Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN FARMASI II

“Pembuatan Kapsul Berisi Pellet Piroksikam”

Disusun Oleh :

Nama : ‘Adlan Baqi I1C018076


Larasati Maharani I1C018078
Maylani Anjani S I1C018080
Shabrina Angger P I1C018082
Kelas/ Kelompok : B/8
Dosen pembimbing : Dr. Tuti Sri Suhesti, M.Sc., Apt.
Dhadhang Wahyu K, M.Sc., Apt
Beti Pudyastuti, M.Sc., Apt.
Asisten Praktikum : Linda Surya Kartika
PJ Laporan Praktikum : Adlan Baqi

LABORATORIUM FARMASETIKA
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2020
PERCOBAAN 5
PEMBUATAN DAN EVALUASI PELET DAN KAPSUL

A. TUJUAN
Mengetahui bagaimana proses pembuatan kapsul berisi pellet dan evaluasi kapsul
B. ALAT DAN BAHAN
a. Alat
Alat yang digunakan yaitu Ekstuder, Granulator dan mesin pengisi kapsul.

b. Bahan

Bahan yang digunakan untuk membuat pelet yaitu Piroksikam, Mikrokristalin selulosa,
Laktosa, Povidon K-30, Sodium starch glycollate, Purified water.

C. SKEMA PROSEDUR PEMBUATAN


 Pembuatan pellet dan filling kedalam kapsul piroksikam

Alat dan bahan


- Disiapkan alat yaitu
- Ditambahkan piroksikam 20 mg, mikrokristal selulosa 40 mg, laktosa 30 mg,
povidon K-30 5 mg, sodium starch glycollate 5 mg, purified water sampai
100 mg.

Granulasi
- Dibuat dengan granul baik itu dengan granul kering atau granulasi basah atau
menggunakan alat
- Dipasang alat granulasi
- Dipasang 2 alat pemutar granulasi
- Dimasukkan piroksikam, mikrokristal selulosa, laktosa, povidon K-30,
sodium starch glycollate kemudian diputar
- Ditambahkan purified water sambil diputar agar terbentuk masa granul
-
Ekstruksi
- Ditambahkan granul pada baki alat pembuatan
- Dimasukan secara perlahan sedikit demi sedikit pada alat ekstuksi
- Biarkan alat membentuk suatu ekstrudat selama 3-5 menit
- Massa ditekan kemudian massa tersebut mengalir keluar lubang untuk
menghasilkan ekstrudat yang berbentuk panjang
Spheronisasi
- Dimasukan ekstrudat kedalam alat Spheronisasi
- Dipecah dan dipotong partikel berbentuk silinder yang diekstrusi dengan cara
alat diputar selama 5-15 menit dengan kecepatan 1000-2000 rpm
- kstruksi berbentuk panjang yang seragam akan secara bertahap berubah
menjadi bentuk bola

Pellet
- Dikeringkan pelet yang sudah terbentuk dengan suhu ruang atau didalam
oven

Filling
- Difilling atau pelet dimasukkan ke dalam kapsul keras size 1 dengan cara
semi otomatik (machine CN-100) atau menggunakan alat otomatis (FEC40)

Kapsul piroksikam

Evaluasi Kapsul Piroksikam

1. Uji organoleptis

Kapsul piroksikam

- Dilakukan pengamatan bentuk, dimensi, warna, dan bau kapsul


-
Hasil

2. Uji keseragaman bobot

Kapsul piroksikam
- Diambil 10 kapsul
- Diuji kadar tiap kapsul (satu per satu)
- Didapatkan hasil kadar tiap kapsul
- Dicari rata-rata, deviasi, nilai k, nilai m
- Dimasukan ke rumus

Hasil
3. Uji waktu hancur

Kapsul piroksikam
- Dimasukan enam buah kapsul ke dalam tabung disintegration tester
- Diisi satu kapsul pada setiap tabung
- Dimasukkan ke dalam pengangas air dengan temperatur 37° C
- Dijalankan alat sampai semua kapsul hancur
- Dicatat waktunya dari masing masing kapsul untuk hancur

Hasil
4. Uji disolusi

Kapsul piroksikam
- Dimasukkan sejumlah volume media disolusi seperti yang tertera pada
masing masing monografi kedalam wadah
- Diatur suhu 37°± 0,5°C
- Dimasukan masing masing 1 kapsul pada 6 media uji disolusi
- Dihilangkan gelembung udara dari permukaan sediaan yang diuji
- Dijalankan alat pada laju kesepatan yang tertera dalam masing- masing
monografi
- Diambil cuplikan dan didapatkan persen obat terdisolusi

Hasil

D. FORMULASI

Bahan Jumlah
Piroksikam 20 mg
Mikrokristalin selulosa 40 mg
Laktosa 30 mg
Povidon K-30 5 mg
Sodium starch glycollate 5 mg
Purified water qs
Bobot pellet dalam kapsul 100 mg

E. PERHITUNGAN PENIMBANGAN FORMULASI


Piroksikam 20 mg x 10 = 200 mg
Mikrokristalin selulosa 40 mg x 10 = 400 mg
Laktosa 30 mg x 10 = 300 mg
Povidone K-30 5 mg x 10 = 50 mg
Sodium Strach Glycollate 5 mg x 10 = 50 mg
Purified water Qs Secukupnya

F. TABEL DATA
Organoleptis : Kapsul size 1 berwarna merah berisi pellet piroksikam berwarna kuning.
Rata-rata assay piroksikam : 99,0%
Rata-rata bobot kapsul : 99,5 ± 0,25 mg
Keseragaman sediaan

Kapsul Kadar (%)


1 98,0
2 100,5
3 100,0
4 97,5
5 98,0
6 99,0
7 101,0
8 99,5
9 97,0
10 99,0

Waktu hancur

Kapsul Waktu hancur


1 12 menit 30 detik
2 12 menit
3 13 menit
4 11 menit 30 detik
5 11 menit 30 detik
6 13 menit

Disolusi

Kapsul Persen obat


terdisolusi (Q45)
1 90%
2 88%
3 85%
4 85%
5 84%
6 87%

G. PEMBAHASAN

Pelet adalah sediaan berukuran kecil, mengalir bebas, diproduksi secara sistematis, unit
padat bulat atau semi bulat, aglomerat didefinisikan secara geometris dengan ukuran kira-kira
0,5 mm hingga 2,0 mm, diperoleh dari beragam bahan awal berupa bubuk halus atau butiran
granul dan eksipien yang menggunakan teknik peletisasi berbeda. Pelet yang ditujukan untuk
penggunaan oral diberikan dalam bentuk kapsul gelatin keras atau tablet hancur yang dengan
cepat membebaskan isinya di perut dan didistribusikan ke seluruh tubuh (Sirisha et al,2013).
Pelet memiliki beberapa keuntungan farmakologis diantaranya dapat terdispersi bebas dalam
saluran pencernaan, memaksimalkan penyerapan obat, mengurangi fluktuasi puncak plasma dan
meminimalkan potensi efek samping tanpa menurunkan ketersediaan hayati (Paradipa et
al,2019).

Keuntungan pellet (Sirisha et al,2013) :

a. Keuntungan Proses : Sebagai subunit, berbagai jenis partikel dengan permukaan yang
tidak terlalu berpori, bentuk bulat, rasio luas permukaan terhadap volume yang rendah
cocok untuk lapisan polimer obat yang fleksibel dan seragam.
b. Keuntungan Formulasi: Pelet menawarkan fleksibilitas yang lebih besar dalam desain dan
pengembangan bahan aktif menjadi bentuk sediaan oral seperti tablet, kapsul dan suspensi
dengan keuntungan terapeutik yang signifikan dibandingkan unit tunggal.
c. Keuntungan Terapeutik: Jika diberikan secara oral, pelet melewati pilorus bahkan dalam
keadaan tertutup dan menyebar dengan bebas ke seluruh saluran pencernaan dan
memaksimalkan penyerapan obat; meminimalkan iritasi lokal pada mukosa gastro-
intestinal oleh obat-obatan iritan tertentu karena jumlah obat yang tersedia dalam satu pelet
sangat kecil; mengurangi risiko dumping dosis; meningkatkan keamanan dan kemanjuran
obat; mengurangi fluktuasi plasma puncak dan meminimalkan potensi efek samping
dengan peningkatan ketersediaan hayati obat ; menawarkan pengurangan variasi laju
pengosongan lambung dan waktu transit yang kurang bergantung pada keadaan nutrisi;
mengurangi variabilitas antar dan intra pasien; lebih cocok untuk pembuatan formulasi
dengan obat-obatan yang sensitif terhadap asam seperti Eritromisin.
d. Dapat dibuat dalam berbagai kekuatan dosis tanpa mengubah formula atau proses.
Fleksibilitas tinggi dalam desain sediaan.
e. Meningkatkan sifat alir : bentuk spheris memiliki sifat alir yang baik sehingga dapat
meningkatkan proses produksi, misal tabletting, capsule filling, atau pengemasan.
f. Lebih terhindar dari debu.

Kerugian pellet (Kumari et al,2013) :

a. Pendosisan dengan volume lebih dipilih daripada jumlah dan dibagi tiap dosis tunggal zat
aktif tertentu.
b. Karena luas permukaan spesifik per dosis lebih tinggi, lebih banyak jumlah lapisan harus
diberikan.
c. Biaya produksi mahal dan membutuhkan alat khusus yang canggih.
d. Persiapan pelet adalah proses yang rumit dan memakan waktu.
e. Proses pentabletan dapat merusak penyalutan pellet.
f. Variasi ukuran pellet antar batch, biasanya antara 1-2 mm.
g. Pengisian pada kapsul gelatin lebih sulit.

Peletisasi adalah proses dimana bahan berbentuk halus atau granular dikonversi menjadi
unit kecil, mengalir bebas berbentuk sferis atau semi feris. Metode pelitisasi prinsipnya hampir
sama dengan proses granulasi. Proses yang digunakan secara luas adalah ekstruksi dan
sferonisasi, dan pelapisan dengan larutan atau suspense. Produksi pellet merupakan proses yang
mahal, membutuhkan peralatan sangat khusus, seperti ekstruder, sferonizer, dan rotor-
granulator (Gaur et al,2014).

Metode pembuatan pellet :


1. Extrusion–Spheronization
Teknik ekstrusi-sferonisasi merupakan teknik yang paling umum digunakan dalam
pembuatan pelet. Keunggulan teknik ekstrusisferonisasi dibandingkan teknik pembuatan pelet
lainnya adalah dapat menghasilkan pelet dalam jumlah banyak, distribusi ukuran pelet yang
sempit, bentuk pelet yang sferis, dan tingkat kerapuhan yang rendah (Dukić-Ott, 2008).
Variabel penting pada proses sferonisasi yang mempengaruhi karakteristik rendemen pelet,
ukuran pelet, bentuk pelet, kelembaban pelet, sifat alir pelet, kompresibilitas pelet, dan
kerapuhan pelet adalah kecepatan dan waktu sferonisasi. Kecepatan sferonisasi yang digunakan
untuk menghasilkan pelet yang menggunakan amilum termodifikasi dengan kualitas yang baik
adalah 400 rpm dengan lamanya waktu sferonisasi yang bervariasi yakni antara 2 menit hingga
15 menit (Paradipa et al, 2019).
Parameter kritis teknik ekstrusi-sferonisasi (Kumari et al,2013) :
- Jumlah dan pemerataan cairan pengikat pada granul basah (massa siap ekstruksi) :
berpengaruh pada optimum plasticity and cohesiveness pellet yang terbentuk.
- Ukuran mesh ektruder : berpengaruh pada diameter extrudat ukuran pellet.
- Kecepatan spheronizer : menghasilkan friksi yang memecah rod particles menjadi lebih
kecil dan membentuk menjadi massa spheris.
Tahapan proses (Dhandapani,2012) :
a. Pencampuran kering — Untuk mendapatkan bubuk yang homogen dispersi, ada
pencampuran kering bahan.
b. Massing basah — Di mana bubuk dicampur ke dalamnya membentuk massa plastik
yang sesuai.
c. Tahap ekstrusi — di mana massa basah dibentuk menjadi segmen silinder dengan
diameter seragam.
d. Tahap spheronisasi — di mana silinder-silinder kecil digulung menjadi bola padat yang
disebut pelet.
e. Pengeringan — Untuk mencapai kadar air akhir yang diinginkan, pengeringan pellet
yang diperoleh harus dilakukan.
f. Penapisan — Untuk mencapai distribusi ukuran sempit yang diinginkan.
g. Coating
Gambar 1. Proses Extrusion–Spheronization (Dhandapani,2012).
2. Solution/Suspension Layering
Solution/Suspension Layering merupakan pelapisan larutan atau suspensi zat aktif dan
pengikat (dan eksipien lain) pada pellet inti dengan ukuran tertentu. Teknik ini melibatkan
pengendapan lapisan larutan atau suspensi zat obat dan bahan pengikat yang berurutan yang
mungkin merupakan bahan inert atau butiran kristal dari obat yang sama. Dalam teknik ini,
partikel obat dan komponen lainnya dilarutkan atau tersuspensi dalam media. Droplet akan
mengenai inti dan menyebar secara merata saat larutan atau suspensi disemprotkan pada inti,
lalu dilanjutkan dengan pengeringan. Fase ini memungkinkan bahan terlarut untuk mengkristal
dan membentuk jembatan yang kokoh antara inti dan lapisan awal zat obat dan di antara lapisan
zat obat atau polimer berikutnya. Proses ini dilanjutkan sampai lapisan obat atau polimer yang
diinginkan terbentuk (Gaur et al,2014).
Parameter kritis metode Solution/Suspension layering yaitu ukuran partikel dari obat
dalam suspensi. Ukuran partikel kecil cenderung akan menghasilkan pellet yang permukaannya
halus, sebagai salah satu parameter pellet yang baik. Ukuran partikel besar akan membutuhkan
jumlah pengikat yang lebih banyak untuk dapat menempelkan partikel obat pada pellet inti,
permukaan pellet yang dihasilkan cenderung akan lebih kasar. Parameter lain meliputi
kelarutan, konsentrasi bahan pengikat, dan viskositas larutan / suspensi (Bhairy et al,2015).
Gambar 2. Proses Solution/Suspension Layering (Gaur et al, 2014).
3. Powder Layering
Selama proses powder layering harus dijaga keseimbangan antara kecepatan
penambahan serbuk kering dengan cairan pengikat dan kecepatan pengeringan. Jika tidak
terjaga, bisa terjadi over wetting atau debu berlebihan sehingga yield dan kualitas produk tidak
tercapai. Pada proses yang ideal, tidak terjadi pelengketan partikel pellet satu sama lain di akhir
proses.Teknik ini melibatkan pengendapan lapisan berturut-turut bubuk obat dan eksipien atau
keduanya pada inti atau inti yang telah dibentuk sebelumnya dengan bantuan cairan pengikat.
Selama pelapisan bubuk, larutan pengikat dan bubuk yang digiling halus ditambahkan secara
bersamaan ke inti pada kecepatan terkontrol yang telah ditentukan. Pada tahap awal partikel
obat diikat keinti yang selanjutnya membentuk pelet dengan bantuan jembatan cair yang berasal
dari cairan pengikat yang disemprotkan. Jembatan cair ini digantikan oleh jembatan padat yang
berasal dari bahan pengikat dalam media cair atau dari bahan apapun. Pelapisan obat yang
berurutan dan larutan pengikat berlanjut hingga ukuran pelet yang diinginkan tercapai (Gaur et
al,2014).
Parameter kritis yang terlibat dalam proses powder layering adalah kualitas bahan
pengikat, pengikat harus memiliki daya rekat tinggi dan viskositas yang sesuai, untuk menjamin
adhesi yang baik antara inti gula dan partikel obat, menghasilkan konsentrasi obat yang tinggi
dalam pelet. Parameter lain yaitu adanya wetting, flowing, dan anti-sticking agents, sifat alir dan
kebasahan bubuk, jenis dan posisi atomizer, jenis air cap, dan temperatur (Nastruzzi et
al,2000).
Gambar 3. Proses Powder Layering (Gaur et al,2014).
4. Melt Spheronization
Melt spheronization adalah proses di mana zat obat dan eksipien diubah menjadi
keadaan cair atau semi cair dan kemudian dibentuk menggunakan peralatan yang sesuai untuk
menghasilkan bola atau pelet padat. Obat tersebut dicampur dengan eksipien, polimer dan
diekstrusi pada suhu yang telah ditentukan. Suhu ekstrusi harus cukup tinggi untuk melelehkan
setidaknya satu komponen. Ekstrudat dipotong menjadi segmen silinder seragam. Kemudian
mereka disferonisasi. Pelet yang dihasilkan dikeringkan (Kumari et al, 2013). Parameter kritis
dari metode melt spheronization adalah barrel temperature, feed rate, kecepatan sekrup, beban
mesin, dan tekanan leleh (Bhairy et al,2015).
5. Spherical agglomeration / balling
Spherical agglomeration / balling adalah proses peletisasi di mana bubuk, dengan
tambahan jumlah cairan yang sesuai atau ketika mengalami suhu tinggi, diubah menjadi partikel
bola dengan aksi penggulingan yang terus menerus. Aglomerasi bola dapat dibagi menjadi dua
kategori yang berbeda, aglomerasi yang diinduksi oleh cairan dan aglomerasi yang diinduksi
lelehan. (Kumari et al,2013). Parameter kritis metode spherical balling meliputi ukuran partikel,
solubilitas bubuk, derajar kejenuhan cairan, dan viskositas fase cair (Deb &Ahmed,2013).

Kapsul adalah bentuk sediaan obat terbungkus cangkang kapsul, keras, atau lunak.
Cangkang kapsul dibuat dari gelatin atau tanpa zat tambahan lain. Ukuran cangkang kapsul
keras bervariasi dari nomor paling kecil (5) sampai nomor paling besar (000), kecuali ukuran
cangkang untuk hewan. Umumnya ukuran (00) adalah ukuran terbesar yang dapat diberikan
kepada pasien (Depkes RI, 1995).
Keuntungan kapsul menurut Syamsuni (2006), yaitu:

- Bentuknya menarik dan praktis.


- Cangkang kapsul tidak berasa sehingga dapat menutupi obat yang berasa dan berbau tidak
enak.
- Mudah ditelan dan cepat hancur atau larut dalam lambung sehingga obat cepat diabsorpsi.
- Dokter dapat mengkombinasikan beberapa macam obat dan dosis yang berbeda-beda sesuai
dengan kebutuhan pasien.
- Kapsul dapat diisi dengan cepat karena tidak memerlukan bahan zat tambahan atau
penolong seperti pada pembuatan pil maupun tablet.

Kerugian kapsul menurut Syamsuni (2006), yaitu:

- Tidak dapat untuk zat-zat yang mudah menguap karena pori-pori kapsul tidak dapat
menahan penguapan.
- Tidak dapat untuk zat-zat yang higroskopis (menyerap lembab).
- Tidak dapat untuk zat-zat yang dapat bereaksi dengan cangkang kapsul.
- Tidak dapat diberikan untuk balita
- Tidak dapat dibagi-bagi.

Macam-macam kapsul menurut Anief (1986), yaitu:

1. Kapsul gelatin keras


Kapsul gelatin keras merupakan kapsul yang mengandung gelatin, gula, dan air.
Kapsul dengan tutup diberi warna-warna. Diberi tambahan warna adalah untuk dapat
menarik dan dibedakan warnanya. Menurut besarnya, kapsul diberi nomor urut dari besar
ke kecil sebagai berikut: no. 000; 00; 0; 1; 2; 3. Kapsul harus disimpan dalam wadah gelas
yang tertutup kedap, terlindung dari debu, kelembaban dan temperatur yang ekstrim
(panas).
2. Kapsul cangkang lunak
Kapsul lunak merupakan kapsul yang tertutup dan diberi warna macam-macam.
Perbedaan komposisi kapsul gelatin lunak dengan kapsul gelatin keras yaitu gula diganti
dengan plasticizer yang membuat lunak, 5% gula dapat ditambahkan agar kapsul dapat
dikunyah. Sebagai plasticizer digunakan gliserin dan sorbitol atau campuran kedua
tersebut, atau polihidris alkohol lain.
3. Kapsul cangkang keras
Kapsul cangkang keras biasanya diisi dengan serbuk, butiran, atau granul. Bahan
semi padat atau cairan dapat juga diisikan ke dalam kapsul cangkang keras, tetapi jika
cairan dimasukkan dalam kapsul, salah satu teknik penutupan harus digunakan untuk
mencegah terjadinya kebocoran. Kapsul cangkang keras dapat diisi dengan tangan. Cara
ini memberikan kebebasan bagi penulis resep untuk memilih obat tunggal atau campuran
dengan dosis tepat yang paling baik bagi pasien. Fleksibelitas ini merupakan kelebihan
kapsul cangkang keras dibandingkan bentuk sediaan tablet atau kapsul cangkang lunak.

Tabel 1. Contoh Obat pada Kapsul Pelet (Kathpalia et al,2014).

Studi Bahan Yang Digunakan


a. Piroksikam (zat aktif)
 Pemerian : Serbuk; hampir putih atau cokelat terang atau kuning terang;
tidak berbau. bentuk monohidrat berwarna kuning
 Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air; dalam asam-asam encer dan
Sebagian besar pelarut organic; sukar larut dalam etanol dan dalam larutan alkali
mengandung air
 Fungsi : Inflamasi sendi
(Rowe et al, 2009)
b. Mikrokristalin selulosa (bahan pengisi)
 Pemerian : Serbuk kristalin; putih; tidak berbau; tidak berasa; tersusun atas
partikel-partikel berpori; higroskopis
 Kelarutan : Sukar larut dalam larutan NaOH 5% b/v; praktis tidak larut dalam air,
asam encer dan sebagian besar pelarut organic
(Rowe et al, 2009)
c. Laktosa (bahan pengisi)
 Pemerian : Serbuk atau masa, keras, putih atau putih krem, tidak berbau dan rasa
sedikit manis
 Kelarutan: Mudah larut dalam air dan lebih mudah larut dalam air mendidih, sangat
sukar larut dalam etanol, tidak larut dalam kloroform dan dalam eter
 Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
(Depkes RI, 1995)
d. Povidon K-30 (bahan pengikat)
 Pemerian : Serbuk putih atau putih kekuningan; berbau lemah atau tidak berbau,
higroskopik, bobot molekul berkisar antara 10.000 hingga 700.000
 Kelarutan : Mudah larut dalam asam, kloroform, etanol (95%), aseton, metanol dan
air, praktis tidak larut dalam eter, hidrokarbon, dan minyak mineral
(Rowe et al., 2009)
e. Sodium starch glycollate (bahan penghancur)
 Pemerian : serbuk yang memiliki laju alir baik, putih sampai agak putih, tidah
berbaudan tidak berasa
 Kelarutan : Larut sebagian di dalam etanol (95%), praktis tidak larut air
(Rowe et al, 2009)
f. Purified water (pelarut)
 Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna; tidak berbau
(Depkes RI, 2014)

Pada praktikum kali ini dilakukan pembuatan kapsul yang berisi pellet piroksikam.
Langkah pertama yang harus dilakukan adalah membuat pellet dan tahap akhirnya dimasukan
ke dalam kapsul keras size 1. Siapkan alat dan bahan yang terdiri dari piroksikam 20 mg,
mikrokristal selulose 40 mg, laktosa 30 mg, povidon k 30 5 mg, sodium starch glycollate 5 mg,
purified water sampai 100 mg kemudian masukan ke dalam alat untuk proses granulasi baik
granulasi kering maupun granulasi basah. Siapkan terlebih dahulu alat yang digunakan untuk
proses granulasi dan pasang 2 alat pemutar granulasi. Masukan piroksikam, mikrokristal
selulose, laktosa, povidon k 30, sodium starch glycollate kemudian diputar kemudian
tambahkan purified water sampai terbentuk masa granul. Granul yang sudah terbentuk
dimasukan ke dalam alat untuk melalui tahapan ekstruksi. Masukan granul secara perlahan,
sedikit demi sedikit ke dalam alat dan tunggu sampai alat membentuk ekstrudat selama 3-5
menit. Selanjutnya akan terbentuk masa yang nantinya ditekan keluar lubang untuk
menghasilkan ekstrudat berbentuk panjang. Ekstrudat yang dihasilkan selanjutnya dimasukan
ke dalam alat spheronisasi untuk dipecah dan dipotong menjadi partikel berbentuk silinder yang
diekstruksi dengan cara alat diputar selama 5-15 menit dengan kecepatan 1000-2000 rpm.
Kecepatan sferonisasi memengaruhi ukuran pelet yang dihasilkan. Kecepatan yang terlau tinggi
akan memberikan energi yang besar untuk memecah eksudat menjadi bentuk silinder yang yang
lebih pendek dan menghasilkan ukuran pelet yang terlalu kecil (Thommes and Kleinebudde,
2007). Kecepatan yang tinggi dan waktu yang lama akan menyebabkan kandungan lembab akan
berkurang selama proses sferonisasi. Semakin tinggi kecepatan sferonisasi, panas yang
ditimbulkan oleh putaran plat friksi akan meningkat, selanjutnya penguapan akan
meningkat dan kelembaban akan menurun. Hal tersebut menyebabkan perbedaan hasil
kelembaban pelet pada masing-masing kecepatan sferonisasi (Parikh, 1997). Ekstruksi
berbentuk panjang tadi secara perlahan akan berubah menjadi bentuk bola dan terbentuk pelet.
Pelet selanjutnya dikeringkan dengan suhu ruang atau di dalam oven, apabila sudah kering
masukan (filling) pelet ke dalam kapsul keras size 1 dengan cara semi otomatik menggunakan
maccine CN-100 atau menggunakan alat otomatis.Kapsul yangs sudah dihasilkan selanjutkan
dilakukan evaluasi tablet berisi pelet.

Evaaluasi Kapsul
a. Organoleptis
Pada sediaan kapsul, cangkang kapsul menggunakan size 1 volume sebesar 0,62
mm (Syamsuni, 2006) dan berwarna merah karena untuk menandai sediaan dengan
pengobatan berefek tinggi dibandingkan dengan kapsul berwarna hijau dan kuning yang
cenderung mempunyai efek ringan dan terbatas, serta lebih ekonomis dibandingkan
dengan kapsul warna putih (Bernard dan Olivier, 2005). Uji evaluasi organoleptis pada
pellet kapsul piroksikam berwarna kuning. Hal ini sudah sesuai dengan literatur bahwa
pellet piroksikam tersusun dari serbuk halus dan hablur berwarna kuning (terang)
(Binarjo dan Khotimah, 2017), dimana warna kuning tersebut ditunjukan dari salah satu
dari dua bentuk polimorfisme piroksikam yaitu berbentuk prisma atau kubik kristal
(Shohin et al., 2014).
b. Rata-rata Bobot Kapsul
Uji keseragaman kapsul dapat diuji dengan menimbang 20 kapsul, memberi label
satu persatu kemudian keluarkan isi tiap kapsul. Kemudian menimbang setiap cangkang
kapsul dan menghitung selisih antara bobot cangkang kapsul dengan masing-masing
bobot kapsul (Depkes RI, 2014). Setelah menimbang 20 kapsul tidak boleh lebih dari 2
kapsul yang bobot nya menyimpang 10 % dari bobot rata-ratanya dan tidak boleh 1 pun
kapsul menyimpang lebih besar dari 25 % (PerKBPOMRI, 2014). Hasil dari pengujian
keseragam bobot kapsul sudah memenuhi pesyaratan yang mana tidak boleh lebih 2
kapsul yang menyimpang dari 10 % bobot rata-rata kapsul (Nurani, Kumalasari, &
Zainab, 2017). Bobot rata-rata isi tiap kapsul kurang dari atau sama dengan 120 mg tidak
boleh lebih dari 10% dan untuk setiap 2 kapsul tidak lebih dari 20% (Depkes RI, 1979).
c. Rata-rata Assay Piroksikam
Rata-rata yang diperoleh adalah 99,0% sehingga masih diperbolehkan karena masih
masuk dalam batas. Berdasarkan Farmakope Indonesia Edisi IV bahwa kapsul dengan
bobot rata-rata ≤ 120 tidak boleh memiliki perbedaan dalam persen bobot isi tiap kapsul
terhadap bobot rata-rata isi kapsul lebih dari 85%-110% (Depkes RI, 2014).
d. Uji Keseragaman

Kadar
Kapsul NP
(%)
1 98 4.118
2 100.5 4.718
3 100 4.218
4 97.5 4.618
5 98 4.118
6 99 3.218
7 101 5.218
8 99.5 3.718
9 97 5.118
10 99 3.218
total 989.5
X 98.95
S 1.321825

Uji keseragaman berdasarkan data hasil praktikum menunjukan bahwa


keseragaman yang diuji yaitu keseragaman kandungan. Uji keseragaman kandungan
menjelaskan bahwa nlai penerimaan 10 kapsul tidak boleh kurang dari atau sama
dengan L1% yang mana nilai L1 merupakan nilai penerimaan maksimum yang
diperbolehkan. Nilai maksimum (L1) yang diperolehkan kecuali dinyatakan lain adalah
lima belas pada masing-masing monografi (Depkes RI, 2014). Uji keseragaman pada
hasil praktikum yang diperoleh sesuai dengan persyaratan pada literatur bahwa sepuluh
kapsul yang diuji, % kadarnya tidak ada yang melebihi nilai L1 (nilai penerimaan
maksimum)

e. Uji Waktu Hancur


Uji waktu hancur dimaksudkan untuk menetapkan kesesuaian batas waktu
hancur yang tertera dalam masing-masing monografi, kecuali pada etiket dinyatakan
kapsul dirancang untuk pelepasan kandungan obat secara bertahan dalam jangka waktu
tertentu atau melepaskan obat dalam dua periode berbeda atau lebih dengan jarak waktu
yang jelas di antara periode pelepasan tersebut. Uji waktu hancur dilakukan dengan
memasukan enam kapsul ke dalam keranjang dan dinaik-turunkan secara konstan 30
kali tiap menit. Uji ini dilakukan dalam media air bersuhu 37±2ºC. Uji ini dikatakan
berhasil dan memenuhi persyaratan apabila semua kapsul hancur kecuali bagian dari
cangkang kapsul dan waktu yang dibutuhkan untuk menghancurkan kapsul tidak boleh
lebih dari 15 menit (Depkes RI, 2014). Berdasarkan data hasil praktikum uji waktu
hancur pada kapsul berisi pellet piroksikam, keenam tablet memenuhi persyaratan
karena menunjukan waktu hancur yang dihasilkan tidak lebih dari 15 menit.
f. Uji Disolusi
Uji disolusi merupakan suatu metode fisika yang penting sebagai parameter
dalam pengembangan mutu sediaan obat yang didasarkan pada pengukuran kecepatan
pelepasan dan pelarutan zat aktif dari sediaanya. Uji disolusi digunakan untuk uji
bioavailabilitas secara in vitro, karena hasil uji disolusi berhubungan dengan
ketersediaan hayati obat dalam tubuh. Uji disolusi penting sebagai (1) petunjuk untuk
pengembangan formulasi dan produk obat, (2) kontrol kualitas selama proses produksi
(3) memastikan kualitas bioekivalen in vitro antar batch dan (4) regulasi pemasaran
produk obat (Allen et al, 2005). Pada praktikum dihasilkan data :

Kapsul Persen obat terdisolusi (Q45)


1 90%
2 88%
3 85%
4 85%
5 84%
6 87%

Pada uji disolusi kapsul piroksikam di dalam tabel diatas, rentang uji disolusi kapsul
piroksikam yaitu 84%-90%, artinya sudah sesua literatur yang menunjukkan bahwa
kapsul piroksikam sudah terdisolusi seluruhnya dalam waktu 45 menit, karena dalam
waktu tersebut harus larut tidak kurang dari 75% (Q) dari jumlah yang tertera pada
etiket (Depkes RI, 2014)

(Depkes RI,2014)

H. KESIMPULAN
Pembuatan kapsul berisi pelet piroksikam menggunakan metode Extrusion Spheronization
memiliki keuntungan dapat menghasilkan pelet dengan jumlah yang banyak, distribusi ukuran,
yang sempit, bentuk pelet yang sferis, dan tingkat kerapuhan yang rendah. Metode ini terdiri
dari beberapa tahapan yang diawali dengan pencampuran kering, massing basah, ekstrusi, tahap
sferonisasi, pengeringan, penapisan, dan coating. Setelah diperoleh kapsul berisi pelet dilakukan
evaluasi. Uji organoleptis menunjukan adanya warna merah. Warna ini untuk menandai sediaan
memiliki efek tinggi dalam pengobatan dibandingkan dengan kapsul berwarna hijau dan kuning
yang cenderung mempunyai efek ringan dan terbatas, serta lebih ekonomis dibandingkan
dengan kapsul warna putih, pelet piroksikam berwarna kuning karena salah satu dari dua bentuk
polimorfisme piroksikam berupa prisma atau kubik Kristal. Pada uji rata-rata assay yang tertera
diperoleh hasil sebesar 99,0% yang masih diperbolehkan karena masuk dalam rentang ( 85% -
110%). Pada uji disolusi rentang kapsul piroksikam diperoleh sebesar 84%-90% yang sesuai
dengan literature. Hal ini menunjukan bahwa kapsul piroksikam sudah terdisolusi seluruhnya
dalam waktu 45 menit, karena dalam waktu tersebut harus larut tidak kurang dari 75% (Q) dari
jumlah yang tertera pada etiket. Pada uji waktu hancur, sebanyak 10 kapsul memiliki waktu
hancur yang tidak lebih dari 15 menit sehingga hasil uji waktu hancur ini sesuai dengan
persyaratan pada kompendial dan evaluasi uji keseragaman juga sesuai dengan persyaratan
karena sepuluh kapsul yang diuji % kadarnya tidak ada yang melebihi nilai L1 (nilai
penerimaan maksimum = 15)

DAFTAR PUSTAKA
Allen, L. V. Jr., Popovich, N. G., and Ansel, H.C. 2005. Ansel’s Pharmaceutical Dosage Form and
Drug Delivery System, Eight Edition. Philadelphia, : Lippincot Williams and Wilkins.

Anief, M. 1986. Ilmu Farmasi. Jakarta: Ghalia Indonesia

Bernard Roullet and Olivier Droulers., 2005. "Pharmaceutical Packaging Color and Drug Expectancy",
in NA - Advances in Consumer Research Volume 32, eds. Geeta Menon and Akshay R. Rao,
Duluth, MN”. Association for Consumer Research. 164-171.

Bhairy, S. R., Habade, B. M., Shivram, K. G., Vidula, R. G., Yogita, K. G., & Sagar, K. K. 2015.
Pellets and pelletization as multiparticulate drug delivery systems (mpdds): A conventional and
novel approach. International Journal of Institutional Pharmacy and Life Sciences, 5(4).

Binarjo, A., dan Khotimah, H., 2017. “Disolusi Kapsul Dispersi Padat Piroksikam-PEG 6000 selama
Penyimpanan”. IJPST. 4(1) : 18-26.

Deb, R., & Ahmed, A. B. 2013. Pellets and Pelletization techniques: A critical review. Int Res J Pharm,
4(4), 90-95.

Depkes RI., 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan Indonesia

Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi 4. Jakarta: Departemen Kesehatan Indoensia

Depkes RI. 2014. Farmakope Indonesia Edisi 5. Jakarta: Departemen Kesehatan Indonesia.

Dhandapani, N. V. 2012. Pelletization by Extrusion-Spheronization-A detailed review. The All Results


Journals: Biol, 3(2), 10-23.

Dukić-Ott, A. 2008. Modified Starch as an Excipient for Pellets Prepared by Means of


Extrusion/Spheronisation. Thesis. Germany: Laboratory of Pharmaceutical Technology, Faculty
of Pharmaceutical Sciences, Ghent University.

Gaur, P. K., Mishra, S., Bhardwaj, S., Kumar, S. S., Bajpai, M., Verma, A., & Verma, N. 2014. Recent
Developments for Oral Time Controlled Drug Delivery by Pelletization Techniques: An
Overview. Journal of Pharmaceutical Sciences and Pharmacology, 1(4), 283-295.

Kathpalia, H., Sharma, K., & Doshi, G. 2014. Recent trends in Hard Gelatin capsule delivery System.
Journal of Advanced Pharmacy Education & Research Apr-Jun, 4(2).
Kumari, M. H., Samatha, K., Balaji, A., & Shankar, M. U. 2013. RECENT NOVEL
ADVANDCEMENTS IN PELLET FORMULATION: A REVIEW. International Journal of
Pharmaceutical Sciences and Research, 4(10), 3803.

Nastruzzi, C., Cortesi, R., Esposito, E., Genovesi, A., Spadoni, A., Vecchio, C., & Menegatti, E. 2000.
Influence of formulation and process parameters on pellet production by powder layering
technique. Aaps Pharmscitech, 1(2), 14-25.

Nurani, Kumalasari, & Zainab., 2017. “Penetapan Kadar Logam, Cemaran Mikroba dan Uji Disolusi
Kapsul Ekstrak Etanol Akar Pasak Bumi”. Pharmaciana. 295-304.

Paradipa, I. P. B. M., Wijayanti, N. P. A. D., & Arisanti, C. I. S. 2019. Pengaruh Waktu Sferonisasi
Terhadap Sifat Fisik Pelet Yang Dibuat Menggunakan Metode Ekstrusi-sferonisasi. Jurnal
Farmasi Udayana, 2(1), 279716.

Parikh, D. M. 1997. Handbook of Pharmaceutical Granulation of Technology. New York: Marcel


Dekker Inc.

PerKBPOMRI., 2014. Persyaratan Mutu Obat Tradisional. Jakarta : BPOMRI.

Raini, M., Daroham M., dan Padji L., 2010, Uji Disolusi dan Penetapan Kadar Tablet
Loratadin Inovator dan Generik Bermerek, Media Litbang Kesehatan, XX(2): 59-64

Rowe R. C., Sheskey, P. J., Queen, M. E. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients


Sixth Edition. London: Pharmaceutical Press and American Pharmacists Assosiation

Shohin, I. E., Julia, I.K., Galina, V. R., Bertil, A., Sabine, K., Peter, L., James, E. P., Vinod, P.S., D.W.
Groot., Dirk, M. B., dan Jennifer, B.D., 2014. “Biowaiver Monographs for Immediate Release
Solid Oral Dosage Forms: Piroxicam”. Journal Of Pharmaceutical Sciences. 103 : 367–377.

Sirisha, V. R. K., Sri, K. V., Suresh, K., Reddy, G. K., & Devanna, N. 2013. A review of pellets and
pelletization process-a multiparticulate drug delivery system. International Journal of
Pharmaceutical Sciences and Research, 4(6), 2145.

Syamsuni. 2006. Farmasetika Dasar & Hitungan Farmasi. Jakarta : EGC


Tommes, Markus and Peter Kleinebudde. 2007. Properties of Pellets Manufactured by Wet
Extrusion/Spheronization Process Using k-Carrageenan: Effect of Process Parameters. AAPS
PharmSciTech. 8 (4) Article 95. E1– E8

Anda mungkin juga menyukai