Gerontik TM 8 Makalah SGD Kel 8 Impotensi
Gerontik TM 8 Makalah SGD Kel 8 Impotensi
Fasilitator:
Disusun Oleh
Kelompok I – A2
FAKULTAS KEPERAWATMAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya akhirnya kami dapat
menyelesaikan tugas mata kuliah Keperawatan Gerontik dengan materi Asuhan Keperawatan
Pada Lansia Dengan Inkontinensia Urine Dan Impotensi dalam bentuk makalah. Makalah ini
disusun guna memenuhi tugas yang diberikan oleh ibu Elida Ulfiana S.Kep., Ns. M.Kep.
Terima kasih kepada ibu Elida Ulfiana S.Kep., Ns. M.Kep sebagai dosen pengampu
yang telah membimbing dalam penyusunan makalah ini. Terlepas dari semua itu, kami
menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya.
Kami menyadari adanya kekurangan pada makalah ini. Untuk itu kritik dan saran
sangat kami harapkan demi penyempurnaan makalah ini
Semoga makalah ini, dapat bermanfaat dan menjadi sumber pengetahuan bagi
pembaca. Dan apabila dalam pembuatan makalah ini terdapat kekurangan kiranya pembaca
dapat memakluminya. Sekian dan terima kasih.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................4
1.1. Latar Belakang........................................................................................4
1.2. Rumusan Masalah...................................................................................5
1.3. Tujuan......................................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................7
2.1 Inkontinensia Urine......................................................................................7
2.2 Impotensi................................................................................................22
BAB III STUDI KASUS IMPOTENSI..............................................................36
BAB IV PENUTUP..............................................................................................48
4.1. Kesimpulan............................................................................................48
4.2. Saran.......................................................................................................48
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................49
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.3. TUJUAN
1. Mengetahui definisi dari inkontinensia urine
2. Mengetahui etiologi dari inkontinensia urine
3. Mengetahui klasifikasi inkontinensia urine
4. Mengetahui manifestasi klinis dari inkontinensia urine
5. Mengetahui patofisiologi inkontinensia urine
6. Mengetahui Web of Caution inkontinensia urine
7. Mengetahui apa saja komplikasi yang disebabkan inkontinensa urine
8. Mengetahui penatalaksanaan inkontinensia urine
9. Mengetahui pemeriksaan penunjang pada inkontinensia urine
10. Mengetahui teori asuhan keperawatan inkontinensia urine
11. Mengetahui definisi dari impotensi
12. Mengetahui apa saja faktor-faktor penyebab impotensi
13. Mengetahui etiologi dari impotensi
14. Mengetahui manifestasi klinis dari impotensi
15. Mengetahui patofisiologi impotensi
16. Mengetahui Web of Caution impotensi
5
17. Mengetahui apa saja komplikasi yang disebabkan impotensi
18. Mengetahui penatalaksanaan impotensi
19. Mengetahui pemeriksaan penunjang pada impotensi
20. Mengetahui teori asuhan keperawatan impotensi
21. Mengetahui studi kasus asuhan keperawatan pasien impotensi ?
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
7
Inkontinensia dorongan merupakan keadaan dimana seseorang
mengalami pengluaran urin tanpa sadar, terjadi segera setelah merasa
dorongan yang kuat untuk berkemih.
2. Inkontinensia Total
Inkontinensia Total merupakan keadaan dimana seseorang mengalami
pengeluaran urin terus menerus dan tidak dapat diperkirakan.
3. Inkontinensia Stres
Merupakan keadaan dimana seseorang mengalami kehilangan urin
kurang dari 50 ml, terjadi dengan peningkatan tekanan abdomen.
4. Inkontinensia refleks
Merupakan keadaan dimana seseorang mengalami pengeluran urin
yang tidak dirasakan, terjadi pada interval yang dapat diperkirakan bila
volume kandung kemih mencapai jumlah tertentu.
5. Inkontinensia fungsional
Merupakan keadaan dimana seseorang mengalami pengeluaran urin
tanpa disadari dan tidak dapat diperkirakan.
2.1.4. Manifestasi Klinis Inkontinensia Urine
Tanda-tanda Inkontinensia Urine menurut (H.Alimun Azis, 2006)
1. Inkontinensia Dorongan
- Sering miksi
- Spasme kandung kemih
2. Inkontinensia total
- Aliran konstan terjadi pada saat tidak diperkirakan.
- Tidak ada distensi kandung kemih.
- Nokturia dan Pengobatan Inkontinensia tidak berhasil.
3. Inkontinensia stres
- Adanya urin menetes dan peningkatan tekanan abdomen.
- Adanya dorongan berkemih.
- Sering miksi.
- Otot pelvis dan struktur penunjang lemah.
4. Inkontinensia refleks
- Tidak dorongan untuk berkemih.
- Merasa bahwa kandung kemih penuh.
8
- Kontraksi atau spesme kandung kemih tidak dihambat pada
interval.
5. Inkontinensia fungsional
- Adanya dorongan berkemih.
- Kontraksi kandung kemih cukup kuat untuk mengeluarkan urin.
2.1.5. Patofisiologi Inkontinensia Urine
Inkontinensia urine dapat terjadi dengan berbagai manifestasi, antara lain:
1. Perubahan yang terkait dengan usia pada sistem Perkemihan Vesika
Urinaria (Kandung Kemih). Kapasitas kandung kemih yang normal
sekitar 300-600 ml. Dengan sensasi keinginan untuk berkemih diantara
150-350 ml. Berkemih dapat ditundas 1-2 jam sejak keinginan
berkemih dirasakan. Ketika keinginan berkemih atau miksi terjadi pada
otot detrusor kontraksi dan sfingter internal dan sfingter ekternal
relaksasi,yang membuka uretra. Pada orang dewasa muda hampir
semua urine dikeluarkan dengan proses ini. Pada lansia tidak semua
urine dikeluarkan, tetapi residu urine 50 ml atau kurang dianggap
adekuat. Jumlah yang lebih dari 100 ml mengindikasikan adanya
retensi urine. Perubahan yang lainnya pada peroses penuaan adalah
terjadinya kontrasi kandung kemih tanpa disadari. Wanita lansia,
terjadi penurunan produksi esterogen menyebabkan atrofi jaringan
uretra dan efek akibat melahirkan mengakibatkan penurunan pada otot-
otot dasar (Stanley M & Beare G Patricia, 2006).
2. Fungsi otak besar yang terganggu dan mengakibatkan kontraksi
kandung kemih. Terjadi hambatan pengeluaran urine dengan pelebaran
kandung kemih, urine banyak dalam kandung kemih sampai kapasitas
berlebihan. Fungsi sfingter yang terganggu menyebabkan kandung
kemih bocor bila batuk atau bersin.
9
2.1.6. Web of Caution Inkontinensia Urine
10
2.1.7. Komplikasi pada Inkontinensia Urine
11
2. Latihan otot dasar panggul (Kegel)
Adalah latihan dalam bentuk seri untuk membangun kembali kekuatan
otot. Dasar latihan adalah kontraksi otot dan relaksasi otot, menghasilkan
otot dasar panggul menjadi kuat serta memberikan manfaat diantaranya:
- Mengurangi frekuensi miksi
- Mengurangi frekuensi inkontinensia urin
- Mengurangi volume urin pada inkontinensia urin
Latihan ini pertama kali dicetuskan oleh Arnold Kegel pada tahun
1948. Cara melakukan latihan kegel/kontraksi otot dasar panggul antara lain:
a. Pasien diminta seolah-olah akan flatus, dan mencoba menahannya,
agar angin tidak keluar
b. Melakukan “stop test” yaitu membayangkan sedang miksi, dan
seketikan menghentikan pancaran urin
c. Pasien diminta merasakan bahwa dua kegiatan di atas, ia
merasakan otot bawah seolah berkumpul di tengah dan anus
terangkat serta masuk ke dalam
d. Ajarkan pasien untuk meraba gerakan tersebut, sehingga ia yakin
bahwa gerakannya benar.
Terdapat dua jenis kontraksi yang dapat dilakukan antara lain:
- Kontraksi cepat
Kontraksi – relaks – kontraksi – relaks, dan seterusnya dengan
hitungan cepat.
- Kontraksi lambat
Tahan kontraksi 3-4 detik, dengan cara menghitung 101, 102, 103,
104 untuk kontraksi dan 101, 102, 103, 104 untuk relaks, untuk
kembali kontraksi dan 3-4 detik, relaks lagi dan seterusnya.
Hitungan 101, 102 dan seterusnya adalah untuk memastikan
hitungan detik dengan benar. Cara ini untuk menghindari pasien
berhitung terlalu cepat, misalnya 1, 2, 3, 4.
3. Spiral dapat diresepkan bagi pasien wanita yang mengalami kelainan anato
mi seperti prolapse uterus berat atau relaksasi pelvik.
4. Indwelling kateter, jika retensi urin tidak dapat dikoreksi secara medis (pe
mbedahan) dan untuk kenyamanan klien terakhir.
12
5. Penggunaan pads/popok
6. Terapi farmakologis
Terapi farmakologis pada pasien geriatric harus dimulai dari dosis
terendah dan dititrasi secara perlahan dengan evaluasi berkala. Terapi
dapat dihentikan setelah didapatkan hasil yang diharapkan atau terjadi efek
samping.
Berikut pilihan terapi farmakologis inkontinensia urin pada pasien usia
lanjut
13
3.1.9. Pemeriksaan Penunjang Inkontinensia Urine
1. Urinalisis digunakan untuk melihat apakah ada bakteri, darah dan glukosa
dalam urine.
2. Uroflowmetry digunakan untuk mengevaluasi pola berkemih dan
menunjukkan obstruksi pintu bawah kandung kemih dengan mengukur
laju aliran ketika pasien berkemih.
3. Cysometry digunakan untuk mengkaji fungsi neuromuskular kandung
kemih dengan mengukur efisiensi refleks otot detrusor, tekanan dan
kapasitas intravesikal, dan reaksi kandung kemih terhadap rangsangan
panas.
4. Urografi eksretorik disebut juga pielografi intravena, digunakan untuk
mengevaluasi struktur dan fungsi ginjal, ureter, dan kandung kemih.
5. Voiding cystourethrography digunakan untuk mendeteksi ketidaknormalan
kandung kemih dan uretra serta mengkaji hipertrofi lobus prostat, struktur
uretra, dan tahap gangguan uretra prostatic stenosis (pada pria).
6. Urterografi retrograde, digunakan hampir secara eksklusif pada pria,
membantu diagnosis struktur dan obstruksi orifisium uretra.
7. Elektromiografi sfingter eksternal mengukur aktivitas listrik sfingter
urinarius eksternal.
8. Pemeriksaan rectum pada pasien pria dapat menunjukkan pembesaran
prostat atau nyeri, kemungkinan menandakan hipertrofi prostat jinak atau
infeksi. Pemeriksaan tersebut juga dapat menunjukkan impaksi yang
mungkin dapat menyebabkan inkontinensia.
9. Kateterisasi residu pascakemih digunakan untuk menentukan luasnya
pengosongan kandung kemih dan jumlah urine yang tersisa dalam
kandung kemih.
14
Keluhan utama
Keluhan pada inkontinensia urin adalah nokturia, dysuria, p
olyuria, oliguria.
Riwayat penyakit sekarang
Perjalanan penyakit sekarang sejak timbul keluhan sampai u
saha yang telah dilakukan untuk mengatasi keluhan.
Riwayat penyakit dahulu
Adanya penyakit yang berhubungan dengan ISK yang berul
ang dan penyakit kronis yang pernah diderita.
Riwayat penyakit keluarga
Penyakit keturunan dari salah satu anggota keluarga yang m
enderita penyakit inkontinensia urin, DM, dan hipertensi.
b) Pemeriksaan Fisik
B1 (breathing)
Kaji adanya gangguan pada pola napas, sianosis karena supl
ai oksigen menurun. Kaji ekspansi dada, adakah kelainan pa
da perkusi.
B2 (blood)
Terjadi peningkatan tekanan darah, biasanya pasien bingung
dan gelisah.
B3 (brain)
Kesadaran biasanya sadar penuh.
B4 (bladder)
Inspeksi : periksa warna, bau, dan banyaknya urin. Biasa
nya berbau menyengat karena adanya aktivitas mikroorgani
sme dalam kandung kemih. Serta disertai keluhan keluarnya
darah apabila ada lesi pada bladder, pembesaran daerah supr
a pubik, lesi pada meatus uretra, dysuria akibat infeksi, dan
apakah klien terpasang kateter sebelumnya.
Palpasi : rasa nyeri pada daerah supra pubik atau pelvis,
seperti rasa terbakar di uretra luar sewaktu kencing atau dap
at juga diluar waktu kencing.
B5 (bowel)
15
Peningkatan atau penurunan bising usus, adanya nyeri tekan
abdomen, adanya ketidaknormalan perkusi dan palpasi pada
ginjal.
B6 (bone)
Pemeriksaan kekuatan otot dan membandingkan dengan eks
tremitas yang lain, adakah nyeri pada persendian.
2. Diagnosa Keperawatan Inkontinensia Urine
a. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan kehilangan
kemampuan untuk menghambat kontraksi kandung kemih
b. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan irigasi
konstan oleh urine
c. Resiko kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan
intake yang tidak adekuat
d. Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan pada citra tubuh
3. Rencana Keperawatan & Kriteria Hasil pada Pasien Inkontinensia
Diagnosa Outcame (SLKI) Intervensi (SIKI)
Gangguan eliminasi Setelah dilakukan Dukungan Perawatan Diri: BAB/BAK
urine berhubungan tindakan keperawatan (1.11349) :
dengan tidak adanya selama 3 x 24 jam, Obeservasi :
sensasi untuk berkemih diharapankan eliminasi - Identifikasi kebiasaan BAK sesuai
dan kehilangan urine klien membaik, usia.
kemampuan untuk dengan Kriteria Hasil : - Monitor integritas kulit pasien.
menghambat kontraksi Eliminasi Urine Terapeutik :
kantung kemih (L04034) - Suka pakaian yang diperlukan untuk
1. Sensasi berkemih memudahkan eliminasi.
meningkat (5) - Dukungan penggunaan
2. Desakan toilet/commode/pispot/urinal secara
berkemih konsisten.
(urgensi) - Jaga privasi selama eliminasi.
menurun (5) - Ganti pakaian pasien setelah
3. Nokturia eliminasi, jika perlu
menurun(5) - Bersihkan alat bantu BAK setelah
4. Mengompol digunakan.
menurun (5) - Latih BAK sesuai jadwal, jika perlu.
16
- Sediakan alat bantu (mis. Kateter
eksternal, urinal, jika perlu)
Edukasi :
- Anjurkan BAK secara rutin
- Anjurkan ke kamar, mandi/toilet, jika
perlu.
Manajemen Eliminasi Urine : (1.04152)
Observasi :
- Identifikasi tanda dan gejala
inkontinensia urine.
- Identifikasi faktor yang menyebabkan
inkontinensia urine
- Monitor eliminasi urine ( mis.
Frekuensi, konsisten, aroma, volume,
dan warna)
Terapeutik :
- Catat waktu dan haluaran berkemih
- Batasi asupan cairan, jika perlu.
Edukasi :
- Ajarkan tanda dan gejala infeksi
saluran kemih
- Ajarkan mengukur asupan cairan dan
haluaran urine
- Ajarkan tanda mengenali berkemih
dan waktu yang tepat untuk berkemih.
- Ajarkan terapi modalitas penguatan
otot-otot panggul/berkemihan.
- Anjurkan minum yang cukup, jika
tidak ada kontraindikasi.
- Anjurkan mengurangi minum
menjelang tidur.
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian obat supositoria uretra,
jika perlu.
17
Resiko infeksi berhubungan Setelah dilakukan Edukasi Pencegahan Infeksi : (1.12406) :
dengan inkontinensia, tindakan keperawatan Observasi :
imobilitas dalam waktu selama 3 x 24 jam, - Periksa kesiapan dan kemampuan
yang lama diharapkan risiko infeksi menerima informasi
klien menurun dengan, Terapeutik :
Kriteria Hasil : - Siapkan materi, media tentang faktor-
Tingkat Infeksi faktor penyebab, cara identifikasi dan
(L.14137) pencegahan risiko infeksi di rumah
1. Kebersihan sakit maupun di rumah yang
badan meningkat disebabkan inkontenensia urine
(5) - Jadwalkan waktu yang tepat untuk
2. Kemerahan memberikann pendidikan kesehatan
menurun (5) sesuai kesepakatan dengan pasien dan
keluarga.
- Berikan kesempatan untuk bertanya
Edukasi :
- Jelaskan tentang faktor-faktor
penyebab, cara identifikasi dan
pencegahan risiko infeksi di rumah
sakit maupun di rumah yang
disebabkan inkontenensia urine
- Anjurkan mengikuti tindakan
pencegahan sesuai kondisi
- Anjurkan kecukupan nutrisi, cairan
dan istirahat
- Ajarkan cara mencuci tangan
18
Integritas Kulit dan - Gunakan produk berbahan
Jaringan (L.14125) ringan/alami dan hipoalergik pada
1. Kerusakan kulit sensitif
jaringan menurun Edukasi
(5) - Anjurkan minum air yang cukup
2. Kerusakan - Anjurkan meningkatkan asupan
lapisan kulit nutrisi
menurun (5) - Anjurkan meningkatkan asupan buah
3. Kemerahan dan sayur
menurun (5) - Anjurkan mandi dan menggunakan
4. Suhu kulit sabun secukupnya.
membaik (5)
19
- Identifikai harapan citra tubuh
berdasarkan tahap perkembangan
- Identifikasi budaya, agama, jenis
kelamin dan umur terkait citra tubuh
- Identifikasi perubahan citra tubuh
yang mengakibatkan isolai sosial
- Monitor frekuensi pernyataan kritik
terhadap diri sendiri
Terapeutik
- Diskusikan perubahan tubuh dan
fungsinya terutama pada sistem
perkemihan
- Diskusikan perubahan akibat penuaan
- Diskusikan kondisi stres yang
mempengaruhi citra tubuh
- Diskusikan cara mengembangkan
harapan citra tubuh secara realistis.
- Diskusikan persepsi pasien dan
keluarga tentang perubahan citra
tubuh
Edukasi
- Jelaskan kepada keluarga tentang
perawatan perubahan citra tubuh
- Anjurkan mengungkapkan gambaran
diri terhadap citra tubuh.
2.2. IMPOTENSI
20
21
Disfungsi ereksi ialah suatu keadaan di mana ereksi penis tidak dapat
dicapai atau dipertahankan untuk melakukan hubungan seksual. Kondisi ini
dahulu dikenal dengan istilah impotensi seksual, yang sebenarnya merujuk
pada berbagai masalah seksual yang berkaitan dengan gangguan pada libido,
gangguan ejakulasi, serta gangguan orgasme.
22
sifatnya permanen. Oleh karena ada yang bersifat sementara, maka definisi
dari disfungsi ereksi haruslah tepat.
Disfungsi ereksi dapat diakibatkan oleh karena faktor psikis dan faktor
organik.
24
Manifestasi kliniknya dapat berpengaruh secara emosional seperti
depresi, ansietas atau malu. Perkawinan terganggu dan menghindari
keintiman. Kepatuhan terhadap pengobatan juga menjadi masalah. (Lee M,
2005)
25
Faktor psikis penyebab impotensi antara lain:
a) Stress
b) Depresi
c) Kecemasan
d) Informasi yang keliru mengenai seks.
Ereksi merupakan hasil dari suatu interaksi yang kompleks dari faktor
psikologik, neuroendokrin dan mekanisme vaskular yang bekerja pada
jaringan ereksi penis. Organ erektil penis terdiri dari sepasang korpora
kavernosa dan korpus spongiosum yang ditengahnya berjalan urethra dan
ujungnya melebar membentuk glans penis. Korpus spongiosum ini terletak
di bawah kedua korpora kavernosa. Ketiga organ erektil ini masing-masing
diliputi oleh tunika albuginea, suatu lapisan jaringan kolagen yang padat,
dan secara keseluruhan ketiga silinder erektil ini di luar tunika albuginea
diliputi oleh suatu selaput kolagen yang kurang padat yang disebut fasia
Buck. Di bagian anterior kedua korpora kavernosa terletak berdampingan
dan menempel satu sama lain di bagian medialnya sepanjang 3/4 panjang
korpora tersebut. Pada bagian posterior yaitu pada radix krura korpora
kavernosa terpisah dan menempel pada permukaan bawah kedua ramus
iskiopubis. Korpora kavernosa ini menonjol dari arkus pubis dan
membentuk pars pendularis penis. Permukaan medial dari kedua korpora
26
kavernosa menjadi satu membentuk suatu septum inkomplit yang dapat
dilalui darah. Radix penis bulbospongiosum diliputi oleh otot
bulbokavernosus sedangkan korpora kavernosa diliputi oleh otot
iskhiokavernosus (Henwood J, 1999).
Jaringan erektil yang diliputi oleh tunika albuginea tersebut terdiri dari
ruang-ruang kavernus yang dapat berdistensi. Struktur ini dapat
digambarkan sebagai trabekulasi otot polos yang di dalamnya terdapat suatu
sistim ruangan yang saling berhubungan yang diliputi oleh lapisan endotel
vaskular dan disebut sebagai sinusoid atau rongga lakunar. Pada keadaan
lemas, di dalam korpora kavernosa terlihat sinusoid kecil, arteri dan arteriol
yang berkonstriksi serta venula yang yang terbuka ke dalam vena emisaria.
Pada keadaan ereksi, rongga sinusoid dalam keadaan distensi, arteri dan
arteriol berdilatasi dan venula mengecil serta terjepit di antara dinding-
dinding sinusoid dan tunika albuginea. Tunika albuginea ini pada keadaan
ereksi menjadi lebih tipis. Glans penis tidak ditutupi oleh tunika albuginea
sedangkan rongga sinusoid dalam korpus spongiosum lebih besar dan
mengandung lebih sedikit otot polos dibandingkan korpus kavernosus.
27
arteri bulbouretralis. Arteri kavernosa memasuki korpora kavernosa dan
membagi diri menjadi arteriol-arteriol helisin yang bentuknya seperti spiral
bila penis dalam keadaan lemas. Dalam keadaan tersebut arteriol helisin
pada korpora berkontraksi dan menahan aliran darah arteri ke dalam rongga
lakunar. Sebaliknya dalam keadaan ereksi, arteriol helisin tersebut
berelaksasi sehingga aliran darah arteri bertambah cepat dan mengisi
rongga-rongga lakunar. Keadaan relaksasi atau kontraksi dari otot-otot polos
trabekel dan arteriol menentukan penis dalam keadaan ereksi atau lemas
(Feldman HA, 1994).
28
2.2.6. Web of Caution Impotensi
Psikogenik Organik
Iastrogenik
Depresi Sistem
saraf pusat
30
4. Pengobatan untuk memulihkan fungsi seksual, yang terdiri dari
pengobatan bedah dan pengobatan non bedah (konseling seksual dan sex
theraphy, obat-obatan, alat bantu seks, serta pelatihan jasmani).
31
Terdapat 2 tipe prosthesis yaitu semirigid dan inflatable. Tindakan ini
sudah banyak dilakukan di luar negeri namun di Indonesia belum ada.
1. Pengkajian
Identitas klien : Nama, umur, agama, alamat asal, status perkawinan,
jenis kelamin, dan tanggal pengkajian.
Data Keluarga : Nama, hubungan, pekerjaan, dan alamat
Status kesehatan sekarang : Riwayat penyakit yang harus dikaji yaitu
keluhan utama yang berkaitan dengan riwayat penyakit kronik, obat-
obatan, adanya operasi, trauma, inflamasi prostat, gangguan hormonal,
atau penyakit saraf lainnya.
Age Related Changes (Perubahan terkait proses penuaan)
Fungsi fisiologis: Keadaan umum klien mudah lelah, Sistem
reproduksi (laki-laki) mengalami impotensi
Potensi pertumbuhan psikososial dan spiritual: Psikososial :
mengalami kecemasan, malu tidak bisa memuaskan pasangannya.
Spiritual : aktivitas ibadah tetap dilakukan, dan tidak ada hambatan.
Risk Factor (Faktor Risiko)
Kondisi patologis: adanya faktor fisik seperti gangguan vaskuler.
Psikologis: stres (ingin beraktivitas seksual namun tidak bisa ereksi)
Efek penggunaan obat-obatan: jenis pengobatan dan efek samping
obat
Pengetahuan : klien kurang mengetahui tentang kesehatan terutama
yang berhubungan dengan seksualitas.
Negative Functional Consequences:
Peningkatan kerentanan faktor risiko: menghindari faktor-faktor
pencetus impotensi dan melakukan pengobatan.
32
Penurunan kesehatan dan fungsi tubuh:
GDS: untuk skrining status mental dari lansia. Impotensi pada lansia
dapat menimbulkan efek depresi dan psikosis.
Fungsi sosial lansia: pada lansia dengan impotensi, fungsi sosial
lansia dapat terganggu karena merasa malu jika iketahui oleh orang
lain
Penurunan kualitas hidup: klien merasa tidak berguna sebagai suami
karena tidak bisa memenuhi kebutuhan seksual istri.
2. Diagnosa Keperawatan Pasien Impotensi
a. Disfungsi seksual b.d perubahan struktur tubuh /fungsi yang d.d
perubahan dalam mencapai kepuasan seksual. (D.0069)
b. Harga diri rendah b.d gangguan funsional d.d perubahan bentuk
salah satu anggota tubuh. (D.0087)
c. Pola seksual tidak efektif b.d penyakit atau terapi medis. (D.0071)
3. Rencana Keperawatan & Kriteria Hasil pada Pasien Impotensi
33
terapi medis. diharapkan pola masalah sistem reproduksi, masalah
(D.0071) seksual klien seksualitas dan penyakit menular
meningkat dengan, seksual
Kriteria Hasil : Terapeutik :
Identitas seksual - Fasilitasi komunikasi antara pasien
(L.07056) dan pasangan
3. Integrasi - Berikan pujian terhadap perilaku
orientasi yang benar
seksual ke - Berikan kesempatan kepada klien
dalam untuk menceritakan permasalahan
kehidupan seksual
sehari - hari (5) Edukasi :
- Jelaskan pentingnya modifikasi
pada aktivitas seksual
BAB III
34
STUDI KASUS IMPOTENSI
3.1. Kasus
Tn.R berusia 70 tahun datang ke puskesmas Mulyorejo pada tanggal 3Maret 2018.
Klien mengeluh tidak dapat ereksi saat melakukan hubungan seksual
sejak 3 bulan yang lalu. Tn.R mengalami gangguan dalam hubungan seksual
dengan istrinya karena ketidakmampuan untuk mencapai ereksi pada waktu penetrasi dan
cepat mengalami kelelahan. Berdasarkan hasil anamnesa Tn.R
mengatakan tidak pernah mengkonsumsi alcohol, hasrat seksualnya menurun,tidak ada gangg
uan saat berkemih namun mempunyai riwayat diabetes mellitus
sejak 5 tahun yang lalu, hipertensi sudah diidap klien selama 10 tahun ini. Klien
merasa malu kepada istrinya dengan keadaannya tersebut dan malu jika diketahuioleh orang l
ain. Berdasarkan anamnesa istri klien, klien beberapa minggu ini lebih berdiam diri, murung,
selalu menghindar ketika diajak berhubungan suami istri,dan tidak harmonis lagi. Berdasarka
n pemeriksaan fisik pada genitalia tidak ada tanda tanda hipogonadisme (termasuk
testis kecil, ginekomasti dan
berkurangnya pertumbuhan rambut tubuh dan janggut). Pemeriksaan penis dan testis tidak ad
a
kelainan bawaaan atau induratio penis. Namun hasil TD: 170/110, nadi:95x/menit, suhu: 36,5
⁰C, RR: 18x/menit, GDA: 320.
3.2. Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama : Tn.R
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 70 tahun
Agama : Islam
Alamat Asal : Mulyorejo, Surabaya
Suku : Jawa
Bangsa : Indonesia
Tanggal periksa : 3 Maret 2018
Nomer RM : 1315111XXX
2. Data Keluarga
35
Nama : Ny.A
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 55 tahun
Alamat : Mulyorejo, Surabaya
Hubungan : Istri Tn.A
Agama : Islam
Suku : Jawa
Bangsa : Indonesia
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
3. Status Kesehatan Sekarang
Keluhan Utama :
Klien mengeluh tidak dapat ereksi saat melakukan hubungan seksual sejak 3 bulan
yang lalu, hasrat seksualnya menurun, klien juga malu kepada istrinya terhadap
keadaannya saat ini terkait dengan impotensinya.
4. Status kesehatan dahulu
Klien mempunyai riwayat penyakit diabetes melitus sejak 5 tahun yang lalu, klien
juga mengidap hipertensi selam 10 tahun ini.
5. Perubahan Terkait Proses Penuaan:
Kelelahan :
Perubahan BB :
Perubahan nafsu makan :
Masalah tidur :
Kemampuan ADL :
KETERANGAN : TD: 170/110 mmHg, nadi: 95x/menit, suhu:
36,50C, RR: 18x/menit, GDA:320
2. Integumen
Ya Tidak
Lesi / luka :
Pruritus :
Perubahan pigmen :
Memar :
Pola penyembuhan lesi :
36
KETERANGAN : Tidak ditemukan masalah keperawatan
3. Hematopoetic
Ya Tidak
Perdarahan abnormal :
Pembengkakankellimfe :
Anemia :
KETERANGAN : Tidak ditemukan masalah keperawatan
4. Kepala
Ya Tidak
Sakit kepala :
Pusing :
Gatal pada kulit kepala :
KETERANGAN : Tidak ditemukan masalah keperawatan
5. Mata
Ya Tidak
Perubahan penglihatan :
Pakai kacamata :
Kekeringan mata :
Nyeri :
Gatal :
Photobobia :
Diplopia :
Riwayat infeksi :
KETERANGAN : Tidak ditemukan masalah keperawatan
6. Telinga
Ya Tidak
Penurunan pendengaran :
Discharge :
Tinitus :
Vertigo :
Alat bantu dengar :
37
Riwayat infeksi :
Kebiasaan membersihkan telinga :
Dampak pada ADL : Tidak memperngaruhi ADL
KETERANGAN : Tidak ditemukan masalah keperawatan
7. Hidung sinus
Ya Tidak
Rhinorrhea :
Discharge :
Epistaksis :
Obstruksi :
Snoring :
Alergi :
Riwayat infeksi :
KETERANGAN : Tidak ditemukan masalah keperawatan
8. Mulut, tenggorokan
Ya Tidak
Nyeri telan :
Kesulitan menelan :
Lesi :
Perdarahan gusi :
Caries :
Perubahan rasa :
Gigi palsu :
Riwayat Infeksi :
Pola sikat gigi : Klien dapat melakukan sikat gigi tanpa
bantuan
KETERANGAN : Tidak ditemukan masalah keperawatan
9. Leher
Ya Tidak
Kekakuan :
Nyeri tekan :
Massa :
KETERANGAN : Tidak ditemukan masalah keperawatan
38
10. Pernafasan
Ya Tidak
Batuk :
Nafas pendek :
Hemoptisis :
Wheezing :
Asma :
KETERANGAN : Tidak ditemukan masalah keperawatan
11. Kardiovaskuler
Ya Tidak
Chest pain :
Palpitasi :
Dipsnoe :
Paroximal nocturnal :
Orthopnea :
Murmur :
Edema :
KETERANGAN : Tidak ditemukan masalah keperawatan
12. Gastrointestinal
Ya Tidak
Disphagia :
Nausea / vomiting :
Hemateemesis :
Perubahan nafsu makan :
Massa :
Jaundice :
Perubahan pola BAB :
Melena :
Hemorrhoid :
Pola BAB : Pasien BAB 1 kali sehari
KETERANGAN : Tidak ditemukan masalah keperawatan
13. Perkemihan
Ya Tidak
39
Dysuria :
Frekuensi : 3x sehari
Hesitancy :
Urgency :
Hematuria :
Poliuria :
Oliguria :
Nocturia :
Inkontinensia :
Nyeri berkemih :
Pola BAK : Pasien kencing pada waktu pagi, siang, dan
malam hari
KETERANGAN : Pasien tidak menggunakan Diappers. Tidak
ditemukan masalah keperawatan
14. Reproduksi (laki-laki)
Ya Tidak
Lesi :
Disharge :
Testiculer pain :
Testiculer massa :
Perubahan gairah sex :
Impotensi :
KETERANGAN : Masalah keperawatan: Disfungsi Seksual
15. Muskuloskeletal
Ya Tidak
Nyeri Sendi :
Bengkak :
Kaku sendi :
Deformitas :
Spasme :
Kram :
Kelemahan otot :
Masalah gaya berjalan :
40
Nyeri punggung :
Pola latihan : ROM aktif
Dampak ADL : Tn.A tidak memerlukan bantuan dalam
memenuhi ADL
KETERANGAN : Tidak ditemukan Masalah Keperawatan
16. Persyarafan
Ya Tidak
Headache :
Seizures :
Syncope :
Tic/tremor :
Paralysis :
Paresis :
Masalah memori :
KETERANGAN : Tidak ditemukan Masalah Keperawatan
41
hubungan seksual sejak 3 nitric oxide
bulan yang lalu,
Do : tidak muncul adanya
TD: 170/110 mmHg, nadi: relaksasi otot polos
95x/menit, suhu: 36,50C, RR: batang penis
18x/menit, GDA: 320.
aliran darah ke area
tersebut menurun
tidak menimbulkan
ereksi
Disfungsi Seksual
2. Ds : Ketidakmampuan ereksi Harga Diri Rendah
Klien mengatakan merasa Situasional
malu kepada istrinya dengan Tidak dapat menerima
keadaannya tersebut dan malu kondisi
jika diketahui oleh orang lain.
Do: Tidak ada komunikasi
Klien tampak murung, dan terbuka kepada istri
stres.
Malu terhadap istri
karena tidak mampu
ereksi
42
3.5. Rencana Keperawatan & Kriteria Hasil
43
kecemasan, depresi dan
penyebab disfungsi
seksual
Teraupetik
1. Fasilitasi komunikasi
antara pasien dengan
pasangan
2. Berikan saran yang sesuai
dengan kebutuhan
pasnagan dengan
menggunakan bahasa
yang mudah diterima,
dipahami dan tidak
menghakimi
Edukasi
1. Jelaskan efek pengobatan,
kesehatan dan penyakit
terhadap disfungsi
seksual
2. Informasi mengenai
pentingnya modifikasi
pada aktivitas seksual
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan
sepesialis seksologi, jika
perlu
Harga diri rendah situasional Setelah dilakukan tindakan Manajemen Perilaku (I.12363)
(D.0087) b.d perubahan pada keperawatan selama 3 x 24 Observasi
citra tubuh d.d kondisi baru jam diharapkan harga diri 1. Identifikasi harapan
terdiagnosis klien menungkat dengan, untuk mengendalikan
Kriteria Hasil : Harga Diri perilaku
(L. 09069) Teraupetik
1. Penilaian diri positif 1. Tingkatkan aktivitas fisik
meningkat (5)
44
2. Penerimaan penilaian sesuai dengan
positif terhadap diri kemampuan
sendiri meniingkat (5) 2. Cegah perilaku pasif dan
3. Perasaan malu agresif
menurun (5) 3. Beri penguatan positif
4. Kontak mata terhadap keberhasilan
meningkat (5) mengendalikan perilaku
Edukasi
1. Informasikan keluarga
bahwa keluarga sebagai
dasar pembentukan
kognitif
45
1. Anjurkan penggunaan
sumber spiritual, jika
perlu
2. Anjurkan keluarga terlibat
3. Anjurkan penggunaan
teknik relaksasi
BAB IV
PENUTUP
4.1. KESIMPULAN
46
seksual yang memuaskan, yang menetap atau berulang paling tidak selama 3 bulan
berturut-turut
4.2. SARAN
Penyusun berharap hendaknya kita sebagai tenaga kesehatan lebih memahami lansia
dan macam-macam penyakit yang dapat menyerang lansia, terutama inkontinensia dan
impotensi pada lansia, serta bagaimana cara kita menghadapi lansia yang sakit dan
menentuka tindakan cara mengatasi penyakit yang diderita lansia.
DAFTAR PUSTAKA
Benet AE, Melman A. The epidemiology of erectile dysfunction. Urologic Clinic of North
America. 1995; 22: 699-709.
Boolell M, Gepi-Attee S, Gingel JC, Allen MJ. Sildenafil : a novel effective oral therapy for
male erectile dysfucntion. Br J Urol 1996
Bonierfale M. Sexual disturbances in 4557 depressed patient: A French Survey. Psych, 2002;
17 (Suppl 1): 208.
Brancroft J, Wu FC. Erectile impotence. British Medical Journal. 1985; 290: 566- 568.
Feldman HA, Goldstein I, Hatzichrictou DG, Krane RJ, McKinley JB. Impotence and its
medical and psychosocial correlates : results of the Massachusetts male aging study.
J Urol 1994
Henwood J. Sildenafil for erectile dysfunction. Medical Progress 1999
47
Hutagalung, A., Elim, C. & Munayang, H. 2009. Pengaruh Sindroma Depresi Terhadap
Disfungsi Ereksi. Jurnal Biomedik, Volume 1, Nomor 2, Juli 2009, hlm. 96-106
Kaplan HS. The new sex therapy. First Edition. London: Bailliere & Tindal; 1994.
Pangkahila JA. Disfungsi ereksi. Dalam: Pangkahila W. Editor. Bahagia tanpa gangguan
fungsi seksual. Jakarta: Penerbit Kompas, 2001.
Pryor JP, Dickinson IK. Special investigation. Dalam: Gregoir A, Pryor JP, editors.
Impotence-An Integrated Approach to Clinical Practice; 1st Ed. United Kingdom:
Churchill Livingstone, 1993; p.115-126.
Efendi, Ferry Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan Praktik Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika
Mac Vary, Kevin T. Erectile Dysfunction. Available from: n engl j med 357;24 www.nejm.org 2472
december 13, 2007. [Accessed 12 februari 2020].
Meutia, Erni., Tahlil, Teuku. 2016. Inkontinensia Urine Dan Kualitas Hidup Lansia Di Banda Aceh.
Universitas Syah Kuala
48