Anda di halaman 1dari 16

Tafsir Ahkam

TENTANG AYAT-AYAT WASIAT

Disusun Guna Memenuhi Tugas

Mata kuliah : Tafsir Ahkam

Dosen pembimbing : M. Arja Imroni, Dr, H

Disusun oleh:

Kelompok XIII

Hesti Yozevta Ardi : 082111073

Mutmainnah : 082111089

M. Saddam Naghfir : 082111087

KONSENTRASI ILMU FALAK

FAKULTAS SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG

2010

TAFSIR AHKAM AYAT-AYAT WASIAT


 Q.S al-Baqoroh : 180-182

          
          
             
              

“Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda)


maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, Berwasiat1 untuk ibu-bapak dan karib
kerabatnya secara ma'ruf2, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa. Maka
Barangsiapa yang mengubah wasiat itu, setelah ia mendengarnya, Maka Sesungguhnya
dosanya adalah bagi orang-orang yang mengubahnya. Sesungguhnya Allah Maha
mendengar lagi Maha mengetahui3. (akan tetapi) Barangsiapa khawatir terhadap orang
yang Berwasiat itu, Berlaku berat sebelah atau berbuat dosa, lalu ia mendamaikan4 antara
mereka, Maka tidaklah ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang”( Q.S Al-Baqoroh 180-182)

 Q.S al-Maidah : 106-108

         
            
         
              
           
        

1
Yakni washiyat wajibah yang harus dilakukan oleh seseorang yang harus daintara kerabatnya, ada
yang tidak dapat menerima pusaka. Lihat Prof. TM. Hasbi AS-Shiddqey, Tafsir Bayan Tafsir Penjelas al-
Quranul Karim jil I, (Semarang: Pustaka Rizki Putra 2002)hal 238

2
Ma'ruf ialah adil dan baik. wasiat itu tidak melebihi sepertiga dari seluruh harta orang yang akan
meninggal itu. Ayat ini dinasakhkan dengan ayat mewaris.
3
Ayat ini dihadapkan kepada washi (orang yang bertindak sebagai pengurus wasiat) dan saksi supaya
jangan mengubah wasiat dan kepada orang yang berwasiat dari antara kerabatnya jangan berwashiat untuk
orang lain dan memebiarkan keluarga sendiri dalam kepapaan. Wasiat ini untuk kerabat-kerabat yang tidak
dapat menerima pusaka lantaran suatu penghalang. Lihat Ibid TM. As-Siddqiey, hal 28

4
Mendamaikan ialah menyuruh orang yang Berwasiat Berlaku adil dalam Mewasiatkan sesuai dengan
batas-batas yang ditentukan syara'.
          
           
           
 

“Hai orang-orang yang beriman, apabila salah seorang kamu menghadapi kematian,
sedang Dia akan berwasiat, Maka hendaklah (wasiat itu) disaksikan oleh dua orang yang
adil di antara kamu, atau dua orang yang berlainan agama dengan kamu 5, jika kamu dalam
perjalanan dimuka bumi lalu kamu ditimpa bahaya kematian. kamu tahan kedua saksi itu
sesudah sembahyang (untuk bersumpah), lalu mereka keduanya bersumpah dengan nama
Allah, jika kamu ragu-ragu: "(Demi Allah) Kami tidak akan membeli dengan sumpah ini
harga yang sedikit (untuk kepentingan seseorang), walaupun Dia karib kerabat, dan tidak
(pula) Kami Menyembunyikan persaksian Allah; Sesungguhnya Kami kalau demikian
tentulah Termasuk orang-orang yang berdosa". Jika diketahui bahwa kedua (saksi itu)
membuat dosa6, Maka dua orang yang lain di antara ahli waris yang berhak yang lebih
dekat kepada orang yang meninggal (memajukan tuntutan) untuk menggantikannya, lalu
keduanya bersumpah dengan nama Allah: "Sesungguhnya persaksian Kami labih layak
diterima daripada persaksian kedua saksi itu, dan Kami tidak melanggar batas,
Sesungguhnya Kami kalau demikian tentulah Termasuk orang yang Menganiaya diri
sendiri".Itu lebih dekat untuk (menjadikan Para saksi) mengemukakan persaksiannya
menurut apa yang sebenarnya, dan (lebih dekat untuk menjadikan mereka) merasa takut
akan dikembalikan sumpahnya (kepada ahli waris) sesudah mereka bersumpah 7. dan
bertakwalah kepada Allah dan dengarkanlah (perintah-Nya). Allah tidak memberi petunjuk
kepada orang-orang yang fasik”. (Q.S. al-Maidah : 106-108)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

5
Ialah: mengambil orang lain yang tidak seagama dengan kamu sebagai saksi dibolehkan, bila tidak
ada orang Islam yang akan dijadikan saksi.
6
Maksudnya: melakukan kecurangan dalam persaksiannya, dan hal ini diketahui setelah ia melakukan
sumpah
7
Maksud sumpah itu dikembalikan, ialah saksi-saksi yang berlainan agama itu ditolak dengan
bersumpahnya saksi-saksi yang terdiri dari karib kerabat, atau berarti orang-orang yang bersumpah itu akan
mendapat Balasan di dunia dan akhirat, karena melakukan sumpah palsu.
Sebagai makhluk Allah kita pasti menemui maut atau kematian. Dan hal yang selalu
berhubungan dengan peristiwa kematian adalah harta peninggalan si mayat (orang yang
meninggal) baik dari sisi pembagian ataupun siapa saja yang berhak menerima. Hal ini tidak
jarang menimbulkan perselisihan antara orang-orang yang ditinggalkan (ahli waris). Banyak
fenomena pembagian harta waris diwarnai dengan perbedaan pendapat. Seperti ada ahli
waris yang berpendapat bahwa harta harus dibagikan kepada orang-orang sesuai permintaan
si mayat sebelum meningalnya, dan ada juga yang berpendapat harus meniti hukum islam
yaitu dalam hal ini faraidh (hukum waris), sehingga pembagian harta waris tersebut berujung
dengan perselisihan yang memanjang.

Ditengah-tengah permasalahan ini hadir sebuah ketetapan hukum yang ini sebagai
salah-satu solusi atas permasalahan diatas yaitu hukum wasiat. Yang mana wasiat ini harus
dilaksanakan sebelum harta waris dibagikan kepada ahli waris dengan ketetapan maksimal
1/3 dari harta yang ditinggalkan oleh si mayat. Wasiat memperbolehkan setiap orang untuk
memiliki permintaan atas harta yang ditinggalkan, dalam artian kepada siapa pemberian harta
diutamakan. Akan tetapi wasiat juga tidak meniadakan bagian bagi ahli waris yang tidak
menerima wasiat. Hal ini dikarenakan ketetapan harta yang boleh diwasiatkan sudah
ditetapkan oleh hukum agama.

Kehadiran sistem wasiat dalam hukum Islam sangat penting artinya sebagai
penangkal kericuan dalam keluarga. Karena ada di antara anggota keluarga yang tidak berhak
menerima harta peninggalan dengan jalan warisan. Dengan demikian wasiat dapat diartikan
sebagai hal peminimalisir atau bahkan penghapus fenomena yang sering terjadi dikalangan
masyarajkata khusunya para muslim. Oleh karena itu, makalah ini akan membahas mengenai
wasiat yang terdapat dalam al-quran serta bagaimana makna yang terkandung di dalamnya.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Makna Mufrodat

Dalam suran al-Baqoroh ayat 180-182 maupun surat al-Maidah ayat 106-108 terdapat
beberapa kata yang menjadi kata kunci dalam penafsiran dan memahami kandungan ayat
tentang wasiat ini, yaitu :

‫ُكتب‬ Diwajibkan
tanda-tanda kematian
harta benda yang banyak
berwasiat, sama dengan Isaha’, dan at-Taushiyyah. Artinya materi
yang diwasiatkan, baik benda maupun pekerjaan 8. Baris di depan
sebagai naibul fa’il dari kutiba, dan tempat berkaitnya idza jika ia
merupakan zarfiyah dan menunjukkan hukum wajibnya jika ia
syartiyah dan merupakan jawaban dari in artinya hendaklah ia
berwasiat9.
dengan adil, tidak lebih dari 1/3. Sesuatu yang tidak ditolak oleh hli
waris karena jumlahnya sedikit bila dibanding dengan hartanya, atau
jangan sampai terlalu banyak sehingga akan menghabiskan bagian
ahli waris. Banyak/sedikitnya wasiat ini tidak bisa diperkirakan
berdasarkan kebiasaan yang berlaku.
(barang siapa yang mengubahnya) mengubah wasiat, baik ia sebagai
saksi atau yang menyampaikannya10

‫الموت‬ :

ً‫خيرا‬ :

‫الوصية‬ :

8
Ahmad Mustofa Al-Maraghi Terjemaha Tafsir Al-Maraghi, 1992.CV. Toha Putra : Semarang. 78
9
Imam Jalaludin al Mahaly dan Imam Jalaludin as-Suyuthi yang diterjemahkan oleh Mahyudin Syaf
dkk. Terjemah Tafsir Jalalain Berikut Asbabun Nuzul juz 2 , cet I (Bandung : Sinar Baru, 1990) hal 94
10
Ibid, hal 95
‫بالمعروف‬ :

‫فمنمبدله‬ :

‫فمن خاف‬ : mengetahui

ً ‫جنفا‬ : kesalahan atau dosa

ً ‫آوإثما‬ : disini berarti sengaja berbuat curang atau aniaya. Misalnya dengan sengaja
atau mengistimewakan orang kaya11

‫فآصلح بينهم‬ : (lalu didamaikan diantara mereka) yakni antara yang menyampaikan dan
yang diberi wasiat dengan menyeluruh menempati keadilan.

Al-Maidah : 106-10812

‫الشهده‬ : Perkataan yang lahir dari pengetahuan yang diperoleh melalui persaksian
mata atau akal

‫ضربتم فى االرض‬ : berpergian atau mengadakan perjalanan

‫تحسبونهما‬ : memegang keduanya dan mencegahnya agar tidak pergi dan lari

‫ارتبتم‬ : kalian ragu-ragu terhadap kebenaran keduanya pada apa yang mereka
tetapkan

‫من االثمين‬ : orang-orang yang bermaksiat

‫عثر على الشئ‬ : berasal dari kata ‫ العثر‬yaitu mengetahui sesuatu tanpa terlebih dahulu
menanyakannya

‫اعثره عليه‬ : memberitahukan kepadanya, yang hal itu tidak dinanti-nantikannya

B. Makna Ijmali

Pada ayat-ayat sebelumnya telah dikemukakan masalah hukum qisas di dalam pembunuhan.
Qishash ini merupakan salah satu jalan menuju kematian. Karenanya tampak berurutan bila
jika sesudah ayat-ayat tersebut dibicarakan masalah wasiat bagi seseorang yang sudah di
ambang kematian. Khithab ayat ini disampaikan secara umum, hendaknya seseorang
11
Ibid 96
12
Op.cit. Ahmad Mustofa Al-Maraghi, hal 77. Lihat juga di Az-zahili,Wahib “ Tafsir Al-Munir” . Jil I.
(Daarul Fikri: 2005)Juz I-II. Ed VIII.
mewasiatkan sebagian harta bendanya, terutama jika tanda-tanda kematian itu sudah jelas.
Dengan demikian, akhir dari amal perbuatannya adalah kebaikan.

Secara singkat makna ijmali pada surat al Baqoroh ayat 180-181 adalah

1. Wasiat wajibah harus dilakukan oleh seseorang terhadap kerabatnya yang tidak
berhak menerima pusaka karena adanya penghalang seperti wasiat untuk cucu lantaran
ayahnya lebih dahulu meninggal.
2. Kepada washi (pengurus wasiat) dan saksi supaya jangan mengubah wasiat dan
kepada yang berwasiat sendiri agar tidak membuat wasiat untuk orang lain dan
mengabaikan keluarga sendiri.
3. Ayat ini berbicara mengenai saksi bagi orang yang ingin berwasiat yaitu dua
orang laki-laki yang adil dari kamu (orang mukmin) sebagai saksi atas wasiatnya serta
bagi orang yang berpergian sedangkan dalam dirinya sudah terdapat tanda-tanda
kematian maka saksi bisa dari orang lain (selain muslim).
4. Jika kedua orang yang diangkat menjadi saksi terhadap wasiat dan diserahkan
kepadanya harta untuk disampaikan kepada para pewaris, sedangkan keduanya pun
dipercayai mereka dengan idak bersumpah, maka persoalan waris tidak perlu
diragukan. Tetapi jika ada keraguan, maka hendaklah kedua saksi tersebut ditahan agar
tidak kemana sampai sembayang ashar kemuadian dilakukan sumpah.
5. Jika kedua saksi yang telah bersumpah itu dengan bersumpah curang dan
berhianat dengan menyembunyikan sebagian harta, maka hendaklahsumpah itu
dikembalikan kepada para waris yaitu dua orang waris yang terdekat untuk disumpah.
Sedangkan dalam surat al- Maidah ayat 106-108 secara singkat menjelaskan tentang
kesaksian wasiat. Pada ayat pertama (106) desebutkan

         
    
Dijelaskan bahwa kesaksian yang disyari’atkan diantara kalian dalam hal itu adalah kesaksian
dua orang laki-laki di antara kalian dari orang-orang adil dan istiqomah (lurus). Kedua saksi
itu dimintai kesaksiannya oleh orang yang berwasiat atas wasiatnya, sehingga kedua saksi itu
akan memeberikan kesaksiannya pada waktu yang dibutuhkan. Kata-kata minkum berarti
diantara kaum mukminin.
Secara ringkas, para ulama menyimpulkan beberapa faedah dan hukum dari kedua ayat ini,
yang terpenting adalah 13:

a) Anjuran supaya berwasiat dan tidak meremahkannya baik di dalam perjalanan


maupun ketika bermukim
b) Mengadakan persaksian terhadapnya untuk menguatkan perkaranya dan harapan akan
pelaksanaannya.
c) Penjelasan bahwa pokok mengenai dua orang saksi atas wasiat itu adalah dua orang
mukmin, yang keadilannya terpercaya
d) Kesaksian dua orang bukan muslim adalah boleh menurut syara’. Sebab maksud
syar’i jika pelaksanaannya secara sempurna tidak mungkin, maka tidak boleh
ditinggalkan sama sekali
e) Syari’at mengenai pemilihan waktu-waktu tepat yang dapat menyentuh hati para saksi
dan orang-orang yang bersumpah, agar mereka berlaku jujur dan benar di dalam
melaksanakan kewajibannya.
f) Menekan orang yang bersumpah dengan kata-kata sumpah yang keras, seperti
mengatakan di dalam sumpah itu kata-kata yang dapat menghindarkannya dari dusta
g) Yang menjadi pokok di dalam berita-berita dan kesaksian manusia adalah benar dan
dapat diterima karena itu disyaratkan di dalam menyumpah dua orang saksi adanya
kesangsian terhadap berita keduanya
h) Disyari’atkan menyumpah para saksi, jika para hakim dan lawan bersengketa
meragukan kesaksian mereka. Hal ini dipraktekkan oleh kebanyakan bangsa pada
masa sekarang. Bahkan perundang-undangan manusia telah mewajibkannya, karena
banyaknya kesaksian palsu.
i) Disyari’atkan mengembalikan sumpah kepad aorang yang terbukti kehilangan haknya,
melalui sumpah yang dengan sumpah itu orang yang bersumpah menjadi lawan
sengketanya.
j) Jika diperlukan turut campurnya sebagian ahli waris dalam perkara yang berkenan
dengan harta pusaka, maka yang lebih berhak atas hal itu adalah orang yang paling
dekat hubungnnya kepada orang yang meninggal.
C. Asbabun Nuzul

13
Ahmad Mustofa Al-Maraghi” Terjemah Tafsir Al-Maraghi”1992.CV. Toha Putra : Semarang. H 77-
78
Ada banyak riwayat yang dikemukakan oleh ahli asbabun nuzul tentang sebab turunnya ayat
ini, walau berbeda-beda tapi intinya sama14. Yaitu yang mengkisahkan pada suatu kali
pergilah Budail Maula Amar ibn Ash membawa barang dagangan ke Madinah. Di kota itu, ia
berjumpa Tamim addary dan Adi, dua orang Nasrani yang tinggal di Mekkah, lalu mereka
pun bersama-sama pergi ke Syam (Suriah).

Di tengah perjalanan Budail menderita sakit, lalu dia menulis surat wasiat dan dia masukkan
ke dalam barang-barang dagangan miliknya. Kepada kawan-kawannya dia berwasiat supaya
menyampaikan barang dagangan miliknya kepada keluarganya. Budail pun meninggal dalam
perjalanan.

Sebelum barang diterima para ahli waris, Tamim dan Adi membuka ikatan barang-barang
tersebut dan mengambil sebagiannya. Setelah itu barang dibungkus kembali dan kemudian
diserahkan kepada keluarga Budail, yang tentu saja tidak utuh lagi.
Keluarga Budail terkejut ketika bungkusan dibuka jumlah barang tidak sesuai dengan isi surat
wasiat, yang juga diletakkan dalam bungkusan tanpa diketahui kawan almarhum yang dititipi.
Para ahli waris pun kepada mereka yang menyerahkan barang titipan tersebut. Tetapi mereka
yang dititipi mengatakan itulah barang-barang yang mereka terima. Mereka mengaku tidak
tahu barang dalam bungkusan berkurang. Keluarga Budail mengatakan jumlah barang tidak
sesuai dengan isi surat wasiat. Untuk menyelesaikan hal itu, akhirnya mereka mengadu
kepada Nabi. maka turunlah ayat ini “hai orang-orang yang beriman, apabila salah seorang
diantara kalian menghadapi kematian, sedang dia kan berwasiat , maka hendaklah ( wasiat
itu) disaksikan oleh dua orang yang adil diantara kalian , atau dua orang yang berlainan
agama dengan kalian .... Sesungguhnya kami kalau demikian tentulah termasuk orang-orang
yang berdosa”. Kemudian Rasulullah SAW menyuruh dua teman almarhum atau saksi
tersebut bersumpah dengan nama Allah setelah sembayang ashar yaitu “ Demi Allah yang
tidak ada tuhan selain Dia, kami tidak memegang selain dari ini dan kami tidak
menyembunyikannya.”15

Kemudian mereka tinggal sebagaimana yang dikehendaki Allah untuk tinggal. Sesudah itu
tampak pada mereka berdua ada sebuah bejana dari perak yang diukir dengan emas.
Keluarganya berkata ”ini sebagian dari barangnya”. Mereka berdua berkata,” benar, tetapi
kami telah membelinya dari dia, dan kami lupa menyebutkannya ketika bersumpah. Kami
14
M.Quraish Shihab “ Tafsir Al-Misbah ( Pesan,Kesan, Dan Keserasina Al-Qur’an )”. 2002. Jakarta :
Lentera Hati. Lih 229
15
Al- Maidah : 106-108
tidak suka mendustai diri kami sendiri”. Setelah mereka mengadukan perkara itu kepada
Nabi SAW. “ turunlah ayat : jika diketahui bahwa kedua saksi itu berbuat dosa........” maka
nabi SAW memerintahkan dua orang laki-laki dan keluarga pemilik untuk bersumpah atas
apa yang mereka berdua sembunyikan dan miliki.

Setelah kejadian ini, Tamim ad-Dari memeluk islam serta membaiatkan diri kepada Nabi.
Ketika itulah dia merasa berdosa atas perbuatannya tesebut dan selanjutnya dia mengaku
dengan terus terang telah mengambil bejana milik almarhum bersama kawannya.

Kemudian setelah mengakui perbuatannya, Tamim menemui ahli waris badil beserta ‘Adi
dan menyerahkan uang sebanyak lima ratus dirham dan sisanya masih sama temannya ( ‘Adi
bin Bada’), kemudian berangkatlah ahli waris Badil dan ‘Adi menghadap Rasulullah SAW.
Rasulullah meminta bukti-bukti tuduhan terhadap ‘Adi itu, tetapi mereka tidak dapat
memenuhi permintaan Rasulullah, kemudian Rasulullah menyuruh mereka menyumpah ‘Adi
dan ia pun bersumpah. Maka seperti telah dijelaskan di depan tadi Allah menurunkan QS .5
al-Maidah :106-10816. Pendapat ini juga selaras dengan pendapat Abu Nadharlah
Muhammad bin Ishak yang dikutip oleh Ibnu Katsir, Tirmidzi yang mengatakan bahwa kisah
ni dituturkan secara mursal bukan dari seorang tabi’in , diantaranya Akramah Muhammad bin
Said Sirih, dan Qatadah.17 Mereka menuturkan bahwa sumpah dilakukan setelah ashar,
demikian yang diriwayatkan oleh ibnu Jarir.Kisah itu pun diceritakan secara mursal oleh
Mujahid,al-Hasan,dan Adk-dhahak.

D. Munasabah Ayat

Dalam ayat terdahulu Allah Ta’ala telah mengingatkan, bahwa tempat kembali sesudah mati
adalah Dia, dan bahwa pada hari kiamat kelak akan ada penghisaban dannpembalasan semua
amal perbuatan .dan dalam ayat ini Allah memberikan petunjuk kepada kita agar kita
berwasiat sebelum meninggal,dan harus diadakan persaksian atas wasiat tersebut, sehingga
tidak hilang dari orang yang berhak menerimanya18

KH .Q. Saleh , H.A.A Dahlan. Dkk.” Asbabul Nuzul (latar belakang historis turnnya ayat-ayat Al-
16

Qur’an )” ed II. 2009. CV Penerbit Diponegoro: Bandung. Lih hal 210-212

M. Nasib Ar-Rifa’I “ Taisirul al-Aliyyul Qodir li Ikhtishori Tafsir Ibnu Katsir”. Jil II. 1989. Jakarta:
17

Gema Insani Press.lih hal 173


18
Ahmad Mustofa Al-Maraghi” terjemaha tafsir al-maraghi”1992.CV. Toha Putra : Semarang. H 77-
78. Lih juga “ Dr wahab adz-dzahili. Tafsir al-munir. 2003 M / 1426 H. Lih juga // http://www.fikr.com
Salah satu munasabah dari ayat ini adalah terdapat dalam surat al-baqarah ayat 180-182.
Dalam ayat sebelumnya telah dijelaskan mengenai wasiat wajibah kepada kerabat dekat yang
tidak mendapat harta warisan, dan dilarangnya washi untuk merubah isi wasiat serta
diperbolehkan merubahnya jika perubahan itu membawa kepada kebaikan. Selain itu,
munasabah dari ayat ini terdapat dalam surat al-maidah ayat 106-108. Dalam ayat ini
menjelaskan tentang perlunya dua orang saksi ketika seseorang ingin berwasiat, saksi bisa
dari orang muslim atau bukan muslim jika dalam berpergian, dan jika saksi itu berlaku
curang terhadap sumpah yang mereka lakukan, maka bisa dari kerabatnya diambil sumpah.

Jadi munasabah atau korelasi dari kedua ayat ini adalah pada surat Al-Baqaraoh ayat 180-
182 telah dijelaskan masalah wasiat wajibah dan apabila seseorang memalsukan atau
merubah wasiat dari sang mayit maka tidak alain adalah dosa baginya,dan bagi kita orang
yang bertakwa hendaklah untuk mendamaikan dan memperjelas tentang wasiat itu dengan
cara menyuruh sang penyampai wasit itu untuk bersumpah. Dan tentang bersumpah inilah
yang terdapat dalam surat al-maidah ayat 106-108.

E. Menguraikan Tafsir Bil Ma’tsur

F. Analisis Kandungan Hukum Ayat

Al-Maidah 106:

……          
              

Kutipan Ayat tersebut adalah bagian dari surat Al-Maidah. Surat Al-Maidah sendiri diberi
nam yang bermacam-macam, yaitu, Al-Maidah yang berarti hidangan, yaitu hidangan yang
diminta oleh Ahl Kitab (ayat 112-115), nama lainnya adalah surat Al-‘Uquud, artinya akad-
akad perjanjian, karena di awal surat ini, terdapat perintah kepada kaum beriman agara
memenuhi ketentuan aneka akad yang dilakukan, termasuk dalam akad-kad itu adalah
Wasiat dan Persaksian, sebagaimana tertuang dalam Al-Maidah ayat 106-108, dalm surat ini
terdapat berbagai jenis perjanjian, hubungan dengan orang ahl kitab ata orang non-islam
lainnya.

Dari ayat Al-Maidah ayat 106 di atas, dapat kita ambil kandungan hukumnya, yaitu:

1) Menahan seseorang yang dituduh

2) Bersumpah setelah shalat

Secara logika, setelah seseorang muslim melakukan sholat, yaitu setelah menghadap
ke Yang Maha Kuasa, sehingga diharapkan dengan selesainya shalat beberapa saat
sebelum persaksian, masih diliputi oleh rasa takut kepada Allah, dengan demikian
diharapkan pula kesaksian yang disampaikan adalah kesaksian yang benar.

Lafadh (‫)من بعد الصالة‬, Ibnu Abbas menafsiri setelah sholat masing-masing agamanya.
Ulama tafsir menafsirkan setelah shalat ashar, adapun alasannya adalah:

a) karena para semua pemeluk agama sangat memuliakan waktu ashar itu,
menyebut nam tuhan mereka pada waktu itu, menjauhi kebohongan dan
sumpah palsu. Dan ahli kitab beribadah pada saat terbit dan terbenamnya
matahari.

b) Hadits shahih Nabi, diriwayatkan bahwasannya Nabi menyumpah Adi dan


Tamim setelah sholat ashar di atas minbar, Nabi pun bersabda: “Barangsiapa
bersumpah palsu setelah shalat ashar, maka Allah akan melemparnya dalam
keadaan marah pada orang itu.”

c) karena merupakan kebiasaan yang berlaku waktu itu, karena waktu itu
sebagian besar orang telah menyelesaikan berbagai macam pekerjaannya,
oleh karena itu waktu ini biasanya dipergunakan oleh Hakim untuk
memutuskan berbagai persengketaan. .

3) Kekuatan Sumpah

Al-Qurthubi berkata: ayat ini merupakan pokok pembahasan tentang kesakralan


dalam bersumpah (baik itu bagi tertuduh maupun saksi), dalam hal ini ada empat
macam, di antaranya19:

19
Lihat M. Abdul Athi Buhairi. Nidaatur rohman liahlil iman. (diterjemahkan oleh Abdurrahman Kasdi
dan Umma Farida). 2000. Jakarta: Sinar Grafika. Hal. 547-554.
a) Waktu, seperti (‫ )أشهر الحرم‬Bulan-bulan yang diharamkan untuk berperang,
Setelah Ashar, dsb.

b) Tempat, seperti di dalam masjid atau diatas mimbar, sedangkan Abu Hanifah
berbeda pendapat, dia mengatakan bahwa tempat tidak menjadi masalah.

c) Keadaan / Posisi Orangnya, yaitu harus menghadap kiblat dan dalam posisi
duduk / berdiri. Adapun ibnu arabi berkata tidaka ada bedanya antara
persaksian seseorang ketika berdiri atau duduk.

d) Penggunaan Lafadh, hendaknya seseorang yang kamu ragu-ragu kepadanya (


‫ )ان ارتبتم‬untuk dimintai sumpahnya, adapun jika kamu tidak ragu-ragu
kepadanya, maka tidak perlu menggunakan sumpah, karena tujuan sumpah
adalah untuk memperkuat persaksian. sebagian ulama berpendapat bahwa
bersumpah hendaknya dengan nama Allah (‫)فيقسمان باهلل‬. Rasulullah bersabda,
barangsiapa bersumpah hendaknya bersumpah dengan Menyebut Nama
Allah, (atau jika tidak mau) maka lebih baik diam saja (‫”)أو ليسمت‬. Mengenai
lafadhnya ada yang mengatakan cukup dengan huruf qosam, (‫ و‬,‫ ت‬,‫ )ب‬, Imam
Malik dan imam Abu Dawud berpendapat bahwa hendaknya bersumpah
dengan menyebut tiada tuhan selain DIA, kebenaran yang ada padaku adalah
milik-Nya, ini adalah sumpah untuk orang yang menuduh.

Lafal (‫ية‬‰‰‫يرا الوص‬‰‰‫ )ان ترك خ‬lafal ini mengandung pengertian bahwa ketika seseorang dalam
keadaan mendekati kematian, maka hendaklah dia meninggalkan wasiat. Lafadh (‫ )ان‬berarti
bahwa kondisi seseorang yang meninggal dalam keadaan mempunyai harta banyak itu jarang.

Hukum WAsiat20

1. Wajib

Ketika wasiat itu ditujukan untuk memenuhi hak-hak Allah yang dilalaikan oleh
pewasiat, seperti: zakat yang belum dibayar, kafaroh, nadzar, fidyah, puasa, haji, dll.

2. Sunnah

20
Lihat M. Idris Ramulyo. Perbandingan Pelaksanaan Kewarisan Islam Dengan Kewarisan Islam
Dengan kewarisan menurut KUHPer (BW). Hal. 135-136.
Untuk orang-orang yang tidak menerima Warisan, atau untuk motif sosial dengan
tujuan taqorrub (mendekat kepada Allah), contoh: Wasiat bagi fakir miskin, anak
yatim, Lembaga Sosial, dll.

3. Haram

Wasiat yang diperuntukkan untuk maksiat, misal untuk mendirikan tempat perjudian,
pencurian, pelacuran, dsb.

4. Makruh

Berwasiat untuk keperluan penyembuhan, dengan wasiat itu orang yang diberi wasiat
akan sembuh dari penyakit hatinya / maksiatnya, misal: wasiat pada anak yang
ketagihan narkotika, untuk penyembuhannya, kemudian anak itu sembuh dari
maksiatnya.

5. Mubah

Wasiat kepada kaum kerabat atau tetangga yang penghidupannya berkecukupan.

Sedangkan wasiat yang diberikan kepada Ahli Waris, menurut Hazairin, hukumnya
boleh dengan alasan yang mendesak karena perlu biaya pengobatan yang besar,
pendidikan anak.

Hadits diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Muslim: “Tidak ada seorang muslim
yang mempunyai sesuatu yang pantas untuk dihasilkan sampai 2 malam, melainkan
hendaknya wasiat tertulis di sisi kepalanya.”

HUKUM WASIAT

Wasiat wajib atas orang yang memiliki harta yang harus diwasiatkan. Allah swt berfirman:
“Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda), maut, jika
ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu bapak dan karib kerabatnya secara
ma’ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.” (QS al-Baqarah: 180).

Dari Abdullah bin Umar ra bahwa Rasulullah saw bersabda, “Orang muslim yang memiliki
harta yang akan diwasiatkan tidak berhak tidur dua malam, melainkan wasiatnya sudah
tertulis di sisinya.” (Muttafaqun ’alaih: Fathul Bari V: 355 no: 2738, Muslim III: 1249 no:
1627, ’Aunul Ma’bud VIII: 63 no: 2845, Tirmidzi II: 224 no: 981, Ibnu Majah II: 901 no:
2699 dan Nasa’i VI: 238).
KAPAN WASIAT MENJADI HAK MILIK PENUH

Wasiat tidak akan menjadi hak milik penuh bagi si penerima wasiat, kecuali setelah
meninggalnya si pemberi wasiat dan terlunasinya seluruh hutangnya. Jadi, manakala seluruh
harta peninggalan habis untuk dibayarkan pada hutang-hutangnya, maka sang penerima
wasiat tidak mendapatkan bagian apa-apa:

Dari Ali ra, ia berkata: “Rasulullah saw biasa membayar hutang sebelum (dipenuhinya)
wasiat; dan kalian (sering) membaca ayat tentang wasiat, MINBA’DI WASHIYYATIN
YUUSHAA BIHAA AU DAIN (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi
wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya).” (QS an-Nisaa’: 11) (Hasan:
Shahih Ibnu Majah 2195, Irwa-ul Ghalil 1667, Ibnu Majah II: 906 no: 2715, Tirmidzi III: 294
no: 2205).

G. Penjelasan hikmah hukum yang terdapat pada ayat

Adapun beberapa hikmah wasiat adalah:

1. Untuk memelihara harta, dari kekuasaan orang-orang yang dhalim dan tamak.

2. Praktek ibadah untuk menunaikan amanat seseorang.

DAFTAR PUSTAKA

Ar-Rifa’I, M. Nasib , 1989Taisirul al-Aliyyul Qodir li Ikhtishori Tafsir Ibnu Katsir”. Jil II.
Jakarta: Gema Insani Press.

Ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi, 2002, al -Bayan Tafsir Penjelas al-


Quranul Karim jil I, Semarang: Pustaka Rizki Putra

Az-Zahili,Wahib. 2005 “ Tafsir Al-Munir” . Jil I. Juz I-II. Ed VIII..Daarul Fikri.

----------, 2005”Tafsir Al-Munir” jil 4. Juz -8. Ed VIII. Daarul Fikr

Bahreisy, Salim & Said Bahreisy, 1986 “Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir”. Jil III.
PT Bina Ilmu: Surabaya
Mahaly, Imam Jalaludin al dan Imam Jalaludin as-Suyuthi, 1990 yang diterjemahkan
oleh Mahyudin Syaf dkk. Terjemah Tafsir Jalalain Berikut Asbabun Nuzul juz 2 , cet I
Bandung : Sinar Baru,
Mustafa, Ahmad Al-Maraghi, 1992.Terjemah Tafsir Al-Maraghi” juz 7. CV. Toha
Putra : Semarang

------------, 1992 “Terjemah Tafsir Al-Maraghi” juz 2.. CV. Toha Putra : Semarang

Shaleh, Dahlan Ahmad, dkk. 2009 “ Asbabul Nuzul ( Latar Belakang Histori
Turunnya Ayat-Ayat Al-Qur’an)”. Ed II. CV Penerbit Diponegoro: Bandung
Shihab, M.Quraish , 2002 Tafsir Al-Misbah ( Pesan,Kesan, Dan Keserasina Al-Qur’an ).
Jakarta : Lentera

Qutub, Sayyid, 2002. “Fi Zhilalil Qur’an” . Darusy-Syuruq: Beirut

http://www.fikr.com

Anda mungkin juga menyukai