PERILAKU KONSUMEN
“Riset Konsumen”
Dosen pengampu:
Dr. Ni Wayan Ekawati, S.E., M.M.
Oleh : Kelompok 01
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Perilaku Konsumen dengan
materi Riset Konsumen ini.
Kami membuat makalah ini dengan tujuan untuk memenuhi tugas yang diberikan
oleh Ibu Dr. Ni Wayan Ekawati, S.E., M.M. Kami mengucapkan terimakasih kepada pihak-
pihak yang telah membantu dengan menyediakan dokumen atau sumber sumber
informasi, serta memberikan masukan pemikiran.
Kami menyadari, dalam tugas ini masih banyak kesalahan dan kekurangan. Hal
ini disebabkan karena terbatasnya kemampuan, pengetahuan dan pengalaman yang
dimiliki. Oleh karena itu, kritik dan saran pembaca sangat diharapkan demi perbaikan dan
kesempurnaan tugas ini di waktu yang akan datang. Semoga rangkuman materi kuliah ini
dapat bermanfaat khususnya bagi kami dan pembaca pada umumnya.
(Kelompok 1)
BAB I
PENDAHULUAN
2. Apa yang dimaksud dengan etika dan tanggung jawab sosial pemasaran?
3. Apa pentingnya etika dan tanggung jawab pemasaran?
4. Apa yang dimaksud dengan pemasaran eksploitatif?
5. Apa yang dimaksud dengan pemasaran proaktiv?
6. Apa yang dimaksud dengan social-cause related marketing?
1.3 Tujuan
2. Untuk mengetahui arti dari etika dan tanggung jawab sosial pemasaran
3. Untuk mengetahui pentingnya etika dan tanggung jawab pemasaran
PEMBAHASAN
Langkah pertama dalam proses riset konsumen adalah menentukan dengan teliti
tujuan studi. Merupakan hal penting bagi manajer pemasaran dan peneliti untuk
menyepakati dari awal maksud dan tujuan studi untuk menjamin agar rancangan riset
itu tepat. Tujuan yang dipertimbangkan secara teliti membantu menemukan jenis dan
mutu informasi yang dibutuhkan.
Informasi data sekunder adalah setiap data yang pada awalnya dihasilkan untuk tujuan
tertentu yang berbeda dengan tujuan riset sekarang. Informasi ini meliputi hasil riset
yang didasarkan pada penelitian yang dilakukan begbagai organisasi luar, data yang
dihasilkan di dalam untuk studi sebelumnya, dan bahkan informasi pelanggan yang
dikumpulkan oleh bagian penjualan atau bagian kredit perusahaan.
Rancangan studi riset didasarkan pada tujuan studinya. Jika informasi deskriptif
dibutuhkan maka studi kuantitatif mungkin dilakukan, jika tujuannya adalah
memperoleh gagasan baru maka studi kualitatif layak diadakan. Pendekatan untuk
tiap-tiap jenis riset berbed dari sudut metode pengumpulan data , rancangan sampel,
dan macam alat pengumpulan data yang digunakan, sehingga tiap-tiap pendekatan
riset dibahas secara terpisah.
Studi kualitatif biasanya memerlukan para pakar ilmu pengetahuan sosial yang sangat
terlatih untuk mengumpulkan data. Studi kuantitatif biasanya memerlukan staf
lapangan yang dipekerjakan dan dilatih langsung oleh peneliti dalam melakukan
wawancara di lapangan. Semua kuesioner yang sudah diisi di tinjau secara teratur
ketika studi riset berlangsung untuk memastikan bahwa jawaban yang tercatat jelas,
lengkap, dan dapat dibaca.
5. Menganalisis data
Pada riset kualitatif, moderator atau pelaksana tes biasanya menganalisis semua
jawaban yang diterima. Pada riset kuantitatif , peneliti mengawasi analisis tersebut.
Semua jawaban terbuka diubah menjadi kode dan diukur (skor numeric), kemudian
ditabulasikan dan dianalisis dengan menggunakan program yang menghubungkan
data menurut berbagai variable yang dipilih dan mengelompokkan data menurut
demografis yang dipilih.
Pada riset kualitatif maupun kuantitatif, laporan riset memuat juga kesimpulan singkat
mengenai hasil-hasil riset. Isi laporan memuat uraian lengkap mengenai metodologi
yang digunakan, untuk riset kuantitatif juga memuat berbagai table dan grafik untuk
mendukung hasil risetnya.
2.2 Arti dan Pentingnya Etika dan Tanggung Jawab Sosial Pemasaran
Inti dari pemasaran adalah memenuhi kebutuhan konsumen secara lebih efektif dari
pada pesaing. Meskipun demikian, terkadang konsep ini bertentangan dengan kepentingan
terbaik masyarakat. Misalnya, produk seperti tembakau dan alkohol “memenuhi”
“kebutuhan” konsumen tetapi berbahaya, dan banyak produk yang nyaman digunakan (dan
dengan demikian “memenuhi kebutuhan”) secara signifikan berkontribusi pada kerusakan
lingkungan dan perubahan iklim (misalnya, produk yang dikemas dalam kemasan yang
nyaman tetapi tidak dapat digunakan kembali).
Kita juga harus mempertimbangkan dampak persuasif kumulatif dari iklan pada
perilaku konsumen. Misalnya, menggambarkan orang dengan kulit kecokelatan sempurna
kemungkinan besar akan menghasilkan sinar matahari yang berlebihan atau penyamakan
melalui sinar ultraviolet, meskipun dokumentasi yang tidak dapat disangkal bahwa praktik
semacam itu secara signifikan meningkatkan kemungkinan terkena kanker. Banyak
penelitian telah menunjukkan bahwa paparan berulang pada sosok "ideal" yang sangat
kurus dalam pesan promosi mengarah pada persepsi diri negatif (terutama pada wanita) dan
sebagian besar bertanggung jawab atas peningkatan gangguan terkait makan. Semakin
banyak orang Amerika dengan gangguan makan dan kanker berarti pengeluaran kesehatan
masyarakat yang lebih tinggi, yang menyebabkan penurunan standar hidup kita. Pemasar
tahu bahwa iklan yang berfokus pada keindahan dan daya tarik, terutama jika mereka
menekankan pentingnya atribut ini di atas karakteristik pribadi lainnya, kemungkinan besar
akan diteliti oleh media, kelompok advokasi konsumen. Oleh karena itu, banyak iklan
sekarang menggambarkan model yang tampak lebih realistis dan iklan produk kecantikan
menekankan bahwa meskipun penampilan fisik seseorang itu penting, harga diri atau
"kecantikan sejati" seseorang berasal dari "dalam". Sebuah studi tentang objektifikasi
seksual wanita dalam iklan menunjukkan bahwa meskipun jumlah iklan yang berisi
penggambaran semacam itu telah meningkat, wanita menjadi tidak terlalu tersinggung oleh
gambar-gambar ini, dan bahwa iklan semacam itu berdampak kecil pada niat membeli
wanita.
Mengingat fakta bahwa semua perusahaan makmur ketika masyarakat makmur,
perusahaan harus mengintegrasikan tanggung jawab sosial ke dalam setiap keputusan
pemasaran. Dengan demikian, konseptualisasi yang lebih tepat dari konsep pemasaran
tradisional adalah konsep pemasaran masyarakat, yang menganjurkan keseimbangan antara
kepentingan masyarakat dengan kebutuhan konsumen dan pemasar. Konsep ini mengajak
pemasar untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan pasar sasaran mereka dengan cara yang
melestarikan dan meningkatkan kesejahteraan konsumen dan masyarakat secara
keseluruhan, sekaligus memenuhi tujuan laba organisasi mereka. Menurut konsep
pemasaran sosial, restoran cepat saji harus menyajikan makanan yang mengandung lebih
sedikit lemak dan gula, tetapi lebih banyak nutrisi. Selain itu, pemasar tidak boleh
mengiklankan makanan kepada anak muda dengan cara yang mendorong makan
berlebihan. Selain itu, perusahaan tidak boleh menggunakan atlet profesional dalam iklan
minuman keras atau tembakau, karena selebriti sering kali menjadi panutan bagi kaum
muda dan menggunakannya dalam iklan dapat mengakibatkan penggunaan produk ini oleh
anak-anak di bawah umur.
Halangan serius untuk penerapan konsep pemasaran masyarakat adalah orientasi
jangka pendek dari banyak eksekutif bisnis, yang berasal dari fakta bahwa kinerja
manajerial dievaluasi berdasarkan hasil jangka pendek. Dengan demikian, seorang
eksekutif periklanan yang muda dan ambisius dapat membuat kampanye iklan yang
mencolok, menggunakan wanita kurus yang tidak masuk akal dengan wajah pucat dan
ekspresi yang menarik, untuk meningkatkan penjualan produk yang diiklankan, tanpa
mempertimbangkan dampak negatif dari kampanye tersebut, seperti peningkatan dalam
gangguan makan di kalangan wanita muda. Konsep pemasaran sosial menyatakan bahwa
perusahaan akan menjadi lebih baik dalam masyarakat yang lebih kuat dan lebih sehat, dan
bahwa perusahaan yang memasukkan perilaku etis dan tanggung jawab sosial dalam urusan
bisnis mereka menarik dan mempertahankan dukungan konsumen yang setia dalam jangka
panjang.
Tujuan mempelajari perilaku konsumen adalah untuk memahami mengapa dan
bagaimana konsumen membuat keputusan pembelian mereka. Wawasan ini
memungkinkan pemasar merancang strategi pemasaran yang lebih efektif, terutama ketika
teknologi canggih memungkinkan mereka mengumpulkan lebih banyak data tentang
konsumen dan menargetkan pelanggan dengan lebih tepat. Beberapa berpendapat bahwa
pemahaman mendalam tentang perilaku konsumen memungkinkan pemasar yang tidak etis
untuk mengeksploitasi kerentanan manusia di pasar dan terlibat dalam praktik pemasaran
tidak etis lainnya untuk mencapai tujuan bisnis perusahaan.
Menanggapi kritik dan kekhawatiran publik, banyak asosiasi perdagangan yang
mewakili pemasar barang konsumen telah mengembangkan kode etik industri. Mereka
menyadari bahwa swa-regulasi di seluruh industri adalah demi kepentingan terbaik para
pemasar, dalam hal ini menghalangi pemerintah untuk memaksakan regulasinya sendiri
pada industri. Sejumlah perusahaan telah memasukkan tujuan sosial tertentu ke dalam
pernyataan misi mereka, dan memasukkan program untuk mendukung tujuan tersebut
sebagai komponen integral dari perencanaan strategis mereka. Sebagian besar perusahaan
juga menyadari bahwa aktivitas tanggung jawab sosial meningkatkan citra mereka di antara
konsumen, pemegang saham, komunitas keuangan, dan publik terkait lainnya. Mereka telah
menemukan bahwa praktik etis dan tanggung jawab sosial hanyalah bisnis yang baik, yang
tidak hanya menghasilkan citra yang baik, tetapi juga pada akhirnya meningkatkan
penjualan. Kebalikannya juga benar: Persepsi tentang kurangnya tanggung jawab sosial
perusahaan atau strategi pemasaran yang tidak etis secara negatif memengaruhi keputusan
pembelian konsumen.
Meskipun beberapa perusahaan telah mengambil langkah-langkah menuju
pemasaran yang lebih bertanggung jawab, yang lain tidak. Misalnya, Coca-Cola
memperluas distribusi minuman berkalori rendahnya dan mengatakan akan mencantumkan
jumlah kalori di bagian depan kemasannya di seluruh dunia sebagai bagian dari upaya
globalnya untuk melawan tuduhan bahwa minuman manisnya memicu obesitas.
Perusahaan juga berjanji untuk mensponsori aktivitas fisik dan berkomitmen untuk tidak
memasarkan minumannya kepada anak-anak di bawah usia 12 tahun, tetapi tidak
menjelaskan secara pasti bagaimana rencananya untuk melakukannya. Perusahaan lain
terlibat dalam praktik yang secara intuitif bertentangan dengan kepentingan masyarakat..
Misalnya, FDA menemukan bahwa pembuat makanan telah menambahkan kafein ke dalam
permen, keripik kentang, wafel, dan berbagai item lainnya. Misalnya, satu pak Wrigley's
Alert Energy Caffeine Gum dapat menghasilkan setara dengan empat cangkir kopi, atau
sekitar 320 miligram kafein. Meskipun kemasan berisi peringatan bahwa itu "tidak
dianjurkan untuk anak-anak atau orang yang sensitif terhadap kafein," FDA ingin
perusahaan makanan menyetujui batasan sukarela untuk kafein.
Tagline provokatif
Tagline Provokatif, yakni sebuah tagline yang berisi ajakan, bahkan kadang juga
memancing logika audience. Contohnya seperti tagline “Tolak Angin” dari Sido Muncul
yakni “Orang Pintar Minum Tolak Angin”. Pembuatan tagline Tolak Angin bisa dibilang
sangat kreatif, kenapa? karena mereka mencoba mengubah sesuatu yang yang sudah melekat
dibenak masyarakat menjadi sesuatu yang baru, bahasa kerennya new normal. Kita tarik
kebeberapa tahun sebelum adanya tagline ini, dahulu jamu diidentikan dengan produk kuno,
orang tua, kampungan. Namun Sido Muncul mencoba mengubahkanya menjadi suatu
produk yang baru, modern, dan membanggakan. Hal ini coba mereka raih melalui tagline
“Orang Pintar” dan diperkuat dengan tokoh-tokoh yang memang terkenal memiliki keahlian
khusua seperti Agnes Monica, Rhenald Kasali, Lulu Kamal, dan model-model lainnya.
2.5 Social-Cause Related Marketing
Mempromosikan tujuan sosial
Tujuan utama dari banyak organisasi nirlaba adalah untuk mempromosikan perilaku
yang diinginkan secara sosial dan mencegah orang-orang yang memberikan hasil negatif.
Misalnya, The Advertising Council sebuah kelompok yang didirikan selama Perang Dunia
II dan didedikasikan untuk kemajuan tujuan sosial yang layak melalui periklanan,
menjalankan kampanye yang mencegah penggunaan frasa yang merendahkan tentang
orientasi seksual seseorang. Judul kampanyenya adalah "Think Before You Speak", dan
tujuannya adalah untuk mengurangi pelecehan dan penindasan terhadap remaja gay,
lesbian, biseksual, atau transgender. Dengan meningkatnya “pelecehan digital” yang
mengkhawatirkan di kalangan remaja, The Advertising Council memprakarsai kampanye
berjudul "That’s Not Cool", memperingatkan orang remaja bahwa pengiriman pesan teks
yang tidak diinginkan dan berlebihan dapat dengan cepat menjadi penguntitan illegal
Itu adalah upaya pemasaran tim dari organisasi pencari laba dan nirlaba. Beberapa
perusahaan terlibat dalam program sosial organisasi non profit, di mana mereka
menyumbangkan sebagian dari pendapatan mereka terima dari menjual produk tertentu
untuk tujuan yang diinginkan secara sosial . Trend ini meningkat dikarenakan banyak hal
salah satunya adalah membuat konsumen lebih konserfatif dengan uang mereka.
Kelebihan CRM
1. Meningkatkan penjualan sehingga dapat meningkatkan pendapatan
2. Mendapatkan respons positif dari konsumen sehingga hubungan perusahaan dengan
masyarakat akan jauh lebih baik
Contoh kasus CRM yang berhasil,
American Express x Liberty Statue Restoration
Jadi dimana tiap adanya pengguna baru yang meregistrasikan credit card di
American express, 1$ akan disumbangkan dalam restorasi / perbaikan patung liberty dan
juga tiap transaksi pembelian dengan credit card American Express , Perusahaan juga akan
memberikan 1$ untuk pembaharuan patung liberty
Kegiatan pemasaran ini berujung memuaskan dimana terjadinya peningkatan
pengguna cc American Express sebanyak 28% dan sebanyak 1.700.000$ diberikan untuk
restorasi patung liberty tersebut.
Kelemahan CRM
Data membuktikan perhatian konsumen akan CRM ini menurun tiap tahunnya, pada tahun
2004 kegiatan pemasaran CRM yang berhasil sebanyak 43% dan menurun pada tahun 2007
yaitu pada kisaran 36% Adapun kelemahan CRM adalah sebagai berikut :
1. Konsumen dapat merasa terbebani dan menganggap ia tidak berkepentingan akan isu
yang terjadi
2. Konsumen merasa kesal karena permintaan akan donasi terlalu banyak sehingga bisa
saja menghindari pembelian produk itu akibat dari kampanye CRM yang diangkat
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pada Iklan tersebut ditemukan penayangan adegan seorang guru yang memegang
sebuah produk mie dan di kepalanya bertengger seekor ayam. KPI menilai bahwa adegan
tersebut tidak layak ditayangkan. KPI mengimbau kepada seluruh lembaga penyiaran yang
masih dan/atau akan menayangkan iklan tersebut untuk segera melakukan perbaikan
dengan cara melakukan editing pada adegan sebagaimana dimaksud di atas. Sementara itu
dari pihak mie sedap sendiri awalnya hanya ingin membuat iklan tersebut terlihat menarik
(terutama dari segi humornya) tetapi ternayata malah sebaliknya, iklan tersebut menuai
kontroversi di kalangan masyarakat Indonesia.
Hal ini termasuk kedalam pelanggaran etika pemasaran yang dimana seharusnya dari
pihak mie sedap sendiri harus menyadari bahwa Guru yang semestinya memiliki wibawa
dan berjasa memberikan ilmu, di iklan tersebut malah ditampilkan dengan di atas kepalanya
bertengger seekor ayam. Selain itu, iklan tersebut menampilkan contoh sekolah yang
terkesan kotor dan tidak terjaga hingga hewan unggas seperti ayam bisa leluasa berada di
dalam kelas, padahal semestinya sekolah dan kelas haruslah bersih dan nyaman untuk
kelancaran proses belajar mengajar. Seharusnya iklan produk itu aman untuk disaksikan
oleh seluruh kalangan usia tak terkecuali anak-anak. Apalagi usia anak anak sangat rentan
untuk menirukan segala apa yang dilihatnya, bukan tidak mungkin dengan adanya iklan
seperti ini dapat mengubah cara pandang anak-anak sekolah bahwa sosok guru bukanlah
sosok yang patut dihormati atau sekolah kotor bukanlah masalah.
Iklan bernada humor seringkali sukses memikat konsumen, karena pada dasarnya
setiap orang suka dengan hal-hal yang lucu, Humor yang efektif memprovokasi pikiran
diantaranya materi ketidakcocokan (incongruity), yaitu tentang melawan logika,
penyimpangan dan akibat yang ekstrim. Hal inilah yang biasanya digunakan dalam
kampanye sebuah produk. Seperti kasus mie sedap ini. Dimana seharusnya mie sedap
memperhatikan Target pasarnya jika ingin membuat iklan seperti itu. Apa yang lucu dalam
kelompok atau situasi tertentu mungkin tidak lucu pada situasi lain. Sehingga jika terjadi
kesalahpahaman arti iklan seperti kasus ini bisa membuat penurunan persepsi citra produk
dan penolakan materi iklan dari segmen tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
Botvinick, MM, Braver, TS, Barch, DM, Carter, CS & Cohen, J. D, 2001. Pemantauan konflik
dan kontrol kognitif. Psychological Review, 108, pp624–652.