Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH KONSEP MASALAH GIZI

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kulia Epidemiologi Gizi

Pengampu : Samuel SKM, M.Gizi

Disusun oleh :

 Alvina Damayanti (P2.06.31.2.19.030)


 Putri Indah Sari (P2.06.31.2.19.030)
 Yuniarti (P2.06.31.2.19.030)

Tingkat I

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN TASIKMALAYA WILAYAH CIREBON
PROGRAM STUDI DIII GIZI CIREBON

Jalan K.S. Tubun Nomor 52, Kota Cirebon

2020
Kata Pengantar

Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
berkat dan rahmatNya kepada umat-Nya, khususnya bagi penulis yang telah mampu
menyelesaikan makalah Epidemiologi Gizi yang berjudul “Konsep Masalah Gizi”.

Penulis mengharapkan, lewat laporan ilmiah ini, pembaca dapat mengetahui cara
pembuatan tape yang baik dan benar, mengetahui masalah-masalah gizi yang ada di
Indonesia serta bagaimana cara pencegahan dan penanggulangan masalah gizi di Indonesia.

Disini penulis juga menyampaikan, apabila dalam penulisan makalah ini terdapat hal-
hal yang kurang berkenan atau tidak sesuai dengan harapan, penulis memohon maaf yang
sebesar-besarnya dan dengan senang hati menerima masukan, kritikan, dan saran dari
pembaca yang sifatnya membangun demi kesempurnaan laporan ilmiah ini. Semoga apa yang
diharapkan oleh penulis yang telah dijabarkan di atas, dapat dicapai dengan sempurna.

Cirebon, 24 Agustus 2020

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Makanan yang
diberikan sehari-hari harus mengandung zat gizi sesuai kebutuhan, sehingga menunjang
pertumbuhan yang optimal dan dapat mencegah penyakit- penyakit defisiensi, mencegah
keracunan, dan juga membantu mencegah timbulnya penyakit-penyakit yang dapat
mengganggu kelangsungan hidup anak.(Noerdiana 2015)

Masalah gizi pada hakekatnya adalah masalah kesehatan masyarakat. Masalah gizi di
Indonesia pada umumnya masih di dominasi oleh masalah Kurang Energi Protein (KEP),
masalah anemia besi, masalah Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), masalah
kurang Vitamin A (KVA) dan masalah obesitas. Prevalensi nasional status gizi anak usia
sekolah berdasarkan Riskesdas 2010 ditinjau dari indikator indeks massa tubuh menurut
umur, status gizi kurang 12,2%. Sementara dilihat dari jenis kelamin, anak laki-laki usia
sekolah kurus adalah 13,2% sedangkan anak perempuan 11,2%.

Masalah gizi sebenarnya tidak lepas juga dari konsep dasar timbulnya penyakit, yaitu
karena tidak seimbangnya berbagai faktor, baik dari sumber penyakit (agent),
pejamu(host) dan lingkungan(environment). Faktor dari sumber agent dapat dibagi dalam
delapan faktor, salah satunya faktor biologis dan parasit. Kekurangan gizi pada balita ini
meliputi kurang energi dan protein serta kekurangan zat gizi seperti vitamin A, zat besi,
iodium dan zinc. Seperti halnya AKI, angka kematian balita di Indonesia juga tertinggi di
Assosiation of South East Asian Nation.(Noerdiana 2015)

Masalah gizi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang disebabkan oleh banyak
faktor, sehingga penanggulangannya tidak cukup dengan pendekatan medis maupun
pelayanan kesehatan saja (Supariasa dkk, 2012).

Menurut Unicef dalam Soekirman (1) faktor utama penyebab munculnya kasus gizi
buruk adalah konsumsi pangan yang tidak seimbang dan penyakit infeksi. Kedua faktor
ini erat kaitannya dengan kurangnya ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga, pola
pengasuhan yang burukdan pelayanan kesehatan yang tidak memadai. Selanjutnya faktor
lain yang tidak kalah pentingnya adalah tingkat pengetahuan yang rendah tentang
pentingnya pemeliharaan gizi sejak masa bayi bahkan sejak ibu hamil, dan rendahnya
tingkat pendapatan keluarga, sangat terkait dengan belum optimalnya pemberdayaan
keluarga atau masyarakat untuk ikut aktif terlibat dalam program pangan dan gizi.
(Noerdiana 2015)

Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2013), prevalensi gizi buruk di


Indonesia tahun 2007 (5,4%), tahun 2010 (4,9%), dan tahun 2013 (5,7%), sedangkan
target Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2014 sebesar 3,6%. Jadi prevalensi
gizi buruk di indonesia masih di bawah target. Periode dua tahun pertama kehidupan
seorang anak merupakan masa kritis, karena mengalami pertumbuhan dan perkembangan
yang sangat pesat. Oleh karena itu, terjadinya gangguan gizi di masa tersebut dapat
bersifat permanen dan tidak dapat pulih walaupun kebutuhan gizi di masa selanjutnya
terpenuhi (Dinas Kesehatan Kabupaten Magetan, 2013). (European Environment Agency
(EEA) 2019)

Secara nasional, prevalensi gizi buruk dan kurang pada anak balita sebesar 19,6%,
yang berarti 212 masalah gizi berat dan kurang di Indonesia masih menjadi masalah
kesehatan masyarakat dan mendekati prevalensi tinggi, sedangkan sasaran Sustainable
Development Goals (SDGs) tahun 2019 yaitu 17%. Oleh karena itu, prevalensi gizi buruk
dan kurang secara nasional harus diturunkan sebesar 2,6% dalam periode 2015 sampai
2019. Kejadian gizi buruk akan menyebabkan daya tahan tubuh anak menurun dan akan
mudah terkena penyakit infeksi. Gizi buruk jika tidak ditanggulangi 2 dengan cepat, maka
akan mempengaruhi kualitas pada generasi selanjutnya (Yanti, 2015).(European
Environment Agency (EEA) 2019)

1.2.Rumusan Masalah
1. Apa ?
2. Apa saja masalah-masalah gizi yang ada di Indonesia ?
3. Bagaimana cara pencegahan dan penanggulangan masalah gizi di Indonesia ?

1.3.Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi masalah gizi
2. Untuk mengetahui masalah-masalah gizi yang ada di Indonesia
3. Untuk mengetahui cara pencegahan dan penanggulangan masalah gizi di Indonesia
2.1 Konsep Timbulnya Masalah Gizi
(Thamaria 2017)
Masalah adalah kesenjangan antara harapan yang diinginkan tidak sesuai dengan
kenyataan. Demikian juga dengan masalah gizi diartikan sebagai kesenjangan yang terjadi
akibat keadaan gizi yang diharapkan tidak sesuai dengan keadaan gizi yang ada. Seseorang
yang sangat kurus akan berpikir ingin mempunyai badan yang gemuk, sebaliknya seorang
gadis yang memiliki badan gemuk akan berusaha untuk melangsingkan tubuhnya dengan cara
mengurangi asupan makanannya. Seseorang yang mempunyai berat badan ideal akan
menunjukkan penampilan menarik dan tidak mudah sakit. 1. Gangguan Pemanfaatan Zat Gizi
Pemanfaatan zat gizi dalam tubuh dari makanan, tergantung dari jumlah zat gizi yang
dikonsumsi dan gangguan pemanfaatan zat gizi dalam tubuh. Menurut Almatsier (2010)
terdapat dua faktor yang mempengaruhi pemanfaatan zat gizi oleh tubuh, yaitu faktor primer
dan faktor sekunder.
a. Faktor primer Faktor primer adalah faktor asupan makanan yang dapat menyebabkan
zat gizi tidak cukup atau berlebihan. Hal ini disebabkan oleh susunan makanan yang
dikonsumsi tidak tepat baik kualitas maupun kuantitasnya, seperti keterangan berikut ini.
1) Kurangnya ketersediaan pangan dalam keluarga, sehingga keluarga tidak memperoleh
makanan yang cukup untuk dikonsumsi anggota keluarga.
2) Kemiskinan, ketidakmampuan keluarga untuk menyediakan makanan yang cukup bagi
anggota keluarganya. Kemiskinan ini berkaitan dengan kondisi sosial dan ekonomi dari
wilayah tertentu.
3) Pengetahuan yang rendah tentang pentingnya zat gizi untuk kesehatan. Pengetahuan gizi
mempengaruhi ketersediaan makanan keluarga, walaupun keluarga mempunyai keuangan
yang cukup, tetapi karena ketidaktahuannya tidak dimanfaatkan untuk penyediaan makanan
yang cukup. Banyak keluarga lebih mengutamakan hal-hal yang tidak berkaitan dengan
makanan, misalnya lebih mengutamakan membeli perhiasan, kendaraan, dan lainnya.
4) Kebiasaan makan yang salah, termasuk adanya pantangan pada makanan tertentu.
Kebiasaan terbentuk karena kesukaan pada makanan tertentu, misalnya seseorang sangat suka
dengan makanan jeroan, hal ini akan menjadi kebiasaan (habit) dan akan mempunyai efek
buruk pada status gizinya.
b. Faktor sekunder
Faktor sekunder adalah faktor yang mempengaruhi pemanfaatan zat gizi dalam tubuh. Zat
gizi tidak mencukupi kebutuhan disebabkan adanya gangguan pada pemanfaatan zat gizi.
Seseorang sudah mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang cukup, tetapi zat gizi tidak
dapat dimanfaatkan optimal. Berikut ini beberapa contoh dari faktor sekunder ini:
1) Gangguan pada pencernaan makanan seperti gangguan pada gigi geligi, alat cerna atau
enzim, yang menyebabkan makanan tidak dapat dicerna dengan sempurna, sehingga zat gizi
tidak dapat diabsorbsi dengan baik dan menyebabkan tidak terpenuhinya kebutuhan tubuh.
2) Gangguan penyerapan (absorbsi) zat gizi seperti parasit atau penggunaan obatobatan
tertentu. Anak yang menderita cacing perut akan menderita kekurangan gizi, karena cacing
memakan zat gizi yang dikonsumsi anak, akibatnya anak tidak dapat tumbuh dengan baik. 3)
Gangguan pada metabolisme zat gizi. Keadaan ini umumnya disebabkan gangguan pada
lever, penyakit kencing manis, atau penggunaan obat-obatan tertentu yang menyebabkan
pemanfaatan zat gizi terganggu.
4) Gangguan ekskresi, akibatnya terlalu banyak kencing, banyak keringat, yang dapat
mengganggu pada pemanfaatan zat gizi.

2. Timbulnya Masalah Gizi


a. Teori Unicef Terdapat banyak faktor yang menimbulkan masalah gizi, konsep yang
dikembangkan oleh United Nation Children’s Fund (Unicef) tahun 1990, bahwa masalah gizi
disebabkan oleh dua faktor utama, yaitu langsung dan tidak langsung. Faktor langsung yang
menimbulkan masalah gizi yaitu kurangnya asupan makanan dan penyakit yang diderita.
Seseorang yang asupan gizinya kurang akan mengakibatkan rendahnya daya tahan tubuh
yang dapat menyebabkan mudah sakit. Sebaliknya pada orang sakit akan kehilangan gairah
untuk makan, akibatnya status gizi menjadi kurang. Jadi asupan gizi dan penyakit mempunyai
hubungan yang saling ketergantungan. Kekurangan asupan makanan disebabkan oleh tidak
tersedianya pangan pada tingkat rumah tangga, sehingga tidak ada makanan yang dapat
dikonsumsi. Kekurangan asupan makanan juga disebabkan oleh perilaku atau pola asuh orang
tua pada anak yang kurang baik. Dalam rumah tangga sebetulnya tersedia cukup makanan,
tetapi distribusi makanan tidak tepat atau pemanfaatan potensi dalam rumah tangga tidak
tepat, misalnya orang tua lebih mementingkan memakai perhiasan dibandingkan untuk
menyediakan makanan bergizi. Penyakit infeksi disebabkan oleh kurangnya layanan
kesehatan pada masyarakat dan keadaan lingkungan yang tidak sehat. Tingginya penyakit
juga disebabkan oleh pola asuh yang kurang baik, misalnya anak dibiarkan bermain pada
tempat kotor.

b. Teori Segi Tiga Penyebab


Masalah Di samping teori dari Unicef seperti tersebut di atas, juga ada teori lain tentang
penyebab timbulnya masalah gizi. Teori tersebut adalah teori tentang hubungan timbal antara
faktor pejamu, agen dan lingkungan. Agar seseorang dalam kondisi status gizi yang baik
maka ketiga faktor ini harus seimbang, tidak boleh terjadi kesenjangan. Orang dengan status
gizi baik adalah orang yang kondisi tubuhnya seimbang antara pejamu, agen, dan lingkungan.
Ketidakseimbangan dari tiga faktor tersebut akan mengakibatkan timbulnya masalah gizi.
1) Pejamu Pejamu (host) adalah faktor-faktor yang terdapat pada diri manusia yang
dapat mempengaruhi keadaan gizi. Faktor-faktor yang termasuk dalam kelompok ini di
antaranya:
a) Genetik (keturunan), individu yang mempunyai orang tua menderita kegemukan
maka ada kecenderungan untuk menjadi gemuk.
b) Umur, kebutuhan asupan gizi berbeda pada setiap kelompok umur, misal kelompok
umur balita memerlukan lebih banyak protein dari pada kelompok dewasa, dewasa lebih
banyak memerlukan vitamin dan mineral. c) Jenis kelamin akan menentukan kebutuhan gizi
yang berbeda, misalnya wanita dewasa memerlukan lebih banyak zat besi daripada pria.
d) Kelompok etnik, masyarakat pada golongan etnik tertentu cenderung mempunyai
pola dan kebiasaan yang sama, oleh karena itu masalah gizi yang timbul umumnya tidak jauh
berbeda antar penduduk.
e) Fisiologik, kebutuhan gizi pada ibu hamil lebih banyak dibandingkan dengan ibu
yang tidak hamil. Ibu hamil yang sedang terjadi pertumbuhan janin memerlukan asupan gizi
yang lebih banyak.
f) Imunologik, orang yang mudah terkena penyakit adalah orang yang daya tahan
tubuhnya lemah. Daya tahan tubuh ini akan terbentuk apabila tubuh mempunyai zat gizi
cukup.
g) Kebiasaan menentukan kebutuhan gizi yang berbeda pada setiap orang, misal
kebiasaan berolah raga akan memerlukan gizi yang lebih dibandingkan individu yang kurang
suka olah raga.
2) Agen
Agen adalah agregat yang keberadaannya atau ketidakberadaannya mempengaruhi
timbulnya masalah gizi pada diri manusia. Agregat yang disebabkan oleh ketidakberadaannya
menimbulkan masalah gizi, misal zat gizi, akibat kekurangan zat gizi tertentu dapat
menimbulkan masalah gizi misal kekurangan vitamin C mengakibatkan sariyawan. Agregat
yang lain misal Kimia dalam tubuh (hormon dan lemak), tubuh memerlukan hormon untuk
proses metabolisme tubuh, demikian juga lemak. Apabila tubuh kekurangan hormon akan
menimbulkan berbagai masalah. Agregat yang karena keberadaannya menimbulkan masalah
gizi, di antaranya kimia dari luar tubuh termasuk obat-obatan, zat kimia yang masuk dalam
tubuh dapat menimbulkan keracunan, atau dalam jumlah kecil tetapi dikonsumsi dalam kurun
waktu yang lama dapat bersifat karsinogenik. Demikian juga penggunaan obat, misal obat
jenis antibiotik tertentu dapat mengganggu absorpsi susu. Faktor psikis, keadaan kejiwaan
akan berpengaruh terhadap asupan gizi. Pada orang-orang tertentu apabila sedang mengalami
suasana tegang, maka akan dikonvensasikan dalam bentuk makanan. Keadaan biologis
seseorang yang menderita penyakit infeksi, kebutuhan gizinya akan meningkat karena zat gizi
diperlukan untuk penyembuhan luka akibat infeksi.
3) Lingkungan
Lingkungan (environment) dapat mempengaruhi keadaan gizi seseorang. Keadaan
lingkungan dapat dibedakan dalam tiga keadaan, yaitu: a) Lingkungan fisik, meliputi
cuaca/iklim, tanah, dan air. Faktor-faktor ini dapat mempengaruhi kesuburan tanaman yang
merupakan sumber makanan. Tumbuhan tidak dapat tumbuh subur apabila ditanam pada
lingkungan yang gersang, akibatnya produksi makanan berkurang. Demikian juga hewan
tidak dapat tumbuh subur pada lingkungan yang gersang.
b) Lingkungan biologis, lingkungan biologis akan mempengaruhi ketersediaan zat gizi
pada masyarakat. Kepadatan penduduk dapat mengakibatkan ketersediaan pangan yang
terbatas, karena terbatasnya produksi pangan ini dapat menyebabkan ketidakseimbangan
dengan jumlah penduduk. Tanaman dan hewan yang subur dapat memberikan persediaan
pangan bagi kebutuhan gizi pada masyarakat.
c) Lingkungan sosial ekonomi, yang tergolong lingkungan sosial ekonomi yang dapat
mempengaruhi status gizi di antaranya adalah pekerjaan, tingkat urbanisasi, perkembangan
ekonomi, dan bencana alam. Seseorang yang mempunyai pekerjaan akan memperoleh
penghasilan yang bisa digunakan untuk membeli makanan bagi dirinya dan keluarganya.
Semakin baik perkembangan ekonomi suatu wilayah akan mempengaruhi pada tingkat
ketersediaan pangan masyarakat, yang akan meningkatkan status gizi. Sebaliknya bencana
alam akan mengakibatkan kekurangan persediaan pangan yang dapat menurunkan status gizi
masyarakat. Keadaan yang tidak seimbang dari ketiga faktor tersebut di atas akan
menyebabkan gangguan gizi. Terdapat beberapa jenis gangguan gizi seperti kekurangan
energi dan protein (KEP), kekurangan vitamin A, kekurangan zat besi yang dapat
mengakibatkan anemia, gangguan akibat kekurangan iodium (GAKI) atau dapat juga
menyebabkan gangguan gizi lebih. Keadaan ini apabila tidak dilakukan upaya
penanggulangan akan mengakibatkan rendahnya kualitas sumber daya manusia. Kondisi
seimbang antara pejamu, agen, dan lingkungan menghasilkan status gizi yang baik seperti
pada gambar di bawah.

Terdapat banyak faktor yang menyebabkan gizi kurang, hal ini bukan semata-mata
karena asupan zat gizi saja, tetapi penyakit infeksi juga dapat mempengaruhi keadaan gizi
seseorang.

2.2 Dampak Asupan Gizi


a. Akibat Gizi Kurang Terdapat beberapa hal mendasar yang mempengaruhi tubuh
manusia akibat asupan gizi kurang, yaitu:
1) Pertumbuhan Akibat kekurangan asupan gizi pada masa pertumbuhan adalah anak
tidak dapat tumbuh optimal dan pembentukan otot terhambat. Protein berguna sebagai zat
pembangun, akibat kekurangan protein otot menjadi lembek dan rambut mudah rontok.
Anak-anak yang berasal dari lingkungan keluarga yang status sosial ekonomi menengah ke
atas, rata-rata mempunyai tinggi badan lebih dari anakanak yang berasal dari sosial ekonomi
rendah.
2) Produksi tenaga Kekurangan zat gizi sebagai sumber tenaga, dapat menyebabkan
kekurangan tenaga untuk bergerak, bekerja, dan melakukan aktivitas. Orang akan menjadi
malas, merasa lelah, dan produktivitasnya menurun.
3) Pertahanan tubuh Protein berguna untuk pembentukan antibodi, akibat kekurangan
protein sistem imunitas dan antibodi berkurang, akibatnya anak mudah terserang penyakit
seperti pilek, batuk, diare atau penyakit infeksi yang lebih berat. Daya tahan terhadap tekanan
atau stres juga menurun. Menurut WHO, 2002 (seperti Gambar di bawah ini) menyebutkan,
bahwa gizi kurang mempunyai peran sebesar 54% terhadap kematian bayi dan balita. Hal ini
menunjukkan bahwa gizi mempunyai peran yang besar untuk menurunkan angka kesakitan
dan kematian khususnya pada bayi dan balita.

Pengaruh Gizi Kurang terhadap Angka Kematian Bayi dan Balita


4) Struktur dan fungsi otak Kekurangan gizi pada waktu janin dan usia balita dapat
berpengaruh pada pertumbuhan otak, karena sel-sel otak tidak dapat berkembang. Otak
mencapai pertumbuhan yang optimal pada usia 2-3 tahun, setelah itu menurun dan selesai
pertumbuhannya pada usia awal remaja. Kekurangan gizi berakibat terganggunya fungsi otak
secara permanen, yang menyebabkan kemampuan berpikir setelah masuk sekolah dan usia
dewasa menjadi berkurang. Sebaliknya, anak yang gizinya baik pertumbuhan otaknya
optimal, setelah memasuki usia dewasa memiliki kecerdasan yang baik sebagai aset untuk
membangun bangsa.

5) Perilaku Anak-anak yang menderita kekurangan gizi akan memiliki perilaku tidak
tenang, cengeng, dan pada stadium lanjut anak bersifat apatis. Demikian juga pada orang
dewasa, akan menunjukkan perilaku tidak tenang, mudah emosi, dan tersinggung. b. Akibat
gizi lebih pada tubuh 1) Asupan gizi lebih menyebabkan kegemukan atau obesitas. Kelebihan
energi yang dikonsumsi akan disimpan sebagai cadangan energi tubuh dalam bentuk lemak
yang disimpan di bawah kulit. Saat ini jumlah penduduk Indonesia yang mengalami
kegemukan jumlahnya semakin meningkat dibandingkan beberapa tahun yang lalu
(Riskesdas, 2010). 2) Kegemukan merupakan salah satu faktor risiko terjadinya berbagai
penyakit degeneratif seperti hipertensi, diabetes mellitus, jantung koroner, hati, kantong
empedu, kanker, dan lainnya

` 2.3.      Masalah-Masalah gizi utama di Indonesia

Data riskesdas menghasilkan berbagai peta masalah kesehatan dan kecenderungannya,


dari bayi lahir sampai dewasa. Misalnya, prevalensi gizi kurang pada balita (BB/U<-2SD)
memberikan gambaran yang fluktuatif dari 18,4 persen (2007) menurun menjadi 17,9 persen
(2010) kemudian meningkat lagi menjadi 19,6 persen (tahun 2013). Beberapa provinsi,
seperti Bangka Belitung, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah
menunjukkan kecenderungan menurun. Dua provinsi yang prevalensinya sangat tinggi
(>30%) adalah NTT diikuti Papua Barat, dan dua provinsi yang prevalensinya <15 persen
terjadi di Bali, dan DKI Jakarta. Tidak berubahnya prevalensi status gizi, kemungkinan besar
belum meratanya pemantauan pertumbuhan, dan terlihat kecenderungan proporsi balita yang
tidak pernah ditimbang enam bulan terakhir semakin meningkat dari 25,5 persen (2007)
menjadi 34,3 persen (2013).
Jika diamati dari bayi lahir, prevalensi bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR)
berkurang dari 11,1 persen tahun 2010 menjadi 10,2 persen tahun 2013. Variasi antar
provinsi sangat mencolok dari terendah di Sumatera Utara (7,2%) sampai yang tertinggi di
Sulawesi Tengah (16,9%). Untuk pertama kali tahun 2013 dilakukan juga pengumpulan data
panjang bayi lahir, dengan angka nasional bayi lahir pendek <48 cm adalah 20,2 persen,
bervariasi dari yang tertinggi di Nusa Tenggara Timur (28,7%) dan terendah di Bali (9,6%).
Ada perbaikan untuk cakupan imunisasi lengkap yang angkanya meningkat dari 41,6
persen (2007) menjadi 59,2 persen (2013), akan tetapi masih dijumpai 32,1 persen yang
diimunisasi tapi tidak lengkap, serta 8,7 persen yang tidak pernah diimunisasi, dengan alasan
takut panas, sering sakit, keluarga tidak mengizinkan, tempat imunisasi jauh, tidak tahu
tempat imunisasi, serta sibuk/repot. Program pelayanan kesehatan anak yang juga membaik
adalah kunjungan neonatus (KN) lengkap meningkat dari 31,8 persen (2007) menjadi 39,3
persen (2013), cakupan pemberian kapsul vitamin A (dari 71,5% tahun 2007 menjadi 75,5%
tahun 2013).
Menyusui hanya ASI saja dalam 24 jam terakhir pada bayi umur 6 bulan meningkat
dari 15,3 persen (2010) menjadi 30,2 persen (2013), demikian juga inisiasi menyusu dini <1
jam meningkat dari 29,3 persen (2010) menjadi 34,5 persen (2013).
1. Gizi kurang
Gizi buruk merupakan status gizi yang didasarkan pada indeks berat badan menurut
umur (BB/U) < -3 SD yang merupakan padanan istilah severelyunderweight.Terdapat 3 jenis
gizi buruk yang sering dijumpai yaitu kwashiorkor, marasmus dan gabungan dari keduanya
marasmus-kwashiorkor.
Apabila tubuh kekurangan zat gizi, khususnya energy dan protein, pada tahap awal
akan menyebabkan rasa lapar kemudian dalam jangka waktu tertentu berat badan akan
menurun disertai dengan menurunnya produktivitas kerja.
Kekurangan zat gizi yang berlanjut akan menyebabkan status gizi kurang dan gizi
buruk. Apabila tidak ada perbaikan konsumsi energi dan protein yang mencukupi, tubuh akan
mudah terserang penyakit infeksi yang dapat menyebabkan kematian.
Kekurangan gizi secara umum baik kurang secara kualitas dan kuatitas menyebabkan
gangguan pada proses-proses tubuh seperti gangguan pertumbuhan, gangguan produksi krja,
gangguan pertahanan tubuh dan gangguan struktur dan fungsi otak. Ada empat masalah gizi
kurang yang dikenal di Indonesia antara lain :
A. KEP (Kurang Energi Protein/protein energy malnutrition (PEM)/ protein kalori
malnutrition (PCM)
KEP suatu penyakit kurang gizi karena tubuh kurang memperoleh makanan berupa
sumber zat tenaga (energy) dan sumber zat pembangun (protein) dalam waktu yang lama.Bila
ditimbang, titik berat badan anak pada KMS terletak dibawah garis merah atau kurang 60%
dari berat anak yang seharusnya.Prevalensi tinggi terjadi pada balita, ibu hamil da nib u
menyusui.KEP berat dibedakan menjadi tiga tipe yaitu, tipe kwarshiorkor dan tipe marasmus
atau tipe marasmikwashiorkor.Gejala klinis KEP ringan diantaranya pertumbuhan berkurang
atau bahkan berhenti; brat badan berkurang, terhenti bahkan turun; ukuran lingkar  lengan
menurun; maturasi tulang terhambat; rasio berat terhadap tinggi normal atau menurun; tebal
lipat kulit normal atau menurun; aktifitas dan perhatian kurang; kelainan kulit dan rambut
jarang ditemukan. Adapun penyebab KEP ringan yaitu masukan makanan baik kuantitas dan
kualitas yang rendah, gangguan atau system pencernaan atau penyerapan makanan,
pengetahuan yang kurang tentang gizi.

 Kwarshiorkor
Kwarshiorkor adalah penyakit yang disebabkan oleh kekurangan protein dan sering
timbul  pada usia 1-3 tahun karena pada usia ini kebutuhan protein tinggi. Penyakit ini
disebabkan oleh kekurangan protein dalam makanan, gangguan penyerapan protein,
kehilangan protein secara tidak normal, infeksi kronis ataupun karena pendarahan. Berikut
adalah gejala kwarshorkor :
Wajah seperti bulan” moon face “ , sinar mata sayu ; pertumbuhan terganggu; berat
dan tinggi badan lebih rendah dibandingkan dengan berat badan normal; perubahan mental
(sering menangis, pada stadium lanjut menjadi apatis ); rambut merah, jarang, mudah
dicabut; jaringan lemak masih ada; perubahan warna kulit (terdapat titik merah kemudian
menghitam, kulit tidak keriput); terkadang terjadi pembengkakan tubuh (oedema) sehingga
menyamarkan penurunan berat badan; jaringan otot mengecil
 Marasmus
Marasmus adalah kekurangan energi pada makanan yang menyebabkan cadangan
protein tubuh terpakai sehingga anak menjadi kurus dan emosional. Sering terjadi pada bayi
yang tidak cukup mendapatkan asi serta tidak dibri makanan penggantinya, atau terjadi pada
bayi yang sering diare.
Hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan konsumsi zat gizi atau kalori di dalam
makanan, kebiasaan makanan yang tidak layak dan penyakit-penyakit infeksi saluran-saluran
pencernaan. Berikut adalah gejala penderita marasmus :
Wajah seperti orang tua, terlihat sangat kurus; mata besar dan dalam, sinar mata sayu;
mental cengeng; feses lunak atau diare; rambut hitam, tidak mudah dicabut; jaringan lemak
sedikit atau bahkan tidak ada, lemak sub kutan menghilang hingga turgor kulit menghilang.
Kulit keriput, dingin, kering, dan mengendur; perut buncit.
 Kwashiorkor-marasmus
Kwashiorkor-marasmik memperlihatkan gejala campuran antara marasmus dan
kwarshiorkor.
Program pemerintah untuk menanggulangi KEP diprioritaskan pada daerah-daerah
miskin dengan sasaran utama ibu hamil, bayi, balita dan anak sekolah dasar.Program tersebut
mencakup berbagai kegiatan seperti penyuluhan gizi, peningkatan pendapatan keluarga,
penigkatan pelayanan kesehatan, KB- keluarag Berencana.Adapaun pemantauan tumbbuh
kembang anak diupayakan melalui keluarga, dasawisma dan posyandu.

B. KVA ( Kurang Vitamin A)


Vitamin A merupakan nutrient essensial, yang hanya dapat dipenuhi dari luar tubuh,
dimana jika asupannya berlebihan bisa menyebabkan keracunan karena tidak larut dalam
air.Keurangan asupan vitamin A bisa menyebabkan diare yang bisa be3rujung pada kematian
dan pneumonia.
Prevalensi tertinggi terjadi pada balita. Hal ini disebabkan oleh intake makanan yang
mengandung vitamin A kurang atau rendah, rendahnya konsumsi vitamin A dan pro vitamin
A pada ibu hamil sampai melahirkan sehingga mempengaruhi kadar vitamin A yang
terkandung dalam ASI. Selain itu dapat disebabkan oleh MP-ASI  yang kurang kandungan
vitamin A, gangguan absorbs vitamin A dan pro vitamin A ( penyakit pancreas, diare kronik,
KEP ), gangguan konversi pro vitamin A menjadi vitamin A.
Akibat kekurangan vitamin A :
 Menurunnya daya tahan tubuh sehingga mudah terserang infeksi ( misalnya sakit
batuk, diare dan campak ).
 Rabun senja ( anak dapat melihat suatu benda , jika ia tiba-tiba berjalan dari tempat
yang terang ke tempat yang gelap ). Rabun senja dapat berakhir pada kebutaan.
Cara mencegah dan mengatasi kekurangan vitamin A :
 Setiap hari anak diberi makanan yang mengandung vitamin A, seperti hati ayam.
 Setiap hari anak dianjurkan makan sayuran hijau dan buah-buahan berwarna.
 Sebaiknya sayuran ditumis menggunakan minyak atau dimasak dengan santan,
sebab vitamin A larut dalam minyak santan
Kapsul vitamin A dosis tinggi diberikan pada anak setiap 6 bulan di Posyandu. Kapsul
vitamin  A dosis tinggi diberikan pada ibu segera setelah melahirkan.Pemerintah terusa
berupayah menanggulangi penyakit gizi ini hingga sejak tahun 2006 telah dapat ditangani,
namun karena kekurangan vitamin A ( KVA ) pada balita dapat menurunkan daya tahan
tubuh. Maka, suplementasi vitamin A tetap harus diberika pada balita. Berikut upayah yang
telah dilakukan pemerintah :
 Penyuluhan agar meningkatakan konsumsi vitamin A dan pro vitamin A
 Fortifikasi vitamin A ( susu, MSG, tepung terigu, mie instan ).
 Distribusi kapsul vitamin A dosis tinggi pada balita 1-5 tahun ( 200.000 IU pada
bulan februari dan agustus ), ibu nifas ( 200.000 IU ), anak usia 6-12 bulan ( 100.000
IU ).

C. GAKY ( Gangguan Akibat Kekurangan Yodium )


Gaky tidak berhubungan dengan tingkat sosial ekonomi suatu masyarakat melainkan
dengam geografis.Penyakit ini merupakan masalah dunia yang terjadi pada kawasan
pegunugan dan perbukitan yang tanahnya tidak cukup mengandung yodium. Kekurangan
yodium saat janin berlanjut dengan gagal dalam pertumbuhan anak usia 2 tahun dpat
berdampak buruk pada kecerdasan secara permanen.
Defisiensi yang berlangsung lama akan mengganggu fungsi kelenjar tiroid yang secara
perlahan menyebabkan pembesaran kelenjar gondok. Berikut spektrum gangguan akibat
kekurangan yodium.
 Pada fetus ( janin ): abortus, lahir mati, kematian perinatal, kematian bayi, kretinisme
nervosa ( bisu tuli, defisiensi mental, mata juling ), cacat bawaan, kretinisme,
kerusakan psikomotor.
 Anak dan remaja: gondok, gangguan fungsi mental ( IQ rendah ), gangguan
perkembangan.
 Dewasa: gondok, hipotirod gangguan fungsi mental.
Gangguan akibat kekurangan yodium ( GAKY ) dapat diatasi melalui garam yang telah
difortifikasi ypdium sesuai standar berikut adalah pencegahan/penanggulangan GAKY :
 Setiap kali memasak, selalu gunakan garam beryodium dirumah tangga
 Untuk daerah gondok endemic, anak-anak 1-5 tahun diberi kapsul yodium selama 1
tahun
 Bila ada anak dengan gejala pembesaran kelenjar gondok atau kerdil harus segera
melaporkannya pada petugas kesehatan di Puskesmas.

D. Anemia Gizi Besi ( AGB )


Anemia defisiensi adalah anemia yang disebabkan oleh kekurangan satu atau beberapa
bahan yang diperlukan untuk pematangan eritrosit. Anemia gizi besi ada;ah anemia karena
kekurangan zat besi atau sintesa hemoglobin. Prevalensi tertinggi terjadi di daerah miskin,
gizi buruk dan penderita infeksi.
Hasil studi menunjukkan bahwa anemia pada masa bayi menjadi salah satu penyebab
terjadinya disfungsi otak permanen.Defisiensi zat besi menurunkan jumlah oksigen untuk
jaringan, otot kerangka, menurunnya kemampuan berfikir serta perubahan tingkah laku.
Penderita anemia gizi besi akan mengalami gejala seperti berikut : pucat, lemah, lesu,
sering berdebar, sakit kepala, dan jantung membesar. Hal ini akan mengakibatkan
produktivitas rendah.
AGB dpat disebabkan oleh kurangnya asupan makanan yang mengandung zat besi:
konsumsi makanan penghambat penyerapan zat besi, infeksi penyakit. Selai itu dapat juga
disebabkan oleh distribusi makanan yang tidak merata ke selurug daerah.
Anemia, gizi kurang zat besi ( AGB ) masih ditemukan pada 26,3% balita indonesi tahu
2006. Anemia ( kurang zat besi ) pada ibu hamil dapat meningkatkan resiko risiko bayi yang
dilahirkan menderita kurang zat besi juga yang berdampak pada penurunan kecerdasan anak.
Oleh karena itu berbagai upayah dilakukan pemerintah untuk menanganinya, diantaranya :
 Pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi ( KIE ) serta suplemen tambahan pada
ibu hamil maupun menyusui.
 Pembekalan KIE kepada kader dan orang tua serta pemberian suplemen dalam bentuk
multivitamin kepada balita.
 Pembekalan KIE kepada guru dan kepala sekolah agar lebih memperhatikan keadaan
anak usia sekolah serta pemberian suplemen tambahan kepada anak sekolah.
 Pembekalan KIE pada perusahaan dan tenaga kerja serta pemberian nsuplemen
kepada tenaga kerja wanita
 Peberian KIE dan suplemen dalam bentuk pil KB kepada wanita usia subur ( WUS )
2. Gizi lebih
Seiring dengan perkembangan teknologi, termasuk teknologi pertanian, transportasi,
dan informasi, terjadi juga perubahan aktivitas fisi dari pola aktivitas aktif menjadi pola
aktivitas kurang aktif.Hal ini diikuti pula oleh transisi gizi yang ditandai dengan perubahan
pola makan, taraf aktivitas fisik, dan komposisi tubuh.
Pola makan berubah menjadi fastfood atau junkfood.Aktivitas fisik berubah dari
aktivitas fisik aktif menjadi kurang aktif akibat perubahan struktur pekerjaan dan waktu luang
untuk menonton televisi.Dengan pola aktivitas yang semakin rendah mengakibatkan
peningkatan jumlah penduduk yang mengalami kelebihan gizi berupa overweight dan
obesistas.
Obesitas adalah penyakit gizi berupa akumulasi jaringan lemak secara berlebihan
diseluruh tubuh. Hal ini disebabkan oleh perilaku makan yang berhubungan dengan faktor
keluargadan lingkungan, aktivitas fisik yang rendah , gangguan psikologis, laju pertumbuhan
yang sangat cepat, genetic atau faktor keturunan juga gangguan hormone.
Obesitas biasanya disebabkan oleh masukan energiyang melebihi kebutuhan dan
biasanya disertai kurangnya aktivitas jasmani. Ciri-ciri obesitas adalah sebagai berikut : lebih
berat dan lebih tinggi dari anak seusianya: hidung dan mulut relative kecildengan dagu yang
berbentuk ganda: perut cenderung membuncit: karena malu, sering malas untuk bergaul dan
bermain dengan temanya.
 Kegemukan menurut distribusi lemak
 Tipe andarioid ( banyak pada pria/wanita menopause )
 Tipe genoid ( banyak pada wanita (beresiko lebih kecil, sukar turun BB )
 Kegemukan menurut kondisi sel
 Tipe hiperlastik ( jml.sel lemak >)
 Tipe hipertropik ( ukuran sel > ) pada dewasa
 Tipe hiperlastik-hipertropik
 Kegemukan menurut umur
 Saat bayi, anak-anak, dewasa
  Kegemukan menurit tingkatan
 Simple obesity (>20% BB ideal )
 Mild Obesity (>20-30% BB ideal )
 Moderat obesity (>30-60% BB ideal )
 Morbid obesity (>60% )

2.4.  Pencegahan dan Penanggulangan Masalah Gizi Utama di Indonesia


Indonesia telah melaksanakan upaya perbaikan gizi sejak tiga puluh tahun yang lalu.
Upaya yang dilakukan di fokuskan untuk mengatasi masalah gizi utama yaitu: Kurang Energi
Protein (KEP), Kurang Vitamin A (KVA), Anemia Gizi Besi (AGB) dan Gangguan Akibat
Kekurangan Yodium (GAKY) melalui intervensi yang mencakup penyuluhan gizi di
Posyandu, pemantauan pertumbuhan, pemberian suplemen gizi (melalui pemberian kapsul
vitamin A dosis tinggi dan tablet besi), fortifikasi garam beryodium, pemberian makanan
tambahan termasuk Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI), pemantauan dan
penanganan gizi buruk (Depkes RI, 2010).
1. Penanggulangan masalah gizi kurang
Penanggulangan masalah gizi kurang perlu dilakukan secara terpadu antardepartemen dan
kelompok profesi, melalui upaya-upaya peningkatan pengadaan pangan, penganekaragaman
produksi dan konsumsi pangan, peningkatan status social ekonomi, pendidikan dan kesehatan
masyarakat, serta peningkatan teknologi hasil pertanian dan teknologi pangan, semua upaya
ini bertujuan untuk memperoleh perbaikan pola konsumsi pangan masyarakat yang beraneka-
ragam, dan seimbang dalam mutu gizi.
Upaya penanggulangan masalah gizi kurang yang dilakukan secara terpadu antara lain:
(1) upaya pemenuhan persediaan pangan nasional terutama melalui peningkatan produksi
beraneka ragam pangan; (2) peningkatan usaha perbaikan gizi keluarga (UPGK) yang
diarahkan pada pemberdayaan keluarga untuk meningkatkan ketahanan pangan tingkat rumah
tangga; (3) peningkatan upaya pelayanan gizi terpadu dan system rujukan dimulai dari tingkat
pos pelayanan terpadu(Posyandu), hingga puskesmas dan rumah sakit; (4) peningkatan upaya
keamanan pangan dan gizi melalui sistem kewaspadaan pangan dan Gizi (SKPG); (5)
peningkatan komunikasi, informasi dan edukasi di bidang pangan dan gizi masyarakat; (6)
peningkatan teknologi pangan untuk mengembangkan berbagai produk pangan yang bermutu
dan terjangkau oleh masyarakat luas; (7) intervensi langsung kepada sasaran melalui
pemberian makanan tambahan (PMT), distribusi kapsul viatamin A dosis tinggi, tablet dan
sirop besi serta kapsul minyak beriodium; (8) peningkatan kesehatan lingkungan; (9) upaya
fortifikasi bahan pangan dengan vitamin A, iodium dan zat besi; (10) upaya pengawasan
makanan dan minuman; dan (11) upaya penelitian dan pengembangan pangan dan gizi.
Melalui Intruksi Presiden No. 8 tahun 1999 telah dicanangkan gerakan nasional
penanggulangan masalah pangan dan gizi, yang diarahkan : (1) pemberdayaan keluarga untuk
meningkatkan ketahanan pangan tingkat rumah tangga; (2) pemberdayaan masyarakat untuk
meningkatkan cakupan, kualitas pencegahan dan penanggulangn masalah pangan dan gizi di
masyarakat; (3) pemantapan kerja sama lintas sektor dalam pemantauan dan penanggulangan
masalah gizi melalui SKPG; dan (4) peningkatan cakupan dan mutu pelayanan kesehatan
(Azwar, A. 2000).
2. Penanggulangan Masalah Gizi Lebih
Masalah gizi lebih disebabkan oleh kebanyakan masukan energi dibandingkan dengan
keluaran energi.Penanggulangannya adalah dengan menyeimbangkan masukan dan keluaran
energi melalui pengurangan makan dan penambahan latihan fisik atau olahraga serta
meghindari tekanan hidup/stress.Penyeimbangan masukan energi dilakukan dengan
membatasi konsumsi karbohidrat dan lemak serta menghindari konsumsi alcohol.Untuk itu
diperlukan upaya penyuluhan ke masyarakat luas. Disamping itu, diperlukan peningkatan
teknologi pengolahan makanan tradisional Indonesia siap santap, sehingga makanan
tradisional yang lebih sehat ini disajikan dengan cara-cara dan kemasan yang dapat
menyaingi cara penyajian dan kemasan makanan barat.(Saisab 2016)
BAB III

PENUTUP

3.1  Kesimpulan

Di Indonesia terdapat masalah gizi ganda yaitu masalah gizi kurang dan masalah gizi
lebih. Masalah gizi kurang di antaranya adalah KEP ( kekurangan energy protein ), KVA
( kekurangan Vitamin A), AGB ( Anemia Gizi Besi ) dan GAKY ( Gangguan Akibat
Kekurangan Yodium ). Sedangkan yang termasuk dalam masalah gizi lebih yaitu Obesitas.
Terdapat banyak faktor yang menimbulkan masalah gizi. Faktor tersebut terdiri dari faktor
langsung dan faktor tidak langsung. Faktor langsung adalah kurangnya asupan makanan dan
penyakit infeksi. Seseorang yang asupan makanannya kurang akan mengakibatkan rendahnya
daya tahan tubuh sehingga dapat memudahkan untuk sakit.
Upaya penanggulangan masalah gizi kurang yang dilakukan secara terpadu antara lain:
(1) upaya pemenuhan persediaan pangan nasional terutama melalui peningkatan produksi
beraneka ragam pangan; (2) peningkatan usaha perbaikan gizi keluarga (UPGK) yang
diarahkan pada pemberdayaan keluarga untuk meningkatkan ketahanan pangan tingkat rumah
tangga; (3) peningkatan upaya pelayanan gizi terpadu dan system rujukan dimulai dari tingkat
pos pelayanan terpadu(Posyandu), hingga puskesmas dan rumah sakit; (4) peningkatan upaya
keamanan pangan dan gizi melalui sistem kewaspadaan pangan dan Gizi (SKPG); (5)
peningkatan komunikasi, informasi dan edukasi di bidang pangan dan gizi masyarakat; (6)
peningkatan teknologi pangan untuk mengembangkan berbagai produk pangan yang bermutu
dan terjangkau oleh masyarakat luas; (7) intervensi langsung kepada sasaran melalui
pemberian makanan tambahan (PMT), distribusi kapsul viatamin A dosis tinggi, tablet dan
sirop besi serta kapsul minyak beriodium; (8) peningkatan kesehatan lingkungan; (9) upaya
fortifikasi bahan pangan dengan vitamin A, iodium dan zat besi; (10) upaya pengawasan
makanan dan minuman; dan (11) upaya penelitian dan pengembangan pangan dan gizi.

Sedangkan penanggulangan Gizi lebih adalah dengan menyeimbangkan masukan dan


keluaran energi melalui pengurangan makan dan penambahan latihan fisik atau olahraga serta
meghindari tekanan hidup/stress.Penyeimbangan masukan energi dilakukan dengan
membatasi konsumsi karbohidrat dan lemak serta menghindari konsumsi alcohol.Untuk itu
diperlukan upaya penyuluhan ke masyarakat luas. Disamping itu, diperlukan peningkatan
teknologi pengolahan makanan tradisional Indonesia siap santap, sehingga makanan
tradisional yang lebih sehat ini disajikan dengan cara-cara dan kemasan yang dapat
menyaingi cara penyajian dan kemasan makanan barat.
DAFTAR PUSTAKA

 Cakrawati Dewi, N.H Mustika. 2012. Bahan Pangan Gizi dan Kesehatan.Alfabeta,


Bandung.
 Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Rencana Pembangunan Kesehatan
Menuju Indonesia Sehat 2010. Jakarta. 2000
 European Environment Agency (EEA), 2019. 済無 No Title No Title. , 53(9),
pp.1689–1699.
 Gibney, dkk. 2009. Gizi kesehatan Masyarakat. Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
 http://kgm.bappenas.go.id/document/datadokumen/40_DataDokumen.pdf
 http://indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/article/viewFile/922/918
 http://jurnal.upi.edu/file/Parman.pdf
 http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/41494/5/Chapter%20I.pdf
 http://www.depkes.go.id/resources/download/general/hasil%20riskesdas%202013.pdf
 Noerdiana, R., 2015. di Wilayah Kerja Puskesmas Gambut Kabupaten Banjar Tahun
2015. , pp.26–31.
 Saisab, J., 2016. Makalah Masalah gizi di Indonesia. Available at:
http://jacklinsaisab.blogspot.com/2016/11/makalah-masalah-gizi-di-indonesia.html
[Accessed August 20, 2020].
 Supariasa. 2012. Pendidikan Dan Konsultasi Gizi. Jakarta : EGC
 Thamaria, N., 2017. Bahan Ajar Gizi Penilaian Status Gizi,
 R.H.Hasdiana, dkk. 2004. Pemanfaatan Gizi, Diet dan Obesitas.Nuha mediaka,
Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai