BAHAN KULIAH
TEKNOLOGI
KARBOHIDRAT
DAN GULA
Bahan Pengajaran untuk Pengayaan
Pengetahuan Mahasiswa yang
Mengambil M.K Teknologi Karbohidrat
dan Gula Semester Genap 2018-2019
Oleh Hasbullah
Pengantar
Tulisan ini adalah bahan kuliah pada M.K. Teknologi Karbohidrat dan Gula yang
diberikan pada Semester Genap 2018-2019 di Fakultas Teknologi karbohidrat dan
Gula. Bahan kuliah ini juga dapat digunakan pada M.K. Pati dan Gula semester
Ganjil
Bahan ini akan selalu diperbaharui dan diperkaya isinya dengan mencuplik
berbagai hasil penelitian dan tulisan terbaru teknologi pengolahan gula.
Kepada mahasiswa yang menggunakan bahan kuliah ini, diharapkan masukan dan
kritikannya.
Hasbullah
ii
Daftar Isi
Pengantar...................................................................................................................i
A. Sejarah Gula........................................................................................................1
B. Tanaman Penghasil Gula.....................................................................................4
1. Tebu..................................................................................................................4
2. Bit.....................................................................................................................5
3. Kurma...............................................................................................................7
Sorgum.................................................................................................................8
4. Mapel................................................................................................................9
C. Pengolahan Gula Bit..........................................................................................11
1. Pemanenan......................................................................................................11
2. Ekstraksi.........................................................................................................11
3. Pengempaan....................................................................................................11
4. Karbonatasi.....................................................................................................12
5. Pendidihan......................................................................................................12
6. Hasil................................................................................................................13
D. Pengolahan Gula Tebu......................................................................................14
1. Pemanenan......................................................................................................14
2. Ekstraksi.........................................................................................................14
3. Pengendapan kotoran dengan kapur (Liming)................................................15
4. Penguapan (Evaporasi)...................................................................................16
5. Pendidihan/ Kristalisasi..................................................................................16
6. Penyimpanan..................................................................................................17
7. Afinasi (Affination).........................................................................................17
8. Karbonatasi.....................................................................................................18
9. Penghilangan warna.......................................................................................18
10. Pendidihan....................................................................................................19
11. Pengolahan Sisa (Recovery).........................................................................19
E. Istilah, Jenis Gula dan Berbagai Produk Terkait...............................................20
F. Kimia Gula.........................................................................................................29
G. Contoh 1: Pengolahan di Pabrik........................................................................31
1. Bahan Baku Tebu...........................................................................................31
2. Bahan Tambahan............................................................................................31
1. Air Imbibisi.................................................................................................31
2. Mikrobiosida...............................................................................................32
iii
.
1
A. Sejarah Gula
Konsumsi gula per tahun saat ini berkisar 120 juta ton dan terus bertambah pada
laju sekitar 2 juta ton per tahun. Uni-Eropa, Brazil dan India adalah tiga produsen
terbesar dan gabungan dari ketiganya menyumbang sekitar 40% produksi per
tahun. Namun demikian kebanyakan gula dikonsumsi di negara penghasil dan
hanya sekitar 25% yang diperdagangkan secara internasional.
Tebu dibudidayakan di lebih dari 100 negara dan gula yang dihasilkan dari tebu
berkisar 6 kali lebih besar dari pada gula bit.
Pada awalnya gula tebu dikenal oleh orang-orang Polinesia, kemudian menyebar
ke India. Pada tahun 510 Sebelum Masehi, ketika menguasai India, Raja Darius
dari Persia menemukan ”batang rerumputan yang menghasilkan madu tanpa
lebah”. Seperti halnya pada berbagai penemuan manusia lainnya, keberadaan tebu
sangat dirahasiakan dan dijaga ketat, sedangkan produk olahannya diekspor dan
untuk menghasilkan keuntungan yang sangat besar.
Gula dikenal oleh orang-orang barat Eropa sebagai hasil dari Perang Salib pada
abad ke-11. Para prajurit yang pulang menceritakan keberadaan “rempah baru”
yang enak ini. Gula pertama diketahui tercatat di Inggris pada tahun 1099. Abad-
abad berikutnya merupakan periode ekspansi besar-besaran perdagangan barat
Eropa dengan dunia timur, termasuk di dalamnya adalah impor gula. Sebagai
contoh, dalam sebuah catatan pada tahun 1319 harga gula di London sebesar “dua
shilling tiap pound”. Nilai ini setara dengan beberapa bulan upah buruh rata-rata,
sehingga dapat dikatakan gula sangat mewah pada waktu itu.
Karena merupakan barang mahal, gula seringkali dianggap sebagai obat. Banyak
petunjuk kesehatan dari abad ke-13 hingga 15 yang merekomendasikan pemberian
gula kepada orang-orang cacat untuk memperkukuh kekuatan mereka.
Pada abad ke-15, pemurnian gula Eropa umumnya dilakukan di Venice. Venice
tidak bisa lagi melakukan monopoli ketika Vasco da Gama berlayar ke India pada
tahun 1498 dan mendirikan perdagangan di sana. Meskipun demikian, penemuan
orang-orang Amerika lah yang telah mengubah konsumsi gula di dunia.
Pabrik gula tebu di Hindia Belanda sekitar tahun 1850 oleh A. Salm
3
Pada tahun 1750 terdapat 120 pabrik pemurnian gula yang beroperasi di Britania
dengan hanya menghasilkan 30.000 ton per tahun. Pada tahap ini gula masih
merupakan sesuatu yang mewah dan memberi keuntungan yang sangat besar
sehingga gula dijuluki “emas putih”. Keadaan ini juga berlaku di negara-negara
Eropa Barat lainnya.
Para pemerintah menyadari keuntungan besar yang didapat dari gula dan oleh
karenanya mengenakan pajak yang tinggi. Akibatnya gula tetap merupakan
sebuah barang mewah. Keadaan ini terus bertahan sampai dengan akhir abad ke-
19 ketika kebanyakan pemerintahan mengurangi atau menghapus pajak dan
menjadikan harga gula terjangkau untuk warga biasa.
Selain gula dari tebu, juga dikenal gula dari tanaman bit yang pertama kali
diketahui sebagai sumber gula pada tahun 1747. Tidak diragukan lagi, tanaman ini
tidak begitu menarik perhatian dan hanya sekedar keingintahuan beberapa negara
Eropa karena kepentingan nasional dan ekonomi lebih tertuju pada perkebunan
tebu. Keadaan ini bertahan sampai dengan perang-perang Napoleon pada awal
abad ke-19 ketika Britania menblokade impor gula ke benua Eropa. Pada tahun
1880 gula bit menggantikan gula tebu sebagai sumber utama gula di benua Eropa.
Masuknya gula bit ke Inggris tertunda sampai dengan Perang dunia Pertama
ketika impor gula Britain terancam. Sebelumnya Britain mengimpor gula tebu
dari jajahannya di kawasan tropis.
1. Tebu
Tebu (Saccharum) merupakan genus yang terdiri dari 6-37 spesies (tergantung
dari pengertian taksonominya) dari rerumputan tinggi (famili Poaceae), berasal
dari kawasan bersuhu hangat hingga tropis di Dunia Tua (sebagian Eropa, Asia
dan Afrika) dan Pasifik. Tanaman ini memiliki batang berserat yang kuat dan
beruas dengan ketinggian 2-6 m dan mengandung cairan yang kaya dengan gula.
Seluruh spesies saling berkawinan, dan varietas komersial yang paling banyak
ditemui adalah jenis hibrida kompleks terutama dari varietas Saccharum
officinarum, S. spontaneum, S. Barberi dan S. sinense.
Tebu
Budidaya tanaman tebu membutuhkan iklim tropis atau subtropis dengan curah
hujan paling sedikit 600 mm per tahun. Tanaman ini memiliki kemampuan
fotosintesis yang paling efisien dibandingkan dengan seluruh jenis tanaman
lainnya, dan di mana dapat mengubah sebanyak 2% energi matahari menjadi bio
massa.
dengan tangan. Dalam sekali tanam, satu batang tebu dapat dipanen hingga
beberapa kali; setelah tiap kali pemanenan, anakan tebu akan tumbuh menjadi
batang-batang baru dinamakan ratoons. Hasil yang didapat pada pemanenan
berikutnya biasanya lebih rendah, oleh karena itu dilakukan penanaman kembali.
Pada tiap penanaman, panen dapat dilakukan 2 hingga 10 kali tergantung pada
praktik pertanian yang dilakukan. Rata-rata tebu yang dihasilkan adalah 100 ton
tebu per hektar atau 10 ton gula per hektar.
Tebu dapat dipanen secara manual dengan tangan atau menggunakan mesin.
Lebih dari separuh produksi tebu di dunia dipanen secara manual dengan tangan,
khususnya yang dilakukan di negara-negara yang berkembang. Pemanenan cara
ini diawali dengan pembakaran lahan. Api yang menyebar cepat akan membakar
daun-daun, tetapi meninggalkan batang-batang yang kaya air dan akar juga tidak
rusak. Para pemanen kemudian memotong batang tepat di atas tanah dengan
parang. Pemanen tebu yang sudah terlatih dapat memotong 500 kg tebu dalam
satu jam.
Pemanenan
6
2. Bit
Bit (Beta vulgaris L.) termasuk dalam anggota sub-famili Chenopodiaceae dan
famili Amaranthaceae. Bit merupakan tanaman yang umbinya mengandung
sukrosa dalam jumlah yang dengan konsentrasi tinggi. Bit secara langsung
memiliki hubungan dengan beetroot, chard dan fodder beet.
Bit merupakan tanaman umbi biennial (tanaman yang memiliki siklus 12 hingga
24 bulan) dari wilayah beriklim sedang (temperate). Tanaman ini menghasilkan
gula selama tahun pertama pertumbuhan dan kemudian muncul bunga-bunga dan
benih di tahun kedua. Oleh karena itu bit mulai ditanam pada musim semi dan
dipanen pada permulaan musim gugur atau awal musim dingin. Bit mengandung
gula yang tersimpan dalam umbi yang memiliki suatu kemiripan mirip dengan
parsnip (semacam wortel) bulat.
Kandungan gula di dalam bit umumnya adalah 17% dari berat, tetapi angka ini
tergantung dari varietas dan juga bervariasi dari tahun ke tahun dan dari satu
lokasi ke lokasi lainnya. Secara mendasar Pada dasarnya, jumlah ini lebih besar
dari kandungan gula tebu yang sudah dewasa tetapi hasil dari bit per hektar jauh
lebih kecil dari tebu, sehingga hasil yang diharapkan untuk menghasilkan gula
hanya sekitar 7 ton per hektar.
7
Bit
Pada saat ini, pemanenan seluruhnya dilakukan secara mekanis. Para pekerja
memotong daun dan mahkota dari umbi akar, mencabut akar, dan menghilangkan
8
sisa-sisa tanah dari umbi akar dalam satu urutan sekaligus. Pemanen yang modern
biasanya dapat mengerjakan 6 baris dalam waktu bersamaan. Bit ini ditampung di
tepi lahan dan kemudian dialirkan ke dalam trailer pengangkut untuk dibawa ke
pabrik. Dengan menggunakan ban berjalan (konveyor), sisa-sisa tanah di bit dapat
lebih banyak dibersihkan – seorang petani akan didenda oleh pabrik jika sisa-sisa
tanah di panenannya melebihi batas yang disyaratkan.
3. Kurma
Tanaman kurma (Phoenix dactylifera) merupakan tanaman palma yang secara
luas dibudidayakan dan diambil buahnya. Sejarah budidaya tanaman ini sangat
panjang sehingga penyebaran alaminya tidak diketahui secara pasti, tetapi
tanaman kurma kemungkinan berasal dari suatu tempat di oase-oase padang gurun
Afrika Utara, dan mungkin juga di Asia Barat Daya. Tanaman ini berukuran
sedang, dengan tinggi 15-25 m. Dari satu sistem akar sering kali terdiri dari
kumpulan beberapa batang, tetapi bisa juga berupa batang-batang yang tumbuh
sendiri-sendiri. Daunnya menyerupai daun kelapa, berupa tangkai panjang dengan
banyak helaian daun (pinnate), dengan panjang mencapai 3 m. Tangkai-tangkai
daun muncul dari bagian petiola dan terdiri dari sekitar 150 helai daun; helaian
daun ini bisa mencapai panjang 30 cm dan lebar 2 cm.
Gula dapat diekstrak dari buah kurma, tetapi ini hanya dilakukan secara lokal pada
skala kecil.
9
Sorgum
Sorgum merupakan genus yang terdiri dari 20 spesies rumput-rumputan, berasal
dari kawasan tropis hingga subtropis di Afrika Timur, dengan satu spesies di
antaranya berasal dari Meksiko. Tanaman ini dibudidayakan di Eropa Selatan,
Amerika Tengah dan Asia Selatan.
Gula dapat diekstrak dari biji-bijinya, tetapi seperti halnya kurma, ekstraksi ini
hanya dilakukan secara lokal dalam skala kecil.
10
Sorgum
4. Mapel
Pohon mapel (Acer saccharum) merupakan tanaman yang sangat dikenal di
kawasan hutan di Amerika Utara bagian timur. Tanaman ini merupakan spesies
mapel Amerika yang terbesar, dapat mencapai ketinggian hingga 30-37 m.
Gula mapel sudah diproduksi di Amerika Utara selama beberapa abad dan hingga
sekarang masih digunakan untuk pemanis, terutama dibuat menjadi sirop mapel
yang dimurnikan sebagian. Gula mapel memiliki kemanisan dua kali lipat dari
gula pasir standar, dan gula mapel ini tidak mengandung gula yang sesungguhnya
(sukrosa, sakarosa), tetapi penyusun utamanya adalah fruktosa.
11
Pohon mapel
1. Pemanenan
Bit dipanen pada saat musim gugur dan awal musim dingin dengan cara
menggalinya keluar dari tanah. Biasanya bit-bit tersebut dikirim ke pabrik dengan
truk-truk besar karena jarak kirim yang lebih jauh dibandingkan industri gula
tebu. Hal ini karena bit merupakan tanaman rotasi yang membutuhkan hampir 4
kali luas lahan tanaman tebu yang ditanam dalam kultur tunggal (monokultur).
Karena letaknya di dalam tanah, bit-bit tersebut jauh lebih kotor dibandingkan
tebu dan harus dibersihkan dan dipisahkan dari daun-daun bit yang masih
tertinggal, batu-batu dan kotoran-kotoran lainnya sebelum diolah.
2. Ekstraksi
Tahap ini diawali dengan pemotongan bit menjadi irisan-irisan tipis. Proses ini
akan meningkatkan luas permukaan bit sehingga mempermudah ekstraksi gula.
Ekstraksi berlangsung dalam sebuah diffuser di mana bit mengalami kontak
dengan air panas selama kurang lebih satu jam. Proses ini dapat diumpamakan
dengan proses ketika daun teh diseduh sehingga warna dan cita rasanya keluar,
sedangkan diffuser khusus gula bit mampu menampung beberapa ratus ton bit dan
air ekstraksi. Diffuser merupakan tangki pengaduk berukuran besar dengan posisi
horizontal ataupun vertikal, di dalamnya irisan-irisan bit digerakkan dengan pelan
dari ujung satu ke ujung yang lain dan air panas bergerak dari arah berlawanan.
Ini dinamakan dengan aliran berlawanan (counter-current flow) dan seiring
dengan alirannya, air pengekstrak akan menjadi larutan gula yang semakin kental
dan umumnya dinamakan jus. Jus ini tentu saja ini juga mengandung banyak
substansi lain dari daging bit.
Jus dari proses diffusi yang masih 'mentah' ini mengandung sekitar 14% gula dan
bubur residu atau bubur sisanya mengandung 1 hingga 2% gula dan total 8-12 %
padatan.
3. Pengempaan
Irisan-irisan bit yang diekstrak dari diffuser masih sangat basah dan kandungan air
di dalamnya masih mengandung sejumlah gula yang bermanfaat. Oleh karenanya
dilakukan pengempaan/pengepresan dalam kempa-kempa ulir untuk memeras jus
sebanyak mungkin. Jus ini digunakan sebagai bagian dari air dalam diffuser, dan
13
bit yang sudah dikempa, yang sekarang berupa bubur, dikirim ke bagian
pengeringan dan nantinya akan diolah menjadi pelet-pelet yang merupakan bahan
penting untuk pakan hewan.
4. Karbonatasi
Tahap pengolahan cairan (liquor) gula berikutnya bertujuan untuk membersihkan
cairan dari berbagai padatan yang menyebabkan cairan gula keruh. Pada tahap ini
beberapa komponen warna juga akan ikut hilang. Salah satu dari dua teknik
pengolahan umum, dinamakan dengan karbonatasi. Karbonatasi dapat diperoleh
dengan menambahkan kapur / lime (kalsium hidroksida, Ca(OH)2) ke dalam
cairan dan mengalirkan gelembung gas karbondioksida ke dalam campuran
tersebut. Gas karbondioksida ini akan bereaksi dengan lime membentuk partikel-
partikel kristal halus berupa kalsium karbonat yang menggabungkan berbagai
padatan supaya mudah untuk dipisahkan. Supaya gabungan-gabungan padatan
tersebut stabil, perlu dilakukan pengawasan yang ketat terhadap kondisi-kondisi
reaksi. Gumpalan-gumpalan yang terbentuk tersebut akan mengumpulkan
sebanyak mungkin materi-materi non gula, sehingga dengan menyaring kapur
keluar maka substansi-substansi non gula ini dapat juga ikut dikeluarkan. Setelah
proses ini dilakukan, cairan gula siap untuk proses selanjutnya berupa
penghilangan warna. Tidak seperti pada pembuatan gula tebu, proses fosfatasi
tidak dilakukan di sini. Demikian juga tahap penghilangan warna secara terpisah
umumnya tidak dilakukan.
5. Pendidihan
Pada tahap akhir ini, cairan gula yang sudah berupa sirop ditempatkan dalam
sebuah panci yang sangat besar, biasanya mampu menampung 60 ton sirop gula
bahkan lebih. Di dalam panci tersebut dilakukan pendidihan dan penguapan
sampai pada keadaan yang tepat untuk tumbuhnya kristal gula. Sejumlah bubuk
gula ditambahkan ke dalam cairan untuk mengawali/memicu pembentukan kristal.
Ketika kristal sudah tumbuh, campuran dari kristal-kristal dan cairan induk yang
dihasilkan diputar dalam sentrifugasi untuk memisahkan keduanya. Proses ini
dapat diumpamakan dengan tahap pengeringan pakaian dalam mesin cuci yang
berputar. Kristal-kristal tersebut kemudian dikeringkan dengan udara panas
sebelum dikemas dan/atau disimpan siap untuk didistribusikan.
Seperti pada pembuatan gula tebu, cairan induk pada pembuatan gula bit masih
mengandung sejumlah gula sehingga kristalisasi diulang beberapa kali.
Sayangnya, materi-materi non gula yang ada di dalamnya dapat menghambat
kristalisasi. Hal ini khususnya terjadi karena keberadaan gula-gula lain seperti
glukosa dan fruktosa yang merupakan hasil pecahan sukrosa. Olah karena itu,
14
6. Hasil
Gula yang dihasilkan berwarna putih dan siap untuk digunakan, baik itu untuk
rumah tangga maupun industri seperti pabrik pembuatan minuman ringan. Seperti
pada pembuatan gula mentah, gula yang masih terkandung dalam jus diolah lebih
lanjut menjadi produk samping berupa: molase bit. Produk ini biasanya diolah
lebih lanjut menjadi pakan ternak atau dikirim ke pabrik fermentasi tanaman
seperti misalnya pabrik penyulingan alkohol. Mutu dari segi bau dan rasa molase
bit tidak sama dengan molase tebu sehingga tidak dapat digunakan untuk
pembuatan rum.
Sumber: www.sucrose.com
15
Di beberapa wilayah, pembakaran areal tanaman tebu tidak diizinkan karena asap
dan senyawa-senyawa karbon yang dilepaskan dapat membahayakan penduduk
setempat. Meskipun demikian, tidak ada dampak lingkungan, karena CO 2 yang
dilepaskan sebenarnya memiliki proporsi yang sangat kecil dibandingkan dengan
CO2yang terikat melalui fotosintesis selama pertumbuhan. Besarnya areal tanam
dan jumlah tanaman tebu dapat dikurangi jika ekstraksi gula dapat dilakukan
semakin baik sehingga dapat memenuhi kebutuhan gula dunia.
Pemanenan dapat dilakukan baik secara manual dengan tangan ataupun dengan
mesin. Pemotongan tebu secara manual dengan tangan merupakan pekerjaan kasar
yang sangat berat tetapi dapat mempekerjakan banyak orang di area di mana
banyak terjadi pengangguran. Tebu dipotong di bagian atas permukaan tanah,
dedaunan hijau di bagian atas dihilangkan dan batang-batang tersebut diikat
menjadi satu. Potongan-potongan batang tebu yang telah diikat tersebut kemudian
dibawa dari areal perkebunan dengan menggunakan pengangkut-pengangkut kecil
dan kemudian dapat diangkut lebih lanjut dengan kendaraan yang lebih besar
ataupun lori tebu menuju ke penggilingan.
2. Ekstraksi
Tahap pertama pengolahan adalah ekstraksi jus atau sari tebu. Di kebanyakan
pabrik, tebu dihancurkan dalam sebuah serial penggiling putar yang berukuran
besar. Cairan tebu manis dikeluarkan dan serat tebu dipisahkan, untuk selanjutnya
digunakan di mesin pemanas (boiler). Di lain pabrik, sebuah diffuser digunakan
16
seperti yang digambarkan pada pengolahan gula bit. Jus yang dihasilkan masih
berupa cairan yang kotor: sisa-sisa tanah dari lahan, serat-serat berukuran kecil
dan ekstrak dari daun dan kulit tanaman, semuanya bercampur di dalam gula.
Ekstraksi gula
Jus dari hasil ekstraksi mengandung sekitar 15% gula dan serat residu, dinamakan
bagasse, yang mengandung 1 hingga 2% gula, sekitar 50% air serta pasir dan
batu-batu kecil dari lahan yang terhitung sebagai “abu”. Sebuah tebu bisa
mengandung 12 hingga 14% serat di mana untuk setiap 50% air mengandung
sekitar 25 hingga 30 ton bagasse untuk tiap 100 ton tebu atau 10 ton gula.
Kotoran berupa lumpur dari clarifier masih mengandung sejumlah gula sehingga
biasanya dilakukan penyaringan dalam penyaring vakum putar (rotasi) di mana
jus residu diekstraksi dan lumpur tersebut dapat dibersihkan sebelum dikeluarkan,
17
dan hasilnya berupa cairan yang manis. Jus dan cairan manis ini kemudian
dikembalikan ke proses.
4. Penguapan (Evaporasi)
Setelah mengalami proses liming, jus dikentalkan menjadi sirop dengan cara
menguapkan air menggunakan uap panas dalam suatu proses yang dinamakan
evaporasi. Terkadang sirop dibersihkan lagi tetapi lebih sering langsung menuju
ke tahap pembuatan kristal tanpa adanya pembersihan lagi.
Jus yang sudah jernih mungkin hanya mengandung 15% gula tetapi cairan
(liquor) gula jenuh (yaitu cairan yang diperlukan dalam proses kristalisasi)
memiliki kandungan gula hingga 80%. Evaporasi dalam ‘evaporator majemuk'
(multiple effect evaporator) yang dipanaskan dengan steam merupakan cara yang
terbaik untuk bisa mendapatkan kondisi mendekati kejenuhan (saturasi).
5. Pendidihan/ Kristalisasi
Pada tahap akhir pengolahan, sirop ditempatkan ke dalam panci yang sangat besar
untuk dididihkan. Di dalam panci ini sejumlah air diuapkan sehingga kondisi
untuk pertumbuhan kristal gula tercapai. Pembentukan kristal diawali dengan
mencampurkan sejumlah kristal ke dalam sirup. Sekali kristal terbentuk, kristal
campur yang dihasilkan dan larutan induk (mother liquor) diputar di dalam alat
sentrifugasi untuk memisahkan keduanya, bisa diumpamakan seperti pada proses
mencuci dengan menggunakan pengering berputar. Kristal-kristal tersebut
kemudian dikeringkan dengan udara panas sebelum disimpan.
18
Sentifugator gula
Dalam sebuah pabrik pengolahan gula kasar (raw sugar) umumnya dilakukan tiga
proses pendidihan. Pertama atau pendidihan “A” akan menghasilkan gula terbaik
yang siap disimpan. Pendidihan “B” membutuhkan waktu yang lebih lama dan
waktu tinggal di dalam panci pengkristal juga lebih lama hingga ukuran kristal
yang dinginkan terbentuk. Beberapa pabrik melakukan pencairan ulang untuk gula
B yang selanjutnya digunakan sebagai umpan untuk pendidihan A, pabrik yang
lain menggunakan kristal sebagai umpan untuk pendidihan A dan pabrik yang
lainnya menggunakan cara mencampur gula A dan B untuk dijual. Pendidihan
“C” membutuhkan waktu secara proporsional lebih lama daripada pendidihan B
dan juga membutuhkan waktu yang lebih lama untuk terbentuk kristal. Gula yang
dihasilkan biasanya digunakan sebagai umpan untuk pendidihan B dan sisanya
dicairkan lagi.
Sebagai tambahan, karena gula dalam jus tidak dapat diekstrak semuanya, maka
terbuatlah produk samping (by product) yang manis:molasses. Produk ini
19
biasanya diolah lebih lanjut menjadi pakan ternak atau ke industri penyulingan
untuk dibuat alkohol. Inilah yang menyebabkan lokasi pabrik rum di Karibia
selalu dekat dengan pabrik gula tebu.
6. Penyimpanan
Gula kasar yang dihasilkan akan membentuk gunungan coklat lengket selama
penyimpanan dan terlihat lebih menyerupai gula coklat lunak yang sering
dijumpai di dapur-dapur rumah tangga. Gula ini sebenarnya sudah dapat
digunakan, tetapi karena kotor dalam penyimpanan dan memiliki rasa yang
berbeda maka gula ini biasanya tidak diinginkan orang. Oleh karena itu gula kasar
biasanya dimurnikan lebih lanjut ketika sampai di negara pengguna.
7. Afinasi (Affination)
Tahap pertama pemurnian gula yang masih kasar adalah pelunakan dan
pembersihan lapisan cairan induk yang melapisi permukaan kristal dengan proses
yang dinamakan dengan “afinasi”. Gula kasar dicampur dengan sirop kental
(konsentrat) hangat dengan kemurnian sedikit lebih tinggi dibandingkan lapisan
sirop sehingga tidak akan melarutkan kristal, tetapi hanya sekeliling cairan
(coklat). Campuran hasil (‘magma') disentrifugasi untuk memisahkan kristal dari
sirop sehingga pengotor dapat dipisahkan dari gula dan dihasilkan kristal yang
siap untuk dilarutkan sebelum perlakuan berikutnya (karbonatasi).
Cairan yang dihasilkan dari pelarutan kristal yang telah dicuci mengandung
berbagai zat warna, partikel-partikel halus, gum dan resin dan substansi bukan
gula lainnya. Bahan-bahan ini semua dikeluarkan dari proses.
8. Karbonatasi
Tahap pertama pengolahan cairan (liquor) gula berikutnya bertujuan untuk
membersihkan cairan dari berbagai padatan yang menyebabkan cairan gula keruh.
Pada tahap ini beberapa komponen warna juga akan ikut hilang. Salah satu dari
dua teknik pengolahan umum dinamakan dengan karbonatasi. Karbonatasi dapat
diperoleh dengan menambahkan kapur/lime (kalsium hidroksida, Ca(OH)2) ke
dalam cairan dan mengalirkan gelembung gas karbon dioksida ke dalam
campuran tersebut. Gas karbon dioksida ini akan bereaksi dengan lime
membentuk partikel-partikel kristal halus berupa kalsium karbonat yang
menggabungkan berbagai padatan supaya mudah untuk dipisahkan. Supaya
gabungan-gabungan padatan tersebut stabil, perlu dilakukan pengawasan yang
ketat terhadap kondisi-kondisi reaksi. Gumpalan-gumpalan yang terbentuk
tersebut akan mengumpulkan sebanyak mungkin materi-materi non gula, sehingga
dengan menyaring kapur keluar maka substansi-substansi non gula ini dapat juga
20
ikut dikeluarkan. Setelah proses ini dilakukan, cairan gula siap untuk proses
selanjutnya berupa penghilangan warna. Selain karbonatasi, teknik yang lain
berupa fosfatasi. Secara kimiawi teknik ini sama dengan karbonatasi tetapi yang
terjadi adalah pembentukan fosfat dan bukan karbonat. Fosfatasi merupakan
proses yang sedikit lebih kompleks, dan dapat dicapai dengan menambahkan asam
fosfat ke cairan setelah liming seperti yang sudah dijelaskan di atas.
9. Penghilangan warna
Ada dua metode umum untuk menghilangkan warna dari sirop gula, keduanya
mengandalkan pada teknik penyerapan melalui pemompaan cairan melalui kolom-
kolom medium. Salah satunya dengan menggunakan karbon teraktivasi granular
(granular activated carbon, GAC) yang mampu menghilangkan hampir seluruh
zat warna. GAC merupakan cara modern setingkat “bone char”, sebuah granula
karbon yang terbuat dari tulang-tulang hewan. Karbon pada saat ini terbuat dari
pengolahan karbon mineral yang diolah secara khusus untuk menghasilkan
granula yang tidak hanya sangat aktif tetapi juga sangat kuat. Karbon dibuat
dalam sebuah oven panas di mana warna akan terbakar keluar dari karbon. Cara
yang lain adalah dengan menggunakan resin penukar ion yang menghilangkan
lebih sedikit warna daripada GAC tetapi juga menghilangkan beberapa garam
yang ada. Resin dibuat secara kimiawi yang meningkatkan jumlah cairan yang
tidak diharapkan.
Cairan jernih dan hampir tak berwarna ini selanjutnya siap untuk dikristalisasi
kecuali jika jumlahnya sangat sedikit dibandingkan dengan konsumsi energi
optimum di dalam pemurnian. Oleh karenanya cairan tersebut diuapkan sebelum
diolah di panci kristalisasi.
10. Pendidihan
Sejumlah air diuapkan di dalam panci sampai pada keadaan yang tepat untuk
tumbuhnya kristal gula. Sejumlah bubuk gula ditambahkan ke dalam cairan untuk
mengawali/memicu pembentukan kristal. Ketika kristal sudah tumbuh campuran
dari kristal-kristal dan cairan induk yang dihasilkan diputar dalam sentrifugasi
untuk memisahkan keduanya. Proses ini dapat diumpamakan dengan tahap
pengeringan pakaian dalam mesin cuci yang berputar. Kristal-kristal tersebut
kemudian dikeringkan dengan udara panas sebelum dikemas dan/ atau disimpan
siap untuk didistribusikan.
cairan ini diolah di ruang pengolahan ulang (recovery) yang beroperasi seperti
pengolahan gula kasar, bertujuan untuk membuat gula dengan mutu yang setara
dengan gula kasar hasil pembersihan setelah afinasi. Seperti pada pengolahan gula
lainnya, gula yang ada tidak dapat seluruhnya diekstrak dari cairan sehingga
diolah menjadi produk samping molase murni. Produk ini biasanya diolah lebih
lanjut menjadi pakan ternak atau dikirim ke pabrik fermentasi seperti misalnya
pabrik penyulingan alkohol.
Sumber: www.sucrose.com
22
Dekstrosa: Istilah bahasa Inggris untuk glukosa, disebut juga gula anggur,
terdapat pada berbagai tanaman, juga dalam darah. Sumber energi yang utama
bagi tubuh. Kurang manis dibandingkan sakarosa
Fruktosa (levulosa, gula buah): Gula yang agak manis (1,7 kali lebih manis dari
gula biasa) umumnya didapat dari buah-buahan dan madu.
Galaktosa: Suatu gula yang tidak umum dijumpai dalam makanan, kecuali
sebagai bagian dari jenis gula yang lain, seperti laktosa (gula susu) dan raffinosa
(gula dalam kacang-kacangan). Seringkali merupakan bagian dari komponen
dinding sel tanaman.
Gula Barley: Bukan termasuk gula, melainkan permen Amerika yang keras dan
memiliki cita rasa jeruk lemon, terbuat dari cairan barley dengan penambahan
gula.
Gula batu: tidak semanis gula granulasi biasa, gula batu diperoleh dari kristal
bening berukuran besar berwarna putih atau kuning kecoklatan. Kristal bening
dan putih dibuat dari larutan gula jenuh yang mengalami kristalisasi secara
lambat. Gula batu putih memiliki rekahan-rekahan kecil yang memantulkan
cahaya. Kristal berwarna kuning kecoklatan mengandung berbagai karamel. Gula
ini kurang manis karena adanya air dalam kristal.
23
Gula Bit: Gula kristal putih (sakarosa) yang diperoleh dari tanaman bit.
Gula bubuk: Gula granulasi (gula pasir) bubuk, juga dikenal sebagai gula
‘confectionary'. Gula ini didapat dari penghancuran secara mekanis sehingga tidak
ada kristal-kristal yang tertinggal. Terkadang gula ini dicampur dengan sedikit
pati atau bahan anti kempal untuk mencegah penggumpalan.
Gula Castor: Gula castor atau caster adalah nama dari gula pasir yang sangat
halus, terdapat di Britania. Dinamai demikian karena ukuran butirannya sangat
kecil sehingga dapat ditaburkan dari wadah berlubang-lubang kecil. Karena
kehalusannya, gula ini lebih cepat larut dibandingkan gula putih pada umumnya,
dan oleh karenanya gula ini secara khusus bermanfaat dalam pembuatan
‘meringues' dan cairan dingin. Gula ini tidaklah sehalus gula bubuk yang
dihaluskan secara mekanis (dan biasanya dicampur dengan sedikit pati untuk
menghindari penggumpalan).
Gula Coklat: gula yang ditambah dengan sedikit molase (tetes) untuk
memberikan cita rasa dan warna.
24
Gula Gelatin (gula gel, gula selai/jam): campuran dari gula granulasi dan pektin.
Digunakan dalam pembuatan selai dan ‘marmelade'.
Gula Granulasi (Gula pasir): Kristal-kristal gula berukuran kecil yang pada
umumnya dijumpai dan digunakan di rumah (gula pasir).
Gula inversi: Gula inversi dibuat dengan menggabungkan sirop gula dengan
sedikit asam (seperti pada krim tartar atau jus lemon) dan pemanasan. Proses ini
mengubah, atau memecah, sakarosa menjadi dua
komponen, glukosa dan fruktosa, sehingga menurunkan ukuran kristal-kristal
gula. Karena struktur kristalnya yang halus, gula inversi menghasilkan produk
yang lebih halus dan digunakan dalam pembuatan berbagai jenis permen seperti
25
fondant, dan berbagai sirop. Proses pembuatan jam dan selai secara otomatis
menghasilkan gula inversi dengan menggabungkan asam alami dalam buah
dengan gula granulasi dan memanaskan campuran tersebut.
Gula Jawa: gula yang mengalami pemurnian sebagian, berasal dari Indonesia.
Terbuat dari tebu ataupun palm (kelapa).
Gula kristal: Gula bit atau tebu berbentuk granulasi seperti gula pada umumnya,
lihat sakarosa. Dijual dalam bentuk gula butiran / pasir atau dicetak dalam bentuk
gula kubus.
Gula meja: Gula tebu atau gula bit butiran pada umumnya, lihat sakarosa.
Gula Palma (kelapa/kurma): Gula yang didapatkan dari palma ataupun kurma,
terutama mengandung sakarosa.
Gula sangat halus: Suatu jenis gula di USA. Merupakan gula granulasi yang
sangat halus, lihat gula Castor.
Gula sdaning: Gula Sdaning merupakan gula kasar atau gula dekorasi. Kristalnya
berukuran 4 kali lipat lebih besar dari gula granulasi pada umumnya. Digunakan
untuk menghias makanan-makanan yang dipanggang dengan oven .
26
Gula Spun (Spun sugar): Gula lembut hasil dari pendidihan gula sehingga dapat
dibentuk dan digunakan untuk dekorasi berbagai hidangan penutup. Pembuatan
gula spun diawali dengan pemasakan gula, air dan krim tartar hingga menjadi
keras tapi tetap mudah dibentuk. Kemudian dapat dibentuk seperti gumpalan
helaian benang dengan menggunakan garpu pengocok dan dioleskan ke
permukaan kue untuk dekorasi
Gula Tebu: Gula kristal putih (sakarosa) yang diperoleh dari tanaman tebu.
Terkadang dijual dalam bentuk gula coklat (brown sugar) di Eropa.
Gula Vanila: Gula beraroma dan cita rasa harum yang khas dibuat dengan cara
memendam biji-biji vanilla dalam gula pasir; biasanya dengan takaran dua biji
vanila untuk setiap satu pound gula. Campuran tersebut disimpan dalam wadah
kedap udara selama sekitar satu minggu sebelum biji-biji vanila tadi dipisahkan
kembali. Hasilnya berupa gula dengan rasa dan aroma yang harum yang dapat
digunakan untuk bahan baku ataupun penghias ‘baked goods', buah dan hidangan
penutup lainnya. Biji-biji vanila dapat digunakan kembali sampai dengan 6 bulan.
Gula Vanilla dapat juga dibuat dari ekstrak vanillin (vanili) murni. Citarasanya
27
sama kuatnya dengan vanilla tetapi tetap dapat dibedakan. Gula ini dinamai gula-
vanillin.
Gur (padanan kata jaggery): Gula yang mengalami pemurnian sebagian, berasal
dari India. Terbuat dari tebu ataupun palm (kelapa).
HFCS: High Fruktose Corn Syrup (gula jagung kaya fruktosa). Suatu sirop yang
didapatkan dari pati jagung. Mula-mula pati dipecah menjadi glukosa secara
enzimatik, kemudian glukosa ini diubah lagi secara enzimatik menjadi fruktosa
yang memiliki rasa lebih manis. Digunakan sebagai pemanis kadar tinggi.
Icing (icing sugar): Gula bubuk yang digunakan sebagai krim gula (gula pelapis)
pada cake.
Jaggery (padanan kata gur): gula yang mengalami pemurnian sebagian, berasal
dari India. Terbuat dari tebu ataupun palm (kelapa).
28
Karamel: Berbagai produk yang diperoleh dari hasil pemanasan gula. Senyawa-
senyawa ini berwarna coklat hingga hitam dan menghasilkan aroma khas.
Digunakan sebagai pewarna makanan dan aroma rasa.
Laktosa:gula yang terdapat pada susu, suatu kombinasi dari galaktosa dan
glukosa.
Madu: Merupakan larutan 80% gula dalam air. Gula utama yang ada dalam madu
adalah fruktosa, glukosa dan sakarosa.
Maltosa (padanan kata gula malt): Gula yang terdapat pada malt dan bir.
Sirup Mapel: Sirop yang didapatkan dari pohon mapel yang terdapat di America
Utara. Sirop ini merupakan larutan 70% sakarosa dan glukosa dalam air.
Penyusun utamanya adalah sakarosa.
29
Melis: Jenis gula meja pada umumnya, yang agak halus. Dari kawasan
Skandinavia.
Piloncillo (padanan kata panela, panocha): Gula tebu dari Mexico yang
mengalami pemurnian sebagian. Gula ini dicetak dalam bentuk kerucut; namanya
berarti menara kerucut kecil .
30
Sakarosa (padanan kata sukrosa, gula meja, gula kristal): Nama kimia resmi dari
jenis utama gula dan gula ini terutama digunakan dalam berbagai produk maupun
di rumah tangga.
Sirup: Suatu larutan yang sangat kental berupa gula dalam air. Kandungan gula
berkisar 50-80%.
F. Kimia Gula
Secara kimiawi gula sama dengan karbohidrat, tetapi umumnya pengertian gula
mengacu pada karbohidrat yang memiliki rasa manis, berukuran kecil dan dapat
larut. Kata gula pada umumnya digunakan sebagai padanan kata untuk sakarosa
(sukrosa). Pada bagian ini pengertian gula mengacu pada karbohidrat yang
memiliki rasa manis, berukuran kecil dan dapat larut (dalam air).
Rasa manis yang biasa dijumpai pada tanaman terutama disebabkan oleh tiga jenis
gula, yaitu sakarosa, fruktosa dan glukosa. Gula-gula ini berada secara sendiri-
sendiri ataupun dalam bentuk campuran satu dengan yang lain. Madu merupakan
larutan yang terdiri dari glukosa, fruktosa dan sakarosa dalam air, dengan
komposisi sekitar 80% gula dan 20% air. Komposisi sesungguhnya sangat
tergantung pada asal tanaman. Dalam pembuatan bir, pati (karbohidrat berukuran
besar yang tidak manis) dari biji-bijian terpecah menjadi karbohidrat yang
berukuran lebih kecil, salah satunya adalah gula malt (maltosa) yang memiliki
sedikit rasa manis.
Satu-satunya gula utama yang dihasilkan oleh hewan adalah laktosa, yaitu gula
yang terdapat dalam semua susu hewan. Seluruh gula yang dicerna oleh hewan
akan diubah di dalam hati menjadi glukosa, oleh karena itu gula di dalam darah
hewan (dengan kata lain di dalam daging) adalah glukosa. Karena laktosa
memiliki tingkat kemanisan yang lebih rendah dibandingkan fruktosa dan
sakarosa, susu tidak memiliki rasa manis, meskipun kadar gulanya cukup tinggi
(4,5% pada susu sapi, 7% pada ASI).
Selain lima jenis gula utama ini, terdapat ratusan jenis karbohidrat berukuran kecil
lainnya yang terdapat pada tanaman dan susu, tetapi tidak satupun yang berasa
sangat manis dan menarik secara komersial.
32
(glukosa + fruktosa)
Glukosa 74%
Fruktosa 173%
Maltosa 33%
(glukosa + glukosa)
Laktosa 16%
(galaktosa +
glukosa)
Berikut ini adalah contoh pengolahan gula di Pabrik Gula Madukismo Bantul
seperti yang dilaporkan oleh Cicilia Tembang K (2014) dengan beberapa
tambahan materi. Pabrik ini memiliki kapasitas bahan baku yang masuk sebesar
400.000 hingga 500.000 ton per tahun. Pabrik Gula Madukismo dapat
menghasilkan gula SHS sekitar 35.000 ton per tahun dengan rendemen 7,5%
hingga 8,5%.
2. Bahan Tambahan
Selain bahan baku yaitu tebu, terdapat bahan–bahan tambahan lain yang
digunakan dalam proses produksi gula kristal PG. Madukismo.
1. Air Imbibisi
Air imbibisi merupakan air yang ditambahkan saat tahap penggilingan. Air
imbibisi ditambahkan supaya dapat memaksimalkan proses pemerahan nira
mentah dari batang tebu. Air imbibisi yang ditambahkan mencapai 20% - 30%
dari total tebu yang masuk dalam proses penggilingan.
1
Dicuplik dengan berbagai perubahan yang diperlukan dari laporan PKL Cicilia Tembang K di
PG. Madukismo Bantul (http://repository.unika.ac.id/1699/1/12.70.0148-KP-Cicilia%20Tembang
%20K.pdf)
34
2. Mikrobiosida
Mikrobiosida adalah bahan yang digunakan untuk menghambat pertumbuhan dari
bakteri pemakan sukrosa, contohnya Leuconostoc mesenteroides dan Bacillus
stearothermophilus. Bahan ini ditambahkan dalam proses penggilingan, namun
karena harganya yang mahal, bahan tambahan ini tidak lagi digunakan. Sebagai
gantinya dilakukan proses penyemprotan uap panas ke gilingan.
4. Belerang
Belerang adalah bahan pembantu yang digunakan pada tahap pemurnian di tangki
sulfitasi. Belerang akan menetralkan kelebihan susu kapur serta menyerap atau
menghilangkan zat warna pada nira sehingga dihasilkan kristal gula yang putih.
Belerang yang digunakan adalah belerang dalam bentuk gas SO2 dan digunakan
sebesar 10 – 12% dari jumlah nira yang masuk. 5.
5. Flokulan
Flokulan adalah bahan yang juga ditambahkan pada stasiun pemurnian. Tujuan
dari pemberian flokulan ini adalah sebagai katalisator yang akan mempercepat
proses koagulasi kotoran sehingga proses pengendapan dapat berlangsung lebih
cepat dan nira murni yang dihasilkan lebih banyak. Proses penambahan dilakukan
sebelum nira menuju door clarifier.
Jenis flokulan yang digunakan adalah Super Floc A-100 dengan konsentrasi
sebesar 3 ppm.
6. Asam Fosfat
Penambahan asam fosfat dimaksudkan untuk membentuk endapan kalsium fosfat
yang bersifat untuk menggumpalkan kotoran, sehingga nira dan kotoran mudah
dipisahkan. Nira yang sudah dipisahkan dari kotoran menjadi lebih jernih. Asam
fosfat ditambahkan dalam nira hingga kadarnya dalam nira mencapai 300 ppm.
35
8. NaOH
NaOH digunakan untuk melunakkan kerak pada dinding boiler dan juga pada pipa
pemanas evaporator. Kerak terbentuk karena proses pemanasan nira yang
dilakukan secara terus menerus.
9. Voltable Excellent
Voltable Excellent digunakan sebagai pengganti NaOH.Namun demikian,
terkadang Voltable Excellent juga digunakan dikombinasikan dengan NaOH.
1. Stasiun Penggilingan
Stasiun penggilingan merupakan tahap di mana tebu digiling hingga didapatkan
perasan nira yang akan diolah menjadi gula. Proses penggilingan pada PG.
Madukismo dilakukan sebanyak 5 kali. Pertama, tebu masuk ke meja tebu untuk
dilakukan penimbangan. Lalu setelah ditimbang, tebu masuk ke unigrator untuk
dihancurkan dengan cara ditumbuk. Tebu yang sudah hancur kemudian masuk ke
Gilingan I.
Pada Gilingan I dihasilkan Nira Perahan Pertama dan sebagian hasil nira Gilingan
I masuk ke Gilingan II begitu seterusnya hingga terakhir pada Gilingan V. Pada
proses Gilingan III, IV, dan V dilakukan penambahan air imbibisi dengan suhu
70oC. Hasil akhir dari Stasiun Penggilingan adalah nira mentah dan ampas.
2. Stasiun Pemurnian
Stasiun pemurnian memiliki tujuan untuk memurnikan nira mentah hasil dari
Stasiun Gilingan. Nira akan dipisahkan dengan kotoran dengan menggunakan
proses pengendapan. Nira mentah hasil penggilingan ditimbang lalu dipanaskan
hingga 70 – 75oC. Lalu dilakukan penambahan susu kapur dan dihembus dengan
gas SO2 hingga pH nira menjadi 7 dan dipanaskan kembali hingga suhu 100 –
105oC. Setelah itu nira masuk ke door clarifier untuk diendapkan kotorannya dan
terakhir disaring. Hasil akhir dari Stasiun Pemurnian adalah nira jernih.
37
Pada proses pemurnian, zat bukan gula yang terdapat dalam gula dihilangkan
dengan cara kimia. Bahan baku dari proses pemurnian adalah nira mentah (raw
juice). Nira mentah mengandung sukrosa, gula invert (glukosa+fruktosa), atom-
atom (Ca,Fe,Mg,Al) yang terikat pada asam-asam, asam organik dan anorganik,
zat warna, lilin, protein, lemak, poliskarida, dll.
Parameter utama yang dapat mempengaruhi proses pemurnian nira adalah pH,
suhu dan waktu. pH dari nira selama proses berpengaruh terhadap sukrosa yang
terdapat dalam nira.
Defekasi. Defekasi pada pemurnian nira menggunakan susu kapur (milk of lime)
sebagai bahan pereaksi. Susu kapur akan bereaksi dengan fosfat sehingga
membentuk inti endapan (koagulan). Sebelum ditambah dengan susu kapur, nira
dipanaskan di juice heater sampai suhu 700C. Mekanisme reaksinya sebagai
berikut :
Proses pemasakan pada Stasiun Penguapan ini adalah proses lanjutan setelah
dilakukannya proses pemurnian nira pada Stasiun Pemurnian. Proses penguapan
memiliki prinsip yaitu menguapkan air sehingga kadar air turun dan gula yang
hilang menjadi sedikit dengan biaya seminimal mungkin. Hasil akhir dari proses
penguapan adalah nira kental. Nira encer dari Stasiun Pemurnian masuk ke
pemanas III hingga suhu nira mencapai 100 – 105 oC. Selanjutnya nira masuk ke
evaporator I dengan tekanan sebesar 136 cm Hg, dan tekanan hampa/vakum
sebesar 0,34 cm Hg. Evaporator I akan menghasilkan nira kental I dan uap I.
kental III. Pada evaporator IV digunakan tekanan 40 cmHg dan tekanan vakum
sebesar 65 cm Hg dengan titik didihnya sebesar 50oC-55oC.
Pada Stasiun Evaporasi PG. Madukismo selain bejana evaporator, juga terdapat
tangki kondensat yang memiliki fungsi sebagai penampung air kondensat yang
berasal dari proses penguapan secara keseluruhan.PG. Madukismo menggunakan
air kondensat sebagai air imbibisi yang digunakan pada Stasiun Penggilingan.
Selain tangki kondensat pada Stasiun Evaporasi juga terdapat ketel yang berfungsi
sebagai pengubah air sebagai uap yang digunakan sebagai pembangkit tenaga uap.
Nira yang dihasilkan PG. Madukismo pada Stasiun Evaporasi ini berupa nira
kental yang berwarna coklat yang kemudian akan mengalami pemucatan saat
proses pemasakan lebih lanjut pada Stasiun Kristalisasi. Pemucatan nira ini
dilakukan dengan menambahkan SO2 yang berfungsi juga sebagai peningkat
kualitas nira agar menjadi lebih putih. Jangka waktu pembersihan dilakukan
sesuai dengan nomor yang ada pada mesin evaporator dikarenakan viskositas nira
yang ada pada bejana evaporator 1 – 5 berbeda – beda. Semakin jauh bejana
evaporator nira yang ada di dalamnya semakin kental sehingga kerak yang
terbentuk pada pipa – pipa bejana evaporator akan cepat menebal.
40
Dari gambar di atas dapat dilihat pergerakan nira encer yang masuk ke dalam
Stasiun Penguapan. Nira encer dari Stasiun Pemurnian masuk ke pemanas III
hingga suhu nira mencapai 100 – 105oC.Selanjutnya nira masuk ke evaporator I
dengan tekanan sebesar 136 cm Hg, dan tekanan hampa/vakum sebesar 0,34 cm
Hg. Evaporator I akan menghasilkan nira kental I dan uap I. Selanjutnya nira
kental I masuk kembali ke dalam evaporator II dengan tekanan 102 cm Hg dan
tekanan vakum 10,4 cm Hg, menggunakan uap I untuk proses pemanasannya, dan
menghasilkan nira kental II dan uap II. Kemudian masuk ke evaporator III dengan
kondisi tekanan 70 cm Hg dan tekanan vakum 37 cm Hg, menggunakan uap II
untuk proses pemanasannya, menghasilkan uap III dan nira kental III. Pada
evaporator IV digunakan tekanan 40 cm Hg dan tekanan vakum sebesar 65 cm Hg
dengan titik didihnya sebesar 50oC-55oC.Prinsip kerja dari evaporator ini
menguapkan air dalam nira dan menghasilkan sukrosa sebanyak mungkin.
Sukrosa sendiri mudah rusak karena adanya proses pemanasan. Sedangkan dalam
proses evaporasi ini digunakan pemanasan. Maka selain digunakan pemanasan,
pada proses ini ditambah dengan tekanan vakum. Hal ini terjadi karena semakin
tinggi tekanan vakum/hampa maka titik didih air akan turun. Dengan adanya
tekanan vakum yang lebih rendah dari satu atmosfer, maka titik didih air akan
41
turun sehingga akan semakin mudah menguap pada suhu yang lebih rendah dari
100oC. Hasil akhir dari proses evaporasi ini adalah nira kental.
Pemasakan pada Stasiun Kristalisasi ini bertujuan untuk membentuk kristal gula.
Hasil dari tiap pan pada Stasiun Kristalisasi adalah campuran gula kristal (bibit
masakan) dan juga stroop yang berupa larutan. Masakan A menggunakan gula C
sebagai bibit masakan dan juga stroop. Masakan C menggunakan gula D sebagai
bibit dan juga stroop A. Sedangkan masakan D menggunakan foundan sebagai
bibit masakan / inti kristal, dan stroop C.
Hasil dari setiap pan dialirkan dengan pipa menuju Stasiun Puteran agar dapat
dipisahkan antara gula dan larutan/stroop. Proses masakan yang dilakukan di PG.
Madukismo adalah A-C-D, dengan gula A (gula SHS) sebagai hasil akhirnya.
Pada pan A, kondisinya dibuat vakum dengan tekanan 60 cm Hg, sebelum diisi
dengan nira. Tekanan vakum membuat nira dapat mengalir pada pan dengan
sendirinya. Bibit masakan A adalah gula C. Klare gula A dalam putaran SHS
dimasak lagi dalam pan masakan A. Dalam pemutaran ini akan menghasilkan gula
A dan stroop A. Stroop A ini digunakan sebagai bahan dasar masakan C dan D.
Gula A masuk ke dalam mixer dan ditambahkan dengan fondan dan Gula C.
Pan C memiliki proses yang sama dengan pan A, namun menggunakan bahan
berbeda. Bahan dasar masakan C adalah stroop A dari masakan A dan bibit gula
D. Hasil dari pemasakan C ini adalah gula C sebagai bibit gula A dan stroop C
untuk bahan dasar masakan D. Pemasakan akan dilakukan sampai ukuran gula C
sudah mencapai 0,5- 0,6 mm.
Pan D diproses sama dengan A dan C. Pada pan D yang diperoleh adalah gula D
selain itu dihasilkan pula tetes (sebagai bahan dasar pembuatan alkohol, spiritus)
serta klare D. Bahan dasar masakan D sendiri dapat berasal dari stroop A, stroop
C, dan fondan. Fondan ditambahkan pada pan masakan D dengan ukuran fondan
42
0,005 mm untuk membentuk inti kristal. Ukuran kristal yang diinginkan adalah
sekitar 0,3 – 0,4 mm.
Untuk mendapatkan kristal gula yang putih dan bersih maka kristal gula perlu
diputar sebanyak dua kali, sehingga sistem puteran di PG. Madukismo memiliki
puteran masakan A dan masakan C, masakan D1 dan D2. Larutan yang dihasilkan
pada puteran I disebut stroop, sedangkan larutan yang dihasilkan pada puteran II
disebut klare. Setelah proses puteran ini, gula yang telah bersih dikeluarkan
dengan mengangkat tutup yang berbentuk kerucut atau pada mesin puteran,
digantungkan pada kait, gula kemudian akhirnya akan dialirkan ke dalam talang
goyang atau screw conveyor. Gula yang dialirkan ke talang goyang masih dalam
keadaan basah dan lengket. Gula yang mengandung air akan cepat rusak
dibanding gula kering, sehingga perlu dikeringkan sebelum dikemas dan
disimpan. Pada talang goyang, gula yang telah bersih akan mengalami
pengeringan. Talang goyang bekerja dengan cara bergerak maju mundur sehingga
gula yang berada di dalam talang goyang ini akan berlompatan dan terjadi
perpindahan panas dari butiran kristal gula dengan udara yang memiliki suhu
lebih rendah. Dari talang goyang ini kemudian akan dialirkan melalui elevator
yang menuju ke proses penyaringan gula dan pengemasan.
43
Pengolahan gula di bawah ini adalah seperti yang dilaporkan oleh Budi Santoso
Fakultas Teknik Industri Universitas Gunadarma (2017).
Proses pemurnian nira dilakukan dengan sulfitasi alkalis yang menghasilkan gula
jenis SHS IA. Pengolahan tebu menjadi kristal melalui beberapa stasiun
Proses Pembuatan Gula Pembuatan gula dari tebu adalah proses pemisahan
sakharosa yang terdapat dalam batang tebu dari zat-zat lain seperti air, zat
organik, dan sabut.
2
Dicuplik dengan bebagai perubahan yang diperlukan dari hasil penelitian Budi Santoso Fakultas
Teknik Industri Univesitas Gunadarma (file:///C:/Users/A442UR/Downloads/UG%20Jurnal
%20Budi%20Santoso%20ST.MMSi%20(3).pdf)
46
Pemisahan dilakukan secara bertingkat dengan jalan tebu digiling dalam beberapa
mesin penggiling sehingga diperoleh cairan yang disebut nira. Nira yang
diperoleh dari mesin penggiling dibersihkan dari zat-zat bukan gula dengan
pemanasan dan penambahan zat kimia. Sedangkan ampas digunakan bahan ketel
uap.
1. Penggilingan
Proses pertama adalah penggilingan untuk mendapatkan nira dari batang tebu
sebanyak-banyaknya pada stasiun penggilingan.
Tebu yang telah ditebang diangkut dengan truk dan lori-lori. Tebu yang masuk
ditimbang beratnya kemudian diangkut dengan lori masuk ke stasiun gilingan.
Tebu diangkat dengan pesawat pengangkat tebu yang berkapasitas 10 ton.
Selanjutnya diletakan di atas meja tebu untuk diumpankan ke gilingan melalui
krepyak tebu.
Dalam tahap pertama tebu yang akan diperah untuk diambil niranya masuk ke
crusher yang terdiri dari 2 buah rol crusher. Fungsi dari crusher adalah untuk
menghancurkan tebu menjadi potongan-potongan yang panjangnya kira-kira
107,3 mm.
Crusher tidak berfungsi sebagai alat pemerah, namun demikian nira sudah ada
yang keluar ke mesin penggiling untuk diperas, diambil niranya..
Mesin penggiling di PG X ada 4 unit, setiap unit terdiri dari 3 buah rol. Rol bagian
atas saja yang digerakkan dan diberi tekanan kira-kira 300 kg / cm 2, sedangkan rol
yang di bawah akan berputar dengan sendirinya karena adanya alur-alur dari
setiap rol belakang.
Tebu yang masuk ke gilingan I diperah hingga mendapatkan hasil nira yang
sebanyak-banyaknya, dengan tekanan 300 kg/cm2. Hasil dari gilingan I adalah
ampas I dan nira I. Nira I ditampung, lewat saluran nira bertemu dengan nira dari
crusher. Kedua nira ini disebut nira hasil perah pertama.
Hasil dari gilingan II ini adalah ampas II dan nira II. Nira dari crusher, nira
gilingan I dan nira gilingan II disebut nira mentah. Nira mentah dipompa ke bak
penampung dan ampas II diperah lagi di gilingan III untuk diambil niranya.
Ampas II diangkut ke gilingan II yang bertekanan 300 kg/cm2, untuk diperah lagi
47
karena masih ada niranya. Pada gilingan III ini ditambah air imbibisi sebanya
kira-kira 22% berat tebu yang akan digiling. Fungsi penambahan air imbibisi
adalah untuk mendapatkan persentase pemerahan yang tinggi dan menekan kadar
sakharosa yang ikut oleh ampas gilingan IV.
Hasil dari gilingan III adalah ampas III dan nira III, di mana nira III dialirkan
lewat saluran yang digunakan untuk nira imbibisi pada ampas I yang menuju ke
gilingan II.
Ampas III diangkut keg ilingan IV yang bertekanan 300 kg/cm2. Hasil dari
gilingan IV adalah ampas IV dan nira IV , di mana nira IV dialirkan lewat saluran
sebagai nira imbibisi pada ampas II yang menuju gilingan III. Sedangkan ampas
IV diangkut dengan “drag conveyer“ menuju ke tempat penyimpanan, yang
nantinya ampas digunakan sebagai bahan bakar ketel uap.
2. Pemurnian Nira
Pelaksanaan pemurnian dalam pembuatan gula dibedakan menjadi 3 macam yaitu:
a. Proses Defekasi.
Pemurnian cara Defekasi adalah cara pemurnian yang paling sederhana, bahan
pembantu hanya berupa kapur tohor. Kapur tohor hanya digunakan untuk
menetralkan asam-asam yang terdapat dalam nira. Nira yang telah diperoleh dari
mesin penggiling diberi kapur sampai diperoleh harga pH sedikit alkalis (pH 7,2).
Nira yang telah diberi kapur kemudian dipanaskan sampai mendidih. Endapan
yang terjadi dipisahkan
b. Proses Sulfitasi.
Pada pemurnian cara sulfitasi pemberian kapur berlebihan . Kelebihan kapur ini
dinetralkan kembali dengan gas sulfite. Penambahan gas SO2 menyebabkan : SO2
bergabung dengan CaO membentuk CaSO3 yang mengendap. SO2
memperlambat reaksi antara asam amino dan gula reduksi yang dapat
mengakibatkan terbentuknya zat warna gelap. SO2 dalam larutan asam dapat
mereduksi ion ferrri sehingga menurunkan efek oksidasi. Pelaksanaan proses
sulfitasi adalah sebagai berikut:
1) Sulfitasi dingin: Nira mentah disulfitasi sampai pH 3,8 kemudian diberi kapur
sampai pH 7. Setelah itu dipanaskan sampai mendidih dan kotorannya
diendapkan
2) Sulfitasi panas: Pada proses sulfitasi terbentuk garam CaSO 3 yang lebih
mudah larut dalam keadaan dingin, sehingga waktu dipanaskan akan terjadi
48
endapan pada pipa pemanas. Untuk mencegah hal ini pelaksanaan proses
sulfitasi dimodifikasi sebagai berkut :
a) Dimulai dengan nira mentah yang dipanaskan sampai 70-800C, disulfitasi,
deberi kapur, dipanaskan sampai mendidih dan akhirnya diendapkan. Pada
suhu kira-kira 750C kelarutan CaSO3 paling kecil.
b) Pengapuran sebagian dan sulfitasi dilakukan bila dicara sulfitasi panas
tidak dapat memberikan hasil yang baik maka dipakai cara modifikasi
berikut: pengapuran pertama sampai pH 8,0 pemanasan sampai 50-700C,
sulfitasi sampai pH 5,1 – 5,3 pengapuran kedua sampai pH 7 – 7,2
dilanjutkan dengan pemanasan dengan pemanasan sampai mendidih dan
pengendapan.
c. Proses Karbonatasi.
Cara ini merupakan cara yang paling baik dibanding dengan kedua cara di atas.
Sebagai bahan pembantu untuk pemurnian nira adalah susu kapur dan gas CO 2.
Pemberian susu kapur berlebihan kemudian ditambah gas CO2 yang berguna untuk
menetralkan kelebihan susu sehingga kotoran-kotoran yang terdapat dalam nira
akan diikat.
d. Pelaksanaan Pemurnian
Pemurunian nira pada Pabrik Gula X dilakukan pada Stasiun Pemurnian untuk
membersihkan nira mentah dengan menambah susu kapur Ca(OH) 2 dan kemudian
dialiri gas SO2. Setelah itu dilakukan pengendapan secara terus menerus. Proses
ini dikenal dengan nama sulfitasi alkalis.
Pemanas yang ada di PG X berbentuk tegak, hal ini dimaksudkan untuk efisiensi
tempat dan juga untuk memudahkan pembersihan apabila ada kerak yang
menempel di dalam pipa pemanas tersebut. Nira yang keluar dari pemanas I pada
suhu kira-kira 720C, tujuan pemanasan ini adalah untuk mempercepat reaksi pada
reaktor dan juga untuk mematikan jasad renik (mikrobia). Bahan pemanas yang
digunakan adalah uap bekas atau uap nira dari stasiun penguapan dan uap yang
dihasilkan dari ketel uap.
Gas CO2 dibuang sedang CaO yang diperoleh ditambah air di tangki pencampur.
Setelah tercampur disaring untuk memisahkan kotorannya. Reaksi kapur dengan
air:
Gas SO2 yang terjadi segera dialirkan melalui pipa yang di bagian luarnya diberi
air sebagai pendingin. Kemudian dialirkan ke sublimator. Terakhir dialirkan ke
peti sulfitasi
Reaktor (Sulfitator)
Nira yang telah melalui panas dimasukkan ke “ defecator “ untuk direaksikan
dengan susu kapur Ca(OH)2. Proses ini berlangsung secara terus menerus dan
tujuannya agar pH larutan kira-kira 9,5. Kemudian larutan dimasukkan ke reaktor,
pada reaktor ini dialirkan gas SO2 secara terus menerus dan terjadi reaksi sulfitasi.
Tujuan penambahan gas SO2 ini adalah untuk pembentukan endapan CaSO3 dan
dengan ini terjadi pembersihan kotoran. Reaksi:
Pengendapan
Tugas dari peti pengendapan adalah untuk mengendapkan kotoran-kotoran yang
terjadi selama proses sulfitasi, sehingga dihasilkan nira jernih dan nira kotor. Nira
jernih dialirkan ke tangki penampung nira jernih, sedangkan nira kotor disaring
dengan alat “filter press”. Hasil penyaringan dialirkan ke alat penimbangan untuk
diproses lagi, sedangkan endapannya (blotong) dibuang sebagai limbah.
Pemanas III
Nira jernih dari tangki penampung dialirkan ke pemanas III sampai mencapai
suhu 110OC. Tujuan pemanasan ini untuk mendekati titik didih nira, sehingga
pada evaporator nira sudah siap mendidih dan proses penguapan segera
terlaksana.
3. Penguapan
Nira yang telah mengalami proses pemurnian masih mengandung air, air ini harus
dipisahkan dengan menggunakan alat penguap. Penguapan adalah suatu proses
menghilangkan zat pelarut dari dalam larutan dengan menggunakan panas. Zat
pelarut dalam proses penguapan nira adalah air.
Bila nira dipanaskan terjadi penguapan molekul air. Akibat penguapan, nira akan
menjadi kental. Sumber panas yang digunakan adalah uap panas. Pada pemakaian
uap panas terjadilah peristiwa pengembunan. Sistem penguapan yang dipakai
perusahaan gula adalah penguapan efek banyak
terjadinya karamelisasi karena suhu tinggi serta menghemat kalori, maka proses
penguapan dilaksanakan pada suhu di bawah titik didihnya (tekanan vakum).
Badan pemanas yang dipakai pada stasiun ini berasal dari uap air bekas dan bila
perlu ditambah uap baru dari ketel. Uap dari badan penguap I dipakai untuk
memanaskan nira pada penguapan II dan sebagian disadap untuk bahan pemanas
pada pemanas I. Uap dari nira dari badan penguap II dipakai untuk memanaskan
nira pada badan penguapan III. Uap nira dari badan penguap III dipakai untuk
memanaskan nira pada badan penguapan IV, sedangkan uap nira yang keluar dari
badan penguap IV diembunkan dalam “barometric kondensor”.
Air embun yang berasal dari badan penguap I, II digunakan untuk air isian ketel
dan air embun dari badan penguapan III, IV digunakan untuk air imbibisi, air
cucian filter press, air cucian puteran.
Aliran nira dari setiap badan penguapan akan mengalir dengan sendirinya
dikarenakan adanya perbedaan tekanan pada setiap badan penguapan. Nira kental
yang seap dari badan penguap IV ditampung dalam tangki kemudian dipompa ke
sulfitator. Di sulfitator ini ditambahkan gas SO2, yang tujuannya untuk
memucatkan zat-zat warna dalam nira yang semula berwarna coklat tua akan
menjadi lebih jernih dan di sini pH diharapkan kira-kira 5,5.
Nira kental yang keluar dari sulfitator ini masih mengandung belerang, maka
dialirkan dulu ke tangki JSP (Juice Syrup Purification) untuk diberi flokulan
sehingga timbul kotoran-kotoran yang berlangsung secara kontinyu, nira
bersihnya dipompa ke tangki penampung nira kental dan siap untuk dimasak.
Sedangkan kotoran-kotoran yang mengapung (buih) dialirkan ke stasiun
pemurnian.
4. Pengkristalan
Proses pengkristalan adalah salah satu langkah dalam rangkaian proses di pabrik
gula di mana akan dikerjakan pengkristalan gula dari larutan yang mengandung
gula.
Dalam larutan encer jarak antara molekul satu dengan yang lain masih cukup
besar. Pada proses penguapan jarak antara masing-masing molekul dalam larutan
52
Pada tahap selanjutnya, bila kepekatan naik maka molekul-molekul dalam larutan
akan dapat saling bergabung dan membentuk rantai-rantai molekul sakharosa.
Sedangkan pada pemekatan lebih tinggi maka rantai-rantai sakharosa tersebut
akan dapat saling bergabung pula dan membentuk suatu kerangka atau pola kristal
sakharosa.
Kristalisasi dilakukan padan. Stasiun Kristalisasi Nira. Proses ini juga dikenal
sebagai proses pemasakan. Nira kental yang keluar dari stasiun penguapan
mempunyai kekentalan kira-kira 600Brix, di dalam stasiun kristalisasi diuapkan
lagi sampai mencapai kondisi lewat jenuh sehingga timbul kristal gula.
Pengambilan gula dari nira kental tidak dapat hanya satu kali, tetapi harus
dilakukan dalam beberapa tingkat.
Pada PG X proses pengkristalan dengan sistem 3 tingkat . Hal ini diharapkan agar
didapat produk SHS IA. Untuk mencegah karamelisasi sakharosa maka pada
waktu memasak dilaksanakan pada tekanan vakum kira-kira 65 cm Hg, sehingga
pada pemanasan kira-kira 600C diharapkan nira kental dalam pan pemasak sudah
mendidih.
Di PG X ada 6 buah pan masakan A yang dipakai untuk memasak nira yang
HKnya (harga kemurnian) tinggi, masing-masing VO-nya 104 m 2 dan volumenya
240 HL. Sebuah pan masakan B yang VO-nya 190 m 2 dan volumenya 250 HL.
Dua buah pan masakan D yang VO-nya berturut-turut 125 m 2 , 200 m2 , dan
volumenya 300 HL, 350 HL.
Dengan adanya penambahan bibit ini akan timbul butir-butir kristal, apabila jarak
antara butir kristal yang satu dengan yang lain cukup dekat atau rapat maka
ditambahkan klare SHS sehingga masakan menjadi encer kembali dengan harapan
memberikan kesempatan pada kristal untuk tumbuh lebih besar.
53
Proses pemasakan pada pan masakan B ini sama dengan proses pemasakan pada
pan masakan A. Setelah melalui pengontrolan dan kristal sudah banyak maka
hasil masakan tersebut diturunkan ke palung pendingin, kemudian dipompa ke
centrifuge. Dari proses ini dihasilkan gula C2 (digunakan sebagai bibit) dan
stroop B. Pada pan masakan D dimasukkan stroop B dan klare D (stroop hasil
putaran D2 yang kandungan gulanya rendah).
5. Pemisahan
Pemisahan gula yang terkristal dilakukan pada Stasiun Pemisahan terhadap hasil
dari stasiun kristalisasi, Pemisahan dilakukan terhadap campuran yang terdiri dari
larutan dan kristal sakharosa.
Stroop A digunakan sebagai bahan dasar pada pan masakan B, sedangkan gula A
dipompa ke putaran SHS. Di putaran SHS ini ditambahkan uap yang tujuannya
membantu proses pengeringan. Pada putaran SHS ini akan dipisahkan gula SHS
sebagai produk dan klare
Pada puteran SHS ini dihasilkan klare SHS yang pada masakan A sebagai bahan
campuran masakan dan gula B digunakan sebagai bibit (einwurf). Pada puteran
54
D1 dihasilkan gula D dan stroop yang disebut tetes. Gula D dipompa ke putaran
belakang D2, sedangkan tetesnya merupakan hasil samping karena kadar gulanya
sudah cukup rendah. Pada putaran D2 ini dipisahkan gula D2 selanjutnya dilebur
kembali dan dialirkan ke pan masakan D sebagai bahan campuran pada masakan
D
6. Penyelesaian
Gula yang keluar dari alat pemutar ditampung dalam alat getar (talang goyang).
Talang goyang ini selain berfungsi sebagai alat pengangkut, juga sebagai alat
pengering gula. Pengeringan ini menggunakan udara yang dihembuskan dari
bawah, hal ini dimaksudkan untuk mengurangi kadar air dalam gula.
7. Utilitas
Di PG X utilitas yang digunakan adalah air, uap, listrik dan udara.
a. Air
Untuk memenuhi kebutuhan air proses dan air minum perusahaan karyawan
digunakan air yang diambil dari sungai. Sebelum air digunakan sebagai air proses
dan air minum, maka dilakukan pengolahan air.
Di sini pengolahan air dilakukan secara fisis, di mana air dilewatkan dalam bak-
bak pengendap. Bak pengendap ini terbuat dari pasangan batu bata, bentuknya
persegi panjang dengan ukuran 25m x 12m.
Perjalanan air di dalam bak melalui beberapa sekat, agar Lumpur dan partikel-
partikel lainnya mengendap. Bak pengendap ini dilengkapi dengan pompa untuk
memasukkan air ke peti reasevoir air pengisi ketel dan tangki air kali.
55
Tangki air kali ini berfungsi untuk menampung air kali yang bersih, di mana air
kali ini digunakan sebagai isian ketel apabila air embun tidak mencukupi dan
digunakan sebagai air minum
b. Uap
Uap diperoleh dari ketel uap, untuk memenuhi kebutuhan uap PG X mempunyai 9
buah ketel uap jenis pipa api. Ketel pipa api ini termasuk ketel tekanan rendah,
dengan tekanan kerja 6-8 kg/cm2 . Uap digunakan untuk menjalankan mesin-
mesin uap atau pesawat pengolahan dan sebagian untuk proses pengolahan gula.
Air di dalam ketel uap dipanaskan sampai mendidih, maka air akan menguap. Uap
ditampung dalam dom uap, baru yang dihasilkan dialirkan ke mesin-mesin atau
pesawat pengolahan melalui pipa-pipa.
Pemanas yang digunakan adalah hasil pembakaran bahan bakar ( ampas tebu )
pada dapur ketel. Ampas ini diumpankan ke dalam dapur ketel melalui pintu
pengumpan dengan menggunakan tenaga orang.
c. Listrik
Kebutuhan tenaga listrik diperoleh dari genset yang digerakkan oleh mesin diesel
maupun mesin uap. Lokasi genset terbagi menjadi 2 yaitu :
Dalam masa giling pembangkit listrik yang digunakan adalah yang digerakkan
dengan mesin uap dan dibantu dengan mesin diesel. Pembangkit listrik yang
digunakan di luar masa giling adalah mesin diesel.
Kebutuhan tenaga listrik menggunakan 2 macam arus : AC dan arus DC. Adapun
arus AC diperoleh dari generator dengan penggerak mesin uap.
d. Udara
Udara digunakan sebagai pembantu pembuatan gas SO2 dalam dapur pembakaran
Rujukan
Halim K, Rapidoor Clarifier dalam Industri Gula, LPP Yogyakarta , 1973
Landdheer A, Pesawat Industri Gula‟ diterjemahkan oleh Madukoro dan Soerjadi, LPP
Yogyakarta, 1977
56
Soerjadi, Peranan KOmponen Batang Tebu dalam Pabrikasi Gula‟ Lpp Yogyakarta,
1977