Ketika melakukan sebuah komunikasi lisan, seorang pembicara harus memerhatikan
postur, gestur, kontak mata dan pola suara/bicara karena dapat mempengaruhi penyampaian materi atau pesan kepada audiens. a. Postur Postur tubuh seorang pembicara akan mencerminkan sikapnya terhadap audiens dan dapat memperlihatkan tingkat kepercayaan diri. Misalnya dalam presentasi, presenter yang melakukan presentasi dengan sering menundukkan kepala dan bahu yang tidak tegap (merosot) akan terlihat meyakinkan. Untuk memproyeksikan kepercayaan diri dan etos positif kepada audiens, seorang presenter dapat melakukan presentasi dengan berdiri lurus dengan pandangan lurus menatap audiens. b. Gestur Salah satu gestur yang paling terlihat dan sering dilakukan oleh seorang saat berkomunikasi secara lisan adalah gerakan tangan. Dalam melakukan suatu komunikasi lisan, gestur harus alami dan tidak berlebihan agar audiens tetap dapat fokus kepada materi dan tidak teralihkan dengan gestur pembicara. Biasanya seseorang terlihat paling alami ketika dia melakukan komunikasi lisan dengan menekuk lengan dan menjaga disisi meraka saat berdiri ataupun duduk. c. Kontak Mata Kontak mata sangat penting untuk dilakukan terlebih jika presentasi dilakukan secara langsung. Melalui kontak mata, presenter akan dapat merasa terhubung dengan audiensnya, dan audiens akan merasa seolah-olah presenter berbicara kepada mereka secara pribadi. Hal ini dapat memudakan pembicara dalam menyampaikan pesan atau materi. Selain itu melalui kontak mata pembicara juga dapat melihat apakah audiens dapat menerima atau paham dengan materi yang disampaikan dengan baik atau sebaliknya. d. Pola Suara Pola suara sangat mempengaruhi komunikasi lisan karena sebagian besar kesuksesan komunikasi ini bergantung kepada kemampuan vocal pembicara. Pola suara setiap individu berbeda-beda, karena sebagian besar terbentuk ketika berumur 5 tahun, namun hal ini dapat diubah dan disesuaikan. Dalam melakukan komunikasi lisan seorang pembicara harus menyampaikan dengan artikulasi yang jelas/clear agar audiens dapat mengerti, mampu mengontrol dan memvariasikan volume suara, tidak berbicara terlalu cepat namun harus menggunakan jeda antar pokok bahasan, memvariasikan ritme untuk menghindari nada suara yang monoton dan mencerminkan antusisme dan energi dalam komunikasi.