Kasus Esofagitis
Kasus Esofagitis
KASUS
Identitas
Nama : Tn. J
Usia : 51 tahun
Alamat : Kp. Cibadak RT 005/007, Sukabumi
Agama : Islam
Suku : Sunda
Pekerjaan : Pegawai Negeri
Tanggal Masuk : 01 Agustus 2013
Tanggal Konsultasi : 02 Agustus 2013
Anamnesis – Autoanamnesis
Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat gastritis sejak usia muda (± usia 20 tahun)
Riwayat alergi dan asma disangkal
Riwayat batuk lama disangkal
Riwayat diabetes mellitus disangkal
Thorax
Paru
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris
Palpasi : Vocal premitus teraba simetris
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Bunyi nafas vesikular +/+, wheezing -/-, rhonki -/-
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba pada linea midclavicularis kiri ICS IV
Perkusi : Batas-batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : Bunyi jantung reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Tampak cembung, sikatriks (-)
Auskultasi : Bising usus 5x/menit
Palpasi : Supel, nyeri tekan dalam pada daerah epigastrium (+), massa (-)
Extremitas
Akral pada kedua ekstremitas hangat, Capillary refill time < 2 detik
Membran Timpani
Dextra : Intak, reflex cahaya (+)
Sinistra : Intak, refleks cahaya (+)
Cavum Nasi
Dextra : Hiperemis(-), edema(-), sekret(-), hipertrofi konka(-),
deviasi septum (-)
Sinistra : Hiperemis(-), edema(-), sekret(-), hipertrofi konka(-),
deviasi septum (-)
Nasopharynx Oropharynx
Pallatum Mole : Hiperemis (-/-), edema (-/-)
Tonsil : Hiperemis (-/-), edema (-/-), tonsil T1/T1
kripta melebar (-/-), detritus(-/-), pus (-/-)
Uvula : Hiperemis (-), edema (-)
Diagnosis Banding
Odinofagia e.c suspek refluks esofagitis
Odinofagia e.c suspek infeksi esofagitis
Pemeriksaan Penunjang
01 Agustus 2013
Hemoglobin : 13,9 gr/dL
Leukosit : 6700/uL
LAPORAN KASUS - ESOFAGITIS 3
Hematokrit : 40,6 %
Trombosit : 233.000/uL
Gula Darah Sewaktu : 103 mg/dl
Pemeriksaan Penunjang
Foto Cervical
Esofagogram
Interpretasi :
- Tampak kontras mengisi esofagus, bagian 1/3 proksimal, 1/3 tengah dan 1/3 distal
- Mukosa tampak ireguler pada esofagus bagian 1/3 proksimal dan 1/3 tengah
- Tidak tampak filling defect/ filling afect
Kesan :
- Esofagitis pada esofagus bagian 1/3 proksimal dan 1/3 tengah
- Tidak tampak massa
Diagnosis Kerja
Odinofagia e.c suspek refluks esofagitis
Medikamentosa
Cefotaxime IV - 2x1
Ranitidine IV - 2x1
Ambroxol Syrup - 3x1
Rhinofed Syrup - 3x2
Dexanta Syrup - 3x1
Non-Medikamentosa
Diet cair
Follow Up Pasien:
02-08-2013
S : Pasien masih merasakan sakit saat menelan, tenggorokkan terasa penuh dahak
O : Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Nadi : 80 kali/menit
Pernapasan : 18 kali/menit
Suhu : 36,0 oC
SGOT : 23,2 U/L
SGPT : 14,3 U/L
GDS : 112 mg/dl
Ureum : 24,6 mg/dl
Kreatinin : 0,88 mg/dl
Natrium : 143 mmol/L
Kalium : 4,03 mmol/L
Calsium : 9,3 mmol/L
Clorida : 111 mmol/L
P : Cefotaxime IV - 2x1
Ranitidine IV - 2x1
Ambroxol Syrup - 3x1
Rhinofed Syrup - 3x2
Dexanta Syrup - 3x1
S : Pasien masih merasakan sakit saat menelan, tenggorokkan terasa penuh dahak
O : Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 82 kali/menit
Pernapasan : 20 kali/menit
Suhu : 36,0 oC
GDS : 100 mg/dl
P : Cefotaxime IV - 2x1
Ranitidine IV - 2x1
Ambroxol Syrup - 3x1
Rhinofed Syrup - 3x2
Dexanta Syrup - 3x1
Neurofisiologi Menelan
Proses menelan dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase oral, fase faringeal dan fase
esophageal.
Fase Oral
Pada fase oral ini akan terjadi proses pembentukan bolus makanan yang dilaksanakan
oleh gigi geligi, lidah, palatum mole, otot-otot pipi dan saliva untuk menggiling dan
membentuk bolus dengan konsistensi dan ukuran yang siap untuk ditelan. Proses ini
berlangsung secara di sadari.
Pada fase oral ini perpindahan bolus dari ronggal mulut ke faring segera terjadi, setelah
otot-otot bibir dan pipi berkontraksi meletekkan bolus diatas lidah. Otot intrinsik lidah
berkontraksi menyebabkan lidah terangkat mulai dari bagian anterior ke posterior.
Bagian anterior lidah menekan palatum durum sehingga bolus terdorong ke faring.
Bolus menyentuh bagian arkus faring anterior, uvula dan dinding posterior faring
sehingga menimbulkan refleks faring. Arkus faring terangkat ke atas akibat kontraksi
m. palato faringeus (n. IX, n.X dan n.XII)
Jadi pada fase oral ini secara garis besar bekerja saraf karanial n.V2 dan nV.3 sebagai
serabut afferen (sensorik) dan n.V, nVII, n.IX, n.X, n.XI, n.XII sebagai serabut efferen
(motorik).
Fase Faringeal
Fase ini dimulai ketika bolus makanan menyentuh arkus faring anterior (arkus
palatoglosus) dan refleks menelan segera timbul. Pada fase faringeal ini terjadi :
1. m. Tensor veli palatini (n.V) dan m. Levator veli palatini (n.IX, n.X dan n.XI)
berkontraksi menyebabkan palatum mole terangkat, kemudian uvula tertarik keatas
dan ke posterior sehingga menutup daerah nasofaring.
Pada fase faringeal ini saraf yang bekerja saraf karanial n.V.2, n.V.3 dan n.X sebagai
serabut afferen dan n.V, n.VII, n.IX, n.X, n.XI dan n.XII sebagai serabut efferen.
Bolus dengan viskositas yang tinggi akan memperlambat fase faringeal, meningkatkan
waktu gelombang peristaltik dan memperpanjang waktu pembukaan sfingter esofagus
bagian atas. Bertambahnya volume bolus menyebabkan lebih cepatnya waktu
pergerakan pangkal lidah, pergerakan palatum mole dan pergerakan laring serta
pembukaan sfingter esofagus bagian atas. Waktu Pharyngeal transit juga bertambah
sesuai dengan umur.
Fase Esofageal
Pada fase esofageal proses menelan berlangsung tanpa disadari. Bolus makanan turun
lebih lambat dari fase faringeal yaitu 3-4 cm/ detik.
Cairan biasanya turun akibat gaya berat dan makanan padat turun karena gerak
peristaltik dan berlangsung selama 8-20 detik. Esophagal transit time bertambah pada
lansia akibat dari berkurangnya tonus otot-otot rongga mulut untuk merangsang
gelombang peristaltik primer.
Proses menelan diatur oleh sistem saraf yang dibagi dalam 3 tahap :
Anatomi Esofagus
Esofagus adalah suatu tabung otot yang terbentang dari hipofaring (Cervikal 6) sampai
ke lambung (Torakal 11) dengan panjang 23-25 cm pada dewasa. Esofagus pada
awalnya berada di garis tengah kemudian berbelok ke kiri dan kembali ke tengah
setinggi mediastinum (T7) kemudian berdeviasi ke kiri ketika melewati hiatus
diafragma. Lengkunganesof agus dilihat dari sisi anteroposterior mengikuti
lengkungan dari vertebra torakal. Perkembangan esophagus dimulai pada minggu
keempat pembuahan, dimana pada minggu tersebut terbentuk suatu diverticulum
laringotrakea pada bagian ventral dari foregut. Divertikulum tersebut terus
berkembang ke arah kaudal kemudian akan dipisahkan dari tabung laringotrakea oleh
septum trakeoesofageal. Rekanalisasi dari tabung esophagus ini terus berkembang
sampai minggu ke delapan. Pada esofagus normal terdapat 3 penyempitan yaitu pada
pertemuan antara faring dan esofagus (Cervikal 6 atau 15 cm dari incisivus atas), pada
persilangan arkus aorta dan bronkus kiri (Torakal 4-5 atau setinggi 25 cm dari
incisivus atas) dan pada hiatus diafragma (Torakal 10 atau 40 cm dari incisivus atas.
Lumen esofagus mempunyai diameter yang berbeda pada tiap-tiap lokasi serta
mempunyai kemampuan elastisitas yang tinggi. Ukuran diameter lumen esofagus
pada masing-masing penyempitan.
Krikofaring 23 17
Arkus aorta 24 19
Bronkus kiri 23 17
Diafragma 23 23
Dinding esofagus terdiri dari 4 lapisan dari dalam ke luar yaitu lapisan mukosa,
submukosa, lapisan otot dan lapisan fibrosa. Pada lapisan mukosa terdapat epitel
gepeng bertingkat tidak berkeratin, lapisan submukosa terdapat serabut kolagen yang
tebal dan serabut elastin serta kelenjer mukus dan plexus Meissner. Lapisan otot
terdiri dari otot polos dan otot lurik. Pada sepertiga atas esofagus terdapat otot lurik
dan sepertiga bawah terdapat otot polos, sedangkan sepertiga tengah terdapat
campuran otot polos dan otot lurik. Otot bagian dalam mempunyai serat sirkuler
sedangkan bagian luar mempunyai serat longitudinal. Serat sirkuler pada bagian
bawah esofagus menebal membentuk spingter kardia. Plexus Myentericus Auerbach
terdapat di antara kedua lapisan otot ini.
Esofagus diperdarahi oleh cabang tiroidea inferior dari trunkus tiroservikalis, dari
aorta t orakalis desenden, cabang gastrikus sinistra dari arteri celiac dan dari cabang
phrenikus inferior sinistra dari aorta abdominal. Esofagus dipersarafi oleh serabut
parasimpatis yang berasal dari nervus vagus dan serabut simpatis dari trunkus
simpatikus.Aliran limfe dari esofagus segmen servikal, torakal dan abdominal, masuk
ke kelenjer servikal dalam, kelenjer mediastinum posterior dan kelenjer gastrikus.
Fisiologi Esofagus
Fungsi esofagus selain sebagai saluran makan, juga dalam proses menelan. Terdapat 3
fase proses menelan yaitu fase oral (bucal), fase faringeal dan fase esophageal. Pada
fase oral, makanan yang masuk ke dalam mulut dikunyah, dilubrikasi oleh saliva dan
dirubah menjadi bolus kemudian didorong masuk ke faring dengan bantuan elevasi
lidah ke palatum. Fase faringeal dimulai bila bolus makanan ini telah berkontak
dengan mukosa faring. Adanya reflek akan mendorong bolus memasuki orofaring,
laringofaring dan terus ke esofagus. Pada saat ini hubungan ke nasofaring, rongga
mulut dan laring akan tertutup.
Setelah makanan masuk ke esofagus, spingter atas esofagus akan tertutup dan dengan
gerakan peristaltik akan mendorong bolus makanan ke bawah. Sebelum peristaltik ini
sampai di bagian bawah esofagus, spingter bawah akan berelaksasi sehingga dapat
menyebabkan lewatnya cairan ke lambung. Gerakan peristaltik pada bagian bawah
esofagus akan mendorong bolus makanan ke lambung kemudian menutup spingter
ESOFAGITIS
Definisi
Suatu keadaan dimana mukosa esofagus mengalami peradangan, dapat terjadi secara
akut maupun kronik (Widayarti Sudiarto, 1994). Esofagitis kronik adalah peradangan
yang disebabkan oleh luka bakar karena zat kinia yang bersifat korosif,, misalnya
berupa asam kuat, basa kuat dan zat organik. Contoh-contoh tersebut dapat merusak
esofagus jika diminum atau ditelan dan apabila diserap oleh darah hanya akan
menyebabkan keracunan saja.
Klasifikasi Esofagitis
Etiologi
Refluks cairan lambung atau duodenum
Gejala Klinis
Rasa terbakar didada (heartburn) nyeri nyeri di daerah ulu hati, rasa mual.
Patofisiologi
Inflamasi terjadi pada epitel skuamosa di esofagus distal, disebabkan oleh kontak
berulang dan dalam waktu yang cukup lama dengan asam yang mengandung pepsin
ataupun asam empedu. Kelainan yang terjadi dapat sangat ringan, sehingga tidak
menimbulkan cacat, dapat pula berupa mukosa mudah berdarah, pada kelainan yang
lebih berat terlihat adanya lesi erosif, berwarna merah terang. Hal ini menunjukkan
esofagitis peptik.
Pemeriksaan Penunjang
Etiologi
Esofagitis refluks basa : disebabkan oleh adanya enzim proteolitik dari pankreas,
garam-garam empedu atau campuran dari kedua zat tersebut, atau adanya asam
hidroklorid yang masuk dan kontak dengan mukosa esofagus.
Gejala Klinis
Rasa sakit di retrosternal. Regurgitasi yang terasa sangat pahit, disfagia, adinofagia
dan anemia defisiensi besi kadang-kadang terjadi hematemesis berat.
Patofisiologi
Pemeriksaan Penunjang
Penatalaksanaan
Pengobatan esofagitis refluks basa harus cepat dan intensif, antara lain pemberian
antibiotika, steroid, cairan intravena dan kemungkinan dilakukan pembedahan,
apabila penyakit ini telah memetasfase (menyebar) di sekitarnya.
c. Esofagitis Infeksi
Esofagitis Candida
Etiologi
Gejala Klinis
Patofisiologi
Esofagitis Candida
Pada stadium awal tampak mukosa yang irreguler dan granuler, pada keadaan lebih
berat mukosa menjadi edema dan tampak beberapa tukak. Bila infestasi jamur
masuk ke lapisan sub mukosa, maka edema akan bertambah parah, tukak yang kecil
makin besar dan banyak sampai terlihat gambaran divertikel, sehingga terjadi
esofagitis Kandida (Moniliasis).
Pemeriksaan Penunjang
Pengobatan
Nystatin 200.000 unit diberikan sebagai obat kumur yang ditelan maupun yang
dimakan setiap 2 jam pada saat pasien tidak sedang tidur, merupakan pengobatan
standar, cukup efektif dan hampir tidak ada efek sampingnya. Bila pasien resisten
terhadap Nystatin, maka pilihan kedua adalah Flusitosine 100 mg per Kg BB, tiap
hari dibagi dalam 3 kali pemberian setiap sesudah makan, selama 4-6 minggu. Obat-
obat antifungal lain yang dinyatakan efektif yaitu Imidazole, Ketoconazole,
Amphotericine dan Miconazole.
Esofagitis Herpes
Esofagitis Herpes disebabkan oleh infeksi virus herpes zoster / herpes simpleks.
Etiologi
Gejala klinik berupa disfagia, odinofagia, dan rasa sakit retrosternal yang tidak
membaik setelah pengobatan dengan nyastin atau anti fungal lain.
Patofisiologi
Esofagitis Herpes
Seseorang dengan daya tahan tubuh menurun seperti pada penderita yang lama
dirawat di RS, pengobatan dengan imunosupresor. Penderita dengan penyakit
stadium terminal yang terkena virus herpes zoster dengan lesi pada mukosa mulut
dan kulit, mengakibatkan esofagitis herpes, dimana lesi awal yang klasik berupa
popula atau vesikel atau tukak yang kecil kurang dari 5 mm dengan mukosa di
sekitarnya hiperemis. Dasar tukak berisi eksudat yang berwarna putih kekuningan,
jika tukak melebar akan bergabung dengan tukak di dekatnya menjadi tukak yang
besar.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan klinik : Terdapat lesi herpes zooster dimukosa mulut atau di kulit.
Penatalaksanaan
Pengobatan suporatif yaitu dengan memberikan makanan lunak dan cair, anastesi
lokal diberikan adalah antibiotik selama 2-3 minggu atau 5 hari bebas demam.
Kartikosteroid untuk mencegah terjadinya pembentukan fibrosis yang berlebihan
dan Analgetik. Selain itu yang dilakukan esofagoskopi pada hari ke-3 setelah
kejadian atau bila luka di bibir, mulut dan faring sudah tenang.
Esofagitis Korosif
Esofagitis korosif terjadi karena masuknya bahan kimia yang korosif ke dalam
esofagus. Hal ini biasanya terjadi karena kecelakaan atau dalam usaha bunuh diri.
Etiologi
Disebabkan oleh luka bakar karena zat kimia yang bersifat korosif, misalnya
asamkuat, basa kuat dan zat organik (cair, pasta, bubuk dan zat padat). Bahan alkali
(detergent / NaOH murni).
Gejala yang sering timbul adalah disfagi (kesulitan menelan), odinofagia dan adanya
rasa sakit retrosternal.
Patofisiologi
Pemeriksaan Penunjang
Disebabkan oleh pil atau kapsul yang ditelan dan tertahan di esofagus yang
kemudian mengakibatkan timbulnya iritasi dan inflamasi.
Gejala Klinis
Gejala yang timbul berupa odinofagia, rasa sakit retrosternal yang terus-menerus,
disfagia atau kombinasi dari ketiga gejala ini.
Patofisiologi
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Esofagoskopi : Terdapat edema lokal dengan eritem, lesi erosif dengan
pseudomembran atau eksudat.
Penatalaksanaan
Cummings CW, et al. Cummings Otolaryngology Head & Neck Surgery. 4th Ed.
Philadelphia: Mosby Inc;2005.
Bailey BJ, et al. Head & Neck Surgery: Otolaryngology. 4th ed. Lippincot Williams &
Wilkin;2006.
Harrison TR, et al. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 17th Ed. McGraw-
Hill;2008
Price, Sylvia, dkk. 1994. Patofisiologi Konsep Klinik, Proses-Proses Penyakit. Buku
Kedokteran EGC : Jakarta.