Anda di halaman 1dari 19

Pendidikan

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang CBR

Evaluasi Hasil Belajar merupakan salah satu komponen yang penting yang merupakan tugas
professional guru dalam pembelajaran adalah melaksanakan evaluasi pembelajaran. Istilah “evaluasi”
sengaja digunakan oleh penulis untuk membedakannya dengan istilah “penilaian”. Alasannya,
pembelajaran sebagai suatu sistem tidak hanya terdiri atas hasil belajar tatapi juga komponen-
komponen penting lainnya, seperti guru, strategi, dean media. Namun, bukan berarti di dalam buku ini
tidak digunakan istilah penilaian karena hal tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
evaluasi itu sendiri.

Sebagai bentuk akuntabilitas guru dalam melaksanakan pembelajaran, maka setiap guru dan tenaga
kependidikan lainya harus memahami konsep, prinsip, teknik, dan procedur evaluasi pembelajaran
sehingga hasil evaluasi pembelajaran sehingga hasil evaluasi dapat memberikan kepuasan bagi berbagai
pihak. Di lingkungan pendidikan formal, guru juga harus dapat menggunakan berbagai inovasi dalam
modelpenilaian yang diamanatkan oleh pemerintah melalui kurikulum berbasis kompetensi tahun 2004,
yaitu penilaian berbasis kelas dengan salah satu jenisnya adalah penilain portofolio.

Dalam tulisan ini, akan dipaparkan tentang ringkasan dan tanggapan penulis tentang isi buku Evaluasi
Hasil Belajar karya Prof. Dr. Suharsimi Arikunto.

Tujuan Critical Book CBR

Tujuan pembuatan critical book report ini adalah :

1. Memenuhi tugas wajib mata kuliah Evaluasi Hasil Belajar

2. Menanggapi atau mengkritisi isi buku Evaluasi Hasil Belajar

Manfaat Critical Book CBR

Manfaat pembuatan critical book report ini adalah :

1. Menambah wawasan pembaca tentang Evaluasi Hasil Belajar


2. Menambah pengetahuan penyusun dan pembaca tentang critical
book report

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Identitas Buku

Critical Book Report Dasar Dasar Evaluasi Pendidikan

Judul buku : DASAR-DASAR EVALUASI PENDIDIKAN

Penulis : Prof. Dr. Suharsimi Arikunto

Penerbit : Bumi Aksara

ISBN : 9786022172475

Tahun Terbit : 2012

Jumlah Halaman : 320 halaman

2.2. Ringkasan Isi Buku


BAB I : PENDAHULUAN

1. Pengertian Pengukuran, Penilaian dan Evaluasi

Menurut Prof. Dr. Suharsimi Arikunto dalam bukunya dasar-dasar evaluasi pendidikan, yang menyatakan
: kita tidak dapat mengadakan penilain sebelum kita mengadakan pengukuran.

§ Mengukur adalah membandingkan sesuatu dengan satu ukuran. Pengukuran bersifat kuantitatif.

§ Menilai adalah mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik dan buruk.
Penilaian bersifat kuantitatif.

§ Mengadakan Evaluasi meliputi kedua langkah diatas, yakni mengukur dan menilai

Jadi, dalam istilah asing pengukuran adalah Measurement, sedang penilaian adalah Evaluation. Dari kata
evaluation inilah diperoleh kata evaluasi yang berarti menilai (tetapi dilakukan dengan mengukur
terlebih dahulu). Jadi evaluasi adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya
sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam
mengambil keputusan, yang dimaksudkan untuk membantu para guru dalam pengambil keputusan
dalam usaha menjawab pertanyaan atau permasalahan yang ada. Fungsi utama evaluasi dalam hal ini
adalah menyediakan informasi-informasi yang berguna bagi pihak decision maker untuk menentukan
kebijakan yang akan diambil berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan.

2. Penilaian Pendidikan

Dalam pendidikan, ada awalnya pengertian evaluasi pendidikan selalu dikaitkan dengan prestasi belajar
siswa. Definisi yang pertama dikembangkan oleh Ralph Tyler (1950). Ahli ini mengatakan bahwa evaluasi
merupakan sebuah proses pengumpulan data untuk menentukan sejauh mana, dalam hal apa, dan
bagian mana tujuan tercapai. Jika belum, bagaimana yang belum dan apa sebabnya. Definisi ini
diperluaskan oleh dua ahli lain, yakni Cronbach dan Stufflebeam. Tambahan definisi tersebut adalah
bahwa proses evaluasi bukan sekedar mengukur sejauh mana tujuan tercapai, digunakan untuk
membuat keputusan.

3. Tujuan atau Fungsi Penilaian

Dengan diketahuinya makna dari penilaian, maka dapat dikatakan bahwa fungsi penilaian adalah
sebagai berikut:

a. Penilaian berfungsi selektif.

Dengan cara penilaian guru mempunyai cara untuk mengadakan seleksiatau penilaian terhadap
siswanya.
b.Penilaian berfungsi diagnostik.

Apabila alat yang digunakan dalam penilaian cukup memenuhi syarat, maka dengan melihat hasilnya
guru dapat mengetahui kelemahan siswa. Disamping itu akan diketahui pula sebab-sebab kelemahan
itu. Jadi dengan mengadakan penilaian guru sebanarnya melakukan diagnosis kepada siswanya.

c.Penilaian berfungsi sebagai penempatan

Setiap siswa sejak lahir telah membawa bakat sendiri-sendiri sehingga belajar akan lebih efektif jika di
sesuaikan dengan pembawaan yang ada. Untuk dapat menentukan dengan pasti kelompok mana yang
sesuai dengan kemampuan siswa, maka digunakan suatu penilaian.

d.Penilaian berfungsi sebagai pengukur keberhasilan.

Fungsi ini dimaksudkan untuk mengetahui suatu mana suatu program berhasil diterapkan kepada
siswa.Jadi dapat disimpulkan bahwa penilaian berfungsi sebagai alat ukur keberhasilan dalam proses
belajar.

BAB II : Subjek dan sasaran Evaluasi

1. Subjek Evaluasi

Dalam keterangan ini yang di maksud dengan subjek evaluasi adalah orang yang melakukan pekerjaan
evaluasi. Siapa yang dapat di sebut sebagai subjek evaluasi untuk setiap tes, di tentukan oleh suatu
aturan pembagian tugas atau ketentuan yang berlaku.

Ada pandangan lain yang mengatakan subjek evaluasi adalah siswa, yakni orang yang di evaluasi, dalam
hal ini yang di pandang sebagai objek evaluasi adalah mata pelajarannya. Pandangan lain mengatakan
siswa sebagai objek evaluasi dan guru sebagai subjek evaluasi.

2.Sasaran Evaluasi

Adapun sasaran evaluasi di sini mencakup beberapa sasaran penilaian untuk unsure-unsurnya, meliputi :
Input, Transformasi dan Out put.
a.In Put

Berkenaan dengan hal ini ada beberapa aspek yang harus di perhatikan untuk mencapai hasil yang di
inginkan, yaitu :

ØKemampuan

Jika sebuah institusi menginginkan out put yang berguna bagi nusa dan bangsa maka haruslah
memperhatikan atau memilah-milah kemampuan dari beberapa calon murid. Adapun tes yang di
gunakan adalah tes kemampuan.

ØKepribadian

Kepribadian adalah sesuatau yang terdapat pada diri manusia serta tampak bentuknya dalam tingkah
laku, sehingga seorang pendidik akan mengetahui satu-persatu calon peserta didiknya. Adapun alat yang
di pakai adalah tes kepribadian.

ØSikap

Sikap adalah bagian dari tingkah laku manusia yang menggambarkan kepribadian seseorang, akan tetapi
karena sikap ini sangat menonjol dalam pergaulan maka banyak orang yang ingin tahu lebih dalam
informasi khusus terkait dengannya. Adapun alat yang di pakai adalah tes sikap.

ØIntelegensi

Dalam hal ini para ahli seperti binet dan simon menciptakan tes buatan yang di kenal dengan tes binet-
simon yang dapat mengetahui IQ seseorang, karena IQ bukanlah intelegensi.

b.Transformasi

Di sini ada beberapa unsur yang dapat menjadi sasaran atau objek pendidikan demi di perolehnya hasil
pendidikan yang di harapkan, yaitu :

O Kurikulum/materi

O Metode dan cara penilaian

O Media

O Sistem administrasi

O Pendidik dan anggotahnya.

c.Out Put
Penilaian atas lulusan suatu sekolah di lakukan untuk mengetahui seberapa jauh tingkah pencapaian
atau prestasi belajar mereka selama mengikuti program tersebut dengan menggunakan tes pencapaian.

BAB III : PRINSIP DAN ALAT EVALUASI

1. Prinsip Evaluasi

Ada satu prinsip umum dan penting dalam kegiatan evaluasi, yaitu adanya triangulasi atau hubungan
erat tiga komponen, yaitu:

a.Hubungan antara tujuan dengan KBM

Kegiatan belajar-mengajar yang dirancang dalam bentuk rencana mengajar disusun oleh guru dengan
mengacu pada tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian, anak panah yang menunjukkan hubungan
antara keduanya mengarah pada tujuan dengan makna bahwa KBM mengacu pada tujuan, tetapi juga
mengarah dari tujuan ke KBM, menunjukkan langkah dari tujuan dilanjutkan pemikirannya ke KBM.

b.Hubungan antara tujuan dengan evaluasi

Evaluasi adalah kegiatan pengumpulan data untuk mengukur sejauh mana tujuan sudah tercapai.
Dengan makna demikian maka anak panah berasal dari evaluasi menuju ke tujuan. Di lain sisi, jika dilihat
dari langkah, dalam menyusun alat evaluasi ia mengacu pada tujuan yang sudah dirumuskan.

c.Hubungan antara KBM dengan evaluasi

Seperti yang sudah disebutkan dalam poin (a), KBM dirancang dan disusun dengan mengacu pada tujuan
yang telah dirumuskan. Telah disebutkan pula dalam poin (b) bahwa alat evaluasi juga disusun dengan
mengacu pada tujuan. Selain mengacu pada tujuan, evaluasi juga harus mengacu atau disesuaikan
dengan KBM yang dilaksanakan. Sebagai misal, jika kegiatan belajar-mengajar dilakukan oleh guru
dengan menitikberatkan pada keterampilan, evaluasinya juga harus mengukur tingkat keterampilan
siswa, bukannya aspek pengetahuan.

2.Alat Evaluasi

Secara garis besar, maka alat-alat evaluasi yang digunakan dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu
tes dan non tes. Dibawah ini akan dijelaskan secara rinci macam-macam tes dan non tes.

a.Teknik Non Tes

Ada beberapa teknik non-tes yaitu:

1) Skala Bertingkat
Skala menggambarkan suatu nilai yang berbentuk angka terhadap suatu hasil pertimbangan. Sebagai
contoh adalah skor yang diberikan oleh guru di sekolah untuk menggambarkan tingkat prestasi belajar
siswa.

2)Kuesioner

Kuesioner (questionaire) juga sering dikenal sebagai angket. Pada dasarnya, kuesioner adalah sebuah
daftar pertanyaan yang harus diisi oleh orang yang akan diukur.

b.Teknik Tes

Dibawah ini ada beberapa pendapat dari para ahli mengenai pengertian tes.

1.Dalam bukunya “Evaluasi Pendidikan”, Drs. Amin Daien Indrakusuma mengatakan bahwa tes adalah
suatu alat atau prosedur yang sistematis dan objektif untuk memperoleh data-data atau keterangan-
keterangan yang diinginkan tentang seseorang, dengan cara yang boleh dikatakan tepat dan cepat.

2.Dalam bukunya “ Teknik-teknik Evaluasi”, Mucthar Bukhori mengatakan tes ialah suatu percobaan
yang diadakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hasil-hasil pelajaran tertentu pada seorang murid
atau kelompok murid.

3. Dalam buku “Encyclopedia of Educational Evaluation”, diterangkan “Test is comprehensive


assessment of an individual or to an entire program evaluation effort” (tes adalah penilaian yang
kompherensif terhadap seorang individu atau keseluruhan usaha evaluasi program.

Dari beberapa kutipan dan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tes merupakan suatu alat
pengumpul informasi tetapi jika dibandingkan dengan alat-alat yang lain, tes ini bersifat lebih resmi
karena penuh dengan batasan-batasan

Ditinjau dari segi kegunaan untuk mengukur siswa, maka dibedakan atas adanya tiga macam tes, yaitu:

1.Tes diagnostic. Tes Diagnostik adalah tes yang digunakan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan
siswa sehingga berdasarkan kelemahan-kelemahan tersebut dapat dilakukan pemberian perlakuan yang
tepat.

1.Tes Formatif. Dari kata “form” yang merupakan dasar dari istilah “formatif”maka evaluasi formatif
dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana siswa telah terbentuk setelah mengikuti sesuatu program
tertentu. Dalam kedudukannya seperti ini tes formatif dapat juga dipandang sebagai tes diagnostik pada
akhir pelajaran. Evaluasi formatif mempunyai manfaat baik bagi siswa, guru, maupun bagi program itu
sendiri.

2. Tes Sumatif merupakan tes yang dilaksanakan setelah berakhirnya sekelompok program atau sebuah
program yang lebih besar.
BAB IV : MASALAH TES

1. Pengertian

Istilah tes berasal dari bahasa Prancis Kuno yaitu “testum” yang berarti piring untuk menyisihkan logam
mulia. Dalam bahasa Indonesia tes diterjemahkan sebagai ujian atau percobaan.

Menurut Arikunto (2010: 53), tes merupakan alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau
mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara dan aturan-aturan yang sudah ditentukan.

2.Ciri-Ciri Tes yang Baik

Suharsismi Arikunto (2008: 57-62) menyatakan bahwa suatu tes dapat dikatakan baik apabila memenuhi
lima syarat yaitu:

a. Validitas merupakan ketepatan, tes yang sebagai alat ukur dikatakan valid jika tes itu tepat pada hasil
belajar dan akan menghasilkan yang valid pula.

b. Reliabilitas, jika memberikan hasil yang tetap dari suatu tes, tidak terpengaruh oleh apapun.

c. Objektifitas berarti tidak ada unsur pribadi yang mempengaruhinya, tidak ada unsur subjektifitas yang
mempengaruhi tes tersebut.

d. Praktikabilitas, tes ini merupakan tes yang praktis, mudah dan tidak mengecoh. Mudah
pelaksanaannya, mudah diperiksa, dan dilengkapi dengan petunjuk sehingga dapat diberikan kepada
orang lain.

e. Ekonomis, bahwa pelaksanaan tes tidak membutuh biaya yang mahal dan tidak membuang waktu.

BAB V : VALIDITAS

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu
instrument. Suatu instrument yang valid atau sahih mempunyai validitas tinggi, sebaliknya, instrument
yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah.

(Suharsimi Arikunto 2006).

Macam -Macam Validitas

Menurut Suharsimi ada dua jenis validitas yaitu validitas logis dan validitas empiris. Sementara validitas
itu terbagi menjadi beberapa4 yaitu validitas isi, validitas konstrak, validitas “ada sekarang” dan validitas
predictive.
a. Validitas isi (content validity)

Yaitu pengujian terhadap isi yang terkandung dalam tes hasil belajar tersebut. Sebuah tes dikatakan
memiliki validitas isi apabila mengukur tujuan khusus tertentu yang sejajar dengan materi atau isi
pelajaran yang diberikan.Validitas isi merupakan validitas yang diperhitungkan melalui pengujian
terhadap isi alat ukur dengan analisis rasional. Pertanyaan yang dicari jawabannya dalam validasi ini
adalah “sejauh mana item-item dalam suatu alat ukur mencakup keseluruhan kawasan isi objek yang
hendak diukur oleh alat ukur yang bersangkutan?” atau berhubungan dengan representasi dari
keseluruhan kawasan.

Validitas isi dapat diusahakan tercapainya sejak saat penyusunan dengan cara merinci materi kurikulum
atau meteri buku pelajaran. Yaitu sejauh mana tes hasil belajar sebagai alat pengukur hasil belajar
peserta didik, isinya telah dapat mewakili secara representatif terhadap keseluruhan materi atau bahan
pelajaran yang harus diuji.

b. Validitas Konstruksi (Contruct validity)

Secara etimologis, kata kontruksi mengandung arti susunan, kerangka atau rekaan. Sebuah tes dikatakan
memiliki validitas kontruksi apabila butir- butir soal yang membangun tes tersebut mengukur setiap
aspek berfikir seperti yang disebutkan dalam Tujuan Instruksional Khusus.

Pengujian validitas konstrak merupakan proses yang terus berlanjut sejalan dengan perkembangan
konsep mengenai trait yang diukur. Hasil estimasi validitas konstrak tidak dinyatakan dalam bentuk
suatu koefisien validitas.

Dengan kata lain jika butir- butir soal mengukur aspek berfikir tersebut sudah sesuai dengan aspek
berfikir yang menjadi tujuan instruksional.

Sebagai contoh jika rumusan Tujuan Instruksional Khusus (TIK), “Siswa dapat mengenal tata cara
memandikan mayat”, maka butir soal pada tes merupakan perintah bagaimana cara memandikan mayat
dengan baik.

c. Pengujian Validitas Tes secara Empiris

Istilah “Validitas empiris” memuat kata “empiris” yang artinya “pengalaman” sebuah instrumen dapat
dikatakan memiliki validitas empiris apabila sudah diuji dari pengalaman. Yang dimaksud dengan
validitas empiris adalah ketepatan mengukur yang didasarkan pada hasil analisis yang bersifat empirik.
Sedangkan menurut Ebel bahwa Empirical Validity adalah validitas yang berkenaan dengan hubungan
antara skor dengan suatu kriteria. Kriteria tersebut adalah ukuran yang bebas dan langsung dengan apa
yang ingin diramalkan oleh pengukuran.

Jadi empirical validity adalah validitas yang berkenaan dengan hubungan antara skor dengan suatu
kriteria. Kriteria tersebut adalah ukuran yang bebas dan langsung dengan apa yang ingin diramalkan
oleh pengukuran. Bertitik tolak dari itu maka tes hasil belajar dapat dikatakan telah memiliki validitas
empirik apabila berdasarkan hasil analisis yang dilakukan terhadap data hasil pengamatan dilapangan,
terbukti bahwa tes hasil belajar itu dengan secara tepat telah dapat mengukur hasil belajar yang
seharusnya diungkap atau diukur lewat tes hasil belajar tersebut.

d. Validitas Ramalan (Predictive Validity)

Setiap kali kita menyebutkan istilah “ramalan” maka didalamnya akan terkandung pengertian mengenai
“sesuatu yang bakal terjadi masa yang akan datang “ atau sesuatu yang pada saat sekarang belum
terjadi dan baru akan terjadi pada waktu-waktu yang akan datang. Apabila istilah ramalan dikaitkan
dengan validitas tes maka yang dimaksut dengan validitas ramalan dari suatu tes adalah suatu kondisi
yang menunjukkan seberapa jauhkah sebuah tes telah dapat dengan secara tepat menunjukkan
kemampuannya untuk meramalkan apa yang bakal terjadi pada masa yang akan datang.

Jadi pada dasarnya tes yang dilakukan adalah dengan memberikan bentuk soal, item dan sarat yang
diberikan harus memiliki tujuan akhir yang akan ditempuh sehingga proses atau hasil yang dicapai dapat
diprediksi sebelumnya.

e. Validitas Bandingan (concurrent validity)

Tes sebagai alat pengukur dapat dikatakan telah memiliki validitas bandingan apabila tes tersebut dalam
kurun waktu yang sama dengan secara tepat telah mampu menunjukkan adanya hubungan yang searah
antara tes pertama dengan tes berikutnya. Menurut Suharsimi dalam hal ini tes dipasangkan dengan
hasil pengalaman. Pengalaman selalu mengenai hal yang telah lampau sehingga data pengalaman
tersebut sekarang sudah ada.

Validitas bandingan juga sering dikenal dengan istilah : validitas sama saat, validitas pengalaman atau
validitas ada sekarang. Dikatakan sama saat sebab validitas tes itu ditentukan atas dasar data hasil tes
yang pelaksanaannya dilakukan pada kurun waktu yang sama. Dikatakan validitas pengalaman sebab
validitas tes tersebut ditentukan atas dasar pengalaman yang telah diperoleh. Adapun dikatakan sebagai
validitas ada sekarang sebab setiap kali kita menyebut istilah pengalaman maka istilah itu akan selalu
kita kaitkan dengan hal-hal yang telah ada atau hal-hal yang telah terjadi pada waktu yang lalu, sehingga
data mengenai pengalaman masa yang lalu itu pada saat ini sudah ada di tanggan.

Jadi dalam rangka menguji validitas bandingan, data yang mencerminkan pengalaman yang diperoleh
masa yang lalu itu, kita bandingkan dengan data hasil tes yang diperoleh sekarang ini. Jika hasil tes yang
ada sekarang ini mempunyai hubungan searah dengan hasil tes berdasarkan pengalaman yang lalu,
maka tes yang memiliki karakteristik seperti itu dapat dikatakan telah memiliki validitas bandingan.

BAB VI : REALIBILITAS

1. Cara-Cara Mencari Besarnya Realibilitas.

Reliabilitas adalah ketetapan suatu tes apabila diteskan kepada subyek yang sama. Untuk mengetahui
ketetapan ini pada dasarnya dilihat kesejajaran hasil.
Kriterium yang digunakan untuk mengetahui ketetapan ada yang berada diluar tes (consistency
external) dan pada tes itu sendiri (consistency internal).

a. Metode bentuk Paralel (equivalen)

Tes parallel atau tes ekuivalen adalah dua buah tes yang mempunyai kesamaan tujuan, tingkat
kesukaran, dan susunan, tetapi butir-butir soalnya berbeda. Dalam istilah bahasa inggris disebut
alternate-forms method (parallel forms).

b. Metode tes ulang (test-retest method)

Metode tes ulang dilakukan orang untuk menghindari penyusunan dua seri tes. Dalam menggunakan
teknik atau metode ini pengetes hanya memiliki satu seri tes tetapi dicobakan dua kali. Oleh karena
tesnya hanya satu dan dicobakan dua kali, maka metode ini dapat disebut dengan single-test-double-
trial method. Kemudian hasil dari kedua tes tersebut dihitung korelasinya.

c. Metode belah dua atau split-half method

Kelemahan penggunaan metode dua tes dua kali percobaan dan satu tes dua kali percobaandiatasi
dengan metode ketiga ini yaitu metode belah dua. Dalam menggunakan metode ini pengetes hanya
menggunakan sebuah tes yang dicobakan satu kali. Oleh karena itu, disebut juga single-test-single-trial
method.

BAB VII : TAKSONOMI

Taksonomi Bloom

Menurut taksonomi Bloom ini tujuan pendidikan dibagi menjadi beberapa domain (ranah, kawasan),
dan setiap domain tersebut dibagi kembali ke dalam pembagian yang lebih rinci berdasarkan
hirarkhinya. Domain-domain tersebut antara lain:

a. Cognitive Domain (Ranah Kognitif), yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual,
seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir. Dalam ranah ini hirarkinya adalah
pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehension), aplikasi (application), analisis (analysis),
sintesis (synthesis), dan evaluasi (evaluation).

b. Affective Domain (Ranah Afektif) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan
emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri. Dalam ranah ini hirarkinya adalah
pandangan atau pendapat (opinion) dan sikap atau nilai (attitude, value)

c. Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek


keterampilan motorik seperti tulisan tangan, mengetik, berenang, dan mengoperasikan mesin. Ranah ini
tersusun atas keterampilan (skill) dan kemampuan ( abilities)
BAB VIII : TES STANDAR DAN TES BUATAN GURU

1. Pengertian Tes Standar

Tes adalah salah satu bentuk instrumen evaluasi untuk mengukur seberapa besar kemampuan siswa
dalam memahami dan menguasai pokok-pokok materi yang sudah diajarkan. Tes ada yang dibuat oleh
seorang guru yang kemudian disebut tes buatan guru dan ada tes yang sudah memenuhi standar suatu
satuan pendidikan maupun lembaga pendidikan yang kemudian disebut tes terstandar.

Tes kemampuan pada dasarnya terbagi menjadi dua macam, yaitu :

a. Aptitude test

b. Achievement tes

Perbedaan antara dua tes ini sebenearnya tidak tegas, soal – soal mengenai kedua tes tersebut sering
kali saling melingkupi ( overlap ). Untuk kedua macam tes ini biasanya menggunakan hitung – hitungan
dan perbendaharaan kata – kata dan sekelompok tes dari kedua macam tes ini biasanya juga menguji
tentang keterampilan membaca. Kesamaan yang lain adalah bahwa keduanya telah digunakan untuk
meramalkan hasil untuk yang masa akan dating, walaupun pada umumnya jika kita menggunakan tes
prestasi penilai melihat apa yang telah diperoleh setelah siswa ( tercoba ) itu diberi suatu pelajaran.

2. Tes Prestasi Standar

Di antara tes prestasi yang digunakan di sekolah ada yang dinamakan tes prestasi standar. Dalam salah
satu kamus, arti kata ”standar” adalah: “A degree of level of requirement, excellence, or attainment”.

Standar untuk siswa dapat dimaksudkan sebagai suatu tingkat kemampuan yang harus dimiliki bagi
suatu program tertentu. Mungkin standar bagi suatu kursus A berbeda dengan B. Jadi standar ini dapat
dibuat “keras” maupun “lunak” tergantung dari yang mempunyai kebijaksanaan.

Prosedur yang digunakan untuk menyusun tes standar untuk tes prestasi melalui cara langsung yang
ditumbuhkan dari tes yang digunakan di kelas. Sedangkan spesifikasi yang digunakan untuk menentukan
isi dalam tes bakat biasanya didasarkan atas analisis job (jabatan) atau analisis tugas yang merupakan
tuntutan calon pekerjaannya. Disamping itu juga mempertimbangkan sifat-sifat yang ada pada manusia.
Analisis jabatan analisis tugas yang dilakukan biasanya tidak tidak didasarkan atas satu kurikulum, tetapi
diambil dari masyarakat.

3. Perbandingan Antara Tes Standar dengan Tes Buatan Guru

Tes standar disusun dalam tipe-tipe soal yang sama yang meliputi bahan atau pengetahuan yang sama
banyak dengan bahan atau pengetahuan yang dicakup oleh tes buatan guru. Lalu apakah perbedaan
antara tes standar dengan tes buatan guru, atau apakah keburukan dan keuntungan tes standar?
BAB IX : TES TERTULIS UNTUK PRESTASI BELAJAR

1. Bentuk-Bentuk Tes

a. Tes subyektif. Secara umum soal subyektif adalah pertanyaan yang menuntut peserta didik menjawab
dalam bentuk menguraikan, menjelaskan, mendiskusikan, membandingkan, memberikan alasan, dan
bentuk lain yang sejenis sesuai dengan tuntutan pertanyaan dengan menggunakan kata-kata dan bahasa
sendiri. Jumlah soal-soal bentuk subyektif biasanya tidak banyak, hanya sekitar 5-10 buah soal dalam
waktu kurang lebih 90-120 menit. Soal-soal bentuk ini menuntut kemampuan peserta didik untuk dapat
mengorganisir, menginterpretasi, dan menghubungkan pengertian-pengertian yang telah dimiliki.

b. Tes objektif. Tes objektif adalah tes yang dalam pemeriksaannya dapat dilakukan secara objektif
(Arikunto, 1995 : 165). Karena sifatnya yang objektif maka penskorannya dapat dilakukan dengan
bantuan mesin. Soal ini tidak memberi peluang untuk memberikan penilaian yang bergradasi karena dia
hanya mengenal benar dan salah. Apabila respons siswa sesuai dengan jawaban yang dikehendaki maka
respons tersebut benar dan biasa diberi skor 1. Apabila kondisi yang terjadi sebaliknya, maka respons
siswa salah dan biasa diberi skor 0. Jawaban siswa bersifat mengarah kepada satu jawaban yang benar
(convergence).

2. Macam-Macam Tes Objektif

a. Bentuk Tes Benar Salah (True-False Test). Tes benar salah adalah bentuk tes yang mengajukan
beberapa pernyataan yang bernilai benar atau salah. Biasanya ada dua pilihan jawaban yaitu huruf B
yang berarti pernyataan tersebut benar dan S yang berarti pernyataan tersebut salah. Tugas peserta tes
adalah menentukan apakah pernyataan tersebut benar atau salah.

Cara Melakukan Penskoran Tes Benar Salah

§ Dengan Denda. Skor = Jumlah jawaban benar – Jumlah jawaban Salah

§ Tanpa Denda. Skor = Jumlah jawaban yang benar

b. Bentuk Pilihan Ganda (Multiple Choice Test). Tes pilihan ganda merupakan tes yang menggunakan
pengertian/ pernyataan yang belum lengkap dan untuk melengkapinya maka kita harus memilih satu
dari beberapa kemungkinan jawaban benar yang telah disiapkan.

c. Menjodohkan (Matching Test). Menjodohkan terdiri atas satu sisi pertanyaan dan satu sisi jawaban,
setiap pertanyaan mempunyai jawaban pada sisi sebelahnya. Siswa ditugaskan untuk memasangkan
atau mencocokkan, sehingga setiap pertanyaan mempunyai jawaban yang benar.

ü Cara Memberikan Skor: Penskoran pada tes menjodohkan tidak diberikan denda terhadap jawaban
yang salah. Skor = Jumlah jawaban benar
d. Tes Isian (Complementary Test). Tes isian terdiri dari kalimat yang dihilangkan (diberi titik-titik).
Bagian yang dihilangkan ini yang diisi oleh peserta tes merupakan pengertian yang diminta agar
pernyataan yang dibuat menjadi pernyataan yang benar.

Contoh:

(1) Yang merupakan nama asli dari Sultan Hamengkubuwono X adalah …..

(2) Para filsuf zaman modern menegaskan bahwa pengetahuan tidak berasal dari kitab suci atau ajaran
agama, tidak juga dari para penguasa, tetapi dari diri manusia sendiri. Namun tentang aspek mana yang
berperan ada beda pendapat. Aliran ……………….. beranggapan bahwa sumber pengetahuan adalah rasio:
kebenaran pasti berasal dari rasio (akal). Aliran ……………, sebaliknya, meyakini pengalamanlah sumber
pengetahuan itu, baik yang batin, maupun yang inderawi.

3. Pengukuran Ranah Afektif

Pengukuran ranah afktif tidak dapat diukur seperti halnya ranah kognitif, karena dalam ranah afektif
kemampuan yang diukur adalah, Menerima (memperhatikan), merespon, menghargai, mengorganisasi,
dan karakteristik suatu nilai.Sedangkan tujuan penilaian afektif adalah :

a. Untuk mendapatkan umpan balik (feedback) baik bagi guru maupun siswa sebagai dasar untuk
memperbaiki proses belajar mengajar dan mengadakan program perbaikan (remedial program) bagi
anak didiknya.

b. Untuk mengetahui tingkat perubahan tingkah laku anak didik yang dicapai antara lain diperlukan
sebagai bahan bagi : perbaikan tingkah laku anak didik, pemberian laporan kepada orang tua, dan
penentuan lulus tidaknya anak didik.

c. Untuk menempatkan anak didik dalam situasi belajar mengajar yang tepat, sesuai dengan tingkat
pencapaian dan kemampuan serta karakteristik anak didik.

d. Untuk mengenal latar belakang kegiatan belajar dan kelainan tingkah laku anak didik.

BAB X : MENGANALISISS HASIL TES

1. Menilai Tes yang Dibuat Sendiri

Guru yang sudah banyak berpengalaman, mengajar dan menyusun soal-soal tes, juga masih sukar
menyadari bahwa tesnya masih belum sempurna. Oleh karena itu cara yang paling baik adalah secara
jujur melihat hasil yang diperoleh oleh siswa.
Cara untuk menilai tes, yaitu:

Ø Meneliti secara jujur soal-soal yang sudah disusun, kadang-kadang dapat diperoleh jawaban tentang
ketidak jelasan perintah atau bahasa, taraf kesukaran, dan lain-lain keadaan soal tersebut. Pertanyaan-
pertanyaan tersebut antara lain:

Ø Mengadakan analisis soal (item analysis). Analisis soal adalah suatu prosedur Yang sistematis, yang
akan memberikan informasi-informasi yang sangat khusus terhadap butir tes yang kita susun. Faedah
mengadakan analisis soal:

2. Analisis Butir Soal(Item Analysis)

Analisis butir soal yang dalam bahasa inggris disebut item analiysis dilakukan terhadap
empirik.Maksudnya, analisis itu baru dapat dilakukan apabila suatu tes telah dilaksanakan dan hasil
jawaban terhadap butir-butir soal telah kita peroleh.

Untuk mengetahui kapan soal dikatakan baik, kurang baik, dan soal yang jelek sangat berhubungan
dengan analisis soal, yaitu taraf kesukaran, daya pembeda, dan pola jawaban soal.

a. Taraf Kesukaran

Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Soal yang terlalu mudah
tidak merangsang siswa untuk mempertinggi usaha memecahkannya. Sebaliknya soal yang terlalu sukar
akan menyebabkan siswa menjadi putus asa dan tidak mempunyai semangat untuk mencoba lagi karena
di luar jangkauannya.

Bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya sesuatu soal disebut indeks kesukaran. Besarnya
indeks kesukaran antara 0,00 sampai dengan 1,0. Soal yang indeks kesukaran 0,0 menunjukkan bahwa
soal itu terlalu sukar, sebaliknya indeks 1,0 menunjukkan bahwa soalnya terlalu mudah.

Didalam istilah evaluasi, indeks kesukaran diberi simbol P (proporsi). Rumus mencari P adalah : P = B JS

Dimana :

P = indeks kesukaran

B = Banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan betul

JS = jumlah seluruh siswa peserta tes

Menurut ketentuan yang sering diikuti, indeks kesukaran sering diklasifikasikan sebagai berikut :

Soal dengan P 1,00 sampai 0,30 adalah soal sukar

Soal dengan P 0,30 sampai 0,70 adalah soal sedang

Soal dengan P 0,70 sampai 1,00 adalah soal mudah


b. Daya Pembeda.

Daya pembeda soal adalah kemampuan sesuatu soal untuk membedakan antara siswa yang
berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah.

Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut indeks diskriminasi, indeks diskriminasi ini
sama dengan indeks kesukaran yaitu berkisar antara 0,00 sampai 1,00. Hanya bedanya, indeks
kesukaran tidak mengenal tanda negatif tetapi pada indeks diskriminasi ada tanda negatif.

Jika seluruh kelompok atas (pandai) dapat menjawab soal dengan benar, sedang seluruh kelompok
bawah (bodoh) menjawab salah, maka soal tersebut mempunyai diskriminasi paling besar, yaitu 1,00.
Sebaliknya jika semua kelompok atas menjawab salah, tetapi semua kelompok bawah menjawab betul,
maka nilai diskriminasinya adalah -1,00. Tetapi jika siswa kelompok atas dan siswa kelompok bawah
sama-sama menjawab benar atau sama-sama menjawab salah, maka soal tersebut mempunyai nilai
diskriminasi 0,00 karena tidak mempunyai daya pembeda sama sekali.

Rumus mencari nilai Diskriminasi adalah :

D = BA/JA – BB/JB = PA – PB

Dimana :

J = jumlah peserta tes

JA = banyaknya peserta kelompok atas

JB = banyaknya peserta kelompok bawah

BA = banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal itu dengan benar

BB BA/JA = banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal itu dengan benar.

PA = BB/JB = proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar ( P sebagai indeks kesukaran).

PB = proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar

c. Pola Jawaban Soal

Pola jawaban yang dimaksud adalah distribusi testee dalam hal menentukan pilihan jawaban pada soal
bentuk pilihan ganda. Pola jawaban soal diperoleh dengan menghitung banyaknya testee yang memilih
pilihan jawaban a, b, c, atau d atau yang tidak memilih pilihan manapun.

Dari pola jawaban soal dapat ditentukan apakah pengecoh (distractor) berfungsi sebagai pengecoh
dengan baik atau tidak. Pengecoh yang tidak dipilih sama sekali oleh testee berarti bahwa pengecoh itu
jelek, sebaliknya sebuah distraktor dapat dikatakan berfungsi dengan baik apabila distraktor tersebut
mempunyai daya tarik yang besar bagi pengikut – pengikut tes yang kurang memahami konsep atau
kurang menguasai bahan.
Dengan melihat pola jawaban soal, dapat diketahui :

a. Taraf kesukaran soal

b. Daya pembeda soal

c. Baik dan tidaknya distraktor

Kekurangan suatu soal mungkin hanya terletak pada rumusan kalimatnya sehingga hanya perlu ditulis
kembali, dengan perubahan seperlunya.

Tanggapan Terhadap Isi Buku

A. Kelebihan

Di dalam buku evaluasi pembelajaran ini mengenai kelebihan buku ini pembaca ingin berterima kasih
sebelumnya tentang buku ini karena dengan buku ini pembaca merasa menambah wawasan dan
pengetahuan. Kelebihan dalam buku ini yaitu dalam pembahasan mampu membuat pembaca merasa
paham dari subab yang telah dipaparkan selain itu dalam bahasa buku ini sangat sederhana sehingga
membuat pembaca merasa paham dalam isi buku evaluasi pembelajaran dan bahasa buku ini tidak baku
sekali dalam pemaparan isi buku sehingga pembaca tidak merasa kesulitan dalm membaca.

B. Kekurangan

Di dalam buku evaluasi pembelajaran ini mengenai kekurangan dalam penulisan dan pembahasan yaitu
dalam penulisan buku masih ada penulisan EYD yang kurang tepat sehingga pembaca merasa kurang
puas dalam buku ini, selanjutnya dalam pembahasan buku evaluasi ini masih ada kata yang masih
kurang berkenan dalam pembahasan sehingga pembaca merasakan beberapa subab yang masih
pembaca kurang pahami, selanjutnya dalam pemaparan yang menyangkut analisis kualitas tes itu masih
belum paham dalam subab tersebut dengan demikian penulis lebih rinci dalm pemaparan subab
tersebut.

BACA JUGA:

Kumpulan Critical Book Report

Kumpulan Critical Jurnal Review


Kumpulan Mini Riset

Kumpulan Makalah

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Kegiatan evaluasi merupakan kegiatan yang sangat penting dilakukan oleh guru selama proses
pembelajaran. Evaluasi dilakukan untuk mengetahui kemampuan siswa, selain untuk mengadakan
perbaikan. Oleh karena itu, kegiatan evaluasi hendaknya memperhatikan konsep dasar evaluasi yang
berguna untuk mencapai tujuan pembelajaran. Konsep dasar evaluasi yang harus dikuasai oleh pendidik
(guru) ataupun calon pendidik (calon guru) adalah pengertian dasar tentang evaluasi, tujuan evaluasi,
karakteristik evaluasi, teknik- teknik evaluasi, dan terakhir macam-macam alat evaluasi yang telah
diuraikan di atas. Tanpa mengetahui konsep dasar evaluasi seorang pendidik (guru) tidak akan dapat
menyusun suatu alat evaluasi. Untuk itu diperlukan pemahaman yang mendasar tentang konsep dasar
evaluasi.

Dari pembahasan diatas, maka menandakan bahwa evaluasi pembelajaran tidak hanya dapat dilakukan
oleh seorang guru sendirian, namun semua guru. Untuk itu, pemahaman tentang konsep dasar evaluasi
dan pembalajaran sangat diperlukan oleg guru demi tercapainya tujuan pembelajaran yang baik, efektif,
dan efisisien.

3.2. Saran

Setelah membaca dan memahami apa arti yang sebenarnya dari evaluasi hasil pembelajaran, maka
saya sebagai pembaca buku ini menyarankan bagi kita semua terkhusus kepada tenaga pengajar
ataupun pendidik agar lebih memahami dan mengerti bagaimana cara memberi penilaian terhadap hail
belajar seorang peserta didik.
Daftar Pustaka

Arifin Zaenal, “Evaluasi Pembelajaran” Bandung:PT Remaja Rosdakarya

Dimyati, Mudjiono.2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Sudjana, N. (2009). Penilaian Hasil Proses BelajarPenilaian Hasil Proses Belajar Mengajar.edisi 6,
Bandung: Remaja Rosdakarya.

Syah, M. (2006). Psikologi Belajar, edisi 5, Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Anda mungkin juga menyukai