengan pKa gugus amino terprotonasi
f. Glisin memiliki kapasitas buffer maksimum
g. Muatan total rata-rata glisin adalah nol
h. Gugus karboksil telah dititrasi seluruhnya (titik ekuivalen pertama)
i. Glisin dititrasi seluruhnya (titik ekuivalen kedua)
j. Spesi yang dominan adalah +H3N-CH2-COO-
k. Muatan total rata-rata glisin adalah -1
l. Glisin sebagian besar dalam bentuk campuran 50:50 +H3N-CH2-COOH dan
+
H3N-CH2-COO-
m. Ini adalah titik isoelektrik
n. Ini adalah akhir titrasi
o. Ini adalah daerah pH terburuk untuk kekuatan buffer

2. Masing-masing gugus terionisasi sebuah asam amino dapat ada pada salah satu
bentuk, bermuatan atau netral. Muatan elekron pada gugus fungsi dibedakan
berdasarkan hubungan antara pKa dan pH larutan. Hubungan ini dijelaskan oleh
persamaan Henderson-Hasselbalch.
a. Histidin memiliki tiga gugus fungsi terionisasi. Tuliskan persamaan
kesetimbangan untuk tiga ionisasi dan tentukan pKa yang tepat pada masing-
masing ionisasi. Gambar struktur histidin pada masing-masing keadaan
ionisasi. Berapa muatan total molekul histidin pada masing-masing keadaan
ionisasi?
b. Gambar struktur yang dominan pada keadaan ionisasi histidin pada pH 1, 4,
8, dan 12. Perhatikan bahwa keadaan ionisasi dapat diperkirakan dengan cara
memperlakukan tiap gugus terionisasi secara terpisah.
c. Berapa muatan total histidin pada pH 1, 4, 8, dan 12? Untuk masing-masing
pH, akankah histidin bergerak ke anoda (+) atau katoda (-) ketika
ditempatkan di medan listrik?
Umpan Balik
a. Cek jawaban soal pada Kunci Jawaban
b. Jika nilai anda lebih dari sama dengan 75% anda dinyatakan lulus.
c. Jika nilai belum memenuhi standar kelulusan, makan pelajari kembali topik ini dan
kerjakan kembali latihan soal.
Kunci Jawaban
Soal Latihan 1
1. Gugus α-amino (-NH3+) berada di sisi kanan sehingga asam amino
tersebut termasuk D-asam amino.
2. a. 2

b. 4
c.

Soal Latihan 2
1. a. Saat dilarutkan dalam air pada pH netral, gugus amino dan karboksil
pada alanin akan terionisasi sehingga membentuk ion dipolar atau disebut
zwitterion, yang dapat berfungsi sebagai asam dan basa lemah
b. Rantai sampingnya yang merupakan gugus metil. Karena gugus metil
bersifat nonpolar sehingga tidak terionisasi pada titik isoelektrik.
Soal Latihan 3
1. a : I, karena titik ini merupakan pH yang sangat rendah, spesi ionik yang
paling dominan adalah bentuk ion terprotonasi seluruhnya
b. : II, pada titik ini terdapat campuran +H3N-CH2-COOH (muatan total
+1) dan +H3N-CH2-COO- (muatan total 0) dengan jumlah yang sama
sehingga muatal total rata-rata adalah +1/2
c : IV, pada titik ini terdapat campuran +H3N-CH2-COO- dan H2N-CH2-
COO- dalam jumlah yang sama
d : II, titik ini merupakan titik tengah yang dicapai ketika gugus -COOH
ditritrasi atau kehilangan proton.
e : IV, titik ini merupakan titik tengah yang dicapai ketika gugus -NH3+
ditritrasi atau kehilangan proton.
f : II dan IV, karena daerah ini merupakan bagian datar kurva, melebar
kira-kira 1 pH unit di kedua sisi
g : III, merupakan titik isoelektrik. Spesi yang mendominasi adalah
+
H3N-CH2-COO-
h : III, spesi dominan pada titik ini adalah +H3N-CH2-COO-
i : V, spesi dominan pada titik ini adalah H2N-CH2-COO-
j : III, ion dalam bentuk terprotonasi seluruhnya karena dalam pH sangat
rendah
k : I, spesi yang dominan adalah H2N-CH2-COO-
l : II, pada titik ini sebagian -COOH kehilangan proton sehingga
terdapat campuran equimolar +H3N-CH2-COOH dan +H3N-CH2-COO-
m : III, spesi yang dominan adalah +H3N-CH2-COO-
n : V, gugus amino terprotonasi yang seluruhnya mengalami pelepasan
proton seluruhnya
o : III, merupakan bagian kurva yang paling curam, penambahan sedikit
asam atau basa akan mudah menggeser pH
2. a.

1,82 6,0 9,17


b dan c.
Pergerakan
histidin ketika
pH Struktur Muatan Total
ditempatkan di
muatan listrik

1 +2 katoda

4 +1 katoda

8 0 Tidak bergerak

12 -1 anoda

Anda mungkin juga menyukai