Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

Patologi Anatomi Pemeriksaan Histopatologi

Disusun Oleh:
Silvia winda kusuma 1911304001
Arifah Safitri 1911304002
Neneng Tiyas asih 1911304003
Ana alifiani 1911304004
Amira Cahya Maulida 1911304006
Mulia dewi nur haliza 1911304007
Galuh istyaningsih 1911304008
Yulistian widyastanti 1911304010
Rita sanita 1911304011
Eka nurazizah 1911304012
Delya iid fitriani 1911304013
Dhea Rizky P. 1611304016
Instruktur : Yeni Rahmawati, S.Si., M.Sc

PROGRAM STUDI SARJANA TERAAPAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA

YOGYAKARTA

2020
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim ...

Segala puji bagi Allah swt. Yang telaah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penugasan wajib mata kuliah Patologi Anatomi
tentang Hitopatologi. Semoga dengan adanya makalah ini dapat menambah wawasan
dan ilmu pengetahuan baik bagi penulis maupun pembaca.

Terlepas dari penulisan makalah ini, penulis sadar akan ketidaksempurnaan


susunan dan isinya, untuk itu penulis memohon kritik dan saran yang membangun,
sehingga dapat menjadi koreksi perbaikan untuk kedepannya.

Yogyakarta, 26 Juni 2020

Penulis
DAFTAR ISI
MAKALAH..................................................................................................................................1
Patologi Anatomi Pemeriksaan Histopatologi........................................................................1
KATA PENGANTAR.................................................................................................................2
DAFTAR ISI................................................................................................................................3
BAB I...........................................................................................................................................4
A. Pengertian.........................................................................................................................4
B. Tahap Pembuatan............................................................................................................4
1. Fiksasi.........................................................................................................................5
2. TRIMING.....................................................................................................................8
3. DEHIDRASI................................................................................................................8
4. EMBEDING.................................................................................................................8
5. CUTTING....................................................................................................................9
6. STAINING...................................................................................................................9
7. MOUNTING................................................................................................................9
C. Pewarnaan Sediaan Histopatologi...............................................................................10
BAB II........................................................................................................................................11
PENUTUP................................................................................................................................11
KESIMPULAN......................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................12
BAB I
A. Pengertian
Histopatologi adalah salah satu cabang patologi yang berkaitan dengan sifat
perubahan jaringan penyakit (KBBI). Sedangkan Pemeriksaan histopatologik
merupakan pemeriksaan rutin yang dilakukan untuk setiap jaringan yang dikirim
ke laboratorium patologi anatomik (Musyarifah dan Agus, 2018).

Pemeriksaan secara histopatologi merupakan pendukung dari suatu


diagnosa dan dapat menjadi pemeriksaan diagnosa utama dari suatu penyakit
dengan ditemukannya perubahan sel atau jaringan yang spesifik pada penyakit
tertentu (Izzah, Arsad dan Ekawati, 2019).

Pengolahan jaringan yang baik akan memberikan hasil sediaan yang


memuaskan untuk dinilai oleh patolog. Kualitas sediaan hasil pengolahan
jaringan dipengaruhi oleh banyak faktor, terutama dari tahap-tahap pengolahan
jaringan itu sendiri. Menurut Musyarifah dan Agus (2018) masalah dapat terjadi
disebabkan oleh banyak hal antara lain:
a) Pemotongan yang tidak tepat
b) Fiksasi yang tidak sempurna potongan yang terlalu tebal
c) Pisau yang tidak tajam
d) Pewarnaan yang tidak sempurna dan lainnya.

B. Tahap Pembuatan
Proses pengolahan jaringan dimulai dari proses pengiriman status dan
jaringan ke laboratorium patologi anatomik, pemotongan jaringan, fiksasi
jaringan, proses pembuatan blok parafin dan pewarnaan (Musyarifah dan Agus,
2018). Sedangkan menurut Berata (2018), dalam seminar yang disampaikan
bahwa pembuatan preparat sediaan histopatologi dimulai dari:
1. FIXASI – neutral buffer formalin 10% (NBF)
2. TRIMING – diperkecil – masuk di tissue cassete
3. DEHIDRASI- Tissue procesor
4. EMBEDING –BLOKING – parafin
5. CUTTING – mikrotom
6. STAINING – Hematoxylin-Eosin (HE)
7. MOUNTING– cover slip – EXAMINED

1. Fiksasi
Fiksasi adalah langkah dasar di balik studi patologi dan sangat penting
untuk mencegah autolisis dan degradasi jaringan serta komponen jaringan
sehingga mereka dapat diamati baik secara anatomis dan mikroskopis.Tujuan
utama dari fiksasi adalah untuk menjaga sel dan komponen jaringan pada
keadaan “life-like state”. Selain itu Fiksasi bertujuan untuk mencegah atau
menahan proses degeneratif yang dimulai segera setelah jaringan kehilangan
pasokan darah (Musyarifah dan Agus, 2018).
Fiksasi dalam pembuatan preparat sediaan histopatologi ini menggunakan
reagen NBF yang komposisinya adalah:
Formalin 10%................................1000 ml
Sodium acid phosphate……………….4 g
Anhydrous disodium phosphate…….6,5 g
(Berata, 2018).

1.1 Mekanisme Fiksasi


Secara garis besar, menurut Musyarifah dan Agus (2018) ada dua
mekanisme yang penting dalam fiksasi.
1. Denaturasi
Efek denaturasi paling umum disebabkan oleh dehidran seperti alkohol
dan aseton contohnya adalah larutan Carnoy’s dan Methacam. Reagen
ini mengubah komposisi jaringan dan menstabilkan jaringan dengan
menghilangkan ikatan Hpada kelompok tertentu dalam molekul protein
seperti ikatan carboxyl bebas, hydroxyl, amino, amido dan imino dari
protein yang menyebabkan perubahan pada struktur tersier protein
dengan mendestabilisasi ikatan hidropobik. Larutan fiksatif Carnoy’s
menambahkan chloroform dan acetic acid ke dalam campuran yang
dapat melawan efek penyusutan sel oleh etanol dan mengakibatkan
terfiksasinya jaringan melalui ikatan hidrogen sedangkan pada larutan
Methacam, dimana etanol digantikan oleh metanol yang bekerja dengan
cara yang sama.
2. Cross-linking
Larutan fiksatif ini secara kimiawi bereaksi dengan protein serta
komponen sel dan jaringan dimana suatu ikatan kimia larutan fiksatif
diambil dan menjadi bagian dari jaringan dengan cara mengisi dan
membentuk cross-link inter-molekul atau intramolekul. Hasil dari ikatan
cross-linking ini adalah perubahan konformasi pada struktur protein dan
selanjutnya inaktivasi dari enzim. Kompleks yangbaru terbentuk berbeda
dari protein yang tidak terdenaturasi pada profil antigenik dan kimia.
Menurut definisi, fiksatif mengubah komposisi kimia yang asli dari
jaringan yang terlibat serta menyebabkan perubahan fisik pada
komponen seluler dan ekstraseluler. Sel yang viable dilapisi oleh
membran yang impermeabel. Fiksasi merusak barier ini dan
memungkinkan molekul yang besar untuk melakukan penetrasi atau
melepaskan diri, selanjutnya sitoplasma menjadi permeabel untuk
makromolekul dan membentuk jaringan protein yang cukup berpori
untuk memungkinkan penetrasi molekul besar lebih lanjut.

1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi proses fiksasi


Secara garis besar, menurut Musyarifah dan Agus (2018) ada lima
faktor yang mempengaruhi proses fiksasi.
1. Konsentrasi ion hidrogen (pH)
Fiksasi sebaiknya dilakukan dengan pH netral, sekitar 6-8.
Hipoksia pada jaringan dapat menurunkan pH, sehingga harus ada
fungsi buffering pada cairan fiksatif untuk mencegah keasaman yang
berlebihan.

2. Temperatur fiksasi
Peningkatan suhu pada semua reaksi kimia, akan meningkatkan
kecepatan fiksasi dan akan meningkatkan dilusi dari agen fiksatif ke
dalam jaringan. Formalin dengan suhu tinggi akan memperbaiki
jaringan yang lebih cepat dan ini sering sebagai langkah pertama
pada proses jaringan otomatis. Namun, tetap dibutuhkan perhatian
untuk menghindari spesimen terlalu ‘masak’. Fiksasi untuk mikroskop
cahaya secara rutin dilakukan pada suhu kamar dan ini harus
dilanjutkan dengan fiksasi selanjutnya pada suhu sampai 45oC
selama pengolahan jaringan.

3. Kemampuan penetrasi (penetration rate) dan ketebalan pemotongan

Penetrasi jaringan tergantung pada kemampuan berdifusi dan


berat molekul dari setiap cairan fiksatif, dimana formalin dan alkohol
mempunyai kemampuan penetrasi terbaik dan glutaraldehid yang
terburuk. Mercuri dan yang lainnya berada di antara keduanya. Salah
satu cara untuk mengatasi masalah ini dengan pemotongan jaringan
tipis (2 sampai 3 mm).

4. Konsentrasi larutan

Konsentrasi larutan fiksatif harus disesuaikan sampai ke tingkat


serendah mungkin, karena dapat menghemat dalam pembuatan
cairan fiksatif tersebut. Formalin adalah yang terbaik di 10 %,
glutaraldehid umumnya 0,25% - 4% dan etanol pada konsentrasi
70%. 9 Konsentrasi terlalu tinggi dapat mempengaruhi jaringan dan
menghasilkan artefak serupa dengan panas yang berlebihan.

5. Volume fiksasi

Rasio yang tinggi antara larutan fiksatif dengan jaringan akan


memastikan proses fiksasi yang baik. Rasio optimal volume larutan
fiksasi dengan jaringan adalah 20:1. Dalam praktek sehari-hari masih
didapatkan rasio yang lebih rendah dari ini. Dalam hal ini, yang
terbaik adalah untuk mengganti cairan fiksatif secara periodik
beberapa kali selama proses fiksasi.

6. Durasi fiksasi

Fiksasi dilakukan secepatnya setelah jaringan di eksisi. Waktu


fiksasi optimal tergantung pada beberapa faktor dan bervariasi
tergantung dengan jenis agen fiksatif yang digunakan, contohnya:
ketebalan spesimen jaringan dan sebagian besar fitur yang
disebutkan di atas dari proses fiksasi (suhu, kapasitas buffering,
penetrasi zat fiksatif, rasio volume). Fiksasi berkepanjangan dapat
menyebabkan dari hilangnya reaktivitas antigen, penyusutan dan
pengerasan spesimen.

2. TRIMING
Trimming merupakan pemotongan sampel organ enjadi ukuran yang
lebih keci sehingga memudahkan tahap pembuatan preparat selanjutnya
(pratomo,2011). Jaringan yang telah difiksasi selaa 24 jam ditiriskan pada
jaringan kemudian di potong menggunakan pisau scalpel dengan ketebalan 1 x
1 cm disusun kedalam tissue cassete dan diberi label (Indrawati,2017).

3. DEHIDRASI
Dehidrasi merupakan tahap pembenaman jaringan kedalam beeberapa
larutan etanol dengan konsentrasi bertingkat. Tujuan dari penggunaan alkohol
bertingkat adalah agartidak terjadi perubahan yang tiba-tiba pada sel jaringan.
Dehidrasi bertujuan untuk mengeluarkan seluruh cairan yang terdpat dalam
jaringan yang telah difiksasi sehingga dapat diisi dengan parafin atau zat lain
untuk membuat blok preparat. Proses dehidrasi dilakukan dengan merendam
jaringan dalam larutan alkohol bertingkat dimulai dari etanol 70%, 80%, 90%,
95% masing-masing selama 3 jamdan etanol absolut I,II,III masing-masing 1
jam (Indrawati,2017).

4. EMBEDING
Infiltrasi parafin yaitu proses perendaman jaringan dalam parafin yang
dicarikan pada suhu 58-60°c selama 30 menit sampai 6 jam dalam inkobator
bertujuan untuk mengeluarkan cairan pembening (clearing agent) dari jaringan
dan diganti dengan parafin selain itu juga membuat jaringan tahan terhadap
permotongan (Indrawati,2017).

Embedding adalah proses memasukkan jaringan kadalam parafin cair


untuk di buat blok yang padat meliputi :
o Impregnation : Proses penggantian larutan toluen dengan larutan cair
o Blocking : memasukkan jaringan kedalam parafin cair-dipadatkan
(menurunkan suhu parafin)-dicetak
o Trimming : Meratakan atau merapikan jaringan yang telah di block
parafin dengan menggunakan pisau atau langsung dengan microtome,
sehingga pada saat pemotongan didapatkan potongan bentuk yang
baik.

Tahap Embedding
o Setelah autoprosessing selesai, keset di keluarkan dan dimasukkan
kedalam mesin embedding dan di block
o Sampel di keluarkan dari kaset
o Diletakkan kedalam disc mol yang berisi parafin, kemudian ditutup
dengan kaset yang ada nomernya tadi
o Didinginkan hingga membeku pada mesin pendingin
o Block parafin yang berisi sampel dilepaskan dari disc mol
o Sampel siap dilakukan proses selanjutnya

5. CUTTING
o Menggunakan mikrotom – berbagai merk
o Ketebalan pemotongan : 4-6 µm
o Dekat dengan waterbath 56oC, untuk tempat pengembangan
potongan jaringan
o Jika sudah mengembang, tangkap jaringan dengan objek glas.
o Dikeringkan dalam suhu kamar, kemudian masukkan dalam inkubator
sebelum diwarnai (Berata,2018).
Pisau ada 2 jenis tergantung pada type mikrotom (Berata,2018):
o Pisau yang tebal – diasah secara periodic
o Pisau yang tipis – diganti langsung jika hasil potongannya tdk bagus.

6. STAINING

pewarnaan adalah teknik memberikan warna pada komponen seluler


dengan tujuan membedakan antar sel pada jaringan. Teknik pewarnaan ini
membantu dalam menghasilkan kontras dimana setiap warna memiliki
afinitasnya masing-masing. Jenis-jenis zat pewarna yang digunakan dalam
pewarnaan antara lain pewarna Alcian Blue (AB), van gieson, ‘azan’
azocarmine-anilin blue, dan Hematoksilin Eosin (Indrawati,2017).
7. MOUNTING
Perekatan preparat berfungsi mengawetkan jaringan yang telah diwarna
menggunakan entelan sehingga jaringan akan awet lebih dari 5 tahun. Proses
prekatan ini dilakukan dengan objek gelas berisi pita preparat dietesi Canada
balsam kemudian ditutup dengan cover glass (Indrawati,2017).

C. Pewarnaan Sediaan Histopatologi

Pewarnaan yang paling sering digunakan pada pemeriksaan histopatologi


adalah pewarnaan Hematoxylin dan Eosin (Kristian dan Inderiati, 2017).
Hematoxylin sendiri adalah reagen yang diekstrak dari kayu bulat Amerika yaitu
Haematoxylon campechianum. Dalam pewarnaan Sediaan histopatologi, reagen
hemoxylin yang sering dipakai adalah hematoxylin Allum yang akan menghasilkan
pewarnaan nukleus yang baik. Sedangkan, Eosin adalah pewarna sintetis yang
termasuk golongan xanthene. Eosin bersifat asam dan akan mengikat molekul
protein yang bermuatan positif di sitoplasma dan jaringan ikat. Eosin adalah
counterstain yang dapat mewarnai sitoplasma dan jaringan ikat menjadi bernuansa
merah dan oranye. Eosin juga mewarnai inti sel yang telah terwarnai hematoxylin
dari biru menjadi berwarna ungu (Khristian dan Inderiati, 2017).
Berikut prosedur pewarnaan HE (Berata,2018).
 Preparat pada direndam dalam xylol I , II dan III selama masing-masing 5 menit
 Dehidrasi dengan etanol I dan II masing-masing 5 menit
 Cuci dengan aquades 1 menit
 Rendam dalam larutan Hematoksilin selama 15 menit, selanjutnya dibilas dengan
air mengalir, lalu dicuci dengan Lithium karbonat selama 15-30 detik, dibilas
dengan aquades 1 menit
 Celupkan dalam acid alkohol 4 celupan, kemudian bilas dengan akuades 1 menit
& 15 menit
 Diwarnai dengan Eosin selama 4 menit.
 Sediaan dimasukkan ke dalam alkohol 70%, 80%,dan 96% masing-masing
selama 3 menit.
 Selanjutnya rendam ke dalam etanol III dan IV masing-masing selama 3 menit
 Selanjutnya dalam xylol IV dan V masing-masing 3 menit
 Sediaan dikeringkan dan diteteskan dengan perekat permount dan ditutup
dengan gelas penutup
BAB II

PENUTUP

KESIMPULAN

Pemeriksaan histopatologik merupakan pemeriksaan rutin yang


dilakukan untuk setiap jaringan yang dikirim ke laboratorium patologi anatomik.
Pemeriksaan secara histopatologi merupakan pendukung dari suatu diagnosa
dan dapat menjadi pemeriksaan diagnosa utama dari suatu penyakit dengan
ditemukannya perubahan sel atau jaringan yang spesifik pada penyakit
tertentu. pembuatan preparat sediaan histopatologi dimulai dari:
1. FIXASI – neutral buffer formalin 10% (NBF)
2. TRIMING – diperkecil – masuk di tissue cassete
3. DEHIDRASI- Tissue procesor
4. EMBEDING –BLOKING – parafin
5. CUTTING – mikrotom
6. STAINING – Hematoxylin-Eosin (HE)
7. MOUNTING– cover slip – EXAMINED

Pewarnaan yang paling sering digunakan pada pemeriksaan


histopatologi adalah pewarnaan Hematoxylin dan Eosin.
DAFTAR PUSTAKA

Berata, I Ketut. 2018. Teknik Pembuatan Preparat Histopatologi. Seminar Nasional,


Workhsop dan Demo “Illegal Wildlife Trade”. 24-25 Februari 2018.

Inderawati,Ari. 2017. Teknik Pembuatan dan Evaluasi Preparat Histologi Dengan


Pewarnaan Hematoksilin Eosin di Laboratorium Histologi dan Biologi Sel
Fakultas Kedokteran UGM dan National Laboratory Animal Center (NLAC)
Mahidol University. Tugas Akhir. Yogyakarta: UGM.

Izzah, Nailul., Arsad, Sulastri., dan Ekawati, Arning Wilujeng. 2019. Pengaruh
Penambahan Probiotik dan Minyak Ikan pada Pakan Terhadap Histopatologi
Lambung Ikan Sidat (Anguilla sp.). Journal of Fisheris and Marine Research.
3(1).

Khristian, Erick., dan Inderiati, Dewi. 2017. Sitohistoteknologi. Jakarta: Kementrian


Kesehatan Republik Indonesia.

Musyarifah, Zulda., dan Agus, Salmiah. 2018. Proses Fiksasi pada Pemeriksaan
Histopatologik. Jurnal Kesehatan Andalas. 7(3).

Anda mungkin juga menyukai