Anda di halaman 1dari 136

MENGELOLA NEGARA ALA PKS

Relasi Pemikiran Politik Islam dan


Good Governance

i
Sanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta

1. Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis
berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam
bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. (Pasal 1 ayat [1]).
2. Pencipta atau Pemegang Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal
8 memiliki hak ekonomi untuk melakukan: a. Penerbitan cip­taan; b.
Penggandaan ciptaan dalam segala bentuknya; c. Pener­jemahan ciptaan;
d. Pengadaptasian, pengaransemenan, atau pentransformasian ciptaan;
e. pendistribusian ciptaan atau salinannya; f. Pertunjukan Ciptaan; g.
Pengumuman ciptaan; h. Komunikasi ciptaan; dan i. Penyewaan ciptaan.
(Pasal 9 ayat [1]).
3. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau
pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e,
dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan
pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda
paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). (Pasal 113 ayat
[3]).
4. Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah). (Pasal 113 ayat [4]).

ii
MENGELOLA NEGARA ALA PKS
Relasi Pemikiran Politik Islam dan
Good Governance

Amir Hamdani Nasution

Editor:
Ihsan Rahmat

iii
Mengelola Negara Ala PKS:
Relasi Pemikiran Politik Islam dan Good Governance
© Amir Hamdani Nasution

xiv + 122 ; 14 x 20 cm.


ISBN : 978-623-7507-03-1

Hak cipta dilindungi oleh Undang-Undang. Dilarang me­ngutip


atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dalam
bentuk apapun juga tanpa izin tertulis dari penerbit.

Cetakan I, September 2019

Penulis : Amir Hamdani Nasution


Editor : Ihsan Rahmat
Desain Sampul : Ityan Jauhar
Layout : Ahmad Izudin

Diterbitkan oleh:
Penerbit Samudra Biru (Anggota IKAPI)
Jln. Jomblangan Gg. Ontoseno B.15 RT 12/30
Banguntapan Bantul DI Yogyakarta
Email: admin@samudrabiru.co.id
Website: www.samudrabiru.co.id
WA/Call: 0812-2607-5872

iv
KATA PENGANTAR

Buku yang berada di tangan pembaca ini, pada awalnya


merupakan skripsi penulis dengan judul Islam dan Good Governance
dalam Perspektif Partai Keadilan Sejahtera (PKS) pada Jurusan Jinayah
Siyasah, Fakultas Syari’ah IAIN Imam Bonjol Padang tahun 2011.
Pemilihan judul dilatarbelakangi oleh semakin menguatnya peranan
umat Islam dalam bidang politik pasca reformasi, setelah sekian lama
dikebiri oleh rezim Soekarno dan Soeharto, khususnya bagaimana
tata penyelenggaraan yang baik (good governance) dalam menanggulangi
problema bangsa seperti sistem politik, penegakan hukum dan
birokrasi yang sarat dengan korupsi, kolusi dan nepotisme. Posisi
kajian ini fokus pada pandangan PKS- yang disebut-sebut sebagai
mainstreaming of Islamic politic sebagaimana digaungkan Azyumardi
Azra- terhadap good governance dan keterkaitannya dengan Islam.
Meski sebelumnya, kalangan Barat sendiri telah gencar-gencarnya
mensosialisasikan konsep good governance melalui lembaga donor
Internasional.
Hasil temuan dari penelitian tersebut adalah bahwa tata
pemerintahan yang baik menurut PKS adalah pemerintahan
yang efektif dan efisien. Kriteria tata pemerintahan yang baik
menurut PKS, diantaranya: berwawasan ke depan (visi strategis),
bersifat terbuka (transparan), mendorong partisipasi masyarakat,
bertanggung jawab dan bertanggung gugat (akuntabel), menjunjung
supremasi hukum, berwatak demokratis dan berorientasi pada
konsensus. Kriteria tersebut sama dengan apa yang disebutkan
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), namun

v
perbedaan mendasarnya adalah PKS konsisten berpijak pada sistem
politik Islam. Selanjutnya, adapun langkah-langkah yang dilakukan
PKS dalam mewujudkan good governance. Pertama, reformasi sistem
politik dengan cara sistem presidensial dengan jumlah partai yang
sedikit, executive heavy dalam sistem presidensial, dan demokrasi
subtansial dan efisien. Kedua, reformasi birokrasi melalui penuntasan
secara utuh, menghilangkan inefisien sektor publik, dan menegakkan
supremasi hukum. Ketiga, penegakan hukum dan pemberantasan
korupsi dengan strategi penegakan diawali dengan membersihkan
aparatnya dari prilaku koruptif, mendorong penindakan hukum
yang tegas, dan mendukung upaya pemberantasan korupsi. Keempat,
terkait otonomi daerah yaitu mengembangkan otonomi daerah
yang terkendali serta berorientasi pada semangat keadilan dan
proporsionalitas. Terakhir, relasi Islam dan good governance dalam
pandangan PKS adalah Islam merupakan sumber inspirasi dan
nilai-nilai sekaligus menyediakan tata cara pemerintahan yang
baik dalam pembenahan struktural pemerintahan yang dilalui
PKS. Implementasi relevansi tersebut diaplikasikan PKS dengan
memantapkan politik yang mengedepankan moralitas dan keadilan.
Harus diakui, penerbitan buku ini sudah sejak lama
direncanakan, penuh kesabaran, dan tidak terlepas dari dukungan
semua pihak. Untuk tidak mengurangi kontribusi yang diberikan,
maka perkenankan penulis menyampaikan ucapan terima kasih
kepada Bapak Dr. Efrinaldi, M.Ag dan Ibu Tiswarni, M.Ag sebagai
pembimbing penulis dalam penyelesaian skripsi. Selanjutnya
kepada saudara Ihsan Rahmat yang bersedia menjadi editor buku
ini, sahabat Ahmad Ridhawi yang sudah meluangkan banyak waktu
untuk turut serta menyukseskan penerbitan buku ini.
Secara khusus buku ini penulis persembahkan kepada Istri
penulis Nur Aqilah Nasution, SP serta anak-anak tersayang Azni
Farrasia Amiqeyl Nasution dan Erdogan Faeyza Nasution yang
senantiasa membantu dan mendorong Ayah dalam menjalani hidup
dan kehidupan ini. Dimana terkadang waktu Ayah tidak begitu
banyak dalam kegiatan sehari-hari mendampingi anak-anak dan

vi
Mama Rashi. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada kedua
orang tua, Ayahanda Ahmad Rifai Nasution dan Ibunda Rafiah
Lubis, dan saudara kandung penulis Amir Makruf Nasution, SHI.,
ME yang selalu mendoakan penulis sehingga sampai keadaan yang
sekarang. Semoga penulis selalu dapat memberikan yang terbaik
pada keluarga.
Akhirnya, ucapan terima kasih juga untuk penerbit Samudra
Biru yang telah bersedia membantu penerbitan buku ini, semoga
menjadi amal jariah dan berguna bagi masa depan bangsa dan tanah
air. Merdeka!!!

Medan, September 2019

Penulis,
Amir Hamdani Nasution, S.H.I., M.H.

vii
viii
PENGANTAR EDITOR

MENATA INDONESIA:

Dari Mana Harus Memulai?

Di negara-negara berkembang governance reform menjadi


agenda pemerintahan yang harus segera dilakukan. Istilah tersebut
dinilai sakti dalam menyelesaikan persoalan seputar buruknya
sistem administrasi pemerintah, munculnya kesenjangan antar
daerah, kasus korupsi, nepotisme, politik uang, hingga rendahnya
kompetensi abdi negara. Seluruh masalah tersebut, sepertinya,
masuk dalam daftar persoalan yang melanda pemerintah Indonesia
pasca reformasi. Siapapun presidennya, pasti menemukan hal
semisal, bahkan kompleksitas kehidupan global menambah rumit
permasalahan di atas.
Harus disadari bahwa mencapai governance reform bukanlah
perkara mudah. Empat presiden pasca reformasi (Habibie, Gusdur,
Megawati, SBY) merasakan tugas berat ini. Hal tersebut terlihat dari
penanganan masalah yang lebih fokus pada penyatuan NKRI dan
peningkatan ekonomi masyarakat. Gaung tata pemerintahan yang
baik justru baru terealisasi di era SBY dengan menerbitkan Perpres
No. 81 Tahun 2010. Tetapi bukan berarti presiden sebelumnya
tidak melakukan perbaikan di dalam pemerintahan. Misalnya di
era Gusdur, beberapa bandit Orde Baru (Orba) berhasil ditangkap,
di masa Megawati terbentuk komisi pemberantasan korupsi atau
KPK.
Pertanyaannya kemudian dari mana harus memulai

ix
governance reform? Pertanyaan seperti ini ketika dijawab dari sisi
teori, gampang. Tetapi menjadi rumit dalam tataran praktik
karena berseraknya masalah (krisis multidimensi) pasca reformasi.
Tekanan dan trauma politik selama hidup di bawah rezim Orba
yang otoritarian membuat pekerjaan jauh lebih kompleks dari yang
dibayangkan. Salah satu cara yang diteriakkan kaum muda reformasi
adalah democratic governance.
Pemerintahan yang demokratis dipilih karena memiliki
beberapa keuntungan. Pertama, demokrasi dinilai lebih mampu
mengelola konflik dan menghindari perubahan konflik karena
musyawarah menjadi indikator utamanya. Strategi tersebut sangat
tepat untuk kondisi Indonesia yang mengalami kerusuhan dan
ancaman NKRI bubar di masa-masa sesaat dan sesudah Soeharto
lengser. Kedua, demokrasi mampu menghindari ancaman
human survival karena ada pengawasan dari partai oposisi. Ketiga,
demokrasi akan membawa warga pada kesadaran yang lebih besar
akan kepedulian pembangunan sosial.1
Salah satu pekerjaan penting dalam proses membangun
demokrasi adalah bagaimana menata pemerintahan yang baik.
Kata ‘baik’ merujuk pada prinsip-prinsip good governance seperti
akuntabilitas, transparansi, partisipasi, supremasi hukum,
profesionalisme dan kompetensi, efisiensi dan efektifitas, dan lain
sebagainya yang mengarah pada perbaikan kinerja pemerintah.2
Cheema menjelaskan bahwa GG merupakan agenda yang mendesak
untuk negara-negara di dunia ketiga. Cheema beralasan bahwa isu
governance di abad ini mencakup pemerintahan yang transparan dan
akuntabel kepada publik, adanya pembagian kekuasaan yang jelas
antara legislatif, eksekutif, yudikatif, pemerintahan yang sah melalui
pemilihan umum yang jujur dan adil (baca: jurdil), ada penyerahan
1
UNDP, Deepening Democracy in a Fragmented World, (New
York: Oxford University, 2003). hlm. 56-58.
2
Setiap lembaga atau organisasi memiliki prinsip yang
berbeda ketika menerapkan GG. Di Indonesia, GG seringkali
mengacu pada 14 prinsip yang dirumuskan oleh BAPPENAS.

x
kewenangan dan sumber daya kepada pemerintah daerah, kebebasan
pers, dan ada sistem multi partai.3
Sistem multi partai yang ditetapkan oleh Habibie pada
pemilihan umum (pemilu) 1999 merupakan real practice dari
demokrasi dan menjadi angin segar bagi komunitas yang bermaksud
turut menata republik ini. Banyak partai yang baru lahir di tahun
tersebut, salah satunya adalah Partai Keadilan. Partai yang lahir dari
gerakan tarbiyah ini memiliki ciri khas, yakni syariat Islam sebagai
garis juang.
Masyarakat menerima dengan baik kehadiran partai
Islam tersebut, ditandai dengan 1,36% dari total suara yang sah.
Menempatkan 7 wakil di DPR dan beberapa petinggi partai
ditunjuk sebagai menteri. Salah satunya adalah Nur Mahmudi
Ismail (Menteri Kehutanan dan Perkebunan pada pemerintahan
Gusdur). Nur mampu menyelamatkan lebih dari Rp 8 triliun uang
negara. Sumbangsih nyata dari kader partai ini membuat nama
Partai Keadilan semakin dikenal masyarakat. Untuk mendapatkan
dukungan lebih pada periode selanjutnya, Partai Keadilan
menambahkan kata Sejahtera. Sehingga dikenal hingga hari ini
dengan nama Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Keberhasilan PKS di pemerintahan melalui kerja keras
dan cerdas oleh para kadernya, menimbulkan keingintahuan untuk
mengungkap bagaimana tata pemerintahan yang baik menurut
PKS. Rasa penasaran semakin membuncah ketika mengetahui
bahwa PKS mempraktikkan cara berpolitik yang sesuai dengan
prinsip Islam. Gabungan dari dua ‘rasa penasaran’ ini diyakini akan
membuahkan pengetahuan yang baru dalam lingkup kajian good
governance.
Buku ini banyak menyinggung masa kejayaan PKS di
sekitar tahun 2002 hingga 2009. Sehingga dapat dikatakan bahwa

3
Cheema G. S. Building Democratic Institutions: Governance
Reform in Developing Countries (Bloomfield: Kumarian Press, 2005).
hlm. 5.

xi
buku ini bersifat ‘flashback’ atau menelaah kembali kegemilangan
PKS dalam menyelesaikan masalah pemerintahan di Indonesia.
Keberhasilan PKS dalam menerapkan nilai-nilai luhur organisasi ke
level pemerintahan, penulis buku menyebutnya dengan istilah ‘Good
Governance versi PKS’.
Proses ‘menelaah kembali’ diharapkan menjadi bahan
refleksi bagi kader PKS karena diakui bahwa berita miring menyoal
korupsi elit partai telah beberapa kali menjatuhkan marwah PKS.
Penulis meyakini cita-cita politik Islam yang menonjolkan keadilan
dan maslahat bagi semua, perlu diketahui oleh banyak pihak. Ruh
Islam harus hadir di setiap nafas kehidupan, salah satunya dalam
bernegara. Buku ini juga berguna bagi pembaca umum untuk
mengetahui peta pemikiran politik PKS dan sebagai pemahaman
tentang masa depan politik Islam di Indonesia.

Yogyakarta menjelang Subuh


Januari, 2018

Ihsan Rahmat
[Alumnus MD FDK UIN Sunan Kalijaga dan MKP FISIPOL
UGM. Saat ini adalah Dosen IAIN Bengkulu]

xii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR—v
PENGANTAR EDITOR—ix
DAFTAR ISI—xiii
PROBLEM TATA PEMERINTAHAN DAN PARPOL
ISLAM DI INDONESIA—1
-- Kompleksitas Krisis Pasca Orde Baru—1
-- Kinerja Tiga Presiden di Era Reformasi—4
-- Kehadiran Partai Islam dan Keunggulan PKS—6
-- Signifikansi Kajian—8
-- Alat Analisis—10
SEMESTA GOOD GOVERNANCE—15
-- Good Governance dalam Literatur—15
-- Sejarah dan Definisi Good Governance —17
-- Pilar-Pilar Good Governance—38
-- Good Governance dalam Sistem Demokrasi Indonesia—42
-- Good Governance dalam Perspektif Islam—45
PARTAI KEADILAN SEJAHTERA: SEJARAH DAN
GARIS PERJUANGAN —65
-- Geneologi PKS: Gerakan Muda Berjiwa Tarbiyah —65
-- Dinamika Perubahan PK Menuju PKS—70

xiii
-- Garis Perjuangan PKS—79
-- Makna Lambang dan Struktur Organisasi —83
GOOD GOVERNANCE VERSI PKS—89
-- Linieritas Praktik Politik PKS dengan
Good Governance —89
-- Strategi PKS Wujudkan Good Governance—99
RELASI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM DENGAN GOOD
GOVERNANCE—109
-- Sebuah Benang Merah—109
-- Penutup—117
DAFTAR PUSTAKA—119

xiv
1
PROBLEM TATA PEMERINTAHAN DAN
PARPOL ISLAM DI INDONESIA

Kompleksitas Krisis Pasca Orde Baru


Menoleh ke belakang pada masa runtuhnya rezim orde baru
dan munculnya gerakan reformasi, sama halnya dengan melihat
benang kusut di pinggir jalan, tak terurus dan terbengkalai. Untuk
memanfaatkan kembali benang tersebut, tidak ada cara lain selain
menguraikannya secara perlahan. Hal tersebut menuntut kehati-
hatian dan ketelatenan, sebab kesalahan kecil saja akan membuat
benang tersebut semakin kusut, terbelit, hingga semakin tak bisa
dimanfaatkan kembali. Kusutnya benang tersebut menggambarkan
keadaan krisis di sekitar tahun 1998 yang merupakan senjakala
pemerintahan Soeharto, sampai-sampai banyak ahli menyebutnya
dengan fenomena lingkaran setan (vicious crises). Krisis tersebut
bersifat multidimensi dan merambah hampir di semua lini
kehidupan. Manusia dewasa hingga anak-anak sekalipun pada masa
itu sangat fasih mengucapkan istilah krisis moneter atau media
massa memperindah frasa tersebut dengan akronim krismon.
1 — Problem Tata Pemerintahan dan Parpol Islam di Indonesia

Bila kita mencoba mengurai krisis pada saat itu guna melihat
betapa sembrono pemerintah dalam mengurus negara, maka sumber
utama dari krisis multidimensi tersebut adalah krisis kemanusian.
Krisis tersebut dapat dikatakan sebagai puncak tertinggi krisis
Indonesia yang kemudian menimbulkan efek domino pada krisis
lain. Azizy merangkum tujuh krisis yang terjadi pasca runtuhnya
Soeharto, yakni:1 (1) Krisis moral. Mencakup mulai dari para
elit, baik elit politik, pejabat tinggi, birokrat, hingga tokoh-tokoh
informal. Krisis moral elit sebenarnya telah terjadi jauh sebelum
1998. Karena kuatnya posisi Soeharto dan kroni-kroninya di
pemerintahan, membuat mereka sulit disentuh hukum. Di sisi lain,
para penyuara kebenaran dan ilmuwan cenderung menjaga sikap
dan suara agar aman dari dinginnya penjara; (2) Krisis hukum.
Krisis moral elit menyebabkan munculnya krisis hukum karena law
enforcement tidak mampu berjalan. Hukum hanya berlaku terhadap
orang lemah. Sesuatu istilah yang sangat terkenal bahwa ‘hukum
tajam ke bawah, tapi tumpul ke atas’. Krisis hukum tersebut tidak
mampu menjerat kelas elit yang menggarong uang negara, sehingga
krisis terus berlanjut; (3) Krisis moneter. Krisis ini melanda hampir
seluruh kawasan di luar Indonesia. Banyaknya permasalahan yang
tengah dihadapi pemerintahan Soeharto, menjadikan Indonesia
lemah dan rentan terkena dampak krisis atau kebijakan luar negeri
yang merugikan Indonesia; (4) Krisis ekonomi. Krisis tersebut
adalah dampak dari krisis global. Munculnya krisis ekonomi
disebabkan oleh buruknya antisipasi pemerintah. Kondisi negara
dalam keadaan kacau mengakibatkan investor asing menarik modal
dan ragu untuk berinvestasi, akibatnya harga kebutuhan melonjak
dan daya beli masyarakat menurun drastic. Kondisi ini memicu
krisis lain yakni krisis kepercayaan antar elit; (5) Krisis kepercayaan
antar elit. Terjadinya konflik atau saling curiga antar sesama
birokrat pemerintah maupun pemerintah dengan masyarakat yang
berdampak pada lengsernya Soeharto; (6) Krisis politik. Muncul
asumsi bahwa lengsernya Soeharto membawa Indonesia pada era
1
Ahmad Qodri Abdillah Azizy, Change Management dalam Reformasi
Birokrasi, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007), hlm. 4-6.

2
Amir Hamdani Nasution

keterbukaan dan reformasi yang mensejahterakan. Namun ternyata,


ruang kebebasan tersebut memunculkan krisis baru yang lebih parah
dari krisis-krisis sebelumnya, yakni hilangnya kepercayaan di antara
masyarakat, dan (7) Krisis kepercayaan di kalangan masyarakat.
Krisis ini tidak hanya melibatkan para elit, tetapi juga rakyat. Rakyat
tidak percaya kepada pemerintah. Birokrasi lagi-lagi menjadi bulan-
bulanan dan bahkan semakin memprihatinkan.
Pada 21 Mei 1999, Soeharto menunjuk wakilnya Bacharudin
Jusuf Habibie sebagai presiden ke-3 Republik Indonesia dan tampuk
menyerahkan pemerintahan dalam kondisi Indonesia yang sangat
terpuruk. Dalam waktu yang relatif singkat, Habibie dan Kabinet
Reformasi Pembangunan melakukan sejumlah langkah penting
untuk menata kembali pemerintahan. Salah satu keberhasilan yang
terus dikenang adalah menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dollar
Amerika, dari Rp. 14.800 menjadi Rp. 7.000 per dollar Amerika.
Keberhasilan tersebut adalah hasil dari kebijakan ekonomi yang
diambil Habibie, seperti merekapitulasi perbankan, melikuidasi
beberapa bank bermasalah, mengimplementasikan reformasi
ekonomi yang disyaratkan International Monetary Fund (IMF),
merekonstruksi perekonomian Indonesia, membentuk lembaga
pemantau hutang luar negeri, dan lain sebagainya.
Dari sektor politik, Habibie juga berhasil menyelenggarakan
pemilihan umum (Pemilu) tahun 1999 dimana pemilu tersebut
dinilai sebagai yang paling demokratis sejak orde baru dan pertama
kalinya diikuti oleh banyak partai. Pada level legislatif, kelanjutan
hasil akhir Pemilu menetapkan Amin Rais sebagai ketua MPR dan
Akbar Tanjung sebagai ketua DPR. Sedangkan pada level eksekutif
menetapkan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai presiden dan
Megawati Soekarno Putri sebagai wakil presiden. Serupa dengan
Hibibie, pekerjaan mereka adalah memperbaiki masalah Indonesia
di seluruh sektor, terutama menangkap koruptor dari kalangan elit
dan birokrat peninggalan era Soeharto.

3
1 — Problem Tata Pemerintahan dan Parpol Islam di Indonesia

Kinerja Tiga Presiden di Era Reformasi


Sejak 1999 hingga 2009, Indonesia telah dipimpin oleh tiga
orang presiden, yakni Abdurrahman Wahid atau Gus Dur (1999-
2002), Megawati Soekarno Putri (2002-2004), dan Susilo Bambang
Yudhoyono atau SBY (2004-2009 dan 2009-2014). Setiap presiden
memiliki kebijakan masing-masing dalam menyelesaikan krisis di
zamannya. Hanya saja, dapat dinilai tidak semua presiden fokus
membenahi tata birokrasi atau pelayanan publik. Gus Dur menjabat
saat ancaman disintegrasi bangsa terdengar nyaring. Konflik antar
suku baik di daerah atau di kota besar, perebutan sumber daya alam,
hingga beberapa provinsi yang berniat melepaskan diri dari NKRI.2
Potensi disintegrasi bangsa ini menjadi perhatian utama Gus
Dur, sehingga masalah di birokrasi cenderung dikesampingkan.
Karena itu, gebrakan program untuk menangkap antek koruptor
peninggalan zaman Orba relatif jarang terdengar.
Gus Dur yang oleh beberapa pihak dianggap kurang
maksimal, pada akhirnya turun dari jabatannya sebagai presiden
dan digantikan oleh Megawati Soekarno Putri melalui Sidang
Istimewa MPR pada tahun 2001. Era Megawati lebih fokus
pada sektor ekonomi, yakni meningkatkan daya beli masyarakat.
Pemerintah di internal juga berusaha menelusuri pejabat yang
dianggap merugikan atau mencuri uang negara. Namun kemudian
Megawati juga menuai kritik tatkala banyak melakukan privatisasi
BUMN seperti penjualan Indosat. Prestasi yang menonjol terlihat
pada bidang pemberantasan korupsi, antara lain membentuk komisi
pemberantasan korupsi (KPK), menangkap 17 jendral yang terlibat
korupsi, menangkap 21 pengemplang BLBI, menangkap Akbar
Tanjung terkait korupsi dana JPS, dan berhasil keluar dari IMF.3
2
Agenda utama reformasi di era Gus Dur adalah peningkatan
pendapatan rakyat, menegakkan keadilan, mendatangkan kemakmuran,
dan mempertahankan keutuhan bangsa dan negara.
3
Pasca reformasi, Indonesia menjadi salah satu negara terkorup
di dunia. Buruknya tata pemerintahan masa Orba yang ditandai dengan
banyaknya uang negara jatuh ke kantong konglomerat dan elit dinilai

4
Amir Hamdani Nasution

Tata pemerintahan yang baik baru terdengar pada masa


pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Gaung reformasi
birokrasi dipertegas melalui Perpres No. 81 Tahun 2010. Perpres
tersebut merupakan arah kebijakan reformasi birokrasi Indonesia
hingga tahun 2025 dengan menjelaskan masalah dan strategi yang
dapat dilakukan. Kemungkinan fokus ke area birokrasi dan pelayanan
publik dilakukan karena situasi politik dan ekonomi di Indonesia
mulai stabil. SBY melakukan penguatan lembaga KPK dengan
menerbitkan sejumlah aturan. Hal ini sebagai langkah antisipasi
dari berbagai pihak yang bermaksud melemahkan KPK. Pada masa
SBY juga mulai dikenalkan sistem electronic government (e-gov) guna
mendukung akuntabilitas dan transparansi pelayanan publik. Karena
itu, beberapa pilar good governance berhasil diimplementasikan.4 SBY
melakukan promosi jabatan secara terbuka, penandatangan pakta
integritas, penerapan anggaran berbasis kinerja, menerapkan
rekrutmen online, pemberian remunerasi, pencanangan zona
integritas, penerapan sistem integritas nasional (SIN), penerapan
strategi nasional pencegahan dan pemberantasan korupsi (Stranas
PPK). Semua yang dilakukan oleh SBY tidak terlepas dari kerja
bersama antar kementerian dan dukungan dari partai politik pro
pemerintah. Berdasarkan kondisi tersebut, melihat sejauh mana
peran partai politik dalam menata pemerintahan menjadi menarik
untuk didiskusikan lebih mendalam.

mencederai kondisi ekonomi Indonesia. Berdasarkan data Transparancy In-


ternational (TI) di Berlin tahun 2003, TI menempatkan Indonesia sebagai
negara terkorup nomor 6 dari 133 negara di dunia. Setahun kemudian,
Indonesia bergeser ke peringkat 5 dari 146 negara.
4
Lembaga Administrasi Negara (LAN) merumuskan sembilan
pokok aspek fundamental dalam good governance yang harus diperhatikan,
yaitu: partisipasi, penegakan hukum, transparansi, responsif, orientasi ke-
sepakatan, keadilan, efektifitas dan efisiensi (efficiency), akuntabilitas dan
visi stategis.

5
1 — Problem Tata Pemerintahan dan Parpol Islam di Indonesia

Kehadiran Partai Islam dan Keunggulan PKS


Dasarnya adalah Islam memberikan tuntunan dalam setiap
gerak kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan bernegara. Sejak
awal, Islam tidak secara ekspilisit menjelaskan tentang hubungan
antara agama dan negara. Dalam al-Qur’an hanya menjelaskan
prinsip-prinsip yang bersifat global, yakni tentang perlunya
penegakan keadilan, persamaan, musyawarah, dan toleransi.
Sehingga dikemudian hari muncul berbagai pemahaman dan praktik
di berbagai negara. Ada negara yang menerapkan hukum Islam
(sifatnya integrated), negara yang mayoritas penduduk muslim tetapi
tidak memberlakukan hukum Islam (sifatnya simbiosis-mutualisme),
dan negara yang memisahkan diri dari agama (sekularistik).5
Di Indonesia, arus pembaruan yang hadir tahun 1970an telah
menjadi usaha yang serius bagi kalangan Islam untuk melakukan
pembaruan pemikiran dan politik Islam. Hal ini dilakukan dengan
cara mengembangkan ide dan sikap politik yang lebih berorientasi
pada isi (subtansi), daripada bentuk. Perjuangan politik Islam
tidak lagi merujuk pada model perjuangan 1940an atau 1950an,
melainkan ditujukan ke arah pencapaian masyarakat yang adil dan
makmur. Terkait posisi Islam dalam dekade ini, John L. Esposito
mencatat bahwa sejak 1970-an, politik Islam terbukti menjadi salah
satu kekuatan utama dalam kehidupan publik masyarakat muslim.6
Di tahun tersebut, terdapat tiga partai Islam yang eksis, yaitu
Parmusi, NU, dan PSII. Tetapi dalam perkembangan berikutnya,
pemerintah Orba menetapkan kebijakan penyederhanaan partai-
partai yang berbasis Islam. Ketiga partai tersebut bergabung ke
dalam Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Situasi kembali
5
Lili Romly, Islam Yes Partai Islam Yes; Sejarah Perkembangan Par-
tai-Partai Islam di Indonesia, (Jakarta; Pustaka Pelajar, 2006), hlm. 116-117.
Bandingkan dengan pengelompokan yang dikemukakan Munawir Sjadzali,
Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah, dan Pemikiran, (Jakarta; Penerbit UI,
1994), edisi. ke-5 hlm. 1.
6
Jhon L. Esposito (ed.), Langkah Barat Menghadang Islam, (Yogya-
karta: Jendela, 2004), hlm. xii-xiii.

6
Amir Hamdani Nasution

berubah ketika Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI)


di bawah pimpinan BJ Habibie menjalin hubungan baik dengan
pemerintah Soeharto. ICMI berusaha menghilangkan stigma
radikalisme politik Islam yang menjadi momok menakutkan bagi
rezim Orba. Keberhasilan ICMI berdampak pada munculnya
gerakan-gerakan dakwah di kampus dan di tengah masyarakat. Salah
satu gerakan yang muncul adalah gerakan tarbiyah yang berasal dari
Lembaga Dakwah Kampus (LDK), Rohani Islam (Rohis), dan
organisasi semisal.
Ketika BJ Habibie memberikan kesempatan kepada publik
untuk mendirikan partai politik, Partai Keadilan muncul (sekarang
Partai Keadilan Sejahtera atau PKS). Partai ini berasal dari gerakan
tarbiyah di Indonesia. Pertama mengikuti Pemilu, Partai Keadilan
berhasil menjaring sebanyak 1.4363.565 suara atau sekitar 1,36%
dari keseluruhan jumlah suara dan menempatkan 7 wakil di DPR.
Pada Pemilu 2004, PKS mampu meningkatkan jumlah suara
sangat signifikan. PKS mampu meraih 8.925.020 suara atau sekitar
7,34% dari total suara dan berhasil mendudukkan 45 orang wakilnya
di DPR. Bahkan mantan presiden partai ini, Hidayat Nur Wahid,
terpilih menjadi ketua MPR. Meskipun kalah dibanding partai-partai
besar, partai ini mampu mengungguli partai-partai baru lain, yang
memiliki sejarah lebih tua. Meningkatnya jumlah dukungan terhadap
PKS disebabkan oleh konsistensi partai dalam mengedepankan
politik Islam dan terus mengawal kebijakan pemerintah. Beberapa
kader yang dinilai gemilang dalam pemerintahan ternyata turut
mendongkrak perolehan suara ke PKS. Azra mengatakan kiprah
PKS di atas merupakan proses dari mainstreaming of Islamic politics.7
Salah satu trobosan pada kancah perpolitikan Indonesia
adalah dengan menghadirkan pendekatan Piagam Madinah sebagai
alternatif penegasan identitas religius bangsa. Sebab piagam tersebut
terbukti menjadi faktor vital bagi proses integrasi masyarakat

7
Rulli Nasrullah, Hidayat Nur Wahid, (Bandung: Madani Prima,
2007), hlm. 34.

7
1 — Problem Tata Pemerintahan dan Parpol Islam di Indonesia

Madinah yang plural itu.8 Negara kembali dipersepsi sebagai rumah


masyarakat. Mengacu pada prinsip kesatuan dan persatuan bangsa,
dan negara yang mensejahterakan sesama, bukan ekspolitatif dan
diskriminatif yang akan melahirkan budaya kezaliman dalam pola
hubungan antara pusat dan daerah. Perubahan penting yang akan
tercipta adalah berubahnya paradigma kewarganegaraan.9
Political behaviour yang santun dan sederhana ditunjukkan
oleh berbagai kader yang memimpin di tingkat nasional hingga
daerah. Langkah politik moral Hidayat Nur Wahid saat menjadi
ketua MPR dengan menolak fasilitas mewah berupa mobil dan
apartemen mendapat apreasisasi yang cukup baik dari publik. Di sisi
lain, Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno yang merupakan salah
satu kader senior PKS, bertekad untuk berkantor dan melakukan
kegiatan sebagai gubernur di Masjid Raya Sumatera Barat apabila
tempat pusat kegiatan umat tersebut selesai di bangun.10 Strategi
dan penguatan nilai kader ini kemudian menjadikan PKS berbeda
dari partai kebanyakan. PKS memiliki penawaran yang berbeda
dengan partai lain terkait cara mengurus negara atau yang lazim
disebut dengan good governance atau clean governtment.

Signifikansi Kajian
Setiap muslim mempunyai kewajiban untuk menyampaikan
hal yang ma’ruf dan munkar kepada manusia. Banyak cara yang
dapat dilakukan untuk menyampaikan dua hal tadi, satu diantaranya
adalah dengan menegakkan syiar -dalam konteks bernegara- melalui
pendirian partai Islam. Partai dapat difungsikan sebagai kendaraan
dakwah yang mampu memberikan solusi konkrit bagi pemerintahan
di Indonesia. Dengan begitu dapat dikatakan bahwa hadirnya PKS
8
Hidayat Nur Wahid, Mengelola Masa Transisi Menuju Mayarakat
Madani, (Ciputat: Penerbit Fikri, 2004), hlm.vii
9
Ibid, hlm. 182.
10
Irwan Prayitno, Silaturahim Gubernur dengan BEM Se Sumbar,
dalam aula Gubernur Sumbar, 20 November 2010 Pukul 13.00-15.30.

8
Amir Hamdani Nasution

merupakan bentuk dakwah dalam konteks bernegara. Asumsi yang


dibangun adalah ketika gerakan Islam kultural berusaha merangsang
kemajuan umat, maka politik Islam lebih besar potensinya menjadi
penentu kebijakan demi kemajuan masyarakat Islam.
PKS datang ke tengah pusaran politik Indonesia dengan
maksud baik, yakni turut berpartisipasi dalam menyelesaikan
kompleksitas krisis pasca reformasi. Krisis moral, ekonomi,
hukum, politik, hingga hilangnya rasa saling percaya, urgen untuk
diselesaikan secara bertahap (mengurai benang kusut). Political
will PKS terlihat ketika berhasil menempatkan wakil-wakil terbaik
di DPR dan Pemerintahan. Mereka yang terpilih dinilai telah
menyelesaikan beberapa permasalahan pemerintah.
Nur Mahmudi Ismail sebagai Mentri Kehutanan dan
Perkebunan (Menhutbun), serta Soeripto sebagai Seketaris Jendral
(Sekjen) di masa pemerintahan Abdurrahman Wahid, mampu
menghadirkan tata pemerintahan yang baik dan bersih. Dalam
waktu singkat, 10 bulan masa kerja, tidak kurang dari 15 kasus
korupsi besar telah dibongkar dan diserahkan ke kejaksaan untuk
ditindak. Salah satu dampak kinerja mereka adalah PKS mendapat
peningkatan kepercayaan dari publik dengan raihan suara 8.925.020
atau sekitar 7,34% dari total suara dan berhasil mendudukkan 45
orang wakilnya di DPR (sebelumnya hanya 1,36% suara). Bahkan
mantan presiden partai, Hidayat Nur Wahid, terpilih menjadi ketua
MPR.
Kader-kader terbaik di atas merupakan praktiktor
atau pengejawentah dari cita-cita politik PKS. Mereka berhasil
menjelaskan kepada masyarakat tentang apa yang dimaksud PKS
dengan slogan ’bersih, peduli dan profesional’. Selain itu juga menjelaskan
bagaimana politik Islam yang baik untuk negara. Kesuksesan
PKS tidak terlepas dari strategi dan aturan main organisasi dalam
melakukan kaderisasi anggota. Tertanamnya nilai perjuangan PKS
ke dalam hati para kader menjadikan mereka berguna bagi nusa dan
bangsa.
Menarik untuk mengkaji lebih dalam tentang garis

9
1 — Problem Tata Pemerintahan dan Parpol Islam di Indonesia

perjuangan PKS yang notabene bersumber dari aturan Islam.


Kemudian membahas tentang maksud tata pemerintahan yang
baik (good governance) dalam pemahaman PKS. Terakhir juga penting
menjelaskan strategi PKS dalam mewujudkan tata pemerintahan
yang baik. Sehingga dari pembahasan ini, ditemukan sebauh
pemahaman utuh tentang elaborasi politik Islam PKS dengan Good
Governance.

Alat Analisis
Buku ini merupakan buah pikir yang bersumber dari riset
kepustakaan (library research). Riset kepustakaan atau lebih dikenal
dengan istilah studi pustaka dimaknai sebagai sebuah studi yang
berhubungan dengan pengumpulan data atau data bersumber dari
kepustakaan. Ciri khas studi ini adalah data cenderung siap pakai
(ready-made), penulis hanya duduk di meja kerja atau tidak turun ke
lapangan (not an eyewitness), sifat data telah diolah atau dapat berupa
hasil analisa dari penulis lain (secondary data), dan setiap data dinilai
relevan atau tidak dibatasi waktu (unlimited time).
Penulis menyusun buku melalui proses kerja yang
sistematis. Tujuannya adalah untuk menjaga nilai keilmiahan sebuah
karya, memastikan data-data yang digunakan relevan dengan tema,
serta yang terpenting adalah dapat dipertanggungjawabkan sebagai
sebuah hasil pemikiran. Alur kerjanya dimulai dari mencari sumber
bacaan, membacanya, mereduksi data, menganalisa, dan menyajikan
data ke lembar kerja. Berikut dijelaskan lebih detail.
Pertama, mencari sumber bacaan yang dinilai relevan.
Relevan dalam arti buku atau dokumen berkaitan dengan tema
utama. Dalam menemukan sumber bacaan, penulis menggunakan
tiga kata kunci, yakni PKS, Politik Islam, dan Good Governance.
Menggunakan tiga kata kunci tersebut, kemudian penulis membagi
sumber bacaan ke dalam dua hal, yakni bacaan primer dan skunder.
Berikut beberapa contoh bacaan yang digunakan dalam buku ini:
sumber primer penelitian ini adalah kepustakaan mengenai masalah

10
Amir Hamdani Nasution

yang berkaitan dengan materi penelitian. Kepustakaan dokumen


berupa Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART),
Hasil-Hasil Muktamar/Kongres, Kebijakan-kebijakan lembaga,
dan pernyataan pemimpin/lembaga PKS. Sedangkan bacaan
berupa buku, yakni Memperjuangkan Masyarakat Madani Platform
Kebijakan Pembangunan Tahun 2009 (Majelis Pertimbangan Pusat
PKS), Mengelola Masa Transisi menuju Masyarakat Madani (Hidayat
Nur Wahid). Kebangkitan Politik Dakwah: Konsep Politik dan Praktik
Politik Partai Keadilan Sejahtera di Era Transisi (Sapto Waluyo), Dari
Gerakan ke Negara (Anis Matta), dan Buku Panduan DPW PK Sumba.
Sumber bacaan sekunder diantaranya karya-karya yang
ditulis para intelektual yang diterbitkan dengan tema penelitian.
Diantaranya Arus Baru Islam Radikal dan Ideologi Politik PKS (Imdadun
Rahmat), Ada Apa dengan Partai Keadilan Sejahtera (Kamaruddin),
Hidayat Nur Wahid (Rulli Nasrullah), Efek Bola Salju PKS (Djony
Edward), Pendidikan Kewargaan (Civic Education) Demokrasi Hak Asasi
Manusia dan Masyarakat Madani penyunting (A. Ubaedillah dan
Abdul Rozak), Birokrasi dan Politik di Indonesia (Miftah Toha),
Prinsip-Prinsip Pemerintahan dalam Piagam Madinah Ditinjau dari
Pandangan Al-Qur’an (J. Suyuthi Pulungan), dan lain-lain.
Kedua, membaca dan menyusun hasil bacaan ke dalam
tabel menggunakan microsoft excel. Penulis membaca buku atau
dokumen dengan teknik scanning. Ketika mendapati bagian-bagian
bacaan yang dianggap relevan dengan topik bahasan, maka teknik
membaca interaktif digunakan. Membaca interaktif memberikan
kesempatan bagi penulis untuk menggangkat intisari bacaan,
kemudian menghubungkannya dengan pengetahuan yang telah
dimiliki. Sebelum membaca isu seputar PKS atau Good Governance,
penulis telah mempelajari kajian-kajian politik Islam di bangku kuliah.
Intisari bacaan kemudian disalin ke dalam tabel yang sebelumnya
telah dibagi ke dalam beberapa kolom (sesuai kebutuhan, berisi
kolom judul, penulis buku, intisari bacaan, halaman bacaan, kata
kunci, kategorisasi, pentemaan).
Keempat, mereduksi data hasil pembacaan atau intisari.

11
1 — Problem Tata Pemerintahan dan Parpol Islam di Indonesia

Maksudnya adalah saat memasuki kerja pentabelan, penulis kembali


membaca dengan seksama intisari bacaan guna memahami isi teks
secara menyeluruh, melihat kesamaan atau perbedaan ide antar ahli,
dan mempermudah penulis untuk melakukan tahap pentemaan.
Kemudian melakukan tahap pencarian kata kunci untuk setiap
intisari bacaan. Kata kunci tersebut kemudian dikategorisasi
berdasarkan kesamaan dengan kata kunci dengan bacaan lain.
Terakhir adalah membuat tema-tema besar dari hasil kategorisasi.
Tema-tema inilah yang nantinya menjadi sub-bab pada bagian
pembahasan. Alur seperti ini diyakini akan menghindari penulis
dari bias atau ’asal tulis’ dalam pembahasan.
Kelima atau tahap akhir dari cara penulisan buku ini
adalah menganalisa data. Analisis yang penulis gunakan merujuk
pada metode Critical Discourse Analisys (CDA) karya Norman
Fairclough.11 Fairclough menjelaskan bahwa titik perhatian terbesar
dari CDA adalah melihat bahasa sebagai praktik kekuasaan. Bahasa
dimaknai sebagai ruang bagi bertarungnya ideologi karena menjadi
sebab untuk menentukan siapa mengontrol siapa.
Dengan menggunakan critical linguistics yang terstrategikan
dalam kerangka metode-metode sosial dan budaya (multilevel
methods dan multilevel analysis), maka yang dicari dari penelitian ini
adalah siapakah (individu atau kelompok) sebagai subjek dengan
ideologinya yang dominan, siapakah yang diperlakukan sebagai
objek dengan ideolog subordinasi, serta variasi-variasi beserta
nuansa-nuansa diantara subjek dan objek itu. Model riset analisis
kritis Norman ini seringkali atau lazim pula disebut dengan model
perubahan sosial. Fairclough memaparkan metode penggunaan
CDA pada tahap analisa dan dipraktikkan dalam penulisan buku
ini, yakni:
• Interpretasi atau menafsirkan teks kemudian
menghubungkannya dengan praktik wacana yang dilakukan
11
Munawar Syamsuddin, MAKIWA: Metode Analisis Kritis
Komunikasi Interpretasi Wacana, (Surakarta: LPP UNS dan UNS Press,
2008), hlm. 268.

12
Amir Hamdani Nasution

sekitar teks tersebut. Dalam tahapan ini teks tidaklah


dianalisis kritis secara deskriptif, akan tetapi ditafsirkan
dengan cara menghubungkannya ke dalam proses produksi
teks dibuat dan dituntaskan.
• Eksplanasi atau mencari penjelasan, penerangan, dan
transparansi atas hasil penafsiran dari tahapan interpretasi di
atas.12

12
Ibid., hlm. 339.

13
1 — Problem Tata Pemerintahan dan Parpol Islam di Indonesia

14
2
SEMESTA GOOD GOVERNANCE

Good Governance dalam Literatur


Setiap konsep hasil pemikiran manusia selalu vis a vis untuk
diterima atau ditolak. Apalagi konsep tersebut berasal dari entitas
budaya masyarakat yang berbeda. Meskipun ada pemikiran yang
menyatakan ”tidak penting melihat siapa yang menyampaikan, yang
penting pesan apa yang di sampaikan.” Kenyataannya, perdebatan
bahkan pertarungan pemikiran terhadap kehadiran sebuah konsep
tersebut tidak dapat dihindari. Muaranya tentu bagaimana konsep
tersebut dapat menyelesaikan masalah secara baik, benar dan tepat.
Tidak terkecuali dengan konsep good governance (GG) yang muncul,
dikonsepsi, dan berhasil di praktikkan di dunia Barat. Pertanyaannya
kemudian apakah konsep ini relevan untuk negara dunia ketiga
seperti Indonesia? Pertanyaan ini akan dijawab bersamaan dengan
pembahasan konsep GG di bawah ini.
Hegemoni kekuasaan Barat dalam segala aspek kehidupan,
2 — Semesta Good Governance

khususnya politik, masih mendominasi hingga sekarang –


tidak menutup kemungkinan di masa mendatang. Konsep GG
dipopulerkan Barat guna memperluas ranah kekuasaan global
dalam perpolitikan internasional. Penyebaran secara besar-besaran
tersebut tidak terlepas dari kemenangan Barat pasca Perang Dingin,
yang menandakan dimulainya “perayaan” demokratisasi di negara-
negara dunia ketiga. Seperti yang ditegaskan David Held, bahwa
demokrasi nampaknya telah mencatat kemenangan historis atas
bentuk-bentuk pemerintahan yang lain. Semua jenis rezim politik di
dunia mengklaim sebagai rezim demokrasi.1
Bintoro mengutarakan bahwa perkembangan paradigma
GG juga sebagian akibat dari globalisasi. Globalisasi juga bukan
hanya ekonomi tetapi juga ideologi, hak asasi manusia (HAM) dan
politik (demokrasi Barat). Dalam wacana Huntington tentang the
clash of civilization, Francis Fukuyama tentang akhir sejarah ditandai
dengan kemenangan demokrasi liberal.2 Demokratisasi dan
globalisasi pasca Perang Dingin telah menjadi dua induk proyek
peradaban Barat yang tidak bisa dipisahkan. Marc F. Plattner
menjelaskan
“Dua tren internasional yang luas serta telah mendominasi
kuartal terakhir abad kedua puluh dan tahun-tahun awal
dua puluh pertama: globalisasi dan demokratisasi. Meskipun
kedua globalisasi dan demokratisasi memiliki sejarah panjang
dan rumit, masing-masing prosesnya sangat cepat usai
runtuhnya komunisme Soviet dalam revolusi 1989-1991.
Dua trend ini saling terkait dan saling menguatkan. Artinya,

1
David Held, Democracy and the Global Order: From the Modern State
to Cosmopolitan Governance, terj. Damanhuri, Demokrasi dan Tatanan Global:
dari Negara Modern hingga Pemerintahan Kosmopolitan, (Yogyakarta; Pustaka
Pelajar, 2004), hlm. v.
2
Bintoro Tjokroamidjojo, Good Governnace: Paradigma Baru Manaje-
men Pembangunan, artikel dapat diakses melalui laman http://bankjurnal.
umm.ac.id/files/disk1/2/jiptummpp-gdl-bintorotjo-88-1-2goodgo-n.
pdf.

16
Amir Hamdani Nasution

globalisasi telah mendorong demokratisasi, dan demokratisasi


telah mendorong globalisasi.”3

Sejarah dan Definisi Good Governance


Istilah governance sudah dikenal dalam literatur administrasi
dan ilmu politik sekitar 120 tahun yang lalu. Sejak Woodrow
Wilson, yang kemudian menjadi Presiden Amerika Serikat ke 27,
memperkenalkan bidang studi tersebut di akhir tahun 1990an.
Tetapi, selama itu governance lebih sering digunakan dalam literatur
politik dengan pengertian yang sempit. Wacana tentang governance
muncul setelah berbagai lembaga pembiayaan internasional
menetapkan GG sebagai persyaratan utama untuk setiap program
bantuan mereka.4 Menurut Lejo Sibbel dalam Report Minority
Rights Groups International, lembaga pembiayaan internasional yang
dimaksud adalah The International Monetory Found (IMF), World
Bank, Asian Development Bank (ADB) dan United Nations Development
Programme (UNDP).5
Wiratrama memiliki pandangan lain yang terkesan keluar
dari pemahaman banyak orang dengan mengatakan bahwa GG
tiba-tiba muncul dan melesat bak meteor dari langit dan jatuh ke
suasana kekuasaan politik di transisi negara-negara dunia ketiga.
Tiba-tiba menjadi mantra ‘nan indah’ untuk diucapkan secara
berulang-ulang terstruktur dan tersistemisasi. Kemudian aparatur
birokrasi, mulai dari Presiden hingga pemerintahan paling bawah,
seragam mendendangkan perlunya menerapkan GG.6
3
Marc F. Plattner, Globalization and Self-Government, Journal of
Democracy, Vol. 13, No. 3, 2002, hlm. 54.
4
Sofian Effendi, Membangun Good Governance: Tugas Kita Bersama,
artikel dapat diakses melalui laman sofian.staff.ugm.ac.id/artikel/mem-
bangun-good-governance.pdf.
5
Lejo Sibbel, Good Governance and Indigenious People in Asia, Report
Minority Rights Group International, dalam Laporan Desember 2005, hlm. 2.
6
R. Herlambang Perdana Wiratrama, Neoliberalisme, Good Go-

17
2 — Semesta Good Governance

Miftah Toha memandang konsep tersebut lahir sejalan


dengan terminologi demokrasi, masyarakat sipil, partisipasi rakyat,
hak asasi manusia, dan pembangunan berkelanjutan. Konsep GG
lebih dekat dengan reformasi sektor publik. Namun, akhir-akhir
ini telah digunakan dalam ilmu politik dan administrasi publik.
Sehingga menimbulkan berbagai paradigma baru dalam struktur
pemerintahan tentang bagaimana: a) hubungan antara pemerintah
dengan pasar; b) hubungan antara pemerintah dengan rakyat; c)
hubungan antara pemerintah dengan organisasi voluntary dan sektor
privat; d) hubungan antara pejabat-pejabat yang dipilih (politis)
dan pejabat-pejabat yang di angkat (pejabat birokrat); e) hubungan
antara lembaga pemerintahan daerah dengan penduduk perkotaan
dan pedesaan; f) hubungan pemerintah nasional dengan lembaga-
lembaga internasional. 7Beragam penjelasan tentang sejarah GG
tidak dapat dipisahkan dari evolusi konsep GG itu sendiri. Kooiman
dalam Mudrajad Kuncoro merunut tahapan evolusi GG seperti
pada tabel 2.1 di bawah ini. 8
Tabel 2.1 Evolusi Pandangan Mengenai Governance
1970-an 1980-an 1985-an 1990-an
Keyakinan Keengganan Adanya Self-
tentang dalam kemungkinan governance
governance perencanaan kompleksitas
governance dalam governance
Melihat lebih dalam yakni terkait pemaknaan GG, harus
dimulai dari penjelasan istilah governance dan government. Dalam
sejarah ilmu pemerintahan, dua istilah tersebut digunakan secara
bergantian untuk menggambarkan proses pemerintahan. Tatkala
vernance, dan Hak Asasi Manusia, Hukum Jentera, Vol. 15, 2007, hlm. 23.
7
Miftah Toha, Birokrasi dan Politik di Indonesia, (Jakarta: RajaGra-
pindo Persada, 2005), hlm. 61-62.
8
Mudrajad Kuncoro, Otonomi dan Pembangunan Daerah: Reformasi,
Perencanaan, Strategi, dan Peluang, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2004), hlm.
259.

18
Amir Hamdani Nasution

government digunakan untuk merujuk pada pelaku (pemerintah),


maka governance biasanya digunakan untuk merujuk pada prosesnya
(pemerintahan). Dalam hal ini, governance diartikan sebagai ‘the act of
government’, yaitu praktek bekerjanya aktor yang bernama government.
Sebagaimana ditulis dalam New Webster’s International Dictionary,
governance diartikan sebagai metode regulasi pemerintahan (‘methods
of government or regulation’).9
Government lebih mudah dipahami sebagai “pemerintah”
yaitu lembaga beserta aparaturnya yang mempunyai tanggung
jawab untuk mengurusi negara dan menjalankan kehendak rakyat.
Kecenderungannya lebih tertuju kepada lembaga eksekutif/
kepresidenan (executive heavy). Diskusi yang terkait dengan government
lebih mengarah pada bagaimana meminimalkan peran negara
dan mempromosikan peran sektor swasta. Dengan kata lain,
semangatnya adalah pembatasan peran negara dalam pemerintahan
(limitation of the state’s roles). Terdapat pula diskusi mengenai
reformasi aparatur negara (civil service reform) namun hal ini tidak
lebih dari bagian agenda ekonomi untuk penyesuaian struktural
(structural adjustment).10
Bank Dunia (1989) mendefinisikan governance sebagai
“exercise of political power to manage nation (pelaksanaan kekuasaan
9
Ada juga penggunaan istilah good governance dan clean government
atau good governance, dalam buku A.ubaedillah dkk, penulis belum men-
emukan perbedaan signifikan dari kata-kata tersebut. Subtansi ketiga hal
tersebut mengacu pada proses pemerintahan yang baik dan bersih. Dalam
Pratikno, Good Governance dan Governability, dalam Jurnal Ilmu Sosial Ilmu
Politik Volume 3 Maret 2005, hlm. 234.
10
Ibid., Perbedaan paling pokok antara konsep “government” dan
“governance” terletak pada bagaimana cara penyelenggaraan otoritas politik,
ekonomi, dan administrasi dalam pengelolaan urusan suatu bangsa. Kon-
sep “pemerintahan” berkonotasi peranan pemerintah yang lebih dominan
dalam penyelenggaran berbagai otoritas tadi. Sedangkan dalam governance
mengandung makna bagaimana cara suatu bangsa mendistribusikan
kekuasaan dan mengelola sumberdaya dan berbagai masalah yang diha-
dapi masyarakat.

19
2 — Semesta Good Governance

untuk mengelola negara)”. Selanjutnya, laporan ini menekankan


bahwa legitimasi politik dan konsensus merupakan prasyarat bagi
pembangunan berkelanjutan. Aktor negara (pemerintah), bisnis
dan civil society harus bersinergi membangun konsensus, dan peran
negara tidak lagi bersifat regulatif, tetapi hanya sebatas fasilitatif.
Oleh karena itu, legitimasi politik dan konsensus 235 yang menjadi
pilar utama bagi good governance versi Bank Dunia ini hanya bisa
dibangun dengan melibatkan aktor non-negara yang seluas-luasnya
dan mengurangi keterlibatan negara (pemerintah).
Dengan merujuk pada kasus Afrika, argumen di seluruh
laporan ini menekankan pemerintah adalah sumber kegagalan
pembangunan. Oleh karena itu, untuk membangun kepemerintahan
yang baik, maka pemerintah harus dikurangi (less government).
Pemerintahan yang besar (big government) akan menjadi sumber dari
kepemerintahan yang buruk (bad governance). Kepemerintahan yang
buruk ini, dalam operasionalisasi Bank Dunia adalah pemerintahan
yang tidak representatif serta sistem non-pasar yang tidak efisien,
yang dalam prakteknya menjadi sumber kegagalan pembangunan
di Afrika.11
United Kingdom Overseas Development Administration (UK/
ODA) hanya menjelaskan karakteristik good government, yaitu:
legitimasi, akuntabilitas, kompetensi, penghormatan terhadap
hukum/hak-hak asasi manusia. Dalam pandangan UK/ODA,
istilah good governance atau good government tidak dibedakan. Keduanya
dianggap sama-sama merujuk aspek-aspek normatif pemerintahan
yang digunakan dalam menyusun berbagai kriteria dari yang bersifat
politik hingga ekonomi.
United Nations Development Program (UNDP)
merekomendasikan beberapa karakteristik governance, yaitu: legitimasi
politik, kerjasama dengan institusi masyarakat sipil, kebebasan
berasosiasi dan partisipasi, akuntabilitas birokratis dan keuangan
(finansial), manajemen sektor publik yang efisien, kebebasan
informasi dan ekspresi, sistem yudisial yang adil dan dapat dipercaya.
Ibid.
11

20
Amir Hamdani Nasution

Karakteristik yang dibangun UNDP melalui anggapan dasar bahwa


gejala-gejala dari kegagalan pemerintah terlihat sebagai keseluruhan
yang sama, yaitu: pelayanan yang rendah, kapabilitas kebijakan
yang rendah, manajemen keuangan yang lemah, peraturan yang
terlalu berbelit-belit dan sewenang-wenang, alokasi sumber-sumber
yang tidak tepat. Tetapi UNDP kurang menekankan pada asumsi
mengenai superioritas majemuk, multipartai, sistem orientasi
pemilihan umum, dan pemahaman bahwa perbedaan bentuk
kewenangan politik dapat dikombinasikan dengan prinsip efisiensi
dan akuntabilitas dengan cara-cara yang berbeda.12
Asian Development Bank (ADB) mendefenisikan bahwa
tata pemerintahan yang baik adalah kekuasaan yang dalam
pelaksanaannya mengelola ekonomi negara dan pembangunan
sumber daya publik. Sedangkan International Moneter Fund (IMF)
mengungkapkan bahwa tata pemerintahan yang baik adalah
manajemen yang efektif dan transparan, pengelolaan sumber daya
publik, lingkungan, ekonomi, peraturan dan hukum yang stabil
serta kondusif dengan manajemen yang sehat dan efisiensi dalam
penggunaan sumber daya swasta dan publik.13
Tokyo Institute of Technology menegaskan bahwa pengertian
governance ditekankan pada perilaku dan kapasitas masyarakat
untuk mengelola kepentingan bersama, termasuk kapasitas dalam
memanfaatkan pemerintah dalam penyelesaian permasalahan-
permasalahan publik. Negara-negara besar yang tergabung dalam
Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD)
mendefinisikan governance adalah penggunaan otoritas politik
dan pelaksanaan kontrol dalam masyarakat dalam kaitannya
dengan pengelolaan sumber daya untuk pembangunan sosial dan
ekonomi.
The Comission on Global Governance mengartikan good governance
merupakan proses yang berkelanjutan melalui mana perbedaan

12
Bappenas, Loc.cit
13
Lejo Sibbel, Op.cit., hlm. 6-7.

21
2 — Semesta Good Governance

kepentingan diakomodasi dan diwujudkan dalam praktek.14


Meskipun demikian, sebagian besar ide-ide tersebut tidak mampu
menyentuh konteks sosial politik di negara-negara berkembang.
Kecuali banyak pakar di negara-negara berkembang sendiri yang
belum bersedia bekerja keras untuk mewujudkan gagasan-gagasan
baik menyangkut tata-pemerintahan berdasarkan kondisi lokal
dengan mengutamakan kearifan lokal yang telah ada.15
Penjelasan di atas memberikan penegasan bahwa
penggunaan government dengan governance menunjukkan lokus yang
sama yakni pemerintahan. Tetapi perbedaan berada pada fokus dan
karakteristik. Government lebih dekat pada pemerintah selaku subyek
pengelola negara, sedangkan governance adalah proses atau cara
mengelola negara. Bila dilihat secara lebih mendalam setidaknya
model pendekatan atas konsepsi GG yang bisa dilihat pada tabel
2.2 di bawah.
Table 2.2 Perbandingan Konsep Good Governance 16
Isu Model Neo- Model Model
Liberal Pembangunan Hak Asasi
Manusia Manusia
Tujuan good Efisiensi Pembangunan Perwujudan
governance pengelolaan manusia seluruh hak
sumber daya berkelanjutan asasi manusia

Pratikno, Op.cit., hlm. 235.


14

Wahyudi Kumorotomo, Citizen Charter (Kontrak Pelayanan): Pola


15

Kemitraan Strategis Untuk Mewujudkan Good Governance dalam Pelayanan Pub-


lik, dalam makalah Seminar Persadi, 16 Juni 2007 di Pekanbaru.
16
Ibid.,

22
Amir Hamdani Nasution

Fokus good Membantu Pengurangan Perlidungan


governance pasar untuk kemiskinan dan
tumbuh melalui penikmatan
pembangunan HAM oleh
berkelanjutan semua
orang dan
komunitas
khususnya
orang miskin
dan rentan
Para World Bank, UN Agencies Organisasi
Pendukung IMF, ADB, (utamanya non-
OECD, G-7, UNDP) pemerintah,
EU, Northem gerakan
Goverments rakyat,
organisasi
rakyat miskin,
serikat buruh,
kelompok
perempuan,
UNHCR dll
Elemen- Akuntabilitas, Ditambah Aturan yang
elemen Rule of Law, dengan tanggap berkeadilan,
Transparansi pembangunan, kesederajatan,
dan partisipasi pembangunan perlindungan
konsensus, dan
kesederajatan, penikmatan
efisiensi, dan hak-hak asasi
desentralisasi untuk semua,
perencanaan
rakyat dan
implementasi

23
2 — Semesta Good Governance

Peran Menarik Mempergunakan negara harus


Negara mundur peran peran negara campur
Negara tangan
Peran Pasar Dominan Penting namun Terbatas
bukan yang perannya
utama dalam ke tata
pemerintahan

Peran Satu dari sekian Pelaku yang Masyarakat


Masyarakat pelaku penting sipil yang
Sipil aktif

Pandangan Tokoh Indonesia terhadap Good Governance


Proses pemahaman umum mengenai governance atau good
governance mulai mengemuka di Indonesia sejak tahun 1990an.
Kemudian banyak didiskusikan sejak tahun 1996 hingga sekarang.
Hal ini kemungkinan seiring dengan interaksi pemerintah Indonesia
dengan negara luar beserta lembaga-lembaga bantuannya yang
menyoroti kondisi objektif perkembangan ekonomi dan politik
Indonesia. Sejak mendapatkan tempat di Indonesia, beberapa
cendekiawan intens melakukan kajian mendalam terhadap GG.
Hingga muncul berbagai keterhubungan-keterhubungan GG
dengan kajian ilmu lain.
Nurcholish Madjid melihat adanya kesamaan antara konsep
GG dengan konsep kepemimpinan yang dipraktikkan dan diajarkan
Nabi Muhammadr. Menurutnya tata pemerintahan yang baik
sudah mulai ada dengan diperkenalkannya konsep-konsep penting
seperti partisipasi, konsensus, keadilan, dan supremasi hukum oleh
Nabi Muhammadr saat membangun Madinah tahun 622 M. Kata
Madinah bermakna sebuah tempat yang didiami orang-orang yang
taat peraturan dan saling memenuhi perjanjian yang diciptakan

24
Amir Hamdani Nasution

(disebut al-uqud).
Supremasi hukum merupakan salah satu pilar penting
dalam Islam, karena tanpa supremasi hukum, keadilan tidak akan
pernah terwujud. Selain itu, dalam tata pemerintahan di Madinah
tiap individu berhak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan
yang mempengaruhi hidup mereka melalui pertimbangan dan
konsultasi bersama (disebut syura dan musyawarah). Faktor-faktor
penting yang perlu diupayakan untuk mencapai tata pemerintahan
yang baik, yaitu: masing-masing pelaku mentaati kesepakatan yang
telah disetujui bersama. Tiap manusia mempunyai hak mendasar
seperti yang diutarakan Nabi Muhammad SAW dalam pidato
perpisahan Nabi Muhammadr (disebut khutbah al-wada), yaitu: hak
atas hidup, hak atas milik dan kehormatan.
Nurcholish Madjid juga menekankan bahwa manusia
dianugerahi oleh AllahI kebebasan, yang hanya akan bertahan
bila ada sistem hukum, dimana pemimpin dan masyarakat saling
bertanggung jawab. Hal ini dapat diwujudkan di Indonesia bila
ada konsensus mengenai tata pemerintahan yang baik. Peran
pemimpin dipandang penting dalam menciptakan pemerintahan
yang baik, yaitu: pemimpin bervisi strategis dan pemimpin yang
mampu melihat jauh ke depan. Pemimpin tersebut harus mampu
mengembangkan potensi anggota masyarakatnya dan menciptakan
konsensus di antara semua pihak yang berkepentingan, seperti
teladan Nabi Muhammad.
Erna Anastasjia Witoelar memandang governance atau
tata pemerintahan mempunyai makna yang jauh lebih luas dari
pemerintahan. Tata pemerintahan menyangkut cara-cara yang
disetujui bersama dalam mengatur pemerintahan dan kesepakatan
yang dicapai antara individu, masyarakat madani, lembaga-lembaga
masyarakat, dan pihak swasta. Ada dua hal penting dalam hubungan
ini, yakni semua pelaku harus saling tahu apa yang dilakukan
oleh pelaku lainnya. Sehingga terdapat dialog guna pelaku saling
memahami perbedaan-perbedaan di antara mereka. Melalui proses
di atas diharapkan akan tumbuh konsensus dan sinergi di dalam

25
2 — Semesta Good Governance

masyarakat. Perbedaan yang ada justru menjadi salah satu warna dari
berbagai warna yang ada dalam tata pengaturan tersebut. Ukuran
tata pemerintahan yang baik adalah tercapainya suatu pengaturan
yang dapat diterima sektor publik, sektor swasta dan masyarakat
madani.
Bintoro Tjokroamidjojo memandang GG sebagai suatu
bentuk manajemen pembangunan, yang juga disebut administrasi
pembangunan, yang menempatkan peran pemerintah sentral
yang menjadi agent of change dari suatu masyarakat berkembang/
developing di dalam negara berkembang. Agent of change dan karena
perubahan yang dikehendakinya, menjadi planned change (perubahan
yang berencana), maka disebut juga agent of development. Agent
of development diartikan pendorong proses pembangunan dan
perubahan masyarakat bangsa.
Pemerintah mendorong melalui kebijaksanaan-
kebijaksanaan dan program-program, proyek-proyek, bahkan
industri-industri, dan peran perencanaan dan anggaran. Dengan
perencanaan dan anggaran juga menstimulusi investasi sektor
swasta. Kebijaksanaan dan persetujuan penanaman modal di tangan
pemerintah. Dalam GG peran pemerintah tidak lagi dominan, tetapi
juga citizen, masyarakat dan terutama sektor usaha/swasta yang
berperan dalam governance. Pemerintah bertindak sebagai regulator
dan pelaku pasar untuk menciptakan iklim yang kondusif dan
melakukan investasi prasarana yang mendukung dunia usaha. Usaha
pembangunan dilakukan melalui koordinasi/sinergi (keselarasan
kerja) antara pemerintah-masyarakat-swasta). Masyarakat dan dunia
usaha mempunyai peran lebih dalam perubahan masyarakat.
Dalam menyelenggarakan GG di Indonesia, telah ada
beberapa peraturan perundang-undangan yang menyebutkan
secara subtansi pentingnya GG di Indonesia. Diantaranya; Tap
MPR RI Nomor X/MPR/1998 tentang Pokok-Pokok Reformasi
Pembangunan dalam rangka Penyelamatan dan Normalisasi
Kehidupan Nasional; Tap MPR RI Nomor XI/MPR/1998 tentang
Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi

26
Amir Hamdani Nasution

dan Nepotisme yang ditindaklanjuti dengan Undang-Undang


Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelanggaraan Negara yang
Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
Selanjutnya, Tap MPR RI Nomor VI/MPR/2001
tentang Etika Kehidupan Berbangsa; Tap MPR RI Nomor VII/
MPR/2001 tentang Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan
dan Pencegahan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme; Tap MPR
RI Nomor II/MPR/2002 yang mengamanatkan percepatan
pertumbuhan ekonomi termasuk reformasi birokrasi dan
membangun penyelenggaraan negara dan dunia usaha yang
bersih; dan Tap MPR RI Nomor VI/2002 yang mengamanatkan
pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme, penegakan dan
kepastian hukum, serta reformasi birokrasi dengan penekanan pada
kultur birokrasi yang transparan, akuntabel, bersih dan bertanggung
jawab, serta dapat menjadi pelayan masyarakat dan abdi negara.

Dari pejelasan di atas, secara historis penulis memandang


GG sebagai produk Barat yang diperuntukkan bagi negara-negara
dunia ketiga (underdevelopment atau developing). Alasannya cukup
lugas karena Barat memobilisasi konsep ini menggunakan lembaga
pendanaan internasional, sementara negara-negara dunia ketiga
masih menggantungkan diri pada bantuan lembaga tersebut untuk
pembangunan negara-negara dunia ketiga. Apabila dilihat dari
sudut pandang politik kebangsaan, konsep ini digunakan sebagai
alat resistensi terhadap ketidakadilan sistem kekuasaan dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara, ketiadaan pemberdayaan
masyarakat dalam perwujudan pembangunan ke-Indonesian, serta
tidak tersedianya akses informasi yang memadai kepada masyarakat
terhadap penyelenggaraan pemerintahan.
Hal tersebut berkaitan erat dengan posisi Amerika Serikat
sebagai adikuasa dan selaku pihak utama yang memegang kekuatan
politik dan ekonomi dunia. Sehingga proses memobilisasi GG
melalui lembaga-lembaga dana internasional tidak terlepas dari
perang ideologi dan penguasaan negara-negara ketiga untuk

27
2 — Semesta Good Governance

memperteguh bahwa Baratlah pemegang era modern kini. Di


sisi lain, tentu untuk meminimalisir berkembangnya pemikiran-
pemikiran yang tidak sejalan dengan Barat, seperti pemikiran yang
datang dari Islam maupun Komunis. Sementara, pada konteks
politik Indonesia, GG salah satunya untuk membinasakan serta
memberangus perilaku-perilaku politik kotor yang dilakukan
pemerintahan Soeharto serta kroninya-kroninya yang kemungkinan
masih survive hingga saat ini.

Prinsip-prinsip Good Governance


Kunci utama memahami good governance adalah pemahaman
atas prinsip-prinsip di dalamnya. Bertolak dari prinsip-prinsip ini
akan didapatkan tolak ukur kinerja suatu pemerintahan. Baik-
buruknya pemerintahan bisa dinilai bila ia telah bersinggungan
dengan semua unsur prinsip-prinsip GG. Ahmad Sumargono
menyebutkan, sebagai tolak uku GG, setidaknya terdapat 4
unsur pokok yang harus dijadikan standar, yaitu akuntanbilitas
(pertanggungjawaban secara bertingkat ke atas), transparansi
(adanya sebuah sistem memungkinkan terjadinya komunikasi
internal dan eksternal), keadilan (menyangkut moralitas hubungan
baik secara internal dan eksternal), responivitas (kepekaan dalam
menangkap keluhan internal dan eksternal).
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS)
menetapkan sekurang-kurangnya terdapat empat belas nilai yang
menjadi prinsip tata pemerintahan yang baik, yaitu: 1) Wawasan ke
depan (Visionary); 2) Keterbukaan dan Transparansi (Openness and
Transparancy); 3) Partisipasi Masyarakat (Participation); 4) Tanggung
Gugat (Accountibility); 5) Supremasi Hukum (Rule of Law); 6)
Demokrasi (Democracy); 7) Profesionalisme dan Kompetensi
(Professionalism dan Competency); 8) Daya Tanggap (Responsibility);
9) Efisiensi dan Efektivitas (Efficiency dan Effectiveness); 10)
Desentralisasi (Decentralization); 11) Kemitraan dengan Dunia
Usaha Swasta dan Masyarakat Madani (Private Sector and Civil

28
Amir Hamdani Nasution

Society Partnership); 12 ) Komitmen pada Pengurangan Kesenjangan


(Commitment to Reduce Inequality); 13) Komitmen pada Perlindungan
Lingkungan Hidup (Commitment to Environment Protection); ; 14)
Komitmen pada Pasar yang Fair (Commitment to Fair Market).
prinsip-prinsip GG atau tata pemerintahan yang baik akan
dijelaskan lebih lanjut.

1. Wawasan ke Depan (Visionary)


Semua kegiatan pemerintahan berupa pelayanan publik dan
pembangunan di berbagai bidang seharusnya didasarkan visi dan
misi yang jelas strategi pelaksanaan yang tepat sasaran. Lembaga-
lembaga pemerintahan pusat dan daerah perlu memiliki rencana
strategis sesuai dengan bidang tugas masing-masing sebagai
pegangan dan arah pemerintahan di masa mendatang. Rencana
Stategis Nasional, Rencana Pembangunan Daerah, Rencana Kerja
Pemerintah, Rencana Kerja Strageis Kementrian/Lembaga/Satuan
Kerja Perangkat Daerah merupakan wujud prinsip wawasan ke
depan. Tidak adanya visi yang jelas akan menyebabkan pelaksanaan
pemerintahan berjalan tanpa arah yang jelas.

2. Keterbukaan dan Transparansi (Openness and Transparancy)


Keterbukaan merujuk pada ketersediaan informasi
dan kejelasan bagi masyarakat umum untuk mengetahui proses
penyusunan, pelaksanaan, serta hasil yang telah dicapai melalui
sebuah kebijakan publik. Semua urusan tata pemerintahan berupa
kebijakan-kebijakan publik, baik yang berkenaan dengan pelayan
publik maupun pembangunan di daerah harus diketahui publik.
Demikian pula informasi tentang kegiatan pelaksanaan kebijakan
tersebut beserta hasil-hasilnya harus terbuka dan dapat diakses
publik. Dalam hal ini, aparatur pemerintah harus bersedia secara
terbuka dan jujur memberikan informasi yang dibutuhkan publik.
Upaya pembentukan masyarakat transparansi, forum

29
2 — Semesta Good Governance

komunikasi langsung dengan eksekutif dan legislatif, wadah


komunikasi dan informasi lintas pelaku baik melalui media cetak
maupun elektronik, merupakan contoh wujud nyata prinsip
keterbukaan dan transaparansi. Tidak adanya keterbukaan dan
transparansi dalam urusan pemerintahan akan menyebabkan
kesalahpahaman terhadap berbagai kebijakan publik yang dibuat.
Asas transparansi adalah unsur lain yang menopang
terwujudnya GG. Akibat tidak adanya prinsip transparasi ini,
menurut banyak para ahli, Indonesia telah terjebak dalam kubangan
korupsi yang sangat parah. Untuk tidak mengulangi pengalaman
masa lalu dalam pengelolaan kebijakan publik, khususnya bidang
ekonomi, pemerintah di semua tingkatan harus menerapkan prinsip
transparasi dalam proses kebijakan publik. Hal ini mutlak dilakukan
dalam rangka menghilangkan budaya korupsi di kalangan pelaksana
pemerintahan baik pusat maupun yang di bawahnya.
Dalam pengelolaan negara terdapat delapan unsur yang
harus dilakukan secara transparan, yaitu; penetapan posisi,
jabatan, atau kedudukan (fit and proper test), kekayaan pejabat
negara, pemberian penghargaan, penetapan kebijakan yang
terkait dengan pencerahan kehidupan, kesehatan, moralitas para
pejabat dan aparatur pelayanan publik, keamanan dan ketertiban,
dan kebijakan strategis untuk pencerahan kehidupan masyarakat.
Tranparansi dibangun atas dasar arus informasi yang bebas. Seluruh
proses pemerintahan, lembaga-lembaga dan informasi perlu dapat
diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan, dan informasi yang
tersedia harus memadai agar dapat dimengerti dan dipantau.

3. Partisipasi Masyarakat (Participation)


Asas partisipasi adalah bentuk keikutsertaan warga
masyarakat dalam pengambilan keputusan, baik langsung maupun
melalui lembaga perwakilan yang sah mewakili kepentingan mereka.
Bentuk partisipasi menyeluruh tersebut dibangun berdasarkan
prinsip demokrasi yakni kebebasan berkumpul dan mengungkapkan

30
Amir Hamdani Nasution

pendapat secara konstruktif. Untuk mendorong partisipasi


masyarakat dalam seluruh aspek pembangunan, termasuk dalam
sektor-sektor kehidupan sosial selain kegiatan politik, maka regulasi
birokrasi harus diminimalisasi.
Partisipasi masyarakat mutlak diperlukan agar penyelenggara
pemerintahan dapat lebih mengenal warganya berikut cara pikir
dan kebiasaan hidupnya masalah yang dihadapinya, cara atau
jalan keluar yang disarankannya, apa yang dapat disumbangkan
dengan memecahkan masalah yang dihadapi dan sebagainya.
Kurangnya partisipasi dalam penyelenggaraan pemerintahan akan
menyebabkan kebijakan publik yang diputuskan tidak mampu
mengakomodasi berbagai aspirasi kepentingan masyarakat, yang
dapat mengakibatkan kegagalan dalam pencapaian tujuan kebijakan
tersebut.
Dalam pembentukan peraturan perundang-undanganan,
partisipasi masyarakat diatur dalam UU No. 10 tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan Bab X pasal 53
yang menyatakan bahwa masyarakat berhak memberikan masukan
secara lisan atau tertulis dalam rangka penyiapan atau pembahasan
rancangan undang-undang dan rancangan peraturan daerah.
Penjelasan Pasal 53 itu menjelaskan bahwa hak masyarakat dalam
ketentuan ini dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Tata Tertib
Dewan Perwakilan Rakyat/Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Senada dengan hal tersebut, dalam pasal 139 ayat (1) UU Nomor 32
Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah juga terdapat ketentuan
bahwa masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau
tertulis dalam rangka penyiapan atau pembahasan rancangan Perda.
Penjelasan Pasal 139 (1) tersebut menjelaskan bahwa hak masyarakat
dalam ketentuan ini dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Tata
Tertib DPRD.

4. Tanggung Gugat (Accountibility)


Akuntabilitas publik adalah suatu ukuran atau standar yang

31
2 — Semesta Good Governance

menunjukkan seberapa besar tingkat kesesuaian penyelenggaraan


penyusunan kebijakan publik dengan peraturan hukum dan
perundang-undangan yang berlaku untuk organisasi publik yang
bersangkutan. Pada dasarnya, setiap pengambilan kebijakan publik
akan memiliki dampak tertentu pada sekelompok orang atau
seluruh masyarakat. Maka penyusunan kebijakan publik harus
dapat mempertanggungjawabkan setiap kebijakan yang diambilnya
kepada publik. Penerapan prinsip akuntabilitas atau tanggung jawab/
tanggung gugat dalam penyelenggaraan pemerintahan diawali pada
saat penyusunan program pelayanan publik dan pembangunan
(program accountability), pembiayaan (fiscal accountability), serta
pelaksanaan, pemantauan, dan penilaiannnya (process accountability)
sehingga program tersebut dapat memberikan hasil atau dampak
optimal sesuai dengan sasaran atau tujuan yang ditetapkan (outcome
accountability).
Berdasarkan subtansinya, prinsip akuntabilitas mencakup
akuntabilitas administratif seperti penggunaan sistem dan
prosedur tertentu (administrative accountability), akuntabilitas hukum
(legal accountability), akuntabilitas politik antara eksekutif kepada
eksekutif (political accountability), akuntabilitas profesional seperti
penggunaan metode dan teknik tertentu (professional accountability),
dan akuntabilitas moral (ethical accountability).

5. Supremasi Hukum (Rule of Law)


Asas penegakan hukum dalam GG adalah pengelolaan
pemerintahan yang profesional harus didukung oleh penegakan
hukum yang berwibawa. Tanpa ditopang oleh sebuah aturan hukum
dan penegakan secara konsekuen, partisipasi publik dapat berubah
menjadi tindakan publik yang anarkis. Publik membutuhkan
ketegasan dan kepastian hukum. Tanpa kepastian hukum dan
aturan hukum, proses politik tidak akan berjalan dan tertata dengan
baik. Untuk mempercepat realisasi wujud good and clean governance,
harus diimbangi dengan komitmen pemerintah untuk menegakkan

32
Amir Hamdani Nasution

hukum yang mengandung unsur-unsur sebagai berikut:


• Supremasi hukum (supremacy of law), yakni setiap tindakan
unsur-unsur kekuasaan negara, dan peluang partisispasi
masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
didasarkan pada hukum dan aturan yang jelas dan tegas,
dijamin pelaksanaannya secara benar serta independen.
Supremasi hukum akan menjamin tidak terjadinya tindakan
pemerintah atas dasar diskresi (tindakan sepihak berdasarkan
pada kewenangan yang dimilikinya).
• Kepastian hukum (legal certainty), bahwa setiap kehidupan
berbangsa dan bernegara diatur oleh hukum yang jelas dan
pasti, tidak duplikatif dan tidak bertentangan antara satu
yang lainnya.
• Hukum yang responsif, yakni aturan-aturan hukum yang
disusun berdasarkan aspirasi masyarakat, dan mampu
mengakomodasikan berbagai kebutuhan publik secara adil.
• Penegakan hukum yang konsisten dan non-diskriminatif,
yakni penegakan hukum berlaku untuk semua orang tanpa
pandang bulu. Untuk itu diperlukan penegak hukum yang
memiliki integritas moral dan bertanggung jawab terhadap
kebenaran hukum.
Independensi peradilan, yakni peradilan yang
independen bebas dari pengaruh penguasa atau kekuatan lainnya.
Realitas kontemporer penegakan hukum di Indonesia selama 3
tahun terakhir masih miris. Kriminalisasi penegak hukum dalam
kasus dua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bibit-
Chandra semakin memberi rapor merah pada lembaga penegak
hukum semacam Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan. Sehingga
persepsi publik atas kondisi penegakan hukum akhir-akhir ini
menurun. Sebab baik atau buruk berbagai kondisi tersebut sangat
ditentukan oleh aneka kebijakan yang dibuat oleh pemerintah

33
2 — Semesta Good Governance

6. Demokrasi (Democracy)
Perumusan kebijakan publik dan pembangunan di pusat dan
daerah dilakukan melalui mekanisme demokrasi. Dalam demokrasi,
rakyat dapat secara aktif menyuarakan aspirasinya. Keputusan-
keputusan yang diambil, baik oleh lembaga eksekutif maupun
legislatif, dan keputusan kedua lembaga tersebut harus didasarkan
pada konsensus. Kebijakan publik yang diambil sebaiknya benar-
benar merupakan keputusan bersama. Apabila prinsip demokrasi
tidak diterapkan dalam penyelenggaraan pemerintahan, rakyat akan
mempunyai rasa memiliki yang rendah atas berbagai kebijakan publik
yang dihasilkan. Mochtar Prabottinggi mempunyai pandangan
bahwa demokrasi merupakan induk dari tata pemerintahan yang
baik jika di lihat dari segi segi-segi esensial-genealogis. Ia menjelaskan
“Kita perlu menampilkan akar-akar demokrasi sedemikian
rupa guna menunjukkan kaitan esensialnya sebagai jalan
menuju pada tata pemerintahan yang baik. Tata pemerintahan
yang baik tergantung pada landasan, paket dan mekanisme
demokrasi yang benar.”

7. Profesionalisme dan Kompetensi (Professionalism dan


Competency)
Dalam pengelolaan pelayanan publik dan pembangunan
dibutuhkan aparatur pemerintahan yang memiliki kualifikasi
dan kemampuan tertentu. Oleh karena itu dibutuhkan upaya
untuk menempatkan aparat secara tepat, dengan memperhatikan
kecocokan antara tuntutan pekerjaan dan kualifikasi atau
kemampuan. Tingkat kemampuan dan profesionalisme aparatur
pemerintahan yang ada selalu dinilai kembali. Berdasarkan penilaian
tersebut, dilakukan peningkatan kualitas sumber daya manusia
sesuai tuntutan pekerjaan dan tanggung jawab melalui pendidikan,
lokakarya, dan sebagainya.

34
Amir Hamdani Nasution

8. Daya Tanggap (Responsibility)


Asas responsif adalah dalam hal pelaksanaan prinsip-prinsip
GG bahwa pemerintah harus tanggap terhadap persoalan-persoalan
masyarakat. Pemerintah harus tanggap memahami kebutuhan
masyarakatnya, bukan menunggu mereka menyampaikan keinginan-
keinginannya, tetapi pemerintah harus pro-aktif mempelajari dan
menganalisis kebutuhan masyarakat. Sesuai dengan asas responsif,
setiap unsur pemerintah harus memiliki dua etika, yakni etika
individual dan etika sosial.
Kualisifikasi etika individual menuntut pelaksana
birokrasi pemerintah agar memiliki kriteria kapabilitas dan
loyalitas profesional. Sedangkan etika sosial menuntut agar
mereka memiliki sensitifitas terhadap berbagai kebutuhan publik.
Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat atau sekelompok
masyarakat tertentu menghadapi berbagai masalah dan krisis sebagai
akibat dari perubahan situasi dan kondisi. Dalam situasi seperti
ini, aparatur pemerintahan tidak semestinya memiliki sikap ”masa
bodoh“, tetapi harus cepat tanggap dengan mengambil prakarsa
untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut. Aparat juga
mengakomodasi aspirasi masyarakat sekaligus menindaklanjutinya
dalam bentuk peraturan/kebijakan, kegiatan, proyek, atau program.
Wujud nyata dari prinsip ini adalah penyediaan pusat pelayanan
pengaduan/keluhan masyarakat, pusat pelayanan masyarakat dalam
hal-hal yang bersifat kritis dan gawat, kotak saran, surat pembaca,
dan tanggapannya, website, serta berbagai bentuk tanggapan pihak
eksekutif dan legislatif dalam forum-forum pertemuan publik.
Tanpa diterapkannya prinsip ini, pemerintahan akan berjalan
lamban.

9. Efisiensi dan Efektivitas (Efficiency dan Effectiveness)


Agar dapat meningkatkan kinerjanya, tata pemerintahan
membutuhkan dukungan struktur yang tepat. Maka pemerintahan
baik pusat atau daerah dari waktu ke waktu harus selalu menilai

35
2 — Semesta Good Governance

dukungan struktur yang ada, melakukan perubahan struktural


sesuai dengan tuntutan perubahan seperti menyusun kembali
struktur kelembagaan secara keseluruhan serta menyusun jabatan,
dan fungsi yang lebih tepat. Di samping itu, pemerintahan yang
ada juga harus selalu berusaha mencapai hasil yang optimal dengan
memanfaatkan dan sumber daya yang tersedia secara efisien. Dalam
hal ini, harus ada upaya untuk selalu menilai tingkat keefektifan
dan efisiensi dalam pemanfaatan sumber daya yang tersedia. Tidak
diterapkannya prinsip keefisienan dan keefektifan akan menyebabkan
pemborosan keuangan dan sumber daya negara lainnya.
Untuk menunjang asas-asas yang telah disebutkan di atas,
pemerintahan yang baik dan bersih juga harus memenuhi kriteria
efektif dan efisien, yakni berdaya guna. Kriteria efektivitas biasanya
di ukur dengan parameter produk yang dapat menjangkau sebesar-
besarnya kepentingan masyarakat dari berbagi kelompok dan lapisan
sosial. Semakin kecil biaya yang terpakai untuk kepentingan yang
terbesar, maka pemerintahan tersebut dalam kategori pemerintahan
yang efisien.

10. Desentralisasi (Decentralization)


Wujud nyata dari desentralisasi adalah pendelegasian urusan
pemerintahan disertai sumber daya pendukung kepada lembaga
dan aparat yang ada di bawahnya untuk mengambil keputusan
dan menyelesaikan masalah yang dihadapi. Penerapan prinsip
desentralisasi akan dapat mengurangi beban dan penggunaan
sumber daya lembaga dan aparat di tingkat yang lebih atas, serta
dapat mendayagunakan aparat padaa tataran bawah sekaligus dapat
mempercepat proses pengambilan keputusan.

11. Kemitraan dengan Dunia Usaha Swasta dan Masyarakat


Madani (Private Sector and Civil Society Partnership)
Untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik, serta
khususnya dalam rangka otonomi daerah, peranan swasta

36
Amir Hamdani Nasution

dan masyarakat sangatlah penting. Karena itu, masyarakat


dan sektor swasta harus diberdayakan, melalui pembentukan
kerjasama atau kemitraan antara pemerintah dengan dunia
usaha. Selanjutnya lebih terperinci di bahas pada pilar-pilar GG.

12. Komitmen pada Pengurangan Kesenjangan (Commitment


to Reduce Inequality)
Untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik, khususnya
dalam rangka otonomi daerah, peranan swasta dan masyarakat
sangatlah penting. Karena itu, masyarakat dan sektor swasta harus
diberdayakan, melalui pembentukan kerjasama atau kemitraan
antara pemerintah dengan dunia usaha. Selanjutnya lebih terperinci
di bahas pada pilar-pilar GG.

13. Komitmen pada Perlindungan Lingkungan Hidup


(Commitment to Environment Protection)
Kesenjangan ekonomi yang juga menunjukkan
adanya kesenjangan tingkat kesejahteraan, merupakan isu dan
permasalahan penting saat ini. Kesenjangan ekonomi baik yang
meliputi kesenjangan antara pusat dan daerah, antar daerah,
maupun antara golongan pendapatan merupakan salah satu
penyebab sumber lambannya proses pemulihan ekonomi dewasa
ini. Kesenjangan lainnya adalah kesenjangan ”perlakuan” antara
laki-laki dan perempuan, dimana perempuan seorang mendapatkan
perlakuan yang berbeda/diskriminatif dalam kehidupan masyarakat.

14. Komitmen pada Pasar yang Fair (Commitment to Fair


Market).
Masalah lingkungan hidup dewasa ini telah berkembang
menjadi isu yang sangat penting, baik pada tataran nasional
maupun internasional. Hal ini berakar pada kenyataan daya dukung
lingkungan semakin lama semakin menurun akibat pemanfaatan

37
2 — Semesta Good Governance

yang tidak terkendali. Kewajiban penyusunan analisis mengenai


dampak lingkungan secara konsekuen, pengaktifan lembag-
lembaga pengendali dampak lingkungan secara konsekuen,
pengaktifan lembaga-lembaga pengendali dampak lingkungan
hidup serta pengolahan sumber daya secara lestari merupakan
contoh mewujudkan pada prinsip komitmen pada lingkungan.

Pilar-Pilar Good Governance


Tidak dapat ditawar lagi bahwa pesat dan kompleksnya
perkembangan peradaban menuntut pemerintah melakukan
tata kelola pemerintahan yang efektif dan efisien. Miftah Toha
memandang bukan hanya pemerintah yang memiliki andil
dalam GG, rakyat dan swasta juga harus terlibat (lihat: skema
2.1). Jika peran yang dimainkan tidak mampu menjamin adanya
kongruensi dan cohesiveness antara ketiganya, maka akan terjadi
ketidak seimbangan, karena ada kemungkinan satu komponen
mempengaruhi bahkan menguasai komponen lainnya.

Gambar 2.1. Tiga pilar/aktor dalam GG.

Pemerintah

Masyarakat Swasta/
Madani Pengusaha

38
Lebih detail, pemerintah memiliki tugas berupa, menciptakan kondi
Amir Hamdani Nasution

Lebih detail, pemerintah memiliki tugas berupa,


menciptakan kondisi politik, ekonomi, dan sosial yang stabil,
membuat peraturan yang efektif dan berkeadilan, menyediakan
publik servis yang efektif dan accountable, menegakkan HAM,
melindungi lingkungan hidup; mengurus standar kesehatan dan
standar keselamatan publik. Sedangkan peran sektor swasta (good
corporate governance) berupa menjalankan industri, menciptakan
lapangan kerja, menyediakan insentif bagi karyawan, meningkatkan
standar kehidupan masyarakat, memelihara lingkungan hidup,
mentaati pearaturan, melakukan transfer ilmu pengetahuan
dan teknologi pada masyarakat, dan menyediakan kredit bagi
pengembangan Usaha Kecil Menengah (UKM). Sementara
peran masyarakat madani (good society governance) berupa menjaga
agar hak-hak masyarakat terlindungi, mempengaruhi kebijakan,
berfungsi sebagai sarana check and balances pemerintah, mengawasi
penyalahgunaan kewenangan sosial pemerintah, mengembangkan
sumber daya masunia (SDM) dan berfungsi sebagai sarana
berkomunikasi antar anggota masyarakat.
Merunut kembali hubungan antara pemerintah, rakyat,
dan swasta, pada masa Soekarno, hubungan antara rakyat dan
negara sangat baik. Sementara itu peranan sektor bisnis swasta
belum begitu terlihat. Hanya hubungan sebatas untuk sama-sama
berjuang menegakkan kemerdekaan. Setelah Bung Karno mulai
memberikan angin bagi beberapa usahawan pribumi untuk ikut
berperan dalam kostelasi keseimbangan. Peranan pemerintah masih
sangat besar, akan tetapi selang beberapa tahun kemudian peran
rakyat melalui partai politik mulai tampak berpengaruh. Keadaan
seperti ini berlangsung cukup lama, pada akhirnya Bung Karno
memutuskan untuk kembali kepada UUD 45 yang memberikan
peran besar kepada pemerintah (presiden). Pada saat pemerintah
memegang kendali kekuasaan inilah Bung Karno memberikan
kelonggaran kepada para usahawan pribumi untuk berperan.

39
ngkomerat memegang
mberikan peran tampuk
besar kepada kekuasaan
pemerintah yang Pada
(presiden). melebih kekuasaan
saat pemerintah
pe
merintah. Banyak kekuasaan
megang kendali pejabat pemerintah yang Karno
inilah Bung disuap, memberikan
dibeli, dan dimainkan oleh
kelonggaran
2 — Semesta Good Governance pa
a konglomerat
ada ini. pribumi untuk berperan.43
para usahawan

Gambar 2.3.Hubungan
Skema 2.2 Hubungantiga
ketiga aktor
aktor di era
di era Soeharto.
Soekarno.

Pemerintah Swasta
Swasta Pemerintah Rakyat

Sumber: Toha, 2005: 68-69.


Swasta
Ada hal menarik yang disebutkan Miftah Toha, dengan ditambahkannya
ko
mponen moral diantara tiga pilar GG tersebut. Dimana moral berperan
se
agai peyangga sistem kerja dari ketiga komponen tersebut dan menjadi
pa
okan dalam setiap kinerja
Rakyat
dan tata kerja.

Gambar 2.4. Hubungan tiga pilar GG dengan penyangga moral

Sumber: Toha, 2005: 67.


Pemerintah
Pada masa Soeharto, konstelasi keseimbangan ketiga
Rakyat tersebut beralih tekanannya.
komponen SwastaPeran pemerintah
sangat dominan, rakyat terpuruk
Moral ke dalam posisi paling bawah.
Sementara itu, usahawan yang dikenal dengan sebutan konglomerat
memperoleh
43 Miftah Toha, Op.cit., hlm.kelonggaran
67. peran di atas penguasa pemerintah.
Tidak bisa dipungkiri, selama pemerintahan Orde Baru ’kemesraan’
pemerintahSumber: Toha, 2005: yang
dan pengusahalah 68. menjadikan suburnya praktik
KKN tersebut. Ada sementara pihak yang mengatakan bahwa situasi 38
saat itu, komponen kongkomerat memegang tampuk kekuasaan
yang melebih kekuasaan pemerintah. Banyak pejabat pemerintah
yang disuap, dibeli, dan dimainkan oleh para konglomerat ini. 39

40
pemerintah. Banyak pejabat pemerintah yang disuap, dibeli, dan dimainkan
emerintah. Banyak pejabat pemerintah yang disuap, dibeli, dan dimainkan ole
para konglomerat ini.
ara konglomerat ini. Amir Hamdani Nasution
Gambar 2.3. Hubungan ketiga aktor di era Soeharto.
Gambar 2.3. Hubungan ketiga aktor di era Soeharto.

Swasta Pemerintah Rakyat


Swasta Pemerintah Rakyat

Sumber: Toha, 2005: 68-69.


Sumber: Toha, 2005: 68-69.
Ada hal menarik yang disebutkan Miftah Toha, dengan ditambahkan
Ada hal menarik yang
Adadiantara disebutkan
hal menarik Miftah Toha,
Miftahdengan ditambahkanny
komponen moral tigayang disebutkan
pilar GG tersebut. Toha, dengan
Dimana moral berp
ditambahkannya
omponen moral diantarakomponen
tiga pilarmoral
GG diantara tiga pilar
tersebut. GG tersebut.
Dimana moral berpera
sebagai peyangga
Dimana moral sistem kerja
berperan daripeyangga
sebagai ketiga sistem
komponen tersebut
kerja dari ketiga dan men
ebagai peyangga
komponen sistem kerja
tersebut dan dari
menjadiketiga
patokankomponen
dalam setiaptersebut
kinerja dandan menjad
patokan dalam setiap kinerja dan tata kerja.
tata kerja.
atokan dalam setiap kinerja dan tata kerja.
Gambar 2.4. Hubungan tiga pilar GG dengan penyangga moral
Gambar 2.4. Hubungan tiga pilar GG dengan penyangga moral

Pemerintah
Pemerintah
Rakyat Swasta
Rakyat Moral Swasta
Moral

Sumber: Toha, 2005: 68.


Sumber: Toha, 2005: 68.
Senada dengan Miftah Toha, menurut penulis, pilar
penting GG terletak komponen moral. Sebab dalam konteks ke-
Indonesiaan sebagai bangsa yang berketuhanan Yang Maha Esa,
implementasi pemahaman ketuhanan tersebut harus menjiwai 3
segenap konsep yang berada dalam ranah intelektual apalagi dalam

41
2 — Semesta Good Governance

tataran kehidupan bernegara.

Good Governance dalam Sistem Demokrasi


Indonesia
Reformasi mengandung makna perubahan serta menuju
terwujudnya pemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa, yang
didukung terbentuknya demokratisasi, transparansi, penguatan
masyarakat sipil (civil society) dan akuntabilitas publik (public
accountability).17 Terlepas dari kontroversi mengenai sistem demokrasi
itu sendiri. Setidaknya untuk saat ini, demokrasi menjadi pilihan
terbaik dalam menjawab persoalan kenegaraan dan peralihan politik
dalam setiap negara. Larry Diamond, seorang editor di Journal of
Democracy menyebutkan:
“Selama ‘gelombang ketiga’ demokratisasi, demokrasi
menjadi sebuah fenomena Barat dan merupakan
‘kemenangan global.’ Ketika gelombang ketiga
dimulai tahun 1974, dunia hanya sekitar 40 negara
demokrasi, dan hanya sedikit dari mereka yang
terletak di luar Barat. Pada saat Jurnal Demokrasi
mulai menerbitkan pada tahun 1990, ada 76 negara
yang melaksanakan pemilihan secara demokratis (sedikit
kurang dari setengah negara-negara merdeka di
dunia). Pada tahun 1995, telah mencapai 117 negara.”18
Sistem politik demokrasi lebih mengutamakan dan
memberi ruang yang luas bagi hak individu atau masyarakat dalam
pengurusan negara. Ini terkait dengan defenisi demokrasi itu
sendiri, pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
Robert A. Dahl dalam studinya yang terkenal mengajukan
17
Uli Silintong Siahaan, Sistem Politik Indonesia; Perubahan dan Keber-
lanjutan Kelembagaan Negara, (Jakarta; P3I Setjen DPR RI, 2005), hlm. v.
18
Larry Diamond, Why Are No Arab Democracies? Jurnal De-
mokrasi Vol. 21, No. 1, 2010. hlm. 93.

42
Amir Hamdani Nasution

lima kriteria demokrasi sebagai sebuah praktek idea, yaitu19


• Persamaan hak pilih dalam menentukan keputusan kolektif
yang mengikat;
• Partisifasi efektif, yaitu kesempatan yang sama bagi semua
warga negara dalam proses pembuatan keputusan secara
kolektif;
• Pembeberan kebenaran, yaitu adanya peluang yang sama
bagi setiap orang untuk memberikan penilaian terhadap
jalannya proses penilaian terhadap jalannya proses politik
dan penerintahan secara logis;
• Kontrol terhadap agenda, yaitu adanya kekuasaan ekselusif
bagi masyarakat untuk menentukan agenda mana yang harus
diputuskan melalui proses lain atau lembaga yang mewakili
masyarakat;
• Pencakupan, yaitu terliputnya masyarakat mencakup semua
orang dewasa dalam kaitannya dengan hukum.
Sehingga Mochtar Prabottinggi merumuskan bahwa
demokrasi merupakan sistem pemerintahan yang dilaksanakan
atas dasar rasionalitas saling imbang dan saling kontrol tiga lapis,
dengan modal kerja musyawarah-kerakyatan yang berlaku vertikal
dan horisontal serta tegak di atas prinsip keabsahan cara dan
keabsahan tujuan yang sepenuhnya bersifat otosentris.”20 Definisi
ini menangkap dengan baik esensi demokrasi dan karena itu juga
dasar dari tata pemerintahan yang baik. Dengannya kita akan dapat
menyoroti hal-hal yang salah bukan hanya dalam pelaksanaan
pemerintahan, melainkan pertama sekali kekeliruan atau
penyimpangan konseptual dalam memahami demokrasi dan dari
situ kekeliruan atau penyimpangan konseptual dalam memahami
tata pemerintahan yang baik.2155
19
Eef Saefullah Fatah, Pengkhianatan Demokrasi ala Orde Baru,
(Bandung; RosdaKarya, 2000), hlm. 7.
20
Ibid,. hlm. 14.
21
Ibid.,

43
2 — Semesta Good Governance

Sebagaimana telah dikemukakan di atas, menurut Mochtar


Prabottinggi bahwa demokrasi merupakan induk dari tata
pemerintahan yang baik jika dilihat dari segi-segi esensial-genealogis.
Dimana demokrasi sebagai sistem politik yang otosentris. Dalam
bahasa sederhana, sistem politik otosentris adalah nama lain dari
pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.22 Mochtar
kemudian merumuskan bahwa demokrasi bertumpu pada:
• Rasionalitas politik yang meliputi seluruh kerja dan lembaga
pemerintahan. Rasionalitas politik ini dilaksanakan lewat
mekanisme lembaga-lembaga politik dalam keniscayaan
saling imbang dan saling kontrol (checks and balances);
• Saling imbang dan saling kontrol ini berlaku dalam tiga lapis:
pertama ialah antara nasion, konstitusi, dan negara; kedua ialah
antara ketiga cabang pemerintahan (eksekutif, legislatif, dan
yudikatif); dan ketiga, tumpang-tindih dengan yang kedua,
ialah antara keenam lembaga politik demokrasi (partai
politik, pemilihan umum, parlemen, eksekutif, yudikatif, dan
pers bebas);
• Mekanisme kelembagaan tiga lapis yang saling imbang
dan saling kontrol tadi bergerak timbal-balik ke dua arah
sekaligus: vertikal dan horisontal. Tujuannya ialah untuk
memastikan bahwa sejauh mungkin benar-benar rakyatlah
yang berdaulat;
• Prinsip keabsahan cara maupun keabsahan tujuan bernegara
sejauh mungkin terpenuhi. Tujuan bernegara ini bisa dirujuk
pada naskah-naskah historis menyangkut kelahiran nasion
maupun dari teks konstitusi dan sekitarnya, termasuk pada
aspirasi-aspirasi politik yang (terus) hidup dan dihayati
luas di kalangan masyarakat. Dengan demikian ketiga lapis
lembaga-lembaga kenegaraan di atas bersifat otosentris. Ini
bermakna bahwa sistem pemerintahan dibangun sedemikian
rupa sehingga kerja atau kontribusi segenap unsur di dalam

Mochtar Prabottinggi, Loc. Cit.


22

44
Amir Hamdani Nasution

negara pada umumnya.


• Saling menyantuni, saling menguntungkan, dan saling
memprivilesekan.23
Tidak jauh berbeda dengan apa yang dipaparkan di atas,
penulis memandang bahwa demokrasi merupakan induk dari tata
pemerintahan yang baik. Dalam bahasa sederhana, GG merupakan
sub sistem dari demokrasi atau anak kandung dari sistem demokrasi.
Demokrasi akan hampa tanpa good governance dan good governance
akan mati suri tanpa demokrasi. Di sisi lain, demokrasi berperan
sebagai pemegang kunci sistem politik dalam sebuah pemerintahan
modern, baik dalam konteks demokrasi prosedural maupun esensial
(subtansi), sementara GG merupakan salah satu strategi kekuasaan
dalam menyukseskan sistem demokrasi tersebut.

Good Governance dalam Perspektif Islam


Yusuf Al-Qardhawy menegaskan bahwa Islam adalah
agama rahmat, dan umat Islam adalah umat pertengahan yang
akan menjadi pionir dalam membangun peradaban dunia.24 Sayyid
Quthub mengingatkan bahwa menyingkirkan Islam dari kehidupan
merupakan sebuah malapetaka yang mematahkan sendi-sendi
kehidupan itu sendiri. Suatu musibah yang belum pernah dikenal
dan tak ada tolak bandingannya. Saat Islam datang, kondisi dunia
dipenuhi oleh keterpurukan dan kebodohan yang luar biasa
(jahiliyah). Kehidupan begitu kotor dengan pemimpin-pemimpin
yang amat menjijikkkan. Saat itu manusia merasakan neraka dari
pimpinan yang menjijikkan itu. Islam menerima pimpinan dengan
konsep yang dibawa Al-Qur’an dan perilaku Nabir. Islam hadir ke
tengah-tengah manusia dalam kondisi sempurna bagi kehidupan,
bersih dan indah, agung dan mulia, sederhana, dan gamblang, nyata

23
Ibid.,
24
Ibid.,

45
2 — Semesta Good Governance

dan positif, seimbang dan serasi.25


Prinsip-prinsip tata pemerintahan dalam Islam mengacu
pada teks-teks syariah yang jelas dan tegas. Selain itu, ada prinsip-
prinsip tambahan yang merupakan kesimpulan dan termasuk
dalam fikih. Prinsip dasar tersebut, yakni pertama, kedaulatan.
Kedaulatan yang mutlak dan legal adalah milik AllahI. Abu Ala al
Maududi menyebutnya dengan asas pertama dalam teori politik
Islam. Kedaulatan ini terletak di dalam kehendak-Nya seperti yang
dipahami dari syariah. Syariah sebagai sumber dan kedaulatan yang
aktual dan konstitusi ideal, tidak boleh dilanggar. Sedang masyarakat
Muslim yang diwakili konsensus rakyat (ijma’ al ummah), memiliki
kedaulatan dan hak untuk mengatur diri sendiri.
Prinsip kedua adalah syura’ dan ijma’. Mengambil keputusan
dalam semua urusan kemasyarakatan dilakukan melalui konsensus
dan konsultasi dengan semua pihak. Kepemimpinan dan negara
dan pemerintahan harus ditegakkan berdasarkan persetujuan rakyat
melalui pemilihan. Sebuah pemerintahan atau sebuah otoritas
(sulthan) yang ditegakkan dengan cara-cara non-syariat adalah tidak
sah dan tidak dapat memaksa ketaatan rakyat.26
Ketiga, semua warga negara dijamin hak-hak pokok tertentu.
Diantaranya jaminan terhadap keamanan pribadi, harta benda
dan harga diri, kemerdekaan untuk mengeluarkan pendapat dan
berkumpul, hak untuk mendapatkan pelayanan hukum secara adil
tanpa diskriminasi, hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak,
pelayanan medis dan kesehatan, serta keamanan untuk melakukan
aktifitas ekonomi. Keempat, hak-hak negara. Semua warga negara,
yang bertentangan pendapat dengan pemerintah sekalipun, mesti
tunduk kepada otoritas negara yaitu kepada hukum-hukum negara.
Kelima, hak-hak khusus dan batasan bagi warga negara yang
25
Sayyid Quthub, Tafsir Al-Qur’an Fi Zhilali ‘l-Qur’an, alih bahasa
Rusjdi Malik, (Kandang Ampek: Yayasan Hidayah, Februari 1992), hlm.
17-18
26
Efrinaldi, Rekontruksi Pemikiran Politik Islam, (Jakarta; Citra Pub-
lika Press, 2007), hlm. 50-52.

46
Amir Hamdani Nasution

non muslim-memiliki hak-hak sipil yang sama. Karena negara ketika


itu adalah negara ideologis, maka tokoh pengambilan keputusan
yang memiliki dan otoritas, mereka harus sanggup menjunjung
tinggi syari’ah. Dalam sejarah politik Islam, prinsip dan kerangka
konstitusional pemerintahan seperti ini, terungkap dalam konstitusi
madinah atau ’Piagam Madinah’ tersebut. Keenam, ikhtilaf dan
konsensus yang menentukan. Perbedaan-perbedaan pendapat harus
diselesaikan berdasarkan keputusan dari suara mayoritas yang harus
ditaati oleh seluruh masyarakat. Prinsip pengambilan keputusan
menurut suara mayoritas ini sangat penting untuk mencapai tujuan
bersama.27 Menurut Sayyid Quthub politik pemerintahan dalam
Islam didasarkan pada tiga asas, yakni keadilan penguasa, ketaatan
rakyat dan permusyawaratan antara penguasa dan rakyat.28
Selain prinsip-prinsip dasar negara yang konstitusinya
berdasarkan syariah, ada juga prinsip-prinsip tambahan (subsider)
yang merupakan kesimpulan dan termasuk ke dalam bidang fikih
dari hukum Islam. Prinsip-prinsip tambahan tersebut adalah
mengenai pembagian fungsi-fungsi pemerintahan yaitu hubungan
Badan Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif. Dalam hubungan ketiga
badan (lembaga negara) tersebut prinsip-prinsip harus dilaksanakan
di dalam riset, perencanaan, menciptakan undang-undang dan
menjaga nilai-nilai syariah dengan memperhatikan otoritas yang
dimiliki masing-masing lembaga tersebut.29
Abdul Qadir Audah menyebut ada 12 prinsip-prinsip politik
ajaran Islam, yaitu persamaan yang komplit, keadilan yang merata,
kemerderkaan dalam pengertian yang sangat luas, persaudaraan,
persatuan, gotong royong, menyebarkan sifat-sifat utama,
membasmi pelanggaran hukum, menerima dan mempergunakan
hak milik dianugerahkan Tuhan, meratakan kekayaan kepada
seluruh rakyat serta tidak boleh menimbunnya, berbuat kebajikan
27
Ibid., hlm. 53.
28
Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah, dan Pe-
mikiran, (Jakarta; Penerbit UI, 1994), edisi. ke-5 hlm. 150.
29
Efrinaldi, Op.,cit.,

47
2 — Semesta Good Governance

dan saling menyantun, memegang teguh prinsip musyawarah, di


dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullahr.
Bermaksud menguraikan lebih lanjut, Efrinaldi
menyimpulkan prinsip-prinsip tata pemerintahan dalam Islam.
Berikut penjelasnnya30

• Prinsip Tauhid
Dalam pernyataan Abu A’la al-Maududi yang menegaskan
bahwa
“Kepercayaan terhadap keesaan (tauhid) dan kedaulatan
AllahI adalah landasan dari sistem sosial dan moral yang
dibawa Rasulr. Kepercayaan itulah yang merupakan satu-
satunya titik awal dari filsafat politik dalam Islam.”
Al-Qardhawy menyebutkan semua ulama menetapkan
bahwa sesungguhnya penguasa yang sebenarnya adalah AllahI.
Dalam Al-Quran disebutkan ”Tidak ada suatu keputusan, melainkan
bagi Allah.” Mengenai kekuasaan AllahI tersebut, Al-Qaradhawi
menyebutkan beberapa ayat31
“Katakanlah (Muhammadr): “Apakah (patut) aku akan
mencari Tuhan selain AllahI, padahal dia adalah Tuhan bagi
segala sesuatu. dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan
kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri; dan
seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.
Kemudian kepada Tuhanmulah kamu kembali, dan akan
diberitakan-Nya kepadamu apa yang kamu perselisihkan.”
(Q.S al-An’am ayat 14)
“Maka patutkah Aku mencari hakim selain daripada
Ibid.,
30

Yusuf Al-Qardhawy, Legalitas Politik; Dinamika Perspektif Nash


31

dan Asy-Syari’ah, terj. Amirullah Kandu, (Bandung; Penerbit Pustaka Setia,


2008), hlm. 37-38.

48
Amir Hamdani Nasution

AllahI, padahal dialah yang Telah menurunkan Kitab (al-


Quran) kepadamu dengan terperinci? orang-orang yang Telah
kami datangkan Kitab kepada mereka, mereka mengetahui
bahwa al-Quran itu diturunkan dari Tuhanmu dengan
sebenarnya. Maka janganlah kamu sekali-kali termasuk
orang yang ragu-ragu. (Q.S al-An’am ayat 114)

Meski demikian, lanjut Al-Qaradhawi bahwa kaum sekuler


yang condong pada hukum negara-negara Barat tidak rela dengan
posisi AllahI sebagai penguasa, dan mereka pun tidak menjadikan
kitab suci-Nya sebagai pedoman. Mereka hanya mempergunakan
dan mengambil syariat AllahI yang sesuai dengan mereka. Mereka
mengimani sebagian kitab yang diturunkan AllahI dan mengingkari
yang lainnya. Sementara, keimanan yang sebenarnya adalah
keimanan yang menuntut kepercayaan terhadap seluruh kitab suci
yang diturunkan Allah.32

• Prinsip Keadilan
Prinsip keadilan antar manusia adalah semua rakyat
mempunyai persamaan hak di depan undang-undang Allahi yang
harus dilaksanakan oleh mereka semuanya.33 Kata al-’Adl dalam
al-Qur’an menurut al-Baidhawi bermakna pertengahan dan
persamaan. Sayyid Quthub menekankan atas dasar persamaan
sebagai asas kemanusiaan yang dimiliki setiap orang. Keadilan
baginya bersifat inklusif, tidak ekselusif bagi golongan tertentu,
sekalipun umpamanya yang menetapkan keadilan itu seorang
muslim untuk orang non-muslim. Yusuf Ali juga menerangkan
bahwa al-’Adl dalam al-Qur’an suatu istilah yang komprehensif
yang mencakup semua kebajikan dan kemanusiaan.34
32
Yusuf Al-Qardhawy, Loc.cit.,
33
Beni Ahmad Saebani, Fiqh Siyasah; Pengantar Ilmu Politik Islam,
(Bandung: Penerbit Pustaka Setia, 2008), hlm. 124.
34
J. Suyuthi Pulungan, Prinsip-Prinsip Pemerintahan dalam Piagam Ma-

49
2 — Semesta Good Governance

Nabi mengatakan: ”Seandainya Fatimah mencuri, pasti kupotong


tangannya.” Tuntutan untuk berlaku adil dalam Islam, tidak ada
tawar menawar hukum. M. Quraish Shihab mengatakan bahwa
setidaknya ada empat makna keadilan, yakni sama, seimbang,
perhatian kepada hak-hak individu dan memberikan hak-hak itu
kepada setiap pemiliknya, dan adil yang dinisbatkan kepada AllahI.
Adil yang bermula dari sikap personal, harus terlebih dahulu
dijadikan produk legal.35 Perintah menegakkan keadilan dalam al-
Qur’an sebagai berikut:
”Sesungguhnya AllahI menyuruh (kamu) berlaku adil dan
berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan
AllahI melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan
permusuhan. dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu
dapat mengambil pelajaran. (QS. an-Nahl ayat 90)
”Sesungguhnya AllahI menyuruh kamu menyampaikan
amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh
kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia
supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya
AllahI memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu.
Sesungguhnya AllahI adalah Maha mendengar lagi Maha
Melihat. (QS. al-An’am ayat 58)

• Prinsip Kedaulatan Rakyat


Kedaulatan rakyat tersingkap dalam sistem musyawarah.
Jimly Asshiddiqie menjelaskan apabila setiap orang diperlakukan
bersifat otonom dengan kedudukan yang sama sebagai subjek
khalifah Tuhan dalam kehidupan, maka pengertian tentang
kekuasaan dapat dikaitkan dengan pengertian kedaulatan rakyat
atau kedaulatan setiap manusia dalam mengolah dan mengelola
dinah Ditinjau dari Pandangan Al-Qur’an, (Jakarta: PT.RajaGrafindoPersada,
1996), hlm. 225.
35
Kuntowijoyo, Identitas Politik Umat Islam, (Bandung: Penerbit
Mizan kerjasama dengan Majalah UMMAT, 1997), hlm. 102.

50
Amir Hamdani Nasution

kehidupan bersama.36 All men are created equal dan semuanya atas
nama Tuhan mempunyai kedudukan sebagai khalifatullah. Karena
itu, prinsip ke-Mahakuasaan Tuhan dalam praktiknya dapat terjelma
dalam prinsip kedaulatan manusia, atau kedaulatan rakyat. Artinya,
pemahaman agama tentang kekuasaan tertinggi yang berasal dari
AllahI tidak perlu dipertentangkan dengan pengertian kedaulatan
rakyat. Tuhan Yang Maha Kuasa itu, dalam praktik konkritnya,
justru terjelma dalam paham kedaulatan rakyat.

• Prinsip Musyawarah
Mayoritas ulama syariat dan pakar undang-undang
konstitusional meletakkan musyawarah sebagai kewajiban ke-
Islaman dan prinsip konstitusional yang pokok di atas prinsip-
prinsip umum dan dasar-dasar baku yang telah ditetapkan oleh nash-
nash al-Qur’an dan hadis-hadis Nabawi. Maka musyawarah lazim
dan tidak ada alasan bagi seseorang pun untuk meninggalkannya.37
Dalam Piagam Madinah, prinsip ini tidak disebut secara
tegas, tetapi bila dipahami salah satu pasalnya, yakni pasal 17 yang
menyatakan bahwa ”bila orang mukmin hendak mengadakan perdamaian
harus atas dasar persamaan dan adil di antara mereka, mengandung
konotasi bahwa untuk mengadakan perdaimaian itu harus disepakati dan
diterima bersama.” Hal ini tentu saja hanya bisa dicapai melalui suatu
prosedur, yaitu musyawarah di antara mereka. Tanpa musyawarah
atau syura persamaan dan adil itu mustahil dapat dipenuhi. Karena
di dalam musyawarah semua perserta memiliki hak mendapatkan
kesempatan secara adil untuk mengungkapkan pendapat dan
pandangan masing-masing terhadap masalah yang dirundingkan.38

36
Jimly Asshiddiqie, Islam dan Tradisi Negara Konstitusional, disam-
paikan sebagai Keynote Speech dalam Seminar Indonesia-Malaysia yang dis-
elenggarakan oleh IAIN Padang, 7 Oktober 2010.
37
Farid Abdul Khaliq, Fikih Politik Islam, terj. Faturrahman A. Ha-
mid, (Jakarta; Penerbit Amzah, 2005), hlm. 35.
38
J. Suyuthi Pulungan, Op.cit., hlm.208

51
2 — Semesta Good Governance

Al-Qaradhawi mengungkapkan bahwa syura bukan hanya


lembaga yang memberi masukan, tapi lembaga yang menetapkan.39
Farid Abdul Khaliq menegaskan bahwa musyawarah tidak mungkin
dilaksanakan antara seluruh rakyat, maka musyawarah dilaksanakan
antar kelompok yang benar-benar mewakili rakyat, yang dapat
dipercaya dan merasa tenang dengan keputusan mereka. Mereka
ini tidak lain melainkan Ahlul Hilli wa Aqdi (Dewan Perwakilan
Rakyat).40 Sebagaimana firman Allah dalam al-Quran terkait
musyawarah bahwa:
“Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan
Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka
(diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan
mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang kami berikan
kepada mereka.”. (QS. as-Syuura’ ayat 38)
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku
lemah Lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap
keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan
diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka,
mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah
dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu
telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada
AllahI. Sesungguhnya AllahI menyukai orang-orang yang
bertawakkal kepada-Nya.” (QS. Ali Imran ayat 159)

• Prinsip Kesamaan di Hadapan Hukum


”Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan
kamu berbangsa- bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia
39
Yusuf Al Qardhawy, Fiqh Daulah dalam Perspektif Al-Qur’an dan
Sunnah, terj. Karthur Suhardi, (Jakarta;Pustaka Al-Kautsar, 1997), hlm.
204.
40
Farid Abdul Khaliq, Op.cit., hlm. 44.

52
Amir Hamdani Nasution

diantara kamu di sisi AllahI ialah orang yang paling taqwa


di antara kamu. Sesungguhnya AllahI Maha mengetahui lagi
Maha Mengenal.” (QS. al-Hujurat ayat 13)
”Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang
telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya
AllahI menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya
AllahI memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan
yang banyak. dan bertakwalah kepada AllahI yang dengan
(mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu
sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim.
Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan Mengawasi kamu.”
(an-Nisa ayat 1)
Ketetapan Piagam Madinah tentang prinsip persamaan
dapat diikuti sebagai berikut, sebagaimana dikutip J. Suyuthi
Pulungan, yakni pada pasal 16 ”dan bahwa orang Yahudi yang mengikuti
kami akan memperoleh hak perlindungan dan hak persamaan tanpa ada
penganiayaan dan tidak ada orang yang membantu musuh mereka.”
Kemudian di pasal 46 Dan bahwa Yahudi al-Aus, sekutu mereka dan
diri (jiwa) mereka memperoleh hak seperti apa yang terdapat bagi pemilik
shahifat ini serta memperoleh perlakuan yang baik dari pemilik shahifat
ini.” Ketetapan ini berkaitan dengan kemaslahatan umum yang
menjamin hak-hak istimewa mereka sebagaimana hak dan kewajiban
yang dimiliki oleh kaum muslimin. Sebab, prinsip persamaan dalam
Islam adalah pengakuan hak-hak yang sama antara kaum muslimin
dan bukan muslimin.41
Esensi persamaan dalam hukum adalah sikap adil di dalam
menerapkan ketentuan-ketentuan hukum bagi semua warga negara,
tanpa mengenal diskriminasi apa pun; apakah ia seorang rakyat
jelata atau penguasa; apakah ia seorang fakir atau hartawan; apakah
ia seorang intelektual atau orang awam; apakah ia pria atau wanita;
apakah seorang bangsawan atau rakyat biasa; apakah ia sahabat

J.Suyuthi Pulungan, Op.cit., hlm. 150 .


41

53
2 — Semesta Good Governance

karib atau musuh ’bebuyutan’.42 Irfan Idris mengungkapkan, bahwa


setiap warga mempunyai kedudukan yang sama di depan hukum.
Demikian juga hukum harus ditegakkan dengan adil. Siapa pun
tidak boleh melindungi kejahatan, apalagi berpihak kepada orang-
orang yang melakukannya. Demi tegaknya keadilan dan kebenaran,
siapapun pelaku kejahatan harus dihukum.43

• Prinsip Kebebasan Rakyat


“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang
menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf
dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang
beruntung.” (QS. Ali Imran ayat 104)
Prinsip kebebasan merupakan salah satu hak dasar hidup
setiap orang dan merupakan pengakuan seseorang atau kelompok
atau persamaan dan kemuliaan harkat kemanusiaan orang lain.
Kebebasan semakin dibutuhkan oleh setiap orang yang hidup
di tengah-tengah masyarakat yang terdiri dari beraneka ragam
golongan, baik dari segi etnis, kultur, agama, keyakinan, maupun
ekonomi. Bila kekebasan dibelenggu, maka yang akan terjadi adalah
penindasan satu golongan terhadap golongan lain.44
Dalam Piagam Madinah, terdapat beberapa ketetapan
mengenai kebebasan yang diperuntukkan bagi segenap penduduk
Madinah, yaitu kebebasan melakukan adat kebiasaan yang baik,
kebebasan dari kekurangan, kebebasan dari penganiayaan dan
menuntut hak, kebebasan dari rasa takut, kebebasan berpendapat.
Namun implementasi kekebasan tidak bersifat mutlak. Seseorang
dengan dalih dan atas nama kebebasan, tidak dibenarkan
melakukannya dengan kemauannya sendiri, seperti melawan
Abdul Qadir Djaelani, Negara Ideal Menurut Konsepsi Islam, (Sura-
42

baya; PT Bina Ilmu, 1995), hlm. 260.


43
Irfan Idris, Islam dan Konstitusionalisme, (Yogyakarta:antonyLib-
Indonesia, 2009), hlm. 34.
44
J. Suyuthi Pulungan, Op.cit., hlm. 156.

54
Amir Hamdani Nasution

kebenaran, menghina keyakinan orang lain, dan menggunakan


kekebasan secara bebas untuk bersenang-senang. Sebab, kekebasan
berpendapat adalah untuk mencari kebenaran, memberi nasehat
kepada para pemimpin dan masyarakat umum agar tidak terjerumus
ke dalam perbuatan-perbuatan tercela.45

• Prinsip Persatuan
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama)
AllahI, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah
akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa
Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka AllahI mempersatukan
hatimu, lalu menjadilah kamu Karena nikmat AllahI,
orang-orang yang bersaudara; dan kamu Telah berada di
tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari
padanya. Demikianlah AllahI menerangkan ayat-ayat-Nya
kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.” (QS. Ali Imran
ayat 103)
Dalam ketetapan Piagam Madinah tentang pembentukan
umat bagi orang mukmin di satu pihak dan bagi orang-orang
mukmin bersama kaum Yahudi di pihak lain sudah berkonotasi
pentingnya prinsip tersebut. Artinya di dalam organisasi umat
terkandung juga makna persatuan, baik persatuan seagama maupun
persatuan sosial serta persatuan kemanusiaan.46 Khusus umat Islam,
persatuan umat Islam disatukan oleh kesamaan akidah. Untuk
membangun kebersamaan ini, umat Islam harus menghilangkan
segala hal yang dapat menyebabkan terjadinya perpecahan umat,
seperti primordialisme kesukuan dan kedaerahan, menganut salah
satu paham kanan atau kiri, mengadopsi pemikiran baik Barat
atau Timur, mengikuti hawa nafsu dan egoisme yang berlebihan
sampai mengabaikan kemaslahatan umat yang lebih utama dan
mementingkan diri sendiri, dan kesenangan mencari jalan pintas
45
Ibid., hlm. 157-165.
46
J. Suyuthi Pulungan, Op.cit., hlm. 143.

55
2 — Semesta Good Governance

yang berakibat merugikan umat.47

• Prinsip Persaudaraan
“Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab
itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua
saudaramu itu dan takutlah terhadap AllahI, supaya kamu
mendapat rahmat. (QS. Al-Hujurat ayat 10)
Al Qardhawy menyebutkan bahwa persaudaraan yang
dimaksud adalah persaudaraan universal. Tujuannya adalah tidak
ada lagi peluang terjadinya perpecahan yang disebabkan oleh
suku, agama, dan ras. Islam menegaskan bahwa semua manusia
bersaudara, sama-sama beribadah kepada AllahI dan sama-sama
anak cucu Adam.48
Prinsip Kekuasaan sebagai Amanah
Prinsip ini berkaitan erat dengan posisi manusia sebagai
pemimpin. AllahI memerintahkan agar manusia melaksanakan
amanah yang diembankan dipundaknya. Dalam Islam, amanah
merupakan sesuatu yang harus dipelihara karena kelak akan
dipertanggungjawabkannya di hadapan AllahI. Kekuasaan
merupakan salah satu amanah yang harus dijalankan dengan
baik, sesuai dengan perintah-Nya. Karena itu, Islam tidak dapat
mentolerir segala bentuk penyimpangan dan penyalahgunaa
kekuasaan. Sebagaimana firman Allah:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan
amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh
kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya
kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi
pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya
Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat”. (QS.
an-Nisa ayat 58)

Yusuf Al Qardhawy, Reposisi.., Op.cit.. hlm. 181.


47

Yusuf Al Qardhawy, Reposisi, Op.cit.. hlm. 157.


48

56
Amir Hamdani Nasution

• Prinsip Ketaatan Rakyat


”Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah
Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian
jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul
(sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah
dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu)
dan lebih baik akibatnya.” (QS. an-Nisa’ ayat 59)
Taat kepada pemimpin diwajibkan atas penguasa dan rakyat,
sebab wajib atas para penguasa untuk memutuskan seperti apa yang
telah diputuskan dalam hal kemaslahatan umum, dan rakyat wajib
melaksanakan kewajiban tersebut. Namun, taat tidak boleh kepada
hal-hal kemaksiatan, dan apa yang ditetapkan pemimpin itu harus
berdasarkan musyawarah.49

• Prinsip Perdamaian
”Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman
itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya.
Tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang
lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi
sampai surut kembali pada perintah AllahI. Kalau dia telah
surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan,
dan hendaklah kamu berlaku adil; Sesungguhnya AllahI
mencintai orang-orang yang berlaku adil. (QS. al-Hujurat
ayat 9)
“Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab
itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua
saudaramu itu dan takutlah terhadap AllahI, supaya kamu
mendapat rahmat. (QS. al-Hujurat ayat 10)
Dua ayat ini memerintahkan orang-orang mukmin agar
Farid Abdul Khaliq, Op.cit., hlm. 93-94.
49

57
2 — Semesta Good Governance

menciptakan perdamaian di lingkungan mereka. Ayat 9 menjelaskan


jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang, orang-
orang mukmin diperintahkan agar menghentikan mereka dari
peperangan, dengan nasihat, atau dengan ancaman, dan atau dengan
sanksi hukum. Jika ayat pertama menyatakan perdamaian internal,
maka ayat kedua memerintahkan agar orang-orang mukmin gemar
menerima perdamaian untuk menciptakan perdamaian eksternal.50
Namun dalam pencapaiannya tidak boleh mengorbankan kebenaran
dan keadilan. Perdamaian antara orang mukmin bersifat tunggal.
Apabila terjadi peperangan di jalan AllahI, seorang mukmin tidak
dibenarkan mengadakan perdamaian secara terpisah dari mukmin
yang lain.51

• Prinsip Kesejahteraan
”Sesungguhnya bagi kaum Saba’ ada tanda (kekuasaan
Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah
kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada
mereka dikatakan): “Makanlah olehmu dari rezki yang
(dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-
Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu)
adalah Tuhan yang Maha Pengampun”. (QS. Saba’ ayat 15)

• Pengakuan dan Perlindungan terhadap Hak-Hak Asasi


Manusia
“Dan Sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak
Adam, kami angkut mereka di daratan dan di lautan, kami
beri mereka rezki dari yang baik-baik dan kami lebihkan
mereka dengan kelebihan yang Sempurna atas kebanyakan
makhluk yang telah kami ciptakan.” (QS. Al Israa’ 70)
Prinsip ini menurut Abu A’la Maududi, sebagaimana dikutip
J. Suyuthi Pulungan, Op.cit. hlm. 199-200.
50

Irfan Idris, Op.cit., hlm.. 35.


51

58
Amir Hamdani Nasution

Fazlur Rahman bahwa manusia mempunyai hak, dan dalam hal-


hal tertentu merupakan kewajibannya untuk memenuhi kebutuhan
dan kenginginan dasar dirinya, dan berusaha sekuat mungkin untuk
memeperoleh keberhasilan dan kebahagiaan. Maka dalam ini harus
diciptakan suatu ikatan sosial, saling tolong menolong dan kerja
sama antara umat manusia dalam tujuan mereka.52

Persfektif senada tentang prinsip-prinsip di atas juga


diungkapkan Andi Faisal Bakti bahwa Nabi Muhammadr
umpamanya sejak dini mengajarkan pentingnya kejujuran,
memenuhi janji, dan melaksanakan amanah. Salah satu hadis yang
sangat popular adalah: ciri-ciri orang munafik itu ada tiga: apabila
berbicara selalu penuh kebohongan, apabila berjanji selalu ingkar,
apabila dipercaya selalu berkhianat.
Selanjutnya, Nabi SAW mengatakan ”Ingatlah bahwa
sesungguhnya kejujuran itu membawa kepada kebaikan dan kebaikan itu
menghantar kepada surga; dan ingatlah bahwa dusta itu membawa kepada dosa
dan dosa itu menghantar kepada neraka.”53 Karakteristik kepemimpinan
Nabir yang shiddiq, istiqomah, fathanah, amanah, dan tabligh dapat
diparalekan dengan karakteristik GG. Shiddiq yang berarti jujur
diparalelkan dengan transparansi. Perbedaannya adalah shiddiq lebih
dalam maknanya, karena melibatkan sikap mental dan hati nurani
yang paling dalam. Bila transparansi masih bisa dikelabui dengan
mark-up yang lengkap secara administratif. Istiqomah bermakna teguh
dalam pendirian diparalelkan dengan komitment. Amanah bisa
diparalelkan dengan konsep akuntabilitas. Dan fathanah diparalelkan
dengan karakteristik visioner.54
52
Fazlur Rahman, Syariah dan Hak –hak Asasi Manusia, dalam buku
Harun nasution dan Bahtiar Efendy (peny.), Hak Asasi Manusia dalam Is-
lam, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1987), hlm. 171.
53
Andi Faisal Bakti, Good Governance dalam Islam, dalam Komarud-
din Hidayat dan Ahmad Gaus (ed), Islam, Negara dan Civil Society; Gerakan
dan Pemikiran Islam Kontemporer, (Jakarta; Paramadina, 2005), h. 345
54
Ibid., hlm. 346-247.

59
2 — Semesta Good Governance

Namun, hemat penulis, meskipun dapat diparalelkan seperti


di atas, belum tentu dapat disamakan secara kualitas. Sistem Barat
sangat terpengaruhi filsafat materialisme yang mengesampingkan
eksistensi spritual dalam kehidupan politik. Ide pemikiran GG
merupakan hasil pemikiran manusia, sedangkan Islam merupakan
anugerah AllahI. Dalam hal itu pun, kondisi umat Islam kontemporer
yang minim implementasi dari prinsip-prinsip pemerintahan dalam
Islam menjadikan sistem Barat lebih dilirik sebagai rujukan utama
tata kehidupan negara. Umat Islam belum mampu sepenuhnya
mengejawantahkan kehendak Ilahi yang termaktub dalam kitab suci
dalam penyelenggaraan negara modern.
Di sisi lain, menurut penulis, sikap fanatik serta dikotomi
agama dan negara dari beberapa kelompok Islam menjadi kendala
tersendiri bagi umat Islam untuk membentuk sebuah pemerintahan
yang modern. Sebab, benturan-benturan pemikiran tersebut
lebih banyak mudharatnya daripada memperoleh maslahah untuk
memajukan umat Islam dalam kehidupan.
Ada tiga hal mendasar dalam persoalan aturan operasional
tata pemerintahan dalam Islam, yakni55
• Siyasah Dusturiyah (politik perundang-undangan) yang
melingkupi persoalan pengangkatan pemimpin, posisi
rakyat serta hak dan kewajibannya, persoalan baiat, sumber
kekuasaaan, persoalan perwakilan, dan kementrian.
• Siyasah Dauliyah (politik luar negeri) yang meliputi hubungan
internasional di waktu perang, ketika damai dan penghentian
perang.
• Siyasah Amaliyah (pengelolaan harta) yang meliputi hak milik,
zakat, tanggung jawab sosial, harta peninggalan, ghorimah,
bea cukai, pemberdayaan ekonomi umat dan lain-lain.
Selanjutnya, ada 3 hal mendasar yang menjadi point penting
Lebih lanjut baca A. Djazuli, Fiqh Siyasah: Implementasi Kemasla-
55

hatan Umat dalam Rambu-Rambu Syari’ah, (Jakarta: Kencana, 2003) Edisi


Revisi Cet.3.

60
Amir Hamdani Nasution

dalam prosedural tata pemerintahan Islam, yakni56


• Ummah (umat). Pada permulaan Islam, kata umat dipahami
sebagai satu kesatuan yang mencakup warga muslim. Konsep
tersebut berperan sebagai simbol kesatuan dan kekuatan
yang mewujudkan kesatuan dan persatuan. Di dalam ummah,
segenap anggota bersaksi sepenuhnya bahwa tidak ada
Tuhan selain Allah SWT dan Muhammad SAW adalah rasul-
Nya. Di hadapan Allah SWT, semua anggota mempunyai
derajat yang sama, tidak ada perbedaan tingkatan kelas, atau
ras. Peranan ummah dalam Islam antara lain terletak pada
tingkat solidaritas yang tinggi.
• Baiat. Dimaknai sebagai bentuk sumpah setia yang
mempertalikan pemimpin dengan masyarakat yang
dipimpinnya. Baiat identik dengan sebuah perjanjian.
Sebagaimana layaknya perjanjian yang melibatkan
dua kelompok, yaitu pihak yang pemimpin dan pihak
masyarakat. Tidak hanya ulama yang berperan penting
dalam proses konsultasi sebelum baiat terwujud, tetapi
semua pihak yang berpengetahuan, berbakat, berpengaruh,
dan mempunyai kekuasaan juga turut terlibat dalam proses
itu. Baiat mempunyai arti yang sangat penting, maka
dalam pelaksanaannya harus dilakukan dalam suasana yang
menjamin kebebasan berpendapat dan kemungkinan adanya
oposisi meskipun senantiasa terkait dengan syariat yang wajib
dipatuhi pemerintah atau masyarakat sebagai suatu bentuk
komitmen tegas untuk menaati semua aturan Al-Qur’an dan
Sunnah.
• Musyawarah. Al-Qur’an telah banyak menjelaskan tentang
betapa pentingnya prosedural tersebut, sebagaimana
telah dikemukakan di muka. Ibnu Taimiyah menghendaki
musyawarah yang efektif dan umum. Seorang pemimpin,
menurut dia, seharusnya tidak hanya meminta pertimbangan
56
Harian Republika, 20 Maret 2011. Lihat juga Farid Abdul Khaliq,
Fikih Politik Islam.., op.cit., hlm. 5-19.

61
2 — Semesta Good Governance

dari kalangan ulama, tetapi juga dari semua kelas dalam


masyarakat dan siapa saja yang mampu memberikan
pendapat yang dinamis. Hanya saja, ada batasan yang
melingkari berlakunya konsultasi secara wajar. Sehingga
secara mendasar, menurut penulis, perbedaan signifikan
antara tata pemerintahan yang baik versi Barat dan Islam
adalah sebagai sebagai berikut:
a. Berdasarkan sumbernya, tata pemerintahan yang
baik versi Barat merupakan hasil kontiniutas filsa-
fat politik yang bersumber pada rasionalisme den-
gan akar pemikiran Yunani, sementara pada Islam
bertitik tolak pada teks-teks syari’ah (Al-Qur’an dan
Sunnah) yang jelas dan tegas dengan implementasi
utamannya pada pemerintahan Nabi Muhammadr
di Madinah, juga hasil pemikiran rasional yang
dikembangkan para pemikir Islam.
b. Sistem Barat berpatokan pada kedaulatan rakyat se-
bagai implikasi ketidakhadiran Tuhan dalam urusan
kenegaraan, sementara Islam berlandaskan tauhid
yang tidak mengenyampingkan Tuhan sehingga ke-
daulatan rakyat terimplementasi pada musyawarah.
c. Dalam sistem tata pemerintahan yang baik versi
Barat tidak dikenal ketaatan pada pemimpin, sehing-
ga meskipun pemimpin itu baik, mudah saja bagi
orang-orang yang tidak sepakat dengan pemimpin
itu untuk menggagalkan pemerintahan (baik ia se-
cara kudeta inkonstitusional maupun kudeta kon-
stitusional). Sementara dalam Islam, ketaatan pada
pemimpin merupakan hal yang prinsip, kecuali pe-
mimpin itu telah melenceng dari jalan agama.
Pada akhirnya, dalam berbagai kajian GG dapat ditegaskan
bahwa Islam lebih dahulu mempunyai konsep tersebut secara
subtansi daripada Barat. Namun titik kelemahan terbesar Islam

62
Amir Hamdani Nasution

kontemporer terletak pada tahap implementasi pada tataran


praktek pemerintahan modern. Juga ketidakseriusan kalangan
akademisi Islam dalam menyikapi isu-isu politik kontemporer.
Meskipun sebahagian ada yang serius, namun belum mendapatkan
dukungan yang serius dari kalangan pendanaan Islam yang berbasis
internasional untuk memobilisasi konsep-konsep tersebut ke ranah
grass root.

63
2 — Semesta Good Governance

64
3
PARTAI KEADILAN SEJAHTERA:
SEJARAH DAN GARIS PERJUANGAN

Geneologi PKS: Gerakan Muda Berjiwa Tarbiyah


Berkat Rahmat AllahI, Indonesia terlepas dari belenggu
penjajahan setelah tahun 1950. Dikatakan demikian karena pasca 17
Agustus 1945, Belanda melalui agresi militer belanda I dan II masih
terus menggempur Indonesia. Pacsa kemerdekaan, masa perjuangan
diisi dengan mempertahankan kemerdekaan, menyelenggarakan
pemerintahan, serta membangun kehidupan berdasarkan keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Salah satu cara mengisi
kemerdekaan adalah dengan mendirikan organisasi sebagai wadah
diskusi guna memperkaya intelektualitas diri.
Secara historis, sebagian kecil aktivis dari kampus-kampus
umum –seperti UI, UGM, ITB- membentuk sebuah gerakan yang
dikemudian hari diberi nama Lembaga Dakwah Kampus (LDK).
Cikal bakal LDK adalah kelompok-kelompok kecil yang biasa
berkumpul atau melaksanakan pengajian keagamaan di masjid.
3 — Partai Keadilan Sejahtera: Sejarah dan Garis Perjuangan

Dianggap memiliki visi dan misi yang sama yakni melanggengkan


dakwah Islam, maka kelompok kecil tersebut membentuk sebuah
lembaga. Saat itu, kegiatan LDK sangatlah sederhana, yakni
menyelenggarakan kegiatan dakwah bagi mahasiswa, khususnya
bagi anggota lembaga.
Bukan hanya di tingkatan universitas, di sekolah-
sekolah–khususnya berlatar agama- juga mendirikan organisasi
sebagai media ekstrakulikuler untuk para siswa yang ingin belajar
berorganisasi. Organisasi tersebut dikenal dengan sebutan Rohis
(Rohani Islam). Pada dasarnya tidak terdapat perbedaan kegiatan
antara Rohis dengan LDK, yakni memberikan pemahaman dasar-
dasar Islam dengan penekanan pada penanaman semangat (ghirah).1
Penulis memandang potensi kaum muda sangat dibutuhkan dalam
menggerakkan dakwah Islam karena dari diri pemudalah muncul
ide-ide cemerlang dan visioner.
Aktivis muda yang tergabung dalam gerakan di atas disebut
dengan ‘usroh’ yang berarti keluarga. Maksudnya adalah anggota
pengajian di bagi dalam satuan-satuan kecil (biasanya 6 hingga 10
orang) dengan seorang murabbi atau mentor dalam sistem stelsel.
Bahkan dalam realisasinya satu dua orang pun jadi untuk dikader
dan dibina sehingga memiliki wawasan ke-Islaman yang syamil.
Sebagai rujukan, gerakan tarbiyah seringkali menjadikan idola para
mujaddid dan ulama Timur Tengah melalui karya intelektualnya yang
dituangkan dalam buku panduan, seperti Hasan Al-Banna, Sayd
Hawwa, Sayd Quthub, Yusuf Qardhawi, Abu A’la Maududi serta
para murid dan pengikutnya di seluruh penjuru dunia.2
Pengajian dilakukan secara tertutup karena kebijakan Orde
Baru yang sangat refresif terhadap gerakan keagamaan. Tetapi
situasi sedikit berubah ketika memasuki tahun 1990. Saat itu terjadi
pergeseran politik karena Soeharto mulai menempatkan para aktivis
1
Imdadun Rahmat, Ideologi Politik PKS, (Yogyakarta: LKIS, 2008),
hlm. 23.
2
Djony Edward, Efek Bola Salju PKS, (Bandung: Syaamil, 2006),
hlm. xii.

66
Amir Hamdani Nasution

Islam sekutu. Meskipun demikian, para aktivis LDK masih pada


jalur semula yakni belum membuka diri secara terang-terangan
sebagai organisasi dakwah. Dalam kondisi yang dinilai ‘agak’
kondusif ini, para aktivis LDK lebih leluasa melakukan dakwahnya.
Mereka tidak lagi menggunakan sebutan usroh tetapi mengubahnya
menjadi Ikhwan dan menamai aktivitas mereka dengan sebutan
Tarbiyah (Pendidikan).3
Sikap kehati-hatian LDK mengingatkan pada strategi
dakwah yang Rasulullahr saat awal penyebaran Islam, yakni secara
sembunyi-sembunyi. Strategi tersebut dilakukan karena kondisi
umat Islam yang sangat sedikit, terdiri dari orang-orang yang tidak
belum memiliki kedudukan di Mekkah, dan tekanan yang sangat
luar biasa dari kaum kafir quraisy. Sehingga sasaran utama dakwah
Rasul pada masa ini adalah keluarga dan sahabat.
Di Indonesia, kelahiran gerakan Tarbiyah terinspirasi
dari berbagai pemikiran Ikhwanul Muslimin dengan tokoh utama
Hasan Al Banna.4 Pada perkembangan selanjutnya, pemikiran
Ikhwanul Muslimin sangat mempengaruhi gerakan Tarbiyah yang
3
Ibid., Dalam Anggaran Rumah Tangga PKS, disebutkan bahwa
tarbiyah berfungsi sebagai pengokohan arti beragama yang sebenarnya
pada setiap pribadi, keluarga, baik dalam ucapan dan perbuatan. Gerakan
Tarbiyah yang dimaksud di sini bukan gerakan Tarbiyah Islamiyah yang
lahir di Sumatera Barat.
4
Ikhwanul Muslimin merupakan sebuah gerakan Islam terbesar di
zaman modern ini. Gerakan tersebut berpusat di Mesir. Seruannya adalah
kembali kepada Islam sebagaimana yang termaktub di dalam Al-Qur’an
dan As-Sunnah serta mengajak kepada penerapan syariat Islam dalam
kehidupan nyata. Dengan tegar gerakan ini mampu membendung arus
sekularisasi di dunia Arab dan Islam. Pendirinya adalah Syaikh Hasan Al-
Banna (1324-1368 H/1906-1949), dilahirkan di sebuah kampung berna-
ma Buhairah, Mesir. Menurut Hasan Al-Banna, ”Gerakan Ikhwan adalah
dakwah salafiyah, thariqah sunniyah, haqiqah shufiyah, lembaga politik, klub
olahraga, lembaga ilmiah dan kebudayaan, perserikatan ekonomi dan pe-
mikiran sosial”. Lihat, Gerakan Keagamaan dan Pemikiran, penerjemah A.
Najiyullo, terbitan Al-I’tishom cet. ke-6, hlm. 7.

67
3 — Partai Keadilan Sejahtera: Sejarah dan Garis Perjuangan

berkembang menjadi Partai Keadilan.5 Karena itu sering terdengar


bahwa PKS merupakan Ikhwanul Muslimin versi Indonesia.
Mengenai proses penyerapan para aktivis tarbiyah di
Indonesia terhadap pemikiran Ikhwanul Muslimin terdapat dua
penjelasan, yakni:

5
Imdadun Rahmat, Arus Baru Islam Radikal: Transmisi Revivalisme
Islam Timur Tengah ke Indonesia, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2005), hlm.
87. Terminilogi radikal, menurut penulis perlu dieksaminasi ulang dalam
kajian Imdadun Rahmat. Sebab, berpijak pada keterangan Hizbut Tah-
rir Indonesia (HTI) bahwa secara harfiah bahasa latin radix yang artinya
akar (roots). Istilah radikal dalam konteks perubahan kemudian digunak-
an untuk menggambarkan perubahan yang mendasar dan menyeluruh.
Dalam kamus Oxford disebutkan istilah radikal kalau dikaitkan dengan
perubahan atau tindakan berarti : relating to or affecting the fundamental nature
of something; far-reaching or thorough (berhubungan atau yang mempengaruh
sifat dasar dari sesuatu yang jauh jangkaunnya dan menyeluruh. Namun
istilah radikal menjadi kata-kata ”politik” (political words) yang cendrung
multitafsir, bias, dan sering digunakan sebagai alat penyesatan atau stigma
negatif lawan ”politik”. Istilah radikal kemudian menjadi alat propaganda
yang digunakan untuk kelompok atau negara yang berseberangan dengan
ideologi dan kepentingan Barat. Julukan Islam radikal kemudian digu-
nakan secara sistematis bagi pihak-pihak yang menentang sistem ideologi
Barat (Kapitalisme, Sekulerisme, dan Demokrasi), ingin memperjuangkan
syariah Islam, Khilafah Islam, menginginkan eliminasi Negara Yahudi,
dan melakukan jihad melawan Barat. Padahal perubahan yang mendasar
(radikal) sendiri bukanlah hal yang selalu buruk. Dalam sejarah masyara-
kat Barat juga terjadi beberapa perubahan mendasar yang dianggap justru
memberikan pencerahan dan awal kebangkitan masyarakat Barat. Seperti
perubahan dari sistem teokrasi yang represif pada abad kegelapan menjadi
demokrasi jelas merupakan perubahan mendasar. Masa itu bahkan diang-
gap awal kebangkitan Barat (renaisans). Indonesia sendiri dalam fragmen
sejarahnya mengalami perubahan mendasar. Kemerdekaan Indonesia
sering dianggap merupakan tonggak perubahan mendasar (radikal) dari
negara yang dijajah oleh kolonial menjadi negara yang merdeka. Seleng-
kapnya lihat di editorial hti.or.id berjudul ”Bung Boediono: Bukan Radikalisme
Tapi Kapitalismelah Ancaman Bagi Bangsa”, diakses 12 Januari 2011.

68
Amir Hamdani Nasution

• Pemikiran Ikhwanul Muslimin diperkenalkan oelh Imaduddin


Abdurrahim melalui forum-forum jaringan dakwah kampus.
Perkenalan dengan modus seperti ini terjadi pada masa-
masa gerakan usroh. Masa awal ini bisa dikatakan sebagai
embrio dari transmisi yang penuh atas pemikiran Ikhwanul
Muslimin. Karena dalam berbagai bentuk pelatihan yang
dilakukan jaringan dakwah kampus masih mengajarkan
pemikiran-pemikiran di luar tokoh Ikhwanul Muslimin.
• Transmisi pemikiran Ikhwanul Muslimin melalui para alumni
lembaga pendidikan Timur Tengah maupun alumnus LIPIA
Jakarta yang merupakan cabang Universitas Islam Ibnu Saud
Riyadh, Arab Saudi. Para alumnus ini berinteraksi langsung
dengan para aktivis Ikhwanul Muslimin dan menyebarkan
pemikiran-pemikiran Ikhwanul Muslimin ke Indonesia
melalui forum-forum jaringan dakwah kampus yang
telah ada lebih dahulu. Pada tahap ini mereka melakukan
penyempurnaan materi dakwah, metode (manhaj) gerakan
dan memperluas jaringan sekaligus melakukan “purifikasi”
(membersihkan unsur-unsur pemikiran dari luar Ikhwanul
Muslimin).6
Terkait hal di atas, Tifatul Sembiring menjelaskan bahwa
pemikiran Hasan Al-Banna telah merasuki hampir seluruh
pemikiran Islam modern. Berikut penjelasan selengkapnya
“Pemikiran Hasan Al-Banna terhadap gerakan dakwah,
khususnya PKS, merupakan suatu hal yang aksioma. Bahkan
dalam tesis saya yang berjudul Rivalry between Modernist
and Tradittionalist Islamic Movement, saya berkesimpulan
bahwa tidak ada satu pun gerakan Islam modern di dunia
yang tidak terpengaruh oleh pemikiran Hasan Al-Banna.
Pokok-pokok pikiran yang beliau gulirkan merupakan multi
tafsir operasional gerakan, semacam fikih gerakan Islam.
Sehingga gerakan mana saja yang berupaya konsisten dengan
Al-Qur’an dan Sunnah akan bermuara pada poin-poin
6
Imdadun, loc.cit.

69
3 — Partai Keadilan Sejahtera: Sejarah dan Garis Perjuangan

kesimpulan yang telah dirumuskan Al Banna.”7


Test case gerakan dakwah ini lebih lanjut coba diterjemahkan
dalam sebuah gerakan aksi. Maka, digelarlah sejumlah aksi unjuk
rasa terhadap perlawanan nilai-nilai Islam dan ketertindasan umat
Islam di Indonesia dan belahan dunia lainnya. Tema-tema seperti
tertindasnya Muslim Palestina oleh rezim Israel, Muslim Afganistan
oleh Rusia, Muslim Moro di Filipina, Muslim Pattani di Thailand,
Muslim Chechnya di Rusia, telah berhasil menggerakkan mahasiswa,
pekerja, penduduk perumahan dan kampung untuk turun ke jalan.8
Gerakan dakwah ini juga merebak dari tahun ke tahun dan
mewarnai suasana ke-Islaman di kampus-kampus dan masyarakat
umum. Bahkan menjalar hingga ke kalangan pelajar dan mahasiswa
di luar negeri, baik di Timur Tengah, Eropa, hingga di Amerika.
Gejolaknya muncul dalam bentuk pemikiran ke-Islaman di
berbagai bidang, termasuk praktek-praktek pengamalan sehari-hari.
Persaudaraan (ukhuwah) yang dibangun di antara mereka menjadi
sebuah alternatif cara hidup di tengah-tengah masyarakat yang
cenderung semakin individualistik. Sementara komitmen mereka
terhadap nilai-nilai moral menjadi warna khas di tengah-tengah
badai paham materilistik.9

Dinamika Perubahan PK Menuju PKS


Setelah sukses menjadi gerakan dakwah di kampus dan di
tengah masyarakat, gerakan tarbiyah mulai membuka diri terhadap
persoalan negara. Gerakan tersebut aktif dalam menuntut
turun rezim Soeharto dan mengusahakan stabilitas politik dalam
negeri. Maka mulailah kader gerakan tarbiyah menyusun formasi
7
Tifatul Sembiring, Pengantar, dalam buku Djony Edward, op.cit.,
hlm. vii.
8
Djony Edward, op.cit., hlm. xxii.
9
DPW Partai Keadilan Sumbar, Buku Panduan, (Padang, [t.t]),
hlm. 11.

70
Amir Hamdani Nasution

untuk membentuk sebuah partai politik yang saat itu memang


dimanfaatkan untuk berlaga di pemilihan umum 1999. Tidak lama
setelah Soeharto lengser –hari dimana kebebasan berpendapat dan
berserikat mulai terjamin-, pada 9 Agustus 1998 lahir sebuah partai
yang diberi nama Partai Keadilan.
Lahirnya Partai Keadilan tidak terlepas dari dinamika
internal gerakan. Suara internal terpecah ke dalam dua kubu, yakni
kubu pro partai politik dan kubu kontra partai politik. Persoalan ini
kemudian menjadi pembahasan yang cukup panjang hingga berujung
pada jajak pendapat di lingkungan tarbiyah. Dari pertanyaan yang
disebarkan kepada 6.000 orang/responden pada seluruh komponen
aktivis dakwah, 86% lebih menginginkan untuk mendirikan partai
politik. Sementara 27% sisanya menginginkan untuk bertahan
sebagai organisasi masyarakat, dan sisanya menginginkan untuk
mempertahankan habitat semula, yaitu dalam bentuk yayasan, LSM,
kampus pesantren, dan berbagai lembaga lainnya.10
Terbentuknya partai sebagai kendaraan politik guna ikut
berpartisipasi memperbaiki permasalahan negara, bukanlah cita-
cita akhir gerakan tarbiyah. Sebaliknya, hal tersebut merupakan
bagian dari strategi untuk mempresentasikan dakwah pada tingkat
institusi. Selanjutnya, gerakan ini hanyalah merupakan bahan dasar
untuk merekonstruksi Negara Madinah. Untuk merealisasikan
idealisme ini, Anis Matta menyebutkan empat tahapan yang harus
di lewati, yakni:11
• Membangun sebuah organisasi yang kuat dan solid sebagai
kekuatan utama yang mampu mengoperasikan dakwah.
Tahap inilah yang disebut dengan mihwar tandzimi. Organisasi
dianalogikan sebagai tulang punggung dakwah. Karena itu
harus kuat memikul beban berat dalam waktu yang panjang.
Sebuah tulang punggung yang kuat harus berasal dari kader-
kader yang memiliki jiwa dakwah, intelektualitas, dan moral
Imdadun, op.cit., hlm. 34-35
10

11
Anis Matta, Dari Gerakan ke Negara, (Jakarta: Fitrah Rabbani,
2006), hlm. xx-xxii.

71
3 — Partai Keadilan Sejahtera: Sejarah dan Garis Perjuangan

dalam kehidupan. Mereka inilah yang sesungguhnya bisa


disebut pemimpin umat atau lokomotif yang akan membawa
gerbong panjang umat ini. Untuk mencetak pemimpin-
pemimpin umat tersebut diperlukan proses pembinaan dan
kaderisasi yang sistematis, integral, dan waktu yang relatif
panjang. Peserta kaderisasi dipilih dan dibina dari orang-
orang terbaik yang ada di masyarakat.
• Membangun basis sosial yang luas dan merata sebagai
kekuatan pendukung dakwah. Inilah yang disebut mihwar
sya’bi. Kalau basis organisasi bersifat elitis-ekslusif maka
basis sosial bersifat masif dan terbuka. Apabila basis
organisasi berorientasi pada kualitas, maka basis sosial
berorientasi kuantitas. Dan apabila organisasi meretas jalan
maka masyarakatlah yang akan melaluinya, dan seterusnya.
• Membangun berbagai institusi untuk mewadahi pekerjaan-
pekerjaan dakwah di seluruh sektor kehidupan dan di seluruh
segmen masyarakat. Ini yang di sebut mihwar muassasi. Di sini,
dakwah memasuki wilayah pekerjaan yang sangat luas dan
rumit.
• Dakwah memasuki institusi negara. Pasalnya, negara
membutuhkan dakwah untuk merealisasikan secara legal dan
kuat seluruh kehendak AllahI atas kehidupan masyarakat.
Inilah yang disebut mihwar daulah. Dalam hal ini, negara
bukanlah tujuan, melainkan sarana.1216
Selain empat hal yang harus dipersiapkan guna kemajuan
partai, Partai Keadilan juga memiliki filosofi partai. Berikut lima
landasan filosofis yang merupakan pokok pikiran dalam pendirian
partai ini, yaitu:13

Ibid.,
12

DPW Partai Keadilan Sumbar, op.cit., hlm. 12-16.


13

72
Amir Hamdani Nasution

1. Syumuliyatul Islam (Integralitas Islam)


Para pendiri dan pendukung partai memiliki keyakinan
bahwa ajaran Islam adalah ajaran yang luas, melingkupi seluruh
bidang kehidupan manusia dan kemanusiaan. Islam bukanlah
sebuah ajaran yang sempit yang hanya mengatur hubungan manusia
dengan Penciptanya, tetapi juga melingkupi aturan-aturan dalam
cara berhubungan antar manusia dengan manusia lainnya dan juga
alam semesta. Sebagaimana tercantum dalam QS. Ali Imran ayat
112, yakni
“Mereka diliputi kehinaan dimana saja mereka berada,
kecuali mereka berpegang kepada tali (agama) AllahI dan
tali (perjanjian) dengan manusia, tetapi mereka kembali
mendapat kemurkaan dari AllahI dan mereka diliputi
kerendahan, yang demikian itu karena mereka kafir kepada
ayat-ayat AllahI dan membunuh para Nabiu alasan yang
benar. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan
melampaui batas.”
Ayat di atas memberikan penjelasan tentang pentingnya
berpegang pada ketentuan Allah dan menepati janji (dapat diartikan
bersosialisasi, bermuamalah, bermasyarakat) pada manusia. AllahI
tidak membatasi kata manusia dengan istilah yang bisa digunakan
di ayat lain seperti orang Islam, muslim, mukimin, kerabat dekat,
dan seterusnya. Penggunaan kata manusia menggambarkan lingkup
kehidupan yang luas dengan tujuan bahwa AllahI mengginginkan
agama Islam sebagai agama yang santun dan damai terhadap orang
di luar Islam. Ayat di atas dipertegas oleh QS. al-Baqarah ayat 208,
yakni
“Hai, orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam
Islam secara keseluruhannya dan janganlah kamu turut
langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu adalah
musuh yang nyata bagimu.”
Islam menuntut umatnya untuk memahami dan
mengamalkan ajaran secara kaffah (utuh). Tidak dibenarkan untuk

73
3 — Partai Keadilan Sejahtera: Sejarah dan Garis Perjuangan

mengabaikan aspek-aspek yang bersifat horizontal. Sosial, politik,


ekonomi, budaya adalah bidang-bidang yang terkait erat dengan
kehidupan masyarakat muslim. Meski pendirian partai politik hanya
sebagian dari komitmen muslim dalam bidang politik, namun pada
suatu kondisi dinilai dapat menjadi alternatif sarana bagi langkah-
langkah perjuangan politik kaum muslimin.

2. Marhaliyatul Da’wah (Pentahapan Dakwah)


Para pendiri dan pendukung partai keadilan meyakini bahwa
cita-cita dakwah Islam memiliki jalan panjang, sehingga harus dilalui
dengan tahap demi tahap. Setiap tahap harus dihadapi dengan
mengemukakan berbagai agenda. Hal tersebut sesuai dengan sunnah
kauniyah yang dilakukan Rasulullahr dalam perjuangan dakwah
Islam di Jazirah Arab. Setiap pekerjaan dakwah dilakukan sesuai
dengan prasyarat yang harus mendukungnya.14 AllahI berfirman
dalam QS. an-Nisaa ayat 77 dan Al Muzammil ayat 10, yakni:
“Tidakkah kamu memperhatikan orang-orang yang
dikatakan kepada mereka; Tahanlah tanganmu (dari
berperang), dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat...”
“Dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan dan
jauhilah mereka dengan cara yang baik.”
Dengan demikian, feformasi yang tak lain adalah sebuah
‘harakatul islah’ menjadi sebuah komitmen langsung dari gerakan
dakwah Islam. Pemuda, mahasiswa muslim, dan aktivis gerakan
dakwah Islam dituntun melibatkan dalam proses perubahan yang
puncaknya pada Mei 1998 yang lalu.
Jahriyatul Da’wah (Keterbukaan Dakwah)
Para pendiri partai meyakini bahwa prinsip orisinil
dakwah adalah dilakukannya secara terbuka (jahiriyah). Karenanya
kerahasiaan dalam dakwah bukanlah sebuah fenomena yang asasi
dan konstan. Seperti dijelaskan AllahI dalam QS. Nuh ayat 8-9,
DPW PK Sumbar, loc.cit.
14

74
Amir Hamdani Nasution

yakni
“Kemudian sesungguhnya aku telah menyeru mereka (kepada
iman) dengan cara terang-terangan, kemudian sesungguhnya
aku (menyeru) mereka (lagi) dengan terang-terangan dengan
diam-diam.”15
Berlandaskan atas wahyu di atas, para aktivis dakwah
Islam menegaskan kehadiran partai keadilan adalah kelanjutan dari
perjalanan panjang yang telah dilakukannya selama ini dalam bentuk
yayasan-yayasan pendidikan, lembaga pengkajian dan penelitian,
seminar-seminar, LDK, Rohis, pesantren, dan lembaga perjuangan
lainnya di abwah gerakan tarbiyah.16
3. Al Hizb huwal Jama’ah (Partai itu adalah Jama’ah)
Para pendiri dan pendukung partai telah mencoba
menghidupkan kembali prinsip ke-jama’ahan di antara para
aktivisnya sesuai dengan tuntunan AllahI. Mereka berupaya
saling mengenal, saling memahami, saling menolong dan hidup
sepenanggungan dalam berbagai keadaan yang menyertainya.
Mereka bekerja sama dalam kebaikan, ketaqwaan, dan bekerja sama
dalam upaya menghilangkan kemaksiatan dan permusuhan. Seperti
dijelaskan dalam QS. Ali Imran ayat 103, yakni
15
Menurut Surahman Hidayat, terkait dengan konsep baru PKS
sebagai partai terbuka pada Munas 2010 bahwa sesungguhnya PKS tidak
pernah berubah, melainkan hanya salah satu tahap dakwah PKS atau stra-
tegi organisasi dalam menghadapi kenyataan politik Indonesia. Hakikat
dan subtansi tidak akan pernah berubah. Hanya saja untuk saat ini per-
lu aliran informasi baru untuk lebih dikenal publik. Sementara menurut
Anis Matta, bahwa keterbukaan untuk semua agama merupakan implikasi
ajaran Islam, UUD 1945 dan logika organisasi. Keterbukaan merupakan
bagian yang fundamental dalam Islam, lebih lanjut menurut Anis, kenapa
sekarang terbuka karena sebelumnya PKS membutuhkan pengokohan jati
diri untuk menjadi terbuka. Selanjutnya lihat video Metro TV Program
Mata Najwa, Metamorfosa PKS. Tayang Rabu, 23 Juni 2010, pukul 23:17
WIB.
16
DPW PK Sumbar, loc.cit.

75
3 — Partai Keadilan Sejahtera: Sejarah dan Garis Perjuangan

“Dan berpegang teguhlah kamu semuanya kepada tali


(agama) Allah dan janganlah kamu bercerai-berai...”
Partai (hizb) sesungguhnya merupakan bagian dari
manifestasi kejama’ahan. At-Tafsir al-Munir: Fil Aqidah, wasy
Syariati wal Minhaji mengartikan hizb sebagai sebuah jama’ah yang
solid dalam suatu urusan atau orientasi khusus. Solidaritas sebuah
partai ditentukan faktor-faktor ideologis. Oleh karenanya wajar
bila sebuah partai terdiri dari himpunan orang-orang yang lintas
suku, ras, warna kulit, atau bahasa. Namun, mustahil sebuah partai
berisikan orang-orang dengan lintas ideologi. Sedangkan orientasi
ideologi ini menjadi ciri penentu bagi sebuah kelompok manusia
apakah ia termasuk hizbullah atau hizbussyaithan.17
4. Syura
Partai ini didirikan bukan atas insiatif seseorang atau
beberapa orang, namun merupakan perwujudan dari kesepakatan
yang diambil dari musyawarah aspiratif dan demokratis. Sebuah
survei yang melingkupi cakupan luas dari para aktivis dakwah yang
tersebar di seluruh Indonesia yang telah dilakukan beberapa bulan
sebelumnya.18
Dalam pandangan penulis, kelahiran PKS dalam kancah
perpolitikan Indonesia modern bukanlah secara tiba-tiba dan untuk
cita-cita yang pragmatis. Kajian yang dilakukan terdahulu oleh para
peneliti menyimpulkan PKS merupakan evolusi sebuah gerakan
yang lahir dari rahim Islam yang kaffah dan untuk tujuan keberadaan
Islam dimuka bumi. Hal ini dilihat dari sikap PKS yang sangat kental
dengan pemahaman dan aplikasi politik aspiratifnya dengan prinsip-
prinsip keislaman. Silent revolution gerakan anak muda 80-an ini telah
melalui proses yang tidak sedikit untuk menghadapi problema
bangsa dalam konteks perjuangan keadilan dan kesejahteraan bagi
bangsa, dilalui dari pemahaman serta pembentukan kepribadian
muslim yang sejati.

Ibid.,
17

Ibid.,
18

76
Amir Hamdani Nasution

Sebelum Partai Keadilan berubah nama menjadi PKS, secara


kuantitas tahun 1999 mampu menjaring sebanyak 1.436.565 suara
atau sekitar 1,36% dari keseluruhan jumlah suara dan menempatkan
7 wakilnya di DPR. Saat berganti nama ke PKS, dalam pemilu
2004 mampu meningkatkan jumlah suara sangat signifikan.19 PKS
mampu meraih 8.925.020 suara atau sekitar 7,34% dari total suara
dan berhasil mendudukkan 45 orang wakilnya di DPR. Sementara
tahun 2009, PKS memperoleh 8.204.946 suara atau sekitar 7,89%
setelah keputusan MK.20 Meski dari kuantitas suara menurun, tapi
PKS mampu menambah wakilnya di DPR sebanyak 57 orang.21
Dalam perkembangannya, tahun 2010 PKS mengadakan
Musyawarah Nasional yang kedua di Hotel Rizl Carlton. PKS
kembali menyatakan untuk menjadi partai terbuka dan plural. Tim
Litbang Harian Kompas memberitakan bahwa gaung keterbukaan
yang menggema keras dalam Musyawarah Nasional II ini juga
disambut antusiasme sebagian publik.22 Antusiasme tersebut
ditunjukkan dengan menyatakan bersedia menjadi anggota PKS
apabila partai ini berubah menjadi partai terbuka. Hal ini terekam
dalam jajak pendapat yang diselenggarakan Litbang Kompas pada
16-18 Juni 2010. Dari 702 responden jajak pendapat, proporsi
responden yang menyatakan bersedia menjadi anggota dengan
yang tidak bersedia cukup berimbang, masing-masing 43,2 persen
menyatakan bersedia, sementara 43,0 persen lainnya menolak
menjadi anggota jika partai ini berubah menjadi partai terbuka.
Meski demikian, respons publik yang berimbang ini akan
19
Tahun 2004 inilah yang dikategorikan sebagai kemenangan poli-
tik Islam versi PKS. Sebab, hanya berselang 5 tahun PKS telah mendapat
kepercayaan yang cukup dari publik sehingga kadernya di DPR melonjak.
20
Komisi Pemilihan Umum, Pemilu 2009 dalam Angka, (Jakarta:
KPU, Januari 2010), hlm. 30.
21
Ibid., hlm. 38.
22
Kompas, Jajak Pendapat Menimbang Dukungan untuk Keterbukaan
PKS, dalam http://nasional.kompas.com/read/2010/06/21/02574558/Men-
imbang.Dukungan.untuk.Keterbukaan.PKS. diakses 22 Desember 2010.

77
3 — Partai Keadilan Sejahtera: Sejarah dan Garis Perjuangan

tampak sebagai dukungan positif menjadi anggota apabila dikaitkan


dengan pilihan partai politik responden pada Pemilu 2009. Jajak
pendapat ini mengungkapkan bahwa pemilih partai-partai lain
’mungkin’ akan bergabung dengan PKS apabila keterbukaan jadi
diterapkan. Di antara responden yang sebelumnya memilih Partai
Demokrat, terdapat proporsi 43,4 persen yang menyatakan bersedia
menjadi anggota PKS apabila partai ini menjadi partai terbuka.
Kesediaan responden itu juga berlaku untuk konstituen dua partai
besar lain, yakni Golkar (34,2 persen) dan PDI Perjuangan (42,9
persen). Akan tetapi, perubahan itu belum tentu menguntungkan
apabila dilihat dari internal basis massa tradisional PKS. Perubahan
tersebut disikapi dengan penolakan sebagian dari konstituen PKS
sendiri.23
Jajak pendapat ini mencatat bahwa di antara responden
yang memilih PKS pada Pemilu 2009, terdapat 34 persen yang
menyatakan akan hengkang dari PKS jika partai ini mengubah diri
sebagai partai terbuka. Hal ini mudah dipahami, mengingat sejak
awal pendiriannya, partai ini kental meniupkan roh ke-Islaman
kepada para kader dan anggotanya. Namun, dukungan dari 59,7
persen konstituen PKS untuk membuka diri cukup menjadi
penanda bahwa langkah tersebut kini tetap bisa dilaksanakan
meski perkembangan partai ke depanlah yang pada akhirnya akan
menentukan kesetiaan.24
Dukungan publik atas peralihan PKS menjadi partai terbuka
tercermin pula dalam pola penilaian masyarakat atas penyelenggaraan
organisasi partai. Berkaitan dengan perekrutan anggota, separuh
responden (49,3 persen) menyatakan, PKS merekrut anggota
secara terbuka. Bahkan, lebih dari separuh responden (62,0 persen)
menilai, PKS saat ini pun sudah merupakan partai yang terbuka
untuk semua agama. Pola penyikapan ini tak dimungkiri berkaitan
dengan kenyataan bahwa PKS juga mempunyai pendukung dari
kalangan non-Muslim, seperti di Papua dan Nusa Tenggara Timur.
Ibid.,
23

Ibid.,
24

78
Amir Hamdani Nasution

Lebih dari itu, PKS kini memiliki 20 anggota legislatif


non-Muslim yang sebagian besar merupakan anggota DPRD di
Papua. Masih berkaitan dengan pengorganisasian partai, publik
menilai, PKS merupakan partai yang terorganisasi dan solid.
Penilaian ini dikemukakan oleh sebagian besar responden (80,2
persen). Soliditas para pengikut PKS dibuktikan oleh hasil survei
Litbang Kompas menjelang Pemilu 2009 yang menyatakan bahwa
terdapat hampir 77 persen konstituen PKS pada Pemilu 2004 yang
waktu itu akan memilih kembali PKS pada Pemilu 2009. Selain
soal penyelenggaraan organisasi partai, penilaian cukup positif
juga diberikan publik terutama yang berkaitan dengan identitas
PKS sebagai partai berbasis massa Islam. Dalam jajak pendapat ini
terungkap bahwa separuh lebih responden (66,8 persen) tidak setuju
apabila PKS disebut sebagai partai garis keras. Meski dinilai bukan
sebagai partai garis keras, PKS dilihat oleh separuh lebih responden
(57,8 persen) tetap memiliki identitas Islam yang kental.25

Garis Perjuangan PKS


Sebagai partai nasional yang berjuang untuk masuk ke
dalam jajaran 3 partai besar (Partai Demokrat, Golkar, dan PDI
Perjuangan), PKS mempunyai visi “Terwujudnya masyarakat madani
yang adil, sejahtera dan bermartabat”. Menelisik lebih jauh tentang
penjabaran visi, masyarakat madani yang dimaksud PKS adalah
masyarakat yang berperadaban tinggi dan maju yang berbasiskan
pada nilai-nilai, norma, hukum, moral yang ditopang keimanan;
menghormati pluralitas; bersikap terbuka dan demokratis; dan
bergotong-royong menjaga kedaulatan negara. Pengertian dari
masyarakat madani itu perlu dipadukan dengan konteks masyarakat
Indonesia di masa kini yang memiliki Ukhuwwah Islamiyah (ikatan ke-
Islaman), Ukhuwwah Wathaniyah (ikatan kebangsaan), dan Ukhuwwah
Basyariyah (ikatan kemanusiaan) dalam bingkai Negara Kesatuan

25
Ibid.,

79
3 — Partai Keadilan Sejahtera: Sejarah dan Garis Perjuangan

Republik Indonesia.26
Adil yang dimaksud PKS adalah kondisi kondisi dimana
entitas dan kualitas kehidupan baik pembangunan politik, ekonomi,
hukum dan sosial-kemasyarakatan ditempatkan secara proporsional
dalam ukuran yang pas dan seimbang (tidak melewati batas). Yakni
sikap moderat untuk sebuah keseimbangan yang terhindar dari
jebakan dua kutub ekstrim: mengurangi (tafrith) atau melebihi
(ifrath).27 Keadilan sebagai sikap dan tindakan proporsional, yaitu
meletakkan sesuatu pada tempatnya tanpa melampaui batas, tetap
menjadi cita-cita dan tuntutan universal umat manusia.
Keadilan adalah nilai yang selalu didambakan dan sekaligus
diperjuangkan kehadirannya. Keadilan harus diejawantahkan dalam
semua keadaan, baik dalam perbuatan, ataupun dalam perkataan
(lihat QS. al-An’am ayat 152).28 Sebab keadilan mutlak dibutuhkan
oleh seluruh umat manusia dalam menjalani kehidupan. Semangat
penegakan keadilan dan menumbangkan kezaliman dalam setiap
dimensi kehidupan harus dilakoni oleh setiap aktivitas individual
dan atau kolektif, harus menjadi perhatian utama dalam setiap aksi,
serta harus menjadi pola perjuangan otentik manusia sepanjang
sejarah.29
Sejahtera dalam pemahaman PKS adalah mengarahkan
pembangunan pada pemenuhan lahir dan batin manusia.
Tujuannya adalah supaya manusia memfungsikan dirinya sebagai
hamba dan khalifah AllahI, yakni keseimbangan antara kebutuhan
dan sumber pemenuhannya. Kesejahteraan dalam arti sejatinya
adalah keseimbangan (tawazun) hidup yang merupakan buah dari
kemampuan seseorang memenuhi tuntutan-tuntutan dasar seluruh

26
Majelis Pertimbangan Pusat (MPP) PKS, Memperjuangkan Ma-
syarakat Madani Platform Kebijakan Pembangunan PKS, (Jakarta:MPP
PKS, 2009), hlm. 1.
27
Ibid.,
28
Ibid. hlm. 414.
29
Ibid., hlm. 426.

80
Amir Hamdani Nasution

dimensi dirinya (ruh, akal, dan jasmani).30


Bermartabat dalam pandangan PKS adalah secara individual
dan sosial menuntut bangsa Indonesia untuk menempatkan
diri sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Bangsa yang
bermartabat adalah bangsa yang mampu menampilkan dirinya, baik
dalam aspek sosial, politik, maupun budaya secara elegan. Sehingga
memunculkan penghormatan dan kekaguman bangsa lain. Martabat
muncul dari akhlak dan budi pekerti yang baik, mentalitas, etos kerja.
Pada akhirnya bermuara menuju integritas kepribadian, kemudian
muncul dalam wujud produktivitas dan kreativitas.31
Visi di atas didukung oleh sejumlah misi. Adapun
misi yang diemban Partai Keadilan Sejahtera adalah: 32 Pertama,
mempelopori reformasi sistem politik, pemerintahan dan birokrasi,
dan militer untuk berkomitmen terhadap penguatan demokrasi.
Mendorong penyelenggaraan sistem ketatanegaraan yang sesuai
dengan fungsi dan wewenang setiap lembaga agar terjadi proses
saling mengawasi. Menumbuhkan kepemimpinan yang kuat, yang
mempunyai kemampuan membangun solidaritas masyarakat untuk
berpartisipasi dalam seluruh dinamika kehidupan berbangsa dan
bernegara, yang memiliki keunggulan moral, kepribadian, dan
intelektualitas.
Melanjutkan reformasi birokrasi dan lembaga peradilan
dengan memperbaiki sistem rekrutmen dan pemberian sanksi-
penghargaan, serta penataan jumlah pegawai negeri dan
memfokuskannya pada posisi fungsional, untuk membangun
birokrasi yang bersih, kredibel, dan efisien. Penegakan hukum
yang diawali dengan membersihkan aparat penegaknya dari
prilaku bermasalah dan koruptif. Mewujudkan kemandirian dan
pemberdayaan industri pertahanan nasional.
Mengembangkan otonomi daerah yang terkendali serta
30
Ibid., hlm. 1.
31
Ibid.,
32
Ibid.. hlm. 2-3.

81
3 — Partai Keadilan Sejahtera: Sejarah dan Garis Perjuangan

berorientasi pada semangat keadilan dan proporsionalitas melalui


musyawarah dalam lembaga-lembaga kenegaraan di tingkat
pusat, provinsi dan daerah. Menegaskan kembali sikap bebas dan
aktif dalam mengupayakan stabilitas kawasan dan perdamaian
di dunia berdasarkan prinsip kesetaraan, saling menghormati,
saling menguntungkan, dan penghormatan terhadap martabat
kemanusiaan. Menggalang solidaritas dunia demi mendukung
bangsa-bangsa yang tertindas dalam merebut kemerdekaannya.
Kedua, mengentaskan kemiskinan, mengurangi
pengangguran, dan meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat
melalui strategi pemerataan pendapatan, pertumbuhan, bernilai
tambah tinggi, dan pembangunan berkelanjutan, yang dilaksanakan
melalui langkah-langkah utama berupa pelipatgandaan produktifitas
sektor pertanian, kehutanan, dan kelautan; peningkatan daya
saing industri nasional dengan pendalaman struktur dan upgrading
kemampuan teknologi; dan pembangunan sektor-sektor yang
menjadi sumber pertumbuhan berbasis resources & knowledge.
Semua itu dilaksanakan di atas (filosofi) ekonomi egaliter
yang akan menjamin kesetaraan atau valuasi yang sederajat antara
pemilik modal dan pelaku usaha, dan menjamin pembatasan
tindakan spekulasi, monopoli, dan segala bentuk kriminalitas
ekonomi yang dilakukan oleh penguasa modal dan sumber-sumber
ekonomi lain untuk menjamin terciptanya kesetaraan bagi seluruh
pelaku usaha.
Ketiga, menuju pendidikan berkeadilan dengan memberikan
kesempatan yang seluas-luasnya bagi seluruh rakyat Indonesia.
Membangun sistem pendidikan nasional yang terpadu, komprehensif
dan bermutu untuk menumbuhkan SDM yang berdaya saing tinggi
serta guru yang profesional dan sejahtera. Menuju sehat paripurna
untuk semua, dengan visi sehat badan, mental-spritual, dan sosial
sehingga dapat beribadah kepada Allah SWT untuk membangun
bangsa dan negara; dengan mengoptimalkan anggaran kesehatan
dan seluruh potensi untuk mendukung pelayanan kesehatan
berkualitas.

82
Amir Hamdani Nasution

Mengembangkan seni dan budaya yang bersifat etis dan


religius sebagai faktor penentu dalam membentuk karakter bangsa
yang tangguh, berdisiplin kuat, beretos kerja kokoh, serta berdaya
inovasi dan berkreativitas tinggi. Terciptanya masyarakat sejahtera
melalui pemberdayaan masyarakat yang dapat mewadahi dan
membantu proses pembangunan yang kontiniu.

Makna Lambang dan Struktur Organisasi


Menurut PKS, partai adalah organisasi yang terbuka
bagi setiap orang yang memiliki landasan pemikiran dan tujuan
politiknya, serta bersepakat dengan anggaran dasar dan anggaran
rumah tangganya.33 Dalam tradisi PKS, juga dikenal partai itu
adalah jamaah.34 Artinya siapa pun yang ikut dalam lingkungan
jamaah tarbiyah dalam konteks PKS, secara tidak langsung telah ikut
berpartai. PKS mendefinisikan keadilan adalah sikap dan tindakan
proporsional, yaitu meletakkan sesuatu pada tempatnya tanpa
melampaui batas, tetap menjadi cita-cita dan tuntutan universal
umat manusia. Keadilan adalah nilai yang selalu didambakan dan
sekaligus diperjuangkan kehadirannya.35
Keadilan adalah sunnah kauliyah yang menjadi ciri alamiah
sesuatu. Di atas prinsip inilah AllahI menciptakan langit dan bumi.
Keadilan membuka jalan bagi nilai-nilai kebenaran, kebaikan,
ketakwaan, keindahan, dan kebahagiaan. Keadilan bukan hanya
menyediakan ruang bagi setiap orang untuk mendapatkan hak-hak
asasinya sebagai manusia, tetapi mewadahi semua potensi inovasi dan
kreativitasnya. Keadilan menebarkan rasa aman dan membebaskan
manusia dari semua bentuk intimidasi dan rasa takut.36 Sementara,
sejahtera menurut PKS adalah mengarahkan pembangunan pada
pemenuhan lahir dan batin manusia, agar manusia memfungsikan
33
DPW PK Sumbar, Op.cit., hlm. 6-7.
34
Ibid., hlm. 15.
35
MPP PKS, Loc.cit.
36
Ibid., hlm. 426.

83
3 — Partai Keadilan Sejahtera: Sejarah dan Garis Perjuangan

dirinya sebagai hamba dan khalifah AllahI, yakni keseimbangan


antara kebutuhan dan sumber pemenuhannya. Kesejahteraan dalam
arti sejatinya adalah keseimbangan (tawazun) hidup yang merupakan
buah dari kemampuan seseorang memenuhi tuntutan-tuntutan
dasar seluruh dimensi dirinya (ruh, akal dan jasmani).37
Adapun makna lambang partai ini adalah 1) kotak
persegi empat melambangkan kesetaraan, keteraturan, keserasian,
persatuan dan kesatuan arah; 2) bulan sabit melambangkan
kemenangan Islam, dimensi waktu, keindahan, pencerahan, dan
kesinambungan sejarah; 3) untaian 17 butir padi pada tangkai tegak
lurus melambangkan adil, ukhuwah, istiqomah, berani, tegas dalam
mewujudkan kesejahteraan, dan kedisiplinan dalam menjalankan
tugas. Sedangkan makna warna dalam lambang adalah 1) Putih
melambangkan suci, mulia dan bersih; 2) hitam melambangkan
aspiratif, akomodatif dan bersih; 3) kuning emas melambangkan
kecermelangan, kebahagiaan, dan kejayaan.38
Beralih ke struktur organisasi, PKS memiliki rantai komando
dari pusat hingga daerah tingkat terendah seperti kelurahan/
desa. dalam menunjang efektifitas serta kelangsungan organisasi,
setiap organisasi manapun membutuhkan struktur organisasi yang
menentukan tugas dan wewenang masing-masing dalam mencapai
tujuan organisasi tersebut. Struktur organisasi partai dakwah ini
terdiri atas:39
• Struktur organisasi partai di tingkat pusat adalah:
-- Majelis Syura
-- Dewan Pimpinan Tingkat Pusat
-- Majelis Pertimbangan Pusat
-- Dewan Pengurus Pusat

37
Ibid., hlm. 1.
38
Ibid.,
39
Ibid., hlm. 591.

84
Amir Hamdani Nasution

a. Dewan Syariah Pusat.


• Struktur organisasi partai di tingkat provinsi:
-- Majelis Pertimbangan Wilayah
-- Dewan Pengurus Wilayah
-- Dewan Syariah Wilayah
• Struktur organisasi partai di tingkat kabupaten/kota
-- Majelis Pertimbangan Daerah
-- Dewan Pengurus Daerah
-- Dewan Syariah Daerah
• Struktur organisasi partai di tingkat kecamatan adalah Dewan
Pengurus Cabang.
• Struktur organisasi partai di tingkat kelurahan/desa/dengan
sebutan lainnya adalah Dewan Pengurus Ranting.
• Selain struktur organisasi di atas, partai membentuk Unit
Pembinaan dan Pengkaderan Anggota.
• Ketentuan berkenaan dengan hal-hal sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), (3), (4), (5), dan (6) diatur dalam Panduan
Dewan Pengurus Pusat.
Setiap pengurus yang menjabat dari pusat hingga daerah,
mempunyai tugas dan tanggung jawab yang berbeda. Mengenai
tugas dan wewenang dapat dijelaskan sebagai berikut:40
• Majelis Syura adalah lembaga tertinggi partai yang berfungsi
sebagai lembaga ahlul halli wal aqdi yang dipimpin oleh seorang
ketua. Majelis syura mempunyai tugas dan wewenang antara
lain: memilih dan menetapkan ketua majelis syura segera
setelah pelantikan anggota majelis syura terpilih oleh anggota
inti partai, mengubah dan menetapkan Anggaran Dasar/
Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) partai, menetapkan

Ibid., hlm. 592-598.


40

85
3 — Partai Keadilan Sejahtera: Sejarah dan Garis Perjuangan

platform serta visi misi partai, mengevaluasi kinerja dewan


pimpinan pusat.
• Dewan Pimpinan Tingkat Pusat bertugas sebagai badan
pekerja majelis syura yang diketuai oleh ketua majelis syura.
Dewan pimpinan tingkat pusat mempunyai tugas dan
wewenang antara lain: melaksanakan putusan majelis syura,
mengarahkan musyawarah majelis syura, mengesahkan
rancangan struktur dan kepengurusan partai di tingkat pusat,
membuat kebijakan partai berkenaan dengan pencalonan
anggota DPR RI juga pasangan calon gubernur/wakil
gubernur dan pemilihan umum lainnya.
• Majelis Pertimbangan PKS ada di tingkat pusat, wilayah dan
daerah. Pada tingkat pusat sejajar dengan dewan pengurus
pusat dan dewan syariah pusat, sedangkan pada tingkat
wilayah sejajar dengan dewan pengurus wilayah dan dewan
syariah wilayah, dan pada tingkat kabupaten/kota sejajar
dengan dengan dewan pimpinan daerah dan dewan syariah
daerah. Adapun tugas dan wewenang majelis pertimbangan
pusat antara lain; memberi pertimbangan, rekomendasi,
konsultasi, dan supervisi kepada dewan pengurus pusat dan/
atau dewan syariah pusat terhadap perumusan peraturan,
pelaksanaan kebijakan, dan program partai untuk menjamin
tetap sesuai dengan tujuan partai dan putusan majelis syura.
• Dewan Pengurus ada di tingkat pusat, provinsi, kabupaten/
kota, kecamatan dan desa/kelurahan. Adapun tugas dan
wewenang dewan pengurus pusat adalah menetapkan
dan mensosialisasikan panduan dewan pengurus pusat,
melaksanakan manhaj tarbiyah (sistem pembinaan dan
pengkaderan) partai dan mengontrol pelaksanaannya,
presiden partai melakukan pembekuan struktur organisasi
dan/atau kepengurusan partai di tingkat kabupaten/kota
tertentu bila mana terjadi pelanggaran terhadap peraturan
dan kebijakan partai atas persetujuan dewan pimpinan
tingkat pusat.

86
Amir Hamdani Nasution

• Dewan Syariah ada di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/


kota. Adapun tugas dan wewenang dewan syariah pusat
adalah menetapkan dan mensosialisasikan fatwa dan
panduan dewan syariah pusat, menetapkan putusan atas
masalah-masalah syar’i yang dilimpahkan majelis syura,
menetapkan putusan atas masalah-masalah syar’i (qhada) di
lingkungan partai yang berasal dari dewan syariah wilayah,
menetapkan landasan syar’i bagi partai dan menyampaikan
laporan kerja dan kinerja setiap enam bulan kepada dewan
pimpinan tingkat pusat.
Satu hal yang menjadi komitmen dalam estafet
kepemimpinan PKS adalah presiden partai (ketua umum) tidak
boleh merangkap jabatan -Hal yang masih jarang dilakukan partai
nasional di Indonesia. Hal ini dibuktikan pada pemerintahan KH
Abdurrahman Wahid tahun 1999–semasa PK. PKS mendapat
tawaran kursi Kementerian Kehutanan dan Perkebunan dan
menunjuk Nurmahmudi Isma’il (saat itu presiden partai) sebagai
calon menteri. Nurmahmudi kemudian mengundurkan diri sebagai
presiden partai dan digantikan oleh Hidayat Nur Wahid yang
terpilih pada 21 Mei 2000. Pada pemilu 2004, kembali terulang
pada Hidayat Nur Wahid (presiden PKS yang sedang menjabat)
yang terpilih sebagai ketua MPR masa bakti 2004-2009, akhirnya
mengundurkan diri dari jabatannya sebagai presiden PKS.
Sidang Majelis Syuro I PKS pada 26 - 29 Mei 2005 di Jakarta,
menetapkan Tifatul Sembiring sebagao presiden PKS periode 2005-
2010. Pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, Tifatul
Sembiring dipercaya sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika.
Maka estafet kepemimpinan pun berpindah ke Luthfi Hasan Ishaq
sebagai PJS presiden PKS. Maka pada Sidang Majelis Syuro PKS
II pada 16 - 20 Juni 2010 di Jakarta hingga proses penulisan ini
dilaksanakan, Luthfi Hasan Ishaq terpilih menjadi Presiden PK
Sejahtera periode 2010-2015.41
41
DPP PKS, Sejarah PKS, dalam http://www.pk-sejahtera.org/ten-
tangpks.php, diakses 09 Feb 2011.

87
3 — Partai Keadilan Sejahtera: Sejarah dan Garis Perjuangan

88
4
GOOD GOVERNANCE
VERSI PKS

Linieritas Praktik Politik PKS dengan Good


Governance
Dapat dikatakan bahwa good governance (GG) merupakan cita-
cita terbesar bagi pemerintah Indonesia. Hal tersebut disebabkan
oleh keinginan pemerintah untuk memberikan pelayanan yang
terbaik, prima, efektif, dan efisien bagi seluruh rakyat Indonesia.
Hanya saja, setiap pihak memiliki cara atau pandangan tersendiri
untuk mewujudkan pemerintahan yang baik. Dalam pandangan
Partai Keadilan Sejahtera, tata pemerintahan yang baik harus
bersumber pada hukum Islam, yakni al-Qur’an, Hadist, dan Ijtidah
para ulama. Sikap dan cara berpikir tersebut menyebabkan PKS
memiliki ciri khas tersendiri dalam percaturan politik Indonesia.
Hanya saja, untuk menjelaskan pembahasan pokok
tersebut tidak dapat dilepaskan dari kajian tentang negara. Karena
itu, penting juga untuk membahasa apa itu negara dari perspektif
4 — Good Governance Versi PKS

PKS. Terkait hal tersebut, isu yang terus berhembus dan hangat
untuk diperbincangkan hingga detik ini adalah apakah agama dan
negara dapat disatukan atau sebaliknya. Hidayat Nur Wahid, sebagai
presiden PKS tahun 2000, sejak awal menegaskan bahwa paradigma
yang menyatakan perlunya agama dijauhkan dari politik harus
dirubah. Paham sekuler tidak dapat diterima karena bertentangan
dengan aturan dasar Islam dan falsafah negara Indonesia.
Masyarakat Islam sebagai mayoritas di Indonesia memiliki
hak dan pandangan untuk mempersatukan dua unsur tersebut.
Fakntanya, banyak terdapat interaksi sosial yang mengharuskan
umat Islam bersentuhan langsung dengan negara. Dari sisi
falsafah, pembukaan UUD 1945 dan Pancasila telah dimaktubkan
nama Tuhan Yang Maha Esa. Artinya sejak republik ini berdiri,
para founding father telah menaungi negara Indonesia dengan
pandangan-pandangan agama.
Alasan bahwa politik itu kotor, sehingga apabila agama
ditarik ke ranah politik akan mengotori atau merusak marwahnya,
tidak dapat diterima. Pola pikir yang jelas terlihat dan hampir
diterima pada masa rezim Orde Lama dan Orde Baru. Sebenarnya
politik berada pada posisi objek atau bersifat netral, kemudian
atas kehendak subyek (dapat berupa manusia atau sistem kerja)
menjadikan politik ke arah positif atau negatif. Sehingga PKS
bersikap bahwa tidak ada dikotomi antara agama dengan negara,
serta politik itu tidak absolut kotor.
Di titik lain, pemikiran penyatuan kembali agama dan negara
dalam konteks Indonesia kontemporer dan kenyataan diyakini
PKS merupakan jalan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. PKS tidak menginginkan Indonesia yang
berpenduduk mayoritas Muslim dijadikan sebagai negara sekuler.
Karena itu, energi positif umat Islam harus disalurkan melalui
politik untuk mencapai kemajuan Islam khususnya di Indonesia.
Misi tersebut terlihat jelas dari cara PKS menyikapi slogan ”Islam
Yes, Partai Islam No” yang pernah digaungkan kaum sekuler Nur
Cholis Madjid dan kawan-kawannya. Anis Matta berkata:

90
Amir Hamdani Nasution

”Gerakan-gerakan pemikiran Islam yang dibangun sebagai


kekuatan pro sekuler di dalam basis-basis pertahanan budaya
Islam, baik yang dahulu bernama gerakan pembaharuan
maupun yang reinkarnasinya kini bernama Islam Liberal
atau Islam Kiri, tidak pernah sanggup membawa konsep-
konsep pemikiran yang original, komprehensif, berlandaskan
metodologi yang kokoh, dan output empiris yang sukses.”

Kesuksesan serta kemajuan Islam bukan pada gerakan Islam


kultural yang dibangun kaum sekuler disebabkan ketidaksiapan
mereka untuk masuk dalam ranah politik, melainkan pada Islam
struktural yang memilih politik sebagai jalan kemajuan Islam.
Dengan kata lain, jalan Islam kultural hanya sebatas penonton
sekaligus perangsang kemajuan Islam, sementara Islam struktural
lebih besar potensinya untuk menjadi penentu kebijakan dalam
kemajuan Islam.
Meski dalam konteks yang lebih luas, Anis Matta juga
mengemukakan bahwa perlu pendefinisian ulang tentang teori
negara. Hal ini disebabkan kemunculan beberapa aliansi kawasan
seperti kawasan Amerika Utara, Tengah dan Selatan yang menyatu
dalam NAFTA; negara-negara Pasifik menyatu dalam APEC,
sementara negara-negara Eropa menyatu dalam Uni Eropa.
Masalahnya bukan ternyata pada bentuk, tapi pada konsep kekuasaan.
Subtansi jalan keluarnya, menurut Hidayat Nur Wahid, negara
harus kembali dipersepsikan sebagai rumah masyarakat. Negara
bukan sekadar entitas politik, ia adalah entitas peradaban. Dengan
tetap mengacu pada prinsip kesatuan dan persatuan bangsa, dan
negara yang mensejahterakan sesama, bukan ekspolitatif dan
diskriminatif yang akan melahirkan budaya kezaliman dalam pola
hubungan antara pusat dan daerah.
PKS berupaya merealisasikan Islam sebagai pengatur
segala dimensi kehidupan, terutama pada tataran penyelenggaraan
pemerintahan. Realisasi tersebut sudah terlihat pada saat PKS
membina para kader dengan tidak memisahkan eksistensi jamaah

91
4 — Good Governance Versi PKS

dakwah dengan partai politik. PKS menghindari dualisme aktualisasi


yang bisa berujung pada kontradiksi, dengan memakai kaidah ”al
jama’ah huwa al hizb, wa al hizb huwa al jama’ah (jama’ah adalah partai,
dan partai adalah jama’ah)”.
Selanjutnya, dalam keadaan yang serba transisional,
menurut PKS, serta institusi sosial-politik yang belum mapan,
mentalitas aktor politik-ekonomi yang masih belum stabil,
penegakan hukum yang masih bersifat tebang pilih, serta birokrasi
yang lamban dan sarat KKN, maka perlu dilakukan pembenahan
ketatanegaraan. Bila tidak menempuh jalan yang tepat, bukan
tidak mungkin Indonesia menjadi negara gagal (the failed state).
Penilaian yang tidak jauh berbeda juga dikemukakan Mochtar
Prabottinggi, era transisi Indonesia ini telah terjebak dalam transisi
politik dimana perkembangan politik yang memang tak terelakkan
dikooptasi oleh para penguasa rezim otoriter lantaran lemahnya
barisan reformasi. Mochtar mengungkapkan:

”Jenis transisi politik yang terpuruk ini pulalah yang


kemudian mengiringi nasion-nasion kita, yang sebelumnya
memang sudah sarat irasionalitas politik akibat parahnya
warisan dan rangkaian distorsi politik dan/atau
penyalahgunaan di bawah Orde Baru, ke dalam kubangan
patologi politik-suatu hubungan liabilitas politik yang
saya kira belum punya preseden sepanjang sejarah dunia
modern. Dalam keadaan ini, hukum-hukum politik dalam
evolusi normal demokrasi bukan hanya tidak berlaku,
melainkan juga menjadi kacau dan jungkir balik.”

Ada empat masalah besar dalam tata kelola


pemerintahan Indonesia yang diyakini PKS, meliputi: sistem
politik, penegakan hukum, birokrasi dan otonomi daerah.
Dalam sistem politik, pada dasarnya Indonesia menganut doktrin
sistem trias politica, meskipun secara tidak langsung disebutkan

92
Amir Hamdani Nasution

dalam UUD. Tertera dalam UUD 1945 hasil amandemen,


Indonesia sebagai negara hukum menjalankan sistem pemerintahan
presidensial, dimana presiden memegang kekuasaan pemerintahan
menurut undang-undang. Di titik sistem politik inilah, menurut
penulis, hal yang tidak disinggung sekaligus pembeda dari konsep
awal persoalan mengelola tata pemerintahan yang baik versi PKS
dan lembaga-lembaga internasional dan pemikir lainnya seperti
yang telah disebutkan dalam bab II.
Di sisi lain, dalam realitas sekarang banyaknya partai politik
(multi partai) pasca reformasi membuat tarik ulur kekuasaan antara
partai politik dengan pemerintahan tidak jarang berujung negoisasi.
Posisi partai terutama partai besar sangat menentukan jalannya
pemerintahan, apalagi partai status quo. Peranan ketua umum atau
ketua dewan pembina partai sangat menentukan sikap partai atau
anggota DPR dari partai tersebut. Dalam artian partai politik
seakan menjadi ujung tombak penentu jalan atau tidaknya sebuah
pemerintahan. Pengalaman Indonesia dalam kasus Bank Century
cukup memandekkan proses pemerintahan yang sedang berjalan.
DPR dengan hak konstitusionalnya tak jarang bersiteru dengan
eksekutif. Meminjam bahasa Ignas Kleden, ”bila DPR lemah
dia menjadi alat pembenar kebijakan pemerintah, sebaliknya bila
DPR kuat, dia lebih tergoda menjadi pembela partainya sendiri”.
Kontradiksi sistem politik tersebut disadari PKS, presiden
yang memiliki legitimasi yang kuat, karena dipilih langsung
oleh rakyat dan semakin sulit untuk di jatuhkan, namun tanpa
dukungan dari parlemen berupa dukungan program, anggaran,
legitimasi (termasuk ratifikasi perjanjian internasional), serta
penetapan personil (duta besar, panglima TNI, dll.), maka
kesuksesan presiden untuk mengelola negara akan lemah.

Mengikuti cara berfikir Francis Fukuyama, sebagaimana


dikutip PKS bahwa ada dua dimensi penting dalam pengelolaan
negara, yakni: pertama berkaitan dengan dimensi fungsi dan kedua
berkaitan dengan dimensi kekuatan menjalankan fungsi. Dimensi

93
4 — Good Governance Versi PKS

fungsi mencakup ruang lingkup pengelolaan negara, apakah


minimal, pertengahan atau aktif. Dimensi kekuatan negara berkaitan
dengan kemampuan menjalankan dan menegakkan fungsi-fungsi
yang diembannya. Hubungan antara dimensi fungsi dan kekuatan
negara dapat diperlihatkan dalam gambar berikut:
Gambar 4.1. Hubungan antara dimensi fungsi
dan kekuatan negara.
Kekuatan
Negara

kuat

Kuadran Kuadran
I II

Lingkup Fungsi
Negara

minimal aktif

Kuadran Kuadran
III IV
lemah

Gambar 4.1 menunjukkan transposisi negara dari kuadran


IV (posisi dimana fungsi negara aktif namun dengan kekuatan
lemah) bergerak menuju kuadran I (posisi dengan fungsi negara
dengan kekuatan tinggi). Secara ideal, negara bergerak dari fungsi
aktif menjadi fungsi minimal bersama tumbuhnya kekuatan negara.
PKS berkeyakinan bahwa pemerintah harus efisien dan efektif
dalam mengelola negara. Artinya pemerintah mengambil posisi
pada pengelolaan minimal negara dan membuka fungsi lainnya
bagi partisipasi masyarakat. Pemerintah hanya fokus pada aspek
pertahanan, keamanan, penegakan hukum, proteksi kepemilikan
pribadi, program-program antikemiskinan dan penanggulangan
bencana yang jelas merupakan fungsi yang menjadi kewajiban

94 97
Amir Hamdani Nasution

negara dalam menegakkannya. Dengan fungsi yang terkendali,


maka pemerintah akan bekerja keras lebih fokus dan tidak terkuras
energinya untuk mengurusi seremoni, sementara pembinaan negara
akan bertambah kuat.1
Sementara itu, fungsi pertengahan negara dalam kaitannya
dengan eksternalitas seperti pendidikan dasar dan proteksi
lingkungan serta kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan
pengaturan monopoli juga masih menuntut peran pemerintah.
Peran pemerintah semakin lama semakin berkurang dengan
tingginya partisipasi masyarakat. Penulis menarik sebuah kesimpulan
bahwa PKS memilih model pemerintahan yang baik itu adalah
pemerintahan efektif dan efisien, dimana negara mengambil peran
minimalnya, dan peran besar lainnya diserahkan pada masyarakat.
Berkaitan dengan indikator atau karakteristik good governance,
penulis menemukan bahwa PKS sama sekali tidak mempunyai
konsep yang berbeda dengan karakteristik yang telah ditetapkan
BAPPENAS seperti yang disebutkan dalam bab II. Dalam hal
ini, PKS mengakui dan menyadari hal tersebut sebagai bentuk
sikap akomodatif atas kenyataan political will, namun pendekatan
awal yang berbeda menjadi posisi tawar PKS dalam menjalankan
operasional dalam regulasi pemerintahan untuk mewujudkan tata
pemerintahan yang baik. Hal ini dapat ditelusuri ketika PKS sebagai
partai yang komit terhadap Islam merinci pendekatan sistem politik
Islam sebagai dasar pijakan politik PKS dalam kehidupan bernegara
Indonesia yang majemuk. PKS menyebutkan
”Setidak-tidaknya ada tujuh pilar politik Islam yang
telah menjadi karakteristik unik sebagai refleksi dari
akar ideologinya. Pertama, lebih mengedepankan dan
mengutamakan pelayanan daripada pendekatan kekuasaan.
Kedua, tanggung jawab bersama-tidak semata-mata pihak
pemerintah-dalam mengelola negara. Ketiga, kebebasan yang
bertanggung jawab. Keempat, keadilan dan kesederajatan
tanpa diskriminasi. Kelima, keadilan yang merata. Keenam,
Ibid., hlm. 87.
1

95
4 — Good Governance Versi PKS

kemerdekaan yang terbimbing. Ketujuh, hukum dan undang-


undang yang menjadi panglima.”2
Konsep PKS tentang lebih mengedepankan konsep pelayanan
daripada pendekatan kekuasaan adalah untuk menjawab kegamangan
serta kecenderungan sikap skeptis kaum sekuler dan Barat terhadap
political action aktivis Islam yang cenderung berparadigma hanya
untuk merebut kekuasaan lalu ujung-ujungnya mendirikan Negara
Islam. Pendekatan pelayanan daripada pendekatan kekuasaan juga
terkandung esensi kekuasaan sebagai amanah, bukan kekuasaan
untuk berkuasa. Tidak jauh berbeda dengan apa yang dipaparkan
PKS sendiri dalam mendefenisikan politik ”aktivitas yang mendekatkan
manusia kepada kemaslahatan dan menjauhkan dari kerusakan serta
mengantarkan kepada keadilan”.
Disisi lain, mengedepankan pelayanan juga berarti bentuk
perlawanan secara shahih terhadap sistem status quo yang telah
lama mendramatisir kekuasaan sebagai lahan untuk memperoleh
jabatan, kepentingan bisnis, mencari kehormatan, serta kekayaan
baik secara untuk pribadi, keluarga maupun kroni-kroni penguasa.
Sedangkan, pada tataran makro untuk memberikan kerja yang riil
bagi kelangsungan dan kemajuan umat Islam sebagai penduduk
terbesar Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Terkait dengan konsep tanggung jawab bersama-tidak semata-
mata pihak pemerintah-dalam mengelola negara, PKS melihat bahwa
persoalan krisis multidimensi bangsa bukan hanya menjadi
tanggung jawab pemerintah. Partai politik, media, lembaga swadaya
masyarakat serta masyarakat sipil harus turut serta memperhatikan
kondisi negara serta selalu menjadi part of solution. Di titik yang
mendasar, bukan perdebatan yang dimobilisasi melainkan
solusi tepat yang harus dikedepankan. Krisis multidimensi yang
menyerang negara ini, menurut PKS terletak pada empat persoalan
dasar, yakni3
Ibid., hlm. 484.
2

Majelis Pertimbangan Pusat (MPP) PKS, Memperjuangkan


3

Masyarakat Madani Platform Kebijakan Pembangunan PKS, (Jakarta: MPP

96
Amir Hamdani Nasution

• Bersifat psikologis, yakni merajanya rasa cemas (anxiety) dan


putus asa (despair). Kecemasan bermula dari ketidakpuasan
terhadap situasi yang sedang berlangsung, dan kekhawatiran
menyongsong masa depan yang serba tak pasti. Krisis dan
tekanan yang silih berganti memburamkan pandangan,
dan mengubur harapan yang tersisa, sehingga yang tinggal
hanya perasaan bersalah (gulity feeling), tanpa kesanggupan
melakukan intropeksi atau otokritik secara kesatria.
• Bersifat psikososiologis, yaitu sifat hina dan malas. Perasaan
rendah diri, jika berhadapan dengan orang lain. Bahkan,
kebiasaan mengisolasi diri dari pergulatan sesama umat
manusia tumbuh akibat takut bersaing. Ada bangsa yang
merasa bodoh, miskin, dan terbelakang hanya keran faktor-
faktor fiskal-materialistik belaka. Selanjutnya, tak ada
keinginan untuk berubah menjadi lebih baik, mencapai taraf
yang sama di depan bangsa lain. Malas, untuk menuntut
pengetahuan dan pengalaman baru, menghadapi tantangan
dan melampaui ujian yang sudah sewajarnya dilakoni demi
mencapai prestasi yang lebih baik atau yang terbaik. Akhirnya
bangsa ini menghibur diri dengan keadaan yang stagnan.
• Bersifat sosioantropologis, yaitu berupa jiwa pengecut dan
kikir. Pada stadium ini, tak ada lagi semangat juang (fighting
spirit), semuanya hanya cerita masa lalu yang dibangga-
banggakan sebagai warisan nenek moyang. Setiap orang
merasa enggan untuk berkorban demi menyelamatkan
masyarakat secara keseluruhan, sebab pengorbanan yang
tulus (altruism) dipandang sebagai kesia-siaan dan tak akan
menghasilkan kompensasi konkrit. Dengan demikian,
musuh utama bukan berasal di luar diri, melainkan di dalam
diri sendiri, termasuk kekikiran dan ketamakan pribadi yang
menyebabkan kemiskinan dan ketimpangan sosial.
• Bersifat ekonomi-politis, yaitu jeratan utang dan dominasi
kekuatan asing. Individu atau bangsa yang selalu cemas, serta
PKS, 2009), hlm. 82-83.

97
4 — Good Governance Versi PKS

malas berfikir dan bekerja biasanya suka mencari jalan pintas.


Untuk memenuhi kebutuhan hidup yang terus mendesak,
sementara penghasilan terbatas, maka para pemalas
cenderung memperbesar utang. Padahal kekayaan terpendam
dan sumber daya yang menganggur masih berlimpah, namun
tidak di kelola dengan baik.
Sedangkan, konsep kebebasan yang bertanggung jawab, dalam
pandangan penulis, bahwa PKS begitu menghargai kebebasan
sebagai fitrah manusia dan diperkuat dengan kondisi era demokrasi,
meskipun masa kini Indonesia masih dalam era transisi demokrasi.
Hal ini terkait erat dengan kebebasan pers di era pasca demokrasi.
PKS melihat kebebasan pers harus disikapi secara arif. PKS menilai
gejala pornografi dan pornoaksi, informasi hedonistik, dan sajian
kekerasan di media massa cenderung mendapat ruang gerak yang
lebih besar.
Implementasinya dapat ditelisik dengan dukungan PKS
dalam mensahkan UU Pornografi-sebelumnya akrab dikenal
dengan UU Anti Pornografi- di tahun 2008. Sebaliknya, PKS
menilai dalam kebebasan berpendapat dan penyampaian opini di
media massa, kontrol pemerintah harus diminimalisir.4 Sementara
itu, terkait dengan term keadilan dan kesederajatan pada point
kelima dan keenam seperti yang disebutkan diatas, penulis memiliki
pendapat bahwa PKS terlihat konsisten dalam implementasi
keduanya terutama terkait penegakan hukum, namun disisi lain
PKS sepertinya terlihat gamang-untuk tidak mengatakan lebih
betah pada posisi aman- dalam penegakan hukum.5

Posisi kajian pada kemerdekaan yang terbimbing, PKS ingin


Indonesia benar-benar bebas dari segala bentuk penjajahan, baik
secara ekonomi atau budaya yang selalu menghadang di depan mata.

Ibid., hlm. 262.


4

Kenyataannya PKS lebih memilih “diam” dalam kasus yang


5

menjerat Gubernur Sumatera Utara Syamsul Arifin.

98
Amir Hamdani Nasution

Lebih, tepatnya PKS menghendaki kemerdekaan yang mandiri


sebagaimana juga cita-cita masyarakat Indonesia lainnya. Sedangkan,
term hukum dan undang-undang yang menjadi panglima, menurut
penulis, PKS menyadari sepenuhnya bahwa Indonesia adalah
negara hukum (rechstaat). Dalam konteks yang lebih luas, PKS
dalam segala kegiatan politik Indonesia selalu menjadikan hukum
sebagai rujukan. Implementasi yang nyata dapat dilihat ketika PKS
sepenuhnya menyerahkan kepada prosedural hukum terkait kader
PKS Misbakhun yang terjerat dalam kasus korupsi.

Strategi PKS Wujudkan Good Governance


PKS memberikan penekanan pada persoalan kualitas
pemerintahan, terutama kualitas institusi sebagai prasyarat penting
bagi pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan lestari. Sebaliknya
menyayangkan kualitas institusi pemerintahan masih lemah,
terutama dalam menjalankan prinsip GG dan memberikan
pelayanan yang baik kepada masyarakat. Kondisi ini tentu saja
menghambat proses pembangunan.
Konsep menata ulang pemerintahan, menurut Hidayat Nur
Wahid, tidak semata-mata bertumpu pada peran restrukturisasi dan
perampingan struktur pemerintahan, atau pemotongan anggaran
untuk menciptakan efisiensi. Namun, jabarannya adalah mendorong
bagian-bagian tertentu dari struktur pemerintahan seperti
departemen-departemen yang produktif dan bermanfaat secara
luas untuk bekerja lebih baik lagi, baik dalam bentuk tambahan
anggaran maupun dorongan psikologis, sehingga efektifitas dapat
berjalan.6
Dalam proses tersebut, PKS menekankan bahwa
penyelenggaraan lembaga negara yang sesuai dengan fungsi dan
wewenangnya menjadi suatu keniscayaan yang harus dijalani,

6
Hidayat Nur Wahid, Op.cit. hlm.187-188.

99
4 — Good Governance Versi PKS

demi perubahan hubungan ketatanegaraan yang lebih baik.7


Pertama, lembaga-lembaga negara pemegang kekuasaan eksekutif,
legislatif, dan yudikatif berkedudukan sejajar dan seimbang dengan
pemisahan antar kekuasaan yang lebih tegas demi terjaminnya
perimbangan kekuasaan. Lembaga-lembaga independen diperlukan
dalam pelaksanaan kewenangan khusus dengan secara defenitif
dan tegas membatasi tingkat dan jenis independensinya. Kedua,
lembaga legislatif terdiri dari dua kamar demi tercapainya kualitas
yang lebih baik dan tertampungnya jenis perwakilan lain selain
perwakilan politik. Dalam proses legislasi, PKS memfokuskan pada
terbentuknya peraturan perundang-undangan yang membuktikan
solusi konkret Islam terhadap problematika masyarakat yang paling
mendesak.
Ketiga, nilai-nilai universal Islam dan kepribadian Islami
harus menjiwai seluruh aspek kehidupan dalam penyelenggaraan
pemerintahan, terutama bagi para aparatur negara yang beragama
Muslim. Keempat, kekuasaan kehakiman harus mandiri dan
merdeka. Kekuasaan untuk melakukan judicial review menjadi
bagian dari kewenangan kehakiman yang harus dijalankan secara
terbatas dengan mendasari pertimbangan bukan saja semata-mata
pertimbangan yuridis belaka (rechmatighed) tetapi juga pertimbangan
tujuan diciptakannya hukum (doelmatiheid).
Kelima, presiden merupakan penanggung jawab utama
semua kebijakan negara (single executive). Lembaga kepresidenan
harus mendapat kontrol dari rakyat dan lembaga perwakilan
rakyat dengan cara pelibatan rakyat secara langsung atau lembaga
perwakilan rakyat dalam setiap pengambilan keputusan secara
proporsional. Keenam, model negara kesatuan menjadi pilihan
hubungan antar pusat dan daerah dengan menekankan pada
pelaksanaan kewenangan pusat yang lebih efektif dan peningkatan
kualitas pelaksanaan kewenangan negara.
Dalam hal mewujudkan tata pemerintahan yang baik, PKS
sebagai partai Islam terbesar di Indonesia menempuh langkah-
7
MPP PKS, Op.cit. hlm. 242.

100
Amir Hamdani Nasution

langkah, yakni
1. Reformasi Sistem Politik
Menyikapi kontradiksi sistem politik yang telah disebutkan
di atas, PKS memandang perlu beberapa hal dalam menyelesaikan
hal tersebut. Pertama, sistem presidensial dengan jumlah partai
yang sedikit. Menurut PKS bahwa kontradiksi sistem presiden
yang terpilih secara langsung dan ternyata didukung oleh partai
yang relatif kecil sebagaimana yang dikemukakan di atas, akan
menimbulkan kekuasaan presiden menjadi lemah. Ada dua pilihan
model secara generik untuk mencari jalan keluar bagaimana
merancang sistem demokrasi dimana presiden sebaiknya dipilih
langsung oleh masyarakat, namun mendapat dukungan oleh parpol
di parlemen, yakni: sistem parlementer seperti tahun 1950-an atau
sistem presidensial dengan jumlah partai yang lebih sedikit.
Kenyataan hari ini, PKS telah memilih pilihan kedua.
Indikatornya adalah PKS mendukung ambang batas parlemen
(parliamentary threshold) menjadi 5% dalam revisi Undang-Undang
Pemilu Legislatif. PKS menegaskan sikapnya bahwa 5% adalah
batasan yang layak diterapkan pada Pemilu 2014. Bagi PKS, 5%
angka yang moderat dan cukup untuk setelah tiga kali pemilu.8
Artinya, anggota legislatif yang duduk di DPR pada 2014 nanti
adalah tetap partai menengah ke atas. Sisi negatifnya adalah
mengekang kesempatan hak politik partai lain yang ingin turut
berpartisipasi dalam pergulatan politik parlemen. Sehingga sangat
memungkinkan sistem politik Indonesia kembali pada sistem
politik Orde Baru. Saat itu, DPR yang minim jumlah partai hanya
berperan sebagai tukang stempel, disebabkan begitu mudahnya
presiden mengontrol para pemimpin partai.
8
Koran Jakarta, PKS dukung ambang batas 5%, diakses melalui laman
http://www.koran-jakarta.com/berita-detail.php?id=71356, 14 Feb 2011.
Dalam UU 10/2008 tentang Pemilu Legislatif ditetapkan ambang batas
yang berlaku adalah 2,5 persen. Dengan ketentuan ini, maka parpol yang
tidak memperoleh 2,5 persen suara sah nasional saat pemilu tidak berhak
menempatkan perwakilannya di DPR.

101
4 — Good Governance Versi PKS

Kedua, executive heavy (eksekutif yang lebih berkuasa)


dalam sistem presidensial. Selama ini legislatif heavy dalam sistem
presidensial, harus diakui dalam semangat UUD 45 hasil empat kali
amandemen -sebagai arus balik dari era otoritarian rezim Orde Baru-,
terlihat cenderungan legislative Heavy. DPR dinilai mempunyai peran
yang kuat dan dominan dalam hal dukungan program, anggaran,
legislasi. Padahal sistem presidensial sebenarnya mensyaratkan
executive heavy, agar pemerintahan dapat menjalankan amanat
rakyat. Kondisi ini tidak terlalu bermasalah, andai pemerintah
didukung kuat oleh parlemen, artinya mekanisme check and ballance
dapat bergulir dengan sehat dan dinamis. Namun bila kondisi itu
tidak terwujud, maka akan memacetkan jalannya pemerintahan.
Karenanya segaris dengan persoalan anomali pertama, eksistensi
sistem demokrasi presidensial dengan jumlah partai sedikit lebih
mengutungkan dalam rangka mewujudkan stabilitas nasional.9
Ketiga, demokrasi subtansial dan efisien. Artinya, kebebasan
dan keterbukaan diperoleh secara luar biasa, bahkan terjadi
euforia politik, namun nyatanya kesejahteraan rakyat, masih belum
terwujud. Padahal semestinya dalam demokrasi, kebebasa, dan
keterbukaan adalah alat bagi kepentingan nasional, bangsa dan
negara. Ketika politik dan demokrasi prosedural-formalistik di era
Orde Baru runtuh, maka yang muncul adalah demokrasi liberal-
transisional di era reformasi.
Selama ini yang terjadi adalah demokrasi yang inefisien.
Artinya dalam satu daerah kemungkinan terjadi beberapa kali
pilkada/pemilu mulai dari level kab/kota, provinsi, kemudian pemilu
dan pilpres tingkat nasional. Dengan model demokrasi yang ada,
calon peserta pilkada/balon anggota legislatif harus mengeluarkan
biaya yang sangat besar untuk keperluan kampanye politik, baik
yang transparan ataupun tidak. Model demokrasi itu, mengurangi
kesempatan bagi calon yang berkualitas namun tidak kaya raya atau,
dengan kata lain model demokrasi ini hanya cocok untuk calon
yang kaya raya terlepas dari bobot berkualitas. Maka kedepan perlu
9
MPP PKS, Op.cit., hlm. 94.

102
Amir Hamdani Nasution

dikembangkan model demokrasi yang mampu menjaring calon


yang berkualitas melalui sistem yang lebih sederhana, efisien dan
murah.
2. Reformasi Birokrasi
Menurut PKS, reformasi birokrasi adalah pembenahan
berbagai aspek kementrian dan lembaga pemerintahan non-
departemen sebagaimana telah diamanatkan dalam ketetapan MPR
Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang
Bersih dan Bebas KKN. Institusi birokrasi yang profesional dan
kredibel akan mendorong berjalannya perekonomian yang dinamis
dan tanpa distorsi. Birokrasi yang bersih, efisien dan ramping juga
merupakan bentuk pemihakan yang paling signifikan bagi rakyat
miskin dan usaha kecil-mikro.10
Perbaikan birokrasi negara tidak dapat dijalankan secara
parsial. Seringkali kegagalan birokrasi dalam menjalankan fungsinya
justru disebabkan faktor internal. Kurangnya integritas pimpinan
berikut jajaran birokrasi dalam menjalankan perundang-undangan
mengenai akuntabilitas birokrasi masih menjadi hambatan.
Maraknya isu KKN merupakan isu sentral yang menyebabkan
rendahnya kinerja birokrasi dalam mendukung pembangunan.11
Pada tataran praktek pembenahan birokrasi versi PKS, salah
satu yang fenomenal adalah ketika duet Nurmahmudi Ismail dan
Soeripto yang pernah menjadi Mentri Kehutanan dan Perkebunan
(Menhutbun) dan Sekretaris Jendral (Sekjen) di masa pemerintahan
Abdurrahman Wahid menjadi salah satu political will PKS dalam
membangun tata pemerintahan yang baik dan bersih. Dalam waktu
singkat, hanya sekitar sepuluh bulan masa kerja, tidak kurang dari 15
(lima belas) kasus korupsi besar telah dibongkar dan diserahkan ke
kejaksaan untuk di tindak. Kasus tersebut melibatkan konglomerat
hitam, bahkan terkait dengan bisnis “Keluarga Cendana” yang
amat ditakuti sepanjang masa Orde Baru. Dalam kondisi ini,
10
Ibid., hlm. 243.
11
Ibid.,

103
4 — Good Governance Versi PKS

Sapto Waluyo menyebut PKS sebagai lokomotif penarik gerbong


reformasi.12
Sebagai partai reformis, PKS berkomitmen untuk mengawal
jalannya reformasi birokrasi. Komitmen tersebut diwujudkan dalam
tiga agenda strategis.13 Pertama, menuntaskan reformasi birokrasi.
Untuk itu, PKS akan menempuh berbagai langkah, yakni
• Meningkatkan kinerja aparatur pemerintah melalui perbaikan
sistem rekrutmen dan promosi berdasarkan merit-based system,
bukan hanya perbaikan renumerasi;
• Menurunkan jumlah pegawai negeri melalui kebijakan zero
growth tenaga pendidik dan medis; dan
• Meningkatkan koordinasi dan sinergi antar institusi seperti
Menpan, BKN, Depkeu, dan Depdagri untuk reformasi
birokrasi yang efektif..
Kedua, menghilangkan inefisien sektor publik. Inefisien
sektor publik bersumber dari dua hal, yaitu pemborosan dana dan
korupsi. Menghapus kedua penyebab inefiensi ini membutuhkan
kebijakan yang komprehensif, tidak hanya masalah manajemen
personal dan anggaran, tetapi meliputi aspek moral dan spiritual.
Kebijakan itu meliputi
• Mengubah paradigma aparatur negara melalui pembinaan
mental dan spritual yang terus menerus dan sistematis;
• Mengubah budaya organisasi melalui pengenalan budaya
organisasi modern;
• Penegakan peraturan dan sanksi yang tegas atas setiap
penyalahgunaan jabatan publik.
Ketiga, menegakkan supremasi hukum. Reformasi lembaga
peradilan nasional menjadi titik krusial untuk kepastian hukum,
perbaikan iklim investasi, an peningkatan efisiensi perekonomian.
Kebijakan supremasi hukum meliputi
Sapto Waluyo, Loc.cit.
12

13
MPP PKS, Op.cit., hlm. 246.

104
Amir Hamdani Nasution

• Kepemimpinan yang kuat dan tegas untuk penegakan hukum


nasional, baik di tingkat pemerintahan maupun lembaga
peradilan;
• Menghapus korupsi dan penyalahgunaan jabataan di institusi
peradilan; dan
• Peningkatan kompetensi aparat penegak hukum.
Praktek efisiensi birokrasi terkini pada tingkat lokal dapat
ditelusuri dari sikap Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno yang
menolak mobil dinas seharga Rp. 1,1 miliar dari APBD Sumatera
Barat. Irwan Prayitno memilih untuk tetap memakai mobil dinas di
masa Gubernur Gamawan Fauzi. Di sisi lain, Irwan juga menolak
menempati gedung escape building yang diperuntukkan bagi gubernur
dan wakil gubernur. Alasan Irwan, setelah mendengarkan keluh
kesah para pejabat dan pegawainya mengenai situasi bekerja yang
dinilai kurang efisien di aula kantor gubernur pasca gempa Sumbar
2009. Akhirnya, gedung tersebut diserahkan kepada Biro Hukum,
Biro Perekonomian, dan Biro Organisasi.14
3. Penegakan Hukum dan Pemberantasan Korupsi
Ada tujuh poin strategis dalam penegakan hukum,
pemberantasan korupsi dan perlindungan HAM yang ditawarkan
PKS.15 Pertama, strategi penegakan hukum harus diawali dengan
membersihkan aparat penegaknya dari perilaku bermasalah dan
koruptif. Sebab, penegakan hukum sangat bergantung pada aparat
yang bersih baik di kepolisian, kejaksaan, kehakiman dan seluruh
jajaran birokrasi yang menjalankan fungsi-fungsi penegakan.
Kedua, mendorong penindakan hukum yang tegas,
namun menghormati asas keadilan dan due process of law terhadap
kejahatan yang merugikan keuangan negara dan moralitas,
seperti pembalakan hutan, perpajakan, dan narkoba. Ketiga,
mendukung upaya pemberantasan (penindakan atau pencegahan)
14
Harian Umum Haluan, Selasa 1 Maret 2011.
15
MPP PKS, Op.cit., hlm. 247-249. Lihat juga UU Nomor 39 Tahun
1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM).

105
4 — Good Governance Versi PKS

korupsi. Pemberantasan korupsi harus berdampak langsung pada


peningkatan kesejahteraan masyarakat, oleh karenanya pencegahan
korupsi dan pengembalian kerugian negara menjadi prioritas.
Dimensi ini dapat dilakukan dengan cara; berperan aktif dalam
pembentukan undang-undang yang mendukung pemberantasan
korupsi, baik di tingkat nasional maupun daerah, berperan aktif
dalam reformasi birokrasi, terutama di daerah-daerah di mana
kader partai memiliki akses kuat kepada birokrasi.
Keempat, memastikan pemerintah memberikan jaminan
perlindungan HAM berdasarkan muatan HAM dalam konstitusi
yang di wujudkan dengan; membuat aturan pelaksanaan dalam
upaya implementasi seluruh materi-materi HAM dalam konstitusi
dan undang-undang menjadi aplikatif, melakukan revisi terhadap
semua peraturan perundang-undangan yang tidak sesuai,
bertentangan atau berpontensi bertentangan dengan materi HAM
dalam konstitusi, memperhitungkan perlindungan HAM dalam
semua kebijakan pemerintah.
Kelima, mendorong pemerintah untuk memenuhi hak-hak
ekososbud-seperti hak atas kehidupan yang layak, hak atas pangan
serta hak-hak pekerja dan lain sebagainya. Langkah ini hendaknya
menjadi prioritas utama pemerintah terutama dalam rangka
membuat kebijakan tentang pemulihan ekonomi dan kesejahteraan
rakyat, mengingat terbengkalainya aspek keadilan sosial dan tingkat
kemiskinan negara yang semakin mengkhawatirkan.
Keenam, mendorong pemerintah untuk mengoptimalkan
posisi RI sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB dalam
menciptakan perdamaian dunia, serta memastikan perlindungan
HAM di tingkat internasional tanpa pandang bulu. Ketujuh,
memastikan pemerintah memberi ruang kebebasan berekpresi.
Kebebasan berekspresi ini diberlakukan bukan saja sebagai hak asasi
warga negara, tetapi juga harus diberlakukan sebagai kewajiban tiap
warga negara.

106
Amir Hamdani Nasution

4. Otonomi Daerah
Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.16 Tujuannya untuk mempercepat
terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan,
pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta
peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip
demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan
suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Langkah PKS adalah mengembangkan otonomi daerah
yang terkendali serta berorientasi pada semangat keadilan dan
proporsionalitas melalui musyawarah dalam lembaga-lembaga
kenegaraan di tingkat pusat, provinsi, dan daerah.17 Artinya PKS
mendukung program otonomi daerah, namun PKS tidak setuju
dengan sistem otonomi daerah yang semata-mata hanya menjadi
ajang pembagian kekuasaan. Pola pembagian kekuasaan ini yang
kemudian menyebabkan banyaknya pejabat daerah tersangkut
kasus-kasus korupsi karena pola otonomi daerah itu sendiri yang
membuka pelungan untuk berbuat menyimpang. Proporsionalitas
melalui musyawarah menjelaskan tentang harus ada koordinasi
yang struktural antara pejabat daerah dengan pusat, baik daerah
kab/kota dengan provinsi induk.

16
Lihat UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Pasal 1 ayat 5.
17
MPP PKS, Op.cit., hlm. 254.

107
4 — Good Governance Versi PKS

108
5
RELASI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM
DENGAN GOOD GOVERNANCE

Sebuah Benang Merah


Islam memberikan batasan dan aturan dalam menjalankan
kehidupan, termasuk di dalamnya praktik bernegara. Guna melihat
relasi pemikiran Islam dengan good governance dalam perspektif
Partai Keadilan Sejahtera (PKS), perlu terlebi dahulu menjelaskan
bagaimana pandangan PKS tentang Islam. Makna Islam bagi PKS
merujuk pada pemahaman yang telah disampaikan oleh Hasan Al-
Banna dalam Majmu’ah Al-Rasa’il, yaitu
“Islam adalah negara dan tanah air, pemerintahan dan
umat, kasih sayang dan keadilan, peradaban dan undang-
undang, ilmu dan peradilan, materi dan sumber daya alam,
penghasilan dan kekayaan, jihad dan dakwah, pasukan dan
pemikiran, sebagaimana juga akidah yang lurus dan akidah
yang benar, tidak kurang dan tidak lebih”.1
1
Majelis Pertimbangan Pusat (MPP) PKS, Memperjuangkan
5 — Relasi Pemikiran Politik Islam dengan Good Governance

Penjelasan Hasan Al-Banna mencirikan Islam yang


rahmatan lil ‘alaimin. Seluruh kata yang termaktub mencirikan
Islam hadir bukan hanya untuk umat Islam, tetapi alam semesta
yang berupa benda atau non-benda. Non-benda dalam kerangka
ini termasuk sistem atau strategi Islam untuk menghadirkan tata
kelola pemerintahan yang baik. PKS merincikan sebuah idealitas
pemerintahan dalam Islam yang dinilai sejalan dengan kenyataan
politik Indonesia. Terdapat tujuh prinsip Islam yang dapat membawa
Indonesia ke arah tata pemerintahan yang baik, yakni prinsip tauhid,
keadilan, kedaulatan, persamaan hukum, kesejahteraan, pengakuan
dan hak azazi manusia (HAM), persatuan.
1. Prinsip Tauhid
Tauhid dimaknai PKS sebagai landasan tata kehidupan.
Tauhid adalah mengesakan AllahI, yakni keyakinan mengenai
hakikat ilahi sebagai Yang Maha Esa, Yang Maha Suci dari dualitas
dan sekutu, yang melampaui segala kategori dan imajinasi manusia.2
Implikasinya adalah menjadi watak publik dan sebagai tanggung
jawab manusia yang harus ditegakkan secara murni. Di sisi lain,
tauhid merupakan ciri tatanan dunia Islam.
Tauhid tidak semata-mata mengandung arti mengesakan
AllahI, tetapi juga semua tata kehidupan harus didasarkan kepada
hukum-hukum-Nya yang diwahyukan atau yang ada di alam
semesta. Tauhid sebagai asas tata kehidupan dan sebagai asas
persaudaraan dan persamaan harus diterjemahkan dalam bentuk
obyektifikasi, sehingga dapat dirasakan kehadirannya secara nyata
di tengah-tengah masyarakat. Tauhid membebaskan manusia dari
segala belenggu ketundukan selain Allah yang menghambatnya
menjadi hamba-Nya yang sejati.
Implementasi yang jelas menurut Hidayat Nur Wahid
adalah betapa pentingnya moralitas dalam setiap aktivitas politik.

Masyarakat Madani Platform Kebijakan Pembangunan PKS, (Jakarta:MPP


PKS, 2009), hlm. 406.
2
Ibid., hlm. 433.

110
Amir Hamdani Nasution

Apabila terdapat tokoh yang mempunyai massa besar tapi moralitas


Islamnya bermasalah, menurut Hidayat, tokoh tersebut tidak
mempunyai tempat di PKS. Partai ini lebih memilih menjadi
partai kecil tapi signifikan ketimbang merusak citra Islam hanya
dengan dalih mendapatkan suara (vote getter). Dalam hal membentuk
pemerintahan pun, PKS hanya akan membuka diri untuk bekerja
sama dengan partai yang tetap berkomitmen dengan politik
yang bersih, peduli, bermoral dan berpegang teguh pada cita-
cita reformasi.3 Jika demikian, sesuai dengan karakteristik politik
moral PKS yang berbasiskan aqidah Islam, maka setiap pengurusan
pemerintahan selalu dan akan tetap merujuk pada nilai-nilai Islam.
Hal ini diperkuat dari pernyataan PKS, yakni
“Nilai-nilai universal Islam dan kepribadian Islami harus
menjiwai seluruh aspek kehidupan dalam penyelenggaraan
pemerintahan, terutama bagi para aparatur negara yang
beragama Muslim.”4
Di titik lain, PKS merupakan partai yang secara tegas
menyatakan Islam sebagai asas parpol, dan ketika ada usaha
pemberlakuan asas tunggal pasca reformasi, PKS secara tegas
menolak pemberlakuan tersebut. Tauhid juga merupakan asas
persamaan dan persaudaraan manusia. Karena persaudaraan dan
persamaan itu tidak akan terwujud manakala sebahagian manusia
memperhambakan diri kepada sesama manusia. Tetapi bilamana
seluruh manusia adalah hamba-hamba Allah, maka itulah asas
persaudaraan dan persamaan antara manusia. Sehingga, dakwah
Rasulullah SAW yang ditujukan kepada raja-raja dan kepada kepala
negara ditutup dengan ayat yang berbunyi:
“Katakanlah: “Hai ahli kitab, marilah (berpegang) kepada
suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara
kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali AllahI
dan tidak kita persekutukan dia dengan sesuatupun dan
3
Rulli Nasrullah, Hidayat Nur Wahid, (Bandung: Madani Prima,
2007), hlm. 32-33.
4
MPP PKS, Op.cit., hlm. 242.

111
5 — Relasi Pemikiran Politik Islam dengan Good Governance

tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain


sebagai Tuhan selain AllahI”. jika mereka berpaling Maka
Katakanlah kepada mereka: “Saksikanlah, bahwa kami
adalah orang-orang yang berserah diri (kepada AllahI)” (QS.
Ali Imran ayat 64)
2. Keadilan
Keadilan dimaknai PKS sebagai sikap dan tindakan
proporsional yaitu meletakkan sesuatu pada tempatnya tanpa
melampaui batas. Keadilan adalah nilai yang selalu didambakan
dan sekaligus diperjuangkan kehadirannya. Keadilan harus
diejawantahkan dalam semua keadaan, baik dalam perbuatan,
ataupun dalam perkataan.5
Di atas prinsip tersebut, manusia sama kedudukannya di
hadapan hukum dan undang-undang, karena keadilan adalah dasar
dari segala persamaan dan demokrasi baik di hadapan hukum,
ekonomi, politik, sosial dan kebudayaan. Keadilan tak mungkin
terwujud jika aturan-aturan AllahI tidak ditegakkan, karena sumber
ketidakadilan adalah intervensi hawa nafsu yang terus menerus
dirangsang dan dikobarkan oleh aturan-aturan buatan manusia yang
bertentangan dengan nilai-nilai kebenaran.6
Keadilan juga menjadi tulang punggung kehidupan sosial-
politik. Atas dasar itu, Islam memberi bekal pada setiap individu
berupa perangkat kaidah yang tidak hanya mengarahkan perilaku,
yang menentukan hubungan manusia, dan yang dapat terjamin
dihormatinya HAM atas dasar keadilan, tetapi juga perangkat
keadilan prosedural yang mampu mengontrol dan menghindarkan
semaksimal mungkin prilaku manusia dari ketidakadilan. Sebab
keadilan tidak hanya diserahkan kepada keutamaan individu,
melainkan juga dipercayakan kepada prosedur yang memugkinkan
pembentukan sistem hukum yang baik.
5
MPP PKS, Op.cit., hlm. 414.
6
DPW Partai Keadilan Sumbar, Buku Panduan, (Padang, [t.t]),
hlm. 18.

112
Amir Hamdani Nasution

Dengan demikian keadilan distributif, komutatif, dan


keadilan sosial dapat terwujud. Wujud konkret nilai keadilan pada
watak kemanusiaan adalah sikap ”pertengahan”, yakni kondisi
keseimbangan terhindar dari jebakan dua kutub ekstrem: ifrath
(berkekurangan) dan tafrith (berlebihan). Sistem dan struktur ideologis
yang berakar dari Islam, yang berintikan tauhid, mengharuskan
umatnya agar melawan kondisi sosial yang menindasnya serta
membebaskan kondisi kemasyarakatan dari segala bentuk keadilan.
Sebab kewajiban menegakkan keadilan dan menumbangkan segala
bentuk ketidakadilan, kezhaliman, penindasan, sikap berlebih-
lebihan, merugikan orang lain, kebencian, sikap berlebih-lebihan,
diskriminasi yang melekat dalam sistem dan struktur ideologi
keadilan sesuai dengan watak Islam.7
3. Prinsip Kedaulatan
Prinsip kedaulatan yang dianut PKS adalah kedaulatan
Tuhan yang merujuk pada Al-Qur’an dan Sunnah. Namun, dalam
kenyataan politik Indonesia, PKS juga menerima kenyataan
kedaulatan rakyat (demokrasi). Menurut Anis Matta, demokrasi
bukan sistem Islam, namun inilah sistem politik modern yang lebi
dekat dengan Islam. Titik temu keduanya pada konsep partisipasi.
Konsep ini memberikan posisi yang kuat kepada masyarakat
terhadap negara dan mengunggulkan akal kolektif daripada akal
individu.8
Akan tetapi, tentunya bukan demokrasi dalam arti
menghalalkan segala cara yang tidak ada rambu-rambu syari’atnya,
tidak ada rambu-rambu agamanya. PKS tidak menerima 100%
ketika bertentangan dengan ajaran Alllah, PKS juga tidak
menolaknya 100%. PKS tidak berpandangan bahwa apapun yang
berbau demokrasi adalah jahiliyah karena demokrasi yang bermakna
mendengarkan dan menghargai pendapat orang lain, serta kebebasan
menyampaikan pendapat adalah tidak bertentangan dengan Islam.
MPP PKS, Op.cit., hlm. 423-426.
7

Imdadun Rahmat, Ideologi Politik PKS, (Yogyakarta:LKiS,


8

2008), h. 219-220.

113
5 — Relasi Pemikiran Politik Islam dengan Good Governance

PKS tidak melalukan dikotomi antar kedaulatan Tuhan dengan


kedaulatan rakyat karena kedaulatan rakyat pada hakikatnya adalah
kehendak Ilahi yang dititipkan pada fitrah manusia.9
4. Prinsip Persamaan Hukum
Idealnya hukum buatan manusia selaras dengan hukum-
hukum yang ada di alam penciptaan, yaitu keadilan. Hanya hukum-
hukum AllahI yang ada dalam wahyu-Nya yang pasti selaras dengan
hukum alam. Sebab kedua hukum itu bersumber dari Yang Maha
Satu, AllahI Pencipta Yang Maha Adil. Maka hukum dilukiskan
sebagai bahasa yuridis dari suatu konsep keadilan. Sedangkan fungsi
sistem hukum dalam pandangan ahli hukum adalah mendistribusikan
dan memelihara nilai-nilai yang dipandang benar oleh masyarakat.
Alokasi yang dilakukan dengan semangat kebajikan adalah apa yang
sering disebut keadilan. Atas dasar itu keadilan hukum menjadi
tuntutan fundamental sepanjang sejarah manusia. Firman AllahI
”Sesungguhnya kami Telah mengutus rasul-rasul kami
dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan Telah kami
turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan)
supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. dan kami
ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat
dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka
mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa
yang menolong (agama)Nya dan rasul-rasul-Nya padahal
Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi
Maha Perkasa.” (QS. Al Hadiid ayat 25)
5. Prinsip Kesejahteraan
Sejahtera secara standar berarti aman dan makmur. Aman
adalah situasi kemanusiaan yang terbebas dari rasa takut, sedangkan
makmur adalah situasi kemanusiaan yang terbebas dari rasa lapar.
Kesejahteraan tidak mencerminkan jumlah kebutuhan dan sumber
pemenuhannya. Kesejahteraan dalam artinya yang sejati adalah
keseimbangan hidup yang merupakan buah dari kemampuan
Ibid.,
9

114
Amir Hamdani Nasution

seseorang memenuhi tuntutan dasar seluruh dimensi dirinya.10


Cita-cita kesejahteraan yang dimaksud PKS adalah terpenuhinya
kebutuhan warga secara seimbang berdasarkan pemeliharaan
lingkungan hidup dan pewarisan nilai luhur. Juga, tercapainya
kemajuan bangsa yang tidak hanya diukur dengan investasi fisik
dan ekonomi, melainkan juga invetasi sosial berupa kreativitas,
intelektualitas, dan spritualitas warga.
Negara kesejahteraan, sebagaimana dikutip PKS dari
pendapat Esping Andersen, dibangun atas dasar nilai-nilai sosial,
seperti; kewarganegaraan sosial, sistem hubungan sosial industrial
modern, serta hak atas perluasan pendidikan massal. Produksi
dan peneydiaan kesejahteraan warga negara tidak bisa sepenuhnya
diserahkan kepada pasar.
Di sisi lain, bangsa Indonesia, menurut PKS sambil
mengutip pendapat Bennabi bahwa kemakmuran ditentukan oleh
tiga hal sarana primordialnya: manusia (the man), tanah (the soil),
dan waktu (the time). Ketiga karunia ini perlu diolah dengan penuh
kecerdasan melalui ”sistem politik” yang bijaksana dan berorientasi
pelayanan. Politik yang menyimpang dari tujuan semula untuk
melindungi dan mensejahterakan warga disebut Bennabi sebagai
”boulitique”, yakni kondisi kekacauan, khalayan, dan penuh mistis,
dimana seseorang atau suatu bangsa telah menyia-nyiakan segala
sumber daya yang dimilikinya.11
6. Prinsip Pengakuan dan HAM
PKS juga meyakini bahwa Islam sebagai tatanan yang bersifat
universal bertujuan melindungi hak-hak fundamental manusia, yang
meliputi hak keyakinan beragama, hak hidup dan kehidupan, hak
intelektualitas dan memperoleh pendidikan, hak kekayaan dan akses
ekonomi, serta hak keluarga dan mengembangkan keturunan. Islam
mengatur tata hubungan manusia dengan AllahI, manusia dengan
sesamanya, dan manusia dengan alam lingkungannya.
10
MPP PKS, Op.cit., hlm. 573-575.
11
Ibid.,

115
5 — Relasi Pemikiran Politik Islam dengan Good Governance

Bagi sebuah gerakan Islam, ideologi menegaskan sikap dan


prilaku politik, sosial dan budaya serta menjadi pondasi seluruh
struktur gerakan dan sekaligus poros gerakan politiknya. Kehidupan
umat tidak akan memiliki arah tanpa dorongan dan pembenaran
ideologi. Bagi kalangan aktivis, ideologi menyediakan alasan untuk
melaksanakan agenda dan aksi-aksinya. Maka setiap aktivis pada
hakikatnya harus menjadi seorang ideolog dalam maknanya yang
luas.12
Islam memandang kemanusiaan sebagai salah satu keluarga
yang berserikat dan merupakan kesatuan yang universal. Nilai-nilai
kemanusiaan sebagai makhluk sosial terletak dalam keanggotaannya
dalam masyarakat dan diukur sejauh mana ia memberi kontribusi
terhadap kehidupan masyarakat. Dengan mengerahkan seluruh
potensinya, manusia harus berusaha keras mewujudkan potensinya.
Prinsip inilah yang membentuk etika sosial dan pribadi dalam
menjaga HAM.13
7. Prinsip Persatuan
PKS meyakini bahwa persatuan umat adalah tonggak
terpenting kesatuan bangsa. Ia bukan saja dambaan segenap kaum
muslimin. Mereka ingin bersatu di bawah sebuah panji Islam yang
menaungi segenap warganya di seluruh penjuru dunia. Namun
demikian, realitas yang dihadapinya juga tak mungkin diingkari,
bahwa setelah kejatuhan khilafah umat menjadi cerai berai bagai
anak ayam kehilangan induknya.
”Dan yang mempersatukan hati mereka (orang-orang
yang beriman), walaupun kamu membelanjakan semua
(kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat
mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah Telah
mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya dia Maha gagah
lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al Anfal ayat 63)
PKS berpendapat bahwa berdirinya kelompok-kelompok,
MPP PKS, Op.cit., hlm. 406-207.
12

Ibid.,
13

116
Amir Hamdani Nasution

organisasi-organisasi ataupun partai-partai Islam adalah suatu hal


yang sangat wajar dan alamiah. Mereka yang menyadari pentingnya
sebuah persatuan umat untuk kemudian berupaya untuk
menghimpun manusia di sekelilingnya dalam cit-cita yang luhur
tersebut adalah sebuah tindakan yang terhormat.
Langkah-langkah ta’aruf (saling mengenal), tafahum
(saling memahami), ta’wun (saling menolong), dan takaful (saling
menanggung) harus dilakukan diantara kelompok, organisasi atau
partai tersebut guna melahirkan titik-titik persatuan yang lebih
besar. Sehingga PKS sangat memahami Yusuf Al Qardhawy,
sebagaimana PKS mengutipnya; partai itu adalah mazhab dalam
politik, sedangkan mazhab itu partai di dalam fiqih.14
Di sisi lain, pluralitas rakyat dan realitas hukum merupakan
kenyataan yang hidup. Kedua realitas itu dipandang sebagai
kenyataan alamiah yang harus dihormati secara proporsional yang
menuntut wujudnya kesatuan nasional. Prinsip kesatuan nasional
adalah prinsip fundamental dalam membangun sebuah negara
yang secara alamiah heterogen. Karena melalui prinsip ini berbagai
komunitas dan kelompok berbeda dapat dipersatukan dalam
bentuk persaudaraan serta rasa kepemilikan dan kebersamaan.
Pada akhirnya, menurut penulis, ada 2 relasi Islam dan good
governance menurut PKS, yaitu; Islam adalah sumber inspirasi dan
nilai-nilai sekaligus menyediakan tata cara pemerintahan yang baik
dalam pembenahan struktural pemerintahan yang dilalui PKS,
dan implementasi relevansi tersebut diaplikasikan PKS dengan
memantapkan politik yang mengedepankan moralitas dan keadilan.

Penutup
Tata pemerintahan yang baik menurut PKS adalah
pemerintahan yang efektif dan efisien. Sementara terkait dengan
karakteristik good governance, PKS sama sekali tidak mempunyai
konsep yang berbeda dengan apa yang disebutkan BAPPENAS,
DPW PK. Op.cit., hlm. 20-21.
14

117
5 — Relasi Pemikiran Politik Islam dengan Good Governance

yaitu: berwawasan ke depan (visi strategis), bersifat terbuka


(transparan), mendorong partisipasi masyarakat, bertanggung
jawab dan bertanggung gugat (akuntabel), menjungjung supremasi
hukum, berwatak demokratis dan berorientasi pada konsensus,
berdasarkan profesionalitas dan kompetensi, bersikap cepat
tanggap (responsif), menggunakan struktur sumber daya secara
efisien dan efektif, kewenangan terdesentralisasi, mendorong
kemitraan dengan dunia usaha dan masyarakat, berkomitmen pada
pengurangan kesenjangan, berkomitmen pada lingkungan hidup,
dan berkomitmen pada pasar yang sehat dan terbuka. Namun,
pijakan politik PKS tetap pada sistem politik Islam.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan PKS dalam
mewujudkan good governance. Pertama, reformasi sistem politik
dengan cara sistem presidensial dengan jumlah partai yang sedikit,
executive heavy dalam sistem presidensial, dan demokrasi subtansial
dan efisien. Kedua, reformasi birokrasi melalui penuntasan secara
utuh, menghilangkan inefisien sektor publik, dan menegakkan
supremasi hukum. Ketiga, penegakan hukum dan pemberantasan
korupsi dengan strategi penegakan diawali dengan membersihkan
aparatnya dari prilaku koruptif, mendorong penindakan hukum
yang tegas, dan mendukung upaya pemberantasan korupsi.
Keempat, terkait otonomi daerah yaitu mengembangkan otonomi
daerah yang terkendali serta berorientasi pada semangat keadilan
dan proporsionalitas.
Sedangkan relasi Islam dan good governance dalam
pandangan PKS adalah Islam merupakan sumber inspirasi dan
nilai-nilai sekaligus menyediakan tata cara pemerintahan yang
baik dalam pembenahan struktural pemerintahan yang dilalui
PKS. Implementasi relevansi tersebut diaplikasikan PKS dengan
memantapkan politik yang mengedepankan moralitas dan keadilan.

118
Amir Hamdani Nasution

DAFTAR PUSTAKA

A. Djazuli, Fiqh Siyasah: Implementasi Kemaslahatan Umat dalam


Rambu-Rambu Syari’ah, Jakarta: Kencana, 2003.
A. Ubaedillah dan Abdul Rozak (peny.), Pendidikan Kewargaan
(Civic Education) Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan
Masyarakat Madani, Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta dan Kencana Prenada Media Group, 2009.
Abdul Qadir Djaelani, Negara Ideal Menurut Konsepsi Islam,
Surabaya; PT Bina Ilmu, 1995.
Ahmad Qodri Abdillah Azizy, Change Management dalam
Reformasi Birokrasi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007.
Andi Faisal Bakti, Good Governance dalam Islam, dalam
Komaruddin Hidayat dan Ahmad Gaus (ed), Islam, Negara
dan Civil Society; Gerakan dan Pemikiran Islam Kontemporer,
(Jakarta; Paramadina, 2005.
Anis Matta, Dari Gerakan ke Negara, Jakarta: Fitrah Rabbani, 2006.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Penerapan
Tata Pemerintahan yang Baik, Jakarta: Sekretariat Tim
Pengembangan Kebijakan Nasional Tata Pemerintahan yang
Baik-Bappenas, Edisi Revisi Cetakan Ketiga, Maret 2007.
Beni Ahmad Saebani, Fiqh Siyasah; Pengantar Ilmu Politik Islam,
Bandung: Penerbit Pustaka Setia, 2008.
Bintoro Tjokroamidjojo, Good Governnace: Paradigma Baru
Manajemen Pembangunan, artikel dapat diakses melalui laman
http://bankjurnal.umm.ac.id/files/disk1/2/jiptummpp-gdl-
bintorotjo-88-1-2goodgo-n.pdf
Cheema G. S. Building Democratic Institutions: Governance
Reform in Developing Countries, Bloomfield: Kumarian

119
Daftar Pustaka

Press, 2005.
David Held, Democracy and the Global Order: From the Modern
State to Cosmopolitan Governance, terj. Damanhuri,
Demokrasi dan Tatanan Global: dari Negara Modern hingga
Pemerintahan Kosmopolitan, Yogyakarta; Pustaka Pelajar,
2004.
Djony Edward, Efek Bola Salju PKS, Bandung: Syaamil, 2006.
Eef Saefullah Fatah, Pengkhianatan Demokrasi ala Orde Baru,
Bandung; RosdaKarya, 2000.
Efrinaldi, Rekontruksi Pemikiran Politik Islam, Jakarta; Citra
Publika Press, 2007.
Farid Abdul Khaliq, Fikih Politik Islam, terj. Faturrahman A.
Hamid, Jakarta; Penerbit Amzah, 2005.
Fazlur Rahman, Syariah dan Hak –hak Asasi Manusia, dalam
buku Harun nasution dan Bahtiar Efendy (peny.), Hak Asasi
Manusia dalam Islam, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1987.
Hidayat Nur Wahid, Mengelola Masa Transisi Menuju Mayarakat
Madani, Ciputat: Penerbit Fikri, 2004.
Ignas Kleden, Naturalisme Politik, dalam buku Syamsurizaldi,
Refleksi Pemikiran, Perilaku dan Etika Politik Indonesia,
Padang: Lembaga Kajian Sarantau Sasurambi, 2008.
Imdadun Rahmat, Ideologi Politik PKS, (Yogyakarta: LKIS, 2008.
23.
Irfan Idris, Islam dan Konstitusionalisme, Yogyakarta:antonyLib-
Indonesia, 2009.
J. Suyuthi Pulungan, Prinsip-Prinsip Pemerintahan dalam Piagam
Madinah Ditinjau dari Pandangan Al-Qur’an, Jakarta:
PT.RajaGrafindoPersada, 1996.
Jhon L. Esposito (ed.), Langkah Barat Menghadang Islam,
Yogyakarta: Jendela, 2004.
Jimly Asshiddiqie, Islam dan Tradisi Negara Konstitusional,

120
Amir Hamdani Nasution

disampaikan sebagai Keynote Speech dalam Seminar


Indonesia-Malaysia yang diselenggarakan oleh IAIN Padang,
7 Oktober 2010.
Koesnadi Hardjasoemantri, Good Governance dalam Pembangunan
Berkelanjutan di Indonesia, dalam makalah untuk Lokakarya
Pembangunan Hukum Nasional ke VIII di Bali, 15 Juli 2003.
Kuntowijoyo, Identitas Politik Umat Islam, Bandung: Penerbit
Mizan kerjasama dengan Majalah UMMAT, 1997.
Larry Diamond, Why Are No Arab Democracies? Jurnal Demokrasi
Vol. 21, No. 1, 2010.
Lejo Sibbel, Good Governance and Indigenious People in Asia,
Report Minority Rights Group International, dalam Laporan
Desember 2005.
Lili Romly, Islam Yes Partai Islam Yes; Sejarah Perkembangan
Partai-Partai Islam di Indonesia, Jakarta; Pustaka Pelajar, 2006.
Majelis Pertimbangan Pusat (MPP) PKS, Memperjuangkan
Masyarakat Madani Platform Kebijakan Pembangunan PKS,
Jakarta:MPP PKS, 2009.
Marc F. Plattner, Globalization and Self-Government, Journal of
Democracy, Vol. 13, No. 3, 2002.
Miftah Toha, Birokrasi dan Politik di Indonesia, Jakarta:
RajaGrapindo Persada, 2005.
Mochtar Prabottinggi, Demokrasi: Dimana Berkiprah, Dimana
Sekarat- Menyingkap Sumber Tiadanya Tata Pemerintahan
yang Baik, Jakarta: Februari 2002.
Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah, dan
Pemikiran, Jakarta; Penerbit UI, 1994.
Mudrajad Kuncoro, Otonomi dan Pembangunan Daerah:
Reformasi, Perencanaan, Strategi, dan Peluang, Jakarta:
Penerbit Erlangga, 2004.
R. Herlambang Perdana Wiratrama, Neoliberalisme, Good

121
Daftar Pustaka

Governance, dan Hak Asasi Manusia, Hukum Jentera, Vol. 15,


2007.
Pratikno, Good Governance dan Governability, dalam Jurnal Ilmu
Sosial Ilmu Politik Volume 3 Maret 2005.
Rulli Nasrullah, Hidayat Nur Wahid, Bandung: Madani Prima, 2007.
Sapto Waluyo, Kebangkitan Politik Dakwah; Konsep dan Praktik
Politik Partai Keadilan Sejahtera di Masa Transisi, Bandung;
Harakatuna Publishing, 2005.
Sayyid Quthub, Tafsir Al-Qur’an Fi Zhilali ‘l-Qur’an, alih bahasa
Rusjdi Malik, Kandang Ampek: Yayasan Hidayah, Februari
1992.
Sofian Effendi, Membangun Good Governance: Tugas Kita
Bersama, artikel dapat diakses melalui laman sofian.staff.ugm.
ac.id/artikel/membangun-good-governance.pdf.
Uli Silintong Siahaan, Sistem Politik Indonesia; Perubahan dan
Keberlanjutan Kelembagaan Negara, Jakarta; P3I Setjen DPR
RI, 2005.
UNDP, Deepening Democracy in a Fragmented World, New York:
Oxford University, 2003.
Wahyudi Kumorotomo, Citizen Charter (Kontrak Pelayanan): Pola
Kemitraan Strategis Untuk Mewujudkan Good Governance
dalam Pelayanan Publik, dalam makalah Seminar Persadi, 16
Juni 2007 di Pekanbaru.
Yusuf Al Qardhawy, Fiqh Daulah dalam Perspektif Al-Qur’an dan
Sunnah, terj. Karthur Suhardi, Jakarta;Pustaka Al-Kautsar,
1997.
Yusuf Al-Qardhawy, Legalitas Politik; Dinamika Perspektif Nash
dan Asy-Syari’ah, terj. Amirullah Kandu, Bandung; Penerbit
Pustaka Setia, 2008.

122

Anda mungkin juga menyukai