TUJUAN PEMBELAJARAN
ISTILAH POKOK
PERSPEKTIF
Sumber: finansial.bisnis.com/read/20190416/90/912526/bank-dki-ubah-struktur-organisasi#
Desain dan Struktur Organisasi | 63
beberapa tugas yang sifatnya kontinyu. Pertanyaan selanjutnya yang harus dipertimbangkan
oleh manajer adalah kebutuhan aktivitas lain apakah yang sifatnya unik terhadap perusahaan
ini. Misalnya, perlukah perusahaan menjalankan aktivitas perakitan produk, pengiriman
barang, dan lainnya. Sebagai ilustrasi, Mc Donalds mengembangkan unit delivery service seiring
dengan meningkatnya frekuensi pembelian dengan sistem pesan dari pelanggannya.
3. Mengklasifikasikan dan Mengelompokkan Berbagai Aktivitas dalam Perusahaan
Setelah berbagai aktivitas teridentifikasi, selanjutnya manajer bertugas mengelompokkan
semua aktivitas tersebut dalam satu unit pengelolaan. Pengelompokan aktivitas-aktivitas
tersebut berprinsip pada kesamaan/kemiripan antar aktivitas. Misalnya aktivitas-aktivitas
seperti perakitan, pengecatan, pengepakan, dan sebagainya, tergabung dalam satu kelompok
kerja produksi. Kemudian aktivitas-aktivitas seperti penetapan harga, penjualan, periklanan
tergabung dalam satu kelompok kerja pemasaran. Ada 3 proses yang dilakukan manajer dalam
pengelompokan aktivitas ini:
a. Mengkaji ulang setiap kegiatan-kegiatan untuk menentukan jenisnya (pemasaran,
produksi, keuangan, atau personalia)
b. Mengelompokkan kegiatan-kegiatan yang sama jenisnya ke dalam satu bidang tertentu
c. Membangun departemen-departemen berdasarkan pengelompokan kegiatan-kegiatan
tersebut untuk membentuk struktur organisasi.
Pembentukan departemen-departemen melalui pengelompokan kegiatan-kegiatan disebut
departementalisasi. Di bawa ini terdapat 4 macam tipe departementalisasi:
a. Departementalisasi Fungsional (Functional Departmentalization).
Departementalisasi fungsional yaitu pengelompokan aktivitas-aktivitas yang memiliki
kesamaan fungsi, misalnya produksi, pemasaran, keuangan, personalia, dan
sebagainya. Pendekatan semacam ini merupakan pendekatan yang paling umum
dalam pembentukan struktur organisasi. Misalnya pembentukan Departemen
Pemasaran, Keuangan dan Sumberdaya Manusia.
b. Departementalisasi Geografis (Geographical Departementalization).
Departementalisasi geografis yaitu pengelompokan aktivitas dan tanggung jawab
dalam suatu departemen berdasarkan letak geografis, misalnya pembentukan divisi
Jawa Tengah dan DIY, divisi Jawa Barat, divisi Jabotabek, dan sebagainya.
c. Departementalisasi Produk (Product Departmentalization).
Departementalisasi produk yaitu pengelompokan aktivitas-aktivitas yang berkaitan
dengan penciptaan, produksi, dan pemasaran suatu produk tertentu, ke dalam suatu
departemen tertentu. Departementalisasi semacam ini dibutuhkan apabila perusahaan
memproduksi berbagai macam produk yang berbeda, yang masing-masing produk
tersebut membutuhkan proses produksi, pemasaran, pendistribusian yang berbeda.
Misalnya, divisi Hardware, divisi Software, divisi Sistem Informasi, dan lainnya.
d. Departementalisasi Konsumen (Customer Departmentalization).
Departementalisasi konsumen yaitu pengelompokan aktivitas-aktivitas dan sumber
daya dalam suatu departemen berdasarkan kesamaan kebutuhan konsumen tertentu.
Seringkali perusahaan memiliki lebih dari satu kelompok konsumen yang memiliki
kebutuhan dan cara penanganan yang berbeda. Contohnya di Indonesia: Matahari
Department Store memiliki unit kerja berdasarkan kelompok konsumen seperti anak-
anak, wanita, pria, dan lainnya.
Desain dan Struktur Organisasi | 65
digambarkan sebagai hak sah yang dimiliki individu dalam organisasi untuk memberikan
perintah kepada pihak lain. Ada beberapa tipe wewenang:
a. Wewenang Lini. Wewenang lini adalah wewenang pengawasan langsung antara
atasan dan bawahan. Contohnya adalah wewenang yang dimiliki manajer pemasaran
untuk memberi tugas kepada staf penjualan karena penjualan merupakan bagian dari
departemen pemasaran.
b. Wewenang Staf. Wewenang staf adalah wewenang untuk mendukung operasi
perusahaan dalam bentuk pemberian saran. Wewenang ini hanya terbatas pada hak
untuk memberikan bantuan dan pengarahan, tetapi tidak pada hak untuk melakukan
perintah langsung kepada pihak-pihak lain, seperti halnya pada wewenang lini.
Wewenang ini dipegang oleh bagian Litbang dan bagian Hukum.
c. Wewenang Fungsional. Wewenang fungsional adalah wewenang untuk mengambil
keputusan mengenai aktivitas tertentu yang dilakukan oleh individu-individu dari
departemen lain. Biasanya staf departemen memiliki wewenang fungsional di samping
wewenang staf, misalnya manajer personalia mempunyai wewenang fungsional
terhadap staf kredit, promosi dan staf fungsional lainnya.
2. Kesatuan Perintah (Unity of Command)
Prinsip kesatuan perintah ini adalah persyaratan bahwa setiap orang dalam satu organisasi
hanya menerima perintah, bertanggung jawab, dan melapor kepada satu orang. Konsep ini
bertujuan untuk meniadakan adanya 2 (dua) perintah yang saling bertentangan sehingga
berakibat pada kerancuan tugas yang harus dilaksanakan seorang individu dalam organisasi
yang akan memberikan dampak negatif terhadap kinerja perusahaan.
3. Kekuasaan (Power)
Kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi dalam suatu organisasi. Kepemilikan
kekuasaan akan meningkatkan efektifitas manajer karena dengan memiliki kekuasaan, seorang
manajer akan mampu mempengaruhi orang lain serta melebihi kewenangan formalnya.
Wewenang pada prinsipnya bersifat posisional, sedangkan kekuasaan bersifat personal. Ada 3
sumber kekuasaan:
a. Kekuasaan Posisi (Legitimate or Position Power). Kekuasaan ini ada karena posisi
yang dipegang manajer ditambah dengan wewenang sah yang dimilikinya. Semakin
tinggi posisi manajerial seseorang dalam perusahaan maka semakin tinggi pula
kekuasaan yang dipandang oleh bawahannya. Kekuasaan semacam ini sering dikaitkan
dengan kekuasaan untuk memberi imbalan atau hukuman.
b. Kekuasaan Penghargaan (Reward Power). Kekuasaan ini berdasarkan pada
kemampuan seseorang memberikan pengalaman menyenangkan kepada pihak lain,
misalnya hadiah, bonus, posisi kepada pihak lain. Kekuasaan ini bisa saja melekat pada
posisi yang dimiliki seseorang (position power).
c. Kekuasaan Hukuman (Coercive Power). Sebaliknya kekuasaan ini berdasarkan pada
kemampuan seseorang memberikan pengalaman tidak menyenangkan, misalnya
menurunkan jabatan, memberikan pinalti, atau memberikan penilaian buruk. Dalam
praktiknya, kekuasaan ini juga melekat pada posisi yang dimiliki si pemilik kekuasaan.
d. Kekuasaan Referen (Referent Power). Kekuasaan ini berdasarkan pada kepribadian
atau kharisma yang dimiliki oleh seseorang dan bagaimana orang lain memandang
Desain dan Struktur Organisasi | 67
kharisma tersebut. Kekuasaan semacam ini dapat dipergunakan secara efektif oleh
manajer untuk memotivasi dan mengarahkan bawahan atau orang lain.
e. Kekuasaan Ahli (Expert Power). Seseorang yang memiliki pengetahuan dan keahlian
superior dalam suatu organisasi dipandang memiliki kekuasaan ahli. Mereka yang
mempunyai kekuasaan ini diharapkan dapat memberikan kontribusi keahliannya pada
organisasi secara optimal.
4. Delegasi
Delegasi adalah suatu konsep yang menggambarkan adanya transfer wewenang formal yang
arahnya ke bawah atau kepada bawahan. Pendelegasian wewenang biasanya melalui beberapa
urutan tahapan:
a. Penugasan pekerjaan. Tugas-tugas diidentifikasi oleh manajer untuk ditugaskan kepada
bawahan
b. Delegasi wewenang. Manajer mendelegasikan wewenang yang dirasa perlu untuk
menyelesaikan pekerjaan yang telah ditugaskan kepada bawahan.
c. Penerimaan tanggung jawab. Tanggung jawab merupakan suatu kewajiban untuk
melaksanakan pekerjaan yang telah ditugaskan dengan sebaik-baiknya. Tanggung jawab
tidak didelegasikan oleh atasan, tetapi bawahan akan merasa berkewajiban untuk
melaksanakan tugasnya pada saat tugas itu diterima untuk dilaksanakan.
d. Terciptanya pertanggungjawaban (accountability). Pertanggung jawaban adalah satu
bentuk yang menunjukkan kemampuan untuk bertanggung jawab kepada pihak tertentu
dengan berani menanggung kesalahan ataupun menerima pujian.
5. Rentang Kendali (Span of Control)
Rentang kendali menunjukkan jumlah bawahan yang diawasi dan dibimbing oleh seorang
manajer. Jumlah tersebut ditentukan oleh beberapa faktor, seperti sifat pekerjaan bawahan,
kemampuan manajer, kemampuan dan pelatihan bawahan itu sendiri, kesediaan manajer
untuk mendelegasikan wewenang dan filosofi perusahaan dalam pengambilan keputusan.
6. Sentralisasi vs Desentralisasi (Centralization vs. Decentralization)
Konsep ini menunjukkan filosofi perusahaan yang berfokus pada salah satu dari dua kemung-
kinan berikut:
a. Dikonsentrasikannya wewenang pada tangan satu atau beberapa orang, atau
b. wewenang tersebut didelegasikan dan disebarkan ke bawahan-bawahan dalam struktur
organisasi tersebut.
Konsep ini berkaitan dengan pertanyaan di tangan siapakah dan pada tingkatan apakah
pengambilan keputusan tentang suatu hal dilakukan.
jawab atas keputusan yang diambilnya. Tipe ini paling layak diterapkan pada organisasi kecil
yang memiliki keterbatasan lingkup dan volume operasi. Berikut adalah contoh bentuk
organisasi lini.
Omnimedia. Perusahaan ini bergerak dibidang media, portal informasi seputar gaya hidup yang
dikombinasikan dengan bisnis e-commerce.
menerapkan struktur staf dan lini sebagai pilihan yang lebih tepat. Pada kasus lain, organisasi
yang lebih berfokus pada produk-produk tertentu mungkin memilih struktur tim sementara
pada organisasi yang banyak menangani proyek- proyek khusus akan menerapkan struktur
matriks sebagai pilihannya. Masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangannya.
D. ORGANISASI INFORMAL
Terakhir, selain berbagai bentuk organisasi formal yang telah dibahas di atas, organisasi
informal adalah suatu jaringan hubungan personal dan sosial yang timbul secara spontan
ketika seseorang berinteraksi dengan orang lain dalam lingkungan pekerjaan. Organisasi
informal ini tidak direncanakan dan dirancang oleh manajemen, serta tidak pula ditunjukkan
dalam bagan organisasi. Salah satu contoh organisasi informal ini adalah arisan kantor.
Keanggotaan arisan tersebut sifatnya sukarela dan ditentukan oleh anggota lain dalam
kelompok tersebut.
Manajer tidak dapat mencegah adanya munculnya organisasi informal dalam perusahaan
sehingga manajer perlu untuk memahami dan bekerja sama dengan organisasi- organisasi
informal tersebut. Perlu dipahami organisasi informal memenuhi kebutuhan karyawan untuk
bersosialisasi selama hal ini tidak bertentangan dengan budaya organisasi, nilai-nilai dan
aturan yang berlaku di internal atau aturan lainnya. Sebaliknya, apabila organisasi-organisasi
informal ini dikelola dengan baik dan benar, maka organisasi-organisasi justru tersebut akan
membantu perusahaan dalam mencapai tujuan-tujuan perusahaan, meningkatkan dinamika
dalam perusahaan, mempertahankan kekompakan antar anggota, dan membantu penyebaran
informasi dengan cara non structural dan lebih fleksibel.