i
Sanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta
1. Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis
berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam
bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. (Pasal 1 ayat [1]).
2. Pencipta atau Pemegang Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal
8 memiliki hak ekonomi untuk melakukan: a. Penerbitan ciptaan; b.
Penggandaan ciptaan dalam segala bentuknya; c. Penerjemahan ciptaan;
d. Pengadaptasian, pengaransemenan, atau pentransformasian ciptaan;
e. pendistribusian ciptaan atau salinannya; f. Pertunjukan Ciptaan; g.
Pengumuman ciptaan; h. Komunikasi ciptaan; dan i. Penyewaan ciptaan.
(Pasal 9 ayat [1]).
3. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau
pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e,
dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan
pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda
paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). (Pasal 113 ayat
[3]).
4. Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah). (Pasal 113 ayat [4]).
ii
MENGELOLA NEGARA ALA PKS
Relasi Pemikiran Politik Islam dan
Good Governance
Editor:
Ihsan Rahmat
iii
Mengelola Negara Ala PKS:
Relasi Pemikiran Politik Islam dan Good Governance
© Amir Hamdani Nasution
Diterbitkan oleh:
Penerbit Samudra Biru (Anggota IKAPI)
Jln. Jomblangan Gg. Ontoseno B.15 RT 12/30
Banguntapan Bantul DI Yogyakarta
Email: admin@samudrabiru.co.id
Website: www.samudrabiru.co.id
WA/Call: 0812-2607-5872
iv
KATA PENGANTAR
v
perbedaan mendasarnya adalah PKS konsisten berpijak pada sistem
politik Islam. Selanjutnya, adapun langkah-langkah yang dilakukan
PKS dalam mewujudkan good governance. Pertama, reformasi sistem
politik dengan cara sistem presidensial dengan jumlah partai yang
sedikit, executive heavy dalam sistem presidensial, dan demokrasi
subtansial dan efisien. Kedua, reformasi birokrasi melalui penuntasan
secara utuh, menghilangkan inefisien sektor publik, dan menegakkan
supremasi hukum. Ketiga, penegakan hukum dan pemberantasan
korupsi dengan strategi penegakan diawali dengan membersihkan
aparatnya dari prilaku koruptif, mendorong penindakan hukum
yang tegas, dan mendukung upaya pemberantasan korupsi. Keempat,
terkait otonomi daerah yaitu mengembangkan otonomi daerah
yang terkendali serta berorientasi pada semangat keadilan dan
proporsionalitas. Terakhir, relasi Islam dan good governance dalam
pandangan PKS adalah Islam merupakan sumber inspirasi dan
nilai-nilai sekaligus menyediakan tata cara pemerintahan yang
baik dalam pembenahan struktural pemerintahan yang dilalui
PKS. Implementasi relevansi tersebut diaplikasikan PKS dengan
memantapkan politik yang mengedepankan moralitas dan keadilan.
Harus diakui, penerbitan buku ini sudah sejak lama
direncanakan, penuh kesabaran, dan tidak terlepas dari dukungan
semua pihak. Untuk tidak mengurangi kontribusi yang diberikan,
maka perkenankan penulis menyampaikan ucapan terima kasih
kepada Bapak Dr. Efrinaldi, M.Ag dan Ibu Tiswarni, M.Ag sebagai
pembimbing penulis dalam penyelesaian skripsi. Selanjutnya
kepada saudara Ihsan Rahmat yang bersedia menjadi editor buku
ini, sahabat Ahmad Ridhawi yang sudah meluangkan banyak waktu
untuk turut serta menyukseskan penerbitan buku ini.
Secara khusus buku ini penulis persembahkan kepada Istri
penulis Nur Aqilah Nasution, SP serta anak-anak tersayang Azni
Farrasia Amiqeyl Nasution dan Erdogan Faeyza Nasution yang
senantiasa membantu dan mendorong Ayah dalam menjalani hidup
dan kehidupan ini. Dimana terkadang waktu Ayah tidak begitu
banyak dalam kegiatan sehari-hari mendampingi anak-anak dan
vi
Mama Rashi. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada kedua
orang tua, Ayahanda Ahmad Rifai Nasution dan Ibunda Rafiah
Lubis, dan saudara kandung penulis Amir Makruf Nasution, SHI.,
ME yang selalu mendoakan penulis sehingga sampai keadaan yang
sekarang. Semoga penulis selalu dapat memberikan yang terbaik
pada keluarga.
Akhirnya, ucapan terima kasih juga untuk penerbit Samudra
Biru yang telah bersedia membantu penerbitan buku ini, semoga
menjadi amal jariah dan berguna bagi masa depan bangsa dan tanah
air. Merdeka!!!
Penulis,
Amir Hamdani Nasution, S.H.I., M.H.
vii
viii
PENGANTAR EDITOR
MENATA INDONESIA:
ix
governance reform? Pertanyaan seperti ini ketika dijawab dari sisi
teori, gampang. Tetapi menjadi rumit dalam tataran praktik
karena berseraknya masalah (krisis multidimensi) pasca reformasi.
Tekanan dan trauma politik selama hidup di bawah rezim Orba
yang otoritarian membuat pekerjaan jauh lebih kompleks dari yang
dibayangkan. Salah satu cara yang diteriakkan kaum muda reformasi
adalah democratic governance.
Pemerintahan yang demokratis dipilih karena memiliki
beberapa keuntungan. Pertama, demokrasi dinilai lebih mampu
mengelola konflik dan menghindari perubahan konflik karena
musyawarah menjadi indikator utamanya. Strategi tersebut sangat
tepat untuk kondisi Indonesia yang mengalami kerusuhan dan
ancaman NKRI bubar di masa-masa sesaat dan sesudah Soeharto
lengser. Kedua, demokrasi mampu menghindari ancaman
human survival karena ada pengawasan dari partai oposisi. Ketiga,
demokrasi akan membawa warga pada kesadaran yang lebih besar
akan kepedulian pembangunan sosial.1
Salah satu pekerjaan penting dalam proses membangun
demokrasi adalah bagaimana menata pemerintahan yang baik.
Kata ‘baik’ merujuk pada prinsip-prinsip good governance seperti
akuntabilitas, transparansi, partisipasi, supremasi hukum,
profesionalisme dan kompetensi, efisiensi dan efektifitas, dan lain
sebagainya yang mengarah pada perbaikan kinerja pemerintah.2
Cheema menjelaskan bahwa GG merupakan agenda yang mendesak
untuk negara-negara di dunia ketiga. Cheema beralasan bahwa isu
governance di abad ini mencakup pemerintahan yang transparan dan
akuntabel kepada publik, adanya pembagian kekuasaan yang jelas
antara legislatif, eksekutif, yudikatif, pemerintahan yang sah melalui
pemilihan umum yang jujur dan adil (baca: jurdil), ada penyerahan
1
UNDP, Deepening Democracy in a Fragmented World, (New
York: Oxford University, 2003). hlm. 56-58.
2
Setiap lembaga atau organisasi memiliki prinsip yang
berbeda ketika menerapkan GG. Di Indonesia, GG seringkali
mengacu pada 14 prinsip yang dirumuskan oleh BAPPENAS.
x
kewenangan dan sumber daya kepada pemerintah daerah, kebebasan
pers, dan ada sistem multi partai.3
Sistem multi partai yang ditetapkan oleh Habibie pada
pemilihan umum (pemilu) 1999 merupakan real practice dari
demokrasi dan menjadi angin segar bagi komunitas yang bermaksud
turut menata republik ini. Banyak partai yang baru lahir di tahun
tersebut, salah satunya adalah Partai Keadilan. Partai yang lahir dari
gerakan tarbiyah ini memiliki ciri khas, yakni syariat Islam sebagai
garis juang.
Masyarakat menerima dengan baik kehadiran partai
Islam tersebut, ditandai dengan 1,36% dari total suara yang sah.
Menempatkan 7 wakil di DPR dan beberapa petinggi partai
ditunjuk sebagai menteri. Salah satunya adalah Nur Mahmudi
Ismail (Menteri Kehutanan dan Perkebunan pada pemerintahan
Gusdur). Nur mampu menyelamatkan lebih dari Rp 8 triliun uang
negara. Sumbangsih nyata dari kader partai ini membuat nama
Partai Keadilan semakin dikenal masyarakat. Untuk mendapatkan
dukungan lebih pada periode selanjutnya, Partai Keadilan
menambahkan kata Sejahtera. Sehingga dikenal hingga hari ini
dengan nama Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Keberhasilan PKS di pemerintahan melalui kerja keras
dan cerdas oleh para kadernya, menimbulkan keingintahuan untuk
mengungkap bagaimana tata pemerintahan yang baik menurut
PKS. Rasa penasaran semakin membuncah ketika mengetahui
bahwa PKS mempraktikkan cara berpolitik yang sesuai dengan
prinsip Islam. Gabungan dari dua ‘rasa penasaran’ ini diyakini akan
membuahkan pengetahuan yang baru dalam lingkup kajian good
governance.
Buku ini banyak menyinggung masa kejayaan PKS di
sekitar tahun 2002 hingga 2009. Sehingga dapat dikatakan bahwa
3
Cheema G. S. Building Democratic Institutions: Governance
Reform in Developing Countries (Bloomfield: Kumarian Press, 2005).
hlm. 5.
xi
buku ini bersifat ‘flashback’ atau menelaah kembali kegemilangan
PKS dalam menyelesaikan masalah pemerintahan di Indonesia.
Keberhasilan PKS dalam menerapkan nilai-nilai luhur organisasi ke
level pemerintahan, penulis buku menyebutnya dengan istilah ‘Good
Governance versi PKS’.
Proses ‘menelaah kembali’ diharapkan menjadi bahan
refleksi bagi kader PKS karena diakui bahwa berita miring menyoal
korupsi elit partai telah beberapa kali menjatuhkan marwah PKS.
Penulis meyakini cita-cita politik Islam yang menonjolkan keadilan
dan maslahat bagi semua, perlu diketahui oleh banyak pihak. Ruh
Islam harus hadir di setiap nafas kehidupan, salah satunya dalam
bernegara. Buku ini juga berguna bagi pembaca umum untuk
mengetahui peta pemikiran politik PKS dan sebagai pemahaman
tentang masa depan politik Islam di Indonesia.
Ihsan Rahmat
[Alumnus MD FDK UIN Sunan Kalijaga dan MKP FISIPOL
UGM. Saat ini adalah Dosen IAIN Bengkulu]
xii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR—v
PENGANTAR EDITOR—ix
DAFTAR ISI—xiii
PROBLEM TATA PEMERINTAHAN DAN PARPOL
ISLAM DI INDONESIA—1
-- Kompleksitas Krisis Pasca Orde Baru—1
-- Kinerja Tiga Presiden di Era Reformasi—4
-- Kehadiran Partai Islam dan Keunggulan PKS—6
-- Signifikansi Kajian—8
-- Alat Analisis—10
SEMESTA GOOD GOVERNANCE—15
-- Good Governance dalam Literatur—15
-- Sejarah dan Definisi Good Governance —17
-- Pilar-Pilar Good Governance—38
-- Good Governance dalam Sistem Demokrasi Indonesia—42
-- Good Governance dalam Perspektif Islam—45
PARTAI KEADILAN SEJAHTERA: SEJARAH DAN
GARIS PERJUANGAN —65
-- Geneologi PKS: Gerakan Muda Berjiwa Tarbiyah —65
-- Dinamika Perubahan PK Menuju PKS—70
xiii
-- Garis Perjuangan PKS—79
-- Makna Lambang dan Struktur Organisasi —83
GOOD GOVERNANCE VERSI PKS—89
-- Linieritas Praktik Politik PKS dengan
Good Governance —89
-- Strategi PKS Wujudkan Good Governance—99
RELASI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM DENGAN GOOD
GOVERNANCE—109
-- Sebuah Benang Merah—109
-- Penutup—117
DAFTAR PUSTAKA—119
xiv
1
PROBLEM TATA PEMERINTAHAN DAN
PARPOL ISLAM DI INDONESIA
Bila kita mencoba mengurai krisis pada saat itu guna melihat
betapa sembrono pemerintah dalam mengurus negara, maka sumber
utama dari krisis multidimensi tersebut adalah krisis kemanusian.
Krisis tersebut dapat dikatakan sebagai puncak tertinggi krisis
Indonesia yang kemudian menimbulkan efek domino pada krisis
lain. Azizy merangkum tujuh krisis yang terjadi pasca runtuhnya
Soeharto, yakni:1 (1) Krisis moral. Mencakup mulai dari para
elit, baik elit politik, pejabat tinggi, birokrat, hingga tokoh-tokoh
informal. Krisis moral elit sebenarnya telah terjadi jauh sebelum
1998. Karena kuatnya posisi Soeharto dan kroni-kroninya di
pemerintahan, membuat mereka sulit disentuh hukum. Di sisi lain,
para penyuara kebenaran dan ilmuwan cenderung menjaga sikap
dan suara agar aman dari dinginnya penjara; (2) Krisis hukum.
Krisis moral elit menyebabkan munculnya krisis hukum karena law
enforcement tidak mampu berjalan. Hukum hanya berlaku terhadap
orang lemah. Sesuatu istilah yang sangat terkenal bahwa ‘hukum
tajam ke bawah, tapi tumpul ke atas’. Krisis hukum tersebut tidak
mampu menjerat kelas elit yang menggarong uang negara, sehingga
krisis terus berlanjut; (3) Krisis moneter. Krisis ini melanda hampir
seluruh kawasan di luar Indonesia. Banyaknya permasalahan yang
tengah dihadapi pemerintahan Soeharto, menjadikan Indonesia
lemah dan rentan terkena dampak krisis atau kebijakan luar negeri
yang merugikan Indonesia; (4) Krisis ekonomi. Krisis tersebut
adalah dampak dari krisis global. Munculnya krisis ekonomi
disebabkan oleh buruknya antisipasi pemerintah. Kondisi negara
dalam keadaan kacau mengakibatkan investor asing menarik modal
dan ragu untuk berinvestasi, akibatnya harga kebutuhan melonjak
dan daya beli masyarakat menurun drastic. Kondisi ini memicu
krisis lain yakni krisis kepercayaan antar elit; (5) Krisis kepercayaan
antar elit. Terjadinya konflik atau saling curiga antar sesama
birokrat pemerintah maupun pemerintah dengan masyarakat yang
berdampak pada lengsernya Soeharto; (6) Krisis politik. Muncul
asumsi bahwa lengsernya Soeharto membawa Indonesia pada era
1
Ahmad Qodri Abdillah Azizy, Change Management dalam Reformasi
Birokrasi, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007), hlm. 4-6.
2
Amir Hamdani Nasution
3
1 — Problem Tata Pemerintahan dan Parpol Islam di Indonesia
4
Amir Hamdani Nasution
5
1 — Problem Tata Pemerintahan dan Parpol Islam di Indonesia
6
Amir Hamdani Nasution
7
Rulli Nasrullah, Hidayat Nur Wahid, (Bandung: Madani Prima,
2007), hlm. 34.
7
1 — Problem Tata Pemerintahan dan Parpol Islam di Indonesia
Signifikansi Kajian
Setiap muslim mempunyai kewajiban untuk menyampaikan
hal yang ma’ruf dan munkar kepada manusia. Banyak cara yang
dapat dilakukan untuk menyampaikan dua hal tadi, satu diantaranya
adalah dengan menegakkan syiar -dalam konteks bernegara- melalui
pendirian partai Islam. Partai dapat difungsikan sebagai kendaraan
dakwah yang mampu memberikan solusi konkrit bagi pemerintahan
di Indonesia. Dengan begitu dapat dikatakan bahwa hadirnya PKS
8
Hidayat Nur Wahid, Mengelola Masa Transisi Menuju Mayarakat
Madani, (Ciputat: Penerbit Fikri, 2004), hlm.vii
9
Ibid, hlm. 182.
10
Irwan Prayitno, Silaturahim Gubernur dengan BEM Se Sumbar,
dalam aula Gubernur Sumbar, 20 November 2010 Pukul 13.00-15.30.
8
Amir Hamdani Nasution
9
1 — Problem Tata Pemerintahan dan Parpol Islam di Indonesia
Alat Analisis
Buku ini merupakan buah pikir yang bersumber dari riset
kepustakaan (library research). Riset kepustakaan atau lebih dikenal
dengan istilah studi pustaka dimaknai sebagai sebuah studi yang
berhubungan dengan pengumpulan data atau data bersumber dari
kepustakaan. Ciri khas studi ini adalah data cenderung siap pakai
(ready-made), penulis hanya duduk di meja kerja atau tidak turun ke
lapangan (not an eyewitness), sifat data telah diolah atau dapat berupa
hasil analisa dari penulis lain (secondary data), dan setiap data dinilai
relevan atau tidak dibatasi waktu (unlimited time).
Penulis menyusun buku melalui proses kerja yang
sistematis. Tujuannya adalah untuk menjaga nilai keilmiahan sebuah
karya, memastikan data-data yang digunakan relevan dengan tema,
serta yang terpenting adalah dapat dipertanggungjawabkan sebagai
sebuah hasil pemikiran. Alur kerjanya dimulai dari mencari sumber
bacaan, membacanya, mereduksi data, menganalisa, dan menyajikan
data ke lembar kerja. Berikut dijelaskan lebih detail.
Pertama, mencari sumber bacaan yang dinilai relevan.
Relevan dalam arti buku atau dokumen berkaitan dengan tema
utama. Dalam menemukan sumber bacaan, penulis menggunakan
tiga kata kunci, yakni PKS, Politik Islam, dan Good Governance.
Menggunakan tiga kata kunci tersebut, kemudian penulis membagi
sumber bacaan ke dalam dua hal, yakni bacaan primer dan skunder.
Berikut beberapa contoh bacaan yang digunakan dalam buku ini:
sumber primer penelitian ini adalah kepustakaan mengenai masalah
10
Amir Hamdani Nasution
11
1 — Problem Tata Pemerintahan dan Parpol Islam di Indonesia
12
Amir Hamdani Nasution
12
Ibid., hlm. 339.
13
1 — Problem Tata Pemerintahan dan Parpol Islam di Indonesia
14
2
SEMESTA GOOD GOVERNANCE
1
David Held, Democracy and the Global Order: From the Modern State
to Cosmopolitan Governance, terj. Damanhuri, Demokrasi dan Tatanan Global:
dari Negara Modern hingga Pemerintahan Kosmopolitan, (Yogyakarta; Pustaka
Pelajar, 2004), hlm. v.
2
Bintoro Tjokroamidjojo, Good Governnace: Paradigma Baru Manaje-
men Pembangunan, artikel dapat diakses melalui laman http://bankjurnal.
umm.ac.id/files/disk1/2/jiptummpp-gdl-bintorotjo-88-1-2goodgo-n.
pdf.
16
Amir Hamdani Nasution
17
2 — Semesta Good Governance
18
Amir Hamdani Nasution
19
2 — Semesta Good Governance
20
Amir Hamdani Nasution
12
Bappenas, Loc.cit
13
Lejo Sibbel, Op.cit., hlm. 6-7.
21
2 — Semesta Good Governance
22
Amir Hamdani Nasution
23
2 — Semesta Good Governance
24
Amir Hamdani Nasution
(disebut al-uqud).
Supremasi hukum merupakan salah satu pilar penting
dalam Islam, karena tanpa supremasi hukum, keadilan tidak akan
pernah terwujud. Selain itu, dalam tata pemerintahan di Madinah
tiap individu berhak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan
yang mempengaruhi hidup mereka melalui pertimbangan dan
konsultasi bersama (disebut syura dan musyawarah). Faktor-faktor
penting yang perlu diupayakan untuk mencapai tata pemerintahan
yang baik, yaitu: masing-masing pelaku mentaati kesepakatan yang
telah disetujui bersama. Tiap manusia mempunyai hak mendasar
seperti yang diutarakan Nabi Muhammad SAW dalam pidato
perpisahan Nabi Muhammadr (disebut khutbah al-wada), yaitu: hak
atas hidup, hak atas milik dan kehormatan.
Nurcholish Madjid juga menekankan bahwa manusia
dianugerahi oleh AllahI kebebasan, yang hanya akan bertahan
bila ada sistem hukum, dimana pemimpin dan masyarakat saling
bertanggung jawab. Hal ini dapat diwujudkan di Indonesia bila
ada konsensus mengenai tata pemerintahan yang baik. Peran
pemimpin dipandang penting dalam menciptakan pemerintahan
yang baik, yaitu: pemimpin bervisi strategis dan pemimpin yang
mampu melihat jauh ke depan. Pemimpin tersebut harus mampu
mengembangkan potensi anggota masyarakatnya dan menciptakan
konsensus di antara semua pihak yang berkepentingan, seperti
teladan Nabi Muhammad.
Erna Anastasjia Witoelar memandang governance atau
tata pemerintahan mempunyai makna yang jauh lebih luas dari
pemerintahan. Tata pemerintahan menyangkut cara-cara yang
disetujui bersama dalam mengatur pemerintahan dan kesepakatan
yang dicapai antara individu, masyarakat madani, lembaga-lembaga
masyarakat, dan pihak swasta. Ada dua hal penting dalam hubungan
ini, yakni semua pelaku harus saling tahu apa yang dilakukan
oleh pelaku lainnya. Sehingga terdapat dialog guna pelaku saling
memahami perbedaan-perbedaan di antara mereka. Melalui proses
di atas diharapkan akan tumbuh konsensus dan sinergi di dalam
25
2 — Semesta Good Governance
masyarakat. Perbedaan yang ada justru menjadi salah satu warna dari
berbagai warna yang ada dalam tata pengaturan tersebut. Ukuran
tata pemerintahan yang baik adalah tercapainya suatu pengaturan
yang dapat diterima sektor publik, sektor swasta dan masyarakat
madani.
Bintoro Tjokroamidjojo memandang GG sebagai suatu
bentuk manajemen pembangunan, yang juga disebut administrasi
pembangunan, yang menempatkan peran pemerintah sentral
yang menjadi agent of change dari suatu masyarakat berkembang/
developing di dalam negara berkembang. Agent of change dan karena
perubahan yang dikehendakinya, menjadi planned change (perubahan
yang berencana), maka disebut juga agent of development. Agent
of development diartikan pendorong proses pembangunan dan
perubahan masyarakat bangsa.
Pemerintah mendorong melalui kebijaksanaan-
kebijaksanaan dan program-program, proyek-proyek, bahkan
industri-industri, dan peran perencanaan dan anggaran. Dengan
perencanaan dan anggaran juga menstimulusi investasi sektor
swasta. Kebijaksanaan dan persetujuan penanaman modal di tangan
pemerintah. Dalam GG peran pemerintah tidak lagi dominan, tetapi
juga citizen, masyarakat dan terutama sektor usaha/swasta yang
berperan dalam governance. Pemerintah bertindak sebagai regulator
dan pelaku pasar untuk menciptakan iklim yang kondusif dan
melakukan investasi prasarana yang mendukung dunia usaha. Usaha
pembangunan dilakukan melalui koordinasi/sinergi (keselarasan
kerja) antara pemerintah-masyarakat-swasta). Masyarakat dan dunia
usaha mempunyai peran lebih dalam perubahan masyarakat.
Dalam menyelenggarakan GG di Indonesia, telah ada
beberapa peraturan perundang-undangan yang menyebutkan
secara subtansi pentingnya GG di Indonesia. Diantaranya; Tap
MPR RI Nomor X/MPR/1998 tentang Pokok-Pokok Reformasi
Pembangunan dalam rangka Penyelamatan dan Normalisasi
Kehidupan Nasional; Tap MPR RI Nomor XI/MPR/1998 tentang
Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi
26
Amir Hamdani Nasution
27
2 — Semesta Good Governance
28
Amir Hamdani Nasution
29
2 — Semesta Good Governance
30
Amir Hamdani Nasution
31
2 — Semesta Good Governance
32
Amir Hamdani Nasution
33
2 — Semesta Good Governance
6. Demokrasi (Democracy)
Perumusan kebijakan publik dan pembangunan di pusat dan
daerah dilakukan melalui mekanisme demokrasi. Dalam demokrasi,
rakyat dapat secara aktif menyuarakan aspirasinya. Keputusan-
keputusan yang diambil, baik oleh lembaga eksekutif maupun
legislatif, dan keputusan kedua lembaga tersebut harus didasarkan
pada konsensus. Kebijakan publik yang diambil sebaiknya benar-
benar merupakan keputusan bersama. Apabila prinsip demokrasi
tidak diterapkan dalam penyelenggaraan pemerintahan, rakyat akan
mempunyai rasa memiliki yang rendah atas berbagai kebijakan publik
yang dihasilkan. Mochtar Prabottinggi mempunyai pandangan
bahwa demokrasi merupakan induk dari tata pemerintahan yang
baik jika di lihat dari segi segi-segi esensial-genealogis. Ia menjelaskan
“Kita perlu menampilkan akar-akar demokrasi sedemikian
rupa guna menunjukkan kaitan esensialnya sebagai jalan
menuju pada tata pemerintahan yang baik. Tata pemerintahan
yang baik tergantung pada landasan, paket dan mekanisme
demokrasi yang benar.”
34
Amir Hamdani Nasution
35
2 — Semesta Good Governance
36
Amir Hamdani Nasution
37
2 — Semesta Good Governance
Pemerintah
Masyarakat Swasta/
Madani Pengusaha
38
Lebih detail, pemerintah memiliki tugas berupa, menciptakan kondi
Amir Hamdani Nasution
39
ngkomerat memegang
mberikan peran tampuk
besar kepada kekuasaan
pemerintah yang Pada
(presiden). melebih kekuasaan
saat pemerintah
pe
merintah. Banyak kekuasaan
megang kendali pejabat pemerintah yang Karno
inilah Bung disuap, memberikan
dibeli, dan dimainkan oleh
kelonggaran
2 — Semesta Good Governance pa
a konglomerat
ada ini. pribumi untuk berperan.43
para usahawan
Gambar 2.3.Hubungan
Skema 2.2 Hubungantiga
ketiga aktor
aktor di era
di era Soeharto.
Soekarno.
Pemerintah Swasta
Swasta Pemerintah Rakyat
40
pemerintah. Banyak pejabat pemerintah yang disuap, dibeli, dan dimainkan
emerintah. Banyak pejabat pemerintah yang disuap, dibeli, dan dimainkan ole
para konglomerat ini.
ara konglomerat ini. Amir Hamdani Nasution
Gambar 2.3. Hubungan ketiga aktor di era Soeharto.
Gambar 2.3. Hubungan ketiga aktor di era Soeharto.
Pemerintah
Pemerintah
Rakyat Swasta
Rakyat Moral Swasta
Moral
41
2 — Semesta Good Governance
42
Amir Hamdani Nasution
43
2 — Semesta Good Governance
44
Amir Hamdani Nasution
23
Ibid.,
24
Ibid.,
45
2 — Semesta Good Governance
46
Amir Hamdani Nasution
47
2 — Semesta Good Governance
• Prinsip Tauhid
Dalam pernyataan Abu A’la al-Maududi yang menegaskan
bahwa
“Kepercayaan terhadap keesaan (tauhid) dan kedaulatan
AllahI adalah landasan dari sistem sosial dan moral yang
dibawa Rasulr. Kepercayaan itulah yang merupakan satu-
satunya titik awal dari filsafat politik dalam Islam.”
Al-Qardhawy menyebutkan semua ulama menetapkan
bahwa sesungguhnya penguasa yang sebenarnya adalah AllahI.
Dalam Al-Quran disebutkan ”Tidak ada suatu keputusan, melainkan
bagi Allah.” Mengenai kekuasaan AllahI tersebut, Al-Qaradhawi
menyebutkan beberapa ayat31
“Katakanlah (Muhammadr): “Apakah (patut) aku akan
mencari Tuhan selain AllahI, padahal dia adalah Tuhan bagi
segala sesuatu. dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan
kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri; dan
seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.
Kemudian kepada Tuhanmulah kamu kembali, dan akan
diberitakan-Nya kepadamu apa yang kamu perselisihkan.”
(Q.S al-An’am ayat 14)
“Maka patutkah Aku mencari hakim selain daripada
Ibid.,
30
48
Amir Hamdani Nasution
• Prinsip Keadilan
Prinsip keadilan antar manusia adalah semua rakyat
mempunyai persamaan hak di depan undang-undang Allahi yang
harus dilaksanakan oleh mereka semuanya.33 Kata al-’Adl dalam
al-Qur’an menurut al-Baidhawi bermakna pertengahan dan
persamaan. Sayyid Quthub menekankan atas dasar persamaan
sebagai asas kemanusiaan yang dimiliki setiap orang. Keadilan
baginya bersifat inklusif, tidak ekselusif bagi golongan tertentu,
sekalipun umpamanya yang menetapkan keadilan itu seorang
muslim untuk orang non-muslim. Yusuf Ali juga menerangkan
bahwa al-’Adl dalam al-Qur’an suatu istilah yang komprehensif
yang mencakup semua kebajikan dan kemanusiaan.34
32
Yusuf Al-Qardhawy, Loc.cit.,
33
Beni Ahmad Saebani, Fiqh Siyasah; Pengantar Ilmu Politik Islam,
(Bandung: Penerbit Pustaka Setia, 2008), hlm. 124.
34
J. Suyuthi Pulungan, Prinsip-Prinsip Pemerintahan dalam Piagam Ma-
49
2 — Semesta Good Governance
50
Amir Hamdani Nasution
kehidupan bersama.36 All men are created equal dan semuanya atas
nama Tuhan mempunyai kedudukan sebagai khalifatullah. Karena
itu, prinsip ke-Mahakuasaan Tuhan dalam praktiknya dapat terjelma
dalam prinsip kedaulatan manusia, atau kedaulatan rakyat. Artinya,
pemahaman agama tentang kekuasaan tertinggi yang berasal dari
AllahI tidak perlu dipertentangkan dengan pengertian kedaulatan
rakyat. Tuhan Yang Maha Kuasa itu, dalam praktik konkritnya,
justru terjelma dalam paham kedaulatan rakyat.
• Prinsip Musyawarah
Mayoritas ulama syariat dan pakar undang-undang
konstitusional meletakkan musyawarah sebagai kewajiban ke-
Islaman dan prinsip konstitusional yang pokok di atas prinsip-
prinsip umum dan dasar-dasar baku yang telah ditetapkan oleh nash-
nash al-Qur’an dan hadis-hadis Nabawi. Maka musyawarah lazim
dan tidak ada alasan bagi seseorang pun untuk meninggalkannya.37
Dalam Piagam Madinah, prinsip ini tidak disebut secara
tegas, tetapi bila dipahami salah satu pasalnya, yakni pasal 17 yang
menyatakan bahwa ”bila orang mukmin hendak mengadakan perdamaian
harus atas dasar persamaan dan adil di antara mereka, mengandung
konotasi bahwa untuk mengadakan perdaimaian itu harus disepakati dan
diterima bersama.” Hal ini tentu saja hanya bisa dicapai melalui suatu
prosedur, yaitu musyawarah di antara mereka. Tanpa musyawarah
atau syura persamaan dan adil itu mustahil dapat dipenuhi. Karena
di dalam musyawarah semua perserta memiliki hak mendapatkan
kesempatan secara adil untuk mengungkapkan pendapat dan
pandangan masing-masing terhadap masalah yang dirundingkan.38
36
Jimly Asshiddiqie, Islam dan Tradisi Negara Konstitusional, disam-
paikan sebagai Keynote Speech dalam Seminar Indonesia-Malaysia yang dis-
elenggarakan oleh IAIN Padang, 7 Oktober 2010.
37
Farid Abdul Khaliq, Fikih Politik Islam, terj. Faturrahman A. Ha-
mid, (Jakarta; Penerbit Amzah, 2005), hlm. 35.
38
J. Suyuthi Pulungan, Op.cit., hlm.208
51
2 — Semesta Good Governance
52
Amir Hamdani Nasution
53
2 — Semesta Good Governance
54
Amir Hamdani Nasution
• Prinsip Persatuan
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama)
AllahI, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah
akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa
Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka AllahI mempersatukan
hatimu, lalu menjadilah kamu Karena nikmat AllahI,
orang-orang yang bersaudara; dan kamu Telah berada di
tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari
padanya. Demikianlah AllahI menerangkan ayat-ayat-Nya
kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.” (QS. Ali Imran
ayat 103)
Dalam ketetapan Piagam Madinah tentang pembentukan
umat bagi orang mukmin di satu pihak dan bagi orang-orang
mukmin bersama kaum Yahudi di pihak lain sudah berkonotasi
pentingnya prinsip tersebut. Artinya di dalam organisasi umat
terkandung juga makna persatuan, baik persatuan seagama maupun
persatuan sosial serta persatuan kemanusiaan.46 Khusus umat Islam,
persatuan umat Islam disatukan oleh kesamaan akidah. Untuk
membangun kebersamaan ini, umat Islam harus menghilangkan
segala hal yang dapat menyebabkan terjadinya perpecahan umat,
seperti primordialisme kesukuan dan kedaerahan, menganut salah
satu paham kanan atau kiri, mengadopsi pemikiran baik Barat
atau Timur, mengikuti hawa nafsu dan egoisme yang berlebihan
sampai mengabaikan kemaslahatan umat yang lebih utama dan
mementingkan diri sendiri, dan kesenangan mencari jalan pintas
45
Ibid., hlm. 157-165.
46
J. Suyuthi Pulungan, Op.cit., hlm. 143.
55
2 — Semesta Good Governance
• Prinsip Persaudaraan
“Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab
itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua
saudaramu itu dan takutlah terhadap AllahI, supaya kamu
mendapat rahmat. (QS. Al-Hujurat ayat 10)
Al Qardhawy menyebutkan bahwa persaudaraan yang
dimaksud adalah persaudaraan universal. Tujuannya adalah tidak
ada lagi peluang terjadinya perpecahan yang disebabkan oleh
suku, agama, dan ras. Islam menegaskan bahwa semua manusia
bersaudara, sama-sama beribadah kepada AllahI dan sama-sama
anak cucu Adam.48
Prinsip Kekuasaan sebagai Amanah
Prinsip ini berkaitan erat dengan posisi manusia sebagai
pemimpin. AllahI memerintahkan agar manusia melaksanakan
amanah yang diembankan dipundaknya. Dalam Islam, amanah
merupakan sesuatu yang harus dipelihara karena kelak akan
dipertanggungjawabkannya di hadapan AllahI. Kekuasaan
merupakan salah satu amanah yang harus dijalankan dengan
baik, sesuai dengan perintah-Nya. Karena itu, Islam tidak dapat
mentolerir segala bentuk penyimpangan dan penyalahgunaa
kekuasaan. Sebagaimana firman Allah:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan
amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh
kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya
kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi
pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya
Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat”. (QS.
an-Nisa ayat 58)
56
Amir Hamdani Nasution
• Prinsip Perdamaian
”Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman
itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya.
Tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang
lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi
sampai surut kembali pada perintah AllahI. Kalau dia telah
surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan,
dan hendaklah kamu berlaku adil; Sesungguhnya AllahI
mencintai orang-orang yang berlaku adil. (QS. al-Hujurat
ayat 9)
“Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab
itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua
saudaramu itu dan takutlah terhadap AllahI, supaya kamu
mendapat rahmat. (QS. al-Hujurat ayat 10)
Dua ayat ini memerintahkan orang-orang mukmin agar
Farid Abdul Khaliq, Op.cit., hlm. 93-94.
49
57
2 — Semesta Good Governance
• Prinsip Kesejahteraan
”Sesungguhnya bagi kaum Saba’ ada tanda (kekuasaan
Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah
kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada
mereka dikatakan): “Makanlah olehmu dari rezki yang
(dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-
Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu)
adalah Tuhan yang Maha Pengampun”. (QS. Saba’ ayat 15)
58
Amir Hamdani Nasution
59
2 — Semesta Good Governance
60
Amir Hamdani Nasution
61
2 — Semesta Good Governance
62
Amir Hamdani Nasution
63
2 — Semesta Good Governance
64
3
PARTAI KEADILAN SEJAHTERA:
SEJARAH DAN GARIS PERJUANGAN
66
Amir Hamdani Nasution
67
3 — Partai Keadilan Sejahtera: Sejarah dan Garis Perjuangan
5
Imdadun Rahmat, Arus Baru Islam Radikal: Transmisi Revivalisme
Islam Timur Tengah ke Indonesia, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2005), hlm.
87. Terminilogi radikal, menurut penulis perlu dieksaminasi ulang dalam
kajian Imdadun Rahmat. Sebab, berpijak pada keterangan Hizbut Tah-
rir Indonesia (HTI) bahwa secara harfiah bahasa latin radix yang artinya
akar (roots). Istilah radikal dalam konteks perubahan kemudian digunak-
an untuk menggambarkan perubahan yang mendasar dan menyeluruh.
Dalam kamus Oxford disebutkan istilah radikal kalau dikaitkan dengan
perubahan atau tindakan berarti : relating to or affecting the fundamental nature
of something; far-reaching or thorough (berhubungan atau yang mempengaruh
sifat dasar dari sesuatu yang jauh jangkaunnya dan menyeluruh. Namun
istilah radikal menjadi kata-kata ”politik” (political words) yang cendrung
multitafsir, bias, dan sering digunakan sebagai alat penyesatan atau stigma
negatif lawan ”politik”. Istilah radikal kemudian menjadi alat propaganda
yang digunakan untuk kelompok atau negara yang berseberangan dengan
ideologi dan kepentingan Barat. Julukan Islam radikal kemudian digu-
nakan secara sistematis bagi pihak-pihak yang menentang sistem ideologi
Barat (Kapitalisme, Sekulerisme, dan Demokrasi), ingin memperjuangkan
syariah Islam, Khilafah Islam, menginginkan eliminasi Negara Yahudi,
dan melakukan jihad melawan Barat. Padahal perubahan yang mendasar
(radikal) sendiri bukanlah hal yang selalu buruk. Dalam sejarah masyara-
kat Barat juga terjadi beberapa perubahan mendasar yang dianggap justru
memberikan pencerahan dan awal kebangkitan masyarakat Barat. Seperti
perubahan dari sistem teokrasi yang represif pada abad kegelapan menjadi
demokrasi jelas merupakan perubahan mendasar. Masa itu bahkan diang-
gap awal kebangkitan Barat (renaisans). Indonesia sendiri dalam fragmen
sejarahnya mengalami perubahan mendasar. Kemerdekaan Indonesia
sering dianggap merupakan tonggak perubahan mendasar (radikal) dari
negara yang dijajah oleh kolonial menjadi negara yang merdeka. Seleng-
kapnya lihat di editorial hti.or.id berjudul ”Bung Boediono: Bukan Radikalisme
Tapi Kapitalismelah Ancaman Bagi Bangsa”, diakses 12 Januari 2011.
68
Amir Hamdani Nasution
69
3 — Partai Keadilan Sejahtera: Sejarah dan Garis Perjuangan
70
Amir Hamdani Nasution
11
Anis Matta, Dari Gerakan ke Negara, (Jakarta: Fitrah Rabbani,
2006), hlm. xx-xxii.
71
3 — Partai Keadilan Sejahtera: Sejarah dan Garis Perjuangan
Ibid.,
12
72
Amir Hamdani Nasution
73
3 — Partai Keadilan Sejahtera: Sejarah dan Garis Perjuangan
74
Amir Hamdani Nasution
yakni
“Kemudian sesungguhnya aku telah menyeru mereka (kepada
iman) dengan cara terang-terangan, kemudian sesungguhnya
aku (menyeru) mereka (lagi) dengan terang-terangan dengan
diam-diam.”15
Berlandaskan atas wahyu di atas, para aktivis dakwah
Islam menegaskan kehadiran partai keadilan adalah kelanjutan dari
perjalanan panjang yang telah dilakukannya selama ini dalam bentuk
yayasan-yayasan pendidikan, lembaga pengkajian dan penelitian,
seminar-seminar, LDK, Rohis, pesantren, dan lembaga perjuangan
lainnya di abwah gerakan tarbiyah.16
3. Al Hizb huwal Jama’ah (Partai itu adalah Jama’ah)
Para pendiri dan pendukung partai telah mencoba
menghidupkan kembali prinsip ke-jama’ahan di antara para
aktivisnya sesuai dengan tuntunan AllahI. Mereka berupaya
saling mengenal, saling memahami, saling menolong dan hidup
sepenanggungan dalam berbagai keadaan yang menyertainya.
Mereka bekerja sama dalam kebaikan, ketaqwaan, dan bekerja sama
dalam upaya menghilangkan kemaksiatan dan permusuhan. Seperti
dijelaskan dalam QS. Ali Imran ayat 103, yakni
15
Menurut Surahman Hidayat, terkait dengan konsep baru PKS
sebagai partai terbuka pada Munas 2010 bahwa sesungguhnya PKS tidak
pernah berubah, melainkan hanya salah satu tahap dakwah PKS atau stra-
tegi organisasi dalam menghadapi kenyataan politik Indonesia. Hakikat
dan subtansi tidak akan pernah berubah. Hanya saja untuk saat ini per-
lu aliran informasi baru untuk lebih dikenal publik. Sementara menurut
Anis Matta, bahwa keterbukaan untuk semua agama merupakan implikasi
ajaran Islam, UUD 1945 dan logika organisasi. Keterbukaan merupakan
bagian yang fundamental dalam Islam, lebih lanjut menurut Anis, kenapa
sekarang terbuka karena sebelumnya PKS membutuhkan pengokohan jati
diri untuk menjadi terbuka. Selanjutnya lihat video Metro TV Program
Mata Najwa, Metamorfosa PKS. Tayang Rabu, 23 Juni 2010, pukul 23:17
WIB.
16
DPW PK Sumbar, loc.cit.
75
3 — Partai Keadilan Sejahtera: Sejarah dan Garis Perjuangan
Ibid.,
17
Ibid.,
18
76
Amir Hamdani Nasution
77
3 — Partai Keadilan Sejahtera: Sejarah dan Garis Perjuangan
Ibid.,
24
78
Amir Hamdani Nasution
25
Ibid.,
79
3 — Partai Keadilan Sejahtera: Sejarah dan Garis Perjuangan
Republik Indonesia.26
Adil yang dimaksud PKS adalah kondisi kondisi dimana
entitas dan kualitas kehidupan baik pembangunan politik, ekonomi,
hukum dan sosial-kemasyarakatan ditempatkan secara proporsional
dalam ukuran yang pas dan seimbang (tidak melewati batas). Yakni
sikap moderat untuk sebuah keseimbangan yang terhindar dari
jebakan dua kutub ekstrim: mengurangi (tafrith) atau melebihi
(ifrath).27 Keadilan sebagai sikap dan tindakan proporsional, yaitu
meletakkan sesuatu pada tempatnya tanpa melampaui batas, tetap
menjadi cita-cita dan tuntutan universal umat manusia.
Keadilan adalah nilai yang selalu didambakan dan sekaligus
diperjuangkan kehadirannya. Keadilan harus diejawantahkan dalam
semua keadaan, baik dalam perbuatan, ataupun dalam perkataan
(lihat QS. al-An’am ayat 152).28 Sebab keadilan mutlak dibutuhkan
oleh seluruh umat manusia dalam menjalani kehidupan. Semangat
penegakan keadilan dan menumbangkan kezaliman dalam setiap
dimensi kehidupan harus dilakoni oleh setiap aktivitas individual
dan atau kolektif, harus menjadi perhatian utama dalam setiap aksi,
serta harus menjadi pola perjuangan otentik manusia sepanjang
sejarah.29
Sejahtera dalam pemahaman PKS adalah mengarahkan
pembangunan pada pemenuhan lahir dan batin manusia.
Tujuannya adalah supaya manusia memfungsikan dirinya sebagai
hamba dan khalifah AllahI, yakni keseimbangan antara kebutuhan
dan sumber pemenuhannya. Kesejahteraan dalam arti sejatinya
adalah keseimbangan (tawazun) hidup yang merupakan buah dari
kemampuan seseorang memenuhi tuntutan-tuntutan dasar seluruh
26
Majelis Pertimbangan Pusat (MPP) PKS, Memperjuangkan Ma-
syarakat Madani Platform Kebijakan Pembangunan PKS, (Jakarta:MPP
PKS, 2009), hlm. 1.
27
Ibid.,
28
Ibid. hlm. 414.
29
Ibid., hlm. 426.
80
Amir Hamdani Nasution
81
3 — Partai Keadilan Sejahtera: Sejarah dan Garis Perjuangan
82
Amir Hamdani Nasution
83
3 — Partai Keadilan Sejahtera: Sejarah dan Garis Perjuangan
37
Ibid., hlm. 1.
38
Ibid.,
39
Ibid., hlm. 591.
84
Amir Hamdani Nasution
85
3 — Partai Keadilan Sejahtera: Sejarah dan Garis Perjuangan
86
Amir Hamdani Nasution
87
3 — Partai Keadilan Sejahtera: Sejarah dan Garis Perjuangan
88
4
GOOD GOVERNANCE
VERSI PKS
PKS. Terkait hal tersebut, isu yang terus berhembus dan hangat
untuk diperbincangkan hingga detik ini adalah apakah agama dan
negara dapat disatukan atau sebaliknya. Hidayat Nur Wahid, sebagai
presiden PKS tahun 2000, sejak awal menegaskan bahwa paradigma
yang menyatakan perlunya agama dijauhkan dari politik harus
dirubah. Paham sekuler tidak dapat diterima karena bertentangan
dengan aturan dasar Islam dan falsafah negara Indonesia.
Masyarakat Islam sebagai mayoritas di Indonesia memiliki
hak dan pandangan untuk mempersatukan dua unsur tersebut.
Fakntanya, banyak terdapat interaksi sosial yang mengharuskan
umat Islam bersentuhan langsung dengan negara. Dari sisi
falsafah, pembukaan UUD 1945 dan Pancasila telah dimaktubkan
nama Tuhan Yang Maha Esa. Artinya sejak republik ini berdiri,
para founding father telah menaungi negara Indonesia dengan
pandangan-pandangan agama.
Alasan bahwa politik itu kotor, sehingga apabila agama
ditarik ke ranah politik akan mengotori atau merusak marwahnya,
tidak dapat diterima. Pola pikir yang jelas terlihat dan hampir
diterima pada masa rezim Orde Lama dan Orde Baru. Sebenarnya
politik berada pada posisi objek atau bersifat netral, kemudian
atas kehendak subyek (dapat berupa manusia atau sistem kerja)
menjadikan politik ke arah positif atau negatif. Sehingga PKS
bersikap bahwa tidak ada dikotomi antara agama dengan negara,
serta politik itu tidak absolut kotor.
Di titik lain, pemikiran penyatuan kembali agama dan negara
dalam konteks Indonesia kontemporer dan kenyataan diyakini
PKS merupakan jalan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. PKS tidak menginginkan Indonesia yang
berpenduduk mayoritas Muslim dijadikan sebagai negara sekuler.
Karena itu, energi positif umat Islam harus disalurkan melalui
politik untuk mencapai kemajuan Islam khususnya di Indonesia.
Misi tersebut terlihat jelas dari cara PKS menyikapi slogan ”Islam
Yes, Partai Islam No” yang pernah digaungkan kaum sekuler Nur
Cholis Madjid dan kawan-kawannya. Anis Matta berkata:
90
Amir Hamdani Nasution
91
4 — Good Governance Versi PKS
92
Amir Hamdani Nasution
93
4 — Good Governance Versi PKS
kuat
Kuadran Kuadran
I II
Lingkup Fungsi
Negara
minimal aktif
Kuadran Kuadran
III IV
lemah
94 97
Amir Hamdani Nasution
95
4 — Good Governance Versi PKS
96
Amir Hamdani Nasution
97
4 — Good Governance Versi PKS
98
Amir Hamdani Nasution
6
Hidayat Nur Wahid, Op.cit. hlm.187-188.
99
4 — Good Governance Versi PKS
100
Amir Hamdani Nasution
langkah, yakni
1. Reformasi Sistem Politik
Menyikapi kontradiksi sistem politik yang telah disebutkan
di atas, PKS memandang perlu beberapa hal dalam menyelesaikan
hal tersebut. Pertama, sistem presidensial dengan jumlah partai
yang sedikit. Menurut PKS bahwa kontradiksi sistem presiden
yang terpilih secara langsung dan ternyata didukung oleh partai
yang relatif kecil sebagaimana yang dikemukakan di atas, akan
menimbulkan kekuasaan presiden menjadi lemah. Ada dua pilihan
model secara generik untuk mencari jalan keluar bagaimana
merancang sistem demokrasi dimana presiden sebaiknya dipilih
langsung oleh masyarakat, namun mendapat dukungan oleh parpol
di parlemen, yakni: sistem parlementer seperti tahun 1950-an atau
sistem presidensial dengan jumlah partai yang lebih sedikit.
Kenyataan hari ini, PKS telah memilih pilihan kedua.
Indikatornya adalah PKS mendukung ambang batas parlemen
(parliamentary threshold) menjadi 5% dalam revisi Undang-Undang
Pemilu Legislatif. PKS menegaskan sikapnya bahwa 5% adalah
batasan yang layak diterapkan pada Pemilu 2014. Bagi PKS, 5%
angka yang moderat dan cukup untuk setelah tiga kali pemilu.8
Artinya, anggota legislatif yang duduk di DPR pada 2014 nanti
adalah tetap partai menengah ke atas. Sisi negatifnya adalah
mengekang kesempatan hak politik partai lain yang ingin turut
berpartisipasi dalam pergulatan politik parlemen. Sehingga sangat
memungkinkan sistem politik Indonesia kembali pada sistem
politik Orde Baru. Saat itu, DPR yang minim jumlah partai hanya
berperan sebagai tukang stempel, disebabkan begitu mudahnya
presiden mengontrol para pemimpin partai.
8
Koran Jakarta, PKS dukung ambang batas 5%, diakses melalui laman
http://www.koran-jakarta.com/berita-detail.php?id=71356, 14 Feb 2011.
Dalam UU 10/2008 tentang Pemilu Legislatif ditetapkan ambang batas
yang berlaku adalah 2,5 persen. Dengan ketentuan ini, maka parpol yang
tidak memperoleh 2,5 persen suara sah nasional saat pemilu tidak berhak
menempatkan perwakilannya di DPR.
101
4 — Good Governance Versi PKS
102
Amir Hamdani Nasution
103
4 — Good Governance Versi PKS
13
MPP PKS, Op.cit., hlm. 246.
104
Amir Hamdani Nasution
105
4 — Good Governance Versi PKS
106
Amir Hamdani Nasution
4. Otonomi Daerah
Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.16 Tujuannya untuk mempercepat
terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan,
pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta
peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip
demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan
suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Langkah PKS adalah mengembangkan otonomi daerah
yang terkendali serta berorientasi pada semangat keadilan dan
proporsionalitas melalui musyawarah dalam lembaga-lembaga
kenegaraan di tingkat pusat, provinsi, dan daerah.17 Artinya PKS
mendukung program otonomi daerah, namun PKS tidak setuju
dengan sistem otonomi daerah yang semata-mata hanya menjadi
ajang pembagian kekuasaan. Pola pembagian kekuasaan ini yang
kemudian menyebabkan banyaknya pejabat daerah tersangkut
kasus-kasus korupsi karena pola otonomi daerah itu sendiri yang
membuka pelungan untuk berbuat menyimpang. Proporsionalitas
melalui musyawarah menjelaskan tentang harus ada koordinasi
yang struktural antara pejabat daerah dengan pusat, baik daerah
kab/kota dengan provinsi induk.
16
Lihat UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Pasal 1 ayat 5.
17
MPP PKS, Op.cit., hlm. 254.
107
4 — Good Governance Versi PKS
108
5
RELASI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM
DENGAN GOOD GOVERNANCE
110
Amir Hamdani Nasution
111
5 — Relasi Pemikiran Politik Islam dengan Good Governance
112
Amir Hamdani Nasution
2008), h. 219-220.
113
5 — Relasi Pemikiran Politik Islam dengan Good Governance
114
Amir Hamdani Nasution
115
5 — Relasi Pemikiran Politik Islam dengan Good Governance
Ibid.,
13
116
Amir Hamdani Nasution
Penutup
Tata pemerintahan yang baik menurut PKS adalah
pemerintahan yang efektif dan efisien. Sementara terkait dengan
karakteristik good governance, PKS sama sekali tidak mempunyai
konsep yang berbeda dengan apa yang disebutkan BAPPENAS,
DPW PK. Op.cit., hlm. 20-21.
14
117
5 — Relasi Pemikiran Politik Islam dengan Good Governance
118
Amir Hamdani Nasution
DAFTAR PUSTAKA
119
Daftar Pustaka
Press, 2005.
David Held, Democracy and the Global Order: From the Modern
State to Cosmopolitan Governance, terj. Damanhuri,
Demokrasi dan Tatanan Global: dari Negara Modern hingga
Pemerintahan Kosmopolitan, Yogyakarta; Pustaka Pelajar,
2004.
Djony Edward, Efek Bola Salju PKS, Bandung: Syaamil, 2006.
Eef Saefullah Fatah, Pengkhianatan Demokrasi ala Orde Baru,
Bandung; RosdaKarya, 2000.
Efrinaldi, Rekontruksi Pemikiran Politik Islam, Jakarta; Citra
Publika Press, 2007.
Farid Abdul Khaliq, Fikih Politik Islam, terj. Faturrahman A.
Hamid, Jakarta; Penerbit Amzah, 2005.
Fazlur Rahman, Syariah dan Hak –hak Asasi Manusia, dalam
buku Harun nasution dan Bahtiar Efendy (peny.), Hak Asasi
Manusia dalam Islam, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1987.
Hidayat Nur Wahid, Mengelola Masa Transisi Menuju Mayarakat
Madani, Ciputat: Penerbit Fikri, 2004.
Ignas Kleden, Naturalisme Politik, dalam buku Syamsurizaldi,
Refleksi Pemikiran, Perilaku dan Etika Politik Indonesia,
Padang: Lembaga Kajian Sarantau Sasurambi, 2008.
Imdadun Rahmat, Ideologi Politik PKS, (Yogyakarta: LKIS, 2008.
23.
Irfan Idris, Islam dan Konstitusionalisme, Yogyakarta:antonyLib-
Indonesia, 2009.
J. Suyuthi Pulungan, Prinsip-Prinsip Pemerintahan dalam Piagam
Madinah Ditinjau dari Pandangan Al-Qur’an, Jakarta:
PT.RajaGrafindoPersada, 1996.
Jhon L. Esposito (ed.), Langkah Barat Menghadang Islam,
Yogyakarta: Jendela, 2004.
Jimly Asshiddiqie, Islam dan Tradisi Negara Konstitusional,
120
Amir Hamdani Nasution
121
Daftar Pustaka
122