Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Penelitian merupakan salah satu upaya dalam pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Berbagai jenis penelitian atau studi saat ini
mengharuskan kita berfikir kritis untuk dapat menentukan studi yang tepat kita
gunakan sesuai dengan masalah, tempat, dan waktu yang akan kita teliti. Salah
satunya adalah studi kohort.
Studi Kohort merupakan rancangan studi yang mempelajari yaitu
hubungan antara paparan dan penyakit (outcome) dengan cara membandingkan
kelompok terpapar (faktor penelitian) dan kelompok tak terpapar berdasarkan
status penyakit (outcome). Studi Kohort yaitu mempelajari hubungan faktor risiko
dengan efek atau penyakit, pendekatan waktunya mengikuti sepanjang periode
waktu tertentu untuk melihat seberapa banyak subjek dalam masing masing
kelompok yang mengalami efek. Faktor risiko penelitian tersebut dapat diukur
pada awal penelitian (prospektif), ataupun pada penyakit sudah terjadi terlebih
dahulu sebelum dimulainya penelitian (retrospektif).

1.2. Rumusan Masalah


a. Apa devinisi dari Cohort studi?
b. Apa saja kelebihan dan kekurangan studi kohort?
c. Apa contoh penelitian kohort?
d. Apa saja tahapan untuk studi kohort?

1.3. Tujuan
a. Untuk mengetahui pengertian Studi kohort
b. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan studi kohort
c. Untuk memberikan contoh dari penelitian kohort
d. Untuk mengetahui tahapan dari studi kohort

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Kohort


Studi kohort adalah studi observasional dimana individu diklasifikasikan
(atau dipilih) sesuai dengan status paparan (terpapar atau tidak terpapar), dan
diikuti untuk mengevaluasi kejadian penyakit pada periode waktu tertentu. Studi
kohort juga dapat digunakan untuk menilai risiko dan manfaat menggunakan obat
tertentu.
Studi kohort dibedakan menjadi dua, yaitu :

2.1.1 Studi Kohort Prospektif


Studi kohort disebut prospektif apabila factor risiko, atau factor penelitian
diukur pada awal penelitian, kemudian dilakukan follow up untuk melihat
kejadian penyakit dimasa yang akan dating, lamanya follow up dapat ditentukan
berdasarkan lamanya waktu terjadinya penyakit. Pada studi kohort prospektif,
dapat dibedakan menjadi studi kohor prospektif dengan pembanding internal dan
eksternal.
Studi kohort prospektif dengan pembanding internal yaitu kohort yang
terpilih sama sekali belum terpapar oleh factor risiko dan belum mengalami efek,
kemudian sebagian terpapar secara alamiah lalu dilakukan deteksi kejadian efek
pada kedua kelompok tersebut. Sedangkan Studi kohort prospektif dengan
pembanding eksternal ada kelompok yang terpapar factor risiko namun belum
memberikan efek dan kelompok lain tanpa paparan dan efek.

2.1.2 Studi Kohort Retrospektif


Pada studi kohort retrospektif, faktor risiko dan efek atau penyakit sudah
terjadi dimasa lampau sebelum dimulainya penelitian. Dengan demikian variabel
tersebut diukur melalui catatan historis.
Prinsip studi kohort retrospektif tetap sama dengan kohort prospektif,
namun pada studi ini, pengamatan dimulai pada saat akibat (efek) sudah terjadi.
Yang terpenting dalam studi retrospektif adalah populasi yang diamati tetap
memenuhi syarat populasi kohort, dan yang diamati adalah faktor risiko masa lalu

2
yang diperoleh melalui pencatatan data yang lengkap. Dengan demikian, bentuk
penelitian kohort retrospektif hanya dapat dilakukan, apabila data tentang faktor
risiko tercatat dengan baik sejak terjadinya paparan pada populasi yang sama
dengan efek yang ditemukan pada awal pengamatan

2.2 Kelebihan dan Kekurangan Studi Kohort


2.2.1 Kelebihan studi kohort, meliputi
a. Pada awal penelitian, sudah ditetapkan bahwa subjek harus bebas dari
penyakit, kemudian diikuti sepanjang periode waktu tertentu sampai
timbulnya penyakit yang diteliti, sehingga sekuens waktu antara faktor
risiko dan penyakit atau efek dapat diketahui secara pasti.
b. Dapat menghitung dengan akurat jumlah paparan yang dialami
populasi.
c. Dapat menghitung laju insidensi atau kecepatan terjadinya penyakit,
karena penelitian dimulai dari faktor risiko sampai terjadinya
penyakit.
d. Dapat meneliti paparan yang langka.
e. Memungkinkan peneliti mempelajari sejumlah efek atau penyakit
secara serentak sebuah paparan..
f. Dapat memeriksa dan mendiagnosa dengan teliti penyakit yang
terjadi.
g. Bias dalam menyeleksi subjek dan menentukan status paparan kecil
h. Hubungan sebab akibat lebih jelas dan lebih meyakinkan.

2.2.2 Kekurangan studi kohort, meliputi:


a. Tidak efisien dan praktis untuk mempelajari kasus yang langka.
b. Pada studi prospektif, akan memerlukan biaya banyak (mahal), dan
membutuhkan banyak waktu.
c. Pada studi retrospektif, membutuhkan ketersediaan catatan yang
lengkap dan akurat.
d. Validitas hasil penelitian dapat terancam, karena adanya subjek subjek
yang hilang pada saat follow-up.

3
e. Dapat menimbulkan masalah etika, karena peneliti membiarkan
subjek terkena pajanan yang merugikan.

2.3 Karakteristik Studi Kohort


Pada studi kohort, pemilihan subjek dilakukan berdasarkan status
paparannya, kemudian dilakukan pengamatan dan pencatatan apakah subyek
mengalami outcome yang diamati atau tidak. Studi kohort memiliki karakteristik:
a. Studi kohort bersifat observasional.
b. Pengamatan dilakukan dari sebab ke akibat.
c. Studi kohort sering disebut sebagai studi insidens.
d. Terdapat kelompok control.
e. Terdapat hipotesis spesifik.
f. Dapat bersifat prospektif ataupun retrospektif.
g. Untuk kohort retrospektif, sumber datanya menggunakan data
sekunder.

2.4 Langkah-langkah dalam Studi Kohort


Dalam melakukan studi kohort, peneliti sebaiknya melakukan tahapan
sebagai berikut :
a. Merumuskan pertanyaan penelitian dan hipotesis
Langkah pertama yang harus dilakukan oleh peneliti, adalah
merumuskan masalah atau pertanyaan penelitian, menentukan apa
yang menjadi variabel dalam penelitian, baik variabel dependen,
maupun variabel independen, dan yang selanjutnya peneliti akan
merumuskan hipotesa penelitian.
b. Menentukan kelompok terpapar dan tidak terpapar
Pada studi kohort, harus diperhatikan mengenai penentuan
kelompok yang akan mendapat paparan dengan kelompok yang tidak
akan mendapat paparan. Pemilihan kelompok terpapar yang berasal
dari populasi umum memungkinkan peneliti mendapatkan

4
informasi yang lengkap dan akurat dari subjek penelitian.
Populasi umum merupakan pilihan yang tepat pada beberapa
keadaan, seperti prevalensi paparan pada populasi cukup tinggi, batas
geografik jelas, dan secara demografik stabil, ketersediaan catatan
demografi yang lengkap dan up to date.
Selain populasi umum, kita dapat menggunakan populasi khusus.
Populasi khusus merupakan alternatif pada keadaan apabila prevalensi
paparan dan kejadian penyakit pada populasi umum rendah, dan
adanya kemudahan untuk memperoleh informasi yang akurat.
c. Menentukan Sampel
Langkah selanjutnya dalam studi kohort adalah menetapkan besarnya
sampel yang akan digunakan dalam penelitian.
d. Pengambilan data dan pencatatan
Kedua kelompok yang telah ditetapkan, yaitu kelompok terpapar dan
kelompok tidak terpapar, kemudian diikuti selama jangka waktu
tertentu sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan dalam penelitian.
Selanjutnya peneliti melakukan pencatatan semua keterangan yang
telah diperoleh sesuai tujuan penelitian.
e. Pengolahan dan analisi data hasil penelitian
Semua data yang telah diperoleh, meliputi data kejadian penyakit yang
dialami oleh kelompok terpapar dan kelompok tidak terpapar,
dilakukan pengolahan data agar dapat ditangani dengan mudah,
meliputi kegiatan editing, coding, processing, dan cleaning.
Selanjutnya data yang diperoleh disajikan dalam tabel.

2.6 Relative Risk


Risk rasio atau disebut juga Relative risk (RR) merupakan rasio dari risiko
untuk terjadinya penyakit pada kelompok terpapar dibandingkan kelompok yang
tidak terpapar . Murti mendefinisikan resiko relatif sebagai ukuran yang dapat
menunjukkan berapa kali risiko untuk mengalami penyakit pada populasi terpapar
relatif dibandingkan dengan populasi tidak terpapar. Insidensi Kumulatif
KelompokTerpapar Proporsi kasus baru pada kelompok yang terpapar insidensi

5
kumulatif kelompok tidak terpapar Proporsi kasus baru pada kelompok yang tidak
terpapar.
Insiden Kumulatif Proporsi kasus baru pada kelompok yang terpapar.
Insiden Kumulatif kelompok tidak terpapar Proporsi kasus baru pada
kelompok tidak terpapar

a
Insiden Kumulatif kelompok terpapar( )
Risk Rasio N1
¿
Insiden kumulatif kelompok tidak terpapar ¿ ¿ ¿
 Bila hasil perhitungan = 1, artinya tidak ada asosiasi antara paparan dan
penyakit
 Bila hasil perhitungan > 1, artinya paparan merupakan faktor resiko
penyakit, paparan meningkatkan resiko terkena penyakit tertentu.
 Bila hasil perhitungan < 1, artinya paparan memiliki efek protektif
terhadap penyakit, paparan melindungi atau mengurangi resiko penyakit
tertentu.

Contoh Kasus Sebuah penelitian kohort ingin melihat risiko orang yang merokok
untuk terkena kanker paru di Provinsi X. Pada awal penelitian sebanyak 5000
orang yang merokok dijadikan subyek penelitian dan 5000 orang lainnya sebagai
kelompok pembanding (tidak merokok). 20 tahun kemudian diketahui di antara
5000 orang yang merokok 200 orang di antaranya mengalami kanker paru, dan di
antara 5000 orang yang tidak merokok terdapat 50 orang yang mengalami kanker
paru. Hitunglah risiko relatif kelompok yang merokok untuk terkena penyakit
kanker paru dibandingkan dengan kelompok yang tidak terpapar !

Tabel. Data penelitian kohort merokok untuk terkena kanker paru di Provinsi X
Paparan Merokok Tidak Merokok Jumlah

Penyakit
Kanker Paru 200 50 250
Tidak Kanker 4800 4950 9770
Paru
Jumlah 5000 5000 10,000

6
Insidensi Kelompok Terpapar = 200/5000 = 0,4
Insidensi kelompok Tidak Terpapar = 50/5000 = 0,01

a
Insiden Kumulatif kelompok terpapar( )
Risk Rasio N 1 = 0,04 : 0,01 = 4
¿
Insiden kumulatif kelompok tidak terpapar ¿ ¿ ¿
Berdasarkan perhitungan diatas, maka dengan RR sebesar 4 dapat diinterpretasikan
sebagai risiko orang yang merokok untuk terkena kanker paru adalah 4 kali lebih besar
dibandingkan dengan orang yang tidak merokok.

2.6 Contoh Penelitian Kohort


2.6.1 Judul jurnal : Medication Adherence Before an Increase in
Antihypertensive Therapy: A Cohort Study Using Pharmacy Claims Data

Latar Belakang: Kurang dari sepertiga penderita hipertensi memperoleh kontrol


tekanan darah yang optimal. Ketaatan pengobatan yang buruk telah diidentifikasi
sebagai salah satu factor penyebab tekanan darah yang tidak terkontrol.

Tujuan: Penelitian ini dilakukan untuk menguji hipotesis bahwa pasien yang
memerlukan peningkatan rejimen antihipertensi memiliki kepatuhan yang lebih
rendah terhadap pengobatan dibandingkan dengan pasien yang tetap menjalani
rejimen yang stabil.

Metode: Pendaftaran rencana kesehatan dan data klaim farmasi digunakan untuk
melakukan studi kohort prospektif dan studi kontrol kasus bersarang pada pasien
yang baru memulai terapi antihipertensi. Dalam studi kohort prospektif,
kepatuhan pengobatan kumulatif (CMA, persentase hari pasien memiliki pil yang
tersedia, dihitung sebagai jumlah hari obat yang dikeluarkan, tidak termasuk resep
akhir, dibagi dengan jumlah hari antara yang pertama dan terakhir. Resep yang
tidak konsisten dalam periode pengamatan) dibandingkan antara pasien yang
membutuhkan peningkatan terapi dan pasien yang tetap menggunakan rejimen
antihipertensi yang stabil.

Hasil: Penelitian ini mencakup data dari 5089 pasien (rata-rata [SD], 47,8 [13,0]
tahun; 50,0% wanita). Selama rentang rata-rata (kisaran interkuartil) dari 23 (9-

7
49) bulan pengobatan antihipertensi awal, 935 pasien (18,4%) mengalami
peningkatan rejimen. Setelah disesuaikan dengan usia, lama pengobatan, jumlah
dokter resep, dan pengobatan spesifik, pasien dengan peningkatan rejimen
memiliki CMA 12,0% lebih tinggi dibandingkan pasien yang tinggal dengan
rejimen stabil (P <0,001).

Kesimpulan: Di antara pasien yang diasuransikan ini yang baru memulai terapi
antihipertensi, pasien yang membutuhkan peningkatan terapi memiliki kepatuhan
pengobatan yang serupa atau sedikit lebih baik dibandingkan dengan pasien yang
menjalani rejimen yang stabil. Ketidakpatuhan bukanlah intensifikasi yang
prediktif dari rejimen antihipertensi.

2.6.2 Judul jurnal : Adherence to Prescribed Oral Hypoglycaemic Medication in


a Population of Patients with Type 2 diabetes: A Retrospective Cohort
Study.

Latar Belakang : Tidak ada metode standar dalam mengukur kepatuhan pasien.
Metode sebelumnya termasuk rekam medik pasien, jumlah obat, dan alat
pemantauan kejadian penyakit (MEMS). Namun, metode tersebut memberikan
informasi yang tidak lengkap dan tidak dapat diandalkan dan pasien biasanya tahu
bahwa mereka sedang dalam penelitian.

Tujuan : Untuk mengevaluasi pola dan prediktor kepatuhan pada semua pasien
diabetes tipe 2 pada masyarakat yang mendapatkan pengobatan dengan obat
hipoglikemik oral tunggal. Secara khusus, untuk menguji hipotesis bahwa satu
tablet per hari apabila dikaitkan dengan kepatuhan pasien lebih baik daripada
lebih dari satu tablet per hari.

Metode : Desain penelitian yaitu studi kohort retrospektif yang dilakukan di


wilayah Tayside di Skotlandia (populasi sekitar 400.000). Peserta adalah
penduduk Tayside dari 1 januari 1993 sampai 31 Desember 1995 yang menerima
resep obat hipoglikemik oral (OHDs) setidaknya selama 12 bulan. Ukuran hasil
utama yaitu indeks kepatuhan untuk sulfonilurea dan metformin secara terpisah,
menyesuaikan resep selama dirawat di rumah sakit.

8
Hasil : Dari total 2920 subjek yang diidentifikasi, kepatuhan yang memadai
(≥90%) ditemukan pada 31% dari sulphonylurea yang diresepkan sendiri (n =
1329, median kepatuhan = 300 hari per tahun), dan pada 34% metformin yang
diresepkan sendiri (n = 528, median = 302 hari per tahun). Ada kecenderungan
linear yang signifikan untuk kepatuhan yang lebih rendah dengan peningkatan
jumlah tablet setiap hari yang dikonsumsi (p = 0,001) dan peningkatan
pengobatan bersama (p = 0,0001) untuk sulphonylureas saja setelah disesuaikan
dengan faktor lainnya.

Kesimpulan : Di masyarakat hanya ada satu dari tiga penderita diabetes tipe 2
yang memiliki kepatuhan terhadap OHDs. Satu tablet per hari dikaitkan dengan
kepatuhan yang lebih besar dibandingkan dengan banyak tablet per hari.
Kepatuhan yang buruk merupakan hambatan utama bagi manfaat rejimen obat
yang kompleks dalam pengobatan diabetes tipe 2.

2.6.3 Judul Jurnal : Population-Based Cohort Study of Anti-Infective Medication


Use before and after the Onset of Type 1 Diabetes in Children and
Adolescents.

Latar Belakang : Studi kohort berbasis populasi dilakukan di database PHARMO


Belanda untuk menyelidiki prevalensi dan pola pengobatan antiinfeksi pada anak-
anak dan remaja dengan diabetes tipe 1 (T1D) sebelum dan sesudah onset
penyakit ini.

Metode : Semua pasien <19 tahun dengan setidaknya 2 resep insulin (1999 -
2009) diidentifikasi dengan diabetes tipe 1(kohort T1D) dan dibandingkan dengan
kelompok referensi bebas diabetes dengan usia dan kecocokan jenis kelamin
(rasio: 1 sampai 4). Prevalensi dan jumlah rata-rata penggunaan antiinfeksi
dipelajari dari (sampai) 8 tahun sebelum hingga maksimal 4 tahun setelah onset
diabetes tipe 1 (T1D). Sebanyak 925 pasien diabetes tipe 1 (T1D) dan 3.591 anak
& remaja dalam kohort referensi (51% anak laki-laki, usia rata-rata 10,1 [standar
deviasi, 4,5] tahun) disertakan. Prevalensi total penggunaan anti-infeksi (62,6

9
dibandingkan dengan 52,6%, P <0,001) dan jumlah rata-rata resep (2,71
dibandingkan dengan 1,42 per anak, P <0,001) pada kohort diabetes tipe 1 (T1D)
yang secara signifikan lebih tinggi daripada kohort referensi setelah onset
diabetes. Pola ini konsisten pada jenis kelamin dan kategori umur dan sudah
diamati pada tahun sebelum onset diabetes tipe 1. Pasien dalam kohort diabetes
tipe 1 (T1D) mendapat lebih banyak antibakteri (49,8 dibandingkan dengan 40%,
P <0,001), antimikotik (4,0 dibandingkan dengan 1,3%, P <0,001), antivirus (2,5
dibandingkan dengan 0,4%, P <0,001), dan antibiotik lini kedua, seperti
aminoglikosida, kuinolon, dan sefalosporin generasi ketiga dan karbapenem.

Hasil: Dari Januari 1999 sampai Desember 2009, kami mengidentifikasi 925
anak-anak dan remaja dengan diabetes tipe 1 (kohort T1D) dan dibandingkan
dengan kelompok 3.591 individu bebas diabetes dengan usia dan jenis kelamin
yang cocok dari PHARMO RLS (kohort referensi). Usia rata-rata populasi
penelitian pada tanggal indeks adalah 10.1 (standar deviasi [SD], 4,5) tahun, dan
hampir 51% dari mereka adalah anak laki-laki. Mayoritas pasien dengan diabetes
tipe 1 dalam penelitian kami adalah 10 sampai 14 pada onset penyakit. Prevalensi
penggunaan obat antiinfeksi secara keseluruhan dari tanggal indeks sampai akhir
masa tindak lanjut secara signifikan lebih tinggi pada Kohort diabetes tipe 1
(62,6%) dibandingkan dengan kelompok referensi (52,6%)(P< 0,001).

10
Tabel 1

Kesimpulan : Prevalensi tahunan dan jumlah rata-rata resep anti infeksi pada
anak-anak dan remaja dengan diabetes tipe 1 lebih tinggi daripada kelompok
bebas diabetes dan jenis kelamin yang cocok dengan anak-anak dan remaja
sebelum dan sesudah timbulnya diabetes tipe 1. Lebih jauh lagi, pilihan senyawa
juga berbeda antara dua kohort. Temuannya yaitu peningkatan penggunaan anti

11
infeksi pada kohort diabetes tipe 1 (T1D) ada sebelum onset tipe1 diabetes dan
konsumsi senyawa anti infeksi lini kedua lebih banyak dalam periode ini
memerlukan penelitian lebih lanjut. Upaya gabungan dari dokter, ahli
mikrobiologi, akademisi, organisasi pemerintah, dan perusahaan farmasi
diperlukan untuk menemukan strategi pencegahan potensial terhadap diabetes tipe
1 dan mengobati infeksi pada pasien diabetes tipe 1 dengan benar.

12
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

a. Studi kohort adalah studi observasional dimana individu diklasifikasikan


(atau dipilih) sesuai dengan status paparan (terpapar atau tidak terpapar),
dan diikuti untuk mengevaluasi kejadian penyakit pada periode waktu
tertentu.

b. Kelebihan dari studi kohort meliputi, sudah ditetapkan bahwa subjek harus
bebas dari penyakit sejak awal penelitian, dapat menghitung dengan akurat
jumlah paparan yang dialami populasi, dapat menghitung laju insidensi
atau kecepatan terjadinya penyakit, dapat meneliti paparan yang langka.
memungkinkan untuk mempelajari sejumlah efek atau penyakit secara
serentak sebuah paparan dapat mengetahui, dapat memeriksa dan
mendiagnosa dengan teliti penyakit yang terjadi.bias dalam menyeleksi
subjek dan menentukan status paparan kecil, hubungan sebab akibat lebih
jelas dan lebih meyakinkan
Kekurangan dari studi kohort meliputi, bersifat observasional, pengamatan
dilakukan dari sebab ke akibat, sering disebut sebagai studi insidens,
terdapat kelompok control, terdapat hipotesis spesifik, dapat bersifat
prospektif ataupun retrospektif, dan untuk kohort retrospektif, sumber
datanya menggunakan data sekunder.

c. Contoh penelitian yang menggunakan studi kohort dari jurnal : Medication


Adherence Before an Increase in Antihypertensive Therapy: A Cohort
Study Using Pharmacy Claims Data, Adherence to Prescribed Oral
Hypoglycaemic Medication in a Population of Patients with Type 2
diabetes: A Retrospective Cohort Study

13
d. Tahapan melakukan studi kohort, yaitu merumuskan pertanyaan penelitian
dan hipotesis, menentukan kelompok terpapar dan tidak terpapar,
menentukan sampel, melakukan pengambilan data dan pencatatan,
mengolah dan menganalis data hasil penelitian.

3.2 Saran
Memperbanyak latihan dan membaca berbagai sumber akan meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan kita dalam memahami berbagai studi penelitian
yang nantinya akan mempermudah kita dalam penulisan karya ilmiah.

14

Anda mungkin juga menyukai