Anda di halaman 1dari 115

SKRIPSI

PENGARUH PELATIHAN SIAGA BENCANA GEMPA BUMI


TERHADAP KESIAPSIAGAAN ANAK SEKOLAH
DI SDN 25 KOTA BIMA TAHUN 2020

HAIRURRIFAH
NIM. P00620416009

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MATARAM
PROGRAM STUDI D-IV KEPERAWATAN BIMA
TAHUN AJARAN 2019/2020

i
SKRIPSI

PENGARUH PELATIHAN SIAGA BENCANA GEMPA BUMI


TERHADAP KESIAPSIAGAAN ANAK SEKOLAH
DI SDN 25 KOTA BIMA TAHUN 2020

Disusun Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Program Pendidikan


Sarjana Terapan Keperawatan Program Studi D-IV Keperawatan Bima
Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Mataram
Tahun Ajaran 2019/2020

HAIRURRIFAH
NIM. P00620416009

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MATARAM
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN BIMA
TAHUN AJARAN 2019/2020

i
LEMBAR PERSETUJUAN

Pengaruh Pelatihan Siaga Bencana Gempa Bumi Terhadap


Kesiapsiagaan Anak Sekolah Di Sdn 25 Kota Bima Tahun 2020

Disusun Untuk Memenuhi Syarat Menyelesaikan

Program Pendidikan Sarjana Terapan Keperawatan

Pada program studi D-IV Keperawatan Bima

Tahun Ajaran 2019/2020

Menyetujui

Pembimbing I Pembimbing II

Hj. Rini Hendari, S.Kep.Ns.M.Kes Martiningsih, S.Kep.Ns.M.Kep


NIP.196004231993032001 NIP. 197510281999032005

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Dipertahankan Didepan Tim Penguji Skripsi Jurursan Keperawatan


Prodi D-IV Keperawatan Bima Politeknik Kesehatan Kemenkes Mataram
Dan Diterima Untuk Memenuhi Syarat Dalam Menyelesaikan
Program Pendidikan Sarjana Terapan Keperawatan
Tahun Ajaran 2019/2020

Hari :
Tanggal :

Tim Penguji

A.Haris SST MPH ( )


NIP. 196404151985111001

Martiningsih, S.Kep.Ns.M.Kep ( )
NIP. 197510281999032005

Hj. Rini Hendari, S.Kep.Ns.M.Kes ( )


NIP.196004231993032001

Mengesahkan :
Ketua Program Studi D-IV Keperawatan Bima
Politeknik Kesehatan Kemenkes Mataram

A.Haris SST MPH


NIP. 196404151985111001

iii
KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat,

taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

dengan judul “ Pengaruh Pelatihan Siaga Bencana Gempa Bumi Terhadap

Kesiapsiagaan Anak Sekolah Di SDN 25 Kota Bima Tahun 2020 ”.

Terselesaikannya skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan

berbagai pihak. Pada kesempatan yang baik ini penulis ingin

menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. H. Awan Dramawan, S.Pd.,M.Kes, selaku Direktur Politeknik

Kesehatan Kemenkes Mataram yang telah memberikan kesempatan

menempuh program pendidikan Sarjana Terapan di Jurusan

Keperawatan Poltekkes Mataram.

2. Bapak A. Haris AB, S.ST.M.PH, selaku Ketua Program Studi D-IV

Keperawatan Bima yang telah mengesahkan judul serta hasil dalam

menyelesaikan skripsi ini.

3. Hj. Rini Hendari ,S.Kep.Ns.M.Kes, selaku pembimbing I yang telah

memberikan masukan dan arahan pada penulis sehingga skripsi ini

dapat terselesaikan dengan baik.

4. Martiningsih, S.Kep.Ns.M.Kep, selaku pembimbing II yang telah

banyak memberikan masukan dan arahan terhadap penulisan

skripsi.

iv
5. Bapak A. Haris AB, S.ST.M.PH, selaku penguji utama yang

memberikan kesempatan dalam menyampaikan, menanggapi serta

mempertanggungjawabkan hasil skripsi yang telah dikerjakan.

6. CI Laboratorium Keperawatan Bima yang telah memberikan ijin

peminjaman alat laboratorium dalam mendukung penelitian.

7. Kepala BPBD Kota Bima yang telah memberikan ijin dalam

pengambilan data awal untuk kelengkapan dalam penyusunan

skripsi.

8. Kepala Sekolah SDN 25 Kota Bima yang juga telah memberikan ijin

dalam pengambilan data dan melakukan penelitian.sebagai aplikasi

dari proposal yang telah disusun sebelumnya.

9. Kepala Sekolah SDN 54 Kota Bima yang telah memberikan ijin

dalam pengambilan data dalam memenuhi kelengkapan isi skripsi.

10. Kedua orang tuaku Drs.Kisman Abubakar dan Almarhumah Ibu

Junari, S.Pd.I juga lima saudara kandung (Fitriyati, Arif Satriadin,

Ardi Sarjan, Asriadin dan Agus Rahmat) yang banyak memberikan

dukungan spiritual dan materil serta dorongan doa dalam

penyusunan skripsi ini sehingga saya dapat termotivasi dan

semangat dalam menyelesaikan pengerjaan skripsi tepat pada

waktunya.

11. Semua keluarga tidak sedarahku (Ina Mahani, Ibu Sri Handayani, Ibu

Fadlulrahmi, Wenny, Lussy, Femi, anggota TEN(G)TOP, Aldin,

Syaban, Ilul, senior Poltekkes Mataram Program Studi Keperawatan

v
Bima, dan senior Komunitas Lentera Muda) yang telah memberi

dukungan dan bantuan dalam menyelesaikan skripsi ini.

12. Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini yang

tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih banyak

kekurangannya, oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun

sangat penulis harapkan untuk perbaikan selanjutnnya.

Demikian,semoga proposal ini bisa bermanfaat dan menambah

wawasan bagi penulis dan para pembaca pada umumnya.

Kota Bima , 23 April 2020

Penulis

vi
ABSTRAK

PENGARUH PELATIHAN SIAGA BENCANA GEMPA BUMI TERHADAP


KESIAPSIAGAAN ANAK SEKOLAH DI SDN 25 KOTA BIMA TAHUN 2020

Hairurrif’ah (2020). Pembimbing (1) Hj.Rini Hendari, S.Kep.Ns.M.Kes, (2)


Martiningsih, S.Kep.Ns.M.Kep. Pengaruh Pelatihan Siaga Bencana Gempa Bumi
Terhadap Kesiapsiagaan Anak Sekolah Di SDN 25 Kota Bima Tahun 2020

Latar Belakang : Gempa bumi adalah peristiwa bergetarnya bumi akibat


pelepasan energi dalam bumi secara tiba-tiba. Penyebab timbulnya banyak
korban dan kerusakan bangunan adalah kurangnya pengetahuan dan
kesiapsiagaan dalam mengantisipasi bencana. Salah satu upaya
mempersiapkan menghadapi bencana adalah dengan memberikan pelatihan
mengenai bencana tersebut.
Tujuan : Untuk mengetahui pengaruh pelatihan Siaga Bencana Gempa Bumi
terhadap anak sekolah.
Metode : Desain yang digunakan adalah quasy experimental dengan rancangan
non rendommazed control group pretest posttest design, penarikan sampel
menggunakan purposive sampling dengan sampel sebanyak 46 responden.
Intrumen yang digunakan adalah kuisioner dan lembar observasi. Data dianalisis
menggunakan uji paired samples t-test dengan tingkat signifikansi (α = 0,05).
Hasil : Hasil penelitian ini menunjukkan kesiapsiagaan siswa sebelum diberikan
pelatihan paling banyak pada kategori kurang siap yaitu 9 responden (34,6%)
dan setelah diberikan pelatihan hasil penelitian menunjukkan peningkatan
kesiapsiagaan pada siswa dengan hasil paling banyak menempati kategori
sangat siap yaitu 16 responden (61,5%).
Kesimpulan : Dengan menggunakan uji paired samples t-test, didapatkan nilai
ρ-value = 0,000 < alpha (0,05), maka dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak dan
Ha diterima yaitu terdapat pengaruh pelatihan Siaga Bencana terhadap
kesiapsiagaan anak sekolah di SDN 25 Kota Bima.

Kata Kunci : Pelatihan Siaga Bencana, Kesiapsiagaan anak sekolah

vii
ABSTRACT

THE EFFECT OF EARTHQUAKE DISASTER PREPAREDNESS TRAINING ON


SCHOOL CHILDREN PREPAREDNESS AT SDN 25 BIMA CITY IN 2020

Hairurrifaah (2020). Advisor (1) Hj.Rini Hendari, S.Kep.Ns.M.Kes, (2)


Martiningsih, S.Kep.Ns.M.Kep. The Effect of Earthquake Disaster Preparedness
Training on School Children Preparedness At SDN 25 Bima City in 2020

Background: An earthquake is an earth shaking event due to sudden release of


energy in the earth. The cause of many casualties and building damage is the
lack of knowledge and preparedness in anticipating disasters. One effort to
prepare for a disaster is to provide training on the disaster.
Objective: To determine the effect of the earthquake disaster training on school
children.
Method: The design used was quasy experimental with a non-rendomazed
control group design pretest posttest design, sampling using purposive sampling
with a sample of 46 respondents. The instruments used were questionnaire and
observation sheet. Data were analyzed using paired samples t-test with a
significance level (α = 0.05).
Results: The results of this study showed that the most preparedness of
students before being given training was in the least prepared category, namely
9 respondents (34.6%) and after being given training the results of the study
showed an increase in preparedness for students with the most results
occupying the very prepared category, namely 16 respondents (61 , 5%).
Conclusion: By using paired samples t-test, the value ρ-value = 0,000 <alpha
(0.05) can be concluded that H0 is rejected and Ha is accepted, which is the
effect of Disaster Preparedness training on school children preparedness at SDN
25 Kota Bima .  

Keywords: Disaster Preparedness Training, School Children Preparedness

viii
DAFTAR ISI

Topik Halaman

Skripsi………………………………………………………………………….

Skripsi…………………………………………………………………………...i

Lembar Persetujuan…………………………………………………………...ii

Lembar Pengesahan……………………………………………………….....iii

Kata Pengantar……………………………………………………………......iv

Abstrak………………………………………………………………………....vii

Abstrack………………………………………………………………………..viii

Daftar Isi…………………………………………………………….………….ix

Daftar Tabel……………………………………………………………….......xi

Daftar Gambar…………………………………………………………………xii

Daftar Lampiran……………………………………………………………….xiii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang……………………………………………….………...1

B. Rumusan Masalah Penelitian…………………………………..…….4

C. Tujuan Penelitian……………………………………..……….…….…4

D. Manfaat Penelitian…………………………………………….…….....5

ix
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Bencana………………..……………........7

B. Tinjauan Umum Tentang Kesiapsiagaan…………………….……..25

C. Pengaruh Pelatihan Terhadap Kesiapsiagaan..............................39

D. Kerangka Teori..............................................................................41

E. Kerangka Konsep ...……………………………………………….....42

F. Hipotesis……………………………….……………………………....43

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian………………………………………….44

B. Desain Penelitian……………………………………………………....44

C. Kerangka Kerja

Penelitian……………………………………….........46

D. Populasi…………………………………………………..……….........47

E. Sampling………………………………………………….………….....47

F. Sampel…………………………………………………..…….………..47

G. Definisi Operasional……………………………………………..…….48

H. Variabel Penelitian……………………………………………….........50

I. Cara Pengambilan Data…………………………………………........51

J. Pengolahan dan Analisis Data………………………………….…....54

K. Etika Penelitian…………………………………………………..….....59

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

A. Hasil................................................................................................60

B. Pembahasan...................................................................................67

BAB V METODOLOGI PENELITIAN

x
A. Kesimpulan.....................................................................................78

B. Saran..............................................................................................79

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………...82

DAFTAR TABEL

Topik Halaman

Tabel 2.1 Tingkat Kesiapsiagaan.…………………………………..……….38

Tabel 3.1 Tabel Desain Penelitian…………………………………..……….44

Tabel 3.2 Definisi Operasional…………………………………………...…..48

Tabel 3.3 indeks nilai kuisioner…………………………………………........53

Tabel 3.4 Indeks nilai lembar observasi……………..

……………………....54

Tabel 3.5 Indeks nilai kesiapsiagaan.....……………..………………….…..57

Tabel 4.1 Distribusi karakteristik responden..............................................62

Tabel 4.2 Kesiapsiagaan sebelum pelatihan………..

……………………....63

Tabel 4.3 Kesiapsiagaan setelah pelatihan ………....……..

…………........64

Tabel 4.4 Hasil Analisa pengaruh pelatihan ………....……..

…………........65

Tabel 4.5 Frekuensi pengaruh pelatihan.... ………....……..

…………........66

xi
Tabel 4.6 Perbedaan pengaruh pelatihan dan edukasi.......

…………........66

DAFTAR GAMBAR

Topik Halaman

Gambar 2.1 Kerangka Teori....……………………………………….…..….41

Gambar 2.1 Kerangka Konsep……………………………………….…..….42

Gambar 3.1 Kerangka Kerja Penelitian…………………………….……….45

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Topik Halaman

Lampiran 1 Permintaan Menjadi Responden……………………………….

Lampiran 2 Informed Consent………………………………………………..

Lampiran 3 Lembar Kuisioner………………………………………………..

Lembar 4 SOP………………………………………………………………...

Lampiran 5 Lembar Observasi………………………………………………

Lampiran 6 Master Tabel........................................................................

Lampiran 7 Analisis Data SPSS 16,0......................................................

Lampiran 8 Daftar Sekolah Aman Bencana............................................

Lampiran 9 Surat Balasan Lokasi Penelitian..........................................

xiii
Lampiran 10 Lembar Konsultasi.............................................................

Lampiran 11 Bukti peserta seminar proposal.........................................

Lampiran 12 Dokumentasi.......................................................................

xiv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan wilayah rawan bencana karena berada di

atas kerak bumi yang aktif dimana ada lima patahan lempeng bumi

yang bertemu, bertumbukan dan mengakibatkan pergerakan bumi

Indonesia dinamis (Pembriati, dkk., 2013)

Bencana menurut Undang-Undang No.24 tahun 2007 adalah

peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan

mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang

disebabkan oleh faktor alam, faktor non-alam maupun faktor manusia

sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan

lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Salah satu

contoh bencana adalah Gempa bumi. Gempa bumi disebabkan oleh

pergerakan permukaan bumi yang akan menciptakan penumpukan

dan pelepasan energi sehingga terjadinya pergeseran bagian dalam

bumi secara tiba-tiba. Hal ini dapat menyebabkan korban jiwa, dan

kerusakan bangunan (Kirschenbaum, dkk.,2017).

Menurut data BNPB (2019), di Indonesia telah terjadi 1.957

kejadian bencana alam selama tahun 2019 terhitung sejak 1 januari

hingga 31 Agustus yang mengakibatkan 445 meninggal, 113 hilang,

1.431 luka-luka dan 996.143 mengungsi dan menderita. Menurut data

BNPB Provinsi NTB sepanjang tahun 2018 terjadi 121 kejadian

bencana alam, 581 meninggal, 1.986 luka-luka dan 2.292.252

1
mengungsi dan menderita (BNPB, 2019). Sedangkan berdasarkan

data BPBD kota Bima telah terjadi 25 kejadian bencana sepanjang

tahun 2018 (BPBD, 2019) yang menyebabkan beberapa rumah retak

dan gangguan psikologis seperti ketakutan dan cemas pada

masyarakat.

Gempa bumi merupakan contoh bencana yang berbahaya, karena

gempa bumi dapat terjadi dimana dan kapan saja. Salah satu

penyebab timbulnya banyak korban dan kerusakan bangunan adalah

karena kurangnya pengetahuan dan kesiapsiagaan dalam

mengantisipasi bencana tersebut. Menurut BNPB (2017)

Kesiapsiagaan merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk

mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui

langkah yang tepat guna. Salah satu komunitas rawan bencana adalah

komunitas sekolah. Sekolah/madrasah merupakan tempat kedua

setelah rumah dimana anak didik berkumpul dan menghabiskan waktu

untuk belajar selama ± 7 jam. Hal ini menjadikan sekolah beresiko

tinggi untuk jatuhnya korban yang tidak sedikit apabila tidak dilakukan

upaya pengurangan risiko bencana (BNPB, 2012).

Dalam Rencana Nasional Penanggulangan Bencana telah

direncanakan adanya implementasi kesiapsiagaan bencana di

Sekolah/madrasah. Menurut Konsorsium Pendidikan Bencana

Indonesia (2011) integrasi Sekolah Siaga Bencana merupakan upaya

membangun kesiapsiagaan sekolah yang dikembangkan untuk

menggugah kesadaran atas risiko bencana di sekolah.

2
Langkah strategis yang dapat dilakukan untuk meningkatkan

kesiapsiagaan siswa adalah dengan memberikan pelatihan tentang

penanggulangan bencana melalui metode simulasi. Pelatihan

penanggulangan bencana memberdayakan siswa dengan

memberikan keterampilan keselamatan dan hidup dasar yang

diperlukan untuk aman get safe dan tetap aman stay safe selama

bencana berlangsung sehingga siswa dapat terhindar dari dampak

bencana alam gempa bumi, serta dapat melakukan pertolongan

pertama pada korban dan cara evakuasinya apabila peristiwa gempa

bumi terjadi pada saat jam sekolah (BNPB, 2012). Menurut BNPB

(2012) kegiatan pendidikan dan pelatihan kebencanaan di sekolah

menjadi strategi efektif, dinamis, dan berkesinambungan dalam upaya

penyebarluasan pendidikan kebencanaan. Pelatihan siaga bencana

perlu dikembangkan sejak dini mulai tingkat pendidikan

dasar/menengah untuk membangun budaya keselamatan dan

ketahanan khususnya untuk anak-anak dan generasi muda (Daud,

dkk., 2014).

Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan di SDN 25 Kota Bima

melalui wawancara pada salah satu guru dan siswa kelas 6 tentang

upaya dalam menghadapi bencana yaitu disekolah belum pernah

diberikan edukasi tentang bencana, hal ini pula didukung oleh data

daftar sekolah aman bencana kota bima yang diperoleh dari BPBD

Kota Bima, bahwa SDN 25 dan 54 Kota Bima merupakan SD yang

3
belum terdaftar sebagai sekolah yang diberikan penyuluhan mengenai

bencana (BPBD, 2019).

Berdasarkan hasil penelitian Haryuni, S (2018) dalam jurnal yang

berjudul “Pengaruh Pelatihan Siaga Bencana Gempa Bumi Terhadap

Kesiapsiagaan Anak Sekolah Dasar Dalam Menghadapi Bencana

Gempa Bumi Di Yayasan Hidayatul Mubtadiin Kediri”dengan hasil

yang menunjukkan bahwa pelatihan siaga bencana dapat

meningkatkan kesiapsiagaan anak usia sekolah dasar dalam

menghadapi bencana gempa bumi. Oleh karena itu, peneliti tertarik

untuk melakukan penelitian tentang siaga bencana yang berjudul

“Pengaruh Pelatihan Siaga Bencana Gempa Bumi Terhadap

Kesiapsiagaan Anak Sekolah di SDN 25 Kota Bima Tahun 2020”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pernyataan diatas rumusan masalahnya adalah

“Bagaimanakah Pengaruh Pelatihan Siaga Bencana Gempa Bumi

Terhadap Kesiapsiagaan Anak Sekolah di SDN 25 Kota Bima tahun

2020”?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mengetahui bagaimana pengaruh pelatihan siaga bencana

terhadap perilaku kesiapsiagaan anak sekolahdi SDN 25 Kota Bima

tahun 2020

2. Tujuan Khusus

4
a) Mengidentifikasi kesiapsiagaan anak sekolah dalam

menghadapi bencana gempa bumi di SDN 25 Kota Bima

sebelum pelatihan siaga bencana gempa bumi dan sebelum

pemberian edukasi siaga bencana gempa bumi di SDN 54 Kota

Bima

b) Mengidentifikasi kesiapsiagaan anak sekolah dalam

menghadapi bencana gempa bumi di SDN 25 Kota Bima

setelah pelatihan siaga bencana gempa bumi dan setelah

pemberian edukasi siaga bencana gempa bumi di SDN 54 Kota

Bima

c) Menganalisis pengaruh pelatihan siaga bencana gempa bumi

terhadap kesiapsiagaan anak sekolah di SDN 25 Kota Bima

d) Perbedaan pengaruh pelatihan siaga bencana gempa bumi

terhadap kesiapsiagaan anak sekolah di SDN 25 Kota Bima dan

pemberian edukasi siaga bencana gempa bumi terhadap

kesiapsiagaan anak sekolah di SDN 54 Kota Bima

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Memberikan sumbangan ilmiah dalam pendidikan anak sekolah

dalam peningkatan kemampuan siaga bencana

b. Sebagai pijakan dan referensi pada penelitian-penelitian

selanjutnya

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Peneliti

5
Menambah wawasan dan pengalaman langsung tentang

cara mengedukasi dan memberikan pelatihan siaga bencana

pada anak sekolah

b. Bagi Anak Didik

Anak didik sebagai objek penelitian, diharapkan dapat

memperoleh pengalaman langsung mengenai pelatihan siaga

bencana

c. Bagi Sekolah

Sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun program

pembelajaran yang tepat untuk mengukur kesiapsiagaan

menghadapi bencana.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Bencana

1. Pengertian

Bencana merupakan suau rangkaian peristiwa yang

mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan

masyarakat yang disebabkan baik oleh oleh faktor alam dan/atau

non-alam maupun faktor kerusakan lingkungan, kerugian harta

benda dan dampak psikologis (UU Nomor 24 Tahun 2007 Pasal 1).

2. Jenis-jenis Bencana

Menurut buku manajemen bencana oleh Nurjana tahun 2013,

pada umumnya jenis bencana dikelompokkan kedalam 6 kelompok

berikut :

a. Bencana geologi, antara lain letusan gunung api, gempa bumi,

longsor atau gerakan tanah.

b. Bencana hydro-meteorologi, antara lain banjir, badai/angin

topan, kekeringan, air laut pasang.

c. Bencana biologi, antara lain penyakit tanaman/hewan,

pencemaran, abrasi pantai dan kebakaran hutan.

7
d. Bencana kegagalan teknologi, antara lain kegagalan industri,

kesalahan design tehnologi, dan kelalaian dalam

pengoperasian produk tehnologi.

e. Bencana sosial, Kedaruratan kompleks, antara lain konflik

sosial, terorisme dan eksodus.

3. Faktor Penyebab Bencana

Terdapat 3 (tiga) faktor penyebab terjadinya bencana antara lain :

a. Faktor alam (natural disaster), karena fenomena alam dan tanpa

campur tangan manusia

b. Faktor non-alam (non-natural disaster), yait bukan karena

fenomena alam dan juga bukan akibat perbuatan manusia

c. Faktor sosial/manusia (man-made disaster), yang murni akibat

perbuatan manusia misalnya konflik horizontal, konflik vertikal

dan terorisme.

4. Dampak Bencana

Menurut UNDRO dalam buku manajemen bencana tahun 2013,

bencana serius dapat mengganggu inisiatif-iisiatif pembangunan

dalam beberapa cara, termasuk :

a. Hilangnya sumber daya

b. Gangguan terhadap program-program

c. Pengaruh pada iklim investasi

d. Pengaruh pada sektor non formal

e. Destabilisasi politik

5. Konsep Gempa Bumi

8
a. Pengertian

Gempa bumi adalah peristiwa pelepasan energi yang

diakibatkan oleh pergeseran atau pergerakan pada bagian

dalam bumi atau kerak bumi dengan tiba-tiba (Nurjannah,

2017).

Gempabumi adalah peristiwa bergetarnya bumi akibat

pelepasan energi di dalam bumi secara tiba-tiba yang ditandai

dengan patahnya lapisan batuan pada kerak bumi. Akumulasi

energi penyebab terjadinya gempabumi dihasilkan dari

pergerakan lempeng-lempeng tektonik. Energi yang dihasilkan

dipancarkan kesegala arah berupa gelombang gempabumi

sehingga efeknya dapat dirasakan sampai ke permukaan bumi

(BMKG, 2017).

b. Jenis-jenis gempa bumi

1) Berdasarkan Penyebabnya

a) Gempa Vulkanik

Gempa bumi vulkanik adalah gempa bumi yang

disebabkan oleh letusan gunung berapi. Contoh : gempa

G. Bromo, gempa G. Una-Una, gempa G. Krakatau.

b) Gempa Tektonik

Gempa tektonik adalah gempa bumi yang terjadi

karena pergeseran lapisan kulit bumi akibat lepasnya

energi di zone penunjaman. Gempa bumi tektonik

9
memiliki kekuatan yang cukup dahsyat. Contoh : gempa

Aceh, Bengkulu, Pangandaran

c) Gempa runtuhan atau terban

Gempa runtuhan atau terban adalah gempa bumi

yang disebabkan oleh tanah longsor, gua-gua yang

runtuh, dan sejenisnya. Tipe gempa seperti ini hanya

berdampak kecil dan wilayahnya sempit.

2) Berdasarkan Kedalamannya

Berdasarkan kedalamannya, jenis-jenis gempa bumi

juga dibedakan menjadi 3, yaitu :

a) Gempa bumi dalam

Gempa bumi dalam adalah gempa bumi yang

hiposentrumnya (pusat gempa) berada lebih dari 300

km di bawah permukaan bumi (di dalam kerak bumi).

Gempa bumi dalam pada umumnya tidak terlalu

berbahaya.

b) Gempa bumi menengah

Gempa bumi menengah adalah gempa bumi yang

hiposentrumnya berada antara 60 km sampai 300 km di

bawah permukaan bumi.gempa bumi menengah pada

umumnya menimbulkan kerusakan ringan dan

getarannya lebih terasa.

c) Gempa bumi dangkal

10
Gempa bumi dangkal adalah gempa bumi yang

hiposentrumnya berada kurang dari 60 km dari

permukaan bumi. Gempa bumi ini biasanya

menimbulkan kerusakan yang besar.

c. Akibat yang ditimbulkan oleh gempa bumi diantaranya adalah :

1) Dampak fisik

Bangunan banyak yang hancur atau roboh. Tanah

longor akibat goncangan. Jatuhnya korban jiwa. Permukaan

tanah menjadi merekat, retak dan jalan menjadi putus. Banjir

karena rusaknya tanggul. Gempa dasar laut dapat

menyebabkan tsunami, dsb. Pakar Nyeri dan tulang

Belakang dr. Mahdian Nur Nasution, SpBS menjelaskan

selain kepanikan, korban gempa bisa mengalami berbagai

jenis luka. Tentu penanganan kedaruratan di tengah situasi

panik dan mengungsi akan jauh lebih sulit. Mahdian

menjelaskan luka bisa dialami mulai dari yang ringan hingga

berat. “Tentu yang paling berat adalah tertimpa reruntuham

atau benda-benda berat. Biasanya kondisi diperparah

dengan kepanikan, bisa bahaya juga jika tensi darah naik,”

ungkap Mahdian kepada JawaPos.com, Sabtu (16/12).

a) Luka Ringan atau Nyeri

11
Luka ringan yang dialami biasanya karena benturan

ringan seperti terbentur dinding atau panik saat berupaya

keluar rumah sehingga membentur sesuatu. Luka ringan

seperti ; memar benjol biasa atau lecet.

b) Patah Tulang

Ketila korban tertimpa reruntuhan puing akibat

gempa, tentu risiko patah tulang bisa terjadi. Apalagi jika

sudah terjadi perubahan bentuk tulang. “Patah tulang

harus segera dilarikan RS apalagi jika sudah kesakitan

tak bisa digerakkan. Lalu jika terjadi perubahan bentuk

dari lurus lalu bengkok dan disertai nyeri hebat.

c) Luka Berat

Luka berat bisa terjadi karena tubuh tertimpa

reruntuhan dan terjebak. Apalagi dalam waktu yang

lama. Sehingga kondisi itu merusak tubuh pasien. “Jika

kena kepala bisa kena terjadi pendarahan,” jelasnya.

Mahdian menambahkan cedera di kepala karena

benturan harus segera dibawa ke RS untuk diobservasi.

Bisa jadi terjadi benturan keras lalu menyebabkan

pendarahan di otak. Benturan di kepala wajib segera

dibawa ke RS jika tidak maka akan berakibat fatal.“Kalau

tak segera dibawa nanti pasien menunjukan gejala harus

di CT Scan, muntah, pasien cenderung tidur, tegang,

sakit kepala hebat,” tuturnya.

12
2) Dampak sosial

Menimbulkan kemiskinan. Kelaparan. Menimbulkan

penyakit. Bila pada sekala yang besar (dapat menimbulkan

tsunami yang besar), bisa melumpuhkan politik, sistem

ekonomi, dsb.

3) Dampak Psikologi

Disamping dampak bencana dikemukakan sebagian

diatas, terdapat dampak bencana yang sering mendapatkan

perhatian yaitu dampak psikologis. Dampak bencana ini

mengakibatkan terganggungnya keseimbangan kondisi

pskilogis seseorang. Di dalam buku “Pemulihan Traiuma :

Panduan Praktis Pemulihan Trauma Akibat Bencana Alam”,

pusat krisis Fakultas Psikologi Universitas Indonesia

disebutkan terdapat tiga faktor yang dapat mengakibatkan

terganggunya keseimbangan kondii psikologis seseorang

yaitu : peristiwa bencana itu sendiri yang menakutkan dan

mengancam keselamatan jiwa, wafatnya orang-orang yang

disayangi dan hilangnya harta benda yang dimiliki, serta

kehilangan mata pencaharian dan kesulitan memenuhi

kebutuhnan dasar hidup

Upaya pemulihan kondisi kondisi psikologis akibat

bencana meupakan proses yang sering kali memerlukan

13
waktu yang tidak singkat. Minimal diperlukan dukungan

berupa : dukungan yang bersifat psikologis, seperti

mendengarkan dengan empatik keluhan-keluhan dan

masalah-masalah yang dialami, membantu mereka

mengurangi gejala-gejala yang mengganggu serta

membantu mereka menemukan jalan keluar untuk

mengatasi masalah yang dihadapi, dukungan yang bukan

bersifat psikologis, seperti dukungan dari berbagai pihak

untuk memulihkan kondisi lingkungan, sosial dan ekonomi

secara umum.

d. Cara atau sikap menghadapi Gempa Bumi, yaitu :

1) Bila berada di dalam rumah

Jangan panik dan jangan berlari keluar, berlindunglah

di bawah meja atau tempat tidur. Bila tidak ada, lindungilah

kepala dengan bantal atau benda lainnya. Jauhi rak buku,

lemari dan kaca jendela. Hati-hati terhadap langit-langit

yang mungkin runtuh, benda-benda yang tergantung di

dinding dan sebagainya.

2) Bila berada di luar ruangan

Jauhi bangunan tinggi, dinding, tebing terjal, pusat

listrik dan tiang listrik, papan reklame, pohon yang tinggi dan

sebagainya. Usahakan dapat mencapai daerah yang

terbuka. Jauhi rak-rak dan kaca jendela.

3) Bila berada di dalam ruangan umum

14
Jangan panik dan jangan berlari keluar karena

kemungkinan dipenuhi orang. Jauhi benda-benda yang

mudah tergelincir seperti rak, lemari, kaca jendela dan

sebagainya.

4) Bila sedang mengendarai kendaraan

Segera hentikan di tempat yang terbuka. Jangan

berhenti di atas jembatan atau di bawah jembatan

layang/jembatan penyeberangan.

5) Bila sedang berada di pusat perbelanjaan, bioskop, dan

lantai dasar mall. Jangan menyebabkan kepanikan atau

korban dari kepanikan. Ikuti semua petunjuk dari pegawai

atau satpam.

6) Bila sedang berada di dalam lift

Jangan menggunakan lift saat terjadi gempabumi

atau kebakaran. Lebih baik menggunakan tangga darurat.

Jika anda merasakan getaran gempabumi saat berada di

dalam lift, maka tekanlah semua tombol. Ketika lift berhenti,

keluarlah, lihat keamanannya dan mengungsilah. Jika anda

terjebak dalam lift, hubungi manajer gedung dengan

menggunakan interphone jika tersedia.

7) Bila sedang berada di dalam kereta api

Berpeganganlah dengan erat pada tiang sehingga

anda tidak akan terjatuh seandainya kereta dihentikan

secara mendadak, bersikap tenanglah mengikuti penjelasan

15
dari petugas kereta, salah mengerti terhadap informasi

petugas kereta atau stasiun akan mengakibatkan

kepanikan.

8) Bila sedang berada di gunung/pantai

Ada kemungkinan lonsor terjadi dari atas gunung.

Menjauhlah langsung ke tempat aman. Di pesisir pantai,

bahayanya datang dari tsunami. Jika Anda merasakan

getaran dan tanda-tanda tsunami tampak, cepatlah

mengungsi ke dataran yang tinggi.

9) Beri pertolongan

Karena petugas kesehatan dari rumah-rumah sakit

akan mengalami kesulitan datang ke tempat kejadian maka

bersiaplah memberikan pertolongan pertama kepada orang-

orang berada di sekitar Anda.

10)Evakuasi

Tempat-tempat pengungsian biasanya telah diatur

oleh pemerintah daerah. Pengungsian perlu dilakukan jika

kebakaran meluas akibat gempa bumi. Pada prinsipnya,

evakuasi dilakukan dengan berjalan kaki di bawah kawalan

petugas polisi atau instansi pemerintah.

11)Dengarkan informasi

Saat gempa bumi terjadi, masyarakat terpukul

kejiwaannya. Untuk mencegah kepanikan, penting sekali

16
setiap orang bersikap tenang dan bertindaklah sesuai

dengan informasi yang benar.

6. Konsep Simulasi

a. Pengertian

Simulasi merupakan cara penyajian pengalaman belajar

dengan menggunakan situasi tiruan untuk memahami tentang

konsep, prinsip, atau keterampilan tertentu. Simulasi dapat

digunakan sebagai metode mengajar dengan asumsi tidak

semua proses pembelajaran dapat dilakukan secara langsung

pada obyek yang sebenarnya (Sanjaya.2013).

b. Tujuan utama (ultimate goal) dari Mitigasi Bencana

Tujuan simulasi bencana alam adalah untuk memberi

pengetahuan dan meningkatkan kewaspadaan tentang bahaya

bencana alam.

Tujuan Utama Simulasi sebagai berikut :

1) Mengurangi risiko/dampak yang ditimbulkan oleh bencana

khususnya bagi penduduk, seperti korban jiwa (kematian),

kerugian ekonomi (economy costs) dan kerusakan sumber

daya alam.

2) Sebagai landasan (pedoman) untuk perencanaan

pembangunan.

3) Meningkatkan pengetahuan masyarakat (public

awareness) dalam menghadapi serta mengurangi

17
dampak/risiko bencana, sehingga masyarakat dapat hidup

dan bekerja dengan aman.

Pertimbangan dalam Menyusun Program Mitigasi

(khususnya di Indonesia):

1) Mitigasi bencana harus diintegrasikan dengan proses

pembangunan

2) Fokus bukan hanya dalam mitigasi bencana tapi juga

pendidikan, pangan, tenaga kerja, perumahan dan

kebutuhan dasar lainnya.

3) Sinkron terhadap kondisi sosial, budaya serta ekonomi

setempat

4) Dalam sektor informal, ditekankan bagaimana

meningkatkan kapasitas masyarakat untuk membuat

keputusan, menolong diri sendiri dan membangun sendiri.

5) Menggunakan sumber daya dan daya lokal (sesuai prinsip

desentralisasi)

6) Mempelajari pengembangan konstruksi rumah yang aman

bagi golongan masyarakat kurang mampu, dan pilihan

subsidi biaya tambahan membangun rumah.

7) Mempelajari teknik merombak (pola dan struktur)

pemukiman.

8) Mempelajari tata guna lahan untuk melindungi masyarakat

yang tinggal di daerah yang rentan bencana dan kerugian,

baik secara sosial, ekonomi, maupun implikasi politik.

18
9) Mudah dimengerti dan diikuti oleh masyarakat.

c. Jenis-jenis Mitigasi

Mitigasi dibagi menjadi dua macam, yaitu mitigasi struktural

dan mitigasi non struktural

1) Mitigasi Struktural

Mitigasi strukural merupakan upaya untuk

meminimalkan bencana yang dilakukan melalui

pembangunan berbagai prasarana fisik dan menggunakan

pendekatan teknologi, seperti pembuatan kanal khusus

untuk pencegahan banjir, alat pendeteksi aktivitas gunung

berapi, bangunan yang bersifat tahan gempa, ataupun Early

Warning System yang digunakan untuk memprediksi

terjadinya gelombang tsunami. Mitigasi struktural adalah

upaya untuk mengurangi kerentanan (vulnerability) terhadap

bencana dengan cara rekayasa teknis bangunan tahan

bencana. Bangunan tahan bencana adalah bangunan

dengan struktur yang direncanakan sedemikian rupa

sehingga bangunan tersebut mampu bertahan atau

mengalami kerusakan yang tidak membahayakan apabila

bencana yang bersangkutan terjadi. Rekayasa teknis adalah

prosedur perancangan struktur bangunan yang telah

memperhitungkan karakteristik aksi dari bencana.

2) Mitigasi Non-Struktural

19
Mitigasi non–struktural adalah upaya mengurangi

dampak bencana selain dari upaya tersebut diatas. Bisa

dalam lingkup upaya pembuatan kebijakan seperti

pembuatan suatu peraturan. Undang-Undang

Penanggulangan Bencana (UU PB) adalah upaya non-

struktural di bidang kebijakan dari mitigasi ini. Contoh

lainnya adalah pembuatan tata ruang kota, capacity building

masyarakat, bahkan sampai menghidupkan berbagai

aktivitas lain yang berguna bagi penguatan kapasitas

masyarakat, juga bagian dari mitigasi ini. Ini semua

dilakukan untuk, oleh dan di masyarakat yang hidup di

sekitar daerah rawan bencana

d. Jenis-jenis metode Simulasi

1) Sosiodrama : adalah metode pembelajaran bermain peran

untuk memecahkan masalah-masalah yang berkaitan

dengan fenomena sosial, permasalahan yang menyangkut

hubungan antara manusia seperti masalah kenakalan

remaja, narkoba, gambaran keluarga yang otoriter, dan lain

sebagainya. Sosiodrama digunakan untuk memberikan

pemahaman dan penghayatan akan masalah-masalah sosial

serta mengembangkan kemampuan siswa untuk

memecahkannya.

20
2) Psikodrama : adalah metode pembelajaran dengan bermain

peran yang bertitik tolak dari permasalahan-permasalahan

psikologis.  Psikodrama biasanya digunakan untuk trapi,

yaitu agar mahasiswa memperoleh pemahaman yang lebih

baik tentang dirinya, menemukan konsep diri, menyatakan

reaksi terhadap tekanan-tekanan yang dialaminya.

3) Role Playing atau Bermain Peran : adalah metode

pembelajaran sebagai bagian dari simulasi yang diarahkan

untuk mengkreasi peristiwa sejarah, mengkreasi peristiwa-

peristiwa aktual, atau kejadian-kejadian yang mungkin

muncul pada masa mendatang. 

e. Langkah-langkah Mitigasi

1) Sebelum Gempa

a) Bangun rumah/RS/kantor/sekolah tahan gempa atau

RTG. Tidak harus mahal, namun bangunan dengan

konstruksi bagus dan kuat dapat terhindar dari roboh

saat gempa terjadi.

b) Pastikan perabotan/alat-alat mudah pecah Anda

disimpan dalam kondisi aman. Paku lemari Anda dan

alat-alat lain yang dapat terjatuh saat terjadi gempa

c) Siapkan kotak P3K dan senter dilengkapi baterai dalam

bangunan anda. Itu sangat berfungsi ketika terluka saat

gempa atau jika membutuhkan penerangan saat gempa

di malam hari

21
d) Pelajari jalur evakuasi pada lokasi anda. Terutama yang

berada di pesisir pantai

e) Jangan lupa selalu sediakan uang kas untuk kebutuhan

saat bencana terjadi. Karena tidak jarang, gempa

membuat mesin ATM rusak

f) Hindari membangun bangunan di zona rawan likuifaksi

atau di wilayah rawan longsor

g) Pastikan Anda membeli tenda atau kemah untuk

menyiapkan diri saat di pengungsian

2) Saat Gempa

a) Jangan panik dan selalu optimis bahwa Anda dan

keluarga dapat selamat. Tidak lupa berdoa

b) Saat gempa terjadi dan posisi Anda di dalam ruangan,

berlindung pada tempat yang kuat. Di bawah meja atau

tempat yang aman untuk berlindung, atau segera keluar

ruangan jika memungkinkan

c) Jangan gunakan lift jika gempa terjadi

d) Jika di luar ruangan, hindari tiang listrik, pohon atau

bangunan yang mudah roboh. Selalu perhatikan kondisi

e) Pastikan tanah yang anda pijak tidak mengalami erosi.

Hindari jika tanah melunak saat gempa

f) Jika berada di kendaraan, segera menepi dan turun.

Prinsip 20:20:20 Saat terjadi gempa dengan lama 20

22
detik, Anda harus mengungsi dalam waktu 20 menit pada

ketinggian 20 meter

3) Setelah Gempa

a) Keluar dari dalam ruangan setelah terjadi gempa.

Pastikan lihat ke atas dan waspada benda yang jatuh

b) Segera cari informasi pusat gempa untuk mendapatkan

informasi apakah gempa berpotensi tsunami

c) Jangan kembali ke ruangan usai gempa, karena

memungkinkan gempa susulan

d) Jika potensi tsunami tidak ada, namun gempa susulan

masih ada dan cukup besar, bangun tenda darurat

e) Hindari merokok di tenda darurat, terutama tenda

tersebut ada anak-anak dan perempuan

f) Jaga psikologi anak. Hibur dia, jangan membuat dia

panik. Bawakan permainan kesukaannya

g) Jangan mudah percaya isu yang belum pasti

kebenarannya seperti isu gempa susulan, tsunami,

maling dan lainnya. (sat)

7. Konsep Pelatihan Siaga Bencana

Pelatihan merupakan suatu proses (kegiatan) pendidikan

jangka pendek dengan menggunakan prosedur sistematis dan

terorganisasi yang dirancang untuk meningkatkan berbagai

keahlian, pengetahuan, pengalaman, yang berarti perubahan sikap

(Siagian, 2014). Siaga Bencana merupakan konsep menangani

23
situasi krisis dengan basis gawat darurat dan komunitas (BNPB,

2016). Pelatihan siaga bencana merupakan pendidikan dasar untuk

membangun budaya keselamatan dan ketahanan khususnya untuk

anak-anak dan generasi muda. Pelatihan siaga bencana mencakup

tentang cara yang tepat untuk menyelamatkan diri saat bencana

terjadi dan juga cara menghindari kecelakaan yang seharusnya

tidak perlu terjadi dalam kehidupan sehari-hari (Daud,dkk., 2014).

Pelatihan siaga bencana telah banyak diterapkan di Indonesia,

baik dari BNPB, BPBD, dan PMI. BPBD telah melakukan pelatihan

siaga bencana di beberapa sekolah antara lain SMPN 1 Kota Bima

dan SDN 19 sebagai sekolah aman bencana. (BPBD Kota Bima,

2017).

Alur dari pelatihan siaga bencana adalah sebagai berikut :

1) Siswa terlebih dahulu diberikan edukasi mengenai bencana

gempa bumi dan tata cara penyelamatan diri saat terjadi gempa

bumi dengan cara penyuluhan mengggunakan layar proyektor.

2) Setelah diberikan edukasi siswa kemudian mengikuti simulasi

bencana gempa bumi.

3) Pelaksanaan simulasi diawali dengan siswa berada diruang

kelas, kemudian terdengar sirine dan suara kepanikan dari luar

yang menandakan terjadinya gempa bumi.

24
4) Salah satu siswa akan menjadi pemimpin dan memimpin siswa

yang lain untuk melakukan penyelamatan diri dan berlari

menuju titik aman berkumpul.

5) Siswa akan melakukan Tindakan evakuasi kepada korban

akibat bencana gempa bumi

Sesuai penjelasan diatas, maka peneliti memilih pelatihan

siaga bencana sebagai media pengenalan mengenai kesiapsigaan

bencana pada penelitian ini (Lesmana, dkk., 2015)

B. Tinjauan Umum Tentang Kesiapsiagaan

1. Pengertian

Manajemen risiko bencana berada pada fase pra-bencana yang

dilakukan melalui pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan.

Pertama, mengenali bahaya yang ada di sekitar Kesiapsiagaan

merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk

mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui

langkah yang tepat guna dan berdaya guna. (BNPB 2017).

Sedangkan menurut The United Nations Internasional Strategy for

25
Disaster Reduction (UNISDR, 2009), dalam buku “Manajemen

Penanggulangan Bencana” tahun 2017, kesiapsiagaan adalah

pengetahuan dan kapasitas yang dikembangkan oleh pemrintah,

lembaga-lembaga profesional dalam bidang respons dan

pemulihan, serta masyarakat dan perorangan dalam

mengantisipasi, merespons, dan pulih secara efektif dari dampak-

dampak peristiwa atau kondisi ancaman yang mungkin ada, akan

segera ada dan atau saat ini.

Kesiapsiagaan adalah suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan

untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta

melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna. Kesiapsiagaan

dilakukan untuk memastikan upaya secara tepat dan cepat dalam

menghadapi bencana (Aminudin, 2013).

Salah satu kecepatan penyelenggaraan operasi

penanggulangan bencana (response time), menyelenggarakan

siaga penanggulangan bencana yang meliputi kesiagaan pada 5

(lima) komponen utama penanggulangan bencana, antara lain :

a. Kesiapan manajemen operasi penanggulangan bencana

b. Kesiapan fasilitas penanggulangn bencana

c. Kesiapan komunikasi penanggulangn bencana

d. Kesiapan pertolongan darurat penanggulangn bencana

e. Dokumentasi

Termasuk ke dalam tindakan kesiapsiagaan adalah penyusunan

rencana penanggulangan bencana, pemeliharaan dan pelatihan

26
personal. Kesiapsiagaan adalah upaya yang dilaksanakan untuk

mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana guna menghindari

jatuhnya korban jiwa, kerugian harta benda, dan berubahnya tata

kehidupan masyarakat. Sebaiknya suatu kabupaten kota

melakukan kesiapsiagaan. Kesiapsiagaan menghadapi bencana

adalah suatu kondisi masyarakat yang baik secaa indivdu maupun

kelompok yang memiliki kemampauan secara fisik dan psikis dalam

menghadapi bencana. Kesiapsiagaan merupakan bagian tak

terpisahkan dari manajemen bencana secara terpadu.

Kesiapsiagaan merupakan salah satu bentuk apabila suatu saat

terjadi bencana dan apabila bencana masih lama akan terjadi,

maka cara yang paling baik adalah menghindari risiko yang akan

terjadi. Misalnya memilih tempat tinggal yang jauh dari jangkauan

banjir. Kesipsiagaan adalah setiap aktivitas sebelum terjadinya

bencana yang bertujuan untuk menggambarkan kapasitas

operasional dan memfasilitasi respons yang efektif ketika suatu

bencana terjadi.

2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesiapsagaan

Menurut Sarwono (2004), perilaku manusia merupakan

hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi manusia

dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan,

sikap dan tindakan. Sesuai juga dengan pendapat Priyanto (2006),

bahwa Pengetahuan terkait dengan persiapan menghadapi

bencana pada kelompok rentan bencana menjadi fokus utama.

27
Berbagai pengalaman menunjukkan bahwa kesiapan menghadapi

bencana ini seringkali terabaikan pada masyarakat yang belum

memiliki pengalaman langsung dengan bencana, menumbuhkan

sikap dan pengetahuan dalam menghadapi bencana ini semakin

menjadi bagian penting khususnya di negara yang seringkali

dilanda bencana seperti Indonesia.

Menurut Green dan Kreuter (2005), faktor perilaku

ditentukan oleh tiga kelompok factor sebagai berikut :

a. Faktor Pengetahuan

Menurut Notoadmodjo (2005), Pengetahuan adalah hasil

dari tahu dan ini terjadi setelah seorang melakukan

penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan

terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan,

pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar

pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat

penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.

Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif adalah :

1) Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai pengingat suatu materi yang

telah dipelajari sebelumnya, termasuk dalam pemgetahuan

tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap sesuatu

yang spesifik dari seluruh bahanyang dipelajari atau

rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu

28
merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata

kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang

dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan,

mendefinisikan dan menyatakan.

2) Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan

menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan

dapat menginterprestasi materi tersebut secara benar.

Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus

dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,

meramalkan, dan sebagainya terhadap objek.

3) Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk

menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau

kondisi riil. Aplikasi di sini dapat diartikan aplikasi atau

penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan

sebagainya dalam bentuk konteks atau situasi yang lain.

4) Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan

materi atau suatu objek kedalam komponen-

komponen,tetapi masih dalam suatu stuktur organisasi

tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-

kata kerja, dapat menggambarkan, membedakan,

29
memisahkan dan mengelompokkan.

5) Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk

meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam

suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain

sintesis adalah kemampuan untuk menyusun formulasi baru

dari formulasi-formulasi yang ada.

6) Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk

melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi

atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria

yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria

yang telah ada.

Menurut Triutomo (2007), di Indonesia, masih banyak

penduduk yang menganggap bahwa bencana itu merupakan

suatu takdir. Pada umumnya mereka percaya bahwa

bencana itu adalah suatu kutukan atas dosa dan kesalahan

yang telah diperbuat, sehingga seseorang harus menerima

bahwa itu sebagai takdir akibat perbuatannya. Sehingga

tidak perlu lagi berusaha untuk mengambil langkah- langkah

pencegahan atau penanggulangannya.

Pengetahuan terkait dengan persiapan menghadapi

bencana pada kelompok rentan bencana menjadi fokus

utama. Berbagai pengalaman menunjukkan bahwa

30
kesiapan menghadapi bencana ini seringkali terabaikan

pada masyarakat yang belum memiliki pengalaman

langsung dengan bencana (Priyanto, 2006).

Riset yang dilakukan di New Zealand memperlihatkan

bahwa perasaan bisa mencegah bahaya gempa bumi dapat

ditingkatkan dengan intervensi melalui pengisian kuesioner

pengetahuan tentang gempa bumi yang di follow up dengan

penjelasan-penjelasan yang ditujukan untuk menghilangkan

gap atau miskonsepsi pengetahuan tentang gempa bumi.

Hasil riset menunjukkan bahwa pengetahuan partisipan

mengenai gempa bumi berhubungan dengan tingkat

kesiapannya menghadapi gempa bumi. Dengan

pengetahuan akan meningkatkan kemampuan penduduk

mempersiapkan diri dengan lebih baik dari gempa bumi

atau bencana lain (Priyanto, 2006).

b. Sikap

Menurut Notoadmodjo (2005), Sikap merupakan juga

respons tertutup seseorang terhadap simulasi atau objek

tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi

yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju,

baik-tidak baik, dan sebagainya). Sikap adalah respons tertutup

seseorang terhadap suatu stimulus atau objek, baik yang

bersifat intern maupun ekstern sehingga manifestasinya tidak

langsung dapat dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih

31
dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara realitas

menunjukkan adanya kesesuaian respons terhadap stimulus

tertentu (Sunaryo, 2004).

Menurut Notoadmodjo (2005), mengemukakan sikap dapat

bersifat positif dan dapat bersifat negatif. Pada sikap positif

kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi,

mengharapkan objek tertentu, sedangkan pada sikap negatif

terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindar,

membenci, tidak menyukai objek tertentu. Sikap tersebut

mempunyai 3 komponen pokok yaitu: Kepercayaan (keyakinan),

ide dan konsep suatu objek; Kehidupan emosional atau

evaluasi terhadap suatu objek dan kecenderungan untuk

bertindak. Ketiga komponen tersebut secara bersama-sama

membentuk sikap yang utuh.

Menurut Notoatmodjo (2005) sikap itu mempunyai 3

komponen pokok, yakni: (1) kepercayaan (keyakinan), ide dan

konsep terhadap suatu objek; (2) kehidupan emosional atau

evaluasi emosional terhadap suatu objek; (3) kecenderungan

untuk bertindak (tred to behave). Ketiga komponen ini secara

bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude).

Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berpikir,

keyakinan dan emosi memegang peranan penting. Sikap terdiri

dari berbagai tingkatan, yakni :

1) Menerima (Receiving)

32
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan

memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). Misalnya

sikap seseorang terhadap berita bencana yaitu terlihat dari

kesediaan dan perhatiaannya terhadap berita di media serta

seminar.

2) Merespons (Responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan

dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu

indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk

menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang

diberikan, terlepas pekerjaan itu benar atau salah, berarti

orang menerima ide tersebut.

3) Menghargai (Valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan dalam

berdiskusi mengenai suatu masalah adalah suatu indikasi

sikap tingkat tiga. Misalnya seorang petugas yang mengajak

petugas atau pihak lain untuk menilai resiko bencana yang

ada didaerah masing-masing serta melakukan mitigasi

terhadap resiko bencana tersebut.

4) Bertanggungjawab (Responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah

dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang

paling tinggi. Pengukuran sikap dilakukan dengan secara

langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat

33
ditanyakan bagaimana pendapat atau pertanyaan responden

terhadap suatu objek. Sikap pada fase preparedness,

berbentuk adanya perilaku yang berlebih pada masyarakat

tersebut karena minimnya informasi mengenai cara

mencegah dan memodifikasi bahaya akibat bencana jika

terjadi. Berita yang berisi hebatnya akibat bencana tanpa

materi pendidikan seringkali membuat masyarakat menjadi

gelisah dan memunculkan tindakan yang tidak realistis

terhadap suatu isu. Menumbuhkan sikap dan pengetahuan

dalam menghadapi bencana ini semakin menjadi bagian

penting khususnya di negara yang seringkali dilanda

bencana seperti Indonesia (Priyanto, 2006).

Menurut Yusuf (2005), ada empat faktor yang

mempengaruhi pembentukan sikap; (1) faktor pengalaman

khusus, (2) faktor komunikasi dengan orang lain, (3) faktor

modal yaitu dengan melalui mengimitasi, (4) faktor lembaga

sosial (Instutional) yaitu sumber yang mempengaruhi.

Perubahan sikap dipengaruhi (1) pendekatan teori belajar,

(2) pendekatan teori persepsi, (3) pendekatan teori

konsistensi, (4) perdekatan teori fungsi.

c. Tindakan atau praktik (practice)

Tindakan ini merujuk pada perilaku yang diekspresikan

dalam bentuk tindakan, yang merupakan bentuk nyata dari

pengetahuan dan sikap yang telah dimiliki.

34
3. Stakeholder Kesiapsiagaan Bencana

LIPI-UNESCO/ISDR (2006), membagi stakeholder

kesiapsiagaan bencana kedalam dua bagian, yaitu :

a) Stakeholder Utama

1) Individu dan rumah tangga

Stakeholder individu dan rumah tangga dikatakan

sebagai ujung tombak, subjek dan objek dari

kesiapsiagaan karena berpengaruh secara langsung

terhadap risiko bencana.

2) Pemerintah

Pemerintah memiliki peran dan tanggung jawab

yang tidak sangat penting berkaitan dengan pendidikan

masyarakat yang berkaitan dengan bencana, keadaan

sosial ekonomi masyarakat yang masih memerlukan

peran pemerintah, dan penyediaan sarana dan prasarana

publik untuk keadaan darurat.

3) Komunitas sekolah

Komunitas sekolah sebagai sumber pengetahuan

dalam penyebarluasan pengetahuan tentang bencana

sehingga dapat menjadi petunjuk praktis apa yang harus

disiapkan sebelum terjadinya bencana dan apa yang

harus dilakukan pada saat dan setelah terjadinya

bencana.

Sekolah memiliki peran untuk memberikan

35
pengetahuan untuk mengubah pola pikir masyarakat

terhadap bencana melalui pendidikan pengurangan risiko

bencana pada komunitas sekolah (Astuti dan Sudaryono,

2010). Upaya dalam kesiapsiagaan bencana di sekolah

merupakan penerapan dari Kerangka Aksi Hyogo

Framework 2005-2015 dan disempurnakan dalam

Kerangka Aksi Sendai Framework 2015-2030 yaitu

peningkatan kesiapsiagaan untuk respon efektif dan

“membangun kembali dengan lebih baik” dalam proses

pemulihan, rehabilitasi dan rekonstruksi.

b) Stakeholder Pendukung

1) Kelembagaan masyarakat, seperti: Karang taruna,

kerapatan adat, PKK, organisasi masyarakat dan lain

sebaginya.

2) LSM dan ORNOP.

3) Kelompok profesi.

4) Pihak swasta.

Stakeholder pendukung tersebut memiliki potensi besar

dalam upaya peningkatan kesiapsiagaan masyarakat.

Stakeholder tersebut memiliki peran yang berbeda sesuai

dengan tujuan dan kemampuan masing-masing. Bentuk

kontribusi dari keempat stakeholder pendukung juga

bermacam-macam, baik dalam bentuk pelatihan, tenaga,

36
bimbingan teknis, penyebaran informasi, pengadaan materi,

dan sarana/perlengkapan kesiapsiagaan.

4. Peran siswa dalam kesiapsiagaan bencana

Siswa merupakan bagian dari komunitas sekolah memiliki

peran yang besar dalam peningkatan kesiapsiagaan di lingkungan

sekolah. Kesiapsiagaan pengurangan resiko bencana sangat

diperlukan untuk menghadapi bencana. Siswa memiliki peran

penting dalam penyebarluasan pengetahuan tentang kebencanaan.

Melalui pemberian pendidikan terkait bencana pada siswa akan

membentuk karakter dan sikap kesiapsiagaan yang lebih tinggi

dalam menghadapi bencana, serta diharapkan pula sikap siaga

bencana tersebut dapat disebarluaskan kepada orang terdekat dan

masyarakat (Daud,dkk.,2014). Penyebarluasan pengetahuan

tentang bencana dapat berupa pemberian pelatihan kepada siswa

yang lebih muda, contohnya dalam pelatihan Palang Merah

Remaja (PMR) diselipkan pengetahuan kebencanaan.

5. Parameter kesiapsiagaan bencana pada siswa sekolah

LIPI-UNESCO/ISDR (2006) merumuskan parameter

kesiapsiagaan pada siswa sekolah yaitu:

a) Pengetahuan, sikap dan keterampilan menghadapi bencana

Pengetahuan, sikap dan keterampilan merupakan indikator

paling penting dalam pengukuran kesiapsiagaan bencana

37
(BNPB, 2012). Pengukuran meliputi pengetahuan tentang

bencana, kejadian bencana yang diketahui atau pernah dialami

siswa, tanda awal terjadinya bencana, sumber pengetahuan

tentang bencana dan keterampilan (bagaiman sikap siswa bila

terjadi suatu bencana).

b) Perencanaan keadaan darurat

Perencanaan keadaan darurat meliputi kegiatan yang

dilakukan untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi

bencana, pengetahuan mengenai hal yang perlu diselamatkan

saat terjadi bencana, dan pengetahuan mengenai jalur

evakuasi serta pertolongan dalam tanggap darurat bencana.

c) Sistem peringatan bencana

Pengukuran sistem peringatan bencana meliputi

pengetahuan tentang sistem peringatan bencana dan tindakan

yang dilakukan setelah mendengar tanda peringatan bencana.

d) Mobilisasi sumber daya

Pengukuran meliputi kegiatan atau pelatihan yang dilakukan

untuk meningkatkan pengetahuan tentang kebencanaan.

6. Tingkat kesiapsiagaan

Tingkatan kesiapsiagaan siswa dalam kajian ini dikategorikan

menjadi lima, sebagai berikut :

Tabel 2.1 Tingkat Kesiapsiagaan Bencana Siswa di Sekolah

Nilai indeks Kategori


80 – 100 Sangat siap
65 – 79 Siap

38
55 – 64 Hampir siap
40 – 54 Kurang siap
Kurang dari 40 (0 – 39) Belum siap
Sumber: LIPI-UNESCO/ISDR, 2006

C. Pengaruh Pemberian Pelatihan Siaga Bencana Gempa Bumi

Terhadap Kesiapsiagaan Siswa dalam Menghadapi Bencana

Gempa Bumi

Pelatihan merupakan suatu langkah stategis dalam

penanggulangan bencana. Menurut Badan Nasional Penanggulangan

Bencana (2012) Pelatihan siaga bencana dapat memberdayakan

siswa dengan memberikan keterampilan keselamatan dan hidup dasar

yang diperlukan untuk keadaan selama bencana berlangsung

sehingga siswa dapat terhindar dari dampak bencana alam gempa

39
bumi, serta dapat melakukan pertolongan pertama pada korban dan

cara evakuasinya apabila peristiwa gempa bumi terjadi pada saat jam

sekolah. Kegiatan pendidikan dan pelatihan kebencanaan di sekolah

menjadi strategi efektif, dinamis, dan berkesinambungan dalam upaya

penyebarluasan pendidikan kebencanaan.

Pelatihan penanggulangan bencana dapat memahami tentang

bencana alam gempa bumi secara ilmiah yang mencakup pemberian

materi (penyuluhan), praktik, dan simulasi.

Kesiapsiagaan merupakan hal yang penting dan harus dibangun

pada setiap tingkat kelompok di sekolah. Tujuan dari pelatihan siaga

bencana ini umumnya adalah menjadikan siswa lebih siap dalam

menghadapi bencana. Pada pelatihan siaga bencana di fase sebelum

bencana adalah memberikan infomasi (penyuluhan) pengenalan awal

kepada siswa sekolah tentang macam-macam pengetahuan berkaitan

dengan bencana gempa. Kemudian pada fase bencana akan diberikan

simulasi bencana gempa bumi (Nuridin, 2015). Hal ini sesuai dengan

penelitian Yuliawati ( 2008), yang menyatakan bahwa siswa yang

memperoleh pendidikan siaga bencana memiliki peningkatan

pengetahuan mengenai fenomena bencana, tindakan mitigasi dan

tanggap darurat.

Berdasarkan penelitian Kementerian Pendidikan Nasional dalam

Wulandari (2010) menyatakan belajar dengan mempergunakan indra

pendengaran dan penglihatan akan lebih efektif. Media pelatihan

sangat efektif digunakan dalam memberikan pengetahuan dan

40
keterampilan teknis tentang cara-cara menghadapi bencana alam

pada siswa. Diharapakan siswa dapat mengingat melalui visual

mereka sehingga nantinya akan berpengaruh terhadap kesiapsiagaan

anak sekolah dasar dalam menghadapi bencana.

D. Kerangka Teori

MANAJEMEN BENCANA

Manajemen Manajemen Manajemen


Risiko Bencana Kedaruratan Pemulihan

Mitigasi
Pencarian
Pencegahan Pertolongan Rehabilitasi dan
Penyelamatan Rekonstruksi
Kesiapsiagaan Perlindungan

41
Pra Bencana Saat Bencana Pasca Bencana

Pengetahuan Dan Sikap

Siaga Bencana

Gambar 2.1. Kerangka Teori Modifikasi menurut UU Nomor 24 Tahun

2007 Tentang Penaggulang Bencana

E. Kerangka Konsep

Variabel Independen
Variabel Dependen
Pelatihan Siaga
Kesiapsiagaan Anak
Bencana
Sekolah

Faktor yang mempengaruhi

Jenis Kelamin
42
Usia
Pekerjaan Orang Tua
Pendidikan Terakhir Orang Tua
Gambar 2.2. Kerangka Konsep

F. Hipotesis

Hipotesis adalah suatu pernyataan sementara yang harus

dibuktikan kebenarannya dengan menggunakan uji statistic yang

sesuai. Hipotesis adalah suatu asumsi pernyataan hubungan antar 2

variabel atau lebih yang disusun berdasarkan kerangka konsep

penelitian. Hipotesis diperlukan untuk penelitian eksperimen dan

analitik. (Sudibyo supardi dan Rustika, 2013 : 44).

Ha = Ada pengaruh pelatihan siaga bencana terhadap

kesiapsiagaan anak sekolah di SDN 25 Kota Bima tahun 2020

43
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 8 Desember 2019 Hingga

selesai bertempat di SDN 25 dan 54 Kota Bima di wilayah Kelurahan

Santi Kecamatan Mpunda.

B. Desain penelitian

Adalah suatu rencana , struktur dan strategi yang dipilih oleh

peneliti dalam upaya menjawab masalah penelitian. Desain penelitian

44
yang dipilih harus dapat menjawab tujuan penelitian, meminimalkan

kesalahan dengan memaksimalkan reliabilitas (kepercayaan) dan

validitas (kesahihan) hasil penelitian.(Sudibyo supardi dan Rustika,

2013 : 53).

Desain penelitian ini menggunakan desain eksperimental semu

(quasy experimental) dengan rancangan non equivalent control group.

Non equivalent control group atau sering disebut sebagai non

rendommazed kontrol group pretest posttest design ini merupakan

rancangan yang biasanya digunakan dalam penelitian lapangan untuk

membandingkan hasil intervensi program kesehatan dengan suatu

kelompok kontrol yang serupa, tetapi tidak perlu kelompok yang

benar-benar sama (Natoatmodjo, 2012). Data dikumpulkan sebelum

dan sesudah dilakukan intervensi pada kelompok perlakuan,

sedangkan pada kelompok kontrol, data dikumpulkan sebelum dan

sesudah tanpa dilakukan intervensi.

Tabel 3.1 : Desain Penelitian non equivalent control group design

O1 X O2
O3 - O4
(Sugiyono, 2017, hlm. 79)

Keterangan:

O1 : Pretes kelas eksperimen

O2 : Postes kelas eksperimen

O3 : Pretes kelas kontrol

O4 : Postes kelas kontrol

45
X : Perlakuan pada kelas eksperimen berupa pelatihan siaga

bencana gempa bumi

C. Kerangka Kerja Penelitian

Populasi
Siswa-Siswi SDN 25 Kota Bima dan SDN 54 Kota
Bima sejumlah 286 anak

Teknik Nonprobability Sampling


Metode Purposive Sampling

Sampel
Seluruh anak Kelas 6 SD

Inform Consent

Kelompok Eksperimen
Kelompok Kontrol
Pre Test
Pre Test
Pelatihan
Edukasi
Post Test
Post Test

46
Pengumpulan Data
Kuisioner, checklist

Editing, Coding, Tabulasi Data, Entry Data, Pengujian SPSS

Uji Paired Samples T-Test

Hasil dan Pembahasan

Gambar 3.1. Kerangka Kerja

D. Populasi

Populasi adalah kesuluruhan jumlah anggota dari suatu himpunan

yang ingin diketahui karakteristiknya berdasarkan inferensi atau

generalisasi. (Sudibyo Supardi dan Rustika, 2013 : 63).

Populasi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah semua

komponen yang ada disekolah SDN 25 Kota Bima dan SDN 54 yang

berjumlah 286 anak.

E. Sampling

Sampling adalah cara pengambilan sejumlah sampel agar dapat

mewakili jumlah dan karakteristik populasinya. (Sudibyo Supardi dan

Rustika, 2013 : 67).

Teknik sampling yang dipergunakan adalah teknik Nonprobability

sampling dengan metode purposive sampling yaitu salah satu teknik

47
pengambilan sampel dengan cara menetapkan cirri-ciri khusus yang

sesuai dengan tujuan penelitian sehingga dharapkan dapat menjawab

permasalahan penelitian (Salamadian, 2017).

F. Sampel

Sampel adalah sebuah gugus atau sejumlah tertentu anggota

himpunan yang dipilih dengan cara tertentu agar mewakili populasi.

(Sudibyo Supardi dan Rustika, 2013 : 64).

Sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah anak

sekolah kelas 6 SD untuk diberikan pelatihan yang berkaitan dengan

siaga bencana sebanyak 26 anak di SDN 25 Kota Bima sebagai

kelompok intervensi dan 20 anak di SDN 54 Kota Bima sebagai

kelompok kontrol sesuai dengan kriteria inklusi.

Adapun kriteria sampel adalah sebagai berikut:

1. Kriteria inklusi

Kriteria inklusi adalah persyaratan umum yang harus dipenuhi

oleh subyek penelitian atau populasi agar dapat diikutsertakan

dalam penelitian.(Sudibyo Supardi dan Rustika, 2013 : 64).

Kriterianya :

a. Responden anak sekolah kelas 6 SD

b. Responden laki-laki dan perempuan

c. Responden hadir di lokasi (sekolah)

2. Kriteria Eksklusi

48
Kriteria eksklusi adalah keadaan yang menyebabkan subyek

penelitian yang memenuhi kriteria inklusi tetapi tidak dapat

diikutsertakan dalam penelitian.(Sudibyo Supardi dan Rustika,

2013 : 65).

Kriterianya :

a. Responden yang dalam keadaan kegawatdaruratan .

b. Responden tidak dalam pengaruh obat-obatan/dalam masa

pengobatan

c. Responden yang tidak bersedia untuk diteliti.

d. Responden cacat fisik/mental

49
G. Definisi Operasional

Adapun definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini pada tabel berikut.

Tabel 3.2 Definisi Operasional


No Variabel Definisi Operasional Parameter Alat ukur skala Hasil ukur
1 Variable Pelatihan merupakan suatu 1. Pengetahuan, sikap dan Cheklist Nominal 0 = Tidak dilakukan
keterampilan
Independen proses jangka pendek yang 1 = Dilakukan
2. Sistem peringatan bencana
Pelatihan dilakukan dengan pembeian 3. Mobilisasi sumber daya
4. Evakuasi
Siaga materi terlebih dahulu, selanjutnya
Bencana diberikan berupa praktik atau
simulasi siaga bencana gempa
bumi dimana anak sekolah akan
bermain peran sebagai korban,
tim evakuasi, dan keluarga dalam
melakukan pelatihan sehingga
dapat mengetahui kemampuan
keterampilan menghadapi
bencana
2 Variable Kesiapsiagaan merupakan Knowledge and Quisioner Ordinal Penelitian menurut
Dependen serangkaian kegiatan yang Attitude LIPI-
Perilaku dilakukan untuk mengantisipasi UNESCO/ISDR,

48
Kesiapsiagaa bencana. Kegiatan yang akan 2006 dengan kriteria
n anak diberikan yaitu mengukur Hasil :
sekolah pengetahuan dengan 20 80-100 Sangat Siap
pertanyaan dan menilai perilaku 65.79 Siap
yang diperlihatkan oleh anak pada 55.64 Hampir Siap
saat melakukan pelatihan. 40-54 Kurang Siap
<40 Belum Siap

49
G. Variabel Penelitian

Variabel adalah karakteristik dari subyek penelitian atau fenomena

yang dapat memiliki beberapa nilai atau variasi nilai.(Sudibyo supardi

dan Rustika, 2013 : 46).

1. Variabel bebas

Adalah variabel yang variasi nilainya dapat mempengaruhi

variabel terikat. Variabel bebas disebut juga variabel

independen,variabel pengaruh, variabel penyebab atau variabel

perlakuan (Sudibyo supardi dan Rustika, 2013 : 47)

Variabel independent dalam penelitian ini adalah pelatihan

siaga bencana.

2. Variabel Terikat

Adalah variabel yang variasi nilainya diakibatkan oleh satu

atau lebih variabel bebas. variabel terikat disebut juga variabel

dependen, variabel terpengaruh atau variabel akibat. (Sudibyo

supardi dan Rustika, 2013 : 47).

Variabel dependent dalam penelitian ini adalah perilaku

kesiapsiagaan anak sekolah.

50
H. Cara Pengambilan Data

Pengumpulan data merupakan proses pendekatan kepada subyek

dan proses pengumpulan karakteristik subyek yang diperlukan dalam

suatu penelitian (Nursalam, 2017). Menurut Sudibyo Supardi dan

Rustika (2013 : 87) Pengumpulan data kuantitatif adalah suatu

rangkaian kegiatan penelitian yang mencakup data yang dikumpulkan

untuk menjawab masalah penelitian, cara pengumpulan data, dan alat

pengumpulan data.

1. Pengumpulan data

a. Tahap Awal

Pada tahap awal yaitu bagian dari persiapan penelitian,

peneliti mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan pada

saat penelitian.

Langkah-langkah pada tahap persiapan sebagai berikut. :

1) Melakukan studi literatur tentang jenis tindakan yang akan

digunakan dalam penelitian nanti.

2) Menyiapkan surat ijin untuk melakukan penelitian pada

sekolah yang dituju (SDN 25 dan 54 Kota Bima)

3) Menyusun tahapan pelaksanaan tindakan pelatihan siaga

bencana gempa bumi

4) Menyiapkan instrumen penelitian berupa kuisioner, lembar

observasi, dan SOP tindakan pelatihan siaga bencana

gempa bumi

51
5) Memantau anak yang akan dijadikan responden pada

penelitian

b. Tahap Pelaksanaan

Pada tahap ini adapun langkah-langkah penelitian yang akan

dilakukan sebagai berikut :

1) Memberikan pre test pengetahuan bencana berupa

kuisioner, kemudian melakukan observasi simulasi siaga

bencana gempa bumi menggunakan cheklist

2) Memberikan perlakuan tindakan dengan memberikan

edukasi umum tentang bencana dan pelatihan yang akan

dilaksanakan

3) Memberikan post test pengetahuan bencana berupa

kuisioner, kemudian melakukan observasi simulasi siaga

bencana menggunakan checklist

4) Memberikan lembar kuisioner pada pre post kesiapsiagaan

bencana gempa bumi pada kelompok kontrol dengan hanya

memberikan edukasi setelah pre test

c. Tahap Akhir

Adapun tahap akhir dalam langkah penelitian ini yaitu

sebagai berikut :

1) Mengumpulkan data hasil kuisioner dan lembar observasi

2) Mengolah dan menyajikan data.

3) Menyimpulkan hasil.

52
2. Instrumen

Instrumen merupakan alat untuk mengukur dari sesuatu

masalah yang sangat beragam, bahkan bisa pula khusus.  Artinya

untuk mengukur sesuatu itu ada ukuran (skala) nya tersendiri. 

Oleh karena itu, skala pengukuran itu, tidak satu.  Demikian pula

Alat Ukur Penelitian (Haslizen Hoesin,2017).

Pada penelitian ini instrumen yang digunakan yaitu kuisioner

yang terdiri dari 20 pertanyaan dengan satu jawaban benar bernilai

5 dan salah bernilai 0. Dengan Indek nilai seperti table dibawah ini:

Tabel. 3.3 Indeks nilai kuisioner


Tingkat Kesiapsiagaan Bencana Nilai
Tinggi 80-100
Sedang 60-79
Rendah <60

Sumber: Deny Hidayati,et al.,2011:24

Sedangkan Checklist pelatihan siaga bencana dibuat

berdasarkan kajian penelitian terkait oleh BNPB (2017) dalam

bentuk skenario simulasi. Checklist tersebut mencantumkan

tindakan-tindakan yang harus dilakukan saat terjadi bencana

gempa bumi. Lembar observasi/checklist digunakan untuk

mengukur tingkat kesiapan atau sikap dalam menghadapi bencana

yang mengacu pada SOP Pelatihan Siaga Bencana, dilakukan

analisis data hasil observasi dilakukan dengan memberikan skor 1

pada indikator yang terlaksana dan skor 0 pada indikator yang tidak

terlaksana. Untuk mempermudah pembacaan, data hasil observasi

53
kemudian dikonversi dalam skala 100 menggunakan persamaan

berikut :

Jumlah nilai yang diperoleh


Nilai Konversi= ×100
Jumlah nilai maximal

Dengan indeks nilai seperti pada table dibawah ini :

Tabel 3.4. indeks nilai lembar observasi kesiapsiagaan


Nilai Kategori
80-100 Sangat siap
65-79 Siap
55-65 Hampir siap
40-54 Kurang siap
<40 Belum siap

Sumber : Widyatun, dkk (LIPI, 2008: 4)

I. Pengolahan Data dan Analisis Data

1. Pengolahan data

Adalah upaya mengubah data yang telah dikumpulkan

menjadiinformasi yang dibutuhkan.(Sudibyo Supardi dan Rustika,

2013 : 110). Urutan pengolahan data sebagai berikut :

a. Editing

Adalah pemeriksaan kembali jawaban responden pada

kuesioner yang mencakup kelengkapan jawaban, keterbacaan

tulisan, keseragaman ukuran dan sebagainya sebelum diberi

kode.

b. Coding

Adalah kegiatan merubah data dalam bentuk huruf pada

kuesioner tertutup menurut macamnya menjadi bentuk angka

untuk pengolahan data computer. Peneliti memberikan kode

54
pada setiap responden untuk memudahkan dalam pengolahan

data dan analisa data. Peneliti juga memberikan kode pada

kuisioner dan checklist untuk mempermudah pengolahan

data. Kegiatan yang dilakukan setelah data diedit kemudian

diberi kode. Coding dilakukan pada nomor urut responden dan

jawaban responden. Jika responden menjawab ya = 1 dan jika

menjawab tidak = 0. Pada variabel kesiapsiagaan bencana

coding dilakukan pada parameter tingkat kesiapsiagaan

dengan kode 4 = sangat siap, kode 3= siap, kode 2 = hampir

siap, kode 1 = kurang siap, kode 0 = belum siap. Coding yang

digunakan untuk jenis kelamin adalah kode 1 = laki-laki dan

kode 2 = perempuan, Coding yang digunakan untuk

Pendidikan orang tua adalah kode 1 = petani, 2 = wiraswasta,

3 = PNS. Coding yang digunakan untuk Pendidikan terakhir

orang tua adalah kode 4 = Perguruan Tinggi, 3 = SMA, 2 =

SMP, 1 = SD, dan 0 = tidak sekolah.

c. Tabulasi Data

Adalah pembuatan program pengolahan data Komputer.

Pengolahan data menggunakan Microsoft Excel dan SPSS

16,0.

d. Entry Data

Adalah pengetikan kode jawaban responden pada

kuesioner kedalam program pengolahan data.

55
.

e. Pengujian SPSS 16,0

Pengujian dilakukan menggunakan SPSS 16,0,

sebelum menentukan menggunakan jenis uji dalam SPSS,

peneliti melakukan uji normalitas menggunakan Shapiro-

Wilk dengan hasil data berdistribusi normal dan dilakukan uji

Paired Samples T-Test

2. Analisis Data

Metode analisis data dalam penelitian ini meliputi :

a. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil

penelitian untuk mengetahui distribusi, frekuensi dan

persentase dari tiap variabel yang diteliti. (Nidya , 2015).

Data yang diperoleh terdiri dari, jenis kelamin, umur,

pekerjaan orang tua, Pendidikan terakhir orang tua dan data

kesiapsiagaan siswa. Data umur termasuk variabel numerik

oleh karena itu data yang dijabarkan yaitu mean, median,

modus, standar deviasi dan minimal-maksimal. Data jenis

kelamin, dan tingkat kesiapsiagaan siswa termasuk variabel

katagorik dan dianalisis dengan statistik deskriptif yaitu

menggunakan distribusi frekuensi dan dijabarkan persentase

dari masing-masing variabel. Dalam variabel tingkat

kesiapsiagaan siswa dalam menghadapi bencana sebelum dan

sesudah diberikan pelatihan, penentuan indeks dari semua

56
parameter pada kesiapsiagaan bencana tiap siswa digunakan

rumus baku yang dikembangkan oleh LIPI-UNESCO/ISDR

(2006).

Total skor riil parameter diperoleh dari jawaban siswa

terhadap seluruh pertanyaan terdapat dalam setiap parameter

(masing-masing pertanyaan bernilai satu), jika diumpamakan

dengan contoh: dari 20 item pertanyaan ada 10 pertanyaan

dengan parameter pengetahuan, sikap dan keterampilan

kemudian siswa tersebut berhasil menjawab pertanyaan

dengan benar sejumlah 7 soal, maka total skor riil

parameternya adalah 7 (untuk parameter pengetahuan, sikap

dan keterampilan).

Adapun kategori kesiapsiagaan bencana siswa di sekolah

dalam skala ordinal sebagai berikut.

Tabel 3.5 Tingkat Kesiapsiagaan Bencana Siswa di Sekolah

Nilai indeks Kategori


80 – 100 Sangat siap
65 – 79 Siap
55 – 64 Hampir siap
40 – 54 Kurang siap
Kurang dari 40 (0 – Belum siap
39)
Sumber: LIPI-UNESCO/ISDR, 2006

b. Analisis Bivariat

Analisa bivariat dilakukan dengan membuat tabel silang

antara variabel bebas dan variabel terikat. Uji statistik yang

57
digunakan adalah uji T- Test dengan tingkat kepercayaan 95

%. (Nidya , 2015).

Analisa bivariat bertujuan untuk mengetahui perbedaan

kesiapsiagaan siswa sekolah sebelum dan setelah diberikan

perlakuan pelatihan Siaga Bencana dengan menggunakan uji

statistik. Terlebih dahulu menggunakan uji normalitas

menggunakan uji Shapiro Wilk dikarenakan jumlah sampel

kurang dari 50. Hasil nilai S-W dibagi nilai sig >0,05, maka data

berdistribusi normal dan menggunakan uji paired T Test, namun

apabila hasil < 0,05 maka data berdistribusi tidak normal

sehingga menggunakan uji Wilcoxon. Interpretasi dari analisis

bivariat yaitu p-value pada kolom Sig. (2-tailed) < alpha (0,05)

berarti menyatakan ada pengaruh pemberian pelatihan siaga

bencana namun jika p-value pada kolom Sig. (2-tailed) > alpha

(0,05) berarti tidak ada pengaruh pemberian pelatihan siaga

bencana terhadap kesiapsiagaan siswa dalam menghadapi

bencana gempa bumi (Hidayat, 2009).

Hasil dari uji normalitas menggunakan uji Shapiro Wilk

didapatkan nilai ρ-value pada kolom Sig. = 0,267 (< alpha

(0,05)) maka dapat disimpulkan hipotesa diterima yang berarti

data yang di uji memiliki distribusi normal. Interpretasi dari

analisis bivariat yaitu p-value pada kolom Sig. (2-tailed) < alpha

(0,05) berarti menyatakan ada pengaruh pemberian pelatihan

58
Siaga Bencana terhadap kesiapsiagaan siswa. Analisa data

dibantu dengan menggunakan computer.

J. Etika Penelitian

1. Lembar Permintaan Jadi Responden

Memberikan lembar yang berisi permintaan untuk menjadi

responden penelitian yang disertakan identitas peneliti dan judul

penelitian kepada subyek yang diteliti.

2. Lembar Persetujuan Menjadi Responden

Pada lembar persetujuan harus dicantumkan tanda tangan

terlebih dahulu diberi kesempatan membaca isi lembaran tersebut,

jika subyek menolak untuk diteliti maka peneliti tidak akan

memaksa dan menghormati hak-hak subyek.

3. Anominity ( tanpa identitas bagi responden )

Untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak mencantumkan

nama responden pada lembar pengumpulan data, cukup dengan

memberi kode nomor atau inisial saja pada masing-masing lembar

tersebut.

4. Confidentiality ( Kerahasiaan )

Kerahasiaan informasi dijamin oleh peneliti, hanya kelompok

data tertentu saja yang disajikan atau dilaporkan sebagai hasil

penelitian.

59
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil

1. Data Umum

a) Gambaran Umum Sekolah

Sekolah merupakan tempat anak-anak menempuh

pendidikan dan menghabiskan setengah waktunya untuk

menuntut ilmu, bersosialisasi dan berinteraksi dengan teman

sebayanya. Sekolah dibagi menjadi dua bagian yaitu sekolah

negeri dan sekolah swasta yang terdiri dari murid laki-laki,

perempuan dan guru yang mengajar.

Penelitian mengenai pengaruh pelatihan Siaga Bencana

terhadap kesiapsiagaan anak sekolah dalam menghadapi

bencana gempa bumi telah diaksanakan selama 25 hari

terhitung sejak 16 Desember 2019 hingga 11 Januari tahun

2020. Penelitian ini dilakukan di lingkungan Santi, kecamatan

Mpunda tepatnya di SDN 25 Kota Bima dan SDN 45 Kota Bima.

SDN 25 Kota Bima terletak di jalan Imam Bonjol lingkunagn

Santi 1 Timur Kelurahan Santi Kecamatan Mpunda. Adapun

batas batas wilayah sekolah SDN 25 Kota Bima sebagai

berikut :

60
1) Utara : Sungai perbatasan Santi I dan II Timur

2) Timur : Lapangan serbaguna

3) Selatan : Jalan Raya

4) Barat : Kuburan
¿
SDN 25 Kota Bima memiliki luas tanah 3000 m 2. SDN 25

Kota Bima terdiri dari 18 guru, 76 siswa laki-laki dan 68 siswi

perempuan dengan 1 ruang kepala sekolah, 1 ruang TU, 6 ruang

kelas, 1 musholla dan 1 perpustakaan, 2 toilet siswa dan 1 toilet

guru. Dipimpin oleh kepala sekolah bernama Muktadir S.Pd.

Sedangkan SDN 54 Kota Bima terletak di jalan Imam

Bonjol lingkunagn Santi 1 Barat Kelurahan Santi Kecamatan

Mpunda. Adapun batas batas wilayah sekolah SDN 54 Kota

Bima sebagai berikut :

1) Utara : Persawahan

2) Timur : Akbid Harapan Bunda

3) Selatan : Lapangan

4) Barat : BTN Santi


¿
SDN 54 Kota Bima memiliki luas tanah 3000 m 2. SDN 54

Kota Bima terdiri dari 12 guru, 43 siswa laki-laki dan 57 siswa

perempuan dengan 6 ruang kelas, 1 musholla dan 1

perpustakaan. Dipimpin oleh kepala sekolah bernama Rusly

S.Pd.

b) Karakteristik Siswa-siswi

61
Karakteristik reponden digunakan untuk mengetahui

keragaman dari responden berdasarkan jenis kelamin, usia,

pekerjaan orang tua dan pendidikan terakhir orang tua.

Tabel 4.1 Distribusi karakteristik siswa/siswi kelompok intervensi


dan kelompok kontrol

Karakteristik Kelompok Kelompok


Intervensi Kontrol
n (26) % n (20) %
Jenis Laki-laki 12 46 7 35
Kelamin Perempuan 14 54 13 65
Usia 11 6 23 4 20
12 20 77 16 80
Pekerjaan Petani 13 50 10 50
Orang Tua Wiraswasta 6 23 7 35
PNS 7 27 3 15
Pendidikan Tidak Sekolah 1 4 1 5
Orang Tua SD 1 4 2 10
SMP 6 23 2 10
SMA 10 38 11 55
Perguruan Tinggi 8 31 4 20

Berdasarkan tabel diatas karakteristik jenis kelamin pada

kedua kelompok lebih dominan berjenis kelamin perempuan yaitu

sebesar 54% pada kelompok intervensi dan 65% pada kelompok

control. Karakteristik usia lebih dominan usia 12 tahun yaitu

sebesar 77% pada kelompok intervensi dan 80% pada kelompok

kontol. Begitupun pada karakteristik pekerjaan dan Pendidikan

62
orang tua, kedua kelompok lebih dominan pada pekerjaan orang

tua sebagai petani dan Pendidikan terakhir dalam kategori Sekolah

Menengah Atas yaitu sebesar 50% dan 38% untuk kelompok

intervensi sedangkan kelompok control sebesar 50% dan 55%.

63
2. Data Khusus

a) Kesiapsiagaan anak sekolah dalam menghadapi bencana

gempa bumi sebelum diberikan pelatihan siaga bencana

Tabel 4.2 Distribusi frekuensi kesiapsiagaan anak sekolah


dalam menghadapi bencana gempa bumi di SDN 25 Kota
Bima sebelum pelatihan dan pemberian edukasi siaga
bencana gempa bumi di SDN 54 Kota Bima
Kategori Kelompok Kelompok
Intervensi Kontrol
n (26) % n (20) %
Sangat Siap 2 7,7 3 1
Siap 8 30,7 5 25
Hampir Siap 7 27,0 5 25
Kurang Siap 9 34,6 6 30
Belum Siap 0 0 1 5

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa pada

responden kelompok intervensi sebelum dilakukan

pelatihan siaga bencana kategori kurang siap paling tinggi

yaitu sebesar 34,6% , kategori hampir siap sebesar 27,0%,

kategori siap sebesar 30,7%, dan paling rendah pada

kategori sangat siap yaitu sebesar 7,7%. Sedangkan

responden kelompok control sebelum diberikan edukasi

siaga bencana kategori kurang siap paling tinggi yaitu

sebesar 30% , kategori hampir siap sebesar 25,0%,

kategori siap sebesar 25%, sangat siap yaitu sebesar 15%,

dan paling rendah pada kategori belum siap yaitu sebesar

5%.

64
b) Kesiapsiagaan anak sekolah dalam menghadapi bencana

gempa bumi setelah diberikan pelatihan dan edukasi siaga

bencana.

Tabel 4.3Distribusi frekuensi kesiapsiagaan anak sekolah

dalam menghadapi bencana gempa bumi di SDN 25 Kota

Bima setelah pelatihan dan pemberian edukasi siaga

bencana gempa bumi di SDN 54 Kota Bima

Kelompok Intervensi Kelompok Kontrol


Kategori
n % n %
Sangat Siap 16 61,5 7 35
Siap 6 23,1 8 40
Hampir Siap 3 11,5 2 10
Kurang Siap 1 3,9 3 15
Belum Siap 0 0 0 0

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa pada

responden kelompok intervensi setelah dilakukan

pelatihan Siaga Bencana kategori sangat siap paling

tinggi yaitu sebesar 65,4%, kategori siap sebesar 35,4%,

kategori hampir siap sebesar 18,9%, kategori kurang

sebesar 2,4% dan tidak ada responden berada dalam

kategori belum siap. Sedangkan pada kelompok control

setelah diberikan edukasi siaga bencana kategori siap

paling tinggi yaitu sebesar 40%, kategori sangat siap

sebesar 35%, kategori hampir siap sebesar 10%, kategori

kurang sebesar 15% dan tidak ada responden berada

dalam kategori belum siap.

65
c) Pengaruh pelatihan siaga bencana gempa bumi terhadap

kesiapsiagaan anak sekolah di SDN 25 Kota Bima

Tabel 4.4 Hasil Analisa Pengaruh Pelatihan Siaga Bencana

Terhadap Kesiapsiagaan anak sekolah dalam Menghadapi Bencana

Gempa Bumi di SDN 25 Kota Bima Tahun 2020

Post-Pre Frekuensi Persentase ρ-value


(n) (%)
Post test < Pre test - - 0,000
Post test > Pre test 23 88,46
Post test = Pre test 3 11,54
Total 26 100

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa

perbandingan nilai pre test dan post test siswa setelah

diberikan pelatihan Siaga Bencana yaitu tidak ada nilai

post test yang lebih kecil dibandingkan nilai pre test,

terdapat sebagian besar responden berhasil memperoleh

nilai post test yang lebih besar dari nilai pre test yaitu

sebanyak 23 responden atau 88,46% dan terdapat 3

responden atau 11,54% nilai post test sama dengan nilai

pre test.

d) Perbedaan pengaruh pelatihan dan pemberian edukasi

siaga bencana gempa bumi terhadap kesiapsiagaan anak

sekolah.

Tabel 4.5 Frekuensi pengaruh pelatiahan dan edukasi


siaga bencana
Pre-Post Kelompok Kelompok Kelompok
Intervensi kontrol

66
n % n %
Post test < Pre test - - - -
Post test > Pre test 23 88,46 11 55
Post test = Pre test 3 11,54 9 45

Tabel 4.6 Distribusi perbedaan pengaruh pelatiahan dan


edukasi siaga bencana gempa bumi pada anak sekolah
Kelompok n Mean SD p
Kelompok Eksperimen
Pre Pelatihan – Post 26 -1.462 .811 0.000
Pelatihan
Kelompok Kontrol
Pre Edukasi – Post 20 -.450 .510 0,001
Edukasi

Berdasarkan hasil uji paired sampel t-test dari

kedua kelompok, mengalami perbedaan yang signifikan

dimana kelompok intervensi memiliki hasil post test lebih

tinggi setelah dilakukan pelatihan sebesar 23 responden

dari 26 responden yang diteliti sebesar 88,46%

sedangkan pada kelompok kontrol juga mengalami

kenaikan namun tidak setinggi kelompok intervensi

dengan pemberian pelatihan sebesar 11 responden dari

20 responden yang diteliti mengalami kenaikan sebesar

55% dengan p value 0,000 pada kelompok intervensi dan

kelompok control dengan p value 0,001.

67
B. Pembahasan

Kesiapsiagaan merupakan salah satu elemen penting dari

suatu kegiatan pengendalian pengurangan risiko bencana yang

dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui

pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan

berdaya guna. Konsep kesiapsiagaan yang digunakan lebih

ditekankan pada kemampuan untuk melakukan tindakan

persiapan menghadapi kondisi darurat bencana secara tepat dan

cepat.

1. Kesiapsiagaan SDN 25 Kota Bima sebelum diberikan

pelatihan siaga bencana gempa bumi dan sebelum diberikan

edukasi siaga bencana gempa bumi di SDN 54 Kota Bima

Kesiapsiagaan anak sekolah di SDN 25 Kota Bima

seperti yang termuat pada tabel 4.2 sebelum diberikan

perlakuan berupa pelatihan nilai yang paling banyak berada

pada kategori kurang siap yaitu sebanyak 9 responden

dengan persentase 34,6% dan paling rendah pada kategori

sangat siap yaitu 2 reponden dengan persentase 7,7%.

Sedangkan pada anak sekolah di SDN 54 Kota Bima

sebelum dilakukan edukasi siaga bencana nilai yang paling

68
banyak berada pada kategori kurang siap yaitu sebesar 30%

dan paling rendah pada kategori sangat siap yaitu sebesar

15%.

Berdasarkan data diatas menunjukkan bahwa angka

kurang siap sangat mendominasi anak sekolah SDN 25 Kota

Bima maupun SDN 54 Kota Bima. Dimana lebih dari

setengah responden kategori kurang siap berjenis kelamin

laki-laki dimana anak laki-laki lebih acuh tak acuh dalam

proses pembelajaran sehingga pengisian kuisioner yang

dilakukan memberikan hasil yang kurang bagus. Selain itu

pendidikan dan pekerjaan orang tua berpengaruh pada

proses pikir dan daya tanggap anak. Selain berjenis kelamin

laki-laki, responden dengan orang tua bekerja sebagai petani

mendominasi responden dengan kategori kurang siap,

diaman orang tua yang bekerja sebagai petani lebih banyak

menghabiskan waktu di lading/sawah sehingga kurang

banyak berinteraksi dengan anak dan rata-rata dengan

Pendidikan terakhir Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah

Pertama, dimana ilmu pengetahuan yang dimiliki orang tua

terbilang kurang dalam membantu proses belajar anak.

Menurut Sugihartono (2013) dalam proses

pembelajaran, terdapat beberapa perbedaan karakteristik

anak dilihat dari jenis kelamin. Anak perempuan mempunyai

sifat yang lebih tenang dan emosi cendrung lebih stabil,

69
sehingga dalam hal membaca dan menulis anak perempuan

lebih unggul dibanding anak laki-laki. Namun dalam hal

keterampilan dan gerakan motorik kasar anak laki-laki

cenderung lebih aktif dan agresif dari anak perempuan, hal

ini memungkinkan anak laki-laki lebih mudah gelisah dan

bergerak dengan cepat jika terjadi suatu ancaman

Selain itu, hasil di atas membuktikan bahwa kategori

kesiapsiagaan anak sekolah masih bervariasi dan tergolong

rendah, hal ini juga dikarenakan anak sekolah belum

terdapat kurikulum kebencanaan dalam pembelajaran di

kelas maupun ekstrakulikuler. Hal ini menunjukkan bahwa

kesiapsiagaan sangat penting dimiliki oleh kelompok siswa

dalam menghadapi bencana untuk melindungi diri maupun

orang lain saat tiba-tiba terjadi bencana. Sebagian besar

siswa masih kebingungan mengenai apa yang harus

dilakukan saat terjadi bencana disekolah khususnya pada

jam pelajaran, bagaimana cara melindungi diri, apa saja hal

yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan serta

barang-barang apa saja yang harus dipersiapkan.

Penelitian ini senada dilakukan oleh Haryuni, S (2018)

dalam jurnal yang berjudul “Pengaruh Pelatihan Siaga

Bencana Gempa Bumi Terhadap Kesiapsiagaan Anak

Sekolah Dasar Dalam Menghadapi Bencana Gempa Bumi Di

Yayasan Hidayatul Mubtadiin Kediri didapatkan nilai rata-rata

70
hasil post test lebih tinggi dibanding nilai rata-rata hasil pre

test.

Hasil peneitian ini menyatakan bahwa pengetahuan dan

sikap merupakan faktor yang sangat penting untuk

kesiapsiagaan, hal ini sejalan dengan teori yang

dikembangkan oleh LIPI UNESCO/ISDR (2006) dimana

pengetahuan yang dimiliki biasanya dapat mempengaruhi

sikap dan kepedulian serta keterampilan masyarakat atau

komunitas sekolah untuk siap dan siaga dalam

mengantisipasi bencana. Bencana yang sering terjadi dapat

dijadikan suatu pengalaman atau pelajaran yang sangat

bernilai akan pentingnya pengetahuan tentang bencana yang

diharus dimiliki oleh setiap individu terutama yang berada di

daerah yang rawan bencana seperti lokasi penelitian ini yaitu

di wilayah Kerambitan yang merupakan daerah rawan

bencana.

Pendapat peneliti bahwa komunitas sekolah merupakan

salah satu kelompok rentan menjadi korban jika terjadi suatu

bencana. Komunitas sekolah memiliki potensi yang besar

dalam menyebarluaskan pengetahuan tentang

kebencanaan. Siswa merupakan bagian dari komunitas

sekolah memiliki peran yang besar dalam peningkatan

kesiapsiagaan di lingkungan sekolah. Melalui pemberian

pendidikan terkait bencana pada siswa akan membentuk

71
karakter dan sikap kesiapsiagaan yang lebih tinggi dalam

menghadapi bencana, serta diharapkan pula sikap siaga

bencana tersebut dapat disebarluaskan kepada orang

terdekat dan masyarakat. Seperti upaya yang dipaparkan

oleh BNPB yaitu membuat sekolah aman dari bencana

dengan menerapkan standar sarana dan prasarana yang

mampu melindungi warga sekolah dan lingkungan di

sekitarnya dari bahaya bencana, sadar akan risiko, memiliki

rencana yang matang dan mapan sebelum, saat, dan

sesudah bencana, dan selalu siap untuk merespons pada

saat darurat dan bencana sehingga siswa perlu dilatih sejak

dini untuk meningkatkan kesiapsiagaan dalam menghadapi

bencana di lingkungan sekolah.

2. Kesiapsiagaan SDN 25 Kota Bima setelah diberikan

pelatihan siaga bencana gempa bumi dan setelah diberikan

edukasi siaga bencana gempa bumi di SDN 54 Kota Bima

Hasil penelitian seperti yang termuat dalam tabel 4.3

menunjukkan kesiapsiagaan anak sekolah kelompok

intervensi setelah diberikan pelatihan siaga bencana

gempa bumi kategori sangat siap paling tinggi yaitu sebesar

65,4%, kategori siap sebesar 35,4%, kategori hampir siap

sebesar 18,9%, kategori kurang sebesar 2,4% dan tidak ada

responden berada dalam kategori belum siap.

72
Sedangkan pada kelompok kontrol setelah diberikan

edukasi siaga bencana kategori siap paling tinggi yaitu

sebesar 40%, kategori sangat siap sebesar 35%, kategori

hampir siap sebesar 10%, kategori kurang sebesar 15% dan

tidak ada responden berada dalam kategori belum siap.

Hal diatas membuktikan bahwa telah terjadi peningkatan

kesiapsiagaan siswa setelah diberikan pelatihan dan edukasi

dimana sebagian besar siswa telah berada pada kategori

sangat siap, saat penelitian beberapa siswa juga sangat

antusias dalam bertanya mengenai materi kesiapsiagaan,

serta sangat bersemangat dalam mengikuti pelatihan

simulasi bencana, penelitian yang dilakukan pada kelompok

intervensi dengan perlakuan berupa pelatihan, anak sekolah

berjenis kelamin laki-laki terlihat lebih antusias dan

bersemangat dibandingkan saat pemberian materi (edukasi),

namun sebanyak 11,54% siswa masih berada di rentang

kategori hampir siap hingga kategori kurang siap. Penyebab

hal tersebut adalah pada saat proses penelitian terdapat

beberapa hambatan proses komunikasi antara siswa dengan

peneliti. Saat berlangsungnya pelatihan pada sesi pemberian

materi satu atau dua orang anak kurang bisa fokus dan lebih

memilih bermain dengan teman-temannya sehingga tidak

tersampainya tujuan dari pelatihan yang dilakukan. Selain itu

73
beberapa anak kurang kooperatif dan enggan untuk bertanya

atau merespon apa yang disampaikan.

maka dari itu, diharapkan kepada para guru dan perawat

gawat darurat agar dalam pemberian materi kesiapsiagaan

dengan media pelatihan baik dimasukkan ke ekstrakulikuler

maupun dalam pelajaran di kelas dengan sekolah tetap

mengkondisikan siswa ke materi sehingga target

kesiapsiagaan anak mencapai 100% dengan kategori sangat

siap.

Pada kedua kelompok penelitian yaitu intervensi dan

kontrol sama-sama mengalami peningkatan namun dengan

adanya pelatihan, kemampuan dan kesiapsiagaan anak

sekolah lebih terlihat dan meningkat dibandingkan hanya

memberikan edukasi atau pembelajaran secara teori saja.

Hal tersebut mengacu pada Teori Piaget merupakan teori

yang terkait dengan penelitian ini yang menyatakan proses

belajar seseorang akan mengikuti pola dan tahap-tahap

perkembangannya sesuai dengan umurnya, dimana pada

usia anak merupakan tahap operasional formal, pada tahap

ini adalah anak sudah mampu berpikir abstrak dan logis.

Menurut Desmita (2014) model pembelajaran yang

mendukung pada siswa Sekolah dasar adalah model

pembelajaran langsung yaitu suatu pembelajaran yang akan

melibatkan siswa secara langsung melalui praktek dari apa

74
yang telah diajarkan. Saat melakukan pelatihan siswa tidak

hanya mendapatkan pembelajaran melalui teori saja namun

juga latihan-latihan atau simulasi yang seolah-olah nyata

untuk mereka hadapi kedepannya. Oleh karena itu

perancangan media pembelajaran berupa pelatihan

merupakan salah satu cara yang efektif dan efisien dalam

mendidik siswa tentang pembelajaran mengenai

perlindungan diri dalam menghadapi bencana (Melissa dkk,

2014).

3. Pengaruh pemberian pelatihan Siaga Bencana

terhadap kesiapsiagaan anak sekolah di SDN 25 Kota Bima

dalam menghadapi bencana gempa bumi

Pelatihan Siaga Bencana merupakan hal yang belum

terlalu sering diterapkan pada anak sekolah dasar, itu

dibuktikan masih sedikitnya jumlah sekolah yang sudah

menjadi sekolah siaga bencana. Tujuan dari pelatihan Siaga

Bencana ini adalah memberikan infomasi kepada siswa

tentang macam-macam pengetahuan berkaitan dengan

bencana serta upaya penyelamatan diri dan orang lain serta

penanganan bencana. Pada sesi pemberian materi siswa

diberikan informasi berkaitan dengan kebencanaan dari

masa pra bencana, masa tanggap darurat, dan pasca

bencana. Kesiapsiagaan siswa dapat dilatih tidak hanya

melalui edukasi berupa materi ceramah tetapi siswa diajak

75
untuk turun kelapangan secara langsung dalam simulasi

bencana.

Berdasarkan hasil uji statistik paired sampel t-test

didapatkan nilai ρ-value pada kolom Sig. (2-tailed) = 0,000 (<

alpha (0,05)) hal ini menunjukkan ada pengaruh signifikan

pemberian pelatihan Siaga Bencana. Pelatihan ini dapat

meningkatkan kesiapsiagaan anak sekolah dalam

menghadapi bencana gempa bumi di SDN 25 Kotra Bima.

Peningkatan pengetahuan kesiapsiagaan dalam menghadapi

bencana sebelum dan setelah pemberian pelatihan Siaga

Bencana dilihat dari hasil nilai post test yang lebih besar dari

nilai pre test yaitu sebanyak 23 responden atau 88,64%.

Hasil penelitian ini menunjukkan pelatihan Siaga Bencana

memberikan pengaruh meningkatkan kesiapsiagaan anak

sekolah dalam menghadapi bencana gempa bumi.

Walaupun peningkatan kategori sangat siap tidak dialami

oleh seluruh siswa, namun pelatihan ini telah meningkatkan

sebagian besar pengetahuan siswa yang sebelumnya

berada pada kategori siap menjadi sangat siap dan

memberikan kesempatan kepada anak sekolah untuk

langsung memperagakan apa yang telah disampaikan

melalui lisan sehingga memperkuat daya ingat anak dalam

melakukan tindakan yang telah diajarkan.

76
4. Perbedaan Pengaruh Pelatihan Siaga Bencana Bumi

Terhadap Kesiapsiagaan anak sekolah di SDN 25 Kota Bima

dan Pemberian Edukasi Siaga Bencana Gempa Bumi di

SDN 54 Kota Bima.

Terlihat pada tabel 4.5 dan 4.6 berdasarkan hasil uji

paired samples t-test dari kedua kelompok, mengalami

perbedaan yang signifikan dimana kelompok intervensi

memiliki hasil post test lebih tinggi setelah dilakukan

pelatihan sebesar 23 responden dari 26 responden yang

diteliti sebesar 88,46% sedangkan pada kelompok kontrol

dengan pemberian edukasi juga mengalami kenaikan namun

tidak setinggi kelompok intervensi dengan pemberian

pelatihan sebesar 11 responden dari 20 responden yang

diteliti dan mengalami kenaikan dengan porsentase 55%.

Setelah memperoleh hasil dari penelitian yang

dilakukan bahwa pengetahuan dan sikap sangat

mempengaruhi perilaku anak dalam menghadapi suatu

bencana alam seperti gempa bumi. Pada dasarnya anak

usia sekolah dasar sangat membutuhkan banyak hal dalam

memperkuat rasa keingintahuannya terhadap sesuatu hal,

maka dari itu pemberian edukasi saja dirasa kurang cukup

karena hanya akan membuat anak membayangkan apa

yang akan dilakukan tanpa tau bagaimana proses

sebenarnya melalui simulasi atau role play . Simulasi atau

77
role play akan memberikan gambaran nyata kepada anak

tentang apa yang harus dan tidak perlu untuk dilakukan,

pelatihan juga mampu meningkatkan kemampuan motorik

anak sehingga anak dipaksa untuk bergerak dan melakukan

aktivitas. Pada kelompok kontrol, walaupun nilai

kesiapsiagaan setelah edukasi juga mengalami peningkatan

namun anak sekolah pada kelompok kontrol belum mampu

mempraktekkan apa yang disampaikan.

Hal ini senada dengan Penelitian yang dilakukan oleh

Ayu Wulandari, 2010, menyatakan belajar dengan

mempergunakan indra pendengaran dan penglihatan akan

lebih efektif, siswa akan lebih mudah menerima pesan-

pesan pengetahuan yang disampaikan melalui pelatihan

(play and learn) yang melibatkan indra penglihatan dan

pendengaran. Hal ini sangat efektif memberikan

pengetahuan dan keterampilan teknis tentang cara-cara

menghadapi bencana alam pada siswa.

Menurut peneliti pelatihan Siaga Bencana bukan

sekedar suatu pembelaran yang menyenangkan, tapi juga

media edukasi yang sangat baik untuk siswa, karena

pelatihan ini mampu mengajarkan banyak hal. Pemberian

edukasi dengan cara memberikan kesempatan kepada siswa

untuk terlibat langsung dalam sebuah simulasi akan

membuat siswa lebih cepat menerima materi yang diberikan

78
karena biasanya pemberian edukasi lebih sering diberikan

dengan metode ceramah dan tanya jawab saja yang

membuat siswa lebih cepat bosan menyimak materi yang

diberikan.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan

tentang pengaruh pelatihan siaga bencana terhadap

kesiapsiagaan anak sekolah di SDN 25 Kota Bima Tahun 2020

dengan 26 responden dan 20 responden dari SDN 54 Kota Bima

sebagai kelompok kontrol dapat disimpulkan sebagai berikut.

1. Hasil tingkat kesiapsiaagan anak sekolah dalam menghadapi

bencana sebelum diberikan pelatihan siaga bencana gempa

bumi paling banyak terdapat pada kategori kurang siap yaitu

sebesar 34,6%. Sedangkan hasil di SDN 54 Kota Bima

sebelum diberikan edukasi siaga bencana gempa bumi

paling banyak terdapat pada kategori kurang siap yaitu

sebesar 30%.

79
2. Tingkat kesiapsiaagan anak sekolah dalam menghadapi

bencana setelah diberikan pelatihan siaga bencana gempa

bumi terdapat peningkatan dengan hasil sebagian besar

siswa berada pada kategori sangat siap yaitu sebanyak

65,4% dan tidak ada responden berada dalam kategori

belum siap. Sedangkan hasil di SDN 54 Kota Bima setelah

diberikan edukasi siaga bencana gempa bumi paling

banyak pada kategori siap yaitu sebesar 40%.

3. Terdapat pengaruh signifikan pemberian pelatihan siaga

bencana gempa bumi terhadap kesiapsiagaan anak sekolah

dibuktikan dengan menggunakan uji paired samples t-test

dengan nilai ρ-value pada kolom Sig.(2-tailed) 0,000 < alpha

(0,05), maka dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak dan Ha

diterima yaitu terdapat pengaruh pelatihan siaga bencana

gempa bumi terhadap kesiapsiagaan anak sekolah di SDN

25 Kota Bima.

4. Pemberian pelatihan pada sekolah memiliki hasil lebih tinggi

dibandingkan sekolah dengan pemberian edukasi saja

seperti pada kelompok intervensi dengan pelatihan siaga

bencana gempa bumi dan kelompok kontrol dengan edukasi

siaga bencana gempa bumi.

B. Saran

80
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, adapun

saran dari penulis yang dapat digunakan sebagai bahan

pertimbangan diantaranya :

a) Sekolah

1) Bagi Para anak sekolah SDN 25 Kota Bima

Siswa diharapkan dapat mensosialisasikan kepada

teman teman dilingkungannya mengenai materi yang

didapat dari pelatihan Siaga Bencana untuk

meningkatkan kesiapsiagaan di area sekolah.

2) Bagi guru SDN 25 Kota Bima

Meningkatkan pemberian materi khususnya mengenai

kebencanaan kepada siswa dengan mengembangkan

metode yang lebih menarik seperti memasukannya

dalam materi ekstrakulikuler seperti Pramuka dan PMR

yang disertai dengan latihan latihan simulasi bencana

alam maupun non alam untuk meningkatkan

kesiapsiagaan siswa dalam menghadapi bencana yang

bisa datang kapan saja.

b) Institusi Pendidikan

1) Mata Kuliah Manajemen Bencana yang telah diajarkan

pada kuliah semester 5 bisa dijadikan referensi untuk

melakukan kerja lapangan secara langsung dengan

berhadapan dengan kondisi secara langsung pula.

81
2) Bencana merupakan keadaan kegawatdaruratan yang

membutuhkan penanganan segera dan berskala besar,

agar setiap bagian dari kesehatan terutama bagian

kegawatdaruratan bias mengedukasi dan memberikan

pelatihan kepada masyarakat awam agar dapat

memberdayakan masyarakat dan mampu bersikap

mandiri apabila terjadi bencana.

c) Bagi Peneliti Selanjutnya

1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan

ataupun referensi bagi peneliti selanjutnya dalam

melakukan penelitian mengenai pengaruh pelatihan siaga

bencana dalam dengan menggunakan variabel yang

berbeda dan bervariasi seperti penggunaan media

audivisual, permainan dan table top sehingga dapat

meningkatkan pengetahuan khususnya pada kelompok

siswa tentang kebencanaan.

2) Kolaborasi dengan beberapa stakeholder yang berkaitan

kebencanaan sehingga hasil yang didapatkan lebih

maksimal dan terlihat lebih nyata dalam bayangan

responden.

3) Pastikan orang-orang yang akan membantu

mendokumentasikan kegiatan agar hasil lebih maksimal

82
4) Pastikan alat kamera yang digunakan untuk

melaksanakan dokumentasi dalam keadaan baik

sehingga tidak merusak dan menghilangkan file

DAFTAR PUSTAKA

Adiyoso, Wignyo. 2018. Manajemen Bencana : Pengantar dan Isu-


isu Strategis. Jakarta : Bumi Aksara

Anies, 2018. Manajemen Bencana : Solusi untuk Mencegah dan


Mengelola Bencana. Yogyakarta : Gosyen

BNPB. 2012. Buku Saku Tanggap Tangkas Tangguh Menghadapi


Bencana. Jakarta : Graha BNPB

BNPB. 2019. Data dan Informasi Bencana


Indonesia.http:/dibi.bnpb.go.id

83
BNPB. 2019. Data dan Informasi Bencana Indonesia.
http:/www.bnpd.clouds.go.id

Damayanti, D. 2018. Pengaruh Simulasi Tentang Cara Menghadapi


Bencana Dengan Kemampuan Penanganan Bencana Gempa
Bumi di SMAN 3 Kediri. Agustus 2019 15:18

Dian Lusiana Romdhonah. 2019. Pengaruh Edukasi Manajemen


Bencana Gempa Bumi Terhadap Kesiapsiagaan Siswa Dalam
Menghadapi Gempa Bumi. Yogyakarta. Agustus 2019 20:53

Dwisiwi, R.S, dkk. 2012. Pengembangan Teknik Mitigasi dan


Manajemen Bencana Alam Gempa Bumi Bagi Komunitas
SMP di Kabupaten Bantul Yogyakarta. Agustus 2019 15:30

Fika Nur Indriasari. 2016. Pengaruh Pemberian Metode Simulasi


Siaga Bencana Gempa Bumi Terhadap Kesiapsiagaan Anak
di Yogyakarta. Agustus 2019 20:05

Haryuni, S. 2018. Pengaruh Pelatihan Siaga Bencana Gempa Bumi


Terhadap Kesiapsiagaan Anak Usia Sekolah Dasar Dalam
Menghadapi Bencana Gempa Bumi di Yayasan Hidayatul
Mubtadiin Kediri. Agustus 2019 16:00

Khambali, I. 2017. Manajemen Penanggulangan Bencana.


Yogyakarta : Andi

LIPI-UNESCO/ISDR (2006) Kajian Kesiapsiagaan Masyarakat dalam


Mengantisipasi Bencana Gempa Bumi & Tsunami. Jakarta:
Deputi Ilmu Pengetahuan Kebumian Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia.

Notoatmojo S. 2010. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi.


Jakarta : Rineka Cipta

Notoatmojo S. 2018. Meteodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta :


Rineka Cipta

84
Nurjanah, dkk. 2013. Manajemen Bencana. Bandung : Alfabeta
Sugiyono. 2017. Statistik untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta
UNCRD. 2009. Mengurangi Kerentanan Anak-anak Sekolah
Terhadap Bahaya Gempa Bumi.

Nursalam (2017) Metodologi Penelitian Imu Keperawatan (Edisi 4).


Jakarta: Salemba Medika.

Wita, N. 2018. Pengaruh Pemberian Pelatihan Siaga Bencana


Terhadap Kesiapsiagaan Siswa Dalam Menghadapi Bencana
Gempa Bumi Di Smpn 1 Kerambitan. Skripsi Prodi D-IV
Keperawatan Politeknik Kesehatan Denpasar, Bali.

Wiarto, G. 2017. Tanggap Darurat Bencana Alam. Yogyakarta :


Gosyen

85
86
Master Tabel Pengumpulan Data
Pengaruh Pemberian Pelatihan Siaga Bencana terhadap
Kesiapsiagaan Anak Sekolah di SDN 25 Kota Bima Tahun 2020

Data Umum
No.
Responden
Jenis Pekerjaan Pendidikan Terakhir
Usia
Kelamin Orang Tua Orang Tua
1 P 12 Petani SMA
2 P 12 Petani SMA
3 P 12 Wiraswasta SMA
4 P 12 PNS Perguruan Tinggi
5 P 12 Petani SD
6 P 12 Petani SMP
7 P 11 Petani SMP
8 P 11 Petani SMA
9 P 11 PNS Perguruan Tinggi
10 P 11 Wiraswasta Perguruan Tinggi
11 P 12 Wiraswasta SMA
12 P 12 Petani SMA
13 P 12 Petani Tidak Bersekolah
14 P 12 PNS Perguruan Tinggi
15 L 11 Petani SMP
16 L 11 Petani SMA
17 L 12 Petani SMP
18 L 12 PNS Perguruan Tinggi
19 L 12 PNS Perguruan Tinggi
20 L 12 Wiraswasta SMA
21 L 12 Petani SMP
22 L 12 Petani SMA
23 L 12 Wiraswasta SMA
24 L 12 PNS Perguruan Tinggi
25 L 12 PNS Perguruan Tinggi
26 L 12 Wiraswasta SMP
Data Khusus
Kesiapsiaagaan Kesiapsiaagaan
Pengetahuan Pelatihan Beda Skor
(Pre Test) (Post Test)
Pr Pos
Kategori Kategoti Beda Skor Pre Post Beda Skor Hasil Kategori Hasil Kategori
e t
55 1 70 2 15 40 73,33 33,33 47,5 1 71,67 3 24,17
55 1 75 2 20 40 73,33 33,33 47,5 1 74,17 3 26,67
65 2 85 3 20 46,67 80 33,33 55,84 2 82,5 4 26,66
60 2 80 3 20 46,67 73,33 26,66 53,34 2 76,67 3 23,33
40 1 55 1 15 26,67 73,33 46,66 33,34 0 64,17 2 30,83
50 1 75 2 25 73,33 73,33 0 61,67 2 74,17 3 12,5
85 3 100 3 15 80 93,33 13,33 82,5 4 96,67 4 14,17
75 2 90 3 15 73,33 93,33 20 74,12 3 91,67 4 17,55
75 2 85 3 10 73,33 73,33 0 74,12 3 79,17 3 5,05
80 3 95 3 15 73,33 93,33 20 76,67 3 94,17 4 17,5
80 3 80 3 0 73,33 86,67 13,34 76,67 3 83,34 4 6,67
45 1 80 3 35 73,33 80 6,67 59,17 2 80 4 20,83
45 1 50 1 5 26,67 66,67 40 35,84 0 58,34 1 22,5
70 2 85 3 15 53,33 66,67 13,34 61,67 2 75,84 3 14,17
60 2 65 2 5 53,33 66,67 13,34 56,67 2 65,84 2 9,17
60 2 85 3 25 53,33 80 26,67 56,67 2 82,5 4 25,83
60 2 85 3 25 66,67 80 13,33 63,34 2 82,5 4 19,16
55 1 85 3 30 66,67 66,67 0 60,84 2 75,84 3 15
55 1 85 3 30 66,67 86,67 20 60,84 2 85,84 4 25
55 1 85 3 30 66,67 86,67 20 60,84 2 85,84 4 25
60 2 60 2 0 40 66,67 26,67 50 1 63,34 2 13,34
50 1 70 2 20 40 73,33 33,33 45 1 71,67 3 26,67
55 1 80 3 25 40 80 40 47,5 1 80 4 32,5
75 2 95 3 20 80 100 20 77,5 3 97,5 4 20
40 1 75 2 35 26,67 73,33 46,66 33,34 0 74,17 3 40,83
70 2 75 2 5 26,67 73,33 46,66 48,34 1 74,17 3 25,83

Keterangan
L=1 PNS = 3 Perguruan Tinggi = 4 Pengetahuan Kesiapsiagaan
P=2 Wiraswasta = 2 SMA = 3 Tinggi = 80-100 Sangat Siap = 80-100
  Petani = 1 SMP = 2 Sedang = 60-79 Siap = 65-79
  SD = 1 Rendah = <60 Hampir Siap = 55-64
      Tidak Sekolah = 0   Kurang Siap = 40-54
    Belum Siap = <40
   
   
0 = Belum Siap
1 = Rendah  
2 = Sedang 1 = Kurang Siap
3=Tingg

i 2 = Hampir Siap
  3 = Siap
    4 = Sangat Siap
Master Tabel Pengumpulan Data
Kesiapsiagaan Anak Sekolah di SDN 54 Kota Bima Tahun 2020

No. Data Umum


Responde
n Jenis Usi Pekerjaan Pendidikan Terakhir
Kelamin a Orang Tua Orang Tua
1 P 12 Petani SD
2 P 12 Petani SMA
3 P 12 Wiraswasta SMA
4 P 12 Wiraswasta SMA
5 P 12 Wiraswasta SD
6 P 12 Petani SMP
7 P 12 Wiraswasta SMA
8 P 11 Petani SMA
9 P 11 PNS Perguruan Tinggi
10 P 11 Wiraswasta SMA
11 P 12 Wiraswasta SMA
12 P 12 Petani SMA
13 P 12 Petani Tidak Bersekolah
14 L 12 PNS Perguruan Tinggi
15 L 12 Petani SMA
16 L 11 Petani SMA
17 L 12 Petani SMP
18 L 12 Petani SMA
19 L 12 PNS Perguruan Tinggi
20 L 12 Wiraswasta Perguruan Tinggi
Data Khusus
Kesiapsiaagaan Kesiapsiaagaan Beda
Pengetahuan Pelatihan
(Pre Test) (Post Test) Skor
Pr Kategor Pos Kategor Beda Skor Pre Post Beda Skor Hasil Kategori Hasil Kategor
e i t i i
55 1 55 1 0 20 26,66 6,66 37,5 0 40,83 1 3,33
55 1 55 1 0 26,66 26,66 0 40,83 1 40,83 1 0
55 1 75 2 20 20 26,66 6,66 37,5 0 50,83 1 13,33
55 1 70 2 15 26,66 26,66 0 40,83 1 48,33 1 7,5
25 1 40 1 15 26,66 26,66 0 25,83 0 33,33 0 7,5
40 1 70 2 30 40 40 0 40 1 55 1 15
85 3 90 3 5 40 60 20 62,5 2 75 2 12,5
50 1 70 2 20 40 46,66 6,66 45 1 58,33 1 13,33
75 2 85 3 10 46,66 60 13,34 60,83 2 72,5 3 11,67
80 3 85 3 5 46,66 46,66 0 63,33 2 65,83 3 2,5
45 1 75 2 30 26,66 26,66 0 35,83 0 50,83 1 15
45 1 75 2 30 46,66 46,66 0 45,83 1 60,83 2 15
45 1 50 1 5 26,66 26,66 0 35,83 0 38,33 0 2,5
70 2 85 3 15 60 60 0 65 2 72,5 3 7,5
70 2 85 3 15 60 66,66 6,66 65 2 75,83 3 10,83
60 2 80 3 20 60 66,66 6,66 60 2 73,33 3 13,33
40 1 40 1 0 20 20 0 30 0 30 0 0
40 1 70 2 30 40 40 0 40 1 55 1 15
70 2 75 2 5 26,66 26,66 0 48,33 1 50,83 1 2,5
80 3 85 3 5 60 60 0 70 3 72,5 3 2,5
SPSS 16,0

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Sekolah Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Hasil Pre SDN 25 Kota
.172 26 .046 .953 26 .267
Test Bima
SDN 45 Kota
.172 20 .122 .903 20 .047
Bima
Hasil Post SDN 25 Kota
.158 26 .092 .940 26 .137
Tes Bima
SDN 45 Kota
.268 20 .001 .898 20 .037
Bima
a. Lilliefors Significance Correction

Uji Paired Sampel T-Test (SDN 25 Kota Bima sebagai sekolah Ontervensi)

Paired Samples Statistics


Std. Std. Error
Mean N Deviation Mean
Pair 1 Pre Test
Kesiapsiagaan 1.81 26 1.021 .200
Intervensi
Post Test
Kesiapsiagaan 3.27 26 .827 .162
Intervensi

Paired Samples Correlations


Correlatio
N n Sig.
Pair 1 Pre Test
Kesiapsiagaan
Intervensi & Post 26 .632 .001
Test Kesiapsiagaan
Intervensi
Paired Samples Test
Paired Differences t df Sig. (2-tailed)
95% Confidence
Interval of the
Difference
Mean Std. Deviation Std. Error Mean Lower Upper
Pair 1 Pre Test
Kesiapsiagaan
Intervensi - Post Test -1.462 .811 .159 -1.789 -1.134 -9.184 25 .000
Kesiapsiagaan
Intervensi
Uji Paired Sampel T-Test (SDN 25 Kota Bima sebagai sekolah/kelompok Kontrol)

Paired Samples Statistics


Std. Std. Error
Mean N Deviation Mean
Pair 1 Pre Test
Kesiapsiagaan 1.10 20 .912 .204
Kontrol
Post Test
Kesiapsiagaan 1.55 20 1.099 .246
Kontrol

Paired Samples Correlations


Correlatio
N n Sig.
Pair 1 Pre Test
Kesiapsiagaan
Kontrol & Post Test 20 .887 .000
Kesiapsiagaan
Kontrol
Paired Samples Test
Paired Differences
95% Confidence Interval of
Std. Std. Error the Difference t df Sig. (2-tailed)
Mean Deviation Mean Lower Upper
Pair 1 Pre Test
Kesiapsiagaan Kontrol
-.450 .510 .114 -.689 -.211 -3.943 19 .001
- Post Test
Kesiapsiagaan Kontrol
Dokumentasi

SDN 25 Kota Bima

SDN 54 Kota Bima

Anda mungkin juga menyukai