Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Cacar air atau Varicella simplex adalah suatu penyakit menular yang
disebabkan oleh infeksi virus varicella-zoster. Penyakit ini disebarkan secara
aerogen. Waktu terekspos sampai kena penyakit dalam tempo 2 sampai 3
pekan, hal ini bisa ditandai dengan badan yang terasa panas (Ridha, 2014).
Masa inkubasi virus varicella-zoster 11-12 hari atau 13-17 hari (Pudiastuti,
2011).
Cacar air atau varicella adalah penyakit akut menular dengan karakteristik
adanya macula, papula, vesikel pada kulit. Cacar air walaupun namanya mirip
dengan cacar, merupakan penyakit yang berbeda. Cacar air, dalam bahasa
medisnya disebut varicella, dan dalam bahasa Inggris dinamai chiken pox.
Penyakit ini dapat berakibat fatal, terutama bila mengenai bayi atau lanjut
usia. Bagi yang bisa sembuh pun, penyakit ini akan memberikan bekas di kulit
berupa bopeng-bopeng (Pudiastuti, 2011).
Gejala yang muncul pada cacar air adalah sama dengan cacar, yaitu sama-
sama ada demam. Akan tetapi perbedaan terdapat pada gelembung yang
muncul kecil-kecil dan tidak serentak, yang dimulai dari bagian tubuh
penderita lalu menjalah ke anggota tubuh lainnya. Secara umum, penyakit
cacar air ini jauh lebih ringan dan tidak seberbahaya penyakit cacar
(Pudiastuti, 2011). Gejala awal penderita akan merasa sedikit demam, pilek,
cepat merasa lelah, lesu, dan lemah. Gejala-gejala ini khas untuk infeksi virus.
Pada kasus yang lebih berat, bisa didapatkan nyeri sendi, sakit kepala dan
pusing. Beberapa hari kemudian timbullah kemerahan pada kulit yang
berukuran kecil yang pertama kali ditemukan di sekitar dada dan perut atau
punggung lalu diikuti timbul di anggota gerak dan wajah (Ridha, 2014).
Varicella atau cacar air ditularkan melalui percikan ludah lalu masuk ke
dalam tubuh manusia melalui saluran pernapasan. Dari saluran pernapasan ini
virus akan menyebar ke seluruh tubuh bersama peredaran darah dan getah

1
bening (Prihaningtyas, 2014). Varicella ditularkan melalui kontak langsung
(cairan vesikel) dan droplet (Irianto, 2013). Virus cacar air dapat menyebar
melalui udara saat penderita bersih atau batuk. Selain itu, bersentuhan dengan
ruam cacar air pada penderita dapat menyebabkan penularan virus tersebut.
Tidak hanya berasal dari penderita cacar air, virus cacar air dapat ditularkan
oleh penderita herpes atau shingle (Prihaningtyas, 2014). Virus penyebab
cacar air sama dengan virus penyebab herpes, yaitu varicella zoster virus.
Seseorang yang belum pernah mendapatkan vaksin cacar air atau terinfeksi
cacar air berisiko menderita cacar air di kemudian hari (Prihaningtyas, 2014).
Varicella atau Chikenpox merupakan penyakit yang banyak ditemukan
pada anak usia sekolah, dimana lebih dari 90% kasus diderita anak usia kurang
dari 10 tahun. Penyakit ini tidak berat pada anak yang sehat, meskipun
morbiditas meningkat pada orang dewasa dan pada pasien dengan
immunocompromised. WHO (Word Health Organization) adalah salah satu
badan PBB yang bertindak sebagai koordinator kesehatan umum
internasional. Menurutdata WHO (2010), di Amerika Serikat, balita yang
terserang penyakit varicella (cacar air) per tahun sekitar 200 ribu orang. Setiap
tahun diperkirakan sekitar 25%-45% ibu membawa anaknya ke rumah sakit
untuk berobat karena penyakit varicella dan sekitar 15% balita mengalami
penyakit varicella yang serius. Prevalensi penyakit varicella pada balita cukup
tinggi yaitu sekitar 58 % pada tahun 2010 (Harahap, 2013). Di Amerika
serikat sekitar 90% penduduk dewasa mempunyai kekebalan terhadap
varicella. Kekebalan varicella berlangsung seumur hidup setelah seseorang
terkena serangan penyakit ini satu kali. Angka kematian penyakit ini relative
rendah. Di Amerika Serikat rata-rata kematian adalah 2 per 100.000
penduduk, tetapi bisa meningkat sampai 30 per 100.000 pada orang dewasa.
Kematian biasanya terjadi karena adanya komplikasi. Mortalitas kasus dengan
komplikasi cukup tinggi yaitu 5-25% pada 15% penderita yang selamat akan
mempunyai sekuele yang menetap berupa kejang, retardasi mental dan
kelainan atau perubahan perilaku (Irianto, 2013)

2
Menurut data Depkes RI, 2010 balita yang terserang penyakit varicella
(cacar air) sekitar 750 ribu orang. Setiap tahun diperkirakan sekitar 35%-40%
ibu melaporkan anaknya untuk mendapatkan vaksin ke rumah sakit karena
penyakit varicella dan sekitar 20% balita mengalami penyakit varicella yang
serius. Prevalensi penyakit varicella pada balita cukup tinggi yaitu sekitar 69
% pada tahun 2010 (Harahap, 2013). Insidensi varicella di Indonesia
diperkirakan 3,1-3,5 juta setiap tahun. Meskipun belum ada penelitian di
Indonesia, namun kasus varicella yang dirawat di beberapa rumah sakit besar
di lima provinsi menunjukan angka yang cukup tinggi, sekitar 607 kasus
dilaporkan oleh rumah sakit tersebut selama kurun waktu tahun 1994-1995.
Infeksi ini menyerang semua usia termasuk neonatus dengan puncak insidensi
pada usia 5-9 tahun. Sembilan puluh persen pasien varicella berusia kurang
dari 10 tahun. sementara itu, herpes zozter menyerang kelompok usia yang
lebih dewasa. Di Indonesia, dari data rumah sakit yang terbatas itu, sebagian
besar penderita berusia 5- 44 tahun. Belum ada penjelasan yang memadai
mengapa di Indonesia terdapat perbedaan (Gatra, 2011).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian di atas dengan melihat angka insidensi yang terjadi di
Indonesia dan di dunia maka penulis tertarik untuk membahas tentang
“Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Cacar Air atau Varicella”
1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Tujuan Umum


Tujuan umum penulisan makalah ini yaitu untuk mendapatkan
gambaran dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan
cacar air atau varicella
1.3.2 Tujuan Khusus
Mahasiswa/i mampu:
1. Mengetahui pengertian dari cacar air atau varicella
2. Mengetahui etiologi dari cacar air atau varicella
3. Mengetahui manifestasi klinis dari cacar air atau varicella

3
4. Mengetahui patofisiologi dari cacar air atau varicella
5. Mengetahui komplikasi dari cacar air atau varicella
6. Mengetahui pencegahan dari cacar aiar atau varicella
7. Mengetahui pemeriksaan laboratorium dari cacar air atau varicella
8. Mengetahui penatalaksaan cacar air atau varicella
9. Mengetahui asuhan keperawatan pada anak dengan cacar air atau
varicella

4
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi

Cacar air atau Varicella simplex adalah suatu penyakit menular yang
disebabkan oleh infeksi virus varicella-zoster. Penyakit ini disebarkan secara
aerogen. Waktu terekspos sampai kena penyakit dalam tempo 2 sampai 3
pekan, hal ini bisa ditandai dengan badan yang terasa panas (Ridha, 2014).
Varicella atau cacar air adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
herpes virus DNA, Varicella Zoster (Helen, 2007).

Varicella disebabkan oleh virus Herpes Varicella atau disebut juga


Varicella Zoster Virus (VZV). Varicella dikenal dengan nama Chickenpox
atau cacar air adalah penyakit primer VZV, yang pada umumnya menyerang
anak. Sedangkan herpes zoster atau shingles merupakan suatu reaktivitas
infeksi endogen pada periode laten VZV, umumnya menyerang orang dewasa
atau anak yang menderita defisiensi imun. Varicella sebagai penyakit virus
pada anak sangat menular, lebih menular daripada perotitis, tetapi kurang
menular bila dibandingkan dengan campak (Sumarmo 2002 dalam Nurarif dan
Kusuma, 2013).

2.2 Etiologi

Varicella disebabkan oleh Varicella Zoster Virus (VZV) yang termasuk 8


jenis Herpes Virus dari familyHerpesviridae. Virus ini masuk tubuh melalui
mukosa saluran nafas bagian atas atau orofaring dan menyebar ke pembuluh
darah limfe (viremia pertama). Satu minggu kemudian virus kembali
menyebar melalui pembuluh darah (viremia kedua) dan timbul gejala demam
dan malaise. Penyebaran ke seluruh tubuh terutama kulit dan mukosa. Lesi
kulit muncul tidak bersamaan, sesuai dengan siklus viremia. Pada keadaan
normal siklus ini berakir setelah 3 hari akibat adanya kekebalan hormonal dan
selular spesifik (Nurarif dan Kusuma, 2013).

5
Menurut Helen, 2007 etiologi untuk varicella adalah:

1. Antenatal: embriopati varicella disebabkan oleh pemindahan


transplasenta selama infeksi ibu pada 2,2% janin jika kehamilan
berumur < 20 minggu.
2. Perinatal: varicella bayi baru lahir; keparahan tergantung pada waktu
infeksi ibu:
1) 21-5 hari sebelum pelahiran: varicella bayi baru lahir tampak pada
4 hari pertama dan prognosisnya baik.
2) 5 hari sebelum pelahiran atau 2 hari sesudah pelahiran: varicella
bayi baru lahir dating pada hari 6-26, dapat bersifat ringan atau
berat (mortalitas 30%)
3. Pascanatal: penularan melalui rute pernapsan; bayi kurang bulan ada
pada resiko yang lebih tinggi karena kekurangan transfer IgG varicella
melalui plasenta pada trimester III.
4. Masa kanak-kanak: virus masuk lewat saluran pernapasan dan
mengalami replikasi dalam kelenjar limfe regional. Setelah 4-6 hari
terjadi viremia primer yang menyebarkan virus ke sel
retikuloendotelial terutama ke ginjal dan hati. Setelah 11-14 hari
terjadi viremia sekunder ke visera dan kulit, yang menimbulkan lesi
kulit khas.

2.3 Manifestasi Klinis

Gejala awal penderita akan merasa sedikit demam, pilek, cepat merasa
lelah, lesu, dan lemah. Gejala-gejala ini khas untuk infeksi virus. Pada kasus
yang lebih berat, bisa didapatkan nyeri sendi, sakit kepala dan pusing.
Beberapa hari kemudian timbullah kemerahan pada kulit yang berukuran kecil
yang pertama kali ditemukan di sekitar dada dan perut atau punggung lalu
diikuti timbul di anggota gerak dan wajah (Ridha, 2014).

Kemerahan pada kulit ini lalu berubah menjadi lenting berisi cairan
dengan dinding tipis. Ruam kulit ini mungkin terasa agak nyeri atau gatal

6
sehingga dapat tergaruk tak sengaja. Jika lenting ini dibiarkan maka akan
segera mengering membentuk keropeng (krusta) yang nantinya akan terlepas
dan meninggalkan bercak di kulit yang lebih gelap (hiperpigmentasi). Bercak
ini lama-kelamaan akan pudar sehingga beberapa waktu kemudian tidak akan
meninggalkan bekas lagi. Tetapi, jika lenting cacar air tersebut dipecahkan.
Krusta akan segera terbentuk lebih dalam sehingga akan mengering lebih
lama, kondisi ini memudahkan infeksi bakteri terjadi pada bekas luka garukan
tadi. Setelah mengering bekas cacar air tadi akan menghilang bekas yang
dalam. Terlebih lagi jika penderita adalah dewasa atau dewasa muda, bekas
cacar air akan lebih sulit hilang (Ridha, 2014).

Menurut Nurarif dan Kusuma 2013 stadium varicella dibagi menjadi 2


yaitu:

1. Stadium prodromal
Gejala timbul setelah 14-15 hari masa inkubasi dengan timbulnya
ruam kulit disertai demam, malaise. Pada anak lebih besar-besar dan
dewasa didahului oleh demam selama 2-3 hari sebelumnya, mengigil,
malaise, nyeri kepala, anoreksia, nyeri punggung dan pada beberapa
kasus nyeri tenggorok dan batuk.
2. Stadium erupsi
Ruam kulit muncul dimuka dan kulit kepala, badan dan ektremitas.
Penyebaran lesi varicella menjadi krusta 8-12 jam dan akan lepas
dalam waktu 1-3 minggu tergantung kepada dalamnya kelainan kulit.
Menurut Nyimas dan Titi 2019 stadium varicella dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Tahap prodromal
1) Demam ringan, lemah, nafsu makan berkurang
2) Dimulai sejak 1-2 hari sebelum lesi
2. Lesi
1) Pertama muncul di bagian tungkai tubuh dan kulit kepala
2) Biasanya hilang timbul

7
3) Dimulai dengan macula, kemudian menjadi papular, lalu
vesicular, setelah itu mengering dan berkerak

2.4 Patofisiolgi

VZV masuk ke dalam tubuh manusia melalui mukosa saluran pernafasan


bagian atas, orofaring atau konjungtiva. Siklus replikasi virus pertama terjadi
pada hari ke 2-4 yang berlokasi pada lymph nodes regional kemudian diikuti
penyebaran virus dalam jumlah sedikit melalui darah dan kelenjar limfe, yang
mengakibatkan terjadinya viremia primer (biasanya terjadi pada hari ke 4-6
setelah infeksi pertama). Pada sebagian besar penderita yang terinfeksi,
replikasi virus tersebut dapat mengalahkan mekanisme pertahanan tubuh yang
belum matang sehingga akan berlanjut dengan siklus replikasi virus ke dua
yang terjadi di hepar dan limpa, yang mengakibatkan terjadinya viremia
sekunder. Pada fase ini, partikel virus akan menyebar ke seluruh tubuh dan
mencapai epidermis pada hari ke 14-16, yang mengakibatkan timbulnya lesi
kulit yang khas. (Lubis, 2008).

Seorang anak yang menderita varicella akan dapat menularkan kepada


yang lain yaitu 2 hari sebelum hingga 5 hari setelah timbulnya lesi di kulit.
Pada herpes zoster, patogenesisnya belum seluruhnya diketahui. Selama
terjadi varicella, VZV berpindah tempat dari lesi kulit dan permukaan mukosa
ke ujung syaraf sensoris dan ditransportasikan secara centripetal melalui
serabut syaraf sensoris ke ganglion sensoris. Pada ganglion tersebut terjadi
infeksi laten (dorman), dimana virus tersebut tidak lagi menular dan tidak
bermultiplikasi, tetapi tetap mempunyai kemampuan untuk berubah menjadi
infeksius apabila terjadi reaktivasi virus. Reaktivitas virus tersebut dapat
diakibatkan oleh keadaan yang menurunkan imunitas seluler seperti pada
penderita karsinoma, penderita yang mendapat pengobatan
immunosuppressive termasuk kortikosteroid dan pada orang penerima organ
transplantasi. Pada saat terjadi reaktivitasi, virus akan kembali bermultiplikasi
sehingga terjadi reaksi radang dan merusak ganglion sensoris. Kemudian virus
akan menyebar ke sumsum tulang serta batang otak dan melalui syaraf

8
sensoris akan sampai ke kulit dan kemudian akan timbul gejala klinis. (Lubis,
2008).

9
2.5 Komplikasi

1/50 kasus disertai oleh komplikasi, termasuk pneumonia varicella dan


ensefalitis (Helen, 2007). Pada anak yang Imunokompelen, biasanya dijumpai
varicella yang ringan sehingga jarang dijumpai komplikasi (Lubis, 2008).

Menurut Lubis, 2008 komplikasi yang dapat dijumpai pada varicella yaitu:

1. Infeksi sekunder pada kulit yang disebabkan oleh bakteri


1) Sering dijumpai infeksi pada kulit dan timbul pada anak- anak yang
berkisar antara 5-10%. Lesi pada kulit tersebut menjadi tempat masuk
organisme yang virulen dan apabila infeksi meluas dapat menimbulkan
Impetigo, Furunkel, Celulitisdan Erysepelas.
2) Organisme infeksius yang sering menjadi penyebabnya adalah
streptococcus yang berasal dari garukan.
2. Soar
Timbulnya scar yang berhubungan dengan infeksi slaphylococcus atau
Streptococcus yang berasal dari garukan.
3. Varicella Pneumonia
Varisela Pneumonia terutama terjadi pada penderita immunokompromis,
dan kehamilan. Ditandai dengan panas tinggi, Batuk, sesak napas,
takipneu, ronki basah, sianosis, dan hemoptoe terjadi beberapa hari setelah
timbulnya ruam. Pada pemeriksaan radiologi didapatkan gambaran
noduler yang radio-opak pada kedua paru.
4. Neurologik
1) Acute postinfeksius cerebellar ataxia
Ataxia sering muncul tiba-tiba, selalu terjadi 2-3 minggu setelah
timbulnya varicella. keadaan ini dapat menetap selama 2 bulan.
Manifestasinya berupa tidak dapat memepertahankan posisi
berdiri hingga tidak mampu untuk berdiri dan tidak adanya koordinasi
dan dysarthria. Insiden berkisar 1:4000 kasus varicella.

10
2) Encephalitis
Gejala ini sering timbul selama terjadinya akut varicella yaitu
beberapa hari setelah timbulnya ruam, lethargy, drowsiness dan
confusion adalah gejala yang sering dijumpai. Beberapa anak
mengalami sizure dan perkembangan enchepalitis yang cepat dapat
menimbulkan koma yang dalam. Merupakan komplikasi yang serius
dimana angka kematian berkisar 5-20%. Insiden berkisar 1,7/100.000
penderita.
5. Herpeszoster
Komplikasi yang lambat dari varicella yaitu timbulnya herpes zoster.
Varicella zoster virus menetap pada ganglion sensoris.
6. Reye Syndrome
Ditandai dengan fatty liver dengan encephalophaty. Keadaan ini
berhubungan dengan penggunaan aspirin, tetapi setelah digunakan
acetaminophen (antipiretik) secara luas, kasus reye sindrom mulai jarang
ditemukan.

2.6 Pencegahan

1. Hindari kontak dengan penderita.


2. Tingkatkan daya tahan tubuh.
3. Imunoglobulin Varicella Zoster
Varicella zoster immunoglobulin (VZIG) adalah antibodi IgG terhadap
VZV dengan dosis pemberian satu vial untuk 10 kg berat badan secara
intramuskular (IM). VZIG profilaksis diindikasikan untuk individu
beresiko tinggi, termasuk anak-anak imunodefisiensi, wanita hamil yang
pernah mempunyai kontak langsung dengan penderita varicella, neonatal
yang terekspose oleh ibu yang terinfeksi varicella, setidaknya diberikan
dalam waktu tidak lebih dari 96 jam. Antibodi yang diberikan setelah
timbulnya gejala tidak dapat mengurangi keparahan yang terjadi.
(Kurniawan. 2009).

11
Anak yang belum pernah menderita cacar air harus mendapatkan 2 dosis
vaksinasi cacar air pada usia:

1. Dosis pertama: 12-15 bulan


2. Dosis ke-2: 4-6 tahun (bisa diberikan lebih cepat jika jarak minimal 3
bulan setelah dosis pertama)

Bagi yang berusia 13 tahun keatas (yang belum pernah menderita cacar air
atau mendapatkan vaksinasi cacar air) arus mendapatkan dua dosis minimal
dalam jarak waktu 28 hari. (Centers for Disease Control and Prevention).

Menurut Peraturan Mentri Kesehatan No. 42 Tahun 2013 tentang


penyelenggaraan imunisasi pemberian vaksin varicella diberikan mulai umur
masuk sekolah (5 tahun). Pada anak ≥ 13 tahun vaksin dianjurkan untuk
diberikan dua kali selang 4 minggu. Pada keadaan terjadi kontak dengan kasus
varisela, untuk pencegahan vaksin dapat diberikan dalam waktu 72 jam setelah
penularan (dengan persyaratan: kontak dipisah/tidak berhubungan).

Berdasarkan jadwal imunisasi yang direkomendasikan oleh Ikatan Dokter


Anak Indonesia tahun 2017, vaksin cacar air (varicella) diberikan sebanyak
satu kali sejak anak berusia 12 bulan. Waktu terbaik adalah sebelum anak
mulai sekolah dasar atau sekitar usia 4-6 tahun.

Bila anak berusia >13 tahun atau pada dewasa, vaksin diberikan sebanyak
2 kali dengan interval pemberian 4-8 minggu. Tidak ada kata terlambat untuk
pemberian vaksin cacar air. Jadi, selama anak Anda berusia lebih dari satu
tahun, kapanpun itu Anda dapat membawanya untuk mendapat vaksin ini.

2.7 Pemeriksaan Laboratorium

Untuk pemeriksaan virus varicella zoster (VZV) dapat dilakukan beberapa


test yaitu:

12
1. Tzanck smear
1) Preparat diambil dari discraping dasar vesikel yang masih baru,
kemudian diwarnai dengan pewarnaan yaitu hematoxylin-eosin,
Giemsa’s, Wright’s, toluidine blue ataupun Papanicolaou’s.
2) Dengan menggunakan mikroskop cahaya akan dijumpai
multinucleated giant cells.
3) Pemeriksaan ini sensitifitasnya sekitar 84%.
4) Test ini tidak dapat membedakan antara virus varicella zoster dengan
herpes simpleks virus.
2. Direct fluorescent assay (DFA)
1) Preparat diambil dari scraping dasar vesikel tetapi apabila sudah
berbentuk krusta pemeriksaan dengan DFA kurang sensitif.
2) Hasil pemeriksaan cepat.
3) Membutuhkan mikroskop fluorescence.
4) Test ini dapat menemukan antigen virus varicella zoster.
5) Pemeriksaan ini dapat membedakan antara VZV dengan herpes
simpleks virus.
3. Polymerase chain reaction (PCR)
1) Pemeriksaan dengan metode ini sangat cepat dan sangat sensitif.
2) Dengan metode ini dapat digunakan berbagai jenis preparat seperti
scraping dasar vesikel dan apabila sudah berbentuk krusta dapat juga
digunakan sebagai preparat, dan CSF.
3) Sensitifitasnya berkisar 97 - 100%.
4) Test ini dapat menemukan nucleic acid dari virus varicella zoster.
4. Biopsi kulit
Hasil pemeriksaan histopatologis: tampak vesikel intraepidermal dengan
degenerasi sel epidermal dan acantholysis. Pada dermis bagian atas
dijumpai adanya lymphocytic infiltrate.

13
2.8 Penatalaksanaan Varicella

Karena umumnya bersifat ringan, kebanyakan penderita tidak memerlukan


terapi khusus selain istirahat dan pemberian asupan cairan yang cukup. Yang
justru sering menjadi masalah adalah rasa gatal yang menyertai erupsi. Bila
tidak ditahan-tahan, jari kita tentu ingin segera menggaruknya. Masalahnya,
bila sampai tergaruk hebat, dapat timbul jaringan parut pada bekas gelembung
yang pecah. Penatalaksanaanya antara lain:

1. Isolasi untuk mencegah penularan.


2. Diet bergizi tinggi (tinggi kalori dan protein).
3. Bila demam tinggi, kompres dengan air hangat.
4. Upayakan agar tidak terjadi infeksi pada kulit, misalnya pemberian
antiseptik pada air
5. Jaga kebersihan kulit dengan mandi
6. Upayakan agar vesikel tidak pecah.
1) Jangan menggaruk vesikel.
2) Kuku jangan dibiarkan panjang.
3) Bila hendak mengeringkan badan, cukup tepal-tepalkan handuk
pada kulit, jangan digosok.
4) Farmakologi
a. Antivirus (contoh: Asiklovir, Valasiklovir)
 Pemberian antivirus dapat mengurangi lama sakit,
keparahan dan waktu penyembuhan akan lebih singkat
 Antivirus sebaiknya dalam jangka waktu kurang dari 48-72
jam setelah erupsi dikulit muncul
b. Antipiretik untuk menurunkan demam
 Paracetamol atau ibuprofen. Jangan berikan golongan
salisilat (aspirin) untuk menghindari terjadinya sindrom
Reye

14
c. Vesikel yang sudah pecah atau sudah terbentuk krusta, dapat
diberikan salep antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi
sekunder.
d. Bila lesi masih dalam bentuk vesikel, dapat diberikan bedak
atau losio pengurang gatal (misalnya losio kalamin).

15

Anda mungkin juga menyukai