Anda di halaman 1dari 16

Mata Kuliah : Keperawatan Kritis

Dosen Pembimbing :Try Ayu Fatmawati,S.,Kep.,Ns.,M.Kep

ISSUE END OF LIFE DNR


(DO NOT RESUCITATION)

OLEH
KELOMPOK I
HASLINDAH K.17.01.003
HERMAWATI IKHSAN K.17.01.004
NELLY SULASTRI K.17.01.008
YULIANA JANUR K.17.01.010

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN(STIKES)
MEGA BUANA PALOPO
TA 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT. Karena rahmat-Nya kami
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Issue End Of Life DNR”(Do Not
Resucitation) ” untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Kritis.
Kami mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak yang membantu
mengerjakan makalah ini, sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat waktu.
Makalah ini jauh dari kata sempurna, untuk itu kami mohon maaf yang sebesar-
besarnya apabila ada kekurangan atau kesalahan penulisan pada makalah ini.

Kami menyadari bahwa keterbatasan pengetahuan dan pemahaman kami


tentang materiinimenjadikan keterbatasan kami pula, untuk itu kami meminta
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan
demi kesempurnaan tugaskedepannya.

Kadong-Kadong ,4 Desember2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................i

DAFTAR ISI.......................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................1

A. Latar belakang........................................................................................................1
B. Rumusan masalah...................................................................................................2
C. Tujuan....................................................................................................................2

BAB IIPEMBAHASAN......................................................................................................3

A. Pengertian DNR.......................................................................................................3
B. Panduan DNR..........................................................................................................4
C. Issue DNR................................................................................................................8

BAB III PENUTUP.............................................................................................................12

A. Kesimpulan..............................................................................................................12
B. Saran........................................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA.

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Henti jantung dapat terjadi di dalam dan di luar rumah sakit. Nichol, Thomas, &
Callaway, (2008) menyatakan, Di Amerika Serikat dan Kanada kira- kira 350.000 pasien per
tahun setengah dari mereka di rumah sakit) mengalami henti jantung dan mendapatkan
upaya resusitasi. Jika upaya resusitasi dinilai tidak penting, maka berapa banyak kehidupan
yang hilang karena tindakan resusitasi tidak dilakukan dengan baik. Akan tetapi,
keterbatasan dan ketidakadekuatan pemberian informasi terkait dengan tindakan resusitasi
dapat mempengaruhi keefektifan pemberian perawatan yang bermartabat (Amestiasih,
Ratnawati, & Rini, 2015) yang akan berdampak pada kecemasan keluarga pasien.
Do Not Resusitation (DNR) adalah sebuah perintah untuk tidak dilakukan Resusitasi,
yang merupakan pesan untuk tenaga kesehatan ataupun masyarakat umum untuk tidak
mencoba CPR (cardiopulmonary resusitation) atau Resusitasi Jantung Paru (RJP) jika terjadi
permasalahan darurat pada jantung pasien atau pernapasan berhenti.Perintah ini ditulis atas
permintaan pasien atau keluarga tetapi harus ditandatangani oleh dokter yang berlaku.
DNR merupakan salah satu keputusan yang paling sulit, adalah masalah etika yang
menyangkut perawat ataupun dokter dan tenaga kesehatan lainnya. Hal ini akan berhadapan
dengan masalah moral atau pun etik, apakah akan mengikuti sebuah perintah 'jangan
dilakukan resusitasi' ataupun tidak. Bagaimana tidak jika tiba-tiba pasien henti jantung
sebagai perawat yang sudah handal dalam melakukan RJP membiarkan pasien mati dengan
begitu saja tapi masalahnya jika kita memiliki hati dan melakukan RJP pada pasien tersebut,
kita bisa dituntut oleh pasien dan keluarga pasien tersebut. Ini adalah sebuah dilema. Jika
terjadi kedaruratan jantung pasien atau pernapasan berhenti.
Salah satu alasan utama orang menandatangani perintah DNR adalah karena apa yang
terjadi ketika staf rumah sakit mencoba untuk melakukan RJP. Situasi ini umumnya disebut
sebagai "kode." Hal ini kadang-kadang diberikan nama samaran yang berbeda di rumah
sakit yang berbeda.Salah satu konsekuensi potensial utama dilakukan RJP adalah
kekurangan oksigen ke organ-organ tubuh. Meskipun penekanan dada sedang dilakukan
untuk mengedarkan darah melalui tubuh, masih belum seefektif detak jantung biasa.
Meskipun oksigen dipompa ke paru-paru mekanik, penyakit itu sendiri dapat mencegah
beberapa oksigen dari mencapai aliran darah. Semakin lama RJP berlangsung, semakin
besar kemungkinan kerusakan pada organ- organ. Tapi jika tidak dilakukan RJP akan
berdampak dari kerusakan otak, kerusakan ginjal, hati, atau kerusakan paru-paru. Apa pun
bisa rusak berhubungan dengan kurangnya oksigenasi.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari DNR?
2. Bagaimana Panduan dari DNR ?
3. Bagaimana Issue dari DNR?

C. Tujuan
Untuk Mengetahui :
1. Apa pengertian dari DNR
2. Bagaimana Panduan dari DNR
3. Bagaimana Issue dari DNR

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian DNR
Resusitasi jantung-paru (RJP) adalah suatu tindakan darurat, sebagai suatu usaha
untuk mengembalikan keadaan henti napas dan atau henti jantung (yang dikenal dengan
kematian klinis) ke fungsi optimal, guna mencegah kematian biologis (Muttaqin,2009).
Do not Resucitation adalah sebuah perintah jangan dilakukan resusitasi ada
pasien dengan artian bahwa tenaga kesehatan tidak melakukan atau memberikan
tindakan pertolongan berupa CPR (cardiopulmonary resuscitation) atau RJP
(resusittasi jantung paru) jika terjadi permasalahan darurat pada jantung pasien atau
terjadinya henti napas pada pasien,pasien dibiarkan meninggal dunia karena alasan
medis serta keluarga pasien telah menyetujui tindakan tersebut.
DNR merupakan suatu tindakan spesifik untuk tidak memberikan resusitasi
jantung paru pada pasien, namun tetap melakukan perawatan rutin (Brizzi, 2012).
Keputusan DNR diambil ketika tindakan CPR selama 30 menit tidak menunjukan ada
nadi, pernafasan dan respon pasien. Penerapan DNR di IGD RSUD Saiful Anwar
yaitu setelah upaya komprehensif men- cegah nafas dan henti jantung tidak menun-
jukkan adanya perbaikan.
Pasien DNR biasanya sudah memberikan tanda untuk melarang melakukan
Resusitasi biasanya terdapat pada baju, di ruang perawatan ataupun di pintu masuk,
sudah ada tandan tulisan “DNR”. Pasien DNR tidak benar-benar mengubah perawatan
medis yang diterima. Pasien masih diperlakukan dengan cara yang sama. Semua ini
berarti bahwa jika tubuh pasien meninggal (berhenti bernapas, atau jantung berhenti
berdetak) tim medis tidak akan melakukan CPR/RJP.Menjadi DNR tidak berarti obat
berhenti untuk diberikan. Ketika dokter dan perawat berhenti berfokus pada
pengobatan dan mulai fokus pada tindakan penghiburan adalah sesuatu yang disebut
Perawatan Paliatif.
Peran keluarga sebagai pendukung pasien selama resusitasi masih jarang
diberikan. Steiger dan Balog (2010) menjelaskan kehadiran keluarga dalam proses
resusitasi sejak dahulu selalu menjadi kontroversi dan menimbulkan berbagai
pendapat baik itu yang bersifat men- dukung maupun menolak. Ritme kerja yang
cepat dan tekanan yang tinggi dalam proses resusitasi menyebabkan terbatasnya sikap
em- pati, komunikasi dan keterlibatan petugas kesehatan dengan pasien dan keluarga.
Meskipun keluarga memiliki kecenderungan emosional, dan keinginan selalu
mendampingi pasien namun disisi lain keluarga memiliki respon ansietas dan
ketakutan saat pasien dilakukan intervensi. Dengan demikian perawat perlu
mengidentifikasi keinginan keluarga dalam memfasilitasi kehadiran yang mampu

3
memberikan perasaan nyaman pada pasien, keluarga maupun tim kesehatan yang
merawat.
B. Panduan DNR
1. Pertimbangan Status DNR
DNR diberikan dengan pertimbangan pertimbangan tertentu yaitu:
a. Pasien yang ada penyakit kronis dan terminal atau Tidak ada harapan hidup
walaupun itu masih sadar misal pasien dengan kanker stadium 4 parah jadi
rasanya tidak perlu adanya resusitasi
b. Pasien dengan kontra indikasi CPR ataupun pasien yang di cap eutanasia
Kriteria pasien DNR menurut Brizzi (2012) yaitu pasien usia 75 tahun dengan
penurunan fungsi organ tubuh telah mengalami stroke sebelumnya dan pendarahan
pada intraventicular dikaitkan dengan ketidakoptimalan hasil yang dicapai apabila
Dilakukan CPR.Saczynski (2010) menentukan kriteria DNR yaitu pasien berusia 85
tahun mengalami penurunan fungsi tubuh dan mengalami ketergantungan untuk
melanjutkan hidupnya.memiliki riwayat komorbiditas seperti diabete mellitus
(DM),hipertensi dan gagal jantung.
Faktor-faktor pelaksanaan Arahan DNR adalah terdiri dari:
a. Situasi rawatan yang bersifat sia-sia
Keadaan sia-sia mengacu pada tindakan yang tidak membawa manfaat.
Secara umum dalam bidang kedokteran, kesia-siaan pengobatan (medical futility)
memiliki beberapa gambaran, di antaranya adalah:
1) pengobatan yang dianggap tidak berguna, tidak efektif dan tidak efektif.
berbobot untuk implementasi
2) situasi dimana pengobatan yang diberikan tidak memberikan hasil yang
menguntungkan
3) tindakan klinis yang tidak memberikan arti apapun dalam mencapai tujuan
pengobatan pasien yang bersangkutan
Melihat keadaan kesia-siaan pengobatan yang dibahas, dokter
berpandangan bahwa Instruksi DNR harus dilaksanakan. Tindakan dipandang
sebagai cara terbaik untuk memastikan bahwa pasien tidak lagi menderita atau
hidup tanpa kualitas yang memuaskan. Meskipun demikian, penerapan
Petunjuk DNR atas dasar ini harus dilakukan dengan hati-hati untuk
memastikan tidak ada penyalahgunaan kehidupan yang terjadi. Oleh karena itu
kajian hukum Islam mengenai faktor pengobatan yang tidak berguna dalam
pelaksanaan Instruksi DNR menjadi sangat penting agar tidak disamakan
dengan perbuatan dosa seperti membunuh atau mempercepat kematian pasien

4
b. Beban keuangan dan keterbatasan sumber daya medis
Layanan kesehatan beroperasi dengan biaya. Layanan seperti konsultasi
dokter, diagnosis penyakit, pengobatan dan terapi masing-masing memiliki
biayanya sendiri. Oleh karena itu, pelayanan medis membutuhkan dana untuk
beroperasi. Biaya operasional rumah sakit ditanggung oleh pihak yang beroperasi
secara swasta dan ditanggung oleh pemerintah untuk instansi kesehatan
masyarakat. Pengelolaan fasilitas dan sumber daya keuangan yang efisien
diperlukan untuk memastikan bahwa layanan kesehatan dapat diberikan kepada
seluruh masyarakat secara konsisten dan berkelanjutan. Namun, memberikan
layanan kesehatan kepada semua bukanlah tugas yang mudah. Selanjutnya dengan
fasilitas dan tenaga yang terbatas, dokter dan petugas rumah sakit diimbau untuk
menggunakan sumber daya kesehatannya dengan baik agar tidak terbuang
percuma tanpa manfaat. Dalam hal ini asas pelayanan kesehatan dan bioetika yang
dimaksud adalah keadilan. Ditekankan bahwa, pengobatan harus diberikan kepada
pasien yang berpotensi mendapat manfaat darinya.
Jika merujuk pada kondisi pasien yang terlihat tidak memiliki harapan
untuk sembuh dan pengobatannya sudah berada pada level yang sia-sia, maka
pemberian resusitasi dalam rangka pengelolaan sumber daya medis dipandang
cukup bijaksana. Biaya perawatan intensif terutama yang melibatkan pertolongan
hidup cukup besaryang menurunkan kualitas hidup sebagaimana disebutkan pada
permasalahan sebelumnya yaitu Kondisi Vegetatif Berkelanjutan dan Kondisi
Vegetatif Permanen. kedua kondisi ini bertahan selama berbulan-bulan bahkan
bertahun-tahun.Resusitasi yang diberikan kepada pasien tersebut hanya
memperpanjang hidup, memperlambat proses kematian dan menyebabkan
ketergantungan pada perawatan intensif berbiaya tinggi tanpa manfaat.
kesembuhan pasien.Dengan terpeliharanya biaya pengobatan yang tinggi untuk
kasus pasien yang sudah pingsan dan tidak ada harapan sembuh, ahli waris juga
terbebani untuk menanggung biaya pengobatan pasien. Hal ini membuat ahli
waris mengalami kecemasan finansial tentang sejauh mana mereka harus
menanggung pembiayaan
Dalam situasi sumber daya kesehatan yang terbatas dan beban keuangan
kepada ahli waris, tindakan memberikan resusitasi kepada pasien yang tidak
memiliki harapan kesembuhan dianggap tidak tepat. Oleh karena itu, Petunjuk
DNR diusulkan sebagai cara yang tepat dan terbaik untuk menangani pasien
tersebut ketika situasi jantung dan pernapasan berhenti. Selanjutnya asas keadilan
dalam asas pelayanan kesehatan dan bioetika mengutamakan kepentingan umum
bahwa pemerataan sumber daya kesehatan yang terbaik bagi pengguna yang dapat
memperoleh manfaatnya. Dalam hal resusitasi dengan fasilitas dan tenaga yang

5
terbatas, sebaiknya diberikan kepada mereka yang memiliki kesempatan untuk
pulih dan melanjutkan hidup.
Namun demikian, pelaksanaan Instruksi DNR atas dasar keterbatasan
sumber daya kesehatan dan beban keuangan bukanlah sesuatu yang dapat
dianggap enteng dan enteng. Hal ini karena dikhawatirkan akan dimanipulasi oleh
beberapa pemangku kepentingan untuk menjaga kepentingan keuangannya.
Dengan demikian, pembahasan lebih lanjut melalui perspektif hukum Islam
diperlukan dalam mengkaji posisi faktor keuangan dan kendala sumber daya. Hal
ini untuk memastikan bahwa seluruh pertimbangan keislaman mendapat perhatian
dalam pelaksanaan DNR Directive
c. Hak autonomi pasien dalam memilih pelaksanaan Arahan DNR
Keputusan medis pada awalnya dibuat melalui paternalisme medis.
Paternalisme Medis adalah paradigma medis yang menyoroti praktik pengambilan
keputusan pengobatan berdasarkan evaluasi dokter atas pengetahuan, keahlian,
dan pengalaman untuk menangani penyakit yang diderita pasien dengan cara yang
dipandang terbaik bagi pasien. Hal ini terinspirasi oleh prinsip dasar praktik medis
yang bertanggung jawab. dokter untuk memberi manfaat kepada pasien dengan
mengidentifikasi penyakit atau cedera yang dideritanya dan merawatnya untuk
pulih.
Dalam praktik paternalisme kedokteran, pasien dipandang tidak peduli
dengan seluk-beluk kedokteran karena merupakan bidang yang kompleks dan
bukan bidang ilmunya. Mereka dipandang tidak mampu mengambil keputusan
terbaik sehingga berisiko merugikan diri sendiri atas keputusan yang diambil
tanpa pemahaman yang jelas. Untuk menangani pasien yang kurang paham
dengan masalah medis, memberikan diagnosis kepada pasien menjadi tantangan
besar bagi dokter. Dengan demikian, praktik paternalisme medis menjadi sepihak
ketika dokter memiliki hak untuk menyampaikan dan menyembunyikan informasi
hingga akhirnya mereka sendiri menentukan sendiri bentuk pengobatan terbaik
bagi pasien tanpa berdiskusi dengan mereka. Menurut praktik ini juga, dalam
konteks perawatan akhir hidup, menyampaikan diagnosis tidak adanya harapan
pemulihan dan situasi. akhir hidup diyakini membawa ketakutan bagi pasien.
Hal ini digambarkan sebagai efek merugikan pada pasienNamun seiring
dengan perkembangan dan perubahan zaman, praktik paternalisme perubahan
semakin banyak dikritik hingga menuai banyak keberatan, terutama dalam
perawatan akhir hayat. Keberatan ini disebabkan oleh banyak hal, di antaranya
adalah: dalam praktik paternalisme kedokteran dikatakan dokter seolah-olah
mengambil tugas tuhan dalam menentukan hidup dan mati pasien,keputusan yang
berdasarkan paternalisme medis melanggar hak kebebasan individu untuk

6
mengambil keputusan,merosotnya kepercayaan publik terhadap profesi medis,
dan pertanyaan tentang hak sepihak dokter untuk tidak memberikan bantuan
penyelamatan jiwa dalam kasus di mana mereka putus asa

2. Prosedur menolak Resusitasi


Untuk menentukan status DNR ini diperlukan konsultasi dan kesepakatan para
dokter yang merawat pasien dan tentu saja persetujuan dari keluarga pasien. Karena
apabila walaupun menurut para dokter yang merawat si pasien bahwa keadaan pasien
sudah tidak memungkinkan untuk dapat survive dan status DNR diperlukan, tetapi
keluarga pasien tidak menghendaki status DNR tersebut, maka status DNR tidak
dapat diberikan. Karena hal itu dapat dianggap neglecting patient, dan pihak
keluarga dapat menuntut dokter yang merawat pasien dan rumah sakit tempat pasien
dirawat. Jadi sebelum menentukan DNR, maka keluarga pasien perlu diberitahu
tentang keadaan pasien.
Tetapi terkadang, keluarga pasien sendiri yang meminta status DNR, walaupun
pasien masih sadar. Pertimbangan mereka biasanya karena mereka tidak ingin pasien
mengalami kesakitan, mengingat bagaimanapun juga keadaan pasien sudah parah,
atau karena pasien sudah lanjut usia. Karena apabila kita ingat dan bayangkan proses
resusitasi itu sebenarnya memang menyakitkan. Bayangkan saja tubuh yang sudah
sakit parah atau renta diberikan kompresi jantung, atau bahkan diberikan DC shock,
pasti sakit sekali. makanya terkadang keluarga pasien yang meminta DNR alias
dibiarkan meninggal dengan tenang.
Prosedur yang direkomendasikan :
a. Meminta informed consent dari pasien atau walinya
b. Mengisi formulir DNR. Tempatkan kopi atau salinan pada rekam medis pasien
dan serahkan juga salinan pada pasien atau keluarga
c. Menginstruksikan pasien atau caregiver memasang formulir DNR di tempat-
tempat yang mudah dilihat seperti headboard, bedstand, pintu kamar atau kulkas
d. Dapat juga meminta pasien mengenakan gelang DNR di pergelangan tangan atau
kaki (jika memungkinkan)
e. Tinjau kembali status DNR secara berkala dengan pasien atau walinya, revisi bila
ada perubahan keputusan yang terjadi dan catat dalam rekam medis. Bila
keputusan DNR dibatalkan, catat tanggal terjadinya dan gelang DNR di
musnahkan.
f. Perintah DNR harus mencakup hal-hal di bawah ini :
1) Diagnosis
2) Alasan DNR
3) Kemampuan pasien untuk membuat keputusan

7
4) Dokumentasi bahwa status DNR telah ditetapkan dan oleh siapa
g. Perintah DNR dapat dibatalkan dengan keputusan pasien sendiri atau dokter yang
merawat, atau oleh wali yang sah. Dalam hal ini, catatan DNR di rekam medis
harus pula dibatalkan dan gelang DNR (jika ada) di musnahkan

Perintah Do Not Resuscitate (DNR) harus dengan dasar yang kuat. Bila keluarga
pasien memberikan surat perintah DNR dari dokter pribadinya, yaitu dengan
mengikuti prosedur berikut :
a. Hubungi kontrol medik.
b. Berikan keterangan yang jelas mengenai situasi yang ada.
c. Pastikan agar diagnosis yang mengakibatkan DNR sudah dijelaskan (misal:
kanker).
d. Buat laporan status pasien secara jelas (tanda-tanda vital, pemayaran EKG).
e. Pastikan mengisi form DNR tertulis. Pastikan mencatat nama dokternya
f. Dokter kontrol medik menentukan apakah menyetujui atau menolak perintah
DNR.
g. Bila pasien dalam henti jantung saat tiba di UGD, mulai BHD sambil
menghubungi kontrol medik.

C. ISSUE TENTANG DNR


Manosilapakorn (2003) mengidentifikasi bagaimana perawat di thailand
memberikan perawatan end of life care dan dilema etik tema yang diangkat perawat
berupa menolong pasien untuk meninggal dengan damai,bagaimana menempatkan diri
antara pasien dan tenaga kesehatan lain, perawatan rumah versus perawatan di rumah
sakit,pengurangan nyeri versus eutanasia, dan DNR versus CPR.perawat ICU
mengalami banyak rasa sakit dan penderitaan karena mereka menemani pasien dalam
berminggu minggu dan berbulan bulan dimana perawatan yang diberikan perawat
dianggap tidak menguntungkan. Selain itu,stress yang tinggi terkait isu-isu life and
death yang perawat sering hadapi bisa berkonstribusi terhadap distress moral. Distress
moral adalah ketidakmampuan perawat untuk bertindak yang menurut mereka benar
karena batasan aturan institusi.Tindakan yang diberikan pada pasien DNR berbeda beda
hal ini dipengaruhi oleh persepsi masing masing petugas kesehatan terhadap DNR itu
sendiri. Berikut adalah issue tentang DNR
1. Tindakan Resusitasi Yang Dilakukan Perawat
Tindakan Resusitasi akan dilakukan perawat jika keluarga pasien menyetujui
tindakan tersebut dilakukan dengan informend consent jika keluarga pasien menolak
dilakukan tindakan resusitasi tidak akan dilakukan oleh perawat ,hal ini memberikan
interpretasi bahwa keputusan untuk melakukan tindakan resusitasi ditujukan

8
terutama untuk pasien yang kesehatannya baik sebelum terjadi henti jantung atau
diharapkan normal kembali dan resusitasi jantung paru dapat dilakukan dimana saja
pasien berada yang mengalami henti jantung secara tiba tiba.
Bila pasien dirawat di unit gawat darurat tindakan resusitasi dilakukan di ruang
resusitasi dengan pelaksanaan resusitasi jantung paru yang dapat dilakukan dengan
dua atau satu penolong dengan tindakan cepat dan tepat
Depkes (1991) menerangkan bahwa resusitasi adalah tindakan untuk
menghidupkan kembali atau memulihkan kembali kesadaran seseorang yang
tampaknya mati sebagai akibat berhentinya fungsi jantung dan paru yang berorientasi
pada otak (Hartiningsih & Rosida, 2010).
Azwar, (2000) mengemukakan bahwa klien yang datang di unit gawat darurat
harus segera ditolong karena setiap detik dan setiap menit waktu sangat berharga
bagi klien dalam keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan resusitasi.
Pelayanan gawat darurat sangat penting karena masyarakat meminta pertolongan
pertama pada unit tersebut secara terus-menerus dengan demikian rumah sakit wajib
menyediakan obat-obat yang didistribusikan ke unit gawat darurat selain obat dasar
ditambah pula dengan obat-obat emergensi yaitu obat-obat dan alat-alat khusus yang
digunakan pasien dalam keadaan gawat darurat terutama penunjang pelaksanaan
tindakan resusitasi di ruangan resusitasi.
Menurut buku “Pedoman kerja perawat unit gawat darurat di rumah sakit” Depkes
RI, (1999) menjelaskan bahwa obat-obat yang harus dipersiapkan di ruang resusitasi
contohnya adalah: oksigen dan flowmeter cairan dextron, cairan NaCl, dopamin,
adrenali, glukosa 40%, sulfas atropin, barbiturat dan anti narkotika serta alat-alat
kesehatan standar yang harus ada di ruangan resusitasi pasien adalah monitor TTV,
tensimeter, stetoskop, termometer air raksa, verban, gunting, plester dan ditambah
dengan alat-alat pertolongan pertama seperti emergency Kit, set venaseksi, alat
suntik, alat infus, set pengisap lendir, lampu senter, kateter urin dan lain-lain
(Hartiningsih & Rosida, 2010).
Kondisi dilemah dirasakan oleh perawat yang timbul akibat dari kurangnya
pengalaman,pengetahuan dan informasi terkait DNR. Keterbatasan dan tidak
adekuatnya informasi DNR memengaruhi keefektifan pemberian perawatan yang
bermartabat. Masalah yang juga dihadapi perawat yaitu kurang optimal dalam
pengambilan keputusan terkait tingginya tingkat stress dan kecemasan maupun
faktor lingkungan
2. Memahami kegagalan resusitasi
Memahami kegagalan resusitasi mengandung makna konsektual mengetahui
secara benar dengan mengenal ciri-ciri secara pasti pasien dalam kondisi DNR.
Pada umumnya 1pasien pasien DNR pada awal telah dilakukan tindakan resusitasi

9
namun, pada perjalanan penyakit menunjukkan indikasi indikasi tidak adanya
perbaikan pada kondisi tanda tanda vital baik dari tekanan
darah,nadi,suhu,pernafasan,saturasi oksigen maupun status kesadaran.
Kondisi pasien dengan DNR antara lain pasien dengan kondisi kritis dan
pasien dengan kondisi yang sudah tidak menunjukkan adanya perbaikan setelah
dilakukan resusitasi menunjukkan pasien pasien tersebut dapat diputuskan DNR.
Selain pada pasien dengan kondisi kritis pada pasien yang masuk ke ruang gawat
darurat dengan kondisi terminal dan penyakit penyakit yaitu seperti kanker yang
memiliki riwayat dirawat dengan poenyakit yang sama dalam kondisi penyakit
yang serius atau penyakit regeneratif
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa perawat memahami
kegagalan resusitasi merupakan pasien DNR di IGD dengan kondisi pasien kritis
dan penyakit terminal yang mana pasien tersebut sudah tidak menunjukkan adanya
perbaikan setelah dilakukan resusitasi.
3. Melakukan Resusitasi sebagai Protap Penanganan Awal
Pada saat pasien datang ke IGD maka perawat akan melakukan triage
pada pasien tersebut. Pasien-pasien dengan penyakit kronik dan penyakit terminal
yang memiliki penurunan kesehatan sangat signifi- kan sehingga perawat
melakukan pengkajian dan pemeriksaan pada tahap awal. Penurunan kesehatan
ditandai dengan adanya manifestasi kegagalan multiorgan ditandai dengan pe-
nurunan dari airway, breathing, circulation dan status kesadaran.
Pasien yang telah di- lakukan penilaian triage maka segera dilakukan
tindakan resusitasi berdasarkan prioritas sesuai dengan protap yang diberlaku di
IGD.Pemeriksaan penunjang menjadi suatu bagian yang dilakukan yang terpenting
dilakukan. Hasil dan pemeriksaan penunjang dapat men- jelaskan penyebab dari
kondisi pasien, dan menjadi pertimbangan dalam menentukan in- tervensi
selanjutnya pada pasien dan tidak langsung ditentukan sebagai pasien DNR
4. Berkolaborasi Mengambil Keputusan DNR.
Berkolaborasi merupakan tindakan dan inter- aksi yang dibutuhkan oleh
tim secara kompre- hensif terkait dalam mengambil dan menentukan keputusan
DNR pada pasien tersebut. Keputusan dilakukan secara bersama dalam
memberikan label DNR yang nantinya akan digelangkan pada pasien DNR
diputuskan ketika pasien menunjukan tidak adanya perbaikan setelah dilakukan re-
susitasi yang ditunjukan dari status hemostatis dan hemodinamik pasien yang dapat
diukur dari tanda-tanda vital, nadi, tekanan darah, suhu, maupun saturasi pasien
atau dari pantuan lain. Riwayat penyakit kronis, penyakit terminal juga menjadi
bagian dari pertimbangan dalam pengambilan keputusan.Rumah Sakit Dr. Saiful
Anwar memiliki standar operasional prosedur dalam memutus- kan DNR pada

10
pasien. Standar Operasional Prosedur mencakup beberapa point yaitu sebelum
diputuskan adanya penjelasan secara komprehensif pada keluarga.
Keluarga berperan secara aktif dalam peng- ambilan keputusan DNR.
Penjelasan pada keluarga mencakup bagaimana prognosis, kondisi, maupun
harapan hidup dari pasien. Keluarga yang menyetujui DNR dalam sebuah inform
consent maka pasien tidak lagi dilaku- kan resusitasi secara aktif, tindakan RJP
mau- pun tindakan Invasif dan memberikan kematian yang baik bagi pasien.
Keluarga berperan secara aktif dalam peng- ambilan keputusan DNR.
Penjelasan pada keluarga mencakup bagaimana prognosis, kondisi, maupun
harapan hidup dari pasien. Keluarga yang menyetujui DNR dalam sebuah inform
consent maka pasien tidak lagi dilaku- kan resusitasi secara aktif, tindakan RJP
mau- pun tindakan Invasif dan memberikan kematian yang baik bagi pasien.
5. Menyiapkan Kematian Pasien dengan Baik
Peran keluarga menjadi pusat dalam pera- watan pasien dengan DNR.
Keluarga diberi- kan kesempatan untuk berada disamping pasien untuk
memberikan dukungan secara emosi, psikologis maupun spiritual dari pasien.
Dengan demikian, hal ini dapat memberikan ketenangan pada pasien DNR yang
menjelang ajal.
Sebagian besar keluarga menyampaikan pada perawat bahwa keputusan
DNR yang diambil berdasarkan alasan perasaan kasihan dan iba pada pasien. Selain
itu, keluarga mengingin- kan pasien mendapatkan kematian yang baik tanpa
dilakukan tindakan yang hanya memper- panjang kondisi kritis pasien.

11
BAB IV

KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Do not Resucitation adalah sebuah perintah jangan dilakukan resusitasi
ada asien dengan artian bahwa tenaga kesehatan tidak melakukan atau
memberikan tindakan pertolongan berupa CPR (cardiopulmonary
resuscitation) atau RJP (resusittasi jantung paru) jika terjadi permasalahan
darurat pada jantung pasien atau terjadinya henti napas pada pasien,pasien
dibiarkan meninggal dunia karena alasan medis serta keluarga pasien telah
menyetujui tindakan tersebut.
Peran keluarga sebagai pendukung pasien selama resusitasi masih
jarang diberikan. Steiger dan Balog (2010) menjelaskan kehadiran keluarga
dalam proses resusitasi sejak dahulu selalu menjadi kontroversi dan
menimbulkan berbagai pendapat baik itu yang bersifat men- dukung
maupun menolak. Ritme kerja yang cepat dan tekanan yang tinggi dalam
proses resusitasi menyebabkan terbatasnya sikap em- pati, komunikasi dan
keterlibatan petugas kesehatan dengan pasien dan keluarga. Meskipun
keluarga memiliki kecenderungan emosional, dan keinginan selalu
mendampingi pasien namun disisi lain keluarga memiliki respon ansietas
dan ketakutan saat pasien dilakukan intervensi. Dengan demikian perawat
perlu mengidentifikasi keinginan keluarga dalam memfasilitasi kehadiran
yang mampu memberikan perasaan nyaman pada pasien, keluarga maupun
tim kesehatan yang merawat.
B. Saran
Makalah ini masih banyak kekurangan untuk itu saran dan kritik dari
teman teman,ibu bapak dosen sangat mendukung untuk menyempurnakan
makalah ini

12
DAFTAR PUSTAKA

Zahir, M. Z. M., Tengku, T. N. A. T. Z., Zainudin, N. A. T., Rajamanickam, R., &


Abd Rahman, Z. (2019). Arahan Do Not Resuscitate (DNR) dalam Sektor
Kesihatan dari Perspektif Undang-undang (Do Not Resuscitate (DNR) Order in
Health Sector from the Legal Perspective). Akademika, 89(2).

Mohammad Mustaqim, M. (2018). Arahan Do Not Resuscitate (DNR) menurut


perspektif hukum Islam/Mohammad Mustaqim Malek (Doctoral dissertation,
University of Malaya).

Marti, E., Andarini, S., & Lestari, R. (2015). Studi Fenomenologi Penerapan
Prinsip Patient Centered Care pada Saat Proses Resusitasi di IGD Rsud Saiful
Anwar Malang. The Indonesian Journal of Health Science, 6(1).

Fitriasari, E., Umasugi, M. T., & Dady, G. L. (2020). Hubungan Tindakan Resusitasi
Dengan Tingkat Kecemasan Keluarga Pasien di UGD RSUD Piru Kab. SBB. GLOBAL
HEALTH SCIENCE (GHS), 5(1), 22-27.

https://docplayer.info/61272730-Do-not-resuscitate-bab-i-definisi.html

Nur, R. F., Suryono, B., & Sarosa, P. LAPORAN KASUS.


Megawati, S. W., & Anna, A. (2014). Pengalaman Dilema Etik Bagi Perawat di Ruang
Intensive Care Unit. Jurnal Medika Cendikia, 1(2), 64-75.

Ridhoi, A. F. (2019). HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN PENGALAMAN


MEMUTUSKAN RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP) DENGAN SIKAP TERHADAP
RJP PADA KELUARGA DARI MAHASISWA FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA (Doctoral
dissertation, Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta).

Wulantiani, R. (2015). Aspek Hukum Prosedur Penghentian Terapi Bantuan Hidup


Pada Pasien Terminal State Dihubungkan Dengan Kewajiban Melindungi Hidup
Makhluk Insani (Doctoral dissertation, Fakultas Hukum Universitas Islam Bandung
(UNISBA)).

Amestiasih, T., & Nekada, C. D. Y. (2017). HUBUNGAN PENGETAHUAN


PERAWAT TENTANG DO NOT RESUSCITATION (DNR) DENGAN SIKAP
MERAWAT PASIEN DI ICU RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL. Jurnal
Keperawatan Respati Yogyakarta, 4(2), 138-141.

Ose, M. I. (2017). Pengalaman Perawat IGD Merawat Pasien Do Not Resuscitate pada
Fase Perawatan Menjelang Ajal. Jurnal Keperawatan Indonesia, 20(1), 32-39.

Anda mungkin juga menyukai