Makalah Konsep Masalah Gizi
Makalah Konsep Masalah Gizi
Disusun oleh :
Tingkat I
2020
Kata Pengantar
Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
berkat dan rahmatNya kepada umat-Nya, khususnya bagi penulis yang telah mampu
menyelesaikan makalah Epidemiologi Gizi yang berjudul “Konsep Masalah Gizi”.
Penulis mengharapkan, lewat laporan ilmiah ini, pembaca dapat mengetahui cara
pembuatan tape yang baik dan benar, mengetahui masalah-masalah gizi yang ada di
Indonesia serta bagaimana cara pencegahan dan penanggulangan masalah gizi di Indonesia.
Disini penulis juga menyampaikan, apabila dalam penulisan makalah ini terdapat hal-
hal yang kurang berkenan atau tidak sesuai dengan harapan, penulis memohon maaf yang
sebesar-besarnya dan dengan senang hati menerima masukan, kritikan, dan saran dari
pembaca yang sifatnya membangun demi kesempurnaan laporan ilmiah ini. Semoga apa yang
diharapkan oleh penulis yang telah dijabarkan di atas, dapat dicapai dengan sempurna.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Makanan yang
diberikan sehari-hari harus mengandung zat gizi sesuai kebutuhan, sehingga menunjang
pertumbuhan yang optimal dan dapat mencegah penyakit- penyakit defisiensi, mencegah
keracunan, dan juga membantu mencegah timbulnya penyakit-penyakit yang dapat
mengganggu kelangsungan hidup anak.(Noerdiana 2015)
Masalah gizi pada hakekatnya adalah masalah kesehatan masyarakat. Masalah gizi di
Indonesia pada umumnya masih di dominasi oleh masalah Kurang Energi Protein (KEP),
masalah anemia besi, masalah Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), masalah
kurang Vitamin A (KVA) dan masalah obesitas. Prevalensi nasional status gizi anak usia
sekolah berdasarkan Riskesdas 2010 ditinjau dari indikator indeks massa tubuh menurut
umur, status gizi kurang 12,2%. Sementara dilihat dari jenis kelamin, anak laki-laki usia
sekolah kurus adalah 13,2% sedangkan anak perempuan 11,2%.
Masalah gizi sebenarnya tidak lepas juga dari konsep dasar timbulnya penyakit, yaitu
karena tidak seimbangnya berbagai faktor, baik dari sumber penyakit (agent),
pejamu(host) dan lingkungan(environment). Faktor dari sumber agent dapat dibagi dalam
delapan faktor, salah satunya faktor biologis dan parasit. Kekurangan gizi pada balita ini
meliputi kurang energi dan protein serta kekurangan zat gizi seperti vitamin A, zat besi,
iodium dan zinc. Seperti halnya AKI, angka kematian balita di Indonesia juga tertinggi di
Assosiation of South East Asian Nation.(Noerdiana 2015)
Masalah gizi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang disebabkan oleh banyak
faktor, sehingga penanggulangannya tidak cukup dengan pendekatan medis maupun
pelayanan kesehatan saja (Supariasa dkk, 2012).
Menurut Unicef dalam Soekirman (1) faktor utama penyebab munculnya kasus gizi
buruk adalah konsumsi pangan yang tidak seimbang dan penyakit infeksi. Kedua faktor
ini erat kaitannya dengan kurangnya ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga, pola
pengasuhan yang burukdan pelayanan kesehatan yang tidak memadai. Selanjutnya faktor
lain yang tidak kalah pentingnya adalah tingkat pengetahuan yang rendah tentang
pentingnya pemeliharaan gizi sejak masa bayi bahkan sejak ibu hamil, dan rendahnya
tingkat pendapatan keluarga, sangat terkait dengan belum optimalnya pemberdayaan
keluarga atau masyarakat untuk ikut aktif terlibat dalam program pangan dan gizi.
(Noerdiana 2015)
Secara nasional, prevalensi gizi buruk dan kurang pada anak balita sebesar 19,6%,
yang berarti 212 masalah gizi berat dan kurang di Indonesia masih menjadi masalah
kesehatan masyarakat dan mendekati prevalensi tinggi, sedangkan sasaran Sustainable
Development Goals (SDGs) tahun 2019 yaitu 17%. Oleh karena itu, prevalensi gizi buruk
dan kurang secara nasional harus diturunkan sebesar 2,6% dalam periode 2015 sampai
2019. Kejadian gizi buruk akan menyebabkan daya tahan tubuh anak menurun dan akan
mudah terkena penyakit infeksi. Gizi buruk jika tidak ditanggulangi 2 dengan cepat, maka
akan mempengaruhi kualitas pada generasi selanjutnya (Yanti, 2015).(European
Environment Agency (EEA) 2019)
1.2.Rumusan Masalah
1. Apa ?
2. Apa saja masalah-masalah gizi yang ada di Indonesia ?
3. Bagaimana cara pencegahan dan penanggulangan masalah gizi di Indonesia ?
1.3.Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi masalah gizi
2. Untuk mengetahui masalah-masalah gizi yang ada di Indonesia
3. Untuk mengetahui cara pencegahan dan penanggulangan masalah gizi di Indonesia
2.1 Konsep Timbulnya Masalah Gizi
(Thamaria 2017)
Masalah adalah kesenjangan antara harapan yang diinginkan tidak sesuai dengan
kenyataan. Demikian juga dengan masalah gizi diartikan sebagai kesenjangan yang terjadi
akibat keadaan gizi yang diharapkan tidak sesuai dengan keadaan gizi yang ada. Seseorang
yang sangat kurus akan berpikir ingin mempunyai badan yang gemuk, sebaliknya seorang
gadis yang memiliki badan gemuk akan berusaha untuk melangsingkan tubuhnya dengan cara
mengurangi asupan makanannya. Seseorang yang mempunyai berat badan ideal akan
menunjukkan penampilan menarik dan tidak mudah sakit. 1. Gangguan Pemanfaatan Zat Gizi
Pemanfaatan zat gizi dalam tubuh dari makanan, tergantung dari jumlah zat gizi yang
dikonsumsi dan gangguan pemanfaatan zat gizi dalam tubuh. Menurut Almatsier (2010)
terdapat dua faktor yang mempengaruhi pemanfaatan zat gizi oleh tubuh, yaitu faktor primer
dan faktor sekunder.
a. Faktor primer Faktor primer adalah faktor asupan makanan yang dapat menyebabkan
zat gizi tidak cukup atau berlebihan. Hal ini disebabkan oleh susunan makanan yang
dikonsumsi tidak tepat baik kualitas maupun kuantitasnya, seperti keterangan berikut ini.
1) Kurangnya ketersediaan pangan dalam keluarga, sehingga keluarga tidak memperoleh
makanan yang cukup untuk dikonsumsi anggota keluarga.
2) Kemiskinan, ketidakmampuan keluarga untuk menyediakan makanan yang cukup bagi
anggota keluarganya. Kemiskinan ini berkaitan dengan kondisi sosial dan ekonomi dari
wilayah tertentu.
3) Pengetahuan yang rendah tentang pentingnya zat gizi untuk kesehatan. Pengetahuan gizi
mempengaruhi ketersediaan makanan keluarga, walaupun keluarga mempunyai keuangan
yang cukup, tetapi karena ketidaktahuannya tidak dimanfaatkan untuk penyediaan makanan
yang cukup. Banyak keluarga lebih mengutamakan hal-hal yang tidak berkaitan dengan
makanan, misalnya lebih mengutamakan membeli perhiasan, kendaraan, dan lainnya.
4) Kebiasaan makan yang salah, termasuk adanya pantangan pada makanan tertentu.
Kebiasaan terbentuk karena kesukaan pada makanan tertentu, misalnya seseorang sangat suka
dengan makanan jeroan, hal ini akan menjadi kebiasaan (habit) dan akan mempunyai efek
buruk pada status gizinya.
b. Faktor sekunder
Faktor sekunder adalah faktor yang mempengaruhi pemanfaatan zat gizi dalam tubuh. Zat
gizi tidak mencukupi kebutuhan disebabkan adanya gangguan pada pemanfaatan zat gizi.
Seseorang sudah mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang cukup, tetapi zat gizi tidak
dapat dimanfaatkan optimal. Berikut ini beberapa contoh dari faktor sekunder ini:
1) Gangguan pada pencernaan makanan seperti gangguan pada gigi geligi, alat cerna atau
enzim, yang menyebabkan makanan tidak dapat dicerna dengan sempurna, sehingga zat gizi
tidak dapat diabsorbsi dengan baik dan menyebabkan tidak terpenuhinya kebutuhan tubuh.
2) Gangguan penyerapan (absorbsi) zat gizi seperti parasit atau penggunaan obatobatan
tertentu. Anak yang menderita cacing perut akan menderita kekurangan gizi, karena cacing
memakan zat gizi yang dikonsumsi anak, akibatnya anak tidak dapat tumbuh dengan baik. 3)
Gangguan pada metabolisme zat gizi. Keadaan ini umumnya disebabkan gangguan pada
lever, penyakit kencing manis, atau penggunaan obat-obatan tertentu yang menyebabkan
pemanfaatan zat gizi terganggu.
4) Gangguan ekskresi, akibatnya terlalu banyak kencing, banyak keringat, yang dapat
mengganggu pada pemanfaatan zat gizi.
Terdapat banyak faktor yang menyebabkan gizi kurang, hal ini bukan semata-mata
karena asupan zat gizi saja, tetapi penyakit infeksi juga dapat mempengaruhi keadaan gizi
seseorang.
5) Perilaku Anak-anak yang menderita kekurangan gizi akan memiliki perilaku tidak
tenang, cengeng, dan pada stadium lanjut anak bersifat apatis. Demikian juga pada orang
dewasa, akan menunjukkan perilaku tidak tenang, mudah emosi, dan tersinggung. b. Akibat
gizi lebih pada tubuh 1) Asupan gizi lebih menyebabkan kegemukan atau obesitas. Kelebihan
energi yang dikonsumsi akan disimpan sebagai cadangan energi tubuh dalam bentuk lemak
yang disimpan di bawah kulit. Saat ini jumlah penduduk Indonesia yang mengalami
kegemukan jumlahnya semakin meningkat dibandingkan beberapa tahun yang lalu
(Riskesdas, 2010). 2) Kegemukan merupakan salah satu faktor risiko terjadinya berbagai
penyakit degeneratif seperti hipertensi, diabetes mellitus, jantung koroner, hati, kantong
empedu, kanker, dan lainnya
Kwarshiorkor
Kwarshiorkor adalah penyakit yang disebabkan oleh kekurangan protein dan sering
timbul pada usia 1-3 tahun karena pada usia ini kebutuhan protein tinggi. Penyakit ini
disebabkan oleh kekurangan protein dalam makanan, gangguan penyerapan protein,
kehilangan protein secara tidak normal, infeksi kronis ataupun karena pendarahan. Berikut
adalah gejala kwarshorkor :
Wajah seperti bulan” moon face “ , sinar mata sayu ; pertumbuhan terganggu; berat
dan tinggi badan lebih rendah dibandingkan dengan berat badan normal; perubahan mental
(sering menangis, pada stadium lanjut menjadi apatis ); rambut merah, jarang, mudah
dicabut; jaringan lemak masih ada; perubahan warna kulit (terdapat titik merah kemudian
menghitam, kulit tidak keriput); terkadang terjadi pembengkakan tubuh (oedema) sehingga
menyamarkan penurunan berat badan; jaringan otot mengecil
Marasmus
Marasmus adalah kekurangan energi pada makanan yang menyebabkan cadangan
protein tubuh terpakai sehingga anak menjadi kurus dan emosional. Sering terjadi pada bayi
yang tidak cukup mendapatkan asi serta tidak dibri makanan penggantinya, atau terjadi pada
bayi yang sering diare.
Hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan konsumsi zat gizi atau kalori di dalam
makanan, kebiasaan makanan yang tidak layak dan penyakit-penyakit infeksi saluran-saluran
pencernaan. Berikut adalah gejala penderita marasmus :
Wajah seperti orang tua, terlihat sangat kurus; mata besar dan dalam, sinar mata sayu;
mental cengeng; feses lunak atau diare; rambut hitam, tidak mudah dicabut; jaringan lemak
sedikit atau bahkan tidak ada, lemak sub kutan menghilang hingga turgor kulit menghilang.
Kulit keriput, dingin, kering, dan mengendur; perut buncit.
Kwashiorkor-marasmus
Kwashiorkor-marasmik memperlihatkan gejala campuran antara marasmus dan
kwarshiorkor.
Program pemerintah untuk menanggulangi KEP diprioritaskan pada daerah-daerah
miskin dengan sasaran utama ibu hamil, bayi, balita dan anak sekolah dasar.Program tersebut
mencakup berbagai kegiatan seperti penyuluhan gizi, peningkatan pendapatan keluarga,
penigkatan pelayanan kesehatan, KB- keluarag Berencana.Adapaun pemantauan tumbbuh
kembang anak diupayakan melalui keluarga, dasawisma dan posyandu.
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Di Indonesia terdapat masalah gizi ganda yaitu masalah gizi kurang dan masalah gizi
lebih. Masalah gizi kurang di antaranya adalah KEP ( kekurangan energy protein ), KVA
( kekurangan Vitamin A), AGB ( Anemia Gizi Besi ) dan GAKY ( Gangguan Akibat
Kekurangan Yodium ). Sedangkan yang termasuk dalam masalah gizi lebih yaitu Obesitas.
Terdapat banyak faktor yang menimbulkan masalah gizi. Faktor tersebut terdiri dari faktor
langsung dan faktor tidak langsung. Faktor langsung adalah kurangnya asupan makanan dan
penyakit infeksi. Seseorang yang asupan makanannya kurang akan mengakibatkan rendahnya
daya tahan tubuh sehingga dapat memudahkan untuk sakit.
Upaya penanggulangan masalah gizi kurang yang dilakukan secara terpadu antara lain:
(1) upaya pemenuhan persediaan pangan nasional terutama melalui peningkatan produksi
beraneka ragam pangan; (2) peningkatan usaha perbaikan gizi keluarga (UPGK) yang
diarahkan pada pemberdayaan keluarga untuk meningkatkan ketahanan pangan tingkat rumah
tangga; (3) peningkatan upaya pelayanan gizi terpadu dan system rujukan dimulai dari tingkat
pos pelayanan terpadu(Posyandu), hingga puskesmas dan rumah sakit; (4) peningkatan upaya
keamanan pangan dan gizi melalui sistem kewaspadaan pangan dan Gizi (SKPG); (5)
peningkatan komunikasi, informasi dan edukasi di bidang pangan dan gizi masyarakat; (6)
peningkatan teknologi pangan untuk mengembangkan berbagai produk pangan yang bermutu
dan terjangkau oleh masyarakat luas; (7) intervensi langsung kepada sasaran melalui
pemberian makanan tambahan (PMT), distribusi kapsul viatamin A dosis tinggi, tablet dan
sirop besi serta kapsul minyak beriodium; (8) peningkatan kesehatan lingkungan; (9) upaya
fortifikasi bahan pangan dengan vitamin A, iodium dan zat besi; (10) upaya pengawasan
makanan dan minuman; dan (11) upaya penelitian dan pengembangan pangan dan gizi.