Anda di halaman 1dari 20

PSIKOLOGI PENDIDIKAN

“Teori Edwin Ray Guthrie”

Disusun Oleh :

Roza Agustin (1511900119)

Stefani Rizki Wijaya (1511900126)

Deajeng Rizqi Melly T. (1511900132)

Waskito Rizky Ramadhani. (1511900137)

Satria Abdi (1511900140)

B202
Hetti Sari Ramadhani, S.Psi.,M.Si
Fakultas Psikologi17 Agustus 1945 Surabaya.

1
Kata Pengantar

Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kami
kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan
makalah ini dengan baik.

Penulis mengucapkan syukur kepada Tuhan atas limpahan nikmat sehat-Nya,


baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah dengan judul “Teori Edwin Ray Guthrie”.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya.Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi.Kemudian apabila
terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-
besarnya.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

2
DAFTAR ISI

Kata pengantar................................................................................................... i

Daftar isi............................................................................................................ ii

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ........................................................................................... 5

B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 7

C. Tujuan Penulisan ........................................................................................ 7

BAB II : PEMBAHASAN

1.1 Biografi Edwin Ray Guthrie…………………………...………………….8

1.2 Konsep Teoritis Utama……………………………...…………………….8

1.2.1 Pandangan Guthrie terhadap Hukum Belajar…………………8

1.2.2 Stimuli yang dihasilkan oleh Gerakan……………...…………9

1.2.3 Hukuman menurut Guthrie…………………………………..10

1.2.4 Dorongan menurut Guthrie…………………………………..12

1.2.5 Lupa menurut Guthrie………………………………………..12

1.2.6 Transfer Training menurut Guthrie………………………….12

1.2.7 Teori Conditioning dari Guthrie……………………………..13

1.2.8 Teori Keterhubungan Guthrie………………………………..14

1.2.9 Metode yang dirumuskan Guthrie…………………………...15

1.2.10 Pendapat Guthrie tentang Pendidikan………………………..16

1.2.11 Praktik Latihan……………………………………………….16


1.2.12 Sifat Pengetahuan menurut Edwin Ray Guthrie……………..17

3
BAB III : PENUTUP

3.1 Kesimpulan………………………………………………………….18

3.2 Kritik dan Saran…………………………………………………….19

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………….20

4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ada banyak teori belajar yang tersebar di khalayak masyarakat,
banyak pula yang menarik, salah satunya adalah Teori belajar behavioristik.
Teori belajar behavioristik sendiri merupakan teori yang lahir dari suatu tokoh
yaitu Gage dan Berliner. Mereka menyebutkan teri tentang perubahan tingkah
laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori itu lalu berkembang menjadi aliran
psikologi belajar yang sangat berpengaruh pada arah pengembangan teori dan
praktik dari pendidikan dan pembelajaran yang sekarang lebih dikenal sebagai
aliran behavioristik.aliran ini berpusat pada perilaku yang tambpak sebagai
hasil belajar.
Aliran atau teori behavoristik ini menghubungkan stimulus-respon
dengan mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Apapun
repon atau perilaku tertentu itu menggunakan metode pelatihan atau
pembiasaan semata. Hadirnya perilaku akan semakin kuat jika diberikan
penguatan secara berkala dan akan menghilang secara perlahan jika diberikan
hukuman.
Belajar merupakan hasil dari adanya interaksi antara stimulus dan
respon (Slavin, 2000:143). Seseorang akan dianggap telah melakukan
pembelajaran jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut
teori ini, hal yang paling penting dalam belajar adalah input yang berupa
stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus merupakan apa saja yang
diberikan guru kepada pebelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau
tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut.
Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk
diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang bisa
diamati hanyalah stimulus dan respon, dan karena itu apa yang diberikan oleh

5
guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh pebelajar (respon) harus bisa
diamati dan diukur. Dan juga, teori ini mengutamakan dan memprioritaskan
pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat
terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Fondasi atau dasar dari teori belajar Guthrie yang utama adalah hukum
kontiguiti. Yang dimaksud hokum kontiguiti adalah gabungan stimulus-
stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung
akan diikuti oleh gerakan yang sama (Bell, Gredler, 1991). Guthrie juga
menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan
terjadinya proses belajar. Belajar bisa terjadi karena gerakan terakhir yang
dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang
dapat terjadi. Penguatan sebenarnya dilakukan dengan tujuan untuk sekedar
melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan mencegah
timbulnya respon yang baru. Hubungan antara stimulus dan respon bersifat
sementara, oleh karena dalam kegiatan belajar mengajar antara peserta didik
dan pengajar perlu sesering mungkin diberi stimulus agar hubungan stimulus
dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga mempercayai bahwa
adanya hukuman (punishment) bisa memegang peranan penting dalam proses
belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu
mengubah tingkah laku seseorang.
Sasaran utama dari teori ini adalah guru harus mampu menmberikan
stimulus respon secara tepat. Peserta didik harus dibimbing melakukan apa
yang harus dipelajari. Dalam mengelola kelas guru tidak boleh memberikan
tugas yang mungkin diabaikan oleh anak (Bell, Gredler, 1991).

6
B.     Rumusan Masalah
                  1.     Apa itu konsep belajar Edwin Ray Guthrie?
                  2.     Apa saja pengembangan dari teori belajar Edwin Ray Guthrie?
3.    Teori belajar behaviorisme dan bagaimana penerapannya dalam pengajaran
dan pembelajaran?
               

C.    Tujuan
1.     Memaparkan sejarah riwayat hidup seorang Edwin Ray Guthrie
2. Memahami konsep dan teori belajar Edwin Ray Guthrie
3. Mengetahui sumbangan konsep teori belajar dari ER.Guthrie dalam
kehidupan/kebiasaan.
4. Mengetahui konsep teori belajar ER. Guthrie dalam pengajaran dan pembelajaran.

7
BAB II
PEMBAHASAN

1.1 Biografi Edwin Ray Guthrie


Edwin Ray Guthrie lahir di Lincoln, Nebraska pada 9 januari 1886.
Guthrie merupakan putra pertama dari lima bersaudara. Guthrie adalah
seorang lulusan matematika dari Universitas Nebraska kemudian ia
mengawali karirnya sebagai guru matematika di beberapa sekolah menengah
sambil memperdalam filsafat di Universitas Pennsylvania dan lulus sebagai
doktor. Kemudian beliau melanjutkan karirnya menjadi instruktur pada
departemen filsafat Universitas Washington. Kemudian setelah lima tahun
Guthrie pindah ke departemen psikologi sampai karirnya usai.
Pada usianya yang ke-33 Guthrie berhasil meraih piala nobel yang fi
berikan oleh Asosiasi Psikologi Amerika dalam kategori kontribusi mutakhir.
Selama perang dunia kedua Guthri pernah menjadi Dekan di Universitas
Washington. Delartemen Psikologi di sebuah Universitas yang kemudian
bangunan itu berganti nama menjadi Gutherie Hall. Gutrhie membuat
kontribusi yang patut diperhitungkan dalam dunia ilmu pengetahuan,
khususnya filsafat, psikologi abnormal, psikologi sosial, pelajaran dan teori
psikologi di bidang pendidikan. Salah satu kontribusinya yang paling terkenal
adalah teori belajarnya yang berdasar kepada asosiasi

1.2 Konsep Teoritis Utama


1.2.1 Pandangan Guthrie Tentang Hukum Belajar
Hukum belajar yang dimunculkan pertama kali oleh Guthrie adalah
hukum kontiguitas (law of contiguity). Yang dimaksudkan adalah :
“Kombinasi stimuli yang mengiringi gerakan akan cenderung diikuti oleh
gerakan itu jika kejadiaannya berulang”. Jadi bisa disimpulkan bahwa jika
pada situasi tertentu kita melakukan sesuatu, maka pada waktu lain dan
situasinya sama kita akan cenderung melakukan hal yang sama juga.
Hukum tersebut dikemukakan oleh Guthrie karena beliau berfikir dan
menganggap teori yang dikemukakan oleh Thorndike dan Pavlov terlalu rumit
dan berlebihan. Thorndike mencetuskan bahwa, jika respons menemukan

8
kondisi yang memuaskan maka koneksi S-R akan menguat. Disisi lain Pavlov
mencetuskan jika dengan hukum belajarnya dengan model kondisional berupa
CR-CS-US-UR. Unsur- unsur itulah yang dianggap oleh guthrie berlebihan.
Pada publikasi teori terahirnya sebelum beliau meninggal, Guthrie
sempat merevisi atau mengubah sebagian hukum kontiguitasnya menjadi,
“Apa- apa yang dilihat akan menjadi sinyal terhadap apa- apa yang
dilakukan”. Beliau beralasan bahwa terdapat berbagai macam stimuli yang
akan dihadapi oleh suatu organisme pada beberapa waktu tertentu dan
organism itu tidak mungkin membentuk asosiasi dengan semua stimuli itu.
Organisme hanya akan memproses secara efektif pada sebagian kecil dari
stimuli yang dihadapinya, dan selanjutnya proporsi inilah yang akan
diasosiasikan dengan respons.

1.2.2 Stimuli yang Dihasilkan oleh Gerakan


Adapun Guthrie tetap menekankan keyakinannya pada hukum kontiguitas di
sepanjang karirnya, dia menganggap bahwa akan keliru jika kita tetap
menganggap asosiasi yang dipelajari sebagai hanya asosiasi antara stimuli
lingkungan dengan prilaku nyata. Misalnya, kejadian yang terjadi di lingkungan
dan responsnya terkadang dipisahkan oleh satu interval waktu, dan karenanya
akan sulit untuk menganggap keduanya sebagai kejadian yang bersamaan.
Berikutnya, Guthrie mengatasi masalah tersebut dengan mencetuskan adanya
movement-product stimuli (stimuli yang dihasilkan oleh gerakan), yaitu stimulus
yang disebabkan oleh gerakan tubuh. Misalnya, ketika mendengar telepon
berdering kita secara tidak langsung akan berdiri dan berjalan mendekati telepon
tersebut. Namun, sebelum kita akan sampai ke pesawat telepon, suara deringan
tersebut sudah tidak lagi bertindak sebagai stimulus. Kita tetap bergerak karena
ada stimuli dari gerakan kita sendiri menuju pesawat telepon.

9
1.2.3. Hukuman menurut Guthrie
Guthrie juga mempercayai bahwa hukuman (punishment) memegang peranan
penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan
mampu mengubah tingkah laku seseorang. Saran utama dari teori ini adalah guru
harus dapat mengasosiasi stimulus respon secara tepat. Pebelajar harus dibimbing
melakukan apa yang harus dipelajari. Hukuman yang diberikan dalam proses
pembelajaran harus sesuai dengan asumsi dan ideologi yang ada dalam diri siswa. 

Meskipun menurut sekolah hukuman itu tidak edukatif dan tidak efektif, bisa
saja menurut sekolah yang lain sangat efektif. Hal ini disebabkan oleh asusmi
ideologis yang diyakini di kalangan siswa. Contoh jenis hukuman di pondok
pesantren tidak sesuai jika diterapkan di sekolah formal yang jauh dari budaya
pondok pesantren.

Sebagai contoh, seseorang yang memiliki kebiasaan merokok sulit


ditinggalkan. Hal ini dapat terjadi karena perbuatan merokok tidak hanya
berhubungan dengan satu macam stimulus (misalnya kenikmatan merokok), tetapi
juga dengan stimulus lain seperti minum kopi, berkumpul dengan teman-teman, ingin
tampak gagah, dan lain-lain. 

Menurutnya suatu hukuman yang diberikan pada saat yang tepat, akan mampu
mengubah kebiasaan seseorang. Sebagai contoh, seorang anak perempuan yang setiap
kali pulang dari sekolah, selalu mencampakkan baju dan topinya di lantai. Kemudian
ibunya menyuruh agar baju dan topik dipakai kembali oleh anaknya, lalu kembali
keluar, dan masuk rumah kembali sambil menggantungkan topi dan bajunya di
tempat gantungannya. Setelah beberapa kali melakukan hal itu, respons menggantung
topi dan baju menjadi terasosiasi dengan stimulus memasuki rumah. Meskipun
demikian, nantinya faktor hukuman ini tidak dominan dalam teori-teori tingkah laku.
Terutama setelah Skinner makin mempopulerkan ide tentang penguatan
(reinforcement). 

Menurut Guthrie hukuman memegang peranan penting dalam proses belajar.


Namun ada beberapa alasan mengapa Skinner tidak sependapat dengan Guthrie
yaitu: 

a. Pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat


sementara. 

10
b. Dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi bagian dari
jiwa si terhukum) bila hukuman berlangsung lama.
c. Hukuman yang mendorong si terhukum untuk mencari cara lain (meskipun
salah dan buruk) agar ia terbebas dari hukuman. Dengan kata lain, hukuman
dapat mendorong si terhukum melakukan hal-hal lain yang kadangkala lebih
buruk daripada kesalahan yang diperbuatnya.
Skinner lebih percaya kepada apa yang disebut sebagai penguat negatif.
Penguat negatif tidak sama dengan hukuman.

Ketidak samaannya terletak pada bila hukuman harus diberikan (sebagai stimulus)
agar respon yang muncul berbeda dengan respon yang sudah ada, sedangkan penguat
negatif (sebagai stimulus) harus dikurangi agar respon yang sama menjadi semakin
kuat.

Misalnya, seorang siswa perlu dihukum karena melakukan kesalahan. Jika siswa
tersebut masih saja melakukan kesalahan, maka hukuman harus ditambahkan. Tetapi
jika sesuatu tidak mengenakkan siswa (sehingga ia melakukan kesalahan) dikurangi
(bukan malah ditambah) dan pengurangan ini mendorong siswa untuk memperbaiki
kesalahannya, maka inilah yang disebut penguatan negatif. Lawan dari penguatan
negatif adalah penguatan positif (positive reinforcement). Keduanya bertujuan untuk
memperkuat respon. Namun bedanya adalah penguat positif menambah, sedangkan
penguat negatif adalah mengurangi agar memperkuat respon.

Efektifitas hukuman ditentukan oleh apa penyebab apa penyebab tindakan yang
dilakukan oleh organisme yang dihukum itu. Hukuman bekerja dengan baik bukan
kerena rasa sakit yang dialami oleh individu yang terhukum, akan tetapi karena
hukuman mengubah cara indiviu merespons stimuli yang sama. Hukuman dikatakan
berhasil ketika hukuman berhasil mengubah perilaku yang tidak diinginkan karena
hukuman menimbulkan perilaku yang tidak kompatibel dengan perilaku yang
dihukum. Dan hukuman dikatakan gagal apabila perilaku yang disebabkan oleh
hukuman selaras dengan perilaku yang dihukum.

Karena pandangan Guthrie tentang asosiasi tergantung pada stimulus dan respon,
peran penguatan memiliki interpretasi unik. Guthrie percaya pada pembelajaran satu
kali mencoba, dengan kata lain kedekatan hubungan antara elemen-elemen stimulus
dan respon langsung menghasilkan ikatan asosiatif penuh.

11
1.2.4. Dorongan Menurut Guthrie                                                          

Drives (dorongan) fisiologis merupkan apa yang oleh Guthrie dikatakan


maintaining stimuli (stimuli yang mempertahankan) yang menjaga organisme tetap
aktif sampai tujuan tercapai. Misalnya, rasa lapar menghasilkan stimuli internal yang
terus ada sampai makanan dikonsumsi. Ketika makan diperoleh, maintaining stimuli
akan hilang, dan karenanya kondisi yang menstimulasi telah berubah
1.2.5. Lupa Menurut Guthrie

Menurut Guthrie, lupa disebabkan oleh munculnya respons alternatif dalam


satu pola stimulus. Setelah pola stimulus menghasilkan respons alternatif, pola
stimulus itu kemudian akan cenderung menghasilkan respons baru. Jadi menurut
Guthrie, lupa pasti melibatkan proses belajar baru. Ini adalah bentuk retroactive
inhibition (hambatan retroaktif) yang ekstrem, yakni fakta bahwa proses belajar lama
diintervensi oleh proses belajar baru. 

Untuk menunjukkan hambatan retroaktif, contohnya sebagai berikut:


Seseorang yang belajar tugas A dan kemudian belajar tugas B lalu diuji untuk tugas
A. satu orang lainnya belajar tugas A, tetapi tidak belajar tugas B, dan kemudian diuji
pada tugas A. secara umum akan ditemukan bahwa orang pertama mengingat tugas A
lebih sedikit ketimbang orang kedua. Jadi, tampak bahwa mempelajari hal baru (tugas
B) telah mencampuri retensi dari apa yang dipelajari sebelumnya (tugas A).

Guthrie menerima bentuk hambatan retroaktif ektrim ini. Pendapatnya adalah


bahwa setiap kali mempelajari hal yang baru, maka proses itu akan menghambat
sesuatu yang lama. Dengan kata lain, lupa disebabkan oleh intervensi. Tak ada
intervensi, maka lupa tidak akan terjadi.

1.2.6. Transfer Training Menurut Guthrie                                           

Dalam hal ini, Guthrie kurang terlalu berharap. Karena pada dasarnya
seseorang akan menunjukkan respons yang sesuai dengan stimuli jika pada kondisi
yang sama. Guthrie selalu mengatakan pada mahasiswa universitasnya, jika anda
ingin mendapat manfaat terbesar dari studi anda, anda harus berlatih dalam situasi
yang persis sama-dalam kursi yang sama-di mana anda akan diuji. Jika anda belajar
sesuatu di kamar, tidak ada jaminan pengetahuan yang diperoleh disitu akan
ditransfer ke kelas. 

12
Saran Guthrie adalah selalu mempraktikkan perilaku yang persis sama yang
akan diminta kita lakukan nanti, selain itu, kita harus melatihnya dalam kondisi yang
persis sama dengan kondisi ketika nanti kita diuji. Gagasan mengenai pemahaman,
wawasan dan pemikiran hanya sedikit, atau tidak ada maknanya bagi Guthrie. Satu-
satunya hukum belajar adalah hokum kontiguitas, yang menyatakan bahwa ketika dua
kejadian terjadi bersamaan, keduanya akan dipelajari.

1.2.7 Teori Conditioning dari Guthrie

Guthrie mengemukakan bahwa tingkah laku manusia itu secara keseluruhan


dapat dipandang sebagai deretan-deretan tingkah laku yang terdiri dari unit-unit.
Unit-unit tingkah laku ini merupakan reaksi atau respons dari perangsang atau
stimulus sebelumnya, dan kemudian unit tersebut menjadi pula stimulus yang
kemudian menimbulkan response bagi unit tingkah laku yang berikutnya. Demi-
kianlah seterusnya sehingga merupakan deretan-deretan unit tingkah laku yang terus-
menerus. Jadi pada proses conditioning ini pada umumnya terjadi proses asosiasi
antara unit-unit tingkah laku satu sama lain yang berurutan. Ulangan-ulangan atau
latihan yang berkali-kali memperkuat asosiasi yang terdapat antara unit tingkah laku
yang satu dengan unit tingkah laku yang berikutnya.

Sebagai penjelasan dari percobaan Pavlov sebagai berikut: Pada mulanya


anjing percobaan keluar air liur ketika disodorkan makanan. Setelah berkali-kali
sambil menyodorkan makanan dilakukan juga menyorotkan sinar merah kepada
anjing itu; pada suatu ketika hanya dengan menyorotkan sinar merah, anjing itu
keluar juga air liurnya. Jadi, dalam hal ini terjadi asosiasi yang makin kuat antara
sinar merah (stimulus) dengan keluarnya air liur (respons). Yang penting pula
diperhatikan dalam percobaan itu ialah; dapat diubahnya suatu stimulus (unit) tertentu
dengan stimulus yang lain. Karena itu, menurut Guthrie untuk mengubah
kebiasaan-kebiasaan yang tidak baik, harus dilihat dalam rentetan deretan unit-unit
tingkah lakunya, kemudian kita usahakan untuk menghilangkan unit yang tidak baik
itu atau menggantinya dengan yang lain yang seharusnya. 

Berikut ini sebuah contoh sebagai penjelasan. Seorang ibu datang


menanyakan kepada Guthrie, bahwa anak perempuannya setiap pulang dari sekolah
selalu melemparkan tas dan pakaiannya ke sudut kamarnya, kemudian ganti pakaian
dan terus makan tanpa meletakkan tas dan pakaiannya pada gantungan yang telah
tersedia untuk itu. Teguran-teguran ibu untuk menggantungkan tas dan pakaian pada
tempatnya, hanya berlaku satu atau dua, hari saja, sesudah itu kebiasaan yang buruk
berulang lagi. Bagaimana cara memperbaiki kebiasaan buruk pada anak tersebut? 

13
Guthrie menyarankan (sesuai dengan teori conditioning) perbaikan seperti berikut: 

Teguran ibu jangan hanya menyuruh menggantungkan tas dan pakaiannya sesudah
anak itu makan, akan tetapi anak tersebut harus disuruh memakai pakaian itu lagi dan
menyandang tasnya dan kemudian anak itu masuk ke rumah lagi terus
menggantungkan tasnya dan pakaiannya, berganti pakaian, dan selanjutnya makan.
Jadi, proses berlangsungnya unit-unit tingkah

1.2.8  Teori Keterhubungan Guthrie

Teori Pembelajaran Menurut Edwin Ray Guthrie – Guthrie lebih menekankan


pada hubungan antara stimulus dan respons, dan beranggapan bahwa setiap respons
yang didahului atau dibarengi suatu stimulus atau gabungan dari beberapa stimulus
akan timbul lagi bila stimulus tersebut diulang lagi. Lebih lanjut dinyatakan bahwa
suatu stimulus tertentu akan menimbulkan respons tertentu. Suatu respons hanya
terbina oleh satu kali percobaan saja, oleh karena itu pengulangan atau repetisi tidak
memperkuat hubungan stimulus respons. Namun demikian, Guthrie menekankan
pada pentingnya pengulangan atau drill. Pengulangan tersebut bukan dimaksudkan
untuk memperkuat hubungan, tetapi untuk membina atau memasangkan stimulus
yang cocok dengan respons yang diharapkan. Guthrie memulai proses pendidikannya
dengan memaparkan tujuan-tujuannya serta dengan mengemukakan respons-respons
apa yang perlu dibuat terhadap rangsangan tertentu. Kemudian dia akan menciptakan
lingkungan belajar yang tertata sedemikian rupa sehingga respons yang diinginkan
dihasilkan sesuai dengan rangsangan yang ada. Motivasi bagi Guthrie bahkan lebih
tidak penting lagi sebagaimana yang dianggap penting oleh Thorndike. Apa yang
diperlukan dalam proses belajar hanyalah agar siswa memberikan respons yang tepat
ketika hadir suatu rangsangan.

Latihan dianggap penting sekiranya hal ini menyebabkan lebih banyak


terjadinya rangsangan yang menghasilkan perilaku yang diinginkan. Karena setiap
pengalaman sifatnya unik, maka siswa harus mempelajarinya berulang-ulang. Tidak
ada jaminan bahwa siswa yang sudab belajan dua tambah dua sama dengan empat (2
+ 2 = 4) di papan tulis akan menjawab sama ketika ia telah duduk di bangkunya.
Dengan demikian siswa tidak hanya diharuskan belajar bahwa dua balok tambah dua
balok sama dengan empat balok, tetapi mereka harus juga membuat pertambahan
yang baru dengan menggunakan benda-benda lain, seperti apel, buku, kucing, dll.

Meskipun pembelajaran secara konstan berlangsung terus, pendidikan dalam


kelas merupakan suatu usaha untuk menghubungkan stimulus tertentu dengan

14
responsnya dengan penuh tujuan. Seperti juga Thorndike, Guthrie percaya bahwa
pendidikan formal harus menyerupai situasi kehidupan nyata sebanyak mungkin. Para
guru penganut teori Guthrie akan diperbolehkan untuk kadang-kadang menggunakan
hukuman untuk menangani perilaku siswa yang menyimpang. Agar pemakaiannya
efektif, hukuman harus digunakan ketika perilaku menyimpang tadi terjadi.

Lebih jauh lagi hukuman harus menyebabkan timbulnya perilaku yang


bertentangan dengan perilaku menyimpang tadi. Jika misalnya siswa yang sedang
membuat kegaduhan di kelas dihukum dengan cara diteriaki oleh guru, tetapi
reaksinya malah membuat kegaduhan yang lebih besar, maka hukuman itu malah
akan menguatkan perilaku yang sedang dilakukannya. 

1.2.9  Metode yang dirumuskan Gutrie

Gutrie merumuskan beberapa metode yang diantaranya adalah:

- Metode Threshold (Ambang) : yaitu metode mencari petunjuk yang memicu


kebiasaan buruk dan melakukan respons lain saat petunjuk itu muncul.
Misalnya, saat diketahui alasan merokok karena stres, maka ketika suatau saat
stres itu datang lakukan kegiatan lain.
- Metode Fatigue (kelelahan) : yaitu, membiarkan respons terus menerus hingga
tidak lagi menjadi fungsi dari stimulus. Misalnya, gadis kecil senang
menyalakan korek api, tugasnya adalah membiarkannya sampai dia merasa
menyalakan korek api tidak lagi menyenangkan.
- Metode Incompatible Stimuli (stimuli menyimpang): yaitu memberikan
penyandingan terhadap stimuli karena dianggap dapat menimbulkan respons
buruk. Misalnya, ibu memberi anaknya sebuah boneka, tetapi anak justru
takut dan gemetar. Jadi, ibu harus menjadi stimulus yang dominan agar
kombinasi keduanya berbentuk relaksasi. 

Ketiga metode di atas menurut Guthrie efektif karena disajikan suatu petunjuk
tindakan yang tidak diinginkan dan berusaha mempengaruhi agar tindakan itu tidak
dilakukan, karena ada stimuli utuk perilaku lain yang terjadi dan membuat respons
yang buruk menjadi tersingkirkan.

1.2.10.  Pendapat Guthrie Tentang Pendidikan                          

15
Seperti halnya Thorndike, Guthrie menyarankan proses pendidikan
dimulai dengan menyatakan tujuan, yakni menyatakan respons apa yang harus
dibuat untuk stimuli. Dia menyarankan lingkungan belajar yang akan
memunculkan respons yang diinginkan bersama dengan adanya stimuli yang akan
diletakkan padanya. Jadi motivasi dianggap tidak terlalu penting, yang diperlukan
adalah siswa mesti merespons dengan tepat dalam kehadiran stimuli tertentu.
Latihan (praktik) adalah penting karena ia menimbulkan lebih banyak stimuli
untuk menghasilkan perilaku yang diinginkan.karena setiap pengalaman adalah
unik, seseorang harus “belajar ulang” berkali-kali. Guthtrie mengatakan bahwa
belajar 2 ditambah 2 di papan tulis tidak menjamin siswa bisa 2 ditambah 2 ketika
dibangku. Karena memungkinkan siswa akan belajar meletakkan respons pada
setiap stimuli (di dalam atau di luar kelas). 

1.2.11. Praktik latihan

Dalam praktiknya guthrie memandang  bahwa praktik latihan


Meningkatkan Performa, dan dalam hal ini  Guthrie membedakan antara act
(tindakan) dengan movement (gerakan). Gerakan adalah kontraksi otot,
tindakan terdiri dari berbagai macam gerakan. Tidakan biasanya didefinisikan
dalam term apa-apa yang dicapainya, yakni perubahan apa yang mereka
lakukan dalam lingkungan. Sebagai contoh tindakan, Guthrie menyebut
misalnya mengetik surat, makan pagi, dll. 

Adapun untuk belajar tindakan membutuhkan praktik latihan. Belajar


bertindak, yang berbeda dari gerakan, jelas membutuhkan praktik sebab ia
mengharuskan gerakan yang tepat telah diasosiasikan dengan petunjuknya.
Bahkan menurut Guthrie, tindakan sederhana seperti memegang raket
membutuhkan beberapa gerakan berbeda sesuai jarak dan arah posisi subjek
itu. Untuk itulah diperlukan sebuah latihan, karena dengan menguasai sebuah
tindakan tidak menjamin pada saat waktu, jarak, dan posisi yang berbeda
tindakan itu masih dapat dilakukan.

Seperti Guthrie dan Thorndike percaya bahwa pendidikan formal


seharusnya menyerupai situasi nyata semirip mungkin. Dengan kata lain guru
meminta siswanya untuk melakukan ata mempelajari hal-hal yang kelak akan
mereka lakukan saat mereka lulus nanti. Guthrie mendukung program magang
atau monitoring dan mendorong progam pertukaran pelajar untuk memperluas
pengalaman pelajar.

16
1.2.12 Sifat Pengetahuan menurut Edwin Ray Guthrie

Teori Pembelajaran Menurut Edwin Ray Guthrie – Yang menggantikan


kekuatan dalam teori Guthrie,  Pada poin ini Gutrie menggunakan isu yang dibahas
Thorndike, ketika satu respons menimbulkan keadaan yang memuaskan, maka
selanjutnya terulangnya respons akan meningkat. Guthrie menganggap hukum efek
tidak dibutuhkan. Menurut Guthrie, reinformance (penguatan) hanyalah aransemen
mekanis, yang dianggap dapat dijelaskan dengan hukum belajaranya. 

Gutrie menganggap, penguatan mengubah kondisi yang menstimulasi, dan


karenanya mencegah terjadinya nonlearning. Misalnya, dalam kotak teka teki, hal
yang dilakukan hewan sebelum menerima satu penguat adalah menggerakkan satu
tuas atau menarik cincin, yang membuatanya bisa keluar dari kotak itu, dan
seterusnya. Oleh karena itulah, Guthrie dan Horton mengatakan, menurut pendapat
mereka tindakan yang dilakukan oleh kucing itu akan selalu sama, karena kucing itu
menganggap itulah caranya membebaskan diri dari kotak. Oleh karena itu, tidak
memungkinkan adanya respons baru yang dihubungkan dengan kotak tersebut. 

BAB III

17
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Inti dari teori belajar Guthrie adalah mengasosiasikan rangsangan dan respon
secara tepat. Untuk penerapan teori ini dalam proses belajar mengajar di kelas, maka
Guthrie memberikan beberapa saran bagi guru:

1. Seorang Guru harus harus dapat mengarahkan performa siswa akan menjadi apa
ketika mempelajari sesuatu. Dengan kata lain, apakah stimuli yang ada dalam buku
atau pelajaran yang menyebabkan siswa melakukan belajar

2. Oleh karena itu, jika seorang siswa membaca dan mencatat suatu materi
pembelajaran maka siswa tersebut akan lebih banyak mengingat informasi. Maka
dalam hal ini buku menjadi stimuli yang dapat digunakan srbagai perangsang untuk
memahami suatu materi pembelajaran

3. Ketika guru mengelola sebuah kelas, guru dianjurkan untuk tidak memberikan
perintah yang secara langsung akan menyebabnkan siswanya menjadi tidak patuh
terhadap aturan di dalam kelas. Misalnya perintah guru agar siswanya tenang di kelas
diikuti oleh kegaduhan di dalam kelas akan menjadi tanda bagi munculnya perilaku
distruptif.

Kritik Terhadap Teori Guthrie

1. Muller dan Schoenfeld (1954) mengungkapkan bahwa Guthrie kurang


menggunakan metodologi eksperimen dalam banyak hal dengan menggunakan alasan
yang ambigu, yakni banyak mengandalkan hasil dari teori belajar tersebut, sehingga
teori yang di hasilkan tersebut sulit untuk diaplikasikan dalam dunia pendidikan
secara langsung

2. Moore dan Stuard (1979) l mengungkapkan bahwa percubaan yang dilakukan


Guthrie masih di ragukan karena menggunakan hewan yaitu kucing peliharaan dan
kucing hias yang lebih menunjukkan fakta insting dari hewan tersebut. Hasil peelitian
Guthrie dan Hirton perlu dikaji kembali dengan menerapkan teori tersebut pada
hewan hhewan lainnya selain kucing.

3.2 Kritik dan Saran

18
Penulis meminta maaf jika makalah ini memiliki banyak kekurangan,
karena kurangnya referensi dan pengetahuan Penulis saat pembuatan makalah
ini, sebagai Penulis, saya mengharapkan kritik yang dapat membangun pada
pembaca agar kami dapat membuat makalah yang lebih baik lagi. Demikian
makalah ini Penulis buat untuk menambah pengetahuan dan informasi yang
berguna dan bisa mendapat kan apresiasi yang bisa digunakan untuk
perbaikan demi kepentingan bersama, sekian dan terima kasih.

DAFTAR PUSTAKA

19
Syaodih, Nana Sukmadinata, Landasan psikologi dalam proses pendidikan,
Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005.

B.R Hergenhahn dan Mattew H. Olson, Theories of Learning, Jakarta: Prenada


Media Group, 2010.

Surya, Mohamad  Teori-teori konseling, Bandung: CV Pustaka Bani Quraisy, 2003.

F Brennan, James sejarah dan system psikologi, Jakarta: PT Raja Grafindo persada,


2006.

20

Anda mungkin juga menyukai