Anda di halaman 1dari 23

RANGKUMAN MATERI KULIAH (RMK) 14

PERILAKU KONSUMEN
“Riset Konsumen”
Dosen pengampu:
Dr. Ni Wayan Ekawati, S.E., M.M.

Oleh : Kelompok 01

Putu Ayu Krisna Listya Dewi (1707522133)


Dannia Punky Syaharani (1807521020)
Nova Widya Ningsih (1807521038)
Putri Sofiah Sari (1807521041)
Angga Prasetya Putra (1807521088)
Dyah Jayanti Arimbawa (1807521210)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVESITAS UDAYANA
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Perilaku Konsumen dengan
materi Riset Konsumen ini.

Kami membuat makalah ini dengan tujuan untuk memenuhi tugas yang diberikan
oleh Ibu Dr. Ni Wayan Ekawati, S.E., M.M. Kami mengucapkan terimakasih kepada pihak-
pihak yang telah membantu dengan menyediakan dokumen atau sumber sumber
informasi, serta memberikan masukan pemikiran.

Kami menyadari, dalam tugas ini masih banyak kesalahan dan kekurangan. Hal
ini disebabkan karena terbatasnya kemampuan, pengetahuan dan pengalaman yang
dimiliki. Oleh karena itu, kritik dan saran pembaca sangat diharapkan demi perbaikan dan
kesempurnaan tugas ini di waktu yang akan datang. Semoga rangkuman materi kuliah ini
dapat bermanfaat khususnya bagi kami dan pembaca pada umumnya.

Denpasar, 03 Desember 2020

(Kelompok 1)
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bidang riset konsumen berkembang sebagai perluasan bidang riset pemasaran


untuk memungkinkan para pemasar meramalkan bagaimana konsumen akan bereaksi di
pasar danmemahami alasan-alasan mereka dalam mengambil keputusan untuk
membeli. Konsumen dengan perilakunya merupakan wujud kekuatan tawar yang
menjadi salah satu kekuatank ompetitif yang menentukan intensitas persaingan dan
keuntungan perusahaan. Perusahaan harus mampu memenangkan persaingan dalam
merebut konsumen. Untuk itu perusahaan memerlukan rancangan strategi pemasaran
yang tepat. Sebagai pemasar, perilaku konsumen merupakan pegangan unt uk
me maha mi ko nsumen, selanjut nya pemaha man ini akan membangun
keunggulan bersaing bagi perusahaan.
Persaingan yang ketat antar perusahaan saat ini, membuat perusahaan harus
mampuuntuk mengambil langkah yang tepat dalam pengambilan keputusan. Hal ini
dilakukan agar penerapan strategi pemasaran tidak salah sasaran, serta mencapai
target atau tujuan yang t elah dit et apkan. St rat egi pemasaran yang t epat
t ent unya har us ma mpu menjangkau konsumen yang tepat, yang mampu
menghasilkan penjualan dan keuntungan yang kontinyu bagi perusahaan.
1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana proses riset konsumen?

2. Apa yang dimaksud dengan etika dan tanggung jawab sosial pemasaran?
3. Apa pentingnya etika dan tanggung jawab pemasaran?
4. Apa yang dimaksud dengan pemasaran eksploitatif?
5. Apa yang dimaksud dengan pemasaran proaktiv?
6. Apa yang dimaksud dengan social-cause related marketing?
1.3 Tujuan

1. Untuk memahami bagaimana proses riset konsumen

2. Untuk mengetahui arti dari etika dan tanggung jawab sosial pemasaran
3. Untuk mengetahui pentingnya etika dan tanggung jawab pemasaran

4. Untuk memahami pemasaran eksploitatif


5. Untuk memahami pemasaran proaktiv

6. Untuk memahami social-cause related marketing


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Proses Riset Konsumen


Berikut ini merupakan langkah- langkah untuk melakukan riset konsumen, langkah
utama dalam proses riset konsumen meliputi:

1. Menentukan tujuan riset

Langkah pertama dalam proses riset konsumen adalah menentukan dengan teliti
tujuan studi. Merupakan hal penting bagi manajer pemasaran dan peneliti untuk
menyepakati dari awal maksud dan tujuan studi untuk menjamin agar rancangan riset
itu tepat. Tujuan yang dipertimbangkan secara teliti membantu menemukan jenis dan
mutu informasi yang dibutuhkan.

2. Mengumpulkan dan mengevaluasi data sekunder

Informasi data sekunder adalah setiap data yang pada awalnya dihasilkan untuk tujuan
tertentu yang berbeda dengan tujuan riset sekarang. Informasi ini meliputi hasil riset
yang didasarkan pada penelitian yang dilakukan begbagai organisasi luar, data yang
dihasilkan di dalam untuk studi sebelumnya, dan bahkan informasi pelanggan yang
dikumpulkan oleh bagian penjualan atau bagian kredit perusahaan.

3. Merancang studi riset primer

Rancangan studi riset didasarkan pada tujuan studinya. Jika informasi deskriptif
dibutuhkan maka studi kuantitatif mungkin dilakukan, jika tujuannya adalah
memperoleh gagasan baru maka studi kualitatif layak diadakan. Pendekatan untuk
tiap-tiap jenis riset berbed dari sudut metode pengumpulan data , rancangan sampel,
dan macam alat pengumpulan data yang digunakan, sehingga tiap-tiap pendekatan
riset dibahas secara terpisah.

4. Mengumpulkan data primer

Studi kualitatif biasanya memerlukan para pakar ilmu pengetahuan sosial yang sangat
terlatih untuk mengumpulkan data. Studi kuantitatif biasanya memerlukan staf
lapangan yang dipekerjakan dan dilatih langsung oleh peneliti dalam melakukan
wawancara di lapangan. Semua kuesioner yang sudah diisi di tinjau secara teratur
ketika studi riset berlangsung untuk memastikan bahwa jawaban yang tercatat jelas,
lengkap, dan dapat dibaca.

5. Menganalisis data

Pada riset kualitatif, moderator atau pelaksana tes biasanya menganalisis semua
jawaban yang diterima. Pada riset kuantitatif , peneliti mengawasi analisis tersebut.
Semua jawaban terbuka diubah menjadi kode dan diukur (skor numeric), kemudian
ditabulasikan dan dianalisis dengan menggunakan program yang menghubungkan
data menurut berbagai variable yang dipilih dan mengelompokkan data menurut
demografis yang dipilih.

6. Mempersiapkan laporan hasil riset

Pada riset kualitatif maupun kuantitatif, laporan riset memuat juga kesimpulan singkat
mengenai hasil-hasil riset. Isi laporan memuat uraian lengkap mengenai metodologi
yang digunakan, untuk riset kuantitatif juga memuat berbagai table dan grafik untuk
mendukung hasil risetnya.

2.2 Arti dan Pentingnya Etika dan Tanggung Jawab Sosial Pemasaran

Inti dari pemasaran adalah memenuhi kebutuhan konsumen secara lebih efektif dari
pada pesaing. Meskipun demikian, terkadang konsep ini bertentangan dengan kepentingan
terbaik masyarakat. Misalnya, produk seperti tembakau dan alkohol “memenuhi”
“kebutuhan” konsumen tetapi berbahaya, dan banyak produk yang nyaman digunakan (dan
dengan demikian “memenuhi kebutuhan”) secara signifikan berkontribusi pada kerusakan
lingkungan dan perubahan iklim (misalnya, produk yang dikemas dalam kemasan yang
nyaman tetapi tidak dapat digunakan kembali).
Kita juga harus mempertimbangkan dampak persuasif kumulatif dari iklan pada
perilaku konsumen. Misalnya, menggambarkan orang dengan kulit kecokelatan sempurna
kemungkinan besar akan menghasilkan sinar matahari yang berlebihan atau penyamakan
melalui sinar ultraviolet, meskipun dokumentasi yang tidak dapat disangkal bahwa praktik
semacam itu secara signifikan meningkatkan kemungkinan terkena kanker. Banyak
penelitian telah menunjukkan bahwa paparan berulang pada sosok "ideal" yang sangat
kurus dalam pesan promosi mengarah pada persepsi diri negatif (terutama pada wanita) dan
sebagian besar bertanggung jawab atas peningkatan gangguan terkait makan. Semakin
banyak orang Amerika dengan gangguan makan dan kanker berarti pengeluaran kesehatan
masyarakat yang lebih tinggi, yang menyebabkan penurunan standar hidup kita. Pemasar
tahu bahwa iklan yang berfokus pada keindahan dan daya tarik, terutama jika mereka
menekankan pentingnya atribut ini di atas karakteristik pribadi lainnya, kemungkinan besar
akan diteliti oleh media, kelompok advokasi konsumen. Oleh karena itu, banyak iklan
sekarang menggambarkan model yang tampak lebih realistis dan iklan produk kecantikan
menekankan bahwa meskipun penampilan fisik seseorang itu penting, harga diri atau
"kecantikan sejati" seseorang berasal dari "dalam". Sebuah studi tentang objektifikasi
seksual wanita dalam iklan menunjukkan bahwa meskipun jumlah iklan yang berisi
penggambaran semacam itu telah meningkat, wanita menjadi tidak terlalu tersinggung oleh
gambar-gambar ini, dan bahwa iklan semacam itu berdampak kecil pada niat membeli
wanita.
Mengingat fakta bahwa semua perusahaan makmur ketika masyarakat makmur,
perusahaan harus mengintegrasikan tanggung jawab sosial ke dalam setiap keputusan
pemasaran. Dengan demikian, konseptualisasi yang lebih tepat dari konsep pemasaran
tradisional adalah konsep pemasaran masyarakat, yang menganjurkan keseimbangan antara
kepentingan masyarakat dengan kebutuhan konsumen dan pemasar. Konsep ini mengajak
pemasar untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan pasar sasaran mereka dengan cara yang
melestarikan dan meningkatkan kesejahteraan konsumen dan masyarakat secara
keseluruhan, sekaligus memenuhi tujuan laba organisasi mereka. Menurut konsep
pemasaran sosial, restoran cepat saji harus menyajikan makanan yang mengandung lebih
sedikit lemak dan gula, tetapi lebih banyak nutrisi. Selain itu, pemasar tidak boleh
mengiklankan makanan kepada anak muda dengan cara yang mendorong makan
berlebihan. Selain itu, perusahaan tidak boleh menggunakan atlet profesional dalam iklan
minuman keras atau tembakau, karena selebriti sering kali menjadi panutan bagi kaum
muda dan menggunakannya dalam iklan dapat mengakibatkan penggunaan produk ini oleh
anak-anak di bawah umur.
Halangan serius untuk penerapan konsep pemasaran masyarakat adalah orientasi
jangka pendek dari banyak eksekutif bisnis, yang berasal dari fakta bahwa kinerja
manajerial dievaluasi berdasarkan hasil jangka pendek. Dengan demikian, seorang
eksekutif periklanan yang muda dan ambisius dapat membuat kampanye iklan yang
mencolok, menggunakan wanita kurus yang tidak masuk akal dengan wajah pucat dan
ekspresi yang menarik, untuk meningkatkan penjualan produk yang diiklankan, tanpa
mempertimbangkan dampak negatif dari kampanye tersebut, seperti peningkatan dalam
gangguan makan di kalangan wanita muda. Konsep pemasaran sosial menyatakan bahwa
perusahaan akan menjadi lebih baik dalam masyarakat yang lebih kuat dan lebih sehat, dan
bahwa perusahaan yang memasukkan perilaku etis dan tanggung jawab sosial dalam urusan
bisnis mereka menarik dan mempertahankan dukungan konsumen yang setia dalam jangka
panjang.
Tujuan mempelajari perilaku konsumen adalah untuk memahami mengapa dan
bagaimana konsumen membuat keputusan pembelian mereka. Wawasan ini
memungkinkan pemasar merancang strategi pemasaran yang lebih efektif, terutama ketika
teknologi canggih memungkinkan mereka mengumpulkan lebih banyak data tentang
konsumen dan menargetkan pelanggan dengan lebih tepat. Beberapa berpendapat bahwa
pemahaman mendalam tentang perilaku konsumen memungkinkan pemasar yang tidak etis
untuk mengeksploitasi kerentanan manusia di pasar dan terlibat dalam praktik pemasaran
tidak etis lainnya untuk mencapai tujuan bisnis perusahaan.
Menanggapi kritik dan kekhawatiran publik, banyak asosiasi perdagangan yang
mewakili pemasar barang konsumen telah mengembangkan kode etik industri. Mereka
menyadari bahwa swa-regulasi di seluruh industri adalah demi kepentingan terbaik para
pemasar, dalam hal ini menghalangi pemerintah untuk memaksakan regulasinya sendiri
pada industri. Sejumlah perusahaan telah memasukkan tujuan sosial tertentu ke dalam
pernyataan misi mereka, dan memasukkan program untuk mendukung tujuan tersebut
sebagai komponen integral dari perencanaan strategis mereka. Sebagian besar perusahaan
juga menyadari bahwa aktivitas tanggung jawab sosial meningkatkan citra mereka di antara
konsumen, pemegang saham, komunitas keuangan, dan publik terkait lainnya. Mereka telah
menemukan bahwa praktik etis dan tanggung jawab sosial hanyalah bisnis yang baik, yang
tidak hanya menghasilkan citra yang baik, tetapi juga pada akhirnya meningkatkan
penjualan. Kebalikannya juga benar: Persepsi tentang kurangnya tanggung jawab sosial
perusahaan atau strategi pemasaran yang tidak etis secara negatif memengaruhi keputusan
pembelian konsumen.
Meskipun beberapa perusahaan telah mengambil langkah-langkah menuju
pemasaran yang lebih bertanggung jawab, yang lain tidak. Misalnya, Coca-Cola
memperluas distribusi minuman berkalori rendahnya dan mengatakan akan mencantumkan
jumlah kalori di bagian depan kemasannya di seluruh dunia sebagai bagian dari upaya
globalnya untuk melawan tuduhan bahwa minuman manisnya memicu obesitas.
Perusahaan juga berjanji untuk mensponsori aktivitas fisik dan berkomitmen untuk tidak
memasarkan minumannya kepada anak-anak di bawah usia 12 tahun, tetapi tidak
menjelaskan secara pasti bagaimana rencananya untuk melakukannya. Perusahaan lain
terlibat dalam praktik yang secara intuitif bertentangan dengan kepentingan masyarakat..
Misalnya, FDA menemukan bahwa pembuat makanan telah menambahkan kafein ke dalam
permen, keripik kentang, wafel, dan berbagai item lainnya. Misalnya, satu pak Wrigley's
Alert Energy Caffeine Gum dapat menghasilkan setara dengan empat cangkir kopi, atau
sekitar 320 miligram kafein. Meskipun kemasan berisi peringatan bahwa itu "tidak
dianjurkan untuk anak-anak atau orang yang sensitif terhadap kafein," FDA ingin
perusahaan makanan menyetujui batasan sukarela untuk kafein.

2.3 Pemasaran Eksploitatif


Ada banyak segmen yang dapat disasar dan dapat dengan mudah dieksploitasi karena
mereka lebih mudah dibandingkan kebanyakan konsumen lainnya, seperti akibat
pendidikan yang kurang, usia tua, pendapatan rendah, dan tidak adanya kekuatan politik.
Terdapat dua bentuk pemasaran eksploitatif yaitu menargetkan anak-anak dan mendorong
konsumsi berlebihan serta pembelian yang tidak bertanggung jawab.
 Pemasaran pada anak-anak
Sosialisasi konsumen adalah proses di mana kaum muda memperoleh keterampilan,
pengetahuan, dan sikap yang relevan dengan fungsi mereka sebagai konsumen di pasar.
Sebuah tinjauan komprehensif dari dua puluh lima tahun penelitian tentang sosialisasi
konsumen mengidentifikasi tiga tahap:
2.1 Perseptual (3–7 tahun), di mana anak-anak mulai membedakan iklan dari program,
mengasosiasikan nama merek dengan kategori produk, dan memahami skrip dasar
konsumsi.
2.2 Analitis (7-11 tahun), selama anak-anak menangkap maksud persuasif dari iklan,
mulai memproses isyarat fungsional mengenai produk, dan mengembangkan
pengaruh pembelian dan strategi negosiasi.
2.3 Reflektif (11-16 tahun), ketika anak-anak memahami taktik dan daya tarik periklanan,
menjadi skeptis tentang iklan, memahami skrip belanja yang rumit, dan menjadi
mampu memengaruhi pembelian.
Anak-anak menjadi sadar merek seiring bertambahnya usia dan mulai lebih
menyukai merek daripada barang tidak bermerek. Pengetahuan merek dimulai dengan
kategori produk yang berorientasi pada anak seperti mainan dan makanan, dan pada usia 8
tahun anak-anak dapat menyebutkan beberapa produk dalam kategori yang ditargetkan
untuk mereka. Permintaan konsumsi anak-anak dimulai dengan item terkait makanan dan
berkembang hingga mencakup mainan, pakaian, perlengkapan olahraga, dan video game
seiring bertambahnya usia anak-anak. Anak-anak memiliki pengaruh paling besar atas
barang-barang yang berhubungan dengan anak dan anak-anak dari kelas sosial ekonomi
yang lebih tinggi lebih mempengaruhi orang tua daripada mereka yang berstatus sosial
ekonomi rendah. Secara keseluruhan, semakin tua usia anak, semakin besar pengaruhnya
terhadap perilaku pembelian orang tua. Anak yang lebih besar adalah negosiator yang lebih
baik dan mempelajari strategi seperti tawar-menawar dan persuasi yang lebih efektif
dengan orang tua daripada strategi emosional seperti mengemis dan menangis. Beberapa
anak menganggap diri mereka memiliki pengaruh yang lebih besar atas pembelian,
terutama yang berkaitan dengan makanan, daripada orang tua mereka.

 Regulasi diri vs Hukum


Sesuai dengan pedoman yang dikembangkan oleh Children’s Advertising Review
Unit (CARU) dari Council of Better Business Bureaus. Pedoman CARU menyatakan
bahwa presentasi atau klaim produk tidak boleh menyesatkan anak-anak tentang kinerja
atau manfaat produk, bahwa presentasi tidak boleh mengeksploitasi imajinasi anak atau
menciptakan ekspektasi yang tidak realistis, bahwa produk harus ditampilkan dalam situasi
yang aman, dan iklan harus menahan diri. dari perilaku mendorong yang tidak pantas untuk
anak-anak. Karena menurut teori stimulus-respon, anak dapat dengan mudah membentuk
asosiasi antara stimuli dan outcome, pedoman tersebut juga mengarahkan pemasar untuk
menghindari iklan yang: (1) Mendorong anak untuk menekan orang tua agar membeli
produk yang diiklankan, dan (2) membuat anak merasa bahwa kepemilikan atas produk
tertentu akan membuatnya lebih diterima oleh rekan-rekan. Mengenai tindakan
membangun loyalitas seperti klub anak-anak, premi, dan undian, pedoman CARU
mengakui bahwa anak-anak tidak selalu memahami tujuan sebenarnya dari tindakan
tersebut, dan mengarahkan pemasar untuk memastikan bahwa program loyalitas tidak
mengeksploitasi anak-anak.
Jelas, ada manfaatnya argumen bahwa, pada akhirnya, perilaku konsumsi apa pun,
termasuk makan berlebihan, adalah tanggung jawab orang dewasa yang mengonsumsi
makanan yang terlalu kaya atau membiarkan anak-anak mereka mengkonsumsinya dan
bukan pemasar yang memproduksi makanan tersebut. Namun, anak merupakan populasi
yang rentan. Dalam menangani masalah ini dan takut akan tuntutan hukum "McDonald's-
made-me-fat".

 Mendorong Konsumsi Berlebihan dan Pembelian Tidak Bertanggung Jawab


Pemasaran adalah salah satu bentuk persuasi. Untuk mempelajari bagaimana
meyakinkan konsumen untuk mengadopsi suatu produk atau mendorong konsumsi,
pemasar telah mempelajari dengan cermat faktor-faktor situasional yang mengelilingi
keputusan pembelian. Misalnya, orang menjadi lebih lapar di lingkungan yang dingin,
sehingga supermarket selalu dingin (beberapa ahli gizi menyarankan konsumen untuk
langsung berbelanja makanan setelah makan mengenyangkan). Pemasar tahu bahwa
semakin lama konsumen tinggal di toko dan berkeliling, semakin banyak mereka membeli.
Oleh karena itu, di supermarket dan toko lain, pajangan dipindahkan secara sistematis;
Itulah sebabnya Anda sering menemukan bahwa lorong sereal sudah dipindahkan sejak
terakhir kali Anda mengunjungi supermarket. Pria jauh lebih mungkin dibandingkan wanita
untuk menyimpang dari daftar belanjaan dan rencana konsumsi sebelumnya. Itulah
mengapa pegawai supermarket diinstruksikan untuk mendekati pria yang mereka lihat
hanya berdiri dan menawarkan bantuan. Baru-baru ini, banyak pengecer Web
memperhatikan bahwa puncak penjualan online mereka antara pukul 6:30 dan 10:30, di
seluruh zona waktu. Rupanya, konsumen yang minum alkohol memiliki lebih sedikit
hambatan dan cenderung berbelanja lebih bebas. Jadi, banyak pengecer online mulai
menawarkan penjualan khusus dan mengirim email promosi selama periode ini.
Satu studi mengidentifikasi beberapa ciri kepribadian yang berkontribusi pada
penyalahgunaan kartu kredit siswa dan menguraikan permohonan promosi yang dapat
digunakan pemasar dalam mendorong penggunaan kartu kredit yang lebih bertanggung
jawab di kalangan siswa. Menariknya, dua ciri kepribadian penting adalah impulsif dan
materialisme, yang juga dikaitkan dengan pembelian kompulsif dan kecenderungan adiktif.
Studi tersebut mengusulkan bahwa baik pemasar dan pembuat kebijakan publik harus
mendidik pelanggan yang lebih muda tentang menghindari jebakan penyalahgunaan kartu
kredit.
 Pelabelan Nutrisi Manipulatif atau Tidak Informatif
Label nutrisi ditempatkan pada semua item makanan kemasan yang dijual di Amerika
Serikat. Namun demikian, banyak kritik yang menunjukkan bahwa format label tersebut
saat ini tidak jelas dan agak manipulatif. Misalnya, label mencantumkan informasi
berdasarkan "per-porsi". Namun, peraturan Food and Drug Administration mengizinkan
produsen beberapa keleluasaan dalam menetapkan ukuran porsi. Misalnya, Kellogg’s
Frosted Flakes menggunakan ukuran porsi 3/4 cangkir. Healthy Choice Chicken Tortilla
Soup (microwaveable bowl) ukuran porsi satu cangkir, dan Ritz Crackers ukuran porsi lima
kerupuk. Menurut labelnya, satu pint es krim Häagen-Dazs berisi empat porsi. Namun,
apakah sebagian besar konsumen hanya makan seperempat wadah Cookies & Cream, lalu
menyimpannya untuk hari lain? Paket besar Cool Ranch Doritos mencantumkan satu porsi
sebagai satu ons, atau kira-kira 12 chip, tetapi konsumen sangat tidak mungkin menyimpan
jumlah chip saat mereka menggali ke dalam tas. Meskipun 160 kalori dan 2 gram lemak
jenuh terdengar seperti harga kecil yang harus dibayar untuk menikmati seporsi kue Oreo,
secara teknis, satu porsi hanya 3 kue. Membuat daftar ukuran porsi yang lebih kecil
memungkinkan pemasar untuk mengurangi kalori, lemak, gula, dan karbohidrat yang
dilaporkan dalam penyajian produk, dan mendorong konsumen untuk mengonsumsi lebih
banyak kalori daripada yang mereka kira. Sebuah studi menunjukkan bahwa perhatian
konsumen terhadap informasi nutrisi berfokus pada informasi kalori tetapi bukan ukuran
porsi. Selain itu, memanipulasi ukuran layanan mengurangi "rasa bersalah terkait konsumsi
konsumen.
Definisi yang digunakan dalam pelabelan nutrisi tidak selalu logis. Misalnya,
makanan berlabel "organik" harus memenuhi standar yang dapat diverifikasi yang
ditetapkan oleh pemerintah federal, sedangkan makanan berlabel "alami" tidak tunduk pada
persyaratan tersebut. Ironisnya, meskipun penjualan makanan "organik" dan "alami", yang
harganya lebih mahal daripada makanan lain, telah meningkat, survei menemukan bahwa
konsumen lebih memilih makanan yang dideskripsikan sebagai "alami" daripada yang
berlabel "organik". Dalam satu kasus, sederet produk makanan Nature Valley mengklaim
bahwa mereka "alami," meskipun item tersebut termasuk sirup jagung fruktosa tinggi, sirup
jagung maltosa tinggi, dan maltodekstrin (pengental yang juga dapat memberikan sedikit
rasa manis pada makanan). Bahan-bahan ini sepenuhnya diolah, tidak ada di alam, dan tidak
dapat dianggap. Menurut beberapa penelitian, ramuan ini menyebabkan hiperaktif dan
defisit perhatian pada anak kecil. Menyadari konotasi negatif yang terkait dengan "sirup
jagung fruktosa tinggi," Corn Refiners Association meminta FDA untuk mengizinkannya
mengubah nama bahan menjadi "gula jagung" pada label nutrisi, tetapi FDA menolak izin
tersebut.
 Iklan Farmasi Langsung ke Konsumen
Promosi produk farmasi langsung ke konsumen telah diizinkan sejak 1997 — dan
telah meningkatkan konsumsi berbagai kategori obat. Dalam penelitian, konsumen
menegaskan bahwa mereka memperoleh sebagian besar informasi tentang obat-obatan ini
dari iklan TV daripada dari dokter mereka. Menyadari bahwa periklanan langsung ke
konsumen telah menjadi terlalu agresif, industri farmasi telah mengembangkan pembatasan
sukarela terkait dengan metode pemasaran ini. Senat telah menyerukan moratorium
sementara untuk iklan obat baru kepada konsumen, dan sebuah perusahaan farmasi besar
secara sukarela tidak mengiklankan obat baru kepada konsumen selama tahun pertama
mereka di pasar. Mesin pencarian online semakin memperumit penjualan langsung obat-
obatan kepada konsumen. FDA mendesak perusahaan farmasi untuk memasukkan
informasi risiko tentang obat dalam iklan penelusuran perusahaan dalam bentuk teks
pendek yang muncul di samping hasil penelusuran Google seseorang. Namun, karena
Google membatasi iklan tersebut hingga 95 karakter, tidak jelas bagaimana hal ini dapat
dilakukan. Karena mereka dapat memasarkan produk langsung ke konsumen, perusahaan
farmasi semakin bersemangat untuk "memperpanjang umur" produk yang telah menjadi
favorit konsumen, karena tanggal berakhirnya paten dan ketersediaan versi generik produk
ini semakin dekat.

2.4 Pemasaran Provokatif

Pemasaran provokatif biasanya terjadi di dalam bidang advertising atau periklanan,


tak jarang juga digunakan didalam membuat tagline sebuah usaha. Provokasi dalam iklan
sering dibangun dari unsur-unsur kaidah umum yang dilawan atau penguatan inti makna
yang diledakkan secara terbuka, seperti misalnya unsur orisinalitas yang di twist dalam
ilustrasi, warna, format atau bentuk menjadi suatu penekanan pesan yang kuat dan
berpengaruh. .Rangsangan keras visual dan persepsi, dengan kata lain interpretasi iklan
yang memberi reaksi perubahan pemikiran dan sikap seperti hal tabu, kontroversial atau
illogical (tidak logis). Evolusi iklan dalam perkembangan kultur budaya, teknologi dan
pengetahuan manusia saat ini telah menyebabkan munculnya iklan mengejutkan yang
berbeda dari orang lain (unusual) dengan penggunaan tema dan ilustrasi yang sebelumnya
tidak digunakan oleh pengiklan secara umum. Namun, daya tarik provokasi bergantung
pada beberapa sifat yang digunakan oleh iklan emosional, seperti humor, seks atau rasa
takut.
 Iklan yang provokatif
Iklan yang provokatif erat kaitannya dengan ilustrasi yang memancing
emosional, mempengaruhi, menantang, mengejutkan dan tidak biasa, seperti
beberapa unsur yang dijelaskan dibawah ini :
a) Keberanian Pesan
Pesan iklan dan ilustrasi provokatif membutuhkan keberanian berbicara,
baik dalam tema maupun gambar, keberanian yang beralasan serta akan
membawa pembaca kepada satu pemikiran yang radikal dan sugestif.
Membawa mereka untuk bersikap yang nyata, mengikuti atau menolak!
Keberanian ini didasari kepada pemikiran yang matang dan pemahaman
kondisi masarakat yang ada, sikap yang akan terjadi, kepercayaan yang
terbangun dan keinginan yang terbentuk. Seperti contohnya iklan Burger King,
yang dimana dia berani untuk menampilkan icon perusahaan sebelah (MCD)
sebagai konsumen yang ingin membeli produk dari BK tersebut. Hal ini
menjadi salah satu keberanian yang dilakukan BK untuk menarik minat
konsumen melalui iklan provokatif ini.
b) Kejutan
Iklan provokatif menggunakan ‘kejutan‘ dalam ilustrasinya sebagai
rangsangan mengendalikan pecitraan dan akan mengingat nama merek tersebut
setiap kali mereka menemukan sesuatu yang berhubungan dengan gambar
tersebut.
c) Kontroversi
Kemungkinan-kemungkinan dari keseharian yang di salah gunakan atau
anggapan-anggapan yang dibantah, konsumen melihat itu dan berpikir bahwa
iklan ini salah, tapi itu membuat mereka ingat dan mencoba memikirkan
kembali. Strategi eksekusi (pelaksanaan pembuatan) biasanya berdasarkan
inisiatif atau ide-ide yang sebelumnya asing untuk suatu adegan iklan. Inisiatif
ini bisa menyentuh isu-isu sensitif yang mungkin membangkitkan nudisme,
kematian, penderitaan, kekerasan, masalah agama dan ras, atau penyakit sosial
masyarakat. Memang tema yang disajikan dalam iklan mempengaruhi hampir
setiap individu.
Contohnya Iklan sandal New Era ini menampilkan adegan seorang wanita
dengan pakaian minim dan bergoyang erotis. Selain itu terdapat adegan seorang laki-
laki yang bertelanjang dada dan menggerak-gerakkan dada yang dinilai KPI Pusat
bahwa muatan tersebut tidak santun karena tidak memperhatikan norma kesopanan
dan kesusilaan yang berlaku dalam masyarakat, perlindungan terhadap anak dan
remaja, serta ketentuan siaran iklan.
d) Makna Ganda dan pesan tersembunyi
Beberapa ilustrasi kadang membuat komplikasi dengan makna tersembunyi
atau memberi makna ganda dalam ilustrasinya, seperti gambar -gambar pose atau
sikap seseorang yang bermakna sesuatu namun dapat diinterpretasikan hal lain,
atau suatu makna gambar yang dilatar belakangi hal yang bermakna lain.
e) Menciptakan target selektif
Efek dari iklan provokatif juga bisa dijelaskan dengan teori persepsi
selektif dimana individu diseleksi dengan mengatur dan mengevaluasi
rangsangan dari lingkungan eksternal yang memberikan pengalaman yang
berarti bagi dirinya. Hingga mereka akan terfokus pada bentuk tertentu dari
lingkungan itu dengan mengesampingkan orang lain. Maka akan terbentuklah
kelompok orang-orang yang bersikap kuat terhadap ‘sesuatu’ (Loyalty) dan
tidak terpengaruh hal lain.
Para konsumen akan memilih informasi tergantung dari filter
persepsi berbeda berdasarkan pengalaman mereka. misalnya kecenderungan
orang untuk melindungi diri terhadap sesuatu atau situasi yang mengancam
(persepsi pertahanan) maka pesan itu akan disaring. Contohnya seperti Seorang
perokok berat akan bersikap mengabaikan gambar kanker paru-paru
dimanapun terlihat, karena konten gambar itu bisa dianggap sebagai
mengganggu dan tidak nyaman. Maka dia akan tetap merokok.
f) Humor
Iklan bernada humor seringkali sukses memikat konsumen, pada dasarnya
setiap orang dimanapun, suka dengan hal-hal yang lucu, Humor yang efektif
memprovokasi pikiran diantaranya materi ketidakcocokan (incongruity), yaitu
tentang melawan logika, penyimpangan dan akibat yang ekstrim. Hal inilah
yang biasanya digunakan dalam kampanye sebuah produk. hal penting yang
harus dipahami adalah Target pasar yang harus selalu diperhatikan. Apa yang
lucu dalam kelompok atau situasi tertentu mungkin tidak lucu pada situasi lain.
Humor provokatif dapat membuat sesuatu goncangan yang menarik bagi
konsumen, dan untuk meningkatkan daya ingat, evaluasi, dan niat membeli
ketika pesan lucu bertepatan dengan tujuan iklan, dan meningkatkan pesan
persuasif. Namun harus hati-hati dengan materi humor yang dapat berbalik
kepada penurunan persepsi citra produk dan penolakan materi iklan dari
segmen tertentu.
g) Sexualitas
Beberapa perusahaan menggunakan seksualitas untuk iklan mereka karena
berkaitan dengan produk mereka. Ambil contoh Durex, mereka menjual
kondom sehingga bisa dipahami jika mereka memasukkan seksualitas dalam
iklan mereka. Sekarang banyak produk lain mencoba menggunakan seksualitas
untuk menjual produk mereka, meski produk yang tidak ada hubungannya
dengan seks. Seperti konten seksual dalam iklan parfum secara umum
menunjukkan kulit dada dan payudara, kemeja terbuka, pakaian ketat atau
tindakan menyentuh, mencium, memeluk, dan voyeurism. Banyak iklan
produk-produk tidak berhubungan yang memaksakan menggunakan konten
seks, karena begitu menariknya persoalan seks bagi mereka. begitu
juga Humor dan seksualitas berjalan beriringan dalam membuat iklan yang
sukses. Penggunaan humor selalu efektif karena dikatakan bahwa cara terbaik
untuk mengingat adalah ketika Anda sudah tertawa tentang hal itu.

 Tagline provokatif
Tagline Provokatif, yakni sebuah tagline yang berisi ajakan, bahkan kadang juga
memancing logika audience. Contohnya seperti tagline “Tolak Angin” dari Sido Muncul
yakni “Orang Pintar Minum Tolak Angin”. Pembuatan tagline Tolak Angin bisa dibilang
sangat kreatif, kenapa? karena mereka mencoba mengubah sesuatu yang yang sudah melekat
dibenak masyarakat menjadi sesuatu yang baru, bahasa kerennya new normal. Kita tarik
kebeberapa tahun sebelum adanya tagline ini, dahulu jamu diidentikan dengan produk kuno,
orang tua, kampungan. Namun Sido Muncul mencoba mengubahkanya menjadi suatu
produk yang baru, modern, dan membanggakan. Hal ini coba mereka raih melalui tagline
“Orang Pintar” dan diperkuat dengan tokoh-tokoh yang memang terkenal memiliki keahlian
khusua seperti Agnes Monica, Rhenald Kasali, Lulu Kamal, dan model-model lainnya.
2.5 Social-Cause Related Marketing
 Mempromosikan tujuan sosial

Banyak organisasi nirlaba, termasuk kelompok advokasi konsumen, berdiri terutama


untuk mempromosikan perilaku yang bermanfaat secara sosial seperti berkontribusi untuk
amal atau menggunakan energi secara bertanggung jawab, dan mengurangi perilaku
negative. Satu studi menunjukkan bahwa program pemasaran sosial memiliki dampak yang
kuat dalam menciptakan sikap konsumen yang positif terhadap sponsor perusahaan. Studi
lain menemukan bahwa kesesuaian persepsi yang kuat antara organisasi sponsor dan
penyebab yang dipromosikan meningkatkan keterlibatan konsumen dalam penyebab dan
niat membeli mereka
 Mengadvokasi Perilaku yang Bermanfaat dan Merugikan

Tujuan utama dari banyak organisasi nirlaba adalah untuk mempromosikan perilaku
yang diinginkan secara sosial dan mencegah orang-orang yang memberikan hasil negatif.
Misalnya, The Advertising Council sebuah kelompok yang didirikan selama Perang Dunia
II dan didedikasikan untuk kemajuan tujuan sosial yang layak melalui periklanan,
menjalankan kampanye yang mencegah penggunaan frasa yang merendahkan tentang
orientasi seksual seseorang. Judul kampanyenya adalah "Think Before You Speak", dan
tujuannya adalah untuk mengurangi pelecehan dan penindasan terhadap remaja gay,
lesbian, biseksual, atau transgender. Dengan meningkatnya “pelecehan digital” yang
mengkhawatirkan di kalangan remaja, The Advertising Council memprakarsai kampanye
berjudul "That’s Not Cool", memperingatkan orang remaja bahwa pengiriman pesan teks
yang tidak diinginkan dan berlebihan dapat dengan cepat menjadi penguntitan illegal

 Cause Related Marketing

Itu adalah upaya pemasaran tim dari organisasi pencari laba dan nirlaba. Beberapa
perusahaan terlibat dalam program sosial organisasi non profit, di mana mereka
menyumbangkan sebagian dari pendapatan mereka terima dari menjual produk tertentu
untuk tujuan yang diinginkan secara sosial . Trend ini meningkat dikarenakan banyak hal
salah satunya adalah membuat konsumen lebih konserfatif dengan uang mereka.
 Kelebihan CRM
1. Meningkatkan penjualan sehingga dapat meningkatkan pendapatan
2. Mendapatkan respons positif dari konsumen sehingga hubungan perusahaan dengan
masyarakat akan jauh lebih baik
Contoh kasus CRM yang berhasil,
American Express x Liberty Statue Restoration
Jadi dimana tiap adanya pengguna baru yang meregistrasikan credit card di
American express, 1$ akan disumbangkan dalam restorasi / perbaikan patung liberty dan
juga tiap transaksi pembelian dengan credit card American Express , Perusahaan juga akan
memberikan 1$ untuk pembaharuan patung liberty
Kegiatan pemasaran ini berujung memuaskan dimana terjadinya peningkatan
pengguna cc American Express sebanyak 28% dan sebanyak 1.700.000$ diberikan untuk
restorasi patung liberty tersebut.

 Kelemahan CRM

Data membuktikan perhatian konsumen akan CRM ini menurun tiap tahunnya, pada tahun
2004 kegiatan pemasaran CRM yang berhasil sebanyak 43% dan menurun pada tahun 2007
yaitu pada kisaran 36% Adapun kelemahan CRM adalah sebagai berikut :
1. Konsumen dapat merasa terbebani dan menganggap ia tidak berkepentingan akan isu
yang terjadi
2. Konsumen merasa kesal karena permintaan akan donasi terlalu banyak sehingga bisa
saja menghindari pembelian produk itu akibat dari kampanye CRM yang diangkat

Contoh Kasus CRM yang tidak berhasil :


Yoplait x Breast Cancer donation
Dimana kampanye yang dilakukan adalah tiap pembelian 1 buah yogurt 10 cent akan
didonasikan kepada pengidap breast cancer , Kemudian konsumen menyadari bahwa ketika
mereka ingin menyumbang sebesar 20$ saja ia harus membeli 3 box produk tersebut yang
dianggap terlalu banyak sehingga kegiatan CRM itu gagal dan malah mendapatkan
negative public relation
 Etika Konsumen
Pemasar menerapkan strategi etis untuk "melakukan hal yang benar", untuk
meningkatkan citra mereka di mata konstituen mereka, untuk mengurangi pengawasan, dan
sebagai alternatif legislasi pemerintah. Sebuah studi terfokustentang mengukur pandangan
dan persepsi konsumen terhadap perusahaan yang dituduh melakukan praktik semacam itu
sebagai eksploitasi Dunia Ketiga, pengujian hewan, kerusakan lingkungan, dan daur ulang.
Para peneliti mengembangkan skala yang mengukur pandangan konsumen tentang masalah
etika bisnis dan perusahaan yang mengadopsi strategi yang "benar" secara moral. Ini
mencakup pertanyaan tentang pribadi, sosial, dan uang aspek mengadopsi pandangan etis,
serta potensi hasil positif dan negative.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Riset konsumen berkembang sebagai perluasan bidang riset pemasaran untuk


memungkinkan para pemasar meramalkan bagaimana konsumen akan bereaksi di pasar dan
memahami alasan-alasan mereka dalam mengambil keputusan untuk membeli. Hasil-hasil
riset pasar dan riset konsumen digunakan untuk memperbaikipengambilan keputusan
manajerial. Perilaku konsumen memiliki kepentingan khusus bagi orang karena
berbagaialasan berhasrat mempengaruhi atau mengubah perilaku itu, termasuk mereka
yang kepentingan utamanyaadalah pemasaran, pendidikan, dan perlindungan konsumen,
serta kebijakan umum.Dalam hal ini pemasaran merupakan proses pertemuan antara
indi0idu dan kelompok dimana masing-masingpihak ingin mendapatkan apa yang mereka
butuhkan dan inginkan melalui tahap menciptakan, menawarkan, dan pertukaran. Definisi
pemasaran tersebut berdasarkan pada prinsip inti yang meliputi kebutuhan (needs) , produk,
(goods), (services) dan (idea), permintaan (demands), nilai, biaya, kepuasan, pertukaran,
transaksi, hubungan, dan jaringan, pasar, pemasar, serta prospek.Beberapa pemasar
menggunakan gabungan riset kuantitatif dan kualitatif untuk membantu membantu
mengambilkeputusan pemasaran strategis karena terbatasnya hasil riset kualitatif. Hasil
riset kualitatif digunakan untukmenemukan berbagai gagasan baru dan untuk
mengembangkan strategi promosi, sedangkan hasil riset kuantitatif digunakan untuk
meramalkan reaksi konsumen terhadap berbagai input promosi. Gagasan yang berasal dari
riset kualitatif terkadang diuji secara empiris dan menjadi dasar bagi perancangan studi
kuantitatif. Hasil penggabunganmemungkinkan para pemasar untuk merancang berbagai
strategi pemasaran yang lebih berarti dan lebih efisien yang bertujuan memperoleh laba
maupun nirlaba. edunya juga membarikan dasar yang lebih kuat untuk keputusan kebijakan
public.
BAB IV
Contoh Kasus
Kasus Pelaanggaran Etika Pemasaran
Pada Iklan Mie Sedap yang Melecehkan Profesi Guru

Pada Iklan tersebut ditemukan penayangan adegan seorang guru yang memegang
sebuah produk mie dan di kepalanya bertengger seekor ayam. KPI menilai bahwa adegan
tersebut tidak layak ditayangkan. KPI mengimbau kepada seluruh lembaga penyiaran yang
masih dan/atau akan menayangkan iklan tersebut untuk segera melakukan perbaikan
dengan cara melakukan editing pada adegan sebagaimana dimaksud di atas. Sementara itu
dari pihak mie sedap sendiri awalnya hanya ingin membuat iklan tersebut terlihat menarik
(terutama dari segi humornya) tetapi ternayata malah sebaliknya, iklan tersebut menuai
kontroversi di kalangan masyarakat Indonesia.
Hal ini termasuk kedalam pelanggaran etika pemasaran yang dimana seharusnya dari
pihak mie sedap sendiri harus menyadari bahwa Guru yang semestinya memiliki wibawa
dan berjasa memberikan ilmu, di iklan tersebut malah ditampilkan dengan di atas kepalanya
bertengger seekor ayam. Selain itu, iklan tersebut menampilkan contoh sekolah yang
terkesan kotor dan tidak terjaga hingga hewan unggas seperti ayam bisa leluasa berada di
dalam kelas, padahal semestinya sekolah dan kelas haruslah bersih dan nyaman untuk
kelancaran proses belajar mengajar. Seharusnya iklan produk itu aman untuk disaksikan
oleh seluruh kalangan usia tak terkecuali anak-anak. Apalagi usia anak anak sangat rentan
untuk menirukan segala apa yang dilihatnya, bukan tidak mungkin dengan adanya iklan
seperti ini dapat mengubah cara pandang anak-anak sekolah bahwa sosok guru bukanlah
sosok yang patut dihormati atau sekolah kotor bukanlah masalah.
Iklan bernada humor seringkali sukses memikat konsumen, karena pada dasarnya
setiap orang suka dengan hal-hal yang lucu, Humor yang efektif memprovokasi pikiran
diantaranya materi ketidakcocokan (incongruity), yaitu tentang melawan logika,
penyimpangan dan akibat yang ekstrim. Hal inilah yang biasanya digunakan dalam
kampanye sebuah produk. Seperti kasus mie sedap ini. Dimana seharusnya mie sedap
memperhatikan Target pasarnya jika ingin membuat iklan seperti itu. Apa yang lucu dalam
kelompok atau situasi tertentu mungkin tidak lucu pada situasi lain. Sehingga jika terjadi
kesalahpahaman arti iklan seperti kasus ini bisa membuat penurunan persepsi citra produk
dan penolakan materi iklan dari segmen tertentu.
DAFTAR PUSTAKA

Botvinick, MM, Braver, TS, Barch, DM, Carter, CS & Cohen, J. D, 2001. Pemantauan konflik
dan kontrol kognitif. Psychological Review, 108, pp624–652.

Schiffman, LG dan Wisenblit, JL 2015. Perilaku Konsumen. Edisi Kesebelas. Boston:


Pendidikan Pearson
Leon G. Schiffman dan Leslie Lazar Kanuk, 2008, “Conumre Behaviour”: Jakarta,PT.Indeks
Internet

Anda mungkin juga menyukai