Anda di halaman 1dari 18

TUGAS FISIOLOGI MANUSIA

TRANSPORT GAS DAN KONTROL RESPIRASI

OLEH:

BAIQ HENI FEBRIANA (E1A014003)

BAIQ NELY WIDYA A. (E1A014005)

PUTU DIAN AYUNINGTYAS (E1A014039)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MATARAM

2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas rahmat
dan karunia-Nya kami masih diberikan kesehatan dan kesempatan untuk menyelesaikan
makalah ini dengan judul Transport Gas dan Kontrol Respirasi. Makalah ini dibuat untuk
memenuhi tuntutan mata kuliah Fisiologi Manusia.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih ada kekurangan, oleh
sebab itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan
makalah ini. Semoga dengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi kami khususnya
dan umumnya bagi pembaca.

Mataram, Maret 2017

Penulis

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR.................................................................................................... i

DAFTAR ISI................................................................................................................... ii

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................................... 2
C. Tujuan......................................................................................................................... 2
BAB II. PEMBAHASAN
A. Transport Gas.............................................................................................................3
B. Transport Gas O2 dalam Darah..................................................................................3
C. Transport Gas CO2 dalam Darah................................................................................4
D. Kontrol Respirasi.......................................................................................................5

BAB III. PENUTUP

A. Kesimpulan................................................................................................................ 12

B. Saran........................................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagai makhluk hidup kita masih hidup sampai saat ini karena setiap saat kita

selalu bernafas menghirup udara. Makhluk hidup, di dunia ini, baik itu hewan maupun

manusia akan mati (wafat) jika sudah tidak dapat bernafas lagi. Penulis ingin mengetahui

lebih banyak tentang sistem pernapasan pada mamalia khususnya manusia.

Sistem pernapasan secara garis besarnya terdiri dari paru-paru dan susunan saluran

yang menghubungkan paru-paru dengan yang lainnya, yaitu hidung, tekak, pangkal

tenggorok, tenggorok, cabang tenggorok. Metabolisme normal dalam sel-sel makhluk

hidup memerlukan oksigen dan karbon dioksida sebagai sisa metabolisme yang harus

dikeluarkan dari tubuh. Pertukaran gas O2 dan CO2 dalam tubuh makhluk hidup di sebut

pernapasan atau respirasi. O2 dapat keluar masuk jaringan dengan cara difusi.

Pernapasan atau respirasi dapat dibedakan atas dua tahap. Tahap pemasukan

oksigen ke dalam dan mengeluarkan karbon dioksida keluar tubuh melalui organ-organ

pernapasan disebut respirasi eksternal. Pengangkutan gas-gas pernapasan dari organ

pernapasan ke jaringan tubuh atau sebaliknya dilakukan oleh sistem respirasi. Tahap

berikutnya adalah pertukaran O2 dari cairan tubuh (darah) dengan CO2 dari sel-sel dalam

jaringan, disebut respirasi internal.

Pada kondisi tertentu frekuensi respirasi dapat meningkat atau menurun. Medulla

oblongata dan pons mengatur frekuensi nafas. Pusat nafas tediri daerah berirama medulla

(medulla rithmicity) dan pons. Daerah berirama medulla terdiri dari area inspirasi dan

ekspirasi. Sedangkan pons terdiri dari pneumotaxic area dan apneustic area. Pneumotaxic

1
area menginhibisi sirkuit inspirasi dan meningkatkan iram respirasi. Sedangkan apneustic

area mengeksitasi sirkuit inspirasi.

Stimulasi neuron inspirasi menyebabkan osilasi pada sirkuit inspirasi selama 2” dan

inhibisi pada neuron ekspirasi kemudian terjadi kelelahan sehingga berhenti. Setelah

inhibisi hilang kemudian sirkuit ekspirasi berosilasi selama 3” dan terjadi inhibisi pada

sirkuit inspirasi. Setelah itu terjadi kelelahan dan berhenti dan terus menerus terjadi

sehingga tercipta pernafasan yang ritmis.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah proses transport gas pada sistem pernapasan?
2. Bagaimanakah proses kontrol respirasi yang terjadi pada sistem pernapasan?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui proses transport gas pada sistem pernapasan.
2. Untuk mengetahui proses kontrol respirasi yang terjadi pada sistem pernapasan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Transport Gas
Selama inspirasi, udara mengalir dari atmosfir ke alveoli. Selama ekspirasi
sebalikna udara yang masuk ke dalam alveoli mempunyai suhu dan kelembaban atmosfir.
Udara yang dihembuskan jenuh dengan uap air dan mempunyai suhu sama dengan tubuh.
Difusi yaitu proses dimana terjadi pertukaran O2 dan CO2 pada pertemuan udara dan
darah. Tempat difusi yang ideal yaitu di membran alveolar-kapilar karena permukaan luas
dan tipis. Pertukaran gas antara alveoli dan darah terjadi secara difusi. Tekanan parsial O2
dalam alveolus lebih tinggi dari pada dalam darah. Sebaliknya tekanan parsial pada CO 2
lebih tinggi pada darah dibanding alveolus. Perpindahan gas tergantung pada luas
permukaan dan ketebalan dinding alveolus.
B. Transport Gas O2 dalam Darah
O2 diangkut dalam darah dengan cara bergabung dengan Hb dan membentuk
Oksihemoglobin (HbO2) sebanyak (98,5%), dalam plasma sebagai O 2 terlarut (1,5%).
Molekul hemoglobin (Hb) merupakan protein yang ditemukan di sel darah merah dan
mampu berikatan secara bebas dengan O2. Setiap molekul Hb mampu membawa 4
molekul O2. Hemoglobin terdiri dari 4 rantai polipeptida yang masing-masing terdiri atas:
 4 molekul globin, setiap molekul berikatan dengan grup heme.
 Grup heme terdiri dari molekul besi, yang merupakan tempat berikatannya O2.
Oksihemoglobin merupakan hasil reaksi dari Hb + O2 = HbO2. Hemoglobin yang
melekat pada 4 molekul O2 bersifat jenuh (tidak mampu lagi mengikat O2). Hemoglobin
yang jenuh relatif tidak stabil dan mudah melepas O 2 di daerah yang PO2nya rendah. Di
dalam kapiler paru-paru O2 yang dibawa akan berpindah menuju sel darah merah sehingga
O2 akan berikatan dengan hemoblogin (membentuk oksihemoglobin). Setelah itu,
hemoglobin akan kembali melepaskan O2 agar O2 dapat berpindah dari sel darah merah
menuju sel-sel pada jaringan perifer.

3
1. Kurva Disosiasi Hemoglobin-Oksigen
Kurva Disosiasi Oxygen-hemoglobin menunjukkan bahwa Hb hampir jenuh
sempurna ketika P02 mencapai 80 mm Hg atau lebih. Pada tekanan parsial yang lebih
rendah, Hb melepas Oksigen. Pergerakan kurva ke arah kiri disebabkan karena
peningkatan pH, penurunan CO2, atau penurunan suhu mengakibatkan naiknya
kemampuan Hb untuk mengikat O2.
Pergerakan kurva ke arah kanan disebabkab oleh penurunan pH, meningkatnya
CO2, atau naiknya suhu mengakibatkan penurunan kemampuan Hb untuk mengikat O2.
Terdapat zat 2.3-bisphosphoglycerate yang mampu meningkatkan kemampuan Hb
untuk melepas O2. Biasanya Fetal hemoglobin (Hb F) memiliki afinitas yang lebih
tinggi terhadap O2.

C. Transport Gas CO2 dalam Darah


Karbondioksida (CO2) ditransportasikan dalam bentuk ion bikarbonat (70%) yang
bergabung dengan protein darah (23%) dan plasma darah (7%). Hemoglobin yang telah
melepas oksigen (O2) mampu mengikat lebih banyak CO2 dibanding hemoglobin yang
berikatan dengan O2, hal ini disebut juga sebagai Haldane effect. Dalam jaringan kapiler,
CO2 bergabung dengan air di dalam sel darah merah untuk membentuk asam karbonat
yang selanjutnya memisahkan diri untuk membentuk ion bikarbonat dan ion hidrogen.
Selanjutnya, dalam kapiler paru-paru, ion bikarbonat dan hidrogen akan masuk
menuju sel darah merah dan ion Cl- akan dikeluarkan dari sel (Chloride Shift). Ion
bikarbonat bergabung dengan ion hidrogen membentuk asam karbonat. Asam karbonat
diubah menjadi CO2 dan air. CO2 akan berdifusi keluar dari sel darah merah. Kenaikan
plasma karbondioksida menurunkan pH darah. Sistem respirasi diatur oleh pH darah
dengan mengatur tingkatan plasma karbondioksida.

4
1. Haldane Effect
Hilang atau tidaknya CO2 pada Hb, secara langsung berhubungan dengan:
a. Tekanan Parsial CO2 (PCO2)
Pada area yang PCO2 nya tinggi, akan membentuk carbaminohemoglobin yang akan
membantu CO2 lepas dari jaringan.
b. Tekanan Parsial O2 (PO2 )
Pada area yang PO2 nya tinggi (seperti pada paru-paru), jumlah CO2 yang
ditransportasikan oleh Hb menurun. Hal ini membantu CO2 lepas dari darah.
c. Derajat Oksigenasi Hb
Deoxygenated Hb mampu membawa lebih banyak CO2 dibanding molekul Hb yang
mengikat O2. Ikatan O2 pada Hb menurunkan afinitas Hb terhadap CO2.
D. Kontrol Respirasi
Kontrol respiasi pada dasarnya dimaksudkan untuk menjaga keseimbangan kadar O2
dan CO2 dalam tubuh. Hal ini penting karena kekurangan O2 maupun kelebihan CO2
dalam darah atau cairan tubuh akan mengganggu proses fisiologis secara keseluruhan.
1. Pusat pernapasan di batang otak pada System Respirasi

5
Bernapas, seperti denyut jantung, harus berlangsung dalam pola siklik dan

kontinu agar proses kehidupan dapat terus berjalan. Otot-otot pernapasan harus secara

berirama berkontraksi dan berelaksasi agar udara dapat masuk dan keluar paru secara

bergantian. Kedua aktivitas tersebut berlangsung secara otomatis tanpa usaha sadar.

Akan tetapi, mekanisme yang mendasari dan kontrol terhadap kedua sistem ini sangat

berbeda. Otot pernapasan, karena merupakan otot rangka, memerlukan rangsangan

saraf agar berkontraksi. Pola ritmik bernapas diciptakan oleh aktivitas saraf siklis ke

otot-otot pernapasan.

Aktivitas pemacu yang menciptakan ritmisis bernapas terletak di pusat kontrol

pernapasan di otak, bukan di paru atau otot pernapasan itu sendiri. Persarafan ke

sistem pernapasan merupakan kebutuhan mutlak untuk mempertahankan pernapasan

dan untuk secara refleks menyesuaikan tingkat ventilasi untuk memenuhi kebutuhan

penyerapan O2 dan pengeluaran CO2 yang terus berubah-ubah..

Kontrol saraf atas pernapasan melibatkan tiga komponen terpisah:

a. Faktor-faktor yang bertanggung jawab untuk menghasilkan irama inspirasi/ekspirasi

berganti-ganti.

b. Fktor-faktor yang mengatur kekuatan ventilasi (yaitu, kecepatan dan kedalaman

bernapas) agar sesuai dengan kebutuhan tubuh.

c. Faktor-faktor memodifikasi aktivitas pernapasan untuk memenuhi tujuan lain.

Pusat kontrol pernapasan yang terletak di batang otak betangggung jawab untuk

menghasilkan pola bernapas yang berirama. Pusat kontrol pernapasan primer, pusat

pernapasan medulla (medullary respiratory center), terdiri dari beberapa agregat

badan sel saraf di dalam medulla yang menghasilkan keluaran ke otot pernapasan.

Selain itu, terdapat dua pusat pernapasan lain yang lebih tinggi di batang otak di

pons-pusat apnustik dan pusat pneumotaksik. Pusat-pusat di pons ini

mempengaruhi keluaran dari pusat pernapasan medulla.

6
Neuron Inspirasi dan Ekspirasi di Pusat Medula dalam keadaan tenang, kita

bernapas secara berirama karena kontraksi dan relaksasi berganti-ganti otot-otot

pernapasan, yaitu diafragma dan otot anatariga eksternal, yang masing-masing

dipersarafi oleh saraf frenikus dan saraf interkortalis. Badan sel dari serat-serat saraf

yang membentuk saraf-saraf tersebut terletak di korda spinalis. Impuls yang berasal

dari puasat medula berakhir di badan sel neuron motoric ini. Pada saat diaktifkan,

neuron-neuronmotorik ini kemudian merangsang otot-otot pernapasan, sehingga

terjadi inspirasi; sewaktu neuron-neuron ini tidak aktif , otot-otott inspirasi melemas

dan terjadi ekspirasi.

Pusat pernapasan medulla terdiri dari dua kelompok neuron yang dikenal

sebagai kelompok pernapasan ventral dan kelompok respirasi dorsal (dorsal

respiratory group, DRG) terutama terdiri dari neuron inspirasi yang serat-serat

densendensnya berakhir di neuron motoric yang memepersarafi otot-otot inspirasi.

Pada saat neuron-neuron inspirasi DRG membentuk potensial aksi, terjadi

inspirasi; ketika mereka berhenti melepaskan muatan, terjadi ekspirasi. Ekspirasi

berakhir pada saat neuron-neuron inspirasi kembali mencapai ambang dan melepaskan

muatan. Dengan demikian, DRG pada umumnya dianggap sebagai penentu irama

adasar ventilasi. Namun, kecepatan neuron inspirasi membentuk potensial aksi

dipengaruhi oleh masukan sinaptik dari daerah-daerah lain di otak dan dari bagian

tubuh lainnya. Dengan demikian sifat on-off siklus pernafasan kompleks karena

interaksi DRG dengan daerah-daerah lain tersebut.

DRG memiliki interkoneksi penting dengan kelompok respirasi ventral. VRG

terdiri dari neuron inspirasi dan neuron ekpirasi, yang keduanya tetap inaktif selama

bernafas tenang. Daerah ini diaktifkan oleh DRG sebagai mekanisme “overdrive”

(penambah kecepatan) selama periode pada saat kebutuhan akan ventilasi meningkat.
7
VRG terutama penting pada ekpirasi aktif. Selama bernafas tenang tidak ada impuls

yang dihasilkan di jalur-jalur desendens dari neuron ekpirasi. Hanya selama ekpirasi

aktif neuron-neuron ekpirasi merangsang neuron motorik yang mempersarafi otot

ekpirasi (otot abdomen dan antar iga internal.) Selain itu, neuron inspirasi VRG,

apabila dirangsang oleh DRG, memacu aktivitas inspirasi saat kebutuhan akan

ventilasi meningkat.

Pengaruh Pusat Pneumatik dan Apnustik pusat-pusat di pons menghasilkan

pengaruh “Fine Tuning” pada pusat medulla untuk membantu “mematikan” neuron

inspirasi, sehingga durasi inpirasi dibatasi. Sebaliknya, pusat apnustik mencegah

neuron inpirasi dari proses “Switch Off”, sehingga menambah dorongan inspirasi.

Pada sistem check-and balance ini pusat pneumotaksik lebih dominan daripada

apnustik, membantu inspirasi berhenti dan memungkinkan ekpirasi berlangsung

normal.

2. Pengatur Ventilasi pada Sistem Respirasi.


Seberapapun banyaknya O2 yang diekstraksi dari darah atau CO2 yang

ditambahkan ke dalamnya di tingkat jaringan, PO2 dan PCO2 darah arteri sistemik yang

meninggalkan paru tetap konstan, yang menunjukkan bahwa kandungan gas darah

arteri diatur secara ketat. Gas gas darah arteri dipertahankan dalam rentang normal

secara ekslusif dengan megubah-ubah kekuatan ventilasi untuk memenuhi kebutuhan

tubuh akan penyerapan O2 dan pengeluaran CO2. Jika lebih banyak O2 yang

diekstrasikan dari alveolus dan lebih banyak CO2 yang masuk ke darah karena jaringan

lebih aktif melakukan metabolisme, ventilasi akan meningkat untuk menyerap lebih

banyak O2 segara dan mengeluarkan lebih banyak CO2.

Pusat pernafasan medulla menerima masukan yang memberi informasi mengenai

kebutuhan tubuh akan pertukaran gas. Kemudian pusat ini berespon dengan mengirim

8
sinyal-sinyal yang sesuai neuron motorik yang mempersarafi otot-otot pernafasan

untuk menyesuaikan kecepatan dan kedalaman ventilasi untuk memenuhi kebutuhan-

kebutuhan tersebut. Dua sinyal yang paling jelas untuk meningkatkan ventilasi adalah

penurunan PO2 anteri dan peningkatan PO2 arteri. Secara intuitif, anda akan menduga

bahwa apabila kadar O2 dalam darahateri turun atau jika terjadi aku mulasi CO 2

ventrkel akan di rangsang untuk memperoleh lebih banyak O2 atau mengelimanasi

kelebihan CO2.

Peran penurunan PO2 ateri dalam mengatur ventilasi PO2 di pantau oleh

kemoreseptor perifer yang di kenal sebagai badan karotis dan badan aorta, yang

masing-masing terletak di biforkasio (percabangan) ateri karotis komuniti dan arkus

(lengkung) aorta. Kemoreseptor perifer tidak peka terhadap penurunan biasa Po 2

arteri. Po2 ateri harus turun di bawah mmHg (reduksi >40%) sebelum kemoreseptor

perifer berespon dengan mengirim impuls aferen ke neuron inspirasi medulla secara

reflek meningkatkan ventilasi.

Peran peningkatan PCO2 arteri dalam mengatur ventilasi berbeda dengan PO2

arteri, yang tidak berperan dalam pengaturan pernapasan secara terus menerus (menit-

ke-menit), PCO2 arteri merupakan masukan terpenting yang mengatur besarnya

ventilasi pada keadaan istirahat. Peran ini sesuai, kerena perubahan ventilasi alveolus

menimbulkan efek yang segera dan mencolok pada P CO2 arteri, sementara perubahan

pentilasi kurang memberi efek pada % saturasi Hb dan ketersediaan O 2 kejaringan

sampai PO2 turun lebih dari 40 %. Bahkan perubahan ringan PCO2 arteri akan

menginduksi efek refleks yang bermakna pada ventilasi. peningkatan PCO2 arteri secara

refleks merangsang pusat pernapasan, yang menyebabkan peningkatan ventilasi yang

mendorong eliminasi kelebihan CO2 ke atmosfer. Sebaiknya, penurunan PCO2 secara

refleks menurunkan dorongan untuk bernapas. Ventilasi yang menurun selanjutnya

9
menyebabkan CO2 yang di produksi melalui metabolisme terakumulasi, sehingga PCO2

kembali ketingkat normal.

Yang lebih penting dalam kaitan antara perubahan PCO2 arteri dan penyesuaian-

penyesuaian kompensantorik ventilasi adalah kemoreseptor sentral, yang terletak di

medula di dekat pusat pernapasan. Namun, kemoreseptor sentral ini tidak memantau

CO2 itu sendiri: kemoreseptor ini peka terhadap konsentrasi H+ yang di induksi oleh

CO2 dalam cairan ekstrasel (CES) otak yang membasahinya.

Perpindahan sebagai zat menembus kapiler otak di batasi oleh sawar darah –

otak. Karena sawar ini mudah di lewati oleh CO 2, setiap peningkatan PCO2 akan

meningkatkan peningkatan serupa PCO2 CES otak karena CO2 berdifusi mengikuti

penurunan gradient tekanan dari pembuluh darah otak ke CES otak. Peningkatan

PCO2 di CES otak menyebabkan peningkatan konsentrasi H+ sesuai hukum aksi

massa yang berlaku yang bereaksi :Co2+H2O…. H2CO3….H+ + HCO3. Peningkatan

konsentrasi H+ di CES otak secara langsung merangsang kemoreseptor sentral, yang

pada gilirannya meningkatkan ventilasi dengan merangsang pusat pernapasan melalui

hubungan sinaps.

Setelah kelebihan CO2 kemudian di kurangi, PCO2 atreri dan Pco2 serta

konsentrasi H+ CES otak kembali normal. Sebaiknya, penurunan PCO 2 arteri di

bawah normal akan di ikuti oleh penurunan PCO2 dan H+ di CES otak, menyebabkan

penurunan pentilais melalui jalur yang di perantarai oleh kemoreseptor sentral. Setelah

CO2 yang di hasilkan oleh metabolimse di biarkan terakumulasi, PCO 2 arteri serta

PCO2 dan H+ CES otak kembali pulih kembali normal.

Tidak seperti CO2, H+ tidak mudah menembus sewar darah otak, sehingga H+

yang terdapat di plasma tidak mencapai kemoreseptor. Dengan demikian,

kemoreseptor sentral hanya peka terhadap H+ yang di hasilkan kedalam CES otak itu

10
sendiri akibat masuknya CO2. Dengan demikian, mekanisme utama yang mengontrol

ventilasi pada keadaan istirahat secara khusus di tujukan untuk mengatur konsentrasi

H+ CES otak, yang pada gilirannya merupakan pencerminan langsung PCO2 arteri.

Selama hipoventilasi berkepanjangan yang di sebabkan oleh jenis-jenis penyakit

paru kronik, terjadi peningkatan PCO2 bersamaan pada penurunan mencolok PO2.

Pada sebagian besar kasus, PCO2 yang meningkat (bekerja melalui kemoreseptor

sentral) dan PO2 yang menurung (bekerja melalui kemoreseptor perifer) bersifat

sinergistik; yaitu, efek estimulatorik gabungan pada pernapasan daru kedua factor

tersebut bersama lebih besar dari pada jumlah pengaruh independen mereka.

11
BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan

Transport oksigen di dalam kapiler paru-paru O2 yang dibawa akan berpindah


menuju sel darah merah sehingga O2 akan berikatan dengan hemoblogin (membentuk
oksihemoglobin). Setelah itu, hemoglobin akan kembali melepaskan O2 agar O2 dapat
berpindah dari sel darah merah menuju sel-sel pada jaringan perifer. Pergerakan kurva
disosiasi hemoglobin-oksigen ke arah kiri disebabkan karena peningkatan pH,
penurunan CO2, atau penurunan suhu mengakibatkan naiknya kemampuan Hb untuk
mengikat O2. Pergerakan kurva ke arah kanan disebabkab oleh penurunan pH,
meningkatnya CO2, atau naiknya suhu mengakibatkan penurunan kemampuan Hb
untuk mengikat O2.
Karbondioksida (CO2) ditransportasikan dalam bentuk ion bikarbonat (70%)
yang bergabung dengan protein darah (23%) dan plasma darah (7%). Dalam jaringan
kapiler, CO2 bergabung dengan air di dalam sel darah merah untuk membentuk asam
karbonat yang selanjutnya memisahkan diri untuk membentuk ion bikarbonat dan ion
hidrogen. Dalam kapiler paru-paru, ion bikarbonat dan hidrogen akan masuk menuju
sel darah merah dan ion Cl- akan dikeluarkan dari sel. Ion bikarbonat bergabung
dengan ion hidrogen membentuk asam karbonat. Asam karbonat diubah menjadi CO 2
dan air. CO2 akan berdifusi keluar dari sel darah merah.
Aktivitas pemacu yang menciptakan ritmisis bernapas terletak di pusat kontrol

pernapasan di otak, bukan di paru atau otot pernapasan itu sendiri. Pusat kontrol

pernapasan yang terletak di batang otak betangggung jawab untuk menghasilkan pola

bernapas yang berirama. Pusat kontrol pernapasan primer, pusat pernapasan

medulla (medullary respiratory center), terdiri dari beberapa agregat badan sel saraf

12
di dalam medulla yang menghasilkan keluaran ke otot pernapasan. Selain itu, terdapat

dua pusat pernapasan lain yang lebih tinggi di batang otak di pons-pusat apnustik dan

pusat pneumotaksik. Pusat-pusat di pons ini mempengaruhi keluaran dari pusat

pernapasan medulla.

Pusat pernapasan medulla terdiri dari dua kelompok neuron yang dikenal sebagai

kelompok pernapasan ventral dan kelompok respirasi dorsal (dorsal respiratory group,

DRG). Pada saat neuron-neuron inspirasi DRG membentuk potensial aksi, terjadi

inspirasi; ketika mereka berhenti melepaskan muatan, terjadi ekspirasi. VRG terutama

penting pada ekpirasi aktif. neuron inspirasi VRG, apabila dirangsang oleh DRG,

memacu aktivitas inspirasi saat kebutuhan akan ventilasi meningkat.

Gas gas darah arteri dipertahankan dalam rentang normal secara ekslusif dengan

megubah-ubah kekuatan ventilasi untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan penyerapan

O2 dan pengeluaran CO2. Jika lebih banyak O2 yang diekstrasikan dari alveolus dan

lebih banyak CO2 yang masuk ke darah karena jaringan lebih aktif melakukan

metabolisme, ventilasi akan meningkat untuk menyerap lebih banyak O2 segara dan

mengeluarkan lebih banyak CO2.

Peran penurunan PO2 ateri dalam mengatur ventilasi PO2 di pantau oleh

kemoreseptor perifer yang di kenal sebagai badan karotis dan badan aorta.

Perubahan PCO2 arteri dan penyesuaian-penyesuaian kompensantorik ventilasi adalah

kemoreseptor sentral, yang terletak di medula di dekat pusat pernapasan.

2. Saran
Semoga makalah ini bermanfaat. Makalah ini tentunya tidak lepas dari kesalahan,
baik dari segi penulisan dan isi. Untuk itu kami mohon kritik dan saran.

13
14
DAFTAR PUSTAKA

http://dokumen.tips/documents/transportasi-gas-pernafasan.html

http://fenitiyardianhusada.blogspot.co.id/p/kontrol-pernafasan-dian-husada.html

http://fenitiyardianhusada.blogspot.co.id/p/transport-gas-pernafasan-dian-husada.html

https://www.academia.edu/29063515/MAKALAH_KONTROL_PERNAFASAN

Sherwood, Lauralee, 2001, Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai