Anda di halaman 1dari 43

MINI-CEX

KARSINOMA KOLON

Disusun oleh:

PIA ROHDINA 1815121

MARZHA MARCELLA 1815098


MUTHIA LARASATI 1815156
BRANDON HANSEL 1815130
DODI HARDIONO 1815140

1
Pembimbing:
Dr. Selonan Susang Obeng, Sp. B – KBD, FinaCS

BAGIAN ILMU BEDAH


FK UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA
RUMAH SAKIT IMMANUEL
BANDUNG
2020
DAFTAR ISI

JUDUL ..................................................................................................................................... 1
DAFTAR ISI ............................................................................................................................
2
PEMBAHASAN KASUS.........................................................................................................
3
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................
25
BAB II LANDASAN TEORI ................................................................................................
26
2.1 Anatomi Kolon......................................................................................................................
26
2.2 Definisi Karsinoma Kolon..................................................................................................
28
2.3 Etiologi ................................................................................................................................. 28
2.4 Epidemiologi........................................................................................................................28
2.5 Faktor
Risiko........................................................................................................................28
2
2.6 Patogenesis Karsinoma Kolorectal.....................................................................................
30
2.7 Gejala Klinis.......................................................................................................................
32
2.8 Pemeriksaan Penunjang .....................................................................................................
32
2.9 Penatalaksanaan.................................................................................................................. 33
2.9.1 Penilaian Pra Operasi..................................................................................................... 33
2.9,2 Operasi Kolon..................................................................................................................34
2.9.3 Operasi Rektum ...............................................................................................................34
2.9.4 Pemulihan Setelah
Operasi ..............................................................................................35
2.9.5 Jenis-Jenis Operasi Kolon................................................................................................36
2.9.6 Perawatan Neoadjuvant....................................................................................................37
2.9.7 Pengobatan Adjuvant ......................................................................................................38
2.9.8 Kombinasi Kemoterapi....................................................................................................38
2.9.9 Terapi yang ditargetkan...................................................................................................38
2.10 Pencegahan ..................................................................................................................... 39
Daftar Pustaka ................................................................................................................................. 41

PEMBAHASAN KASUS
IDENTITAS UMUM

Nama : Ny. Entang Sripatimah


Usia : 47 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Cikancung RT 03 RW 08
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
3
DPJP : dr. Selonan Susan Obeng, Sp.B – KBD, FinaCS
Tanggal Masuk : 8 Maret 2020

4
ANAMNESIS (9 Maret 2020)

Keluhan Utama : Nyeri ulu hati


Riwayat Perjalanan Penyakit:
Pasien datang dengan keluhan nyeri ulu hati sejak 2 minggu yang lalu. Nyeri
dirasakan hilang timbul dan tidak menjalar. Keluhan disertai rasa kembung dan mules-
mules dan bertambah berat bila pasien makan. Keluhan disertai dengan rasa mual dan
muntah, muntah berisi cairan dan sisa makanan muntah kadang berwarna hijau.. Pasien juga
mengeluh sulit BAB dan tidak bisa kentut, pasien tidak BAB sejak 8 hari sebelum masuk
rumah sakit. Tidak terdapat demam dan penurunan berat badan secara tiba-tiba. BAK dalam
batas normal
 RPD : Sering mengeluh nyeri ulu hati sejak ± 8 tahun yang lalu dan
hanya diobati dengan obat maag, diabetes (-), hiperkolesterol (-), hipertensi (-),
riwayat operai(-)
 RPK : Ayah pernah dioperasi karena kebocoran usus.
 Riwayat Kebiasaan : makan gorengan, tidak merokok, tidak mengonsumsi alkohol
 Usaha berobat : obat maag
 Alergi obat : (-)

5
PEMERIKSAAN FISIK

• Keadaan umum
Kesadaran : Compos mentis, GCS :15, E:4, V:5, M:6
Kesan sakit : Sedang
BB/TB : 65 kg/165 cm (BMI : 23,87 kg/m2 )
Tanda vital
- TD : 110/80 mmHg
- Nadi : 80 x/menit regular, equal isi cukup
- Napas : 20 x/menit
- Suhu : 36,5 ⁰C
- Saturasi O2 : 97%
• Kepala
- Bentuk dan ukuran simetris
- Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor , reflex cahaya +/+
- Leher : Tidak ada pembesaran KGB
• Thorax
- Inspeksi : Bentuk dan pergerkakan simetris
- Auskultasi : Pulmo : VBS +/+, Rh -/-, wh -/- - COR : BJ murni, reguler,
murmur (–)
- Palpasi : DBN
- Perkusi : sonor
• Abdomen
- Inspeksi : Datar
- Auskultasi : BU + normal
- Perkusi : Timpani
- Palpasi : soepel, nyeri tekan perut kanan atas (+), Hepar lien tidak
teraba membesar, Murphy sign (+)
• Ekstremitas
CRT <3 detik, akral hangat, mukosa kering, turgor cepat

6
PEMERIKSAAN PENUNJANG

USG Abdomen (2 Januari 2020)  KLINIK RONTGEN THERESSA

Hepar :
Ukuran sedikit membesar parenkim homogen tampak lebih hipoekhoik, tidak tampak massa.
Vena porta, duktus biliaris, vena hepatica dan vena cava inferior tidak melebar.
Kantung Empedu :
Dinding tidak menebal, tidak tampak batu/ massa intraluminal. Duktus choledochus tidak
melebar.
Limpa, pankreas :
normal
Ginjal kanan dan kiri :
Uuran tidak membesar, pelvokalises tidak melebar, tidak tampak batu/ massa intrarenal.
Vesica Urinaria:
Dinding tidak menebal, tidak tampak batu/ massa intraluminal
Uterus :
Normal
Scanning abdomen kana bawah:
Appendix tidak terdeteksi
Tampak sedikit koleksi cairan bebas di abdomen kanan bawah.
Kesan :

7
- Sedikit koleksi cairan bebas di abdomen kanan bawah  kemungkinan adanya
proses peradangan di daerah tersebut perlu dipertimbangkan (appendix tidak
terdeteksi, adanya appendicitis letak retrocaecal belum dapat disingkirkan)
- Sugestif fatty liver
- USG kantung empedu, limpa, pankreas, kedua ginjal, vesica urinaria dan uterus
saat ini tidak tampak kelainan
- Tidak tampak cholelithiasis ataupun urolithiasis
Saran : CT scan appendix, bila perlu

8
Pemeriksaan Laboratorium Darah (22 Februari 2020)
 Hematologi Rutin
- Hb : 11,6 g/dL
- Ht : 38 %
- Leukosit : 11.270/mm3
- Eritrosit : 258.000/mm3
- Trombosit : 4,9 Juta/mm3

 Nilai-Nilai MC
- MCV : 77 fl
- MCH : 24 pg/mL
- MCHC : 31 g/dL

 Kimia Klinik
- Glukosa Darah Sewaktu : 107 mg/dL
- Natrium (Na) : 143 mEq/L
- Kalium (K) : 4,5 mEq/L
- Kreatinin : 0,76 mg/dL
- eGFR : 94,07 mL/min/1,73m2
- Ureum : 24,2 mg/dL

Pemeriksaan Laboratorium Darah (23 Februari 2020)


 Faal Hepar
- AST/SGOT : 109 U/L
- ALT/SGPT : 119 U/L

 Faal Pankreas
- Amilase : 51 U/L
- Lipase : 250 U/L

9
 Faal Hemostasis
- Fibrinogen : 257 mg/dL
- Protrombin Time : 13,2 detik
- INR : 0,92
- APTT : 29,7 detik

- SCC : 0,70 U/L


- CA 125 : 13,5 U/L
- CEA : 0,56 U/L
- D-dimer : 2,07 U/L

10
CT Scan Abdomen (24 Februari 2020)

11
Dilakukan CT Scan Abdomen potongan axial,
coroner dan sagital dengan ketebalan 3,8 mm. Scanning memakai kontras. Omnipage 300
sebanyak 100 cc IV serta oral kontras sebanyak 400 cc per oral, serta kontras per rektum
sebanyak 200 cc.
Scanning Daerah:
Hepar :
- Tidak membesar, densitas masih homogen
- Diktus biliaris intra hepatal tidak membesar
- Vena hepatica tidak melebar
- Tak tampak massa/ SOL
- Tampak bayangan hipodens diluar hepar yang mengelilingi hepar dengan HU=9,6
Kantung Empedu :
- Tidak membesar, dinding tidak menebal
- Tak tampak batu
- Duktus biliaris extra hepatal tidak melebar
Lien :
- Tidak membesar, densitas masih homogen, vena lienalis tidak melebar
- Tidak tampak massa/ SOL
-
Pankreas :
- Tidak membesar, parenchimal inhomogen agak ireguler
- Duktus pancreaticus tak melebar
- Tidak tampak massa/ SOL
Ginjal :

12
- Tidak membesar, sistem pelvokalises tidak melebar
- Tidak tampak massa
- Tidak batu, tak tampak kista di ginjal kiri dan kanan
Kantung Kemih :
- Tidak membesar, dinding masih reguler
- Tak tampak massa atau batu
Gaster dan Duodenum :
- Agak membesar, dinding menebal dan reguler
- Tampak banyak terlihat cairan yang bercampur kontras
- Tak tampak massa/ SOL`
Uterus dan Adnexa :
- Tampak membesar, parenchimal masih homogen
- Tak tampak massa/ SOL pad uterus. Tak tampak massa solid atau kistik pada
kedua ovarium
- Tampak bentuk cervix masih normal, tak tampak massa/ SOL
- Mukosa cervix sedikit ireguler
- Tak tampak bayangan hipodens/ cairan diluar uterus kiri
Scanning Abdomen atas dan bawah tampak kolon tranversum, kolon descenden dan kolon
sigmoid bentuk masih normal, hanya mukosa tampak ireguler dengan gambaran sawteeth
appearance sedangkan kolon ascendens dan daerah ileum tampak menebal dan ireguler. Pada
daerah caecum yang menebal dan ireguler serta tampak appendix yang kabur dan ireguler.
Curiga tampak bayangan infiltrat intra kolon ascendens bagian distal dan daerah caecum serta
terlihat appendix yang batasnya kurang tegas dan agak kabur berukuran 2,23x0,76 cm. Tak
tampak adanya perforasi appendix.

Tampak kekaburan lemak sekitar appendix


Scanning daerah jejunum dan ileum juga tampak agak berdilatasi
Tak tampak massa intraluminer yang mengobstruksi usus halus dan kolon
Scanning para aorta
- Tak tampak adanya nodul dengan gambaran ring enhancement
Scanning dirongga pelvis dan para iliaca
- Tak tampak nodul hipodens yang memberikan enhancement post pemberian
kontras

13
Scanning hemithorax kanan dan kiri bagian poterior tak tampak bayangan hipodens
Kesan CT Scan menunjukkan :
Pada daerah caecum yang menebal dan ireguler serta tampak appendix yang kabur dan
ireguler. Curiga tampak bayangan infiltrat intra kolon ascendens bagian distal dan daerah
caecum serta terlihat appendiks yang batas kurang tegas dan agak kabur berukuran
1,23x0,76cm. Tak tampak adanya perforasi appendix. Tampak kekaburan lemak sekitar
appendix.
Curiga gambaran appendicitis kronis dengan colitis daerah caecum dan curiga
membentuk pembentukan infiltrat daerah caecum.
- Kolitis daerah kolon descenden dan sigmoid
- Curiga adanya gambaran subileus
- Gambaran cervitis
- Tak tampak massa SOL pada cervix maupun uterus
- Tak tampak pembesaran kelenjar di para iliaca kanan dan para aorta
- Gastroduodenitis
- Hepar, kantung empedu, pankreas, limpa, ginjal dan kantung kemih tak tampak
kelainan
- Tak tampak efusi pleura kiri dan kanan
- Tak tampak adanya ascites

Patologi Anatomi (24 Februari 2020)

Liquid Base Preparation


Adekuasi : Memenuhi syarat untuk dievaluasi
Organisme Abnormal : Tidak ada

14
Organisme Normal : Kurang
Sel Radang : Sedikit
Sel Epitel : Superficial Intermediate
Sel Endometrium >40 tahun : Tidak ada
Abnormalitas Sel Epitel : Negatif
Kesimpulan : NILM (negatif for intraepithelial lession or malignancy)

Foto Thorax (27 februari 2020)

Pada Foto Thorax ditemukan:


Foto AP. Kolom udara dalam trachea normal. Aorta normal
Cor tampak membesar, sinus dan diafragma norm.al.
Pulmo: Hili normal
Corakan bronkovaskular bertambah.
Tidak tampak bercak lunak di kedua lapang paru.
Costae, clavikula dan jaringan lunak dinding dada normal.
Kesan: tidak tampak TB paru aktif atau pneumonia
Cor tampak membesar DD posisi

15
Kolonoskopi (28 Februari 2020)
Hasil:

Dilakukan kolonoskopi hingga kolon ascendens (70 cm dari anus) karena lumen kotor dan
tersumbat tumor, globuler, rapuh dan dilakukan biopsi. Tampak hemoroid interna.

Kesimpulan :
Hemoroid interna
Massa tumor kolon ascendens (70 cm dari anus)
Saran :
Dilakukan biopsi
-

16
FOLLOW UP PRA BEDAH

8 Maret 2020
S : Perut terasa sakit, kembung, lemas badan, mual, muntah
O: Keadaan umum baik, CM
TTV
TD : 140/80 mmHg
N : 80x /menit
R : 20x /menit
S : 36,4°C
SpO2 : 98%

Input Output
Oral 120 Urine 600
Intravena 2600 + 320 Muntah 950
Darah - Drain, T-tube -
Feses -
Total 3040 cc Total 1550 cc

A : Ikterus Obstruktif ec Batu CBD + Cholesistitis Kronis


P: – Observasi TTV dan KU
– Rencana operasi hemicolektomi dextra ± debulking/ stoma 9 maret 2020
– Konsul penyakit dalam untuk masalah Diabetes
– Infus RA 1500 cc/24 jam

Pemeriksaan Laboratorium Darah (8 Maret 2020)


 Hematologi Rutin
- Hb : 13,5 g/dL

17
- Ht : 42 %
- Leukosit : 14.100/mm3
- Eritrosit : 5.5 Juta/mm3
- Trombosit : 421.000/mm3

 Nilai-Nilai MC
- MCV : 76 fl
- MCH : 25 pg/mL
- MCHC : 32 g/dL

 Faal Hemostasis
- Protrombin Time : 12,3 detik
- INR : 0,86
- APTT : 28,8 detik

 Kimia Klinik
- Protein Total : 9,3 g/dL
- Albumin : 4.6 g/dL
- Globulin : 4,7 g/dL
- Natrium (Na) : 142 mEq/L
- Kalium (K) : 4,4 mEq/L
- Glukosa Darah Sewaktu : 108 mg/dL
- Kreatinin : 1,02 mg/dL
- eGFR : 65,45 mL/min/1,73m2
- Ureum : 42,2 mg/dL

18
LAPORAN OPERASI (9 Maret 2020)

Dilakukan operasi pada:


Ny. Entang Sripatimah 47 tahun, -- Maret 2020 pukul 12.13 s/d 15.58

 Diagnosis pre operasi : Adenocarcinoma Colon Ascenden Stadium III dengan Ileus
Obstruktif
 Ditemukan : Tumor annular colon tranversum kanan (Dekat Flexura
Hepatica) CT 3 N1-2 MX (PA: Adeno Ca)
 Tindakan operasi : Lapararotomi Extended Right Hemicolectomy, Reseksi
Omentum Parsial dan Anastomosis Ileocolic Side to Side
 Kehilangan darah : ± 400-500 ml
 Komplikasi operasi : Tidak ada
 Diagnosis Post Operas : Adenocarcinoma Annularis Colon Tranversum Kanan CT3
N1-2 MX dengan Ileus Obstruktif

19
20
Patologi Anatomi (28 Februari 2020)

Makroskopis : Dua butir jaringan kecokelatan lunak


Mikroskopis : Massa tumor terdiri dari proliferasi sel- sel polimorfik
terususun kelenjar, inti pleiomorfik, sedikit bagian kelenjar
dengan epitel torak bergoblet normal
Kesimpulan : Adenocarcinoma a/r Colon Ascenden

FOLLOW UP PASCA OPERASI

FOLLOW UP HARI I
10 Maret 2020 (POD I)
S : Nyeri luka operasi (+), melilit (+), mual (-), muntah (-), kembung (-), belum BAB
O : Keadaan umum tampak lemah, compos mentis, nyeri perut (+), skala nyeri 2 (0-10),
bedrest (+), NGT (+) dialirkan, Drain (+), ADL dibantu, kateter (+)
Abdomen: Soepel, BU(+) lemah jarang
TTV:
- TD : 120/80 mmHg
- N : 90x/mnt
- R : 20x/mnt
- S : 36,6 °C
- SaO2 : 98%

Input Output
Oral Urine 2850
Intravena 1908 Muntah
Darah 21 Drain, T-tube 100
Feses
Total 1908 Total 2950
A : Post OP Lapararotomi Extended Right Hemicolectomy
P:
- Observasi TTV dan KU
- Infus RL 1000 cc + B fluid 1000 cc + Gabaxa 100 cc
- Observasi cairan
- NGT dialirkan
- Drain dialirkan
- Mobilisasi

22
FOLLOW UP HARI II
11 Maret 2020 (POD II)

S : Nyeri luka operasi (+), melilit (-), mual (-), muntah (-), kembung (-), flatus (+), sudah
BAB
O : Keadaan umum baik, compos mentis, nyeri perut (+), skala nyeri 2 (0-10), bedrest (+),
NGT (+) dialirkan, Drain (+), ADL dibantu sebagian, kateter (-)
Abdomen: Soepel, BU(+) lemah jarang
TTV:
- TD : 120/80 mmHg
- N : 88x/mnt
- R : 20x/mnt
- S : 36,5 °C
- SaO2 : 99%

Input Output
Oral 600 Urine 1600
Intravena 2100 Muntah
Darah Drain, T-tube 100
Feses 450
Total 2700 Total 2150

A : Post OP Lapararotomi Extended Right Hemicolectomy


P:
- Observasi TTV dan KU
- Infus RL 1000 cc + B fluid 1000 cc + Gabaxa 100 cc
- Observasi cairan
- Diet air kaldu 100 cc x 6
- NGT dialirkan
- Drain dialirkan
- Mobilisasi

23
FOLLOW UP HARI III
12 Maret 2020 (POD III)

S : Nyeri luka operasi (+), melilit (-), mual (-), muntah (-), kembung (-),
O : Keadaan umum baik, compos mentis, nyeri perut (+), skala nyeri 2 (0-10), mobilisasi (+),
NGT (-) dialirkan, Drain (+), ADL dibantu sebagian, kateter (-)
Abdomen: Soepel, BU(+) lemah jarang
TTV:
- TD : 120/80 mmHg
- N : 90x/mnt
- R : 20x/mnt
- S : 36,6 °C
- SaO2 : 98%

Input Output
Oral 600 Urine 1600
Intravena 2100 Muntah
Darah Drain, T-tube 50
Feses 450
Total 2700 Total 2100

A : Post OP Lapararotomi Extended Right Hemicolectomy


P:
- Observasi TTV dan KU
- Infus RL 1000 cc + B fluid 1000 cc + Gabaxa 100 cc
- Observasi cairan
- Diet air kaldu 100 cc x 6
- Drain dialirkan
- Mobilisasi
- NGT dan DK dilepas
- Ganti balut POD 3

24
FOLLOW UP HARI IV
13 Februari 2020 (POD IV)
S : Nyeri luka operasi (+), melilit (-), mual (-), muntah (-), kembung (-)
O : Keadaan umum baik, compos mentis, nyeri perut (+), skala nyeri 2 (0-10), mobilisasi (+),
NGT (-) dialirkan, Drain (+), ADL dibantu sebagian, kateter (-)
Abdomen: Soepel, BU(+) lemah jarang
TTV:
- TD : 120/80 mmHg
- N : 92x/mnt
- R : 20x/mnt
- S : 36,7 °C
- SaO2 : 98%

Input Output
Oral 600 Urine 2500
Intravena 2100 Muntah
Darah Drain, T-tube 50
Feses
Total 2700 Total 2550

A : Post OP Lapararotomi Extended Right Hemicolectomy


P:
- Observasi TTV dan KU
- Infus RL 1000 cc + B fluid 1000 cc + Gabaxa 100 cc
- Observasi cairan
- Diet air kaldu 100 cc x 6
- Drain dialirkan
- Mobilisasi

25
FOLLOW UP HARI V
14 Februari 2020 (POD IV)
S : Nyeri luka operasi (+), melilit (-), mual (-), muntah (-), kembung (-)
O : Keadaan umum baik, compos mentis, nyeri perut (+), skala nyeri 2 (0-10), mobilisasi (+),
NGT (-) dialirkan, Drain (+), ADL dibantu seebagian, kateter (-)
Abdomen: Soepel, BU(+) lemah jarang
TTV:
- TD : 120/80 mmHg
- N : 90x/mnt
- R : 20x/mnt
- S : 36,6 °C
- SaO2 : 98%

Input Output
Oral 600 Urine 2100
Intravena 2100 Muntah
Darah Drain, T-tube 50
Feses
Total 2700 Total 2150

A : Post OP Lapararotomi Extended Right Hemicolectomy


P:
- Observasi TTV dan KU
- Infus RL 1000 cc + B fluid 1000 cc + Gabaxa 100 cc
- Observasi cairan
- Diet air kaldu 100 cc x 6
- Drain dialirkan
- Mobilisasi

26
BAB I
PENDAHULUAN

Karsinoma kolon merupakan suatu keganasan pada saluran pencernaan yang paling
umum. Merupakan penyakit dengan multifaktor, dengan etiologi meliputi faktor genetik,
lingkungan, dan inflamasi pada traktus digestif. Kanker kolorektal adalah penyebab umum
morbiditas dan mortalitas di Amerika Serikat. Insiden dan mortalitas kanker kolorektal rata-
rata terjadi pada orang dewasa yang berusia 50 hingga 75 tahun.
Kanker kolorektal menyebabkan sekitar 694.000 kematian setiap tahun, yang merupakan
8,5% dari keseluruhan kematian akibat kanker. Secara geografis, angka kematian di seluruh
dunia bervariasi enam kali lipat pada pria dan empat kali lipat pada wanita, dengan angka
kematian diperkirakan tertinggi di kedua jenis kelamin di Eropa Tengah dan Timur (20,3 per
100.000 untuk pria, 11,7 per 100.000 untuk wanita), dan yang terendah di Afrika Barat (6.1
dan 3.8, masing-masing).
Faktor genetik dan lingkungan memainkan peran penting dalam etiologi kanker
kolorektal. Sebagian besar kanker kolorektal bersifat sporadis; sekitar tiga perempat pasien
memiliki riwayat keluarga negatif. Di sebagian besar populasi Barat, risiko seumur hidup
rata-rata untuk kanker kolorektal adalah dalam kisaran 3-5%. Namun, risiko ini hampir dua
kali lipat pada individu dengan anggota keluarga tingkat pertama dengan kanker kolorektal
yang didiagnosis pada usia 50-70 tahun; risiko tiga kali lipat jika kerabat tingkat pertama
adalah <50 tahun saat didiagnosis. Risiko semakin meningkat pada individu yang memiliki
dua atau lebih anggota keluarga yang terkena dampak. Untuk kanker kolorektal sporadis,
peningkatan risiko untuk keluarga yang memiliki riwayat kanker kolorektal sebesar 15-20%.
Karsinoma colon pada fase awal biasanya asimtomatik sehingga perlu dilakukan
screening untuk mendeteksi kanker fase dini. Biasanya dilakukan Rectal Toucher atau
kolonoskopi dengan dilakukan biopsi pada lesi yang mencurigakan. Kolonoskopi dapat
dilakukan setiap 10 tahun.
Pembedahan adalah pengobatan kuratif andalan untuk pasien dengan kanker
kolorektal non-metastasis. Pengobatan neoadjuvant (kemoterapi pra operasi untuk kanker
kolon T4) dapat mengurangi stadium keganasan kolorektal.

27
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Anatomi Kolon


Kolon kanan dan kiri merupakan struktur retroperitoneal sedangkan kolon transversal dan
sigmoid adalah struktur intraperitoneal. Langkah bedah pertama adalah mobilisasi usus besar
dan mesenterinya. Situs proksimal dan distal untuk anastomosis dipilih dan mesenterinya
dibagi.1

Gambar 2.1 Anatomi Kolon

Intestinum crassum (usus besar) terdiri dari caecum, appendix vermiformiis, colon ,
rectum dan canalis analis. Caecum adalah bagian pertama intestinum crassum dan beralih
menjadi colon ascendens. Panjang dan lebarnya kurang lebih 6 cm dan 7,5 cm. Caecum
terletak pada fossa iliaca kanan di atas setengah bagian lateralis ligamentum inguinale.1
Appendix Vermiformis berupa pipa buntu yang berbentuk cacing dan berhubungan
dengan caecum di sebelah kaudal peralihan ileosekal. Colon ascendens panjangnya kurang
lebih 15 cm, dan terbentang dari caecum sampai ke permukaan visceral dari lobus kanan.1

28
hepar untuk membelok ke kiri pada flexura coli dextra untuk beralih menjadi colon
transversum. Pendarahan colon ascendens dan flexura coli dextra terjadi melalui arteri
ileocolica dan arteri colica dextra, cabang arteri mesenterica superior. Vena ileocolica dan
vena colica dextra, anak cabang mesenterika superior, mengalirkan balik darah dari colon
ascendens.1
Colon transversum merupakan bagian usus besar yang paling besar dan paling dapat
bergerak bebas karena bergantung pada mesocolon, yang ikut membentuk omentum majus.
Panjangnya antara 45-50 cm. Pendarahan colon transversum terutama terjadi melalui arteria
colica media, cabang arteria mesenterica superior, tetapi memperoleh juga darah melalui
arteri colica dextra dan arteri colica sinistra. Penyaluran balik darah dari colon transversum
terjadi melalui vena mesenterica superior.1
Colon descendens panjangnya kurang lebih 25 cm. Colon descendens melintas
retroperitoneal dari flexura coli sinistra ke fossa iliaca sinistra dan disini beralih menjadi
colon sigmoideum.1
Colon sigmoideum disebut juga colon pelvinum. Panjangnya kurang lebih 40 cm dan
berbentuk lengkungan huruf S. Rectum adalah bagian akhir intestinum crassum yang
terfiksasi. Ke arah kaudal rectum beralih menjadi canalis analis. Stoma adalah bukaan yang
dibuat melalui pembedahan antara organ berlubang dan kulit yang terhubung secara langsung
(atau dalam beberapa kasus dengan penggunaan tabung).1
Stoma digunakan dalam situasi di mana pengalihan, dekompresi, atau akses ke lumen
usus diperlukan, misalnya dalam peritonitis, radiasi enteritis atau penyakit radang usus.
Stoma dapat menghasilkan masalah sosial dan psikologis, iritasi kulit, gangguan metabolisme
(tergantung pada bagian apa dari usus yang digunakan dan seberapa tinggi outputnya),
retraksi stoma, prolaps, stenosis atau iskemia.1

29
2.2 Definisi Karsinoma Kolon
Karsinoma kolon merupakan suatu keganasan pada saluran pencernaan yang paling
umum. Merupakan penyakit dengan multifaktor, dengan etiologi meliputi faktor genetik,
lingkungan, dan inflamasi pada traktus digestif.2
Kanker kolorektal adalah penyebab umum morbiditas dan mortalitas di Amerika Serikat.
Sebagian besar kanker kolorektal timbul dari polip adenomatosa atau bergerigi yang sudah
ada sebelumnya. Insiden dan mortalitas kanker kolorektal rata-rata terjadi pada orang dewasa
yang berusia 50 hingga 75 tahun.3

2.3 Etiologi
• Faktor genetik
• Diet  studi epidemiologi menunjukkan peningkatan risiko terkenanya ca colorectal
dengan konsumsi daging merah dan lemak hewani, diet rendah serta.
• Pada laki-laki lebih sering pada kondisi obesitas sedangkan pada wanita lebih sering
timbul pada keadaan kurus.4

2.4 Epidemiologi
Kanker kolorektal menyebabkan sekitar 694.000 kematian setiap tahun, yang merupakan
8,5% dari keseluruhan kematian akibat kanker. Lebih banyak kematian (52%) terjadi di
daerah yang kurang berkembang di dunia, mencerminkan kelangsungan hidup yang lebih
buruk di wilayah ini. Secara geografis, angka kematian di seluruh dunia bervariasi enam kali
lipat pada pria dan empat kali lipat pada wanita, dengan angka kematian diperkirakan
tertinggi di kedua jenis kelamin di Eropa Tengah dan Timur (20,3 per 100.000 untuk pria,
11,7 per 100.000 untuk wanita), dan yang terendah di Afrika Barat (6.1 dan 3.8, masing-
masing).5

2.5 Faktor risiko


Faktor genetik dan lingkungan memainkan peran penting dalam etiologi kanker
kolorektal. Sebagian besar kanker kolorektal bersifat sporadis; sekitar tiga perempat pasien
memiliki riwayat keluarga negatif. Di sebagian besar populasi Barat, risiko seumur hidup
rata-rata untuk kanker kolorektal adalah dalam kisaran 3-5%. Namun, risiko ini hampir dua
kali lipat pada individu dengan anggota keluarga tingkat pertama dengan kanker kolorektal
yang didiagnosis pada usia 50-70 tahun; risiko tiga kali lipat jika kerabat tingkat pertama
adalah <50 tahun saat didiagnosis. Risiko semakin meningkat pada individu yang memiliki
30
dua atau lebih anggota keluarga yang terkena dampak. Untuk kanker kolorektal sporadis,
peningkatan risiko untuk keluarga yang memiliki riwayat kanker kolorektal sebesar 15-20%.6
Sindrom yang paling umum dalam kategori ini adalah sindrom Lynch. Sindrom ini
disebabkan oleh mutasi pada salah satu gen perbaikan ketidakcocokan DNA: MLH1, MSH2,
MSH6, PMS2 atau EPCAM. Perbaikan ketidakcocokan selama replikasi menimbulkan
akumulasi mutasi DNA, terutama dalam fragmen DNA mikrosatelit dengan urutan
nukleotida berulang. Ketidakstabilan mikrosatelit (MSI) ini dapat diidentifikasi melalui
pengujian reaksi rantai polimerase (PCR), yang membandingkan DNA normal dan tumor
pada pasien yang sama. Pasien dengan sindrom Lynch dulu diidentifikasi dengan
menggunakan kriteria klinis, seperti kriteria Amsterdam dan Bethesda. Namun, praktik klinis
bergeser ke arah pengujian tidak terbatas bahan tumor dari semua pasien yang didiagnosis
sebelum usia 70 tahun dengan menggunakan MSI PCR dan imunohistokimia karena
kurangnya ekspresi protein perbaikan ketidakcocokan.6
Sindrom kanker kolorektal herediter kedua yang paling umum adalah poliposis
adenomatosa familial. Sindrom ini disebabkan oleh mutasi pada gen adenomatous polyposis
coli (APC), yang mengontrol aktivitas jalur pensinyalan Wnt4. Sebagian besar pasien dengan
keluarga poliposis adenomatosa mengembangkan jumlah yang sangat besar dari adenoma
kolorektal dan kanker kolorektal berikutnya pada usia muda. Sindrom kanker kolorektal
herediter lainnya adalah poliposis yang terkait dengan mutasi pada gen DNA glikosilase
(MUTYH), sindrom Peutz Jeghers, poliposis bergerigi, dan poliposis remaja; diagnosis dan
manajemen yang telah dibahas di tempat lain.6
Kolitis kronis akibat penyakit radang usus (IBD) juga dikaitkan dengan peningkatan
risiko kanker kolorektal. Risiko ini meningkat pada IBD yang kronis. IBD menjelaskan
hanya 1% kanker kolorektal pada populasi barat, dan berbagai studi menunjukkan bahwa
kejadian kanker kolorektal pada penderita IBD menurun karena perawatan anti-inflamasi
yang efektif dan pengawasan yang tinggi. 6
Sejumlah faktor gaya hidup, yang sebagian besar dapat dimodifikasi memengaruhi risiko
kanker kolorektal. Risiko meningkat dengan merokok, asupan alkohol dan peningkatan berat
badan. Dengan setiap kenaikan indeks massa tubuh, risiko kanker kolorektal meningkat 2–
3% 20. Dalam hubungan yang erat, pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 juga memiliki
peningkatan risiko kanker kolorektal. Konsumsi alkohol moderat (2-3 unit per hari) telah
diperkirakan meningkatkan risiko sebesar 20%, sedangkan konsumsi alkohol yang lebih
tinggi dikaitkan dengan peningkatan risiko hingga 50 %. Merokok berat yang

31
berkepanjangan memiliki efek yang serupa. Asupan daging merah dan daging olahan
meningkatkan risiko kanker kolorektal sekitar 16 kali lipat per 100 g peningkatan asupan
harian. Sebaliknya, konsumsi susu, biji-bijian, buah-buahan dan sayuran segar, serta asupan
kalsium, serat, multivitamin dan vitamin D, mengurangi risiko. Penurunan risiko
diperkirakan sekitar 10% per asupan harian setiap 10 g serat, 300 mg kalsium atau 200 ml
susu 25,26. Aktivitas fisik harian selama 30 menit memiliki efek yang serupa. Aspirin dosis
rendah juga dikaitkan dengan penurunan risiko kanker kolorektal. 6
Prevalensi faktor-faktor gaya hidup yang dapat dimodifikasi ini dapat menjelaskan,
sampai batas tertentu, perbedaan geografis dan sosial ekonomi dalam kejadian kanker
kolorektal. Beberapa penelitian memperkirakan bahwa 16-71% kanker kolorektal di Eropa
dan Amerika Serikat disebabkan oleh faktor gaya hidup. Setiap manfaat dari perubahan gaya
hidup dapat ditambah dengan asupan aspirin dan obat antiinflamasi nonsteroid lainnya.
Namun, efek ini tampaknya tergantung pada genotype inang. Penggunaan statin mungkin
memiliki efek pencegahan kecil pada kejadian kanker kolorektal, seperti halnya terapi
hormon pada wanita pasca-menopause. 6

2.6 Patogenesis Karsinoma Kolorektal


Faktor lingkungan dan genetik yang menyebabkan kanker kolorektal melakukannya
dengan mempromosikan perolehan perilaku khas kanker: 6
 Menghindari sistem imunitas tubuh: lingkungan mikrotumor menginduksi sitokin
lokal
 Menekan sistem yang dapat menekan pertumbuhan sel: merangsang mutasi dan
menghambat regulasi faktor penghambat pertumbuhan dan reseptornya.
 Terjadi ketidakstabilan dan mutasi genom: inaktivasi mekanisme perbaikan DNA.
 Mengaktifkan keabadian replikasi: penghambatan mekanisme yang menginduksi
penuaan dan induksi aktivitas telomerase.
 Deregulasi energetika seluler: glikolisis aerob (fenomena Warburg) dan
glutaminolisis.
 Peradangan yang meningkatkan tumor: induksi faktor penunjang pertumbuhan dan
angiogenesis oleh protein yang dikeluarkan oleh sel-sel inflamasi lokal.
 Menginduksi angiogenesis: induksi pembentukan pembuluh darah baru.
 Menolak kematian sel: melarikan diri dari mediator apoptosis otonom dan paracrine
dan bentuk lain dari kematian sel (nekrosis, nekroptosis).
32
 Aktivasi invasi dan metastasis: renovasi matriks ekstraseluler untuk meningkatkan
motilitas sel dan induksi transisi epitel-mesenkimal.
Yang terjadi di dalam sel epitel usus. Salah satu cara ciri-ciri kanker ini diperoleh adalah
melalui akumulasi progresif perubahan genetik dan epigenetik yang mengaktifkan onkogen
dan menonaktifkan gen penekan tumor. Hilangnya stabilitas genomik dan / atau epigenomik
telah diamati pada sebagian besar lesi neoplastik awal pada usus besar (yaitu, fokus crypt
yang menyimpang, adenoma dan polip bergerigi) dan kemungkinan merupakan peristiwa
molekuler dan patofisiologis sentral dalam inisiasi dan pembentukan keganasan kolorektal.
Hilangnya stabilitas genomik dan epigenomik mempercepat akumulasi mutasi dan perubahan
epigenetik pada gen penekan tumor dan onkogen, yang mendorong transformasi ganas sel-sel
kolon melalui putaran ekspansi klon yang memilih sel-sel tersebut dengan perilaku paling
agresif dan ganas. Paradigma yang berlaku adalah bahwa sel asal dari sebagian besar kanker
kolorektal adalah sel induk atau sel mirip sel induk yang berada di dasar kripta pada kolon.
Dalam model ini, mutasi pada onkogen dan gen penekan tumor dalam sel-sel ini mengarah
pada pembentukan sel-sel induk kanker, yang sangat penting untuk inisiasi dan pemeliharaan
tumor.6
Pada usus besar, evolusi sel-sel epitel normal menjadi adenokarsinoma pada umumnya
mengikuti perkembangan yang dapat diprediksi dari perubahan histologis dan epigenetik dan
genetik bersamaan. Dalam model pembentukan kanker kolorektal 'klasik', sebagian besar
kanker muncul dari polip yang dimulai dengan crypt yang menyimpang, yang kemudian
berkembang menjadi adenoma awal (ukuran <1 cm, dengan histologi tubular atau
tubulovillous). Adenoma kemudian berkembang menjadi adenoma lanjut (ukuran> 1cm,
dan / atau dengan histologi vili) sebelum akhirnya menjadi kanker kolorektal. Proses ini
didorong oleh akumulasi mutasi dan perubahan epigenetik dan membutuhkan 10-15 tahun
untuk terjadi tetapi dapat berkembang lebih cepat dalam pengaturan tertentu (misalnya, pada
pasien dengan sindrom Lynch). Khususnya, meskipun histologi adenoma tubular
konvensional cukup homogen, biologi molekuler polip ini heterogen, yang mungkin
menjelaskan mengapa beberapa adenoma berkembang menjadi kanker kolorektal (sekitar
10% polip) dan beberapa tidak. 6

33
Gambar 2.6 Patogenesis Kanker Kolorektal

2.7 Gejala klinis


Diagnosis kanker kolorektal adalah hasil dari penilaian pasien dengan gejala, atau sebagai
hasil skrining. Penyakit ini dapat dikaitkan dengan spektrum gejala, termasuk darah dalam
tinja, perubahan kebiasaan buang air besar dan sakit perut. Pada fase awal penyakit dapat
ditemukan penurunan berat badan atau fatique atau tidak ditemukan tanda tanda. Pada fase
lebih lanjut dapat ditemukan adanya abdominal tenderness, perdarahan pada rectal, adanya
massa pada abdomen, hepatomegaly dan asites. Gejala lain termasuk kelelahan, gejala terkait
anemia seperti penampilan pucat dan sesak napas. Nilai prediktif dari gejala-gejala ini untuk
keberadaan kanker kolorektal pada pasien usia lanjut terbatas, tetapi mereka memerlukan
evaluasi klinis lebih lanjut.6,7

2.8 Pemeriksaan penunjang


Karsinoma colon pada fase awal biasanya asimtomatik sehingga perlu dilakukan
screening untuk mendeteksi kanker fase dini. Biasanya dilakukan Rectal Toucher atau
kolonoskopi dengan dilakukan biopsi pada lesi yang mencurigakan. Kolonoskopi dapat
dilakukan setiap 10 tahun. Dilakukan dengan memasukan tabung tipis yang terhubung ke
kamera video melalui anus. Merupakan tes yang paling akurat, tapi paling mahal kurang
aman. Setelah diagnosis dikonfirmasi, pemeriksaan lab disarankan untuk memeriksa fungsi
organ seperti hepar dan ginjal.8
34
Pemeriksaan hematologi yang dapat dilakukan seperti : 8
1. Complete blood count
2. Liver function test
3. Renal function test
4. Serum carcinoembryonic antigen
CEA sebaiknya dilakukan pre operasi untuk mengetahui prognosis penyakit. Pada
pemeriksaan imaging disarankan CT abdomen, MRI untuk mencari stadium dari keganasan
tersebut. PET(Positron Emission Tomography) merupakan suatu pemeriksaan yang berguna
untuk staging ca colorectal. PET-CT Scan, dapat melihat deposit dari metastase ca tersebut. 8
Guaiac-Fecal occult blood test dapat dilakukan 1 tahun sekali. Dibutuhkan sampel tinja 3
kali secara berturut-turut. Akurasinya rendah dan dipengaruhi oleh makanan dan obat-obatan
tertentu. 8
Tes DNA tinja multitargeted (FIT-DNA) dapat dilakukan setiap 1-3 tahun. Tes ini tidak
terpengaruh oleh makanan atau obat-obatan. 8
Sigmoidoskopi fleksibel dapat dilakukan setiap 5 tahun. Dilakukan dengan memasukkan
tabung tipis dan terang yang terhubung ke kamera video. Tes ini lebih aman dan murah dari
kolonoskopi, tapi tidak seakurat kolonoskopi. 8
CT kolonografi disebut kolonoskopi "virtual" atau "x-ray". Jenis tes yang lebih baru.
Udara dipompa ke dalam rektum melalui tabung, lalu gambar diambil dari usus besar. Baik
untuk menemukan polip besar seperti kolonoskopi namun kurang akurat untuk polip kecil. 8

2.9 Penatalaksanaan

Pembedahan adalah pengobatan kuratif andalan untuk pasien dengan kanker


kolorektal non-metastasis. Pengobatan neoadjuvant (kemoterapi pra operasi untuk kanker
kolon T4) dapat mengurangi stadium keganasan kolorektal.6

2.9.1 Penilaian pra operasi


Beberapa faktor harus dipertimbangkan sebelum operasi seperti usia, kebugaran,
rencana manajemen perioperatif, pementasan tumor, dan jenis operasi. Pasien usia lanjut
dengan kanker kolorektal memiliki tingkat kelangsungan hidup keseluruhan yang lebih
rendah daripada yang berusia lebih muda. Tingkat kematian pasca operasi pada lansia dalam
periode pasca operasi (30 hari pertama) meningkat dan dapat berlipat ganda dalam 6-12 bulan
pertama pasca operasi. 6

35
Jika endoskopi pra operasi tidak lengkap karena penyumbatan tumor, maka harus
dilakukan CT colonography sebelum operasi, atau endoskopi harus dilakukan dalam 3 bulan
setelah reseksi bedah. Pencarian metastasis di paru-paru dan hati melalui CT-scan dada dan
perut juga dianjurkan sebelum operasi. CEA dilakukan sebelum operasi untuk memberikan
pengawasan pasca operasi. Pasien muda dengan riwayat keluarga kanker kolorektal
dianjurkan untuk melakukan konseling genetik. Untuk penyakit kolorektal obstruktif, CT-
scan abdomen dapat menilai penyakit T4 atau stadium IV. Pada pasien dengan keganasan
rektum, MRI pra operasi pelvis direkomendasikan untuk tujuan perencanaan, serta untuk
membedakan tumor dalam kaitannya dengan fasia mesorektal, dan untuk menilai stadium T.
Informasi ini diperlukan untuk memilih pasien dengan tumor T3c, T3d dan T4 untuk
radioterapi pra operasi (kemo). 6

2.9.2 Operasi Kolon


Reseksi laparoskopi kanker kolorektal telah terbukti aman seperti laparotomi.
Kontraindikasi untuk pendekatan laparoskopi adalah obesitas, riwayat operasi perut
sebelumnya dan penyakit stadium lanjut. Dalam operasi kolorektal, bidang anatomi
mesocolon dengan dinding rongga parietal dan retroperitoneum harus diikuti untuk
menghindari kerusakan ureter, duodenum, pankreas dan limpa. Beberapa pasien memerlukan
stoma perioperatif, di mana feses dialihkan ke kantong di bagian luar tubuh. Loop ileostomi
atau loop kolostomi, atau kolostomi permanen, adalah bagian penting dari operasi untuk
kanker dubur dan sigmoid, baik untuk melindungi anastomosis atau ketika rektum distal
direseksi. Dalam kasus obstruksi rektum, loop kolostomi ditempatkan di sisi kanan
(ascending); stoma permanen ditempatkan dalam kasus eksisi abdominoperineal (APE; yaitu
pengangkatan anus, rektum dan bagian dari kolon sigmoid bersama dengan kelenjar getah
bening terkait). Komplikasi stoma meliputi prolaps, retraksi, dermatitis, kebocoran, hernia
para-stomal, obstruksi dan kebocoran anastomosis setelah penutupan stoma. 6

Pada pasien dengan obstruksi total (sub) total karena tumor di kolon kiri dapat
dipasang stent pra-operasi sementara untuk mengurangi morbiditas. 6

2.9.3 Operasi Rektum


Beberapa pendekatan bedah untuk kanker rektum bergantung pada stadium tumor.
Bedah mikroskop endoskopi transanal (TEM) adalah teknik invasif minimal untuk eksisi
tumor lokal tumor T1N0 yang terdiferensiasi dengan baik. TEM dikaitkan dengan hasil
fungsional yang lebih baik dan dilakukan melalui anus (tidak meninggalkan bekas luka perut
36
atau memerlukan stoma), tetapi memiliki tingkat rekurensi yang lebih tinggi. Eksisi
mesorektal total (TME) adalah teknik bedah baku emas untuk tumor rektal T1, T2, dan T3
(T3N0M0 dan bukan T3c dan T3d). Pembedahan keganasan rektum pada stadium lanjut
dapat berakibat kehilangan darah dalam jumlah banyak; durasi operasi lebih lama; lebih
banyak reseksi organ bersamaan; dan lebih banyak komplikasi pasca operasi seperti
kebocoran anastomosis, disfungsi dasar panggul, inkontinensia dan masalah genitourinari. 6
Rekurensi setelah operasi rektal dapat dikurangi dengan menggunakan radioterapi
jangka pendek, meskipun jangka panjang (12 tahun) tidak menunjukkan efek pada
kelangsungan hidup. Radioterapi neoadjuvant (sebelum operasi) dikaitkan dengan
peningkatan risiko sindrom anterior rendah (suatu kompleks gejala seperti defekasi yang
sering selama beberapa jam, mendesak, inkontinensia tinja, dan disfungsi seksual).
Radioterapi neoadjuvant (atau kemoradioterapi) dapat diusulkan untuk pasien dengan tumor
rektal T3 (T3c atas dan menengah, T3d dan T3b rendah): tumor yang menginvasi> 5 mm ke
dalam lemak mesorektal dan / atau dalam 2 mm fascia mesorektal pada MRI. Kanker rekum
T4 yang menyebar ke kelenjar getah bening memerlukan radioterapi fraksinasi jangka pendek
atau kemoradioterapi tergantung pada karakteristik pasien dan tumor. 6
Setelah radioterapi atau kemoradioterapi primer, direkomendasikan untuk melakukan
restorasi dengan endoskopi dan MRI. 6

2.9.4 Pemulihan Setelah Operasi


Protokol perioperatif seperti Enhanced Recovery After Surgery (ERAS) dirancang
untuk meminimalkan komplikasi bedah. ERAS pertama kali diimplementasikan untuk pasien
yang menjalani kolektomi dan termasuk konseling pra operasi, manajemen cairan
perioperative, pencegahan ileus, kontrol glukosa pasca operasi dan mobilisasi dini. Pasien
dengan risiko tinggi ileus pasca operasi, nutrisi enteral harus diawasi dari sebelum operasi. 6

37
2.9.5 Jenis-Jenis Operasi Kolon

Gambar 2.9 Jenis jenis operasi kolon

o Hemikolektomi kanan
Hemikolektomi kanan dilakukan untuk mengangkat suatu tumor atau
penyakit pada kolon kanan. Dilakukan pada kasus tumor bersifat kuratif dengan
melakukan reseksi pada kasus karsinoma sekum, kolon asenden. Pembuluh darah
ileokolika, kolika kanan dan cabang kanan pembuluh darah kolikamedia diligasi
dan dipotong. Sepanjang 10 cm ileum terminal juga harus direseksi, yang
selanjutnyadibuat anastomosis antara ileum dan kolon transversum.9
o Hemikolektomi Kanan Diperluas (Extended Right Colectomy)
Hemikolektomi kanan diperluas dapat dilakukan untuk mengangkat tumor
pada fleksura hepatika atau proksimal kolon transversum. Standar hemikolektomi
kanan diperluas adalah dengan mengikutsertakan pemotongan pembuluh darah
kolika media. Kolon kanan dan proksimal kolon transversum direseksi dilanjutkan
anastomosis primer antara ileum dan bagian distal kolon transversum. Jika supply
darah diragukan, reseksi diperluas sampai fleksura lienalis danselanjutnya
membuat anstomosis ileum dengan kolon desenden. 9

38
o Kolektomi Transversum
Suatu tumor pada pertengahan kolon transversum dapat direseksi dengan
melakukan ligasi pada pembuluh darah kolika media sekaligus mengangkat
seluruh kolon transversum yang diikuti membuat anastomosis kolon asenden
dengan kolon desenden. Bagaimanapun, suatu kolektomi kanan diperluasdengan
anastomosis antara ileum terminal dengan kolon desenden merupakan
anastomosis yang amandengan menghasilkan fungsi yang baik. 9
o Hemikolektomi kiri
Suatu tumor pada kolon transversum bagian distal, fleksura lienalis, atau
kolon descenden direncanakanuntuk dilakukan hemikolektomi kiri. Cabang kiri
dari pembuluh darah kolika media, kolika kiri dancabang pertama dari pembuluh
darah sigmoid dilakukan ligasi dan dipotong. Selanjutnya dilakukan anastomosis
kolo transversum dengan kolon sigmoid. 9
o Hemikolektomi Kiri Diperluas
Digunakan untuk mengangkat tumor pada kolon transversum bagian distal.
Pada operasi ini, dilakukan kolektomi kiri dengan perluasan ke bagian proksimal
cabang kanan pembuluh darah kolika media. 9
o Kolektomi Sigmoid
Tumor pada kolon sigmoid dengan melakukan ligasi dan pemotongan
cabang sigmoid dari arteri mesenterika inferior. Umumnya, kolon sigmoid
dilakukan reseksi setinggi refleksi peritoneum dilanjutkan anastomosis antara
kolon desenden dan rektum bagian proksimal. Untuk menghindari tegangan pada
anastomosis maka perlu dilakukan pembebasan fleksura lienalis. 9
o Kolektomi Total atau Sub total
Dilakukan pada pasien dengan kolitis fulminant termasuk familial
adenomatous polyposis ataukarsinoma kolon yang sinkronus. Sesuai prosedur,
pembuluh darah ileokolika, pembuluh darah kolikadekstra, kolika media, kolika
sinistra dilakukan ligasi dan dipotong. Selanjutnya ileum terminal sampai sigmoid
direseksi. 9

2.9.6 Perawatan Neoadjuvant

Radioterapi neoadjuvant atau kemoradioterapi direkomendasikan untuk kanker tahap-


lanjut dan stadium lanjut untuk mengurangi laju rekurensi lokal. Perawatan neoadjuvant

39
dapat diberikan sebagai radioterapi jangka pendek diikuti dengan pembedahan atau sebagai
kemoradioterapi dengan 5-fluorouracil atau capecitabine (oral fluoropyrimidine).10

2.9.7 Pengobatan Adjuvant

Angka kesembuhan dengan pembedahan saja untuk kanker usus besar T3, T4a, T4b
dan N0M0 (Union untuk Kontrol Kanker Internasional (UICC) tahap II) tinggi dan hanya
sekitar 5% pasien mendapat manfaat dari kemoterapi tambahan. Namun, pedoman yang
didukung oleh masyarakat Eropa dan Jepang merekomendasikan untuk mempertimbangkan
terapi adjuvant dalam kasus-kasus berisiko tinggi (tumor yang berdiferensiasi buruk; ketika
<12 kelenjar getah bening di reseksi; dalam kasus dengan invasi tumor vaskular, limfatik atau
perineural; dalam kasus dengan obstruktif atau tumor berlubang; atau tumor dengan stadium
pT4). Sebaliknya, pengobatan ajuvan adalah standar untuk tumor UICC stadium III (T, N1-2
(3 atau lebih node positif), M0); kombinasi 5-fluorourasil (oral seperti protokol XELOX, atau
intravena seperti protokol FOLFOX4) plus oxaliplatin digunakan. Untuk kanker rektum,
kemoradioterapi pasca operasi dapat dilakukan jika tidak ada perawatan pra operasi dan jika
terdapat faktor risiko tertentu seperti perforasi di daerah tumor atau gangguan di mesorectum,
kemoterapi ajuvan yang biasanya digunakan adalah fluoropyrimidines. 10

2.9.8 Kombinasi Kemoterapi


Pengobatan lini pertama penyakit metastasis biasanya merupakan kombinasi dari 5-
fluorourasil, leucovorin dan oxaliplatin (protokol FOLFOX) atau irinotecan (protokol
FOLFIRI). 5-Fluorouracil dalam rejimen FOLFOX dapat diganti dengan capecitabine, tetapi
kombinasi capecitabine dengan irinotecan lebih toksik daripada FOLFIRI. Regimen
kemoterapi Doublet (dua agen kemoterapi) dan triplet (tiga agen kemoterapi) yang terdiri dari
5-fluorourasil, leucovorin, oxaliplatin dan irinotecan (protokol FOLFOXIRI) telah terbukti
manjur. Dibandingkan dengan agen tunggal fluoropyrimidine, kemoterapi kombinasi
mencapai kontrol pertumbuhan tumor yang lebih baik. Namun, pasien lanjut usia dan lemah
khususnya dapat menggunakan kemoterapi fluoropyrimidine agen tunggal awal atau
kombinasi fluoropyrimididine dengan target terapi VEGF-A.10

2.9.9 Terapi yang ditargetkan


Di samping rejimen kemoterapi kombinasi ini, agen target digunakan untuk
pengobatan kanker kolorektal metastatik. Secara khusus, ini termasuk tiga kelompok obat
utama: antibodi monoklonal terhadap EGFR (cetuximab dan panitumumab), antibodi

40
monoklonal terhadap VEGF-A (bevacizumab), dan protein fusi yang menargetkan beberapa
faktor pertumbuhan proangiogenik (misalnya, aflibercept) dan molekul berbasis inhibitor
multikinase (regorafenib). 10

2.10 Pencegahan
Satu-satunya cara untuk mencegah kanker usus besar adalah dengan menemukan polip
lebih awal dan menghilangkannya.11
Makan lebih banyak kalsium dan susu, mengurangi makan daging merah,
meningkatkan aktivitas fisik, menurunkan berat badan jika Anda kelebihan berat badan, dan
mengonsumsi statin (obat-obatan untuk kolesterol tinggi) dapat menurunkan risiko terkena
polip dan kanker usus besar. 11
Mengkonsumsi aspirin atau ibuprofen dapat menurunkan risiko terkena polip dan
kanker usus besar. Tapi, aspirin dan ibuprofen juga dapat menyebabkan masalah ginjal atau
pendarahan di perut Anda. Aspirin hanya direkomendasikan untuk orang berusia 50 hingga
69 tahun yang berisiko lebih tinggi terkena penyakit jantung dan yang bersedia mengonsumsi
aspirin setidaknya 10 tahun untuk mendapatkan manfaat penuh. 11
Wanita yang telah melewati masa menopause dapat menurunkan risiko kanker usus
besar dengan mengonsumsi hormon. Tapi, hormon memiliki efek samping, termasuk
pembekuan darah dan risiko kanker payudara yang lebih tinggi. Mengambil serat, asam folat,
atau antioksidan (misalnya, vitamin A) tidak mengubah risiko terkena polip atau kanker usus
besar. 11
Individu yang memiliki keluarga dengan riwayat kanker kolorektal atau adenoma yang
didiagnosis sebelum usia 60 tahun harus memulai skrining kolonoskopi pada usia 40 tahun
atau 10 tahun lebih muda daripada diagnosis paling awal dalam keluarga mereka, mana yang
lebih dulu. Jika hasilnya negatif, kolonoskopi harus diulang setiap lima tahun.12
Skrining kolonoskopi harus dimulai delapan hingga 10 tahun setelah timbulnya gejala
pada individu yang memiliki penyakit Crohn dengan keterlibatan kolon atau kolitis
ulserativa. Penapisan harus diulang setiap satu hingga tiga tahun.12
Pada individu dengan kanker kolorektal nonpolyposis herediter, kolonoskopi harus
dimulai pada usia 25 tahun dan diulang setiap tahun. 12
Individu dengan sindrom poliposis adenomatosa harus mulai kolonoskopi antara 10
hingga 20 tahun dan diulang setiap satu hingga dua tahun. 12

41
Esophagogastroduodenoscopy, colonoscopy, dan endoskopi kapsul video harus
dimulai pada usia delapan tahun pada individu dengan sindrom Peutz-Jeghers. Jika hasilnya
negatif, pengujian harus diulang setiap tiga tahun. 12
Pada individu dengan poliposis adenomatosa bergerigi sessile, kolonoskopi harus
dimulai segera setelah diagnosis ditegakkan dan diulang setiap tahun. 12

Daftar Pustaka

1. Paulsen F, Waschke. 2010. Atlas Anatomi Manusia Sobotta jilid 2, edisi ke–23.
Jakarta: EGC
2. PDQ Adult Treatment Editorial Board. Colon Cancer Treatment–Health Professional
Version. National Cancer Institute. Available at http://www.cancer.gov/types/
colorectal/hp/colon-treatment-pdq. January 22, 2020
3. Wilkins et al. Colorectal Cancer Screening and Prevention. Am Fam
Physician. 2018 May 15;97(10):658-665. Cited from https://www.aafp.org/afp/2018 /
0515/p658.html
4. Harrison P. Proinflammatory Diet Contributes to CRC Risk in Both Sexes. Medscape
Medical News. Available at https://www.medscape.com/viewarticle/891665. January
23, 2018
5. World Health Organization, International Agency for Research on Cancer. Colorectal
Cancer: Estimated Cancer Incidence, Mortality and Prevalence Worldwide in 2012.
International Agency for Research on Cancer. Available at http://gco.iarc.fr
/today/data/factsheets/cancers/10_8_9-Colorectum-fact-sheet.pdf.

42
6. Kuipers EJ, et al. Colorectal cancer. Nat Rev Dis Primers. 2015; 1: 15065. Cited from
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4874655/
7. PDQ Adult Treatment Editorial Board. Colon Cancer Treatment–Health Professional
Version. National Cancer Institute. Available at http://www.cancer.gov
/types/colorectal/hp/colon-treatment-pdq. January 22, 2020;
8. Colon Cancer. Am Fam Physician. 2018 May 15;97(10):online. Cited from
https://www.aafp.org/afp/2018/0515/p658-s1.html
9. Lacy AM, Delgado S, Castells A, et al. The long-term results of a randomized clinical
trial of laparoscopy-assisted versus open surgery for colon cancer. Ann Surg. 2008
Jul. 248(1):1-7. 
10. Poultsides GA, Servais EL, Saltz LB, Patil S, Kemeny NE, Guillem JG. Outcome of
Primary Tumor in Patients With Synchronous Stage IV Colorectal Cancer Receiving
Combination Chemotherapy Without Surgery As Initial Treatment. J Clin Oncol.
2009 Jun 1
11. Meyerhardt JA, Mangu PB, Flynn PJ, Korde L, Loprinzi CL, Minsky BD, et al.
Follow-Up Care, Surveillance Protocol, and Secondary Prevention Measures for
Survivors of Colorectal Cancer: American Society of Clinical Oncology Clinical
Practice Guideline Endorsement. J Clin Oncol. 2013 Nov 12.
12. Dehal AN, Newton CC, Jacobs EJ, et al. Impact of diabetes mellitus and insulin use
on survival after colorectal cancer diagnosis: the Cancer Prevention Study-II Nutrition
Cohort. J Clin Oncol. 2012 Jan 1. 30(1):53-9.

43

Anda mungkin juga menyukai