PENDAHULUAN
1
bening (Prihaningtyas, 2014). Varicella ditularkan melalui kontak langsung
(cairan vesikel) dan droplet (Irianto, 2013). Virus cacar air dapat menyebar
melalui udara saat penderita bersih atau batuk. Selain itu, bersentuhan dengan
ruam cacar air pada penderita dapat menyebabkan penularan virus tersebut.
Tidak hanya berasal dari penderita cacar air, virus cacar air dapat ditularkan
oleh penderita herpes atau shingle (Prihaningtyas, 2014). Virus penyebab
cacar air sama dengan virus penyebab herpes, yaitu varicella zoster virus.
Seseorang yang belum pernah mendapatkan vaksin cacar air atau terinfeksi
cacar air berisiko menderita cacar air di kemudian hari (Prihaningtyas, 2014).
Varicella atau Chikenpox merupakan penyakit yang banyak ditemukan
pada anak usia sekolah, dimana lebih dari 90% kasus diderita anak usia kurang
dari 10 tahun. Penyakit ini tidak berat pada anak yang sehat, meskipun
morbiditas meningkat pada orang dewasa dan pada pasien dengan
immunocompromised. WHO (Word Health Organization) adalah salah satu
badan PBB yang bertindak sebagai koordinator kesehatan umum
internasional. Menurutdata WHO (2010), di Amerika Serikat, balita yang
terserang penyakit varicella (cacar air) per tahun sekitar 200 ribu orang. Setiap
tahun diperkirakan sekitar 25%-45% ibu membawa anaknya ke rumah sakit
untuk berobat karena penyakit varicella dan sekitar 15% balita mengalami
penyakit varicella yang serius. Prevalensi penyakit varicella pada balita cukup
tinggi yaitu sekitar 58 % pada tahun 2010 (Harahap, 2013). Di Amerika
serikat sekitar 90% penduduk dewasa mempunyai kekebalan terhadap
varicella. Kekebalan varicella berlangsung seumur hidup setelah seseorang
terkena serangan penyakit ini satu kali. Angka kematian penyakit ini relative
rendah. Di Amerika Serikat rata-rata kematian adalah 2 per 100.000
penduduk, tetapi bisa meningkat sampai 30 per 100.000 pada orang dewasa.
Kematian biasanya terjadi karena adanya komplikasi. Mortalitas kasus dengan
komplikasi cukup tinggi yaitu 5-25% pada 15% penderita yang selamat akan
mempunyai sekuele yang menetap berupa kejang, retardasi mental dan
kelainan atau perubahan perilaku (Irianto, 2013)
2
Menurut data Depkes RI, 2010 balita yang terserang penyakit varicella
(cacar air) sekitar 750 ribu orang. Setiap tahun diperkirakan sekitar 35%-40%
ibu melaporkan anaknya untuk mendapatkan vaksin ke rumah sakit karena
penyakit varicella dan sekitar 20% balita mengalami penyakit varicella yang
serius. Prevalensi penyakit varicella pada balita cukup tinggi yaitu sekitar 69
% pada tahun 2010 (Harahap, 2013). Insidensi varicella di Indonesia
diperkirakan 3,1-3,5 juta setiap tahun. Meskipun belum ada penelitian di
Indonesia, namun kasus varicella yang dirawat di beberapa rumah sakit besar
di lima provinsi menunjukan angka yang cukup tinggi, sekitar 607 kasus
dilaporkan oleh rumah sakit tersebut selama kurun waktu tahun 1994-1995.
Infeksi ini menyerang semua usia termasuk neonatus dengan puncak insidensi
pada usia 5-9 tahun. Sembilan puluh persen pasien varicella berusia kurang
dari 10 tahun. sementara itu, herpes zozter menyerang kelompok usia yang
lebih dewasa. Di Indonesia, dari data rumah sakit yang terbatas itu, sebagian
besar penderita berusia 5- 44 tahun. Belum ada penjelasan yang memadai
mengapa di Indonesia terdapat perbedaan (Gatra, 2011).
3
4. Mengetahui patofisiologi dari cacar air atau varicella
5. Mengetahui komplikasi dari cacar air atau varicella
6. Mengetahui pencegahan dari cacar aiar atau varicella
7. Mengetahui pemeriksaan laboratorium dari cacar air atau varicella
8. Mengetahui penatalaksaan cacar air atau varicella
9. Mengetahui asuhan keperawatan pada anak dengan cacar air atau
varicella
4
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi
Cacar air atau Varicella simplex adalah suatu penyakit menular yang
disebabkan oleh infeksi virus varicella-zoster. Penyakit ini disebarkan secara
aerogen. Waktu terekspos sampai kena penyakit dalam tempo 2 sampai 3
pekan, hal ini bisa ditandai dengan badan yang terasa panas (Ridha, 2014).
Varicella atau cacar air adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
herpes virus DNA, Varicella Zoster (Helen, 2007).
2.2 Etiologi
5
Menurut Helen, 2007 etiologi untuk varicella adalah:
Gejala awal penderita akan merasa sedikit demam, pilek, cepat merasa
lelah, lesu, dan lemah. Gejala-gejala ini khas untuk infeksi virus. Pada kasus
yang lebih berat, bisa didapatkan nyeri sendi, sakit kepala dan pusing.
Beberapa hari kemudian timbullah kemerahan pada kulit yang berukuran kecil
yang pertama kali ditemukan di sekitar dada dan perut atau punggung lalu
diikuti timbul di anggota gerak dan wajah (Ridha, 2014).
Kemerahan pada kulit ini lalu berubah menjadi lenting berisi cairan
dengan dinding tipis. Ruam kulit ini mungkin terasa agak nyeri atau gatal
6
sehingga dapat tergaruk tak sengaja. Jika lenting ini dibiarkan maka akan
segera mengering membentuk keropeng (krusta) yang nantinya akan terlepas
dan meninggalkan bercak di kulit yang lebih gelap (hiperpigmentasi). Bercak
ini lama-kelamaan akan pudar sehingga beberapa waktu kemudian tidak akan
meninggalkan bekas lagi. Tetapi, jika lenting cacar air tersebut dipecahkan.
Krusta akan segera terbentuk lebih dalam sehingga akan mengering lebih
lama, kondisi ini memudahkan infeksi bakteri terjadi pada bekas luka garukan
tadi. Setelah mengering bekas cacar air tadi akan menghilang bekas yang
dalam. Terlebih lagi jika penderita adalah dewasa atau dewasa muda, bekas
cacar air akan lebih sulit hilang (Ridha, 2014).
1. Stadium prodromal
Gejala timbul setelah 14-15 hari masa inkubasi dengan timbulnya
ruam kulit disertai demam, malaise. Pada anak lebih besar-besar dan
dewasa didahului oleh demam selama 2-3 hari sebelumnya, mengigil,
malaise, nyeri kepala, anoreksia, nyeri punggung dan pada beberapa
kasus nyeri tenggorok dan batuk.
2. Stadium erupsi
Ruam kulit muncul dimuka dan kulit kepala, badan dan ektremitas.
Penyebaran lesi varicella menjadi krusta 8-12 jam dan akan lepas
dalam waktu 1-3 minggu tergantung kepada dalamnya kelainan kulit.
Menurut Nyimas dan Titi 2019 stadium varicella dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Tahap prodromal
1) Demam ringan, lemah, nafsu makan berkurang
2) Dimulai sejak 1-2 hari sebelum lesi
2. Lesi
1) Pertama muncul di bagian tungkai tubuh dan kulit kepala
2) Biasanya hilang timbul
7
3) Dimulai dengan macula, kemudian menjadi papular, lalu
vesicular, setelah itu mengering dan berkerak
2.4 Patofisiolgi
8
sensoris akan sampai ke kulit dan kemudian akan timbul gejala klinis. (Lubis,
2008).
9
2.5 Komplikasi
Menurut Lubis, 2008 komplikasi yang dapat dijumpai pada varicella yaitu:
10
2) Encephalitis
Gejala ini sering timbul selama terjadinya akut varicella yaitu
beberapa hari setelah timbulnya ruam, lethargy, drowsiness dan
confusion adalah gejala yang sering dijumpai. Beberapa anak
mengalami sizure dan perkembangan enchepalitis yang cepat dapat
menimbulkan koma yang dalam. Merupakan komplikasi yang serius
dimana angka kematian berkisar 5-20%. Insiden berkisar 1,7/100.000
penderita.
5. Herpeszoster
Komplikasi yang lambat dari varicella yaitu timbulnya herpes zoster.
Varicella zoster virus menetap pada ganglion sensoris.
6. Reye Syndrome
Ditandai dengan fatty liver dengan encephalophaty. Keadaan ini
berhubungan dengan penggunaan aspirin, tetapi setelah digunakan
acetaminophen (antipiretik) secara luas, kasus reye sindrom mulai jarang
ditemukan.
2.6 Pencegahan
11
Anak yang belum pernah menderita cacar air harus mendapatkan 2 dosis
vaksinasi cacar air pada usia:
Bagi yang berusia 13 tahun keatas (yang belum pernah menderita cacar air
atau mendapatkan vaksinasi cacar air) arus mendapatkan dua dosis minimal
dalam jarak waktu 28 hari. (Centers for Disease Control and Prevention).
Bila anak berusia >13 tahun atau pada dewasa, vaksin diberikan sebanyak
2 kali dengan interval pemberian 4-8 minggu. Tidak ada kata terlambat untuk
pemberian vaksin cacar air. Jadi, selama anak Anda berusia lebih dari satu
tahun, kapanpun itu Anda dapat membawanya untuk mendapat vaksin ini.
12
1. Tzanck smear
1) Preparat diambil dari discraping dasar vesikel yang masih baru,
kemudian diwarnai dengan pewarnaan yaitu hematoxylin-eosin,
Giemsa’s, Wright’s, toluidine blue ataupun Papanicolaou’s.
2) Dengan menggunakan mikroskop cahaya akan dijumpai
multinucleated giant cells.
3) Pemeriksaan ini sensitifitasnya sekitar 84%.
4) Test ini tidak dapat membedakan antara virus varicella zoster dengan
herpes simpleks virus.
2. Direct fluorescent assay (DFA)
1) Preparat diambil dari scraping dasar vesikel tetapi apabila sudah
berbentuk krusta pemeriksaan dengan DFA kurang sensitif.
2) Hasil pemeriksaan cepat.
3) Membutuhkan mikroskop fluorescence.
4) Test ini dapat menemukan antigen virus varicella zoster.
5) Pemeriksaan ini dapat membedakan antara VZV dengan herpes
simpleks virus.
3. Polymerase chain reaction (PCR)
1) Pemeriksaan dengan metode ini sangat cepat dan sangat sensitif.
2) Dengan metode ini dapat digunakan berbagai jenis preparat seperti
scraping dasar vesikel dan apabila sudah berbentuk krusta dapat juga
digunakan sebagai preparat, dan CSF.
3) Sensitifitasnya berkisar 97 - 100%.
4) Test ini dapat menemukan nucleic acid dari virus varicella zoster.
4. Biopsi kulit
Hasil pemeriksaan histopatologis: tampak vesikel intraepidermal dengan
degenerasi sel epidermal dan acantholysis. Pada dermis bagian atas
dijumpai adanya lymphocytic infiltrate.
13
2.8 Penatalaksanaan Varicella
14
c. Vesikel yang sudah pecah atau sudah terbentuk krusta, dapat
diberikan salep antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi
sekunder.
d. Bila lesi masih dalam bentuk vesikel, dapat diberikan bedak
atau losio pengurang gatal (misalnya losio kalamin).
15