Anda di halaman 1dari 9

MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM MILLER-SELLER

Oleh: Abuzar & Huryati

A. Pendahuluan
Pengembangan kurikulum tidak dapat lepas dari berbagai aspek yang
mempengaruhinya, sperti cara berpikir, system nilai (nilai moral, keagamaan,
politik, budaya, dan social), proses  pengembangan, kebutuhan peserta didik,
kebutuhan masyarakat maupun arah program pendidikan. Model pengembangan
kurikulum merupakan suatu alternative prosedur dalam rangka mendesain
(designing), menerapkan (implementation), dan mengevaluasi (evaluation) suatu
kurikulum. Oleh karena itu, pengembangan kurikulum harus dapat menggam-
barkan suatu proses system perencanaan pembelajaran yang dapat memenuhi
berbagai kebutuhan dan standar keberhasilan dalam pendidikan.
Dalam pengembangan kurikulum dapat diidentifikasi berdasarkan basis
apa yang akan dicapai dalam kurikulum tersebut, seperti alternative yang
menekankan pada kebutuhan mata pelajaran, peserta didik, penguasaan
kompetensi suatu pekerjaan, kebutuhan masyarakat, atau permasalahan social.
Oleh karena itu pengemangan kurikulum perlu dilakukan berlandaskan teori
yang tepat agar kurukulum yang dihasilkan bisa efektive.
Dengan memahami esensi model pengembangan kurikulum dan sejumlah
alternatif model pengembangan kurikulum, para pengembang kurikulum
diharapkan akan bisa bekerja secara lebih sistematis, sistemik dan optimal.
Sehingga harapan ideal terwujudnya suatu kurikulum yang akomodatif dengan
berbagai kepentingan, teori dan praktik bisa diwujudkan. Sehubungan dengan hal
tersebut, dalam bab ini akan diuraikan berbagai model pengembangan
kurikulum.
Dalam makalah ini membahas tentang model-model pengembangan
kurikulum. Di antaranya memaparkan model pengembangan kurikulum Miler-
Seller.
B. Pengertian Kurikulum
Secara etimologi, kurikulum (Curriculum) berasal dari bahasa yunani yaitu
currir yang artinya pelari dan curree yang berarti tempat berpacu. Itu
berarti  istilah kurikulum berasal dari dunia olahraga pada zaman yunani kuno di
Yunani, yang mengandung pengertian suatu jarak yang harus ditempuh oleh
pelari dari garis start kemudian digunakan oleh dunia pendidikan. Secara
terminologis, istilah kurikulum digunakan dalam dunia pendidikan, yaitu
sejumlah pengetahuan atau kemampuan yang harus ditempuh atau diselesaikan
siswa guna mencapai tingkatan tertentu secara formal dan dapat dipertanggung
jawabkan.1
Seiring perkembangan pengertian kurikulum terus mengalami pergeseran
makna tugas mendidik yang diemban bersama-sama antara keluarga dan sekolah
menjadi tidak berimbang, hal ini menjadikan masyarakat lebih mempercayakan
masalah pendidikan anak kepada sekolah. Padahal waktu yang dimiliki anak
lebih  banyak dilingkungan keluarga daripada disekolah.
Perkembangan ilmu pengetahuan  dan teknologi yang sedemikian pesat
diikuti peledakan informasi dan peledakan penduduk membuat beban sekolah
semkin berat dan kompleks akhir-akhir ini. Hal ini juga menyebabkan
masyarakat lebih banyak menuntut sekolah berupa nilai-nilai dan kemampuan
anak yang harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan dunia kerja.
Pengertian kurikulum secara luas tidak hanya berupa mata pelajaran atau
keguatan-kegiatan belajar siswa saja. Tetapi segala hal yang berupa mata
pelajaran atau kegiatan-kegiatan belajar siswa saja, tetapi segala hal yang
berpengaruh pembentukan pribadi anak sesuai dengan tujuan pendidikan yang
diharapkan.2

C. Riwayat Hudup Miller


Miller lahir pada 1 Oktober 1910 di Fresno, California. Ayahnya adalah
seorang pendeta yang melayani di Gereja Disciples of Christ, namun kemudian
pindah ke Gereja Episkopal (Inggris) di jemaat St. James, Los Angles. Ibunya

1
Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, Teori dan Praktik Pengembangan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2010), hal. 26
2
Muhaimin Dkk. Pengembangan Model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan pada
Sekolah dan Madarasah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), h. 114
adalah seorang ibu rumah tangga yang aktif mendukung pelayanan suaminya.
Ayahnya mewariskan kepada Miller sikap dan pandangan hidup yang
memadukan kehangatan iman Kristen dan gaya berpikir yang terbuka dan ilmiah.
Kematangan berpikirnya dipengaruhi juga oleh kekaguman terhadap ibunya yang
walaupun kedua kakinya lumpuh karena penyakit syaraf dan harus
menghabiskan sisa hidupnya selama dua puluh tahun di atas kursi roda, namun
tetap berpikir positif dan tidak menunjukkan sikap khawatir.
Setelah menyelesaikan studi di Pomona College tahun 1931, Miller
melanjutkan studi di Universitas Yale dan berhasil meraih gelar Ph.D. pada tahun
1936. Sementara menempuh studi di Yale, ia juga menemupuh kuliah teologia di
Sekolah Tinggi Teologia Gereja Inggris di Cambridge, Massachusetts pada tahun
1935—1936 dan ditahbiskan sebagai pendeta pada 6 Januari 1937. Menikah
dengan Muriel pada 9 Juni 1938. Sayang pernikahan mereka hanya berlangsung
sepuluh tahun, karena pada tahun 1949 istrinya meninggal karena penyakit polio
pada usia tiga puluh lima tahun, meninggalkan empat orang anak. Pada 16 Juni
1950 Miller menikah lagi dengan seorang janda dengan dua orang anak bernama
Elizabeth.
Saat masih di Cambridge, Miller menerima tawaran mengajar di Sekolah
Tinggi Teologia Inggris di Berkeley untuk bidang studi etika Kristen dan filsafat
agama. Tahun 1940 ia diminta membawakan mata kuliah Pendidikan Agama
Kristen (PAK), bidang studi yang belum pernah ia pelajari. Ia juga terpilih
menjadi Ketua Departemen PAK Keuskupan California. Pada tahun yang sama
ia diangkat sebagai pendeta di sebuah jemaat kecil yang tidak memiliki gedung
gereja sendiri selama sebelas tahun, karena setelah itu ia kembali ke Universitas
Yale untuk membawakan mata kuliah PAK. Tahun 1958 ia merangkap menjadi
redaktur majalah Religious Education.
Tahun 1959—1960, bersama istrinya belajar di Institut Oikumenis di
Bossey, Swis. Tahun 1966—1967 ia mengajar di Libanon dan India, serta di
Institut PAK di Nairobi, Kenya yang diselenggarakan oleh Dewan PAK se-Dunia
dan Asosiasi Sekolah Minggu (WCCESA). Tahun 1970 mereka ke Selandia
Baru, Australia, Indonesia, Singapura, dan Negara Asia Tenggara lainnya 
sebagai penceramah pada Institut Teologia yang diselenggarakan oleh Asosiasi
Sekolah Teologi di Asia Tenggara.3

D. Model Pengembangan Kurikulum Miller-Seller


Menurut Miller-Seller, ada empat model pengembangan kurikulum yang
telah dikembangkan oleh para ahli sebelumnya, yakni model Gagne yang disebut
model transmisi (suatu sistem desain instruksional), model Hilda Taba dan
Robinson yang disebut model transaksi, model Tyler merupakan kombinasi
antara model transmisi dan model tarnsaksi, serta model weinstein dan Fantini
yang disebut model transformasi.
Miller-Seller juga mengembangkan suatu model kurikulum yang disebut
model Miller-Seller, yang terdiri dari komponen-komponen orientasi, tujuan,
pengalaman belajar/model megajar, implementasi, dan evaluasi. Model ini
dianggapnya lebih lengkap dan lebih baik dibandinkan dengan model-model
sebelunya.4

E. Langkah-langkah Pengembangna Kurikulum Miller-Seller


Lengakah-langkah pengembangan kurikulum Seller-Meler dapat digam-
barkan sebagai berikut:

Orientation

Evaluation
Aims
Developmentel goals
Instructional objectives

Implementationplan

Teaching
Models

3
Internet, Tentang Frofil Miler, yang ditulis oleh: Onis Simus Musooli, maret 2011
4
Omar Hamalik, Model-model Pengembangan Kurikulum, (Bandung: PPS UPI, 2000), h. 60
1. Orientasi (Orientations)
We contend thet curriculum work is based on the particuler
orientation of the curriculum worker. This orientation willreflecct one’s
philosophy, one’s view of psychology and learning theory, and one’s view of
society, which, in turn, are related to one’s basic world view, or pradigm.
For example. We have seen that the transmission orientation is rooted in an
atomistic world view, the transactio position is based on the scientific
method, and the transformation position is founded on a holistic and in
terdependent world view.5 Artinya: Pengembangan kurikulum berdasarkan
pada orien tasi tertentu dari pelaksanaan kurikulum itu sendiri. Oreintasi ini
merefleksikan pandangan filosofis dan psikologis seseorang serta teori
belajar dan pandangan masyarakat, yang berkaoitan dengan pandangan dasar
tentang dunia atau atau pradigma orang bersangkutan. Misalnya orientasi
kurikulum taransmisi berakar dalam suatu pandangan dunia atomistik, posisi
transaksi dalam metode ilmiah dan posisi tarnsformasi berdasarkan pada
dunia holistik dan salimg ketergantungan (interdependent).
Sehubungan dengan dengan haltersebut, dalam model Miller dan
Seller lahkah pertama yang penting dilakukan pelaksanaan kurikilum adalah
menguji dan mengklarifikasi orientasi dan akar-akar andangan filosofis,
psikologis dan sosialnya. Seuatu rencana rencana kurikulum hendaknya
dimualia dari pernyataan mengenai dasar orientasinya.6

2. Tujuan (Aims/Objectives)
Langkah berukutnya setelah mengklarifikasi orientasi kurikulum,
adalah mengembangkan tujuan-tujuan umum (aims) pengembangan dan
tujuan-tujuan khusus berdasarkan pada orientasi kurikulum bersangkutan.
Tujuan umum dalam kontes ini adalah yang merefleksikan image person
(yang berpendidikan) dan image kemasyarakatan. Penggunaan image dalam
konteks ini menunjuk pada imagery mental yang diyakini oleh para pelaksana
kurikulum dan pengunaan rightbrain strategies untuk menstimulasi imagery
mental tersbut misalnya visualisasi (Miller, 1981).
5
John P. Miller- Wayne Seller, Curriculum Perspectives and Practice, (New York & London:
Longmon, tahun...), h.225
6
Omar Hamalik, op. cit, h. 61
Berdasarkan konsep image tersebut, selanjudnya dijabarkan suatu konsep
pengembangan. Tujuan pengembangan masih relatip umum, dan oleh
karenanya perlu dikembangkan tujuan-tujan khusus. Perbedaan ke tiga
macam tujuan ini dapat dipahami lebih jelas dalam contoh dibawah ini:
a. Aim: Development of social responsibility (Pengembangan tanggung
jawab sosial)
b. Developmental goal: Student (age 17-18) will identify an area of social
concern and participate in a comunity-oriented project that deals with
that concern. (Tujuan pengembangan: Siswa (usia 17-18) akan
mengidentifikasi suatu bidang cuncern dan berpartisipasi dalam suatu
kegiatan yang berorientasikan kemasyrakatan yang berdasarkan pada
concern tersebut).
c. Intructional objectives: Student will develop skills in project
organization. (Tujuan instruksional: Siwa dapat mengembangkan skill
dalam pelaksanaan kegiatan tersebut).7

3. Pengelaman Belajar/Strategi Belajar-Mengajar (Learning Experiences/


Teaching Strategies)
At this stage in our model of the curriculum proses, the curriculum
worker should identify learning experiences and teaching strategies. For this
purpose, we advocate the use of the models-of-teaching approach developed
by Joyce and Wail (1980).8 Artinya: Pada tahap ini, pelaksanaan kurikulum
dituntut untuk mengitentifikasi pengalaman-pengalaman belajar dan strategi-
strategi mengajar. Dengan demikian, dapat digunakan pendekatan model-
model mengajar yang dikembangkan oleh Joice dan Weil (1980). Dalam
pendekatan ini, model-model mengajar diseleksi sesuai dengan
posisi/pendirian yang pokok. Beberapa kriteria yang digunakan adalah
sebagai berikut:
a. Seluruh tujuan meliputi tujuan umum, tujuan pengembangan dan tujuan
instruksionalnya.
b. Struktur model sesuai dengan kebutuahan siswa.

7
John P. Miller- Wayne Seller, op.cit, h. 227
8
Ibid
c. Guru yang melaksanakannya telah mendapatkan/mengalami inservice
training dan dapat mendukung penggunaan model.
d. Tersedianya sumber-sumber yang esensial untuk implementasi model.9

4. Implementasi (Implementation)
Implementasi meliabatkan adaptasi kurikulum sedemikian rupa, sehingga
praktek , materi, dan keyakinan baru dapat diintegrasikan ke dalam khasanah
guru dalam pengembangan implementasi kurikulum. Implementasi paling
abaik dilaksanakan jika didasarkan perencanaan yang meliputi komponen-
komponen:
a. Program studi (Study of program)
b. Indentifikasi sumber-sumber (Identificaton of resources)
c. Penerapan (Roles)
d. Pengembangan profesional (Professional development)
e. Penetapan waktu pelaksanaan (Timeline)
f. Sistem komunikasi (Commucation system)
g. Monitoring implementasi (Monitoring the implementation).10

5. Evaluasi (Evaluation)
Prosedur-prosedu evaluasi pada pengembangan kurikulum menurut model ini
hendaknya merefleksikan orientasi seseorang. Prosedur orientasi yang
dibukukan pada umumnya tidak sesuai dengan kurikulum tranformasi,
sebaliknya kurikuum tarnformasi pada umumnya menggunakan teknik-teknik
evaluasi berstruktur dalam menilai kesesuaian antara pengalaman belajar dan
strategi mengajar dengan tujuan kurikulum.

SUMARRY: Chapter11

TRANSMISSION TRANSACTION TRANSFORMATION


Gagne Model Taba Model Robinson Model Miller-Seller Model
Need analysis Developing units Developing goals Clarifying orientations
9
Ibid
10
John P. Miller –Wayne Seller, op.cit, h. 228
11
Ibid, h. 229
Analysis of goals Diognosis of Developing -Transmission
Analysis of ways to needs defensible -Trsnsction
meet needs Objectives objectives -Transformation
Designing Selection of
instructional content Developing Developing aims,
components growth sehemes developmental goals and
Organization of obbjectives
Constraint removal content Developing
Selection of instructional Indentification of
Selecting of learning objectives teaching model
developingmaterials Experiences congruent with aims and
Designig student Orgabization of Sequencing orientation
performance experiences objectives
assesment Evaluation Development of
Fiald testing Balancing and Developing implementation plan
formative evaluation sequencing instructional and
evaluation Evaluation that is
Adjustments an Testing units methods related to congruent with
further evaluation growth sehemees orientation
Revising units Developing
Summative Develoving a curriculum
evaluation tramework materials
Installing and
Operational disseminating
installation units

F. Penutup
1. Kesimpulan)
a. Pengertian kurikulum yang digunakan dalam dunia pendidikan, yaitu
sejumlah pengetahuan atau kemampuan yang harus ditempuh atau
diselesaikan siswa guna mencapai tingkatan tertentu secara formal dan
dapat dipertanggung jawabkan.
b. Model kurikulum Miller-Seller, yang terdiri dari komponen-komponen
orientasi, tujuan, pengalaman belajar/model megajar, implementasi, dan
evaluasi.
2. Saran
Makalah ini cukub banyak kelemahan dan kekurangan. Maka kepada
pembaca dan peserta diskusi diharapkan memberi kritikan dan masukan demi
kesempurnaan makalah ini.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Miller, John P. - Wayne Seller, Curriculum Perspectives and Practice, New York &
London: Longmon, tahun....
Hamalik, Omar, Model-model Pengembangan Kurikulum, Bandung: PPS UPI,
2000.

Sanjaya, Wina, Kurikulum dan Pembelajaran, Teori dan Praktik Pengembangan


Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Jakarta: Kencana Prenada
Media Grup, 2010.

Muhaimin Dkk. Pengembangan Model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan pada


Sekolah dan Madarasah, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008.

Internet, Tentang Frofil Miler, yang ditulis oleh: Onis Simus Musooli, maret 2011.

Anda mungkin juga menyukai