Buku Modul Utama-Radang Telinga Tengah-Rev-2 PDF
Buku Modul Utama-Radang Telinga Tengah-Rev-2 PDF
OTOLOGI
MODUL I.5
INFLAMASI TELINGA TENGAH
EDISI II
KOLEGIUM
ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK
BEDAH KEPALA DAN LEHER
2015
Modul I.5 - Inflamasi Telinga Tengah
DAFTAR ISI
A. WAKTU ...................................................................................... 2
B. PERSIAPAN SESI ...................................................................... 2
C. REFERENSI ......................................................................................... 3
D. KOMPETENSI ..................................................................................... 3
E. GAMBARAN UMUM ......................................................................... 4
F. CONTOH KASUS DAN DISKUSI ..................................................... 4
G. TUJUAN PEMBELAJARAN ............................................................... 6
H. METODE PEMBELAJARAN ............................................................. 7
I. EVALUASI .......................................................................................... 8
J. INSTRUMEN PENILAIAN KOMPETENSI KOGNITIF .................. 9
K. INSTRUMEN PENILAIAN KOMPETENSI PSIKOMOTOR ............ 11
L. DAFTAR TILIK .................................................................................... 23
M. MATERI PRESENTASI ....................................................................... 30
N. MATERI BAKU .................................................................................... 44
1
Modul I.5 - Inflamasi Telinga Tengah
A. WAKTU
B. PERSIAPAN SESI
Kasus
o Kasus : Otitis Media Akut stadium perforata
2
Modul I.5 - Inflamasi Telinga Tengah
C. REFERENSI
1. Chole RA, Brodie HA, Jacob A. Surgery of the Mastoid and Petrosa. In
Byron J. Bailey & Jonas T. Johnson Head and Neck Surgery
Otolaryngology. Fifth edition. Volume two. Lippincott Williams &
Willimns. Philadelphia. 2014. p: 2447
2. Lee K..J. Infections of the Temporal Bone in Essential Otolaryngology.
Tenth edition. McGraw Hill. 2012
3. Flint, P.W, Haughey B.H, Lund V.J, Niparko J.K, Richardson M.A,
Robbins K.T, Thomas J.R. Chronic Otitis Media Mastoiditis and Petrositis
in Cummings Otolaryngology Head and Neck Surgery. Fifth edition.
Volume two. Mosby Elsevier. 2010
4. Gulya, A.J, Minor L.B, Poe D.S. Pathology and Clinical Course of the
Inflammatory Disease of the Middle Ear in Glasscock-Shambaugh Surgery
of the Ear. Sixth edition. Peoples’s Medical Publishing House-USA. 2010
5. Brackmann, D.E, Shelton C, Arriaga M.A. Complication of Surgery for
Chronic Otitis Media in Otologic Surgery. Third edition. Saunders
Elsevier. 2010
6. Chole RA, Brodie HA, Jacob A. Surgery of the Mastoid and Petrosa. In
Byron J. Bailey & Jonas T. Johnson Head and Neck Surgery
Otolaryngology. Vol 2. 4th. Lippincott Williams & Willimns. Philadelphia.
2006. p: 2101-2
7. Helmi. Bedah Telinga Tengah untuk Otitis Media Supuratif Kronis.
Penerbit FK UI Jakarta. 2005. h: 170
D. KOMPETENSI
Keterampilan
Setelah mengikuti sesi ini peserta didik diharapkan terampil dalam :
1. Menjelaskan anatomi , topogarafi, fisiologi telinga
2. Menjelaskan etiologi dan macam-macam radang telinga tengah
3. Menjelaskan patofisiologi, gambaran klinis, dan terapi radang telinga
tengah
4. Menjelaskan pemeriksaan penunjang diagnosis
5. Menjelaskan komplikasi dan penanganan radang telinga tengah
6. Menjelaskan teknik operasi pada radang telinga tengah dan komplikasinya
7. Melakukan perencanaan tatalaksana penderita radang telinga tengah
(follow-up selanjutnya)
8. Melakukan terapi terhadap radang telinga tengah
9. Melakukan tindakan pembedahan pada radang telinga tengah
3
Modul I.5 - Inflamasi Telinga Tengah
E. GAMBARAN UMUM
Radang telinga tengah atau yang sering disebut sebagai otitis media adalah
inflamasi/ peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah. Banyak
klasifikasi otitis media yang diajukan oleh para ahli. Secara mudah otitis media
dibagi menjadi otitis media supuratif dan otitis media non supuratif. Dari segi
waktu, otitis media terdiri atas otitis media akut dan kronis. Kejadian otitis media
dipengarhi oleh berbagai faktor, antara lain usia, gizi, tingkat sosio-ekonomi,
faktor imunitas dan kekerapan menderita infeksi saluran napas atas (ISPA).
Otitis media akut (OMA) terdiri atas beberapa stadium, yaitu stadium oklusi tuba,
stadium hiperemis, stadium supurasi, stadium perforasi, dan stadium resolusi.
Tanda dan gejala klinik tergantung dari stadium OMA. Apabila tidak mengalami
penyembuhan yang sempurna penyakit ini dapat berlanjut enjadi otitis media efusi
(OME) atau otitis media supuratif kronik (OMSK). Otitis Media Supuratif Kronik
terdiri atas 2 tipe, yaitu OMSK tanpa Kolesteatom (tipe mukosa/ tipe jinak/tipe
aman) dan OMSK dengan Kolesteatom (tipe tulang/tipe bahaya).
F. CONTOH KASUS
Kasus 1.
Seorang anak laki-laki berusia 4 tahun dibawa orang tuanya ke Instalasi Gawat
Darurat pada malam hari dengan keluhan keluar cairan dari telinga kiri sejak 2
hari. Pasien menderita batuk pilek sejak 1 minggu dan demam tinggi 3 hari yang
lalu. Keadaan umum pasien saat datang: kompos mentis, subfebris. Pemeriksaan
otoskopi kanan liang telinga lapang, membran timpani utuh, hiperemis.
4
Modul I.5 - Inflamasi Telinga Tengah
Sedangkan telinga kiri: terdapat sekret mukoid di liang telinga kiri dan terdapat
perforasi sentral pada membran timpani.
Diskusi :
1. Lengkapkan anamnesis pada pasien ini
2. Lengkapkan pemeriksaan fisik pada pasien ini
3. Apa diagnosis kerja yang paling mungkin untuk pasien ini
4. Jelaskan patogenesisnya
5. Apa komplikasi yang mungkin terjadi
6. Bagaimana penatalaksaan pada pasien ini
Jawaban :
1. Perlu ditanyakan apakah keluhan ini timbul pertama kali ataukah
berulang-ulang. Adakah kemungkinan terjadi gangguan dengar pada anak
ini. Apakah penderita sering bernafas melalui mulut.
2. Bagaimana ukuran tonsil, bila mungkin dilihat ukuran adenoid. Bagaimana
keadaan cavum nasi. Adakah tanda-tanda infeksi pada hidung.
3. Diagnosis kerja untuk pasien ini adalah otitis media akut perforata
4. Gangguan fungsi tuba Eustachius merupakan faktor utama awal terjadinya
otitis media. Pada gangguan tersebut fungsi tuba sebagai equalizer,
proteksi telinga tengah, dan fungsi ventilasi tidak dapat berjalan dengan
baik. Dengan demikian kan terjadi tekanan negatif di telinga tengah, yang
menyebabkan transudasi cairan hingga supurasi.
5. Dapat terjadi komplikasi intrakranial seperti meningitis.
6. Pada pasien ini diberikan antibiotila yang sesuai berdasarkan kuman
penyebab terbanyak infeksi primer (hidung). Stadum Perforasi : di berikan
H2O2 3% selama 3-5 hari dan diberilan antibiotika.
G. TUJUAN PEMBELAJARAN
5
Modul I.5 - Inflamasi Telinga Tengah
H. METODE PEMBELAJARAN
Harus diketahui :
Anatomi telinga
Fisiologi telinga
Surgical anatomi
Topografi dan landmark bedah mikro telinga
Harus diketahui :
Etiologi dan predisposisi
Patofisiologi
Patogenesis penyakit
Harus diketahui :
Gejala (keluhan pasien)
Tanda klinis penyakit
Pemeriksaan penunjang
Diagnosis kerja dan diagnosis definitif
6
Modul I.5 - Inflamasi Telinga Tengah
Komplikasi penyakit
Patofisiologi komplkasi
Harus diketahui :
Tatalaksana pasien baik non pembedahan maupun pembedahan
Keperluan konsultasi dalam tatalaksana
Tujuan/ goal tatalaksana
Harus diketahui :
Jenis-jenis pembedahan
Pertimbangan jenis pembedahan yang dilakukan
Target pencapaian pembedahan
Evaluasi hasil pembedahan
7
Modul I.5 - Inflamasi Telinga Tengah
Harus diketahui :
Komplikasi dan tanda-tandanya
Tatalaksana komplikasi
Minimalisasi komplikasi
Harus diketahui :
Persiapan praoperatif
Perawatan properatif
Perawatan pascaoperasi
I. EVALUASI
1. Pada awal pertemuan dilaksanakan pre test dalam bentuk tertulis sesuai
dengan tingkat masa pendidikan yang bertujuan untuk menilai kinerja awal
yang dimiliki peserta didik dan untuk mengidentifikasi kekurangan yang ada.
Materi pretest terdiri atas :
- Anatomi dan fisiologi telinga
- Penegakan diagnosis
- Teknik operasi
- Follow up
2. Selanjutnya dilakukan “small group discussion” bersama dengan fasilitator
untuk membahas kekurangan yang teridentifikasi, membahas isi dan hal-hal
yang berkenaan dengan penuntun belajar, kesempatan yang akan diperoleh
pada saat bedside teaching dan proses penilaian.
3. Setelah mempelajari penuntun belajar ini, mahasiswa diwajibkan untuk
mengaplikasikan langkah-langkah yang tertera dalam penuntun belajar dalam
bentuk “role play” dan teman-temannya (Peer Assisted Evaluation) atau
kepada SP (Standardized Patient). Pada saat tersebut, yang bersangkutan tidak
diperkenankan membawa penuntun belajar, penuntun belajar yang dipegang
oleh teman-temannya untuk melakukan evaluasi (Peer Assisted Evaluation)
setelah dianggap memadai, melalui metode bedside teaching dibawah
8
Modul I.5 - Inflamasi Telinga Tengah
9
Modul I.5 - Inflamasi Telinga Tengah
Jawaban :
1. Linea temporalis, Spine of henle dan dinding posterior CAE
2. Nervus fasialis pars mastoidea, Chorda timpani dan incus buttress
3. Proteksi di telinga tengah dilakukan oleh tuba eustachius dan m.
Stapedius
Soal :
Seorang anak berusia 2 tahun dibawa oleh ibunya ke poli THT dengan keluhan
mulut mencong ke kanan sejak 3 hari. Sejak 1 minggu yang lalu pasien
mengalami batuk pilek, demam tinggi dan keluar cairan dari telinga kiri 5 hari
yang lalu
Jawaban :
a) Otitis media akut dengan komplikasi paresis n. Fasialis
b) Tes Topografi, audiogram, foto polos stenver – schuller
c) Antibiotika lokal dan sistemik sesuai kuman penyebab terbanyak,
kortikostreroid dosis tinggi, H2O2 3 % untuk drainase sekret
10
Modul I.5 - Inflamasi Telinga Tengah
PENUNTUN BELAJAR I
PROSEDUR MIRINGOTOMI
Nilailah kinerja setiap langkah yang diamati menggunakan skala sebagai berikut.:
1 Perlu perbaikan: langkah tidak dikerjakan atau tidak sesuai dengan yang seharusnya atau urutannya
tidak sesuai (jika harus berurutan)
2 Mampu: langkah dikerjakan sesuai dengan yang seharusnya dan urutannya (jika harus berurutan).
Pelatih hanya membimbing untuk sedikit perbaikan atau membantu untuk kondisi di luar normal
3 Mahir: langkah dikerjakan dengan benar, sesuai urutannya dan waktu kerja yang sangat efisien
T/D Langkah tidak diamati (penilai menganggap langkah tertentu tidak perlu diperagakan)
KEGIATAN KASUS
PASCA MIRINGOTOMI
- Instruksi pasca tindakan
a. pemberian antibiotik oral dan topikal
b. pemberian analgetik/antinflamasi
c. rencana evaluasi 7 hari pasca-miringotomi
11
Modul I.5 - Inflamasi Telinga Tengah
PENUNTUN BELAJAR II
PROSEDUR INSISI & DRAINASE ABSES SUBPERIOSTEAL
Nilailah kinerja setiap langkah yang diamati menggunakan skala sebagai berikut:
1 Perlu perbaikan: langkah tidak dikerjakan atau tidak sesuai dengan yang seharusnya atau urutannya
tidak sesuai (jika harus berurutan)
2 Mampu: langkah dikerjakan sesuai dengan yang seharusnya dan urutannya (jika harus berurutan).
Pelatih hanya membimbing untuk sedikit perbaikan atau membantu untuk kondisi di luar normal
3 Mahir: langkah dikerjakan dengan benar, sesuai urutannya dan waktu kerja yang sangat efisien
T/D Langkah tidak diamati (penilai menganggap langkah tertentu tidak perlu diperagakan)
KEGIATAN KASUS
12
Modul I.5 - Inflamasi Telinga Tengah
Nilailah kinerja setiap langkah yang diamati menggunakan skala sebagai berikut:
1 Perlu perbaikan: langkah tidak dikerjakan atau tidak sesuai dengan yang seharusnya atau urutannya
tidak sesuai (jika harus berurutan)
2 Mampu: langkah dikerjakan sesuai dengan yang seharusnya dan urutannya (jika harus berurutan).
Pelatih hanya membimbing untuk sedikit perbaikan atau membantu untuk kondisi di luar normal
3 Mahir: langkah dikerjakan dengan benar, sesuai urutannya dan waktu kerja yang sangat efisien
T/D Langkah tidak diamati (penilai menganggap langkah tertentu tidak perlu diperagakan)
KEGIATAN KASUS
13
Modul I.5 - Inflamasi Telinga Tengah
KEGIATAN KASUS
temporalis sampai mendekati ujung mastoid
- Dilakukan pengambilan tandur fasia muskulus temporalis
atau perikondrium tragus
Mastoidektomi superfisialis:
- Bor korteks mastoid dengan landmark segitiga Mc Ewen,
dengan mengidentifikasi dinding posterior liang telinga, linea
temporalis dan spina Henle. Identifikasi tegmen timpani,
tegmen mastoid, sinus sigmoid dan kanalis semisirkulatis
lateralis.
Mastoidektomi dalam
- Identifikasi aditus ad antrum, fosa inkudis, solid angle dan N.
Fasialis pars vertikal. Bila ada jaringan patologis/ jaringan
granulasi dibersihkan
- Identifikasi inkus, inkudimaleolar join dan maleus serta
periksa mobilitas osikel dan patensi aditus ad antrum. Bila perlu
dilakukan timpanotomi posterior.
- Pasang tandur yang sudah disiapkan dengan salah satu teknik
pemasangan graft (inlay, underlay, overlay, inlay-underlay),
sesuai dengan tipe timpanoplasti
- Diletakkan tampon liang telinga yang sudah dilapisi oleh
salep antibiotik.
- Luka operasi ditutup dengan jahitan lapis demi lapis
- Bila perlu dipasang pipa salir di daerah insisi
PASCA OPERASI
Instruksi pasca operasi
- pemberian antibiotika
- pemberian analgetik/atiinflamasi
- evaluasi pascaoperasi berupa adanya: perdarahan, paresis
N.fasialis dan gangguan pendengaran sensorineurineural
- rencana pasien dipulangkan 2 hari pascaoperasi
- tampon luar dikeluarkan 1 minggu pascaoperasi dan tampon
dalam 2 minggu pascaoperasi
14
Modul I.5 - Inflamasi Telinga Tengah
PENUNTUN BELAJAR IV
PROSEDUR MASTOIDEKTOMI RADIKAL
Nilailah kinerja setiap langkah yang diamati menggunakan skala sebagai berikut:
1 Perlu perbaikan: langkah tidak dikerjakan atau tidak sesuai dengan yang
seharusnya atau urutannya tidak sesuai (jika harus berurutan)
2 Mampu: langkah dikerjakan sesuai dengan yang seharusnya dan urutannya (jika
harus berurutan). Pelatih hanya membimbing untuk sedikit perbaikan atau
membantu untuk kondisi di luar normal
3 Mahir: langkah dikerjakan dengan benar, sesuai urutannya dan waktu kerja yang
sangat efisien
T/D Langkah tidak diamati (penilai menganggap langkah tertentu tidak perlu
diperagakan)
KEGIATAN KASUS
15
Modul I.5 - Inflamasi Telinga Tengah
KEGIATAN KASUS
16
Modul I.5 - Inflamasi Telinga Tengah
KEGIATAN KASUS
Mastoidektomi superfisialis:
- Bor korteks mastoid dengan landmark segitiga Mc Ewen,
dengan mengidentifikasi dinding posterior liang telinga, linea
temporalis dan spina Henle. Identifikasi tegmen timpani,
tegmen mastoid, sinus sigmoid dan kanalis semisirkulatis
lateralis.
Mastoidektomi dalam
- Identifikasi aditus ad antrum, fosa inkudis, solid angle dan N.
Fasialis pars vertikal. Bila ada jaringan patologis/ jaringan
granulasi dan kolesteatoman dibersihkan
- Identifikasi osikel (jika masih ada)
- Bridge diruntuhkan dan dinding posterior direndahkan hingga
setinggi fasial ridge
- Kavitas operasi dibersihkan
- Dilakukan meatoplasti
- Jaringan kolesteatoma dibersihkan sebersih mungkin dan
apabila kavitas bersih dari jaringan patologis (kolesteatoma),
dipasang tandur fasia temporalis menutupi kavitas operasi
- Diletakkan tampon yang sudah dilapisi dengan salep antibiotik
untuk menutup kavitas operasi.
- Luka operasi ditutup dengan jahitan lapis demi lapis
PASCA OPERASI
Instruksi pasca operasi
- pemberian antibiotika injeksi dilanjutkan dengan oral
- pemberian analgetik/antinflamasi
- evaluasi pascaoperasi berupa adanya: perdarahan, paresis N.
fasialis dan gangguan pendengaran sensorineurineural
- rencana pasien dipulangkan 2 hari pascaoperasi
- buka tampon 1-2 minggu pasca operasi
17
Modul I.5 - Inflamasi Telinga Tengah
PENUNTUN BELAJAR V
PROSEDUR MEATOPLASTI
Nilailah kinerja setiap langkah yang diamati menggunakan skala sebagai berikut.:
1 Perlu perbaikan: langkah tidak dikerjakan atau tidak sesuai dengan yang seharusnya atau
urutannya tidak sesuai (jika harus berurutan)
2 Mampu: langkah dikerjakan sesuai dengan yang seharusnya dan urutannya (jika harus
berurutan). Pelatih hanya membimbing untuk sedikit perbaikan atau membantu untuk kondisi
di luar normal
3 Mahir: langkah dikerjakan dengan benar, sesuai urutannya dan waktu kerja yang sangat efisien
T/D Langkah tidak diamati (penilai menganggap langkah tertentu tidak perlu diperagakan)
18
Modul I.5 - Inflamasi Telinga Tengah
PENUNTUN BELAJAR VI
PROSEDUR FAT PLUG TIMPANOPLASTI
Nilailah kinerja setiap langkah yang diamati menggunakan skala sebagai berikut.:
1. Perlu perbaikan: langkah tidak dikerjakan atau tidak sesuai dengan yang seharusnya atau
urutannya tidak sesuai (jika harus berurutan)
2. Mampu: langkah dikerjakan sesuai dengan yang seharusnya dan urutannya (jika harus berurutan).
Pelatih hanya membimbing untuk sedikit perbaikan atau membantu untuk kondisi di luar normal
3. Mahir: langkah dikerjakan dengan benar, sesuai urutannya dan waktu kerja yang sangat efisien
T/D Langkah tidak diamati (penilai menganggap langkah tertentu tidak perlu diperagakan)
KEGIATAN KASUS
19
Modul I.5 - Inflamasi Telinga Tengah
KEGIATAN KASUS
- Fat plug graft dimasukkan ke dalam perforasi dengan cara champagne cork
- Fat plug graft ditutup dengan spongostan yang sebelumnya telah dioles salep
antibiotik gentamisin
- Pasang tampon softratul
20
Modul I.5 - Inflamasi Telinga Tengah
Nilailah kinerja setiap langkah yang diamati menggunakan skala sebagai berikut.:
1. Perlu perbaikan: langkah tidak dikerjakan atau tidak sesuai dengan yang seharusnya atau
urutannya tidak sesuai (jika harus berurutan)
2. Mampu: langkah dikerjakan sesuai dengan yang seharusnya dan urutannya (jika harus
berurutan). Pelatih hanya membimbing untuk sedikit perbaikan atau membantu untuk kondisi di
luar normal
3. Mahir: langkah dikerjakan dengan benar, sesuai urutannya dan waktu kerja yang sangat efisien
T/D Langkah tidak diamati (penilai menganggap langkah tertentu tidak perlu diperagakan)
KEGIATAN KASUS
21
Modul I.5 - Inflamasi Telinga Tengah
KEGIATAN KASUS
- Annulus timpani dikembalikan seperti semula
- Tutup dengan spongostan
- Pasang tampon softratul
22
Modul I.5 - Inflamasi Telinga Tengah
L. DAFTAR TILIK
KEGIATAN NILAI
Langkah-langkah
1. Mempersiapkan alat-alat yang digunakan
2. Fiksasi posisi pasien duduk atau baring, gunakan
bantuan mikroskop
3.Tindakan usap liang telinga menggunakan kapas
aplikator dengan alkohol 70%
4. Insisi daerah membran timpani yang menonjol
5. Isap sekret yang keluar
6. Besrsihkan liang telinga dari sekret
23
Modul I.5 - Inflamasi Telinga Tengah
Nilailah kinerja setiap langkah yang diamati menggunakan skala sebagai berikut.:
1. Perlu perbaikan: langkah tidak dikerjakan atau tidak sesuai dengan yang seharusnya atau urutannya
tidak sesuai (jika harus berurutan)
2. Mampu: langkah dikerjakan sesuai dengan yang seharusnya dan urutannya (jika harus berurutan).
Pelatih hanya membimbing untuk sedikit perbaikan atau membantu untuk kondisi di luar normal
3. Mahir: langkah dikerjakan dengan benar, sesuai urutannya dan waktu kerja yang sangat efisien
T/D Langkah tidak diamati (penilai menganggap langkah tertentu tidak perlu diperagakan)
KEGIATAN KASUS
24
Modul I.5 - Inflamasi Telinga Tengah
PESERTA:.............................. TANGGAL:..................................
KEGIATAN NILAI
1. Persiapan tindakan
2. Infiltrasi daerah operasi
3. Insisi daerah retroaurikular
4. Pengambilan graft fasia muskulus temporalis
5.Mastoidektomi superfisialis:
a. Identifikasi tegmen timpani dan tegmen
mastoid
b. Identifikasi sinus sigmoid
c. Identifikasi kanalis semisirkularis
6. Mastoidektomi dalam:
Identifikasi aditus ad antrum
Identifikasi fossa inkudis dan osikel
Identifikasi kanalis fasialis
7. Pemasangan graft
8. Pemasangan tampon telinga
9. Penutupan luka operasi
10. Pemasangan pipa salir
11. Monitoring pasca operasi
25
Modul I.5 - Inflamasi Telinga Tengah
PESERTA:................................ TANGGAL:......................................
KEGIATAN NILAI
1. Persiapan tindakan
2. Infiltrasi daerah operasi
3. Insisi retroaurikular
4. Pengambilan graft fasia muskulus temporalis
5.Mastoidektomi superfisialis:
Identifikasi tegmen timpani dan tegmen mastoid
Identifikasi sinus sigmoid
Identifikasi kanalis semisirkularis
6. Mastoidektomi dalam:
Identifikasi aditus ad antrum
Identifikasi fossa inkudis dan osikel
Identifikasi kanalis fasialis
7. Mengangkat jaringan patologis berupa jaringan
granulasi dan kolesteatoma
8. Meruntuhkan bridge
9. Merendahkan dinding posterior
10. Meatoplasti
11. Pemasangan tandur
12 Pemasangan tampon telinga
13. Penutupan luka operasi
14. Monitoring pascaoperasi
26
Modul I.5 - Inflamasi Telinga Tengah
PESERTA:.............................. TANGGAL:..................................
KEGIATAN NILAI
27
Modul I.5 - Inflamasi Telinga Tengah
PESERTA:.............................. TANGGAL:..................................
KEGIATAN NILAI
1. Persiapan tindakan
2. Infiltrasi liang telinga di 4 kuadran
3. Pengambilan lemak dari lobulus
4. Penjahitan luka lobulus
5. membuat luka pada tepi perforasi
6. memasukkan fat pada perforasi membran
7. Pasang spongostan pada CAE
8. Monitoring pasca operasi
28
Modul I.5 - Inflamasi Telinga Tengah
PESERTA:.............................. TANGGAL:..................................
KEGIATAN NILAI
1. Persiapan tindakan
2. Infiltrasi liang telinga di 4 kuadran
3. Pengambilan fascia profunda m. temporalis
4. Penjahitan luka retroaurikular
5. membuat luka pada tepi perforasi membran
6. Membuat timpanomeatal flap
7. meletakkan fascia pada perforasi membran underlay
atau overlay
8. Pasang spongostan pada CAE
9. Monitoring pasca operasi
29
Modul I.5 - Inflamasi Telinga Tengah
M. MATERI PRESENTASI
Anatomi
30
Modul I.5 - Inflamasi Telinga Tengah
Patogenesis
Fungsional Mekanik
Intrinsik Ekstrinsik
Inflamasi :
•Virus • Hipertrofi
•Bakteri Adenoid
• KNF
•ALERGI
31
Modul I.5 - Inflamasi Telinga Tengah
32
Modul I.5 - Inflamasi Telinga Tengah
33
Modul I.5 - Inflamasi Telinga Tengah
LCD 10 : Timpanosentesis
Timpanosintesis:
Mengambil sekret
dari telinga tengah
pemeriksaan
mikrobiologi
Miringotomi:
melubangi membran
timpani untuk
mengeluarkan sekret
di telinga tengah
34
Modul I.5 - Inflamasi Telinga Tengah
LCD 11 : OMSK
DIAGNOSIS OMK
• Riwayat otore kronis lebih dari 2 bulan
• Otore bisa terus menerus atau hilang timbul
(intermittent)
• Otoskopi: perforasi membran timpani
• Audiometri nada murni:
– Tuli konduktif
– Tuli campur
– Tuli saraf
35
Modul I.5 - Inflamasi Telinga Tengah
DIAGNOSIS OMK
• Pemeriksaan rontgen mastoid posisi Schuller
bukan pemeriksaan rutin, kalau dilakukan akan
dapat menilai tingkat perkembangan
pneumatisasi mastoid dan dapat
menggambarkan perluasan penyakit
• CT scan high resolution
• Pemeriksaan mikrobiologi sekret telinga, apabila
dapat dilakukan akan sangat membantu
menentukan antibiotik yang sesuai, tetapi
pengobatan dengan antibiotik lini pertama tidak
harus menunggu hasil pemeriksaan ini
JENIS OMK
36
Modul I.5 - Inflamasi Telinga Tengah
37
Modul I.5 - Inflamasi Telinga Tengah
PENGOBATAN
• OMK tanpa Kolesteatome
– Konservatif
– operatif
• OMK dengan Kolesteatome
– Operatif
Tujuan pengobatan:
Mengeradikasi infeksi
Mencegah komplikasi
Memperbaiki pendengaran
38
Modul I.5 - Inflamasi Telinga Tengah
Secara Umum
• Pengobatan OMK tetap harus melihat keadaan
kasus per-kasus
• Harus diusahakan drainase sekret secara
optimal
• Penampilan sekret yang keluar:
– Berwarna hijau kebiruan Pseudomonas
– Kuning pekat Staphylococcus
– Berbau busuk sering kali mengandung golongan
anaerob
► Operasi
► Tujuan:
Tujuan:
Eradikasi infeksi telinga kering
Mencegah komplikasi
Dengan/
Dengan/ tanpa rekonstruksi pendengaran
39
Modul I.5 - Inflamasi Telinga Tengah
KOMPLIKASI OMK
• Ketulian
• Kelumpuhan saraf wajah
• Infeksi otak 7.5%
– Meningitis
– Ensefalitis
– Hidrosefalus
– Trombosis sinus lateralis
• Kematian (akibat OMK dengan Kolesteatome)
40
Modul I.5 - Inflamasi Telinga Tengah
Otore kronis
Otoskopi
MT utuh MT perforasi
OMSK
Onset, progresifitas,
predisposisi, penyakit
sistemik, fokus infeksi,
riwayat pengobatan
Komplikasi - Komplikasi +
kolesteatom - kolesteatom
(OMSK benigna) +
(OMSK bahaya)
OE difus
Otomikosis
Dermatitis eksim Lihat Lihat
OE maligna Lihat
algoritma 1 algoritma 2 algoritma 3
Miringitis granulomatosa
41
Modul I.5 - Inflamasi Telinga Tengah
LCD 25 : Algoritma
kolesteatom -
Algoritma
(OMSK benigna)
1
LCD 26 : Algoritma
Algoritma 2
kolesteatoma +
(OMSK bahaya)
42
Modul I.5 - Inflamasi Telinga Tengah
Algoritma 3
OMSK +KOMPLIKASI
INTRA INTRA
KRANIAL TEMPORAL
LCD 28 : Algoritma
KU baik KU buruk
Mastoidektomi Mastoidekto- Pertimbangkan
bersama bedah Mastoidektomi mi dalam mastoidektomi
saraf kemudian bius umum dalam bius
lokal
43
Modul I.5 - Inflamasi Telinga Tengah
LCD 29 : Algoritma
N. MATERI BAKU
Definisi
Otitis media akut ditandai dengan onset yang cepat dari tanda dan gejala
peradangan di telinga tengah yang disertai dengan efusi di telinga tengah. Tanda
inflamasi meliputi bulging membran timpani, eritema dan perforasi akut MT
dengan otorrhea. Gejala meliputi otalgia, iritabilitas dan demam.
Insidensi
Insidensi tertinggi OMA terjadi pada usia 6-11 bulan. Bila onset
terjadinya episode OMA untuk pertama kalinya didapatkan sebelum usia 6 bulan
atau 12 bulan, hal ini menjadi prediktor yang kuat untuk terjadinya rekurensi
Ruang Lingkup
Faktor Presdiposisi
Otitis media akut terjadi karena
44
Modul I.5 - Inflamasi Telinga Tengah
Patogenesis
Gangguan fungsi tuba Eustachius merupakan faktor utama awal terjadinya
otitis media. Pada keadaan tersebut fungsi tuba sebagai equalizer, proteksi telinga
tengah, dan fungsi ventilasi tidak dapat berjalan dengan baik. Dengan demikian
akan terjadi tekanan negatif di telingah tengah, yang menyebabkan transudasi
cairan hingga supurasi.
OMA terdiri atas beberapa stadium, yaitu (1) stadium oklusi tuba; (2)
stadium hiperemis (presupurasi); (3) stadium supurasi; (4) stadium perforasi; (5)
stadium resolusi. Keluhan dan gejala klinik tergantung dari stadium tersebut.
Gejala Klinis
1. Rasa nyeri dalam telinga (otalgia)
2. Iritabilitas
3. Demam
Terapi
Tergantung dari stadiumnya
1. Stadium Oklusi : diberikan obat tetes hidung HCL efedrin 0,5%, pemberian
antibiotik.
2. Stadium Presupurasi : analgetika, antibiotika (biasanya golongan ampicillin
atau penisilin) dan obat tetes hidung.
3. Stadium Supurasi : diberikan antibiotika dan obat-obat simptomatik. Dapat
juga dilakukan miringotomi bila membran timpani menonjol. Membran
timpani masih utuh untuk mencegah perforasi.
4. Stadium Perforasi : Diberikan H2O2 3% selama 3-5 hari dan diberikan
antibiotika yang adekuat.
Komplikasi
1. Absess subperiosteal
2. Meningitis
3. Abses Otak
Daftar Pustaka
1. Johnson, J.T, Rosen C.A. Otitis Media in the Age of Antimicrobial Resistance
in Bailey’s Head and Neck Surgery-Otolaryngology. Fifth edition. Volume
two. Lippincott Williams & Wilkins. 2014
2. Lee K..J. Infections of the Temporal Bone in Essential Otolaryngology. Tenth
edition. McGraw Hill. 2012
45
Modul I.5 - Inflamasi Telinga Tengah
3. Gulya, A.J, Minor L.B, Poe D.S. Pathology and Clinical Course of the
Inflammatory Disease of the Middle Ear in Glasscock-Shambaugh Surgery of
the Ear. Sixth edition. Peoples’s Medical Publishing House-USA. 2010
4. Djaafar ZA, Helmi, Restuti RD. Kelainan Telinga Tengah. Dalam: Soepardi
EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Penyakit Telinga Hidung Tenggorok Edisi keenam. Balai Penerbit FK UI,
Jakarta, 2007. h: 64-77.
Definisi
Adalah efusi telinga tengah (MEE=Middle Ear Effusion) tanpa tanda dan
gejala inflamasi akut seperti yang didapatkan pada OMA. Mungkin sulit untuk
menentukan kejadian OME yang sebenarnya, mengingat OME secara definisi
adalah asimptomatik. Karena itu diperlukan observasi beberapa kali dengan
interval waktu (antar observasi) yang pendek untuk dapat secara akurat menilai
onset dan berapa lama waktu untuk terjadinya resolusi pada tiap episode OME
baru.
Insidensi
Diperkirakan 65% episode OME pada anak usia 2-7 tahun akan
mengalami resolusi dalam waktu 1 bulan. Pemeriksaan berkala setiap bulan
dengan otoskopi dan timpanometri pada anak usia 2-6 tahun di tempat penititipan
anak di Pittsburgh mendapatkan kejadian efusi telinga tengah sedikitnya sekali
pada 53-61% anak dan penelitian lain juga mendapatkan insiden efusi telinga
tengah sebesar 26% pada anak usia 7 tahun yang diperiksa secara berkala setiap
bulannya selama 1 tahun dengan timpanometri. Hampir semua anak akan
mengalami setidaknya satu episode OME saat mencapai usia 3 tahun.
Faktor risiko
Faktor risiko dapat berkaitan dengan host ataupun lingkungan.
Faktor risiko yang berkaitan dengan host di antaranya, usia, ras,
prematuritas, alergi, immunokompeten (defek pada status imun), celah palatum
dan abnormalitas kraniofasial, predisposisi genetik. Risiko terjadinya MEE
persisten (OME) setelah suatu episode OMA berbanding terbalik dengan usia.
Anak yang mengalami episode MEE untuk pertama kalinya sebelum usia 2 bulan,
memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap terjadinya OME (menetapnya cairan di
telinga tengah) pada tahun pertama kehidupan dibandingkan dengan anak yang
mengalami episode tersebut pada usia yang lebih tua.
Faktor risiko yang berkaitan dengan lingkungan di antaranya infeksi
saluran napas atas, musim, tempat penitipan anak, jumlah saudara kandung,
paparan asap rokok, ASI, status sosioekonomik, kebiasaan menggunakan dot pada
bayi dan obesitas.
Faktor risiko ini berperan penting terhadap terjadinya penyakit telinga
tengah demikian juga terhadap terjadinya rekurensi ataupun persistensi penyakit
46
Modul I.5 - Inflamasi Telinga Tengah
Terapi
Observasi
Karena tingkat resolusi secara spontan yang tinggi pada OME, watchful
waiting sebaiknya dipertimbangkan untuk anak yang tidak memiliki risiko
gangguan bicara dan bahasa atau gangguan belajar seperti yang direkomendasikan
oleh guideline OME. Pemeriksaan pendengaran sebaiknya dilakukan bila MEE
menetap selama 3 bulan atau lebih atau kapanpun ketika dicurigai adanya
keterlambatan bicara, kesulitan belajar atau gangguan pendengaran yang
signifikan. Bila rata-rata ambang dengar kurang dari 20 dB, watchful waiting
disarankan, tetapi bila didapatkan > 40 dB pada telinga yang lebih baik,
disarankan untuk dilakukan tindakan pembedahan. Untuk anak-anak dengan
ambang dengar 21-39 dB pada telinga yang lebih baik, manajemen yang
dilakukan didasarkan pada durasi efusi dan derajat keparahan gejala. Pada anak-
anak yang tidak berisiko, direkomendasikan untuk dilakukan pemeriksaan dengan
interval waktu 3-6 bulan sampai cairan efusi menghilang. Bila gangguan
pendengaran menetap dan diidentifikasi terdapat keterlambatan bicara atau bahasa
atau bila dicurigai terdapat abnormalitas struktural pada membran timpani,
tindakan pembedahan dapat dipertimbangkan.
Operatif
Keputusan dilakukannya terapi operatif pada OME bergantung terutama
pada status pendengaran, gejala klinis terkait, risiko terhadap perkembangan anak
dan antisipasi terhadap terjadinya resolusi spontan dari efusi dalam jangka waktu
tertentu. Indikasi operatif adalah anak dengan (a) OME yang sudah berlangsung
selama 4 bulan atau lebih dengan gangguan pendengaran yang menetap atau
dengan tanda/gejala lainnya, (b) OME rekuren atau persisten pada anak yang
berisiko tanpa melihat status pendengarannya, dan (c) OME disertai kerusakan
struktural pada membran timpani atau telinga tengah.
Pemasangan tympanostomy tube merupakan prosedur pilihan pertama.
Adenoidektomi tidak diperlukan kecuali didapatkan indikasi tertentu (hidung
tersumbat, adenoiditis kronik). Jika diperlukan tindakan operatif kembali (repeat
surgery) sebaiknya meliputi adenoidektomi dan miringotomi dengan ataupun
tanpa pemasangan tympanostomy tube. Tonsilektomi saja ataupun miringotomi
saja sebaiknya tidak digunakan untuk menatalaksana OME
Komplikasi
Atelektasis dan Otitis Media Adhesiva biasanya terjadi bersamaan dengan
OME, meski OME dapat mengalami resolusi sehingga memungkinkan aerasi atik
dan mastoid, namun meninggalkan telinga tengah yang kolaps. Tidak semua
pasien dengan OME kronik berkembang menjadi atelektasis. Kebanyakan pasien
OME, hanya sedikit yang mengalami retraksi membran timpani. Pada pasien
dengan OME bilateral, 1.5% telinga yang tidak diterapi dan 2% telinga yang
diterapi dengan pipa ventilasi berkembang menjadi atelektasis berat.
Bila terjadi atelektasis, membran timpani akan mengalami retraksi ke
promontorium dan tulang-tulang pendengaran di telinga tengah. Pada telinga
yang atelektaktik, terjadi obliterasi sebagian atau seluruh rongga telinga tengah,
47
Modul I.5 - Inflamasi Telinga Tengah
namun membran timpani tidak melekat ke dinding medial telinga tengah, dan
mukosa yang melapisi telinga tengah masih intak. Sebaliknya, otitis media
adhesiva terjadi bila rongga telinga tengah mengalami obliterasi total dan
membran timpani melekat ke tulang-tulang pendengaran dan promontorium, serta
tidak didapatkan lapisan mukosa. Retraksi dari membran timpani dapat
menyebabkan erosi prosesus longus inkus dan stapes suprastruktur.
Episode berulang dari otitis media akut dapat menyebabkan semakin
lemah dan tipisnya membran timpani yang memungkinkan berkembang menjadi
atelektasis. Sadé dan Berco mendapatkan destruksi pada lapisan fibrosa membran
timpani yang mengandung kolagen pada beberapa telinga dengan infeksi rekuren.
Destruksi kolagen pada membran timpani dapat menyebabkan komplikasi lain
dari OME, yaitu timpanosklerosis. Sadé dan Berco demikian juga Tos dan
Poulsen menggambarkan 4 stadium dari retraksi membran timpani: stadium I,
membran timpani retraksi; stadium II membran timpani yang retraksi kontak
dengan inkus; stadium III, atelektasis telinga tengah; dan stadium IV, otitis media
adhesiva
Atelektasis telinga tengah dapat bersifat reversibel dengan pemasangan
pipa ventilasi. Sadé mendapatkan bahwa pemasangan pipa ventilasi dapat
memperbaiki keadaan atelektasis.
Daftar Pustaka
1. Flint, P.W, Haughey B.H, Lund V.J, Niparko J.K, Richardson M.A, Robbins
K.T, Thomas J.R. Chronic Otitis Media Mastoiditis and Petrositis in
Cummings Otolaryngology Head and Neck Surgery. Fifth edition. Volume
two. Mosby Elsevier. 2010
2. Johnson, J.T, Rosen C.A. Otitis Media in the Age of Antimicrobial Resistance
in Bailey’s Head and Neck Surgery-Otolaryngology. Fifth edition. Volume
two. Lippincott Williams & Wilkins. 2014
3. Gulya, A.J, Minor L.B, Poe D.S. Pathology and Clinical Course of the
Inflammatory Disease of the Middle Ear in Glasscock-Shambaugh Surgery of
the Ear. Sixth edition. Peoples’s Medical Publishing House-USA. 2010
4. Djaafar ZA, Helmi, Restuti RD. Kelainan Telinga Tengah. Dalam: Soepardi
EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Penyakit Telinga Hidung Tenggorok Edisi keenam. Balai Penerbit FK UI,
Jakarta, 2007. h: 64-77.
Definisi
Infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret
yang keluar dari telinga tengah lebih dari 2 bulan, terus menerus atau hilang
timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah .
48
Modul I.5 - Inflamasi Telinga Tengah
Ruang lingkup
Otitis Media Supuratif Kronik terdiri dari 2 tipe yaitu: OMSK tanpa Kolesteatoma
( tipe tubotimpanal/ tipe mukosa/ tipe aman) dan OMSK dengan Kolesteatoma
(tipe atikoantral, tipe tulang/ tipe bahaya).
Pemeriksaan penunjang
Kultur dan tes resistensi, foto mastoid (posisi Schuller), CT scan temporal (jika
perlu dan memungkinkan), dan audiometri.
Terapi
Konservatif, bila sekret keluar terus menerus dapat diberi H2O2 3 %, antibiotik,
obat tetes telinga (dengan pertimbangan).
Indikasi operasi
Bila perforasi masih menetap setelah 3 bulan pengobatan medikamentosa maka
idealnya dapat dilakukan operasi, yaitu timpanoplasti dengan atau tanpa
mastoidektomi. (Lihat Algoritma 1 dan 2)
Pemeriksaan penunjang
Kultur dan tes resistensi, foto mastoid (posisi Schuller), CT scan temporal (jika
perlu dan memungkinkan), dan audiometri.
Terapi
Operasi (Algoritma 3)
Komplikasi
Intrakranial: abses ekstradural, thrombophlebitis sinus sigmoid, abses otak,
hidrosefalus otikus, meningitis, dan abses subdural
Intratemporal: mastoiditis, petrositis, labirinitis, paresis fasialis, fistula labirin
49
Modul I.5 - Inflamasi Telinga Tengah
LCD 25 : Algoritma
KU baik KU buruk
Mastoidektomi Mastoidekto- Pertimbangkan
bersama bedah Mastoidektomi mi dalam mastoidektomi
saraf kemudian bius umum dalam bius
lokal
Timpanomastoidektomi
Definisi
Mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy) adalah tindakan membuka
korteks mastoid dari arah permukaan luarnya, membuang jaringan patologis
seperti tulang yang nekrotik atau jaringan lunak serta jaringan granulasi.
Ruang Lingkup
Terdapat OMSK yaitu radang kronis telinga tengah dengan perforasi membran
timpani dan riwayat keluarnya sekret dari telinga (otore) lebih dari 2 bulan, baik
terus menerus atau hilang timbul. Juga dapat dilakukan pada eksplorasi kasus
mastoiditis koalesen yang tidak memberikan respons baik dengan terapi
konservatif.
Indikasi Operasi
- OMSK tipe aman, dengan perforasi menetap lebih dari 3 bulan dengan
keadaan keluar cairan berulang dan gangguan pendengaran
- Mastoiditis koalesen
- Abses subperiosteal retroaurikular
50
Modul I.5 - Inflamasi Telinga Tengah
Pemeriksaan Penunjang
- Audiometri nada murni, dapat disertai audiometri tutur
- Foto mastoid (Schuller)
- CT scan temporal (jika perlu dan memungkinkan)
- Kultur dan tes sensitivitas sekret telinga
Teknik Operasi
- Digunakan anestesi umum. Dapat dilakukan dengan anestesi lokal jika
anestesi umum dikontraindikasikan.
- Dapat dilakukan insisi endaural. Insisi retroaurikular memberikan pemaparan
yang lebih baik.
- Mastoidektomi superfisialis:
Bor korteks mastoid dengan landmark segitiga Mc Ewen, dengan
mengidentifikasi dinding posterior liang telinga, linea temporalis dan spina
Henle. Identifikasi tegmen timpani, tegmen mastoid, sinus sigmoid dan
kanalis semisirkulatis lateralis
Mastoidektomi dalam
- Identifikasi aditus ad antrum, fosa inkudis, solid angle dan N. Fasialis pars
vertikal. Bila ada jaringan patologis/ jaringan granulasi dibersihkan
- Identifikasi inkus, inkudimaleolar join dan maleus serta periksa mobilitas
osikel dan patensi aditus ad antrum. Bila perlu dilakukan timpanotomi
posterior.
- Pasang tandur yang sudah disiapkan dengan salah satu teknik pemasangan
graft (inlay, underlay, overlay, inlay-underlay), sesuai dengan tipe
timpanoplasti yang dilakukan
- Diletakkan tampon liang telinga yang sudah dilapisi oleh salep antibiotik,
yang terdiri atas tampon dalam dan tampon luar.
- Luka operasi ditutup dengan jahitan lapis demi lapis
- Bila perlu dipasang pipa salir di daerah insisi
Komplikasi
- Paralisis fasial
- Cedera sinus (sinus sigmoid, sinus petrosal superior dan bulbus jugularis)
- Cedera dura
- Subluksasi inkus
- Ekstraksi inkus
- Tuli nada tinggi traumatik
- Anakusis
51
Modul I.5 - Inflamasi Telinga Tengah
- Stenosis meatal
- Fiksasi tulang maleus dan inkus
Perawatan Poscaoperasi
- Verban mastoid diganti setiap hari
- Drain dilepas apabila sudah tidak ada darah
- Pemberian antibiotik sesuai kultur dan tes resistensi hingga
- Pasien meninggalkan rumah sakit segera setelah drain dilepas.
- Jahitan dibuka pada hari ke 6-7 atau setelah luka operasi kering
- Tampon dalam dikeluarkan setelah 1-2 minggu
Daftar Pustaka
1. Johnson, J.T, Rosen C.A. Otitis Media in the Age of Antimicrobial
Resistance in Bailey’s Head and Neck Surgery-Otolaryngology. Fifth
edition. Volume two. Lippincott Williams & Wilkins. 2014
2. Lee K..J. Infections of the Temporal Bone in Essential Otolaryngology.
Tenth edition. McGraw Hill. 2012
3. Flint, P.W, Haughey B.H, Lund V.J, Niparko J.K, Richardson M.A,
Robbins K.T, Thomas J.R. Chronic Otitis Media Mastoiditis and Petrositis
in Cummings Otolaryngology Head and Neck Surgery. Fifth edition.
Volume two. Mosby Elsevier. 2010
4. Gulya, A.J, Minor L.B, Poe D.S. Pathology and Clinical Course of the
Inflammatory Disease of the Middle Ear in Glasscock-Shambaugh Surgery
of the Ear. Sixth edition. Peoples’s Medical Publishing House-USA. 2010
5. Brackmann, D.E, Shelton C, Arriaga M.A. Complication of Surgery for
Chronic Otitis Media in Otologic Surgery. Third edition. Saunders
Elsevier. 2010
6. Helmi, Otitis Medis Supuratif Kronis, Balai Penerbit FK-UI, Jakarta,
2005, 147-150
Mastoidektomi Modifikasi
Kompetensi
Dokter memiliki pengetahuan teoritis mengenai keterampilan mastoidektomi
modifikasi (konsep, teori, prinsip maupun indikasi, cara melakukan, komplikasi
dan sebagainya). Selain itu selama pendidikan pernah melihat atau pernah
didemonstrasikan keterampilan mastoidektomi modifikasi.
Definisi
Modifikasi dari mastoidektomi radikal dengan mempertahankan pendengaran
yang masih tersisa
Indikasi
Kolesteatoma dengan otore yang kronis atau berulang dimana fungsi koklea yang
tersisa adalah hal yang dipertimbangkan dari timpanoplasti masa depan dan ketika
exteriorisasi kolesteatoma diinginkan.
52
Modul I.5 - Inflamasi Telinga Tengah
Pada kasus-kasus dengan kolesteatoma pada atik, antrum atau prosesus mastoid.
Anestesi
Biasanya dilakukan dengan anestesi umum. Anestesi lokal bisa dilakukan pada
kasus-kasus yang tidak memungkinkan pasien dibius.
Teknik operasi
1. Insisi postaural atau endaural
2. Retraksi jaringan lunak dan memaparkan daerah mastoid. Daerah mastoid
mulai dari pangkal posterior tulang zigoma sampai ke belakang sudut
suprameatal dan diatas linea temporalis sampai ke bagian bawah tip mastoid
dibuka dengan cara mengelevasi periosteum dan meretraksi luka insisi.
3. Mengangkat tulang dan membuka atik dan antrum. Dengan bantuan bor tulang
diangkat dari daerah sudut supra meatal, spine of henle, pangkal tulang
zigoma sampai ke bagian atas dinding anterior meatus, bagian atas dinding
superior meatus juga diruntuhkan. Tindakan ini akan memaparkan daerah
antrum dan atik. Kemudian dilakukan identifikasi daerah tegmen mastoid dan
kanalis semi sirkularis.
4. Angkat jaringan patologis. Kolesteatoma, granulasi dan mukosa yang tidak
sehat diangkat. Inkus dan kepala dari maleus perlu untuk diangkat apabila
kolesteatoma meluas ke arah medial, tetapi sedapat mungkin dipertahankan.
5. Facial ridge direndahkan
6. Kavum mastoid dihaluskan dengan bor pemoles, kemudian irigasi dengan
normal saline.
7. Rekonstruksi mekanisme pendengaran. Pars tensa dari membran timpani dan
telinga tengah apabila sehat, dibiarkan/tidak diganggu. Bila penyakit meluas
ke telinga tengah, hanya jaringan ireversibel yang dibuang. Rekonstruksi dari
membran timpani atau rantai osikel, apabila rusak dapat dilakukan
(mastoidektomi dengan timpanoplasti)
8. Meatoplasti dan penutupan luka operasi sama pada mastoidektomi radikal.
Komplikasi operasi
Cedera nervus fasialis.
Perikondritis daun telinga.
Kebocoran dura atau sinus sigmoid.
Labirintitis
Trauma telinga dalam
Pemeriksaan penunjang
1. Kultur dan tes resistensi
2. Rontgen Mastoid
3. CT scan temporal (jika perlu dan memungkinkan)
4. Audiometri nada murni, dapat disertai audiometri tutur
Perawatan pascabedah
Perban mastoid (perban melingkari kepala) dibuka keesokan harinya, diganti
dengan perban biasa yang menutup luka operasi dan liang telinga. Perban tersebut
53
Modul I.5 - Inflamasi Telinga Tengah
dibuka pada hari ke 7 sekaligus buka jahitan kulit. Tampon liang telinga bagian
luar sebaiknya diangkat sekalian, tampon liang telinga dalam diangkat pada
minggu ke 2.
Setelah itu, bila dianggap perlu pasien diinstruksikan meneteskan obat tetes
telinga pada malam hari. Pemberian antibiotik oral pasca operasi tergantung
tanda-tanda infeksi yang ditemukan waktu operasi dan lamanya operasi serta
keyakinan operator terhadap bersihnya lingkungan tempat operasi dilakukan.
Follow-up
Evaluasi operasi dipantau secara periodik 1mingu pascaoperasi, 2 minggu, 4
minggu, 6 minggu, 8 minggu dan 12 minggu. Selanjutnya setiap 6 bulan-tahun
sekali untuk mencegah terjadinya debris dan infeksi. Audiometri nada murni
dilakukan setelah 2 – 3 bulan pascaoperasi.
Daftar Pustaka
1. Chole RA, Brodie HA, Jacob A. Surgery of the Mastoid and Petrosa. In
Byron J. Bailey & Jonas T. Johnson Head and Neck Surgery
Otolaryngology. Fifth edition. Volume two. Lippincott Williams &
Willimns. Philadelphia. 2014. p: 2447
2. Lee K..J. Infections of the Temporal Bone in Essential Otolaryngology.
Tenth edition. McGraw Hill. 2012
3. Flint, P.W, Haughey B.H, Lund V.J, Niparko J.K, Richardson M.A,
Robbins K.T, Thomas J.R. Chronic Otitis Media Mastoiditis and Petrositis
in Cummings Otolaryngology Head and Neck Surgery. Fifth edition.
Volume two. Mosby Elsevier. 2010
4. Gulya, A.J, Minor L.B, Poe D.S. Pathology and Clinical Course of the
Inflammatory Disease of the Middle Ear in Glasscock-Shambaugh Surgery
of the Ear. Sixth edition. Peoples’s Medical Publishing House-USA. 2010
5. Brackmann, D.E, Shelton C, Arriaga M.A. Complication of Surgery for
Chronic Otitis Media in Otologic Surgery. Third edition. Saunders
Elsevier. 2010
6. Chole RA, Brodie HA, Jacob A. Surgery of the Mastoid and Petrosa. In
Byron J. Bailey & Jonas T. Johnson Head and Neck Surgery
Otolaryngology. Vol 2. 4th. Lippincott Williams & Willimns. Philadelphia.
2006. p: 2101-2
7. Helmi. Bedah Telinga Tengah untuk Otitis Media Supuratif Kronis.
Penerbit FK UI Jakarta. 2005. h: 170
Mastoidektomi Radikal
Kompetensi
Dokter memiliki pengetahuan teoritis mengenai keterampilan mastoidektomi
radikal (konsep, teori, prinsip maupun indikasi, cara melakukan, komplikasi dan
sebagainya). Selain itu selama pendidikan pernah melihat atau pernah
didemonstrasikan keterampilan mastoidektomi radikal.
54
Modul I.5 - Inflamasi Telinga Tengah
Definisi
Tindakan membuang seluruh sel-sel mastoid di rongga mastoid,
meruntuhkan seluruh dinding belakang liang telinga, pembersihan seluruh sel
mastoid yang mempunyai drainase ke kavum timpani yaitu membersihkan total
sel-sel mastoid disudut sinodural, didaerah segitiga Trautmann, disekitar kanalis
facialis, disekitar liang telinga yaitu di prosesus zigomatikus, juga di prosesus
mastoideus sampai ke ujung mastoid. Kemudian membuang inkus dan maleus,
hanya stapes atau sisa yang dipertahankan, sehigga terbentuk kavitas operasi yang
merupakan gabungan rongga mastoid, kavum timpani dan liang telinga.
Indikasi
OMK dengan Kolesteatome
Tumor telinga
Kontraindikasi
Otitis media kronik tanpa kolesteatome dengan perforasi sentral
Otitis media akut dengan mastoiditis.
Otitis media tuberculosis.
Otitis media sekretori persistent atau otitis media alergi kronik.
Pemeriksaan penunjang
1. Kultur dan tes resistensi
2. Rontgen Mastoid (Schuller)
3. CT scan temporal (jika perlu dan memungkinkan)
4. Audiometri nada murni, audiometri tutur
Anestesi
Biasanya dilakukan dengan anestesi umum. Lokal anestesi dilakukan hanya pada
kasus yang tidak memungkinkan pasien dibius.
Teknik operasi
Dilakukan insisi postaural atau endaural
Retraksi jaringan lunak dan memaparkan daerah mastoid. Daerah mastoid mulai
dari pangkal posterior tulang zigoma sampai ke belakang sudut suprameatal dan
diatas linea temporalis sampai ke bagian bawah tip mastoid dibuka dengan cara
mengelevasi perios
Mastoidektomi superfisialis:
Identifikasi tegmen timpani dan tegmen mastoid
Identifikasi sinus sigmoid
Identifikasi kanalis semisirkularis
Mastoidektomi dalam:
55
Modul I.5 - Inflamasi Telinga Tengah
Meatoplasti. Suatu flap dasar lateralnya pada konka yang berasal dari
posterior dan superior dinding meatus dan masuk ke dalam kavum mastoid
melapisi daerah fasial ridge.Tindakan ini membantu epitelisasi kavum
mastoid. Kartilago konka dapat dilepaskan untuk memperlebar meatus dan
mempermudah melihat dan melakukan tindakan pada kavum timpani.
Jika kavum mastoid sangat besar dan kolesteatoma bersih, maka dilakukan
obliterasi dengan muskulus temporal atau jaringan lunak, hati-hati pada sisa
penyakit (kolesteatoma) yang tertinggal di bawah.
Menutup luka operasi. Kavum timpani ditutup dengan kain kasa, yang diberi
antibiotik atau antiseptik, dan luka operasi dijahit satu persatu.
Komplikasi operasi
1. Paralisis nervus facialis.
2. Perikondritis daun telinga.
3. Kebocoran dura atau sinus sigmoid.
4. Labirintitis.
5. Kista coklat atau mukus.
6. Kolesteatome berulang.
7. Terbentuknya jaringan granulasi.
Follow-up
Evaluasi operasi dipantau secara periodik 1mingu pascaoperasi, 2 minggu,
4 minggu, 6 minggu, 8 minggu dan 12 minggu. Selanjutnya setiap 6 bulan - 1
tahun sekali untuk mencegah terjadinya debris dan infeksi. Audiometri nada
murni dilakukan setelah 2 – 3 bulan pascaoperasi.
Daftar Pustaka
56
Modul I.5 - Inflamasi Telinga Tengah
1. Chole RA, Brodie HA, Jacob A. Surgery of the Mastoid and Petrosa. In
Byron J. Bailey & Jonas T. Johnson Head and Neck Surgery
Otolaryngology. Fifth edition. Volume two. Lippincott Williams &
Willimns. Philadelphia. 2014. p: 2447
2. Lee K..J. Infections of the Temporal Bone in Essential Otolaryngology.
Tenth edition. McGraw Hill. 2012
3. Flint, P.W, Haughey B.H, Lund V.J, Niparko J.K, Richardson M.A,
Robbins K.T, Thomas J.R. Chronic Otitis Media Mastoiditis and Petrositis
in Cummings Otolaryngology Head and Neck Surgery. Fifth edition.
Volume two. Mosby Elsevier. 2010
4. Gulya, A.J, Minor L.B, Poe D.S. Pathology and Clinical Course of the
Inflammatory Disease of the Middle Ear in Glasscock-Shambaugh Surgery
of the Ear. Sixth edition. Peoples’s Medical Publishing House-USA. 2010
5. Brackmann, D.E, Shelton C, Arriaga M.A. Complication of Surgery for
Chronic Otitis Media in Otologic Surgery. Third edition. Saunders
Elsevier. 2010
6. Chole RA, Brodie HA, Jacob A. Surgery of the Mastoid and Petrosa. In
Byron J. Bailey & Jonas T. Johnson Head and Neck Surgery
Otolaryngology. Vol 2. 4th. Lippincott Williams & Willimns. Philadelphia.
2006. p: 2101-2
7. Helmi. Bedah Telinga Tengah untuk Otitis Media Supuratif Kronis.
Penerbit FK UI Jakarta. 2005. h: 170
57
Modul I.5 - Inflamasi Telinga Tengah
LCD 2 :
58
Modul I.5 - Inflamasi Telinga Tengah
LCD 3 :
LCD 4 :
59
Modul I.5 - Inflamasi Telinga Tengah
LCD 5 :
LCD 6 :
60
Modul I.5 - Inflamasi Telinga Tengah
LCD 7 :
LCD 8 :
61
Modul I.5 - Inflamasi Telinga Tengah
LCD 9 :
KANALOPLASTI
Kompetensi
Dokter memiliki ketrampilan teoritis mengenai ketrampilan kanaloplasti (Konsep
, teori, prinsip maupun indikasi, cara melakukan , komplikasi dan sebagainya).
Selama pendidikan pernah melihat ataupun pernah didemonstrasikan ketrampilan
kanaloplasti.
Definisi
Prosedur tindakan untuk memperlebar liang telinga luar yang sempit. Kondisi
liang telinga luar yang sempit tersebut dapat diakibatkan oleh : pertumbuhan
tulang yang tidak normal (anterior overhang atau exostosis) atau jaringan lunak
(jaringan scar), serta untuk mempermudah pemasangan lateral graft pada proses
timpanoplasti.
Indikasi
- Exostosis
- Osteoma
- Prosedur Timpanoplasti
- Stenosis Liang telinga akibat proses infeksi
62
Modul I.5 - Inflamasi Telinga Tengah
Kontra Indikasi
- Kondisi Liang telinga yang terinfeksi pada saat operasi
- Exostosis dan osteoma yang kecil dan tidak menimbulkan keluhan
Pemeriksaan Penunjang
- Audiometri Nada Murni
- CT scan Liang telinga luar
Setelah memahami, menguasai dan mengerjakan modul ini, maka diharapkan
seorang dokter ahli mempunyai kompetensi serta penerapannya dapat dikerjakan
di rumah sakit pendidikan dan RS jaringan pendidikan, serta dapat dipergunakan
oleh program studi disiplin ilmu terkait.
Anastesi
Biasanya dilakukan dengan amastesi umum. Anastesi lokal dilakukan hanya pada
kasus yang tidak memungkinkan pasien dibius.
Teknik Operasi
- Insisi dibuat di daerah insisura terminalis (endaural)
- Memasang Retraktor endaural supaya liang telinga luar terdilatasi
- Kulit diinsisi disebelah lateral dari exostosis dan dielevasi ke medial
sampai tampak tonjolan tulang exostosis
- Aluminium shield atau bola kapas diletakkan diantara flap kulit dan tulang
exostosis untuk melindungi kulit pada saat dilakukan pengeboran
- Setelah exostosis hilang, maka permukaan tulang dihaluskan dengan bor
poles (diamond boor)
- Flap kulit dikembalikan dan difiksasi dengan spongestan, gelfoam atau
tampon pita antibiotika
Komplikasi
- Cedera saraf Fasialis (VII)
- Kulit Liang telinga luar robek
- Perforasi Membrana telinga
Perawatan Psaca Operasi
- Perban dan tampon pita dilepas setelah hari ke 7 – 10 pasca operasi
- Berikan antibiotika tetes telinga beberapa hari sampai liang telinga luar
kering
- Tidak boleh berenang selama 2 bulan
Daftar Pustaka
1. Rauch SD. Management of Soft Tissue and Osseus Stenosis of the Ear
Canal and Canalplasty. In Nadol JB, McKenna MJ. Surgery of the Ear
and Temporal Bone 2nd Ed. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelpia
2005. p: 155-61
63
Modul I.5 - Inflamasi Telinga Tengah
2. Linstrom CJ, Lucente FE. Diseases of the External Ear. In : Johnson JT,
Rosen CA, eds. Bailey’s Head & Neck Surgery Otolaryngology.5th ed.
Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins; 2014. P 2333-57
3. Coker NJ, Jenkins HA. Atlas of Otology Surgery 1st Ed. WB Saundes
Company. 2001. p:42-52.
MEATOPLASTI
Setelah operasi mastoidektomi dinding runtuh, meatus dan mastoid menjadi suatu
rongga yang lebih besar yang merupakan area yang dalam, dan sulit untuk
dijangkau dimana pembersihan alami (self cleansing) atau bahkan pembersihan
terhadap telinga pasien di rawat jalan menjadi lebih sulit dibandingkan
sebelumnya. Akumulasi debris epitelial dapat menyebabkan inflamasi berulang
dan bahkan pembentukan kolesteatoma. Pada suatu penelitian, stenosis meatal
pasca operasi mastoidektomi ditemukan pada 60% rongga mastoid yang
bermasalah. Untuk menghindari hal ini dilakukan meatoplasti dengan
memperlebar meatus sehingga didapat rongga mastoid yang relatif kecil, dangkal
dan mudah diakses. Prosedur ini juga menutup rongga dengan kulit yang
mempercepat penyembuhan. Meatoplasti yang adekuat diperlukan untuk
mendapatkan hasil operasi yang baik.
Definisi
Meatoplasti adalah tindakan untuk memperlebar meatus sehingga didapat rongga
mastoid yang relatif kecil, dangkal dan mudah diakses
Tahapan Operasi
1. Meatoplasti dilakukan setelah mastoidektomi selesai untuk menyesuaikan
ukuran meatus terhadap rongga mastoid
2. Rongga mastoid diisi tampon untuk mencegah darah masuk ke rongga ini
3. Menggunakan speculum, konka distabilisasi. Insisi konka dilakukan pada
permukaan anterior dari aurikula. Kulit, kartilago konka dan jaringan
lunak diinsisi dari pertengahan dinding meatus posterior ke antehelix,
parallel terhadap crus helix. Panjang insisi yang diperlukan tergantung
pada ukuran rongga mastoid, semakin besar rongga, semakin panjang
insisi yang diperlukan. Sebagai patokan, telunjuk harus dapat dilewatkan
dengan mudah melalui meatus setelah kartilago kanka diangkat. Insisi
tidak pernah sampai sejauh antehelix.
4. Kulit dipegang dengan forsep dan dlakukan diseksi antara kulit dengan
kartilago dibawahnya menggunakan gunting tajam, demikian pula diseksi
dilakukan antara kartilago dengan jaringan dibawahnya. Setelah cukup
luas kartilago yang terekspos, dilakukan pengangkatan kartilago berbentuk
triangular. Luas kartilago yang diangkat tergantung dari ukuran dan kontur
rongga mastoid. Sangat penting mempreservasi kartilago pada crus helix
untuk mempertahankan bentuk aurikula.
5. Bila kartilago yang diangkat belum cukup luas, tambahan kartilago dapat
diambil melalui luka retroaurikula. Aurikula ditekuk keanterior dan
64
Modul I.5 - Inflamasi Telinga Tengah
Daftar Pustaka
1. Johnson JT., Rosen CA,. 2010. Surgery of The Mastoid and Petros in
Bailey’s Head and Neck Surgery-Otolaryngology. 5th ed, Volume two,
Lippincott Wilkins
2. Fisch U. 2008. Tympanoplasty, Mastoidectomy and Stapes surgery. 2nd
ed., Thieme Stuttgart-New York
3. Sanna M., Sunose H., Mancini A., Taibah A., Falcioni M. 2012. Middle
Ear and Mastoid Microsurgery. 2nd ed.Thieme Stuttgart New York.
TIMPANOPLASTI
Istilah timpanoplasti pertama kali digunakan oleh Wullstein pada tahun 1953
untuk tindakan operasi rekonstruksi pendengaran telinga tengah yang mengalami
kerusakan akibat infeksi telinga kronis.
Definisi
Timpanoplasti adalah prosedur operasi memperbaiki sistem konduksi suara
dengan atau tanpa penaduran mrmbran timpani.
Timpanoplasti dibagi menjadi 5 yaitu:
65
Modul I.5 - Inflamasi Telinga Tengah
Indikasi Operasi
- Perforasi membran timpani disertai kerusakan osikel dengan gangguan
pendengaran konduksi
Kontraindikasi
- Keganasan pada telinga luar dan tengah
- Infeksi pseudomonas di telinga tengah pada penderita diabetes
- Komplikasi intrakranial akibat infeksi telinga
- Pada telinga yang pendengaran lebih baik secara bermakna
- Relatif: OMSK eksaserbasi akut, otitis eksterna kronis, disfungsi tuba, batuk
kronis
Persiapan operasi
- Pemeriksaan telinga dengan otoskop dan atau mikroskop
- Pemeriksaan audiometri
- Pemeriksaan schuller atau CT scan untuk evaluasi mastoid
66
Modul I.5 - Inflamasi Telinga Tengah
Teknik Operasi
- Tindakan ini menggunakan anastesi umum, namun dapat dilakukan dengan
anestesi lokal jika terdapat kontraindikasi untuk anastesi umum.
- Tepi perforasi dibuang atau dibuat luka baru dengan pendekatan transcanal.
- Dilakukan timpanomeatal flap untuk evaluasi telinga tengah, membersihkan
jaringan patologi di telinga tengah dan rekonstruksi osikel.
- Graft membran timpani diambil dari fascia temporalis
- Telinga tengah diisi dengan gelfilm untuk mencegah terjadinya adesi
- Graft membran timpani diletakkan dibagian medial sisa membran timpani dan
anulus serta dibagian medial manubrium malei
- Canalis akustikus eksternus diisi dengan gelfilm
Selain teknik diatas dengan membuat timpanomeatal flap, untuk perforasi kecil
dapat dilakukan tindakan lain tanpa pembuatan flap, misalnya dengan fat plug
atau amnion graft.
Perawatan Poscaoperasi
- Pemberian antibiotik sesuai kultur dan tes resistensi hingga
- Jahitan dibuka pada hari ke 6-7 atau setelah luka operasi kering
- Tampon dalam dikeluarkan setelah 1-2 minggu
Daftar Pustaka
7. Tos, M. Mannual of Middle Ear Surgery, Vol. 2, Thieme Medical Publishers
Inc. New York, 1993, 96-105
8. Johnson, GD; Simple Mastoid Operation, dalam Glascock-Shambaugh’s
Surgery of the Ear, 5th edition, BC Decker Inc. Ontario, 2003, 487-97.
9. Frootko, NJ. Reconstruction of the Middle Ear, dalam Scott Brown’s
Otolaryngology, Vol.3, 6th edition, Butterworth Heinemann, Oxford, 1997,
3/11/1-25.
10. Dornhoffer JL, Gluth MB. Reconstruction of the Tympanic Membrane and
Assicular Chain. In Hirsch RJ, Jackler RK editors.
11. Bailey's Head and Neck Surgery - Otolaryngology. Philadelpia: Wolters
Kluwer/Lippincott Williams & Wilkins; 2006. p. 1184-1198.
67