yang komprehensif. Artinya tidak ada satu perkara pun dalam hidup ini terlepas dari
perhatian agama islam. Begitupun perkara yang berkaitan dengan kehidupan
bernegara dan juga kehidupan masyarakat, termasuk di dalamnya bentuk
pemerintahan dalam islam diatur dalam Al-Qur’an dan Hadist.
Terkait dengan bentuk pemerintahan yang dianut di Indonesia adalah demokrasi,
sebetulnya demokrasi ini tidak dikenal dalam islam. Di sisi lain dalam praktik
penyelenggaraan negara modern saat ini, istilah musyawarah seringkali identik
dengan demokrasi. Paling tidak seringkali demokrasi dalam pandangan islam ini
dikaitkan dengan istilah syura/ musyawarah.
Adapun Asy-Syawi (1997: 383) meyatakan yang dimaksud dengan syura adalah
“tukar menukar pendapat, dan ikut serta dalam hal tanggung jawab masyarakat dan
dalam menjalankan urusan-urusannya, serta mengambil ketetapan-ketetapan yang
menjadi keperluan jamaah.” Namun demikian bahwa yang dimaksud dengan
demokrasi adalah bentuk syura versi Barat dan tidak seluruhnya sama benar dengan
syura yang dimaksud dalan Islam, karena musyawarah demokrasi lebih menekankan
pada suara mayoritas saja tanpa terlalu mempertimbangkan syariat-syariat Islam.
Artinya hasil musyawarah yang dijadikan patokan untuk memutuskan kebijakan
adalah suara mayoritas tanpa memandang kesesuainya dengan syariat-syariat Islam.
Berkaitan dengan hal tersebut, Al-Aqqad (Tim Penulis Dosen pendidikan Agama
Islam Universitas Indonesia, 2009: 177) menyatakan bahwa “suara mayoritas dalam
musyawarah bukanlah tolak ukur kebenaran menurut konsep Islam, karena dalam
berbagai ayat dan surat Al-Qur’an jelas tidak membenarkan asumsi bahwa suara
mayoritas mutlak kebenarannya”.
Lebih lanjut demokrasi yang berkembang dari dunia Barat ini juga seringkali
dipahami bahwa kekuasaan berada di tangan rakyat. Sedangkan dalam Islam,
kekuasaan mutlak hanya berada pada Allah. Hal ini sesuaia dengan firman Allah
dalam Q.S. Al-Araf ayat 56. Artinya: Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang
telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas
'Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan
(diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk
kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah.
Maha suci Allah, Tuhan semesta alam. (Q.S. Al-Araf ayat 56).
Dari ayat ini berkaitan dengan demokrasi yang perlu digaris bawahi bahwa
“Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha suci Allah, Tuhan
semesta alam, ” ini menunjukan bahwa kedaulatan yang sesungguhnya hanyalah di
tangan Allah. Dalam hal ini Al-Maududi (Tim Penulis Dosen pendidikan Agama
Islam Universitas Indonesia,2009:177) menyatakan bahwa “musyawarah yang
diistilahkan demokrasi Islam menyandarkan politiknya pada landasan kedaulatan
Tuhan dan kekhalifahan manusia.” Artinya dalam islam diyakini bahwa kekuasaan
mutlak itu hanya berada di tangan Allah swt., hanya saja manusia ini berperan sebagai
khalifah atau wakil dalam mengambil keputusan tertentu yang harus sesuai dengan
hukum-hukum Allah yaitu Al-Qur’an dan Hadist.
Bahwa demokrasi ini memang tidak seluruhnya bertentangan dengan Islam, tetapi
juga tidak seluruhnya sejalan dengan Islam. Adapun dalam hal ini, di sisi lain apabila
dianalisis lebih jauh, demokrasi dan Islam ini dapat ditemukan titik temunya. Tim
Penulis Dosen pendidikan Agama Islam Universitas Indonesia (2009:178)
menyatakan bahwa “titik temu itu terletak pada perilaku sesungguhnya bahwa
keduanya merupakan realitas budaya dengan subjek yang sama yaitu manusia.”
artinya islam sebagai agama ini dapat diwujudkan atau diaktualisasikan pada saat
islam mampu dipahami, dihayati dan dipraktekan oleh umatnya dalam realitas
budaya, termasuk budaya yang melembaga atau pemerintahan suatu negara.
Lebih lanjut dalam hal ini, demokrasi yang berkembang dalam di kalangan umat
Islam memerlukan sikap para pemeluknya untuk meyakini dan menghayati ajaran
atau syariat secara benar, walaupun hal ini hanya komitmen untuk pribadi, justru akan
menjadikan masing-masing orang akan mendapatkan semangat yang sama seperti
yang diajarkan agamanya untuk menjungjung tinggi nilai dan harkat derajat
kemanusiaan dengan demokrasi. Misalnya di negara Indonesia yang notabennya Islam
berada pada mayoritas ini akan memberikan kemudahan dalam menjalankan
demokrasi yang sesuai dengan syariat Islam. Artinya ketika semua warga negara
Indonesia yang memeluk agama Islam mamapu meyakini dan menghayati ajaran atau
syariatnya secara benar, maka dengan jumlahnya yang mayoritas tersebut
memungkinkan aspirasi-aspirasi atau keputusan yang diberikanpun tidak akan jauh
dari syariat yang yang pegang, sehingga kebijakan-kebijakan yang diambil pun adalah
kebijakan yang sesuai dengan Al-Qur’an dan Hadist.
Adapun Al-Qardawi (Tim Penulis Dosen pendidikan Agama Islam Universitas
Indonesia,2009:179) menyatakan bahwa ”Demokrasi yang sebenarnya yang
memberikan bentuk dan cara praktis, seperti pemilihan dan referendum umum,
mendukung pihak mayoritas, menerapkan sistem multi partai, memberikan hak
kepada minoritas untuk beraposisi, menjamin kebebasan pers dan kemandirian
peradilan”. Dalam uraian selanjutnya Al-Qardawi memandang bahwa hal ini tidak
bertentangan dengan islam atau Al-Qur’an dan Hadist. Lebih lanjut Hidayat (Tim
Penulis Dosen pendidikan Agama Islam Universitas Indonesia,2009:179) menyatakan
pendapatnya yang memperkukuh demokrasi dalam hubungannya dengan agama yakni
sebagai berikut.
Bila cita-cita demokrasi dan misi agama adalah pendidikan dan pelayanan pada
masyarakat untuk mengaktualisasikan potensi manusianya melalui perantara
masyarakat dan negara, maka agama dan demokrasi mestinya saling mengisi. Agama
memberikan pedoman moral dan daya imperatif yang bersifat transenden, yang
datang dari atas. Sementara demokrasi merupakan dinamika etis kemanusiaan yang
datang dari bawah, semakin tinggi tingkat keberagamaan seseorang, barangkali akan
semakin tinggi apresiasinya terhadap demokrasi. Begitu pun sebaliknya, semakin
tinggi kadar penghayatan demokrasi seseorang, akan semakin toleran ia menghadapi
pluralisme keberagamaan.
Artinya dalam hal ini dapat dipahami bahwa Islam sebagai agama memberikan
pedoman kepada manusia untuk memahami makna yang terkandung dalam
demokrasi. Dimana demokrasi dalam hal ini diterima dan dipoles dengan baik.
Adapun di lain pihak, ketika seseorang itu benar-benar memiliki penghayatan yang
benar terhadap Islam, secara tidak langsung dapat mampu memahami adanya
beberapa nilai-nilai Islam yang terkandung dalam demokrasi, sehingga memiliki
apresiasi yang tinggi terhadap demokrasi. Bahkan dalam perkembangannya hal ini
juga memunculkan adanya islamisasi demokrasi.
Selanjutnya islam sebagai pedoman hidup manusia. Artinya Islam senantiasa
memberikan pedoman cara-cara menjalani hidup. Adapun terkait dengan domokrasi
ini ternyata ada beberapa hal yang secara tidak langsung menggambarkan cara untuk
hidup (way of life). Hal ini dapat dilihat dari adanya sikap saling menghargai
pendapat orang lain, kesetaraan, tidak sewenang-wenang, dan berorientasi pada
kepentingan bersama. Begitupun dalam konteks pemerintahan bahwa demokrasi ini
melibatkan pihak rakyat (suara rakyat). Lebih lanjut juga demokrsi ini menegaskan
pentingnya pencapaian hak-hak rakyat. Pemerintahan yang baik adalah pemerintahan
yang memeperlakukan setiap warga negaranya memiliki kedudukan yang sama, tidak
ada yang diistimewakan atau dibeda-bedakan golongan atau pribadi tertentu, dalam
islam hal ini dikenal dengan al-musawah.