Anda di halaman 1dari 16

KEBIJAKSANAAN PEMERINTAH DALAM PEMBANGUNAN

KOPERASI DI INDONESIA

DOSEN PENGAMPUH :
SULAIMAN LUBIS S.E.Mm

D
I
S
U
S
U
N
OLEH:
NURUL RAMADAN
7203210016

MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul KEBIJAKSANAAN
PEMERINTAH DALAM PEMBANGUNAN KOPERASI DI INDONESIA tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas bapak
SULAIMAN LUBIS SE. Mm. pada mata kuliah Ekonomi Koperasi UMKM. Selain itu, makalah ini
juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang pembangunan koperasi di Indonesia bagi
para pembaca dan juga bagi penulis. Saya mengucapkan terima kasih kepada bapak SULAIMAN
LUBIS SE. Mm selaku Dosen Ekonomi Koperasi dan UMKM yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya
tekuni.Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini. Saya menyadari, makalah
yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Pematang Siantar,Oktober 2020

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG MASALAH

Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 33 Ayat (1) menya-takan bahwa


perekonomian Indonesia disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan. Dalam penjelasannya antara lain dinyatakan bahwa
kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan bukan kemakmuran orang-
seorang, dan bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi.
Dengan demikian, UUD 1945 menempatkan koperasi pada kedudukan
sebagai sokoguru perekonomian nasional dan sekaligus sebagai bagian
integral tata perekonomian nasional.

Dalam rangka mewujudkan demokrasi ekonomi, amanat terse-but


mengandung makna yang amat penting dan mendalam, yaitu bahwa jiwa dan
semangat koperasi harus dimiliki oleh seluruh masyarakat termasuk semua
badan usaha yang ada dalam sistem ekonomi yang berlandaskan Pancasila
dan UUD 1945.

RUMUSAN MASALAH
1. Pembangunan Koperasi dan Perundang-undangan.
2. Tantangan,kendala,dan peluang dalam pembangunan koperasi.
3. Arahan,sasaran dan kebijakan koperasi

TUJUAN
Agara mahasiswa dapat memahami secara keseluruhan berbagai kebijaksanaan yang ada
sehingga mampu menerapkan strategi diperusahaan atau organisasi koperasi yang dapat menunjukkan
contoh penerapat strategi dan contoh penerapan strategi dan kebijaksanaan.
BAB II
ISI
PEMBANGUNAN KOPERASI DALAM PJP I

Pembangunan koperasi dalam PJP I telah menunjukkan berbagai


keberhasilan yang amat berarti, baik ditinjau dari jumlah koperasi, jumlah
anggota koperasi maupun nilai usaha koperasi. Koperasi juga telah terlibat
dan berperan aktif dalam kegiatan ekonomi rakyat serta sekaligus mulai
dapat meningkatkan kesejahteraan para anggotanya. Keadaan tersebut
tercermin antara lain dari peningkatan jumlah dan ragam koperasi, jumlah
anggota koperasi, jumlah dan ragam bidang usaha koperasi, jumlah
simpanan anggota, jumlah modal usaha, serta jumlah nilai usaha koperasi.

Sampai dengan tahun keempat Repelita V telah terdapat sebanyak 39.031


buah koperasi yang terdiri atas 8.749 buah koperasi unit desa (KUD) dan
30.282 buah koperasi non-KUD, yang tersebar di seluruh Indonesia. Dengan
demikian, jumlah koperasi pada tahun keempat Repelita V hampir mencapai
dua kali lipat dari jumlah koperasi pada akhir Repelita I sebanyak 19.975
buah.

Koperasi non-KUD yang berjumlah 30.282 buah terdiri atas 13.680 buah
koperasi pegawai negeri (KPN), 3.416 buah koperasi karyawan (Kopkar),
1.569 buah koperasi di lingkungan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia,
1.541 buah koperasi serba usaha (KSU), 1.176 buah koperasi industri
kerajinan rakyat (Kopinkra), 894 buah koperasi simpan pinjam (KSP), 642
buah koperasi pedagang pasar (Koppas), 73 buah koperasi produksi tahu
tempe, 31 buah koperasi pelayaran rakyat, 658 buah koperasi wanita, dan 73
buah koperasi di lingkungan generasi muda (koperasi pemuda), serta
sebanyak 6.529 aneka koperasi lainnya.

Dari sebanyak 8.749 buah KUD yang ada di seluruh Indone-sia, 47,3 persen di
antaranya atau sebanyak 4.140 buah telah memenuhi kriteria sebagai KUD
mandiri yang tersebar di 2.705 kecamatan. Ini berarti di setiap kecamatan
rata-rata terdapat lebih dari satu buah KUD mandiri.
Sejalan dengan pertumbuhan jumlah koperasi, jumlah anggota koperasi pun
telah tumbuh dengan pesat. Pada akhir tahun keempat Repelita V terdapat
sebanyak 33,7 juta orang anggota koperasi primer yang terdiri dari 20,5 juta
orang anggota KUD dan 13,2 juta orang anggota koperasi non-KUD.
Dengan demikian, secara keseluruhan jumlahnya telah mencapai lebih dari
sebelas kali lipat dari jumlah anggota koperasi pada akhir Repelita I.

Di bidang usaha, perkembangan selama PJP I juga cukup menggembirakan.


Pada akhir tahun keempat Repelita V jumlah simpanan anggota koperasi
telah mencapai Rp1,1 triliun atau sekitar 35,6 persen dari jumlah modal
usaha koperasi sebesar Rp3,2 triliun pada tahun yang sama. Adapun nilai
usahanya telah mencapai Rp6,8 triliun. Pada akhir Repelita I jumlahnya baru
mencapai Rp6,8 miliar untuk simpanan anggota atau 31,1 persen dari jumlah
modal usaha koperasi sebesar Rp21,9 miliar, dan Rp61,5 miliar untuk nilai
usaha koperasi. Dengan demikian, selama PJP I telah terjadi peningkatan
yang sangat pesat dalam jumlah simpanan, modal usaha, dan nilai usaha
koperasi secara keseluruhan. Peningkatan yang pesat dari nilai usaha
koperasi pada tahun keempat Repelita V dibanding pada awal Repelita I
berkaitan erat dengan perkembangan bidang usaha koperasi selama PJP I.

Kemajuan ini cukup menggembirakan karena telah menunjukkan bahwa


koperasi sebagai gerakan ekonomi rakyat dan badan usaha semakin berperan
aktif dan terlibat lebih luas dalam berbagai kegiatan ekonomi serta sekaligus
telah meningkatkan kesejahteraan para anggotanya yang pada umumnya
masih terbatas kemampuan ekonominya. Keadaan ini antara lain merupakan
hasil dari berbagai

kebijaksanaan perkoperasian, kebijaksanaan makro, dan sekaligus peran


serta masyarakat anggota koperasi dalam PJP I. Kebijaksanaan
perkoperasian tersebut ditempuh melalui program pembinaan kelembagaan
koperasi dan pengembangan usaha koperasi, dengan kegiatan yang meliputi
pendidikan dan pelatihan, magang, penyuluhan dan penerangan, bimbingan
dan konsultasi, serta ditunjang pula dengan berbagai kegiatan penelitian
perkoperasian serta kebijaksanaan makro, baik di bidang fiskal-moneter
maupun sektor riil, berupa perkreditan, subsidi ataupun proteksi. Sesuai
dengan tahapan pembangunan nasional dalam PJP I, peranan Pemerintah
dalam pembangunan koperasi pada masa itu masih besar, terutama pada
kegiatan yang bersifat perintis dan kegiatan perkoperasian lainnya yang
belum sepenuhnya mampu dilaksanakan sendiri oleh gerakan koperasi.

Kebijaksanaan pembinaan usaha koperasi sejak Repelita I, yang


diprioritaskan untuk mendukung keberhasilan program pengadaan pangan
nasional melalui KUD, yang didukung dengan pemberian kredit pengadaan
pangan beserta penyediaan jaminan kreditnya telah memberikan sumbangan
besar bagi tercapainya swasembada beras sejak tahun 1984.

Sejalan dengan, perkembangan pembangunan nasional yang ditandai oleh


kemajuan yang pesat di berbagai sektor di luar sektor pertanian, bidang
usaha koperasi juga turut berkembang. Dewasa ini lingkup bidang usaha
koperasi mencakup baik usaha pertanian maupun usaha nonpertanian,
seperti industri pengolahan dan jasa. Bidang usaha tersebut di antaranya
adalah pengadaan pangan, penyaluran pupuk, pemasaran kopra, pemasaran
cengkih, pemasaran susu, pemasaran hasil perikanan, peternakan,
pertambangan rakyat, kerajinan rakyat, penyaluran BBM, penyaluran
semen, usaha pakaian jadi, usaha industri logam dan tambang rakyat,
usaha angkutan darat, sungai, dan Taut, pembangunan perumahan
sederhana dan pemugarannya, pelayanan jasa simpan pinjam, pelayanan jasa
titipan, penyaluran alat kontrasepsi untuk program keluarga berencana (KB)
kepada para anggotanya di daerah

terpencil dan masyarakat sekitarnya, pemasaran jasa telekomunikasi,


pemasaran jasa kelistrikan perdesaan, penyaluran kredit candak kulak
(KCK), penyaluran kredit tebu rakyat intensifikasi (TRI) dan lain
sebagainya.

Sumbangan koperasi secara nasional dalam pengadaan maupun penyaluran


beberapa komoditas penting cukup besar. Dalam pengadaan 6pangan
nasional sumbangan koperasi telah mencapai lebih dari 90 persen. Dalam
kegiatan penyaluran pupuk sumbangan koperasi telah mencapai lebih dari 75
persen dan koperasi susu telah memasok sekitar 55 persen dari kebutuhan
susu nasional.

Dalam pada itu, gerakan koperasi Indonesia telah memiliki organisasi


tunggal, yaitu Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) yang berfungsi sebagai
wadah perjuangan dan pembawa aspirasi bagi kepentingan gerakan koperasi.
Di samping itu, selama PJP I telah pula terbentuk beberapa prasarana
penunjang bagi gerakan koperasi yang juga merupakan aset bagi
pembangunan koperasi pada PJP II. Prasarana penunjang tersebut di
antaranya adalah Institut Manajemen Koperasi Indonesia (Ikopin) dan
Akademi Koperasi (Akop) sebagai lembaga pendidikan pencetak sarjana dan
kader pembangunan koperasi yang ahli di bidang manajemen koperasi.
Selain itu, telah berdiri pula koperasi jasa audit (KJA) yang tersebar di 20
propinsi dan berfungsi sebagai pusat pelayanan jasa audit, jasa bimbingan
dan konsultansi manajemen, serta jasa pelatihan. Di bidang asuransi, gerakan
koperasi juga telah memi-liki Koperasi Asuransi Indonesia (KAI).

Di bidang keuangan, telah dibentuk Perusahaan Umum Pengembangan


Keuangan Koperasi (Perum PKK) yang merupakan penyempurnaan dari
Lembaga Jaminan Kredit Koperasi (LJKK) dan berfungsi memberikan
jaminan atas kredit kepada koperasi yang diberikan oleh bank. Selain itu,
telah pula dibentuk Bank Umum Koperasi Indonesia (Bank Bukopin) dan
lembaga keuangan lain seperti Koperasi Pembiayaan Indonesia (KPI),
koperasi bank perkreditan rakyat (KBPR), serta koperasi simpan pinjam
(KSP).

Modal penting lainnya bagi pengembangan koperasi pada PJP II adalah


Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian yang memberikan
landasan hukum yang kuat bagi pembangunan koperasi yang lebih selaras
dengan pembangunan di sektor-sektor lainnya dalam upaya membangun
koperasi yang maju dan mandiri. Pada prinsipnya, undang-undang
perkoperasian yang baru memberikan keleluasaan yang lebih besar kepada
gerakan koperasi untuk menentukan arah pengembangan usahanya agar makin
sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan para anggotanya. Dalam pada itu,
Pemerintah tetap memberikan bimbingan, kemudahan dan perlindungan dalam
rangka memandirikan koperasi.

III. TANTANGAN, KENDALA, DAN PELUANG PEMBANGUNAN

Pembangunan koperasi pada PJP I telah berhasil meningkatkan perannya dalam


perekonomian nasional. Hal ini terlihat antara lain dengan semakin tumbuhnya
koperasi mandiri dan semakin tumbuhnya kesadaran masyarakat mengenai
koperasi. Memasuki PJP II perlu lebih dikenali adanya berbagai tantangan yang
akan dihadapi. Dengan memanfaatkan peluang dan mengatasi kendala yang
ada, diharapkan pembangunan koperasi pada PJP II akan lebih berhasil.

1. Tantangan

Meskipun banyak hasil yang telah dicapai dalam pembangunan koperasi selama
PJP I, masih banyak pula masalah yang belum terselesaikan, yang harus
dilanjutkan dan ditingkatkan penanganannya dalam PJP II, sebagai tantangan
untuk mewujudkan cita-cita perkoperasian seperti yang diamanatkan dalam
UUD 1945.

Hingga saat ini karena berbagai alasan ekonomi dan non ekonomi, koperasi
pada umumnya belum dapat melaksanakan
sepenuhnya prinsip koperasi sebagaimana yang dicita-citakan, sehingga
koperasi sebagai badan usaha dan gerakan ekonomi rakyat belum dapat
mengembangkan sepenuhnya potensi dan kemampuannya dalam memajukan
perekonomian nasional dan meningkatkan kesejahteraan para anggotanya.
Di samping itu berbagai kondisi struktural dan sistem yang ada masih
menghambat koperasi untuk sepenuhnya dapat menerapkan kaidah ekonomi
untuk meraih dan memanfaatkan berbagai kesempatan ekonomi secara
optimal. Sementara itu dengan terbukanya perekonomian nasional terhadap
perkembangan perekonomian dunia, akan menghadirkan perubahan-
perubahan besar dalam kehidupan ekonomi nasional. Persaingan usaha akan
makin ketat, peranan ilmu pengetahuan dan teknologi meningkat, tuntutan
akan sumber daya manusia yang berkualitas yang mampu mengantisipasi
dan merencanakan masa depan meningkat pula. Kedudukan dan keberadaan
koperasi akan makin mantap apabila koperasi makin terintegrasi dan
berperan menentukan ke dalam perekonomian nasional. Oleh karena itu,
tantangan dalam pembangunan koperasi adalah mengembangkan koperasi
menjadi badan usaha yang sehat, kuat, maju, dan mandiri serta memiliki
daya saing sehingga mampu meningkatkan perannya dalam perekonomian
nasional sekaligus kesejahteraan anggotanya.

Dengan memperhatikan kedudukan koperasi, baik sebagai sokoguru


perekonomian nasional maupun sebagai bagian integral tata perekonomian
nasional, peran koperasi sangat penting dalam menumbuhkan dan
mengembangkan potensi ekonomi rakyat. Dalam hal ini, koperasi sebenarnya
memiliki ruang gerak dan kesempatan usaha yang luas terutama dalam hal
yang menyangkut kepentingan kehidupan ekonomi rakyat. Dalam
kenyataannya, koperasi masih menghadapi berbagai hambatan struktural
dan sistem untuk dapat berfungsi dan berperan sebagaimana yang
diharapkan, antara lain dalam memperkukuh perekonomian rakyat sebagai
dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional. Dengan demikian,
yang menjadi tantangan adalah mewujudkan koperasi, baik sebagai badan
usaha maupun sebagai gerakan

ekonomi rakyat agar mampu berperan secara nyata dalam kegiatan ekonomi
rakyat.

Inti kekuatan koperasi terletak pada anggota yang berpartisipasi aktif dalam
organisasi koperasi, dan kesadaran masyarakat untuk bergabung 6dalam
wadah koperasi. Sementara itu, kepercayaan masyarakat terhadap koperasi
makin meningkat, tetapi belum cukup memadai antara lain disebabkan
oleh masih adanya berbagai hambatan untuk meningkatkan manfaat
koperasi bagi anggotanya. Hal ini antara lain telah menyebabkan lambatnya
koperasi mengakar dalam masyarakat. Sebagai gerakan ekonomi rakyat,
koperasi masih harus meningkatkan kemampuannya dalam menggerakkan
dan menampung peran serta masyarakat secara luas. Oleh karena itu,
mewujudkan koperasi sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berakar kuat
dalam masyarakat juga merupakan tantangan pembangunan koperasi dalam
PJP II.

2. Kendala

Pengalaman pembangunan koperasi dalam PJP I telah memberikan petunjuk


bahwa untuk menjawab berbagai tantangan dalam PJP II, masih terdapat
beberapa kendala yang membutuhkan perhatian dalam rangka menggariskan
kebijaksanaan dan menyusun program untuk mencapai sasaran yang
dikehendaki.

Kendala utama yang dihadapi, yang juga merupakan kendala bagi dunia
usaha pada umumnya, adalah tingkat kemampuan dan profesionalisme
sumber daya manusia koperasi yang umumnya belum memadai. Kendala ini
menjadi faktor yang mempengaruhi kemampuan koperasi dalam
menjalankan fungsi dan peranannya dan berakibat antara lain pada kurang
efektif dan efisiennya organisasi dan manajemen koperasi. Hal ini tercermin
pada pengelolaan koperasi dan tingkat partisipasi anggota yang belum
optimal. Meskipun berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan
kemampuan dan profesionalisme antara lain melalui berbagai pelatihan,
hasilnya masih jauh dari memadai.
Berkaitan dengan kendala utama tersebut, terdapat pula kendala lain yang lebih
spesifik, yang dapat mempengaruhi keberhasilan pembangunan koperasi.
Kendala tersebut adalah lemahnya struktur permodalan koperasi, rendahnya
usaha pemupukan permodalan dari anggota dan dari 6dalam koperasi, serta
terbatasnya akses koperasi ke sumber permodalan dari luar. Meskipun
permodalan bukan faktor utama yang menentukan keberhasilan koperasi,
kelemahan permodalan ditambah dengan kendala lainnya akan menghambat
perkembangan dan pertumbuhan koperasi. Kendala penting lainnya adalah
terbatasnya penyebaran dan penyediaan teknologi secara nasional bagi
koperasi, yang berpengaruh antara lain pada rendahnya kemampuan koperasi
untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas usahanya, sehingga
menyebabkan pula terbatasnya daya saing koperasi.
Mekanisme kelembagaan dan sistem koperasi yang seharusnya berpijak pada
prinsip koperasi, belum berjalan dengan baik. Hal ini antara lain disebabkan
oleh kurangnya kesadaran anggota akan hak dan kewajibannya, serta belum
berfungsinya secara penuh mekanisme kerja antarpengurus dan antara
pengurus dengan pengelola koperasi.
Masih kurangnya kepercayaan untuk saling bekerja sama, merupakan kendala
pula bagi terwujudnya kerja sama dan terbentuknya jaringan usaha antara
koperasi dengan pelaku ekonomi lainnya.

Kurang memadainya prasarana dan sarana yang tersedia di wilayah tertentu,


terutama kelembagaan keuangan baik bank rnaupun bukan bank, produksi dan
pemasaran, khususnya di daerah tertinggal, turut pula menjadi kendala bagi
pengembangan koperasi di daerah tersebut. Kurang efektifnya koordinasi dan
sinkronisasi dalam pelaksanaan program pembinaan koperasi antarsektor dan
antardaerah merupakan kendala pula bagi pembangunan koperasi.

Kendala lainnya adalah kurangnya kesadaran dan pemahaman masyarakat


tentang koperasi, serta kurangnya kepedulian dan kepercayaan masyarakat
terhadap koperasi, yang tercermin dari masih rendahnya peran serta dan
dukungan masyarakat dalam pembangunan koperasi.

3. Peluang

Selaras dengan perkembangan pembangunan yang dinamis dan pertumbuhan


ekonomi, dalam Repelita VI terbuka berbagai pelu-ang 6usaha yang dapat
dimanfaatkan dalam pengembangan koperasi. Pembangunan nasional dalam
PJP II khususnya Repelita VI yang mendahulukan aspek pemerataan akan
membuka peluang yang lebih besar bagi pembangunan koperasi.

Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian sebagai landasan


hukum baru, juga memberikan peluang yang diharapkan akan mampu
mendorong koperasi agar dapat tumbuh dan berkembang menjadi lebih kuat
dan mandiri. Koperasi primer yang berskala kecil agar berhimpun dalam
koperasi sekunder secara lebih mantap sehingga lebih terkonsolidasi menjadi
kekuatan ekonomi yang besar dan tangguh serta mampu memanfaatkan
peluang keterbukaan perekonomian Indonesia terhadap perekonomian dunia.

Selain itu, terdapat juga berbagai peluang lainnya dalam pembangunan koperasi
dalam Repelita VI, di antaranya adalah kemauan politik yang kuat dari
Pemerintah dan berkembangnya tuntutan masyarakat untuk lebih membangun
koperasi dalam rangka mewujudkan demokrasi ekonomi yang berlandaskan
Pancasila dan UUD 1945. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi sebagai hasil
pembangunan yang berkelanjutan sejak PJP I juga akan menciptakan peluang
bagi berkembangnya usaha koperasi di masa depan.

Sementara itu, makin terbukanya perekonomian dunia turut pula menciptakan


berbagai peluang baru bagi koperasi, di antaranya adalah makin terbukanya
pasar internasional bagi hasil produksi koperasi Indonesia, serta makin
terbukanya kesempatan kerja sama internasional antargerakan koperasi di
berbagai bidang.

Perubahan struktur perekonomian nasional menciptakan peluang untuk lebih


berkembangnya koperasi di perdesaan/KUD yang berusaha di bidang agrobisnis,
agroindustri, dan industri perdesaan lainnya. Sementara itu, Undang-Undang
No.12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman akan mendorong
diversifikasi usaha koperasi sesuai dengan kepentingan masyarakat setempat.
Dalam PJP II tuntutan terhadap perlindungan dan jaminan kesejahteraan
ekonomi dan sosial bagi tenaga kerja, yang telah mulai dirasakan pada saat ini,
diperkirakan akan semakin meningkat. Di samping itu, diperkirakan pula terjadi
pertumbuhan yang pesat di sektor industri yang akan meningkatkan jumlah dan
jenis perusahaan. Keadaan ini menciptakan peluang bagi tumbuhnya koperasi
karyawan baru.

Berbagai tantangan, kendala, dan peluang tersebut akan mempengaruhi


keberhasilan pembangunan koperasi dalam PJP II. Untuk menjawab berbagai
tantangan, dan mengatasi kendala terse-but serta memanfaatkan peluang yang
tersedia, disusun berbagai kebijaksanaan dan program dalam rangka
pencapaian sasaran pembangunan koperasi dalam PJP II, khususnya Repelita VI.

IV. ARAHAN, SASARAN, DAN KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN

1. Arahan GBHN 1993

Pembangunan koperasi sebagai wadah kegiatan ekonomi rakyat diarahkan agar


koperasi makin memiliki kemampuan menjadi badan usaha yang efisien dan
menjadi gerakan ekonomi rakyat yang tangguh dan berakar dalam masyarakat.
Koperasi sebagai badan usaha yang makin mandiri dan andal harus mampu
memajukan kesejahteraan ekonomi anggotanya. Pembangunan koperasi juga
diarahkan menjadi gerakan ekonomi rakyat yang didukung oleh jiwa dan
semangat yang tinggi dalam mewujudkan demokrasi ekonomi berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta menjadi sokoguru
perekonomian nasional yang tangguh. Koperasi di perdesaan perlu
dikembangkan mutu dan kemampuannya, dan perlu makin ditingkatkan
peranannya dalam kehidupan ekonomi di perdesaan.

Pelaksanaan fungsi dan peranan koperasi ditingkatkan melalui upaya


peningkatan semangat kebersamaan dan manajemen yang lebih profesional.
Peran aktif masyarakat dalam menumbuhkembangkan koperasi terus
ditingkatkan dengan meningkatkan kesadaran, kegairahan, dan kemampuan
berkoperasi di seluruh lapisan masyarakat melalui upaya penyuluhan,
pendidikan, dan pelatihan. Fungsi dan peranan koperasi juga menjadi tanggung
jawab lembaga gerakan koperasi sebagai wadah perjuangan kepentingan dan
pembawa aspirasi gerakan koperasi, bekerja sama dengan Pemerintah sebagai
pembina dan pelindung.

Pengembangan koperasi didukung melalui pemberian kesempatan berusaha


yang seluas-luasnya di segala sektor kegiatan ekonomi, baik di dalam negeri
maupun di luar negeri, dan penciptaan iklim usaha yang mendukung dengan
kemudahan memperoleh permodalan. Untuk mengembangkan dan melindungi
usaha rakyat yang diselenggarakan dalam wadah koperasi demi kepentingan

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai