Puji syukur kami haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan karunia-Nya
saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Konsep Dasar Pendidikan
Karakter”.Meskipun banyak hambatan yang saya alami, dalam proses pengerjaannya, tapi
kami berhasil menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Tidak lupa kami sampaikan terima kasih kepada Ibu Ika Dian Rahmawati, S.Pd., M.Pd.,
selaku dosen Pendidikan Karakter yang telah membantu dan membimbing kami dalam
mengerjakan makalah ini. Tentunya ada hal-hal yang ingin kami berikan kepada masyarakat
dari hasil makalah ini. Karena itu kami berharap semoga makalah ini berguna bagi kita
bersama.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dalam kesempurnaan, oleh karena itu kritik
dan saran yang membangun sangat saya harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir
kata, saya mohon maaf apabila dalam penyusunan makalah ini terdapat banyak kesalahan.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat tidak hanya bagi penulis namun juga para pembaca.
Penulis
i
Daftar isi
Bab I Pendahuluan ..................................................................................................... 3
A. Latar Belakang ............................................................................................... 3
B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 3
C. Tujuan ............................................................................................................ 3
Bab II Pembahasan .................................................................................................... 4
A. Strategi Mendidik Anak Berkarakter di Keluarga ......................................... 4
1. Pendidikan Karakter........................................................................... 4
2. Pendidikan keluarga ........................................................................... 4
3. Strategi mendiidk anak berkarakter di keluarga ................................ 6
B. Membangun Kemitraan Sekolah dan Orang tua ............................................ 7
1. Pengertian dan Tujuan Kemitraan ..................................................... 7
2. Prinsip Kemitraan .............................................................................. 8
3. Bentuk Kemitraan .............................................................................. 8
4. Peran Pelaku Kemitraan ..................................................................... 9
C. Strategi Pemberdayaan Keluarga Bagi Pendidikan Karakter ........................ 10
1. Pola Asuh Anak Dalam Keluarga ...................................................... 10
2. Metode Penanaman Karakter dalam Keluarga .................................. 12
Bab III Penutup .......................................................................................................... 15
A. Kesimpulan .................................................................................................... 15
B. Saran .............................................................................................................. 15
Daftar Pustaka ............................................................................................................ 16
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lingkungan merupakan tempat dimana seseorang untuk tumbuh dan
berkembang, Sehingga lingkungan banyak berperan dalam membentuk kepribadian
dan karakter seseorang titik bagi kebanyakan anak, lingkungan keluarga merupakan
lingkungan yang mempengaruhi perkembangan utama anak, setelah itu sekolah dan
kemudian masyarakat. Keluarga dipandang sebagai lingkungan dini yang dibangun
oleh orang tua dan orang-orang terdekat. Setiap keluarga selalu berbeda dengan
keluarga lainnya, dalam hal ini yang berbeda misalnya cara mendidik keluarga,
keadaan ekonomi keluarga. Setiap keluarga memiliki sejarah perjuangan, nilai-nilai
dan kebiasaan turun menurun yang secara tidak sadar akan membentuk karakter anak.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Strategi Mendidik Anak Berkarakter di keluarga
1. Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter adalah upaya yang dilakukan dengan sengaja
untuk mengembangkan karakter yang baik (good character) berlandaskan
kebajikan-kebajikan inti (core virtues) yang secara objektif baik bagi individu
maupun masyarakat.1
Pengertian yang senada dikemukakan oleh Istarani bahwa pendidikan
karakter adalah usaha sadar dan terencana dalam menanamkan nilai-nilai
sehingga terinternalisasi dalam diri peserta didik yang mendorong dan
mewujudkan sikap dan perilaku yang baik. 2
Dapat disimpulkan Pendidikan karakter pada hakikatnya merupakan
pendidikan yang berusaha membiasakan dan menebarkan kebajikan. Dengan
demikian, pendidikan karakter bukan terletak pada materi pembelajaran,
melainkan pada aktivitas yang melekat, mengiringi dan menyertai suasana
yang mewarnai, tercermin dan melingkupi proses pembelajaran, pembiasaan
sikap dan perilaku yang baik. Dengan demikian pendidikan karakter tidak
berbasis materi tetapi lebih menekankan pada kegiatan.
Pendidikan karakter di lingkungan sekolah merupakan program yang
berkesinambungan dan terintegrasi kedalam keseluruhan sistem pengelolaan
pendidikan. Hal ini didasarkan kepada : tujuan pendidikan nasional, yakni
membentuk manusia seutuhnya. Proses pembentukan karakter peserta didik,
yang dibuktikan dengan pemahaman terhadap budi pekerti, nilai-nilai
kehidupan, terbentuknya watak dan akhlak mulia, dipandang tidak cukup
melalui dengan proses pembelajaran budaya dan karakter saja, tetapi harus
dilakukan secara holistik, atau didukung oleh berbagai komponen yang
mempengaruhinya termasuk sistem manajemen sekolah yang dilakukan pada
setiap sekolah.
2. Pendidikan Keluarga
Mansur mendefinisikan pendidikan keluarga adalah proses pemberian
nilai-nilai positif bagi tumbuh kembangnya anak sebagai fondasi pendidikan
selanjutnya. 8 Selain itu, Abdullah juga mendefinisikan pendidikan keluarga
adalah segala usaha yang dilakukan oleh orang tua berupa pembiasaan dan
improvisasi untuk membantu perkembangan pribadi anak. 9 Pendapat lain
yang dikemukakan oleh an-Nahlawi, Hasan Langgulung memberi batasan
terhadap pengertian pendidikan keluarga sebagai usaha yang dilakukan oleh
ayah dan ibu sebagai orang yang diberi tanggung jawab untuk memberikan
nilai-nilai, akhlak, keteladanan dan kefitrahan. 3
1
Saptono, Dimensi-dimensi Pendidikan Karakter: Wawasan, Strategi dan Langkah Praktis, (t.tp:
Erlangga, 2011), h. 23.
2
Istarani, Kurikulum Sekolah Berkarakter, (Medan: Media Persada, 2012), h. 1.
3
Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), h. 319.
4
Ki Hajar Dewantara merupakan salah seorang tokoh pendidikan
Indonesia, juga menyatakan bahwa alam keluarga bagi setiap orang (anak)
adalah alam pendidikan permulaan. Untuk pertama kalinya, orang tua (ayah
maupun ibu) berkedudukan sebagai penuntun (guru), sebagai pengajar,
sebagai pendidik, pembimbing dan sebagai pendidik yang utama diperoleh
anak. Maka tidak berlebihan kiranya manakala merujuk pada pendapat para
ahli di atas konsep pendidikan keluarga. Tidak hanya sekedar tindakan
(proses), tetapi ia hadir dalam praktek dan implementasi, yang dilaksanakan
orang tua (ayah-ibu) degan nilai pendidikan pada keluarga. 4
Mayoritas orang tua belum mengetahui bagaimana konsep pendidikan
keluarga itu. Hal tersebut tanpa disadari para orang tua (ayah dan ibu) dalam
praktek kesehariannya. Mereka telah menjalankan fungsi keluarga dalam
pendidikan anak-anak. Pada hakikatnya, fungsi keluarga adalah sebagai
pendidikan budi pekerti, sosial, kewarganegaraan, pembentukan kebiasaan dan
pendidikan intelektual anak. Mollehnhaur dalam Abdullah membagi tiga
fungsi keluarga dalam pendidikan anak, yaitu:
a. Fungsi kuantitatif, yaitu menyediakan bagi pembentukan perilaku
dasar, artinya keluarga tidak hanya menyediakan kebutuhan dasar fisik
anak, berupa pakaian, makanan dan minuman, serta tempat tinggal
yang layak. Akan tetapi, keluarga dituntut untuk menyediakan dan
memfasilitasi ketersediaan dasar-dasar kebaikan, berupa perilaku,
etika, sopan santun dan pembentukan karakter anak yang santun dan
berakhlak baik sebagai fitrah manusia yang hakiki.
b. Fungsi-fungsi selektif, yaitu menyaring pengalaman anak dan
ketidaksamaan posisi kemasyarakatan karena lingkungan belajar.
Artinya pendidikan keluarga berfungsi sekaligus memerankan diri
sebagai fungsi kontrol pengawasan terhadap diri anak akan berbagai
informasi yang diterima anak. Terutama anak usia 00 tahun hingga 05
tahun yang belum memiliki pengetahuan dan pengalaman. Sehingga
diharapkan mampu membedakan mana yang baik dan buruk. Oleh
sebab itu, keluarga (ayah dan ibu) berkewajiban memberikan informasi
dan pengalaman yang bermakna. Berupa pengalaman belajar secara
langsung maupun tidak langsung, diharapkan pengalaman tersebut
mampu diserap dan ditransformasi dalam diri anak.
c. Fungsi pedagogis, yaitu mewariskan nilai-nilai dan norma - norma.
Artinya pendidikan keluarga berfungsi memberikan warisan nilai-nilai
yang berkaitan dengan aspek kepribadian anak. Tugas akhir
pendidikan keluarga tercermin dari sikap, perilaku dan kepribadian
(personality) anak dalam kehidupan sehari-hari yang ditampilkan.
Sementara itu, ternyata fungsi keluarga bukan sebatas itu, misalnya Berns, ia
mengemukakan fungsi keluarga, yaitu:
a. fungsi reproduksi,
b. melaksanakan pendidikan dan sosialisasi di masyarakat,
c. membangun aturan-aturan sosial,
d. melakukan tindakan ekonomi, dan
4
Ki Hajar Dewantara, Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta: Taman Siswa, 1961), h. 255.
5
e. membangun dan mendukung proses perkembangan emosi anak-anak.5
3. Strategi Mendidik Anak Berkarakter di Lingkungan Keluarga
Iklim positif keluarga pada masa anak - anak adalah alat dalam
meningkatkan perilaku kreatif dan produktif pada masa dewasa. Iklim
keluarga baik positif maupun negatif menjadi pengalaman hidup yang
berharga bagi anak. Life’s experiences, and the lessons we learn from then,
often reinforce our tendencies to believe in what we believe (Patching, 2007:
30). Jelas bahwa pengalaman hidup dan pembelajaran yang bisa dipetik dari
pengalaman hidup tersebut akan membentuk nilai - nilai pada kehidupan
manusia.
Menurut Kohlberg dalam Duska & Whelan menjelaskan Ada beberapa strategi
penerapan pendidikan karakter di lingkungan keluarga sebagai berikut :
a. Orang tua mendidikkan karakter padabanak melalui pengasuhan yang
baik, mencontohkan perilaku dan pembiasaan, pemberian penjelasan
atas tindakan, memiliki standar yang tinggi dan realistis bagi anak dan
melibatkan anak dalam pengambilan keputusan.
b. Orang tua mengelola lingkungan moral keluarganya melalui
pengasuhan yang baik, mencontohkan perilaku, pemberian penjelasan
atas tindakan, memiliki standar yang tinggi dan realistis bagi anak, dan
melibatkan anak dalam pengambilan keputusan.
c. Orang tua membentuk hati nurani dan kebiasaan pada anak melalui
nasihat, pemberian contoh dengan sikap dan perilaku, serta
pembiasaan.
d. Orang tua mendidikkan nilai-nilai yang baik pada anak-anaknya
melalui nasihat, pemberian contoh dengan sikap dan perilaku, serta
pembiasaan.
e. Orang tua menerapkan disiplin kepada anak-anaknya melalui
penarikan kasih sayang, penegasan kekuasaan (penerapan hukuman),
atau melalui cara induksi.
f. Orang tua memberikan kesempatan kepada anak - anaknya untuk
berlatih kebajikan dengan memberi anak keleluasaan untuk
bersosialisasi dengan lingkungan baik tetangga maupun sekolah dan
memfasilitasinya.
g. Orang tua menyelesaikan konflik melalui cara kekeluargaan.
h. Orang tua mengajarkan aspek-aspek spiritual kepada anak-anaknya
melalui nasihat, pemberian contoh dengan sikap dan perilaku, serta
pembiasaan.
Banyak ditemukan bahwa orang tua yang hanya memberi nasihat tanpa
memberi contoh sering mendapat bantahan dari anaknya. Anak tampak
menurut namun sebenarnya dia membangkang. Akibatnya anak-anak ini
menjadi bandel dan berani pada orang tua. Contohnya, ketika orang tua
menyuruh anaknya untuk belajar, sedangkan dia menonton tv, pasti tidak akan
menuruti perintah tersebut, sebab memandang orang tuanya kurang
konsekuen. Sementara itu, orang tua yang menasihati dengan memberi contoh
melalui sikap dan perilaku mereka selalu dipatuhi anak. Anak lebih banyak
5
M. Imron Abdullah, Pendidikan Keluarga Bagi Anak, (Cirebon : Lektur, 2003), h. 237.
6
belajar dari apa yang mereka lihat. Verba movent exemple trahunt. Kata-kata
itu menggerakkan orang, namun teladan itulah yang menarik hati (Doni
Koesoema A., 2007: 214).
Anak - anak yang tumbuh dengan orang tua yang seperti ini tumbuh
menjadi anak - anak yang baik. Tidak jauh berbeda dengan mengelola
lingkungan moral, anak lebih cenderung meniru dan mengikuti kebiasaan yang
ada dalam lingkungan hidupnya. Mendidik anak dengan contoh perilaku
langsung itu lebih baik daripada hanya dengan nasihat dalam bentuk ucapan
(A. Mudjab Mahali, 2012: 533). 6
6
Fita sukiyani, Pendidikan karakter dalam lingkungan keluarga, Socia Jurnal ilmu - ilmu
sosial, Vol. 11, No.1, Mei 2014, h. 67.
7
Shodiq A Kuntoro, “Bahan Workshop :Kemitraan Sekolah,” Makalah disampaikan
pada pelatihan Strategi Pengembangan Mutu Sekolah Bagi Pengawas dan Kepala Sekolah,
diselenggarakan oleh Prodi S2 Manajemen Pendidikan dan S3 Ilmu Pendidikan Program
Pasca Sarjana UNY, Yogyakarta tanggal 7 Agustus 2010, hal 1
8
Sri Lestari Yuniarti,Nugroho Eko Prasetyo, Juknis Kemitraan Sekolah Menemgah Pertama
dengan Keluarga dan Masyarakat, (Kemendikbud, 2016), h. 5.
7
diharapkan membantu dan mendukung anak melalui bimbingan, arahan,
motivasi, dan tauladan yang mendukung program sekolah. Sebagai contoh,
ketika sekolah mengajarkan untuk membuang sampah pada tempatnya,
berbicara yang sopan, maka di rumah juga harus diajarkan yang sama.
Sehingga ada kesinambungan antara perilaku yang dilakukan di sekolah
dengan di rumah.9
2. Prinsip Kemitraan
Untuk mendorong tumbuhnya karakter dan budaya prestasi , kemitraan
hendaknya dilaksanakan dengan mengacu pada prinsip - prinsip berikut ini :
a. Kesamaan Hak dan Saling Menghargai.
Kemitraan keluarga, sekolah dan masyarakat dapat terjalin
secara harmonis apabila semua unsur yang terlibat memiliki kesamaan
hak dan saling menghargai satu sama lain sesuai dengan peran dan
fungsinya.
b. Semangat Gotong Royong dan Kebersamaan.
Kemitraan dibangun atas dasar semangat gotong royong dan
kebersamaan. Hal ini akan terjalin apabila semua pihak merasa punya
kebutuhan dan kepentingan yang sama kaitannya dengan pendidikan
peserta didik.
c. Saling Melengkapi dan Memperkuat.
Kemitraan dengan orang tua dan masyarakat perlu dijalin
sehingga tercipta tri sentra pendidikan yang saling melengkapi dan
memperkuat sesuai perannya masing-masing.
d. Saling Asah, asih, dan Asuh.
Prinsip ini diharapkan dapat mewujudkan terjadinya proses asah,asih,
dan asuh antara satu dengan yang lainnya. Pihak sekolah dan keluarga
ada proses saling bekerjasama dalam mendidik putra putrinya,
dilandasi oleh rasa cinta dan kasih sayang dalam rangka menciptakan
ekosistem pendidikan yang baik bagi peserta didik. 10
Kemitraan keluarga dengan disamping mengacu pada prinsip - prinsip di atas
juga perlu menentukan bentuk kemitraan yang akan dilakukan.
3. Bentuk Kemintraan
Bentuk- bentuk dukungan orang tua dalam penumbuhan budi pekerti
maupun budaya prestasi anaknya sangat dibutuhkan. Masing-masing keluarga
mempunyai cara sendiri dalam mendidik dan mendukung anaknya di rumah
ataupun keberhasilan sekolah mereka. Bentuk- bentuk dukungan keluarga di
rumah :
a. Menumbuhkan budi pekerti.
b. Menciptakan lingkungan yang aman, nyaman, dan menyenangkan
c. Melindungi dari berbagai ancaman di seputar mereka.11
9
Ibid., h. 26.
10
Sri Yuniarti, op. Cit. h. 8.
11
Sukiman,dkk. Menjadi Orang tua Hebat, Cet. 1, (Jakarta: Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan, 2016), h. 25.
8
Hal-hal yang diharapkan di rumah :
c. Terbiasa menjalankan ibadah sesuai dengan tuntunan agama yang
dianutnya
d. Anak dibiasakan sarapan/ makan sebelum berangkat sekolah
e. Anak biasa berpamitan saat berangkat sekolah
f. Orang tua menghubungi wali kelas atau sekolah apabila anaknya tidak
masuk sekolah , bisa melalui surat, telephone maupun wa.
g. Memiliki aturan yang disepakati bersama (misalnya: memberitahu saat
pulang terlambat, menentukan jam belajar)
h. Orang tua memiliki no HP kepala sekolah, wali kelas, dan ketua
komite
i. Orang tua menjalin komunikasi yang baik dengan anak
j. Memberi dukungan yang membuat anak merasa nyaman sehingga
betah tinggal di rumah
k. Keluarga terbiasa melakukan kegiatan bersama (ibadah, makan,
olahraga, dll)
l. Keluarga melakukan kegiatan-kegiatan lain yang positif seperti
kebiasaan membaca dan olah raga bersama
m. Membiasakan anak mandiri dan bertanggungjawab.12
Kebiasan- kebiasaan yang dilakukan di rumah akan sangat membantu anak-
anak dalam menyiapkan mereka menjadi orang yang dewasa dan
bertanggungjawab. Ketentraman dan kedamaian di rumah akan membuat anak
betah tinggal di rumah. Jika tidak maka anak akan mencari pelarian ke hal- hal
negatif atau ke tempat tempat yang dirasa lebih nyaman.
12
Ibid., h. 26 – 27.
9
c. Wali Kelas
1) Mendukung kebijakan program pendidikan keluarga;
2) Menjadi fasilitator anatara pihak sekolah dengan orang tua/
wali peserta didik dan masyarakat;
3) Menjadi motivator dan inisiator dalam kegiatan pendidikan
karakter dan budaya prestasi bagi peserta didik;
4) Mengevaluasi pencapaian hasil program peserta didik yang
mencakup terbetuknya prestasi dan karakter.
d. Komite Sekolah
1) Mendudkung kebijakan program kemitraan yang telah
ditetapkan sekolah;
2) Memantau pelaksanaan program kemitraan yang telah
ditetapkan bersama sekolah;
3) Memberi saran perbaikan atas pelaksanaan program kemitraan;
4) Melakukan evaluasi program kemitraan yang telah
dilaksanakan di sekolah.
e. Peran Orang tua/ Wali
1) Menciptakan lingkungan belajar di rumah yang menyenangkan
dan mendorong perkembangan budaya prestasi anak;
2) Menjalin interaksi dan komunikasi yang hangat dan penuh
kasih saying dengan anak;
3) Memberikan motivasi dan menanamkan rasa percaya diri pada
anak;
4) Menjalin hubungan dan komunikasi yang aktif dengan pihak
sekolah untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif;
5) Berpartisipasi aktif dalam kegitan pembelajaran dan kegiatan
ekstrakurikuler yang dilakukan anak di sekolah;
6) Memiliki inisiatif untuk menggerakkan orang tua/wali lain agar
terlibat dalam pengambilan keputusan di sekolah dan
masyarakat.13
C. Strategi Pemberdayaan Keluarga Bagi Pendidikan Karakter
Anak
1. Pola Asuh Anak Dalam Keluarga
Pembentukan anak bermula atau berawal dari keluarga. Pola asuh
orang tua terhadap anak-anaknya sangat menentukan dan memengaruhi
kepribadian (sifat) serta perilaku anak ( Olds and Feldman, 1998). Anak
menjadi baik atau buruk semua tergantung dari pola asuh orang tua dalam
keluarga.
Berikut ini uraian macam-macam pola asuh orang tua terhadap anak:
1. Pola Asuh Otoriter ( Paren Oriented )
Pola asuh otoriter (patent otoriter) pada umumnya
menggunakan pola komunikasi satu arah (one way communication).
Ciri-ciri pola asuh ini menekankan bahwa segala aturan orang tau
harus ditaati oleh anaknya. Inilah yang dinamakan win-lose
solision.Orang tua memaksakan pendapat atau keinginan pada anaknya
13
Sri Yuniarti, op. Cit. h. 10 – 11.
10
dan bertindak semena-mena (semuanya kepada anak), tanpa dapat
dikrotik oleh anak. Anak harus menurut dan tidak boleh membantah
terhadap apa-apa yang di perintahkan atau dikehendaki oleh orang tua
anak tidak diberi kesempatan menyampaikan apa yang dipikirkan
diinginkan, atau dirasakannya.
Dalam kondisi ini anak seolah-olah menjadi robot (penurut)
sehingga mungkin saja pada akhirnya anak tmbuh menjadi individu
yang kurang inisiatif, merasa takut, tidak percaya diri, pencemas,
rendah diri, minder dalam pergaulan, hingga kurang mandiri karena
segala sesuatu tergantung kepada orang tua. Sisi negatif lainya, jika
anak tidak terima dengan perlakuan tersebut anak dapat tumbuh
menjadi orang munafik, pemberontak, nakal,
Segi positif dari pola asuh ini yaitu anak menjadi penurut dan
cenderung akan menjadi disiplin yakni menaati peraturan yang di
tetapkan orang tua namun, mungkin saja anak tersebut hanya mau
menunjukan disiplinnya di hadapan orang tua, padahal didalam hatinya
anak membangkang sehingga ketika berada di belakang orang tua anak
akan bertindak lain. Kalau ini terjadi, maka perilaku yang di
lakukannya hanya untuk menyenangkan hati orang tua atau untum
menghindari diriya dari hukuman. Perilaku ini akhirnya membuat anak
memiliki dua kepribadian yang bukan merupakan refleksi kepribadian
sesungguhnya ( anak menjadi munafik).
b. Pola Asuh Permisif (Children Centered)
Pada umumnya pola asuh permisif ini menggunakan komunikasi satu
arah (one way communication) karena meskipun orang tua memiliki
kekuasaan penuh dalam keluarga terutama terhadap anak tetapi anak
memutuskan apa-apa yang diinginkannya sendiri baik orang tua setuju
ataupun tidak. Pola ini bersifat childern centered maksutnya adalah bahwa
segala aturan sdan ketetapan keluarga berada di tangan anak.
Pola asuh persimif ini kebalikan dari pola asuh parent oriented.
Dalama perent oriented semua keingina orang tua harus diikuti baik akan
setuju maupun tidak, sedangkan dallam pola asuh permisif orang tua
harus,mengikuti keinginan anak baik orang tua setuju ataupun tidak, stategi
komunikasi dalam pola asuh ini sama dengan stategi parent oriented yaitu
bersifat win-lose solution. Artinya apa yang diinginkan anak selalu dituruti
dan diperbolehkan oleh orang tua, orang tua mengikuti segala kemauan
anaknya.
Anak cenderung bertindak semena-mena, ia bebas melakukan apa saja
yang diinginkannya tanpa memandang bahwa itu sesuai dengan nilai-nilai
atau norma yang berlaku atau tidak. Sisi negatif dari pola asuh ini adalah anak
kurang disiplin dengan aturan-aturan sosial yang berlaku. Namun sisi
positifnya, jika anak menggunakan dengan tanggungg jawab maka anak
tersebut akan menjadi orang yang mandiri, kreatif, inisiatif, dan mampu
mewujudkan aktualisasi dirinya di masyarakat.
c. Pola Asuh Demokrasi
11
Pola asuh demokratis menggunakan komunikasi dua arah (two ways
communication). Keduduan antara orang tua dan anak dalam berkomunikasi
sejajar. Suatu keputusan diambil bersama dengan mempertimbangkan
(keuntungan) kedua belah pihak (win-win solution). Anak diberi kebebasan
yang bertanggung jawab. Artinya, apa yang dilakukan anak tetap harus di
pertanggung jawabkan secara moral.
Orang tua dan anak tidak dapat berbuat semena-mena dapa salah satu
pihak; atau kedua belah pihak tidak dapat memaksakan sesuatu tanpa
berkomunikasi terlebih dahulu dan keputusan akhir disetujui oleh keduanya
tana merasa tertekan. Sisi positif dari komunikasi ini adalah anak akan
menjadi individu yang mempercayai orang lain, bertanggung jawab terhadap
tindakan-tindakannya, tidak munafik, dan jujur, sisi negatifnya adalah anak
akan cenderug merongrong kewibawaan otoritas orang tua, kalau segala
sesuatu harus di pertimbangkan antara orang tua dengan anak.
d. Pola Asuh Situasional
Dalam kenyataannya setiap pola asuh tidak diterapkan secara kaku
dalam keluarga. Maksudnya, orang tua tidak menetapkan salah satu tipe dalam
mendidik anak. orang tua dapat menggunakan satu atau dua (campuran pola
asuh) dalam situasi tertentu. Untuk membentuk anak agar anak menjadi anak
yang berani menyampaikan pendapat sehingga memiliki ide-ide yang kreatif,
berani dan juga jujur orang tua dapat menggunakan pola asuh demokratis;
tetapi pada situasi yang sama jika ingin memperlihatkan kewibawaannya,
orang tua dapat memperlihatkan pola asuh parent oriented.14
14
Helmawati, Pendidikan Keluarga Teoritis Dan Praktis, ( Bandung: PT REMAJA
ROSDAKARYA, 2016 ), h. 138-140
12
bersosialisasi dengan orang tuanya. Ini berarti bahwa ucapan dan
perilaku orang tua akan dicontoh anak-anaknya. Dalam hal ini
pendidik menjadi contoh terbaik dalam pandangan anak. Apa yang
menjadi perilaku orang tua akan ditirunya.
Jika orang tua sebagai pendidik berperilaku jujur, dapat
dipercaya, berakhlak mulia, berani, dan menjauhi diri dari perbuatan-
perbuatan yang dilarang agama, anak akan tumbuh dalam kejujuran,
terbentuk dengan akhlak mulia, menjadi anak pemberani, dan mampu
menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang dilarang agama dan
sebaliknya.
2. Metode Percontohan
Mudah untuk mengatakan kata-kata perintah pada anak, tapi
akankah anak melaksanakan apa yang diperintah apabila yang belum
diketahuinya jika tidak diberi contoh terlebih dahulu. bagaimana anak
akan melakukan shalat sedangkan orang tuanya tidak memberikan
contoh bagaimana shalat. bahkan bayak orang tua yang memerintahkan
shalat kepada anaknya, sedangkan mereka sendiri tidak melaksanakan
shalat.
Orang tua adalah contoh bagi anak-anaknya. Begitu pula guru
sebagai pendidik merupakan contoh bagi anak-anak. Ketika para
pendidik memberikan contoh yang baik, anak-anak pun akan melihat
dan berbuat seperti yang dicontohkan. Metode dengan memberikan
contoh merupakan salah satu metode dalam membentuk karakter anak
yang hendaknya dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari.
3. Metode Pembiasaan
Pembiasaan adalah suatu keadaan dimana seseorang
mengaplikasikan perilaku-perilaku yang belum pernah atau jarang
jarang dilaksanakan menjadi sering dilaksanakan sehingga pada
akhirnya menjadi kebiasaan. Kebiasaan-kebiasaan yang baik seperti
beribadah kepada Allah yang selalu dilaksanakan dalam keluarga akan
menjadi kebiasaan pula bagi anak. Dengan pembiasaan ini anak akan
rajin menjalankan shalat, mengaji dan puasa. Orang tua yang terbiasa
mengucapkan salam dan membiasakan pada anak tentu anak akan
terbiasa mengucapkan salam.
Begitu pula orang tuan yang biasa melakukan kekerasan kepada
anak menjadikan anaknya berprilaku kasar kepada orang lain.
kebiasaan baik yang dilakukan dalam keluarga yang dicontohkan orang
tua lama kelamaan akan menjadi kebiasaan baik pula bagi anak dan
sebaliknya. Begitulah anak-anak akan melihat bahwa orang tua
merupakan figur ideal bagi mereka. Maka segala kebiasaan mulai dari
tindakan atau tingkah laku orang tua selalu akan ditirunya dan menjadi
kebiasaan mereka pula.
4. Metode Pengulangan
13
Pengulangan adalah sesuatu kegiatan yang berkali-kali
dilakukan sehingga menjadi hafal, paham, atau terbiasa. Metode
pengulangan dapat diaplikasikan pada tataran kongnitif, afektif,
maupun psikomotor anak. Contoh pengulangan dalam tataran kongnitif
yaitu hafalan baik Al Quran maupun pembelajaran disekolah.
Sementara contoh tataran afektif yaitu rajin memberi sedekah kepada
fakir miskin dengan rasa sayang. Contoh secara tataran psikomotor
adalah penulangan yang dilakukan oleh anggota tubuh seperti tata cara
shalat, senam atau olahraga, atau keterampilan tangan yang jika terus
diulang akan menghasilkan kreasi yang sempurna.
5. Metode Pelatihan
Latihan adalah mempraktikan teori yang telah dipelajari.
Banyak hal yang jika dilatih akan menghasilkan karakter tangguh dan
pantang menyerah pada anak. Contoh pelatihan ( baik ranah kognitif,
afektif, dan psikomotorr) yang dapat dilakukan dalam membentuk
karakter anak diantaranya adalah pelatihan membaca, menulis,
berhitung, latihan fisik, dan pelatihan keterampilan lainnya. Dalam
pelatihan akan ada pengulangan. Dengan demikian, semakin anak
berlatih giat, ia akan mengulang banyak hal yang akan berguna bagi
dirinya.
6. Metode Motivasi
Manusia memiliki semangat yang terkadang naik turun,
sehingga pada saat manusia dalam kondisi semangatnya turun ia akan
perlu dimotivasi. Manusia memiliki potensi yang apabila di motivasi ia
akan menunjukan kinerja yang lebih. Motivasi memberikan dampak
yang sangat baik dan positif bagi perkembangan kejiwaan manusia
terutama perkembangan pendidikan anak. Orang tua sebagai pendidik
yang pertama dan utama bagi anak-anak agar berkembang seluruh
potensi yang dimilikinya.15
15
Ibid., h. 166-169.
14
BAB III
Penutup
A. Kesimpulan
Pendidikan karakter pada hakikatnya merupakan pendidikan yang berusaha
membiasakan dan menebarkan kebajikan. Pendidikan Karakter dimulai dari keluarga
kemudian sekolah dan yang terakhir masyarakat. Ketiga elemen tersebut sangat
mempengaruhi karakter seseorang dan saling berkaitan satu sama lain.
Pembentukan anak bermula atau berawal dari keluarga. Pola asuh orang tua
terhadap anak-anaknya sangat menentukan dan memengaruhi kepribadian (sifat) serta
perilaku anak ( Olds and Feldman, 1998). Anak menjadi baik atau buruk semua
tergantung dari pola asuh orang tua dalam keluarga. Pendidikan karakter di
lingkungan sekolah merupakan program yang berkesinambungan dan terintegrasi
kedalam keseluruhan sistem pengelolaan pendidikan. Hal ini didasarkan kepada :
tujuan pendidikan nasional, yakni membentuk manusia seutuhnya.
Maka dari itu Kemitraan antara keluarga dan sekolah haruslah terjalin dengan
erat karena kemitraan adalah salah satu upaya membentukan karakter. kemitraan di
bidang pendidikan semuanya terlibat untuk mencapai tujuan, yaitu anak yang mandiri
dan berbudi pekerti luhur. Orang tua diharapkan membantu dan mendukung anak
melalui bimbingan, arahan, motivasi, dan tauladan yang mendukung program sekolah.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah di atas masih banyak sekali kesalahan dan jauh
dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah ini dengan berpedoman pada
sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Maka dari itu penulis mengharapkan
kritik dan saran mengenai pembahasan makalah.
15
Daftar Pustaka
Sukiyani, Fita. Pendidikan karakter dalam lingkungan keluarga, Socia Jurnal ilmu - ilmu
sosial, Vol. 11, No.1, Mei 2014.
M. Imron Abdullah. 2003. Pendidikan Keluarga Bagi Anak, Cirebon : Lektur, 2003.
16