Anda di halaman 1dari 13

REFERAT

FUNDUSKOPI
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik
di Bagian Stase Syaraf Rumah Sakit Umum Daerah Panembahan Senopati Bantul

Diajukan Kepada :
dr. Yoseph Budiman Sp.S

Disusun oleh :
Arif Tantri H, S.Ked
20090310216

SMF SYARAF
RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2015

HALAMAN PENGESAHAN

REFERAT
FUNDUSKOPI

Disusun oleh:
Arif Tantri Hartoyo
20090310216

Telah dipresentasikan pada:


5 Maret 2015

Bantul, 5 Maret 2015


Menyetujui dan mengesahkan,
Pembimbing

Dr. Yoseph Budiman Sp.S


BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG

Saraf-saraf kecil pada retina merasakan sinar dan mengrimkan gelombang


saraf kepada saraf optikus, yang akan membawa gelombang saraf tersebut ke otak.
Kelainan di sepanjang saraf optikus dan percabangannya, maupun kerusakan pada
otak bagian belakang (yang mengolah rangsangan visuil) bisa menyebabkan
gangguan penglihatan. Oftalmoskop adalah alat yang memencarkan seberkas sinar
kedalam mata, memungkinkan dokter memeriksa retina atau bagian belakang bola
mata melalui pupil. Pemeriksaan oftalmoskopi dan penafsiran pemeriksaan hasil
pemeriksaan ini merupakan bagian terpenting dari rangkaian pemeriksaan medik
yang komprehensif. Dengan prosedur ini dapat dilihat gejala-gejala yang dapat
menunjukkan adanya retina lepas, glaukoma, tekanan darah tinggi, penyakit
diabetes melitus, tumor otak dan penyakit-penyakit lain. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini, penulis membuat pembahasan kasus referat ini mengenai kelainan
syaraf optikus dan pemeriksaan Funduskopi.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.2 Bagaimana fisiologi Nerfus optikus?
1.2.3 Bagaimana cara pemeriksaan menggunakan funduskopi?
1.3 Tujuan
1.3.2 Mengetahui fisiologi Nerfus optikus
1.3.3 Mengetahui cara pemeriksaan menggunakan funduskopi?
1.4 Manfaat
1.4.1 Menambah wawasan mengenai ilmu kedokteran pada umumnya, dan
ilmu penyakit mata pada khususnya.
I.4.2 Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang
mengikuti kepaniteraan klinik bagian ilmu penyakit mata
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Histologi Nervus Optikus

Retina merupakan reseptor permukaan untuk informasi visual.


Sebagaimana halnya nervus optikus, retina merupakan bagian dari otak
meskipun secara fisik terletak di perifer dari sistem saraf pusat (SSP).
Komponen yang paling utama dari retina adalah sel-sel reseptor sensoris
atau fotoreseptor dan beberapa jenis neuron dari jaras penglihatan. Lapisan
terdalam (neuron pertama) retina mengandung fotoreseptor (sel batang dan
sel kerucut) dan dua lapisan yang lebih superfisial mengandung neuron
bipolar (lapisan neuron kedua) serta sel-sel ganglion (lapisan neuron
ketiga). Sekitar satu juta akson dari sel-sel ganglion ini berjalan pada
lapisan serat retina ke papila atau kaput nervus optikus. Pada bagian
tengah kaput nervus optikus tersebut keluar cabang-cabang dari arteri
centralis retina yang merupakan cabang dari a.oftalmika.
Nervus optikus memasuki ruang intrakranial melalui foramen
optikum. Di depan tuber sinerium (tangkai hipofisis) nervus optikus kiri
dan kanan bergabung menjadi satu berkas membentuk kiasma optikum. Di
depan tuber sinerium nervus optikus kanan dan kiri bergabung menjadi
satu berkas membentuk kiasma optikum, dimana serabut bagian nasal dari
masing-masing mata akan bersilangan dan kemudian menyatu dengan
serabut temporal mata yang lain membentuk traktus optikus dan
melanjutkan perjalanan untuk ke korpus genikulatum lateral dan kolikulus
superior. Kiasma optikum terletak di tengah anterior dari sirkulus Willisi.
Serabut saraf yang bersinaps di korpus genikulatum lateral merupakan
jaras visual sedangkan serabut saraf yang berakhir di kolikulus superior
menghantarkan impuls visual yang membangkitkan refleks opsomatik
seperti refleks pupil.
Setelah sampai di korpus genikulatum lateral, serabut saraf yang
membawa impuls penglihatan akan berlanjut melalui radiatio optika (optic
radiation) atau traktus genikulokalkarina ke korteks penglihatan primer di
girus kalkarina. Korteks penglihatan primer tersebut mendapat
vaskularisasi dari a. kalkarina yang merupakan cabang dari a. serebri
posterior. Serabut yang berasal dari bagian medial korpus genikulatum
lateral membawa impuls lapang pandang bawah sedangkan serabut yang
berasal dari lateral membawa impuls dari lapang pandang atas (gambar 3).
Pada refleks pupil, setelah serabut saraf berlanjut ke arah kolikulus
superior, saraf akan berakhir pada nukleus area pretektal. Neuron
interkalasi yang berhubungan dengan nucleus Eidinger-Westphal
(parasimpatik) dari kedua sisi menyebabkan refleks cahaya menjadi
bersifat konsensual. Saraf eferen motorik berasal dari nukleus Eidinger-
Westphal dan menyertai nervus okulomotorius (N.III) ke dalam rongga
orbita untuk mengkonstriksikan otot sfingter pupil

2.2 Pemeriksaan Sistem Visual

Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada sistem visual antara lain:


1. Pemeriksaan visus
2. Pemeriksaan refleks pupil
3. Pemeriksaan lapang pandang
4. Pemeriksaan funduskopi

Pemeriksaan visus dilakukan dengan membaca kartu Snellen pada


jarak 6 meter. Masing-masing mata diperiksa secara terpisah, diikuti
dengan pemeriksaan menggunakan pinhole untuk menyingkirkan kelainan
visus akibat gangguan refraksi. Penilaian diukur dari barisan terkecil yang
masih dapat dibaca oleh pasien dengan benar, dengan nilai normal visus
adalah 6/6. Apabila pasien hanya bisa membedakan gerakan tangan
pemeriksa maka visusnya adalah 1/300, sedangkan apabila pasien hanya
dapat membedakan kesan gelap terang (cahaya) maka visusnya 1/∞.
Pemeriksaan refleks pupil atau refleks cahaya terdiri dari reaksi
cahaya langsung dan tidak langsung (konsensual). Refleks cahya langsung
maksudnya adalah mengecilnya pupil (miosis) pada mata yang disinari
cahaya. Sedangkan refleks cahaya tidak langsung atau konsensual adalah
mengecilnya pupil pada mata yang tidak disinari cahaya. Pemeriksaan
lapang pandang bertujuan untuk memeriksa batas perifer penglihatan,
yaitu batas dimana benda dapat dilihat bila mata difiksasi pada satu titik.
Lapang pandang yang normal mempunyai bentuk tertentu dan tidak sama
ke semua jurusan, misalnya ke lateral kita dapat melihat 90 – 100o dari
titik fiksasi, ke medial 60o, ke atas 50 – 60o dan ke bawah 60 – 75o.
Terdapat dua jenis pemeriksaan lapang pandang yaitu pemeriksaan secara
kasar (tes konfrontasi) dan pemeriksaan yang lebih teliti dengan
menggunakan kampimeter atau perimeter.
Pemeriksaan funduskopi di bidang neurologi bertujuan untuk
menilai keadaan fundus okuli terutama retina dan papil nervus optikus.
Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan alat berupa oftalmoskop.
Papil normal berbentuk lonjong, warna jingga muda, di bagian temporal
sedikit pucat, batas dengan sekitarnya tegas, hanya di bagian nasal agak
kabur. Selain itu juga terdapat lekukan fisiologis. Pembuluh darah muncul
di bagian tengah, bercabang keatas. Jalannya arteri agak lurus, sedangkan
vena berkelok-kelok. Perbandingan besar vena : arteri adalah 5:4 sampai
3:2.

2.3 Gangguan Pada Nervus Optikus

2.3.1 Kelainan pada pemeriksaan refleks pupil


Reaksi pupil terhadap cahaya dapat menghilang atau berkurang
jika terdapat lesi yang mengenai jaras penglihatan pada lintasan saraf yang
berperan pada refleks pupil atau reflex cahaya tersebut. Kelainan tersebut
termasuk diataranya :
1. Kegagalan cahaya untuk mencapai retina, misalnya akibat katarak dan
kekeruhan cairan vitreus pada pasien diabetes melitus.
2. Penyakit pada retina, seperti retinitis pigmentosa, perdarahan makula,
atau scar.
3. Penyakit atau kelainan pada nervus optikus seperti neuritis optik,
neuritis retrobulbar, dan atrofi nervus optikus.
4. Kelainan yang mengenai traktus optikus dan hubungannya dengan
batang otak
5. Penyakit atau kelainan pada batang otak
6. Penyakit atau kelainan pada nervus okulomotorius atau gangion siliare

2.3.2. Kelainan pada pemeriksaan lapang pandang

Jika terdapat lesi di sepanjang lintasan nervus optikus (N.II) hingga


korteks sensorik, akan menunjukkan gejala gangguan penglihatan yaitu
pada lapang pandang atau medan penglihatan. Lesi pada nervus optikus
akan mengakibatkan kebutaan atau anopsia pada mata yang disarafinya.
Hal ini disebabkan karena penyumbatan arteri centralis retina yang
mendarahi retina tanpa kolateral, ataupun arteri karotis interna yang akan
bercabang menjadi arteri oftalmika yang kemudian menjadi arteri centralis
retina. Kebutaan tersebut terjadi tiba-tiba dan disebut amaurosis fugax.
Lesi pada bagian medial kiasma akan menghilangkan medan
penglihatan temporal yang disebut hemianopsia bitemporal, sedangkan lesi
pada kedua bagian lateralnya akan menimbulkan hemianopsia binasal.
Lesi pada traktus optikus akan menyebabkan hemianopsia homonim
kontralateral. Lesi pada radiasio optika bagian medial akan menyebabkan
quadroanopsia inferior homonim kontralateral, sedangkan lesi pada
serabut lateralnya akan menyebabkan quadroanopsia superior homonim
kontralateral

2.3. 3. Kelainan pada pemeriksaan funduskopi

Dalam bidang neurologi, kelainan papil nervus optikus yang perlu


diperhatikan adalah papil yang mengalami atrofi dan sembab atau
papiledema. Pada papil yang mengalami atrofi, warna papil menjadi pucat,
batasnya tegas dan pembuluh darah berkurang. Pada atrofi sekunder warna
papil juga pucat tetapi batasnya tidak tegas. Lamina cribrosa terlihat pada
atrofi primer. Atrofi primer dijumpai pada kasus lesi nervus optikus atau
kiasma optikum (misalnya pada tumor hipofise atau arachnoiditis opto-
kiasmatis). Atrofi sekunder merupakan akibat lanjut dari papiledema,
misalnya pada pasien yang menderita tekanan tinggi intrakranial yang
lama.
Papiledema dapat disebabkan oleh radang aktif ataupun
bendungan. Bila oleh radang aktif hal ini disebut papilitis atau neuritis
optik yang biasanya disertai perburukan visus yang hebat. Bila di bagian
distal N.II yang mengalami inflamasi, sedangkan papilnya normal, hal ini
disebut neuritis retrobulbar.

Gambar 1 Normal Okular Fundus


Gambar 2 Gambaran cup disc ratio

Gambar 2 merupaka gambaran dari cup disk ratio dengan


diameter normal nya adalah 0,3-0,5 cm , ukuran yang abnormal
menunjukan kemungkinan ada nya glaucoma.

Gambar 3 Cotton wall spot


Pada gambar no 3 adalah gambara dari cotton wall spot
yang merupakan daerah yang mengalami gangguan perfusi pada retina
akibat spasme arteriol atau arteriovenous nicking. Gambaran cotton wall
spot biasanya ditemukan pada pasien dengan Retinopati diabetic, anemia

Gambar 4 Hard exudate


Hard exudate merupakan deposit dari lipid dan protein dari
retina. Hyperlipidemia mungkin berhubungan dengan perkembangan dari
hard exudate.
Gambar 5 Papiledema
Papiledema adalah suatu pembengkakan discus saraf optik sebagai
akibat seunder dari peningkatan tekanan intrakranial. Berbeda dengan
penyabab lain dari pembengkakan discus saraf optik, pengelihatan
biasanya masih cukup baik pada papilledema akut. Papilledema hampir
selalu timbul sebagai fenomena bilateral dan dapat berkembang dalam
beberapa jam sampai beberapa minggu. Istilah ini tidak dapat digunakan
untuk menggambarkan pembengkakkan discus saraf optik yang
disebabkan oleh karena infeksi, infiltratif, atau peradangan. Edema discus
saraf optic, biasanya bilateral, yang disebabkan oleh karena peningkatan
tekanan intrakranial.
Etiologi papiloedema adalah Setiap tumor atau space-occupying
lesions (SOL) pada SSP, Hipertensi intrakranial idiopatik, Penurunan
resorbsi LCS (cth, thrombosis sinus venosus, proses peradangan,
meningitis, perdarahan subarachnoid), Peningkatan produksi LCS (tumor),
Obstruksi pada sistem ventricular, Edema serebri/encephalitis,
Craniosynostosis.
DAFTAR PUSTAKA

1. Froetscher M & Baehr M. Duus Topical Diagnosis in Neurology. 4th

edition. 2005. Stuttgart : Thieme. p 130 – 137.

2. Mardjono Mahar & Sidharta Priguna. Neurologi klinis dasar. Edisi V.

jakarta : dian rakyat. 2004. p 116 – 126.

3. Guyton AC, Hall JE. Neurofisiologi Penglihatan Sentral. Dalam : Buku

Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. 1997. Jakarta : EGC. p 825.

4. Lumbantobing S. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental.

Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2006. P 25 – 46.

5. Ilyas Sidharta. Pemeriksaan Pupil. Dalam : Ilmu Penyakit Mata. Edisi

Ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. p 31 – 33.

6. Gilroy Jhon. Abnormalities of Pupillary Light Reflex. In : Basic

Neurology. Third edition. New York : Mc Graw-Hill. 2000. p26 – 27.

7. Riordan-Eva Paul and Whitcher John P. The Optic Nerve. In : Vaughan &

Asbury’s General Ophthalmology 17th Edition. New York : Mc Graw-Hill

Lange. 2007.

Anda mungkin juga menyukai