Anda di halaman 1dari 25

Tugas Kelompok

ANALISIS ALUR CERPEN “MEREKA MENGEJA


LARANGAN MENGEMIS” KARYA AHMAD TOHARI
MENGGUNAKAN PENDEKATAN STRUKTURAL

OLEH
KELOMPOK 3

1. WAHYU NUGRAHA A1M119076


2. LALA ZULFIAN ADHA SULFA A1M119044
3. WA ODE NUR AZIZAH A1M119122
4. YUNI SARI A1M119080
5. NUR OVOXCETIN A1M119104

DOSEN PENGAMPU
Dr. LA ODE SAHIDIN, S.Pd., M.Hum.
NIP 19750510 200812 1 003

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat
waktu. Makalah ini berjudul Analisis Alur Cerpen “Mereka Mengeja Larangan Mengemis”
Karya Ahmad Tohari Menggunakan Pendekatan Struktural
Dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari masih banyak kekurangan dan jauh
dari kesempurnaan. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
dan mendidik untuk perbaikan selanjutnya. Walaupun demikian kami tetap berharap makalah
ini dapat bermanfaat bagi semua yang membacanya. Akhir kata, kami ucapkan terima kasih
atas kontribusi yang diberikan kepada kami dalam proses penyusunan makalah ini.

Kendari, 10 Januari 2021

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman Judul ..............................................................................................................................


Kata Pengantar ..............................................................................................................................
Daftar Isi .......................................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................................
A. Latar Belakang ..................................................................................................................
B. Rumusan Masalah ............................................................................................................
C. Tujuan ...............................................................................................................................
D. Manfaat ............................................................................................................................
BAB II KAJIAN TEORI………………………………………………..………………………
A. Cerita Pendek ....................................................................................................................
B. Pendekatan Strukturalisme……………………………………………………...………
C. Alur Cerpen .......................................................................................................................
BAB III METODE PENELITIAN…………………………………………………...…………
A. Pendekatan Penelitian .......................................................................................................
B. Data Penelitian…………………………………………………………….……………
C. Sumber Data…………………………………………………….………………………
D. Teknik Pengumpulan Data…………………………...…………………………………
E. Teknik Analisis Data……………………………………………………………………
BAB IV PEMBAHASAN.............................................................................................................
A. Cerpen “Mereka Mengeja Larangan Mengemis” karya Ahmad Tohari………………..
B. Sekuen Cerpen “Mereka Mengeja Larangan Mengemis” karya Ahmad Tohari………..
C. Analisis Alur Cerpen “Mereka Mengeja Larangan Mengemis” karya Ahmad Tohari…
BAB V PENUTUP………………………………………………………………...……………
A. Kesimpulan…………………………………………………...…………………………
B. Saran……………………………………………………………………………….……
Daftar Pustaka………………………………………………………..…………………………
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Semi (dalam Jamaludin, 2003:31) mendefinisikan sastra adalah suatu bentuk atau
hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya, dengan
menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Dengan demikian, karya sastra erat kaitannya
dengan kehidupan. Sebagai pengarang, pengarang dapat menuliskan kehidupan-
kehidupan yang ia lihat dalam karya sastra. Karya sastra sebagai kreasi manusia memuat
pandangan pengarangnya yaitu, dilihat dari mana dan bagaimana pengarang melihat
kehidupan tersebut.
Karya sastra sebagai suatu karya seni, senantiasa menarik untuk dibicarakan dan
dikaji. Kajian karya-karya sastra banyak mengisi perpustakaan dan menjadikannya objek
bacaan yang menarik untuk sekedar dibaca ataupun untuk dikaji ulang. Salah satu bagian
dari karya sastra adalah cerita pendek atau yang biasa disingkat cerpen. Sesuai namanya,
rangkaian cerita dalam cerpen cenderung pendek sehingga dapat dibaca sampai selesai
dalam waktu singkat. Dalam cerpen terdapat kisahan cerita yang memberikan kesan
tunggal yang dominan dan memusatkan diri dalam satu tokoh dalam satu situasi.
Suatu karya sastra cerpen memiliki unsur instrisik sebagai pembangun dari dalam.
Unsur intrinsik yang dimaksud adalah tema, alur, tokoh, penokohan, latar, sudut pandang,
dan amanat serta tiap unsur tersebut memiliki keterkaitan sehingga memiliki makna yang
menyeluruh. Dalam penelitian karya sastra, hal tersebut menggunakan pendekatan
struktural. Fokus utama dalam penelitian ini adalah alur cerpen. Alur adalah rangkaian
cerita yang memiliki hubungan sebab-akibat (kausalitas) sehingga membentuk suatu
kesatuan. Sementara itu, jalan cerita hanyalah rangkaian cerita yang berbentuk kronologis
dari awal sampai akhir, tanpa disertai hubungan kausalitas yang kuat. Secara sederhana,
alur memiliki beberapa tahapan, mulai awalnya pengenalan, konflik, komplikasi
(kerumitan), klimaks, leraian, sampai pada penyelesaian.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka yang menjadi masalah dalam analisis
ini adalah bagaimana analisis alur menggunakan pendekatan struktural pada cerpen
“Mereka Mengeja Larangan Mengemis” karya Ahmad Tohari.
C. Tujuan
Sehubungan dengan rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan analisis
ini adalah untuk mengetahui bagaimana bagaimana analisis alur menggunakan
pendekatan struktural pada cerpen “Mereka Mengeja Larangan Mengemis” karya Ahmad
Tohari.

D. Manfaat
Analisis ini diharapkan akan dapat berhasil dengan baik, yaitu dapat mencapai
tujuan secara optimal, menghasilkan laporan yang sistematis, dan dapat memberikan
manfaat bagi pengembangan keilmuan sastra Indonesia terutama dalam pengaplikasian
teori Struktural dalam analisis sebuah cerita pendek.
BAB II

KAJIAN TEORI

A. Cerita Pendek
Cerita pendek atau biasa disingkat menjadi cerpen merupakan salah satu contoh
teks narasi yang menceritakan ulang sebuah kejadian ataupun sebuah karangan fiktif yang
biasanya berpusat pada satu tokoh yang jumlah kata di dalamnya tidak lebih dari 10.000
kata atau kurang dari sepuluh halaman.
Jusuf Sjarif Badudu atau lebih dikenal dengan nama J. S. Badudu mendefinisikan
cerpen sebagai suatu cerita yang hanya menjurus serta terfokus pada satu peristiwa saja.
Selain itu, Jakobus Sumarjo atau Jakob Sumarjo mendefinisikan cerpen sebagai seni atau
ketrampilan menyajikan cerita (skill to present story), yang di dalamnya merupakan satu
kesatuan bentuk utuh, manunggal (memfokuskan pada satu bagian atau satu karakter
saja), dan tidak ada bagian–bagian yang tidak perlu, tetapi juga ada bagian yang terlalu
banyak. Menurut Hans Bague Jassin atau H. B. Jassin mendefinisikan cerpen sebagai
sebuah cerita singkat yang harus memiliki bagian terpenting yakni perkenalan, pertikaian,
serta penyelesaian.
Menurut Edgar Allan Poe dalam Nurgiyantoro (2005: 10), cerpen adalah sebuah
cerita yang selesai dibaca dalam sekali duduk, kira-kira berkisar antara setengah sampai
dua jam, suatu hal yang kiranya tidak mungkin dilakukan untuk sebuah novel.
Nurgiyantoro (2005: 11), menyatakan bahwa cerpen memiliki kelebihan yang khas, yaitu
kemampuannya mengemukakan secara lebih banyak, jadi secara implisit, dari sekedar apa
yang diceritakan.
Sayuti (2000: 9), berpendapat bahwa cerpen merupakan karya prosa fiksi yang
dapat selesai dibaca dalam sekali duduk dan ceritanya cukup dapat membangkitkan efek
tertentu dalam diri pembaca. Dengan kata lain, sebuah kesan tunggal dapat diperoleh
dalam sebuah cerpen dalam sekali baca. Cerita pendek adalah karangan pendek yang
berbentuk prosa. Dalam cerpen dipisahkan sepenggal kehidupan tokoh, yang penuh
pertikaian, peristiwa yang mengharukan atau menyenangkan, dan mengandung kesan
yang tidak mudah dilupakan (Kosasih dkk, 2004:431). Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (2008: 283), cerita pendek adalah karangan pendek (kurang dari 10.000 kata)
yang memberikan kesan tunggal dan memusatkan diri pada satu tokoh dan satu situasi.
B. Pendekatan Strukturalisme
Struktur pada dasarnya adalah seperangkat unsur yang antar unsur atau
seperangkat unsur itu terjalin satu hubungan. Menurut Pradopo (1987:118), struktur
adalah bangunan unsur - unsur yang bersistem; antara masing-masing unsur tersebut
terjadi hubungan timbal balik yang saling menentukan. Struktural adalah cara kerja
pendekatan terhadap karya sastra secara ilmiah, yaitu pendekatan yang didalamnya
terdapat sikap objektifitas, kepastian, dan sikap tidak terlibat (Wellek, 1989:43)
Satoto (dalam Anggraini, 2017: 27), mengatakan bahwa pendekatan struktural
merupakan pendekatan intrinsik, yakni membicarakan karya tersebut pada unsur-unsur
yang membangun karya sastra dari dalam. Pendekatan tersebut meneliti karya sastra
sebagai karya yang otonom terlepas dari latar belakang sosial, sejarah, biografi
pengarang, dan segala hal yang ada diluar karya sastra.
Menurut Teeuw (dalam Anggraini, 2017: 28) pendekatan struktural adalah suatu
pendekatan dalam ilmu sastra yang cara kerjanya menganalisis unsur-unsur struktur yang
membangun karya sastra dari dalam, serta mencari relevansi atau keterkaitan
antarunsurnya tersebut dalam rangka mencapai kebulatan makna.
Struktural maupun strukturalisme sebagai pendekatan dalam sastra menitik
beratkan pada karya sastra itu sendiri secara otonom, dan merupakan kesatuan yang bulat
yang terdiri atas bagian-bagian yang saling berhubungan secara koheren. Pendekatan
demikian oleh M.H Abrams disebut pendekatan objektif, yaitu pendekatan yang
menekankan karya sastra sebagai struktur yang bersifat mandiri atau otonom.
Prinsip pendekatan strukturalisme adalah; analisis struktural yang bertujuan untuk
membongkar dan memaparkan secermat, sedetail, dan semendalam mungkin keterkaitan
dan keterjalinan semua aspek dan unsur karya sastra secara bersama menghasilkan dan
membentuk makna menyeluruh dan utuh. Selain itu, peneliti dapat meneliti satu unsur
karya sastra saja. Dalam penelitian ini, unsur yang akan dianalisis adalah alur cerpen.

C. Alur Cerpen
Andri Wicaksono, dalam Menulis Kreatif Sastra (2014)
menyatakan Alur merupakan konstruksi yang dibuat mengenai sebuah deretan peristiwa
secara logik dan kronologik saling berkaitan dan diakibatkan atau dialami oleh para
pelaku. M. Antar Semi, dalam Anatomi Sastra (1988) menyatakan Alur adalah struktur
rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun sebagai sebuah interelasi fungsional yang
sekaligus menandai urutan bagian-bagian dalam keseluruhan fiksi. Aminudin, dalam
Pengantar Apresiasi karya sastra (2002) menyatakan bahwa Plot atau Alur adalah
rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin suatu
cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa Alur adalah
struktur cerita yang disusun oleh rentetan peristiwa, yang mana diakibatkan atau dialami
oleh pelaku. Sederhananya, Alur atau juga bisa disebut plot merupakan rangkaian
peristiwa dalam cerita. Peristiwa-peristiwa dalam alur memiliki hubungan sebab akibat
hingga menjadikannya sebuah cerita yang utuh. Adapun tahapan alur dapat diuraikan
sebagai berikut:
1. Tahap pengenalan (Eksposition atau Orientasi). Tahap pengenalan merupakan
tahapan awal cerita yang digunakan untuk mengenalkan tokoh, latar, situasi, waktu,
dan lain sebagainya.
2. Tahap pemunculan konflik (Rising action). Tahap pemunculan konflik merupakan
tahap dimunculkannya masalah. Tahap ini ditandai dengan adanya ketegangan atau
pertentangan antar tokoh.
3. Tahap konflik memuncak (Turning point atau Klimaks). Tahap konflik memuncak
atau biasa disebut klimaks merupakan tahap di mana permasalahan atau ketegangan
berada pada titik paling puncak.
4. Tahap konflik menurun (Antiklimaks). Tahap konflik menurun atau biasa disebut
antiklimaks merupakan tahap di mana masalah mulai dapat diatasi dan ketegangan
berangsur-angsur menghilang.
5. Tahap penyelesaian (Resolution). Tahap penyelesaian merupakan tahap di mana
konflik sudah terselesaikan. Sudah tidak ada permasalahan maupun ketegangan antar
tokohnya, karena telah menemukan penyelesaiannya.
Secara umum, alur dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam. Pembagian ini
didasarkan pada urutan waktu atau kronologisnya. Adapun jenis alur dapat diuraikan
sebagai berikut:
1. Alur Maju. Alur maju atau bisa disebut progresif adalah sebuah alur yang klimaksnya
berada di akhir cerita. Rangkaian peristiwa dalam alur maju berawal dari masa awal
hingga masa akhir cerita dengan urutan waktu yang teratur dan beruntut. Tahapan
pada Alur maju adalah sebagai berikut. Pengenalan → Muncul konflik → Klimaks →
Antiklimaks → Penyelesaian
2. Alur Mundur. Alur mundur atau bisa disebut regresi adalah sebuah alur yang
menceritakan masa lampau yang menjadi klimaks di awal cerita. Rangkaian peristiwa
dalam alur mundur berawal dari masa lampau ke masa kini dengan susunan waktu
yang tidak sesuai dan tidak beruntut. Tahapan pada Alur mundur adalah sebagai
berikut. Penyelesaian → Antiklimaks → Klimaks → Muncul konflik → Pengenalan
3. Alur Campuran. Alur campuran atau bisa disebut alur maju-mundur adalah alur yang
diawali dengan klimaks, kemudian menceritakan masa lampau, dan dilanjutkan
hingga tahap penyelesaian. Pada saat menceritakan masa lampau, tokoh dalam cerita
dikenalkan sehingga saat cerita satu belum selesai, kembali ke awal cerita untuk
memperkenalkan tokoh lainnya. Tahapan pada Alur campuran adalah sebagai berikut.
Klimaks → Muncul konflik → Pengenalan→ Antiklimaks → Penyelesaian
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian
Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian kualitatif yang menghasilkan data
deskriptif dengan menggunakan pendekatan objektif. Jenis penelitian ini menganalisis
data yang berupa unsur-unsur inrinsik dan keterkaitan antar unsur-unsur tersebut dalam
membangun cerpen “Mereka Mengeja Larangan Mengemis” karya Ahmad Tohari.

B. Data Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif yang menghasilkan data deskriptif,
yaitu data yang berupa unsur kata, kalimat yang merupakan informasi-informasi penting,
mengenai alur yang terdapat dalam cerpen “Mereka Mengeja Larangan Mengemis”
karya Ahmad Tohari.

C. Sumber Data
Sumber data yang digunakan adalah cerpen yang berjudul “Mereka Mengeja
Larangan Mengemis” karya Ahmad Tohari.

D. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu teknik baca catat dari teks cerpen
“Mereka Mengeja Larangan Mengemis” karya Ahmad Tohari, yang diterbitkan di
Kompas, 15 September 2019. Data yang diperoleh dalam cerpen dibaca, dipahami,
kemudian informasi-informasi sesuai dengan permasalahan dalam karya tulis ini dicatat.
Peneliti membaca secara berulang ulang obyek peneltian dan mencatat setiap data dan
hasil pengamatan yang diperoleh agar dapat memperoleh data yang konsisten.

E. Teknik Analisis Data


Adapun teknik analisis data dalam karya tulis ini berupa bagian yang telah
ditandai dan dicatat akan dianalisis berdasarkan teori struktural alur cerpen.
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Cerpen “Mereka Mengeja Larangan Mengemis” Karya Ahmad Tohari

Mereka Mengeja Larangan Mengemis


Cerpen Ahmad Tohari (Kompas, 15 September 2019)

Mereka lima anak tanggung dan hanya Gupris yang perempuan. Kelimanya jarang
mandi, dan lebih jarang lagi berganti pakaian. Di antara mereka, Gupris yang paling
banyak bergerak dan usil, juga cerewet. Hanya Gupris pula yang pernah bersekolah meski
hanya sebentar.
Dan sekarang kelima anak itu telah berlompatan ke atas bak truk tak berdinding
yang mulai bergerak meninggatkan pangkalan. Setiap pagi mereka berkumpul di
pangkalan truk yang dikelilingi warung-warung, paling banyak warung nasi. Empat anak
laki-laki memang selalu tidur di situ, di lantai emper warung yang sudah tutup atau di
mana saja sesuka mereka. Di malam hari mereka sudah terbiasa dengan banyaknya
nyamuk. Tetapi mereka sering tidak bisa tidur ketika perut lapar. Gupris tidak ikut tidur
jadi gelandangan di pangkalan. Dia lain. Dia punya rumah kecil di belakang pangkalan.
Ada emak, tapi tidak ada ayah.
Jam tiga pagi adalah waktu yang paling dibenci Gupris. Dia sering terbangun oleh
bau wangi. Dia sering melihat emaknya dini hari sudah mandi, berdandan, pakai bedak,
dan bergincu. Lalu mengambil keranjang tenteng dan bilang mau belanja ke pasar. Pada
mulanya Gupris tidak peduli. Tapi kemudian dia jadi benci karena emaknya selalu pulang
dengan keranjang kosong. Menornya sudah berantakan. Gupris benci dan makin benci.
Jadi sekarang tiap jam setengah tiga pagi dia bangun dan pergi ke pangkalan, bergabung
dengan empat teman sebelum emaknya pulang.
Gupris dan keempat temannya duduk bersila di atas bak truk kosong yang
meluncur menuju pabrik semen. Truk itu besar sekali, jumlah rodanya empat belas,
baknya berlantai baja, tidak berdinding. Satu anak main gendang kecil, satu anak main
kecrek, dan satu lagi main gitar butut. Jadi ada panggung dangdut berjalan. Para sopir
truk tidak pernah marah meski pun lima anak jalanan itu sering bikin berisik dengan
memukul-mukul lantai bak. Gupris biasanya nyanyi dangdutan, tapi kali ini dia lebih suka
asyik dengan HP-nya. Dia sudah suka nonton gambar cabul. Rambut Gupris masih
dikucir dua.
Mendekati perempatan Karangasu, Gupris bangkit dan berdiri oleng. Dia
mengajak keempat temannya bersiap turun. Bila mereka beruntung, lampu di perempatan
pas menyala merah. Tapi kali ini tidak. Maka seorang anak yang tidak sabar terjun lewat
sisi samping. Dia terbanting dan langsung mengaduh. Gupris lari ke depan untuk
memukul-mukul atap kabin truk. Akhirnya truk berhenti setelah menyeberang
perempatan. Sopirnya melongok ke belakang, tapi tidak marah. Empat anak melompat
turun. Mereka mau menolong teman yang duduk kesakitan, tapi kendaraan sangat ramai.
Gupris bertindak, bergerak ke tengah jalan. Dia mengangkat tangan tinggi-tinggi dan
minta peluang untuk menyeberang. Panas matahari mulai menyengat.
Lima anak tanggung yang jarang mandi itu berjalan menyingkir dari perempatan.
Yang satu dituntun menuju tempat yang terlindung dan ditinggal sendiri di sana. Gupris
mengajak tiga teman kembali ke sudut perempatan. Gendang dari pipa pralon dengan
membran karet ban mulai berdebam. Kecrek dan gitar butut mulai berbunyi. Gupris siap
dangdutan. Tetapi tiba-tiba dia berhenti bergerak. Dia melihat sesuatu; ada yang berubah
di sudut perempatan itu. Di dekat mereka telah terpancang sebuah papan pengumuman.
Tulisannya hitam di atas papan kayu bercat putih. Berbeda dengan teman-temannya yang
tidak tertarik karena tidak bisa membaca, Gupris lain. Dia ingin membaca tulisan itu. Dia
mulai mengeja. Teman-temannya mendekat dan berdiri di belakangnya untuk menguping.
“Ba-ran-g si-a-pa me-nge-mis dan me-ng-a-men… di-pi-da-na… ku-ru-ng-an…”.
Gupris berhenti, lalu berbalik menghadap teman-teman.
“Dipidana itu apa? Dipidana kurungan artinya apa?” tanyanya.
Keempat anak laki-laki itu nyengir lalu bergantian menggeleng. Semua tidak tahu.
Mereka hanya saling pandang. Gupris kesal dan jadi merasa percuma. Maka Gupris
mengajak teman-temannya pergi. Tetapi mereka mendadak berhenti.
“Nah, baca itu! Kalian anak-anak liar yang kerjanya keluyuran, harus baca itu.
Harus!”
Gupris dan teman-temannya serentak menoleh ke samping. Ada seorang hansip
keluar dari warung nasi sambil membersihkan mulut dengan punggung tangan. Di atas
saku kanan bajunya tersulam jelas nama Karidun. Dia bergerak setengah berlari. Dan
berhenti, pasang gaya. Suara kerasnya mengatasi bunyi mobil dan motor. Masih ada
remah nasi atau ampas kelapa di sudut bibirnya. Sisa makanan terus berjoget mengikuti
gerak mulut ketika hansip itu bicara. Itu pemandangan yang membuat Gupris menahan
tawa.
“Teruskan baca. Harus!” kata hansip Karidun. Tangannya menunjuk ke papan di
sana dengan gaya komandan. “Aku petugas keamanan, eh, sekuriti dari Dinas Sosial. Aku
yang memasang papan itu tadi pagi. Untuk orang-orang semacam kalian. Tahu? Ingat,
aku sekuriti dari Dinas Sosial, tahu?”
Lengang, Gupris berhenti, wajahnya buntu. Lalu menoleh ke belakang ke arah
teman-temannya.
“He, kenapa berhenti. Baca terus. Aku ini sekuriti. Dan menyuruh kamu
membaca. Ayo terus,” seru hansip Karidun, kali ini dengan suara lebih keras.
“Di-pi-da-na, itu artinya apa, Pak?” tanya Gupris dengan gaya yang biasa saja.
Meskipun masih gadis kecil yang jarang mandi, Gupris berani cengar-cengir kepada
hansip Karidun yang maunya disebut sekuriti.
Lengang lagi. Hansip Karidun kelihatan tidak siap menjawab pertanyaan Gupris.
Wajahnya berubah-ubah. Seperti orang gagap, bingung, tapi alisnya mengeras.
Kemudian memutar badan sampil mengusap-usap kening. Akhirnya dia kembali tegak
menghadap kelima anak jalanan itu. Dia juga menggagah-gagahkan diri.
“Aku ini petugas sekuriti. Iya, kan?”
“Ya!” jawab Gupris cepat sekali.
“Jadi, menurut saya, dipidana pasti tidak sama dengan diberi dana. Dipidana
mungkin sama dengan dihukum. Ya. Dipidana kurungan sama dengan dihukum kurung,
dibui, dipenjara. Tahu? Itulah, maka kalian jangan ngemis dan ngamen terus. Seharusnya
kalian bersekolah. Jadi kalian bisa seperti saya yang sekuriti dan tahu dipidana itu artinya
apa.”
Gupris diam sejenak. Lalu berbalik lagi menghadap teman-teman. “Kalian dengar,
kita seharusnya sekolah.”
“Sekolah dapat uang apa tidak?” potong seorang anak.
“Ah, dasar! Sekolah, ya, tidak dapat uang, malah bayar,” jawab Gupris.
“Wah, susah kalau begitu? Tidak dapat uang? Lalu kita beli makan pakai apa?
Enakan ngamen terus, ngemis terus, bisa makan terus.”
“Hai, apa?” seru hansip Karidun dengan muka dibuat galak. “Kamu sudah saya
kasih tahu, mengemis dan mengamen dipidana kurungan. Di-pi-da-na ku-ru-ngan 30 hari
dan didenda 50 juta rupiah! Kamu dengar itu?”
Wajah Gupris ciut. Tapi kemudian tersenyum samar karena melihat sisa makanan
di sudut bibir Karidun berjoget-joget lagi.
“Mengapa bisa begitu?” tanggap Gupris lagi. “Mengemis bukan nyopet atau
mencuri, kan?”
“Ya, tapi melanggar larangan. Siapa saja yang melanggar larangan pasti dipidana,
ya dihukum.”
“Mengapa bisa begitu? Siapa yang membuat larangan?”
“Nah, saya sekuriti. Maka saya tahu siapa yang membuat larangan mengemis itu:
Bapak Wali Kota dan para dewan.”
“Wali Kota itu apa?”
“Dasar anak liar. Wali Kota adalah pejabat penting.”
“Para dewan itu orang juga?”
“Iyyya. Nah dengar, saya sekuriti mau menerangkan semua. Dewan itu wakil
rakyat, jadi wakil kalian juga.”
Alis Gupris merapat. Bingung dia. Tapi setidaknya dia sudah tahu, dewan itu
sejenis manusia juga. Dan mereka bersama wali kota membuat larangan, siapa mengemis
dan mengamen dipidana kurungan. “Ya, ya. Kami mengemis dan mengamen saban hari.
Tapi kami belum pernah dihukum.” Gupris nyengir. Empat temannya tertawa.
“O, jadi kalian minta dihukum. ya?” Karidun sibuk mencari HP di sakunya.
Mulutnya komat-kamit dan ampas itu belum tanggal juga dari sudut bibirnya. Gupris dan
keempat temannya tertawa lagi. “Tunggulah, saya akan panggil mobil satpol PP buat
menggaruk kalian. Tunggu saja. Saya sekuriti yang memanggil satpol PP. Jadi mereka
akan datang segera.”
“Satpol PP itu apa?” Gupris menatap Karidun. Tapi tak ada jawaban.
Ketika Karidun sibuk ber-HP. Gupris berbalik menghadap ke teman-temannya.
Dia berbisik-bisik. Empat temannya mengangguk bersamaan. Mereka kemudian melirik
ke samping. Lampu jalan sedang menyala merah. Dua truk besar yang kosong dengan bak
terbuka dan satu mobil bagus berhenti. Lampu berganti menyala kuning, lalu hijau.
Gupris bergerak paling cepat, diikuti yang lain. Mereka melompat cekatan seperti
munyuk, naik ketika truk besar dengan bak tanpa dinding itu mulai bergerak. Mereka
kemudian ramai-ramai melambaikan tangan kepada hansip Karidun.
“Hai Pak Hansip, kami mau ke Tegal, terus Cirebon. Terus ke…, terus, terus….
Kalau mau menghukum, kejar kami ke sana, ya, Pak?” Gupris berseru sekerasnya sambil
tertawa tergelak. Keempat temannya berjoget ria di atas truk yang terus berlari. Suara
Gupris terus terdengar, tapi makin lama makin samar. Truk pengangkut semen itu
menjauh, terus menjauh ke utara menuju Tegal.
Perempatan Karangasu tetap ramai, tetapi telah ditinggalkan oleh Gupris dan
empat orang temannya. Kelima anak jalanan yang masih bocah itu telah pergi berkelana.
Mereka akan keluyuran Tegal, Cirebon, atau entah di mana lagi. Hansip Karidun masih
berdiri di sudut perempatan. Dia lama menatap papan pengumuman larangan mengemis
yang baru dipasangnya tadi pagi. O, begitu dipasang papan berukuran enam puluh kali
seratus sentimeter itu langsung terbukti keampuhannya. Lima anak jalanan telah
menyingkir dari perempatan Karangasu. Hansip Karidun bangga karena merasa telah
melaksanakan tugas dengan baik. Atau, entahlah. Karena bayangan wajah Gupris yang
imut-imut dengan dua kepang rambut terus hadir di rongga mata. Suara Gupris ketika
mengeja dengan suara terbata-bata, “… dipidana kurungan itu apa?”, juga masih
terngiang-ngiang di dalam telinga.

B. Sekuen Cerpen “Mereka Mengeja Larangan Mengemis” Karya Ahmad Tohari


Berdasarkan hasil analisis kelompok kami, Sekuen Cerpen “Mereka Mengeja
Larangan Mengemis” Karya Ahmad Tohari ini terbagi menjadi 20 sekuen sebagai
berikut:
 Sekuen 1.
kelima anak itu berlompatan ke atas bak truk tak berdinding yang mulai
bergerak meninggatkan pangkalan.
 Sekuen 2.
Hari mulai malam, Di malam hari mereka sudah terbiasa dengan banyaknya
nyamuk. Tetapi Gupris tidak ikut tidur jadi gelandangan di pangkalan. Dia lain.
Dia punya rumah kecil di belakang pangkalan.
 Sekuen 3.
Jam tiga pagi adalah waktu yang paling dibenci Gupris. Dia sering terbangun
oleh bau wangi. Gupris sering melihat emaknya dini hari sudah mandi, berdandan,
pakai bedak, dan bergincu. Lalu mengambil keranjang tenteng dan bilang mau
belanja ke pasar. Pada mulanya Gupris tidak peduli. Tapi kemudian dia jadi benci
karena emaknya selalu pulang dengan keranjang kosong. Menornya sudah
berantakan. Gupris benci dan makin benci. Jadi sekarang tiap jam setengah tiga
pagi dia bangun dan pergi ke pangkalan, bergabung dengan empat teman sebelum
emaknya pulang
 Sekuen 4.
Gupris dan keempat temannya duduk bersila di atas bak truk kosong yang
meluncur menuju pabrik semen.
 Sekuen 5.
Mendekati perempatan Karangasu, Gupris bangkit dan berdiri oleng. Dia
mengajak keempat temannya bersiap turun. Bila mereka beruntung, lampu di
perempatan pas menyala merah. Tapi kali ini tidak.
 Sekuen 6.
Salah seorang teman Gupris terjun lewat sisi samping. Dia terbanting dan
langsung mengaduh. Gupris lari ke depan untuk memukul-mukul atap kabin truk.
Akhirnya truk berhenti setelah menyeberang perempatan. Sopirnya melongok ke
belakang, tapi tidak marah. Empat anak melompat turun. Mereka mau menolong
teman yang duduk kesakitan, tapi kendaraan sangat ramai. Gupris bertindak,
bergerak ke tengah jalan. Dia mengangkat tangan tinggi-tinggi dan minta peluang
untuk menyeberang.
 Sekuen 7.
Lima anak tanggung yang jarang mandi itu berjalan menyingkir dari
perempatan. Yang satu dituntun menuju tempat yang terlindung dan ditinggal
sendiri di sana. Gupris mengajak tiga teman kembali ke sudut perempatan.
 Sekuen 8.
Gupris dan teman-temannya siap untuk berdangdutan, tetapi tiba-tiba dia
berhenti bergerak. Dia melihat sesuatu; Gupris membaca tulisan yang ada di papan
pengumuman, Dia mulai mengeja. Teman-temannya mendekat dan berdiri di
belakangnya untuk menguping.
“Ba-ran-g si-a-pa me-nge-mis dan me-ng-a-men… di-pi-da-na… ku-ru-ng-an…”.
 Sekuen 9.
Gupris berhenti, lalu berbalik menghadap teman-teman. Kemudian ia
mempertanyakan apa itu dipidana. Keempat anak laki-laki itu nyengir lalu
bergantian menggeleng. Semua tidak tahu. Mereka hanya saling pandang. Gupris
kesal dan jadi merasa percuma. Maka Gupris mengajak teman-temannya pergi.
Tetapi mereka mendadak berhenti.
 Sekuen 10.
Gupris dan teman-temannya serentak menoleh ke samping. Ada seorang
hansip keluar dari warung nasi sambil membersihkan mulut dengan punggung
tangan. Di atas saku kanan bajunya tersulam jelas nama Karidun. Dia bergerak
setengah berlari. Dan berhenti, pak karidun menyuruh gupris untuk melanjutkan
ejaannya. Lengang, Gupris berhenti, wajahnya buntu. Lalu menoleh ke belakang
ke arah teman-temannya.
 Sekuen 11.
Hansip itu bertanya kepada gupris, mengapa ia tidak melanjutkan bacaanya.
Kemudian satpam itu menyuruh Gupris melanjutkan bacaanya. Namun gupris
masi sangat kebingungan dan cengar-cengir.
 Sekuen 12.
Hansip itu menjelaskan apa yang dimaksud dengan pidana, kemudian
menyarankan kepada anak-anak itu untuk tidak mengamen lagi dan lebih baik
bersekolah.
 Sekuen 13.
Gupris diam sejenak. Lalu berbalik lagi menghadap teman-teman. Dan
mengtakan “Kalian dengar, kita seharusnya sekolah.”
 Sekuen 14.
Hansip karidun berbicara dengan anak - anak itu, menjelaskan mengenai
pidana serta membahasa mengenai kenapa dan siapa yang membuat aturan itu,
namun Gupris dan teman-temannya masi kebingungan.
 Sekuen 15.
Alis Gupris merapat. Bingung dia. Tapi setidaknya dia sudah tahu, dewan itu
sejenis manusia juga. Dan mereka bersama wali kota membuat larangan, siapa
mengemis dan mengamen dipidana kurungan.
 Sekuen 16.
Hansip karidun kemudian menyampaikan kepada gupris bahwa ia akan
menelpon satpol pp, namun Gupris dan teman-teman nya kembali tertawa melihat
sisa makan yang masi ada di ujung bibir pa karimun.
 Sekuen 17.
Ketika Karidun sibuk ber-HP. Gupris berbalik menghadap ke teman-
temannya. Dia berbisik-bisik. Empat temannya mengangguk bersamaan. Mereka
kemudian melirik ke samping. Lampu jalan sedang menyala merah. Dua truk
besar yang kosong dengan bak terbuka dan satu mobil bagus berhenti. Lampu
berganti menyala kuning, lalu hijau. Gupris bergerak paling cepat, diikuti yang
lain. Mereka melompat cekatan seperti munyuk, naik ketika truk besar dengan bak
tanpa dinding itu mulai bergerak. Mereka kemudian ramai-ramai melambaikan
tangan kepada hansip Karidun.
 Sekuen 18.
Gupris berseru sekerasnya sambil tertawa tergelak. Keempat temannya
berjoget ria di atas truk yang terus berlari. Suara Gupris terus terdengar, tapi
makin lama makin samar. Truk pengangkut semen itu menjauh, terus menjauh ke
utara menuju Tegal.
 Sekuen 19.
Perempatan Karangasu tetap ramai, tetapi telah ditinggalkan oleh Gupris dan
empat orang temannya. Kelima anak jalanan yang masih bocah itu telah pergi
berkelana. Mereka akan keluyuran Tegal, Cirebon, atau entah di mana lagi.
Hansip Karidun masih berdiri di sudut perempatan. Dia lama menatap papan
pengumuman larangan mengemis yang baru dipasangnya tadi pagi. O, begitu
dipasang papan berukuran enam puluh kali seratus sentimeter itu langsung terbukti
keampuhannya.
 Sekuen 20.
Lima anak jalanan telah menyingkir dari perempatan Karangasu. Hansip
Karidun bangga karena merasa telah melaksanakan tugas dengan baik. Atau,
entahlah. Karena bayangan wajah Gupris yang imut-imut dengan dua kepang
rambut terus hadir di rongga mata. Suara Gupris ketika mengeja dengan suara
terbata-bata, “… dipidana kurungan itu apa?”, juga masih terngiang-ngiang di
dalam telinga.

C. Analisis Alur Cerpen “Mereka Mengeja Larangan Mengemis” Karya Ahmad


Tohari
Alur merupakan rangkaian peristiwa yang saling berhubungan berdasarkan sebab
dan akibat (Forster, 1979:72). Sejalan dengan hal tersebut, Nurgiyantoro (1995:141-142)
menyatakan bahwa alur sebuah cerita mengandung urutan waktu yang diungkapkan
secara eksplisit maupun implisit.
Alur dalam cerpen “Mereka Mengeja Larangan Mengemis" karya Ahmad Tohari
ini menggunakan alur maju karena rangkaian peristiwa dalam alur maju berawal dari
masa awal hingga masa akhir cerita dengan urutan waktu yang teratur dan beruntut, yaitu
mulai dari saat Gupris dideskripsikan oleh pengarang sebagai anak yang paling banyak
bergerak usil, cerewet, dan pernah bersekolah meski hanya sebentar hingga akhirnya
Gupris dan teman-temannya pergi meninggalkan hansip Karidun untuk pergi mengamen
di tempat lain.

1. Rangkaian Peristiwa dalam Cerpen “Mereka Mengeja Larangan Mengemis”


Karya Ahmad Tohari
Adapun rangkaian peristiwa yang saling berhubungan dalam cerpen “Mereka
Mengeja Larangan Mengemis" karya Ahmad Tohari ialah sebagai berikut:
a. Peristiwa pertama adalah Gupris menghampiri keempat temannya di pangkalan
pada pukul setengah tiga pagi. Sampainya di sana, Gupris duduk bersila di atas
bak truk kosong yang meluncur menuju pabrik semen. Berbeda dengan temannya
yang dangdutan, kali ini dia asyik dengan HP-nya.
b. Peristiwa kedua ketika mendekati perempatan Karangasu, Gupris bangkit dan
berdiri oleng. Dia mengajak keempat temannya bersiap turun. Setelah turun, lima
anak tanggung yang jarang mandi itu berjalan menyingkir dari perempatan. Yang
satu dituntun menuju tempat yang terlindung dan ditinggal sendiri di sana. Gupris
mengajak tiga teman kembali ke sudut perempatan.
c. Peristiwa ketiga ketika Gupris melihat sesuatu; ada yang berubah di sudut
perempatan. Di dekat mereka telah terpancang sebuah papan pengumuman. Dia
ingin membaca tulisan itu. Dia mulai mengeja. Teman-temannya mendekat dan
berdiri di belakangnya untuk menguping. “Ba-ran-g si-a-pa me-nge-mis dan me-
ng-a-men… di-pi-da-na… ku-ru-ng-an…”.
d. Peristiwa keempat ketika hansip Karidun menghampiri Gupris dan keempat
temannya. Hansip itu memerintah Gupris dan teman-temannya untuk membaca
lagi papan pengumuman itu. Gupris bertanya apa arti dipidana, Pak Karidun
menjelaskan bahwa “Jadi, menurut saya, dipidana pasti tidak sama dengan diberi
dana. Dipidana mungkin sama dengan dihukum. Ya. Dipidana kurungan sama
dengan dihukum kurung, dibui, dipenjara. Tahu? Itulah, maka kalian
jangan ngemis dan ngamen terus. Seharusnya kalian bersekolah. Jadi kalian bisa
seperti saya yang sekuriti dan tahu dipidana itu artinya apa.”
e. Peristiwa kelima ketika Gupris dan keempat temannya melompat cekatan seperti
munyuk, naik ketika truk besar dengan bak tanpa dinding itu mulai bergerak.
Mereka kemudian ramai-ramai melambaikan tangan kepada hansip Karidun.
Kelima anak jalanan yang masih bocah itu telah pergi berkelana. Mereka akan
keluyuran Tegal, Cirebon, atau entah di mana lagi.

2. Tahapan Alur dalam Cerpen “Mereka Mengeja Larangan Mengemis” Karya


Ahmad Tohari
Ada lima tahapan alur, yakni tahap pengenalan (ekposition), tahap
pemunculan konflik (rising action), tahap konflik memuncak (klimaks), tahap konflik
menurun (anti klimaks), dan tahap penyelesaian (resolution). Adapun tahapan alur
dalam cerpen “Mereka Mengeja Larangan Mengemis" karya Ahmad Tohari dapat
diuraikan sebagai berikut:

a. Tahap Pengenalan (Eksposition atau Orientasi).


Tahap pengenalan merupakan tahapan awal cerita yang digunakan untuk
mengenalkan tokoh, latar, situasi, waktu, dan lain sebagainya. Tahap pengenalan
pada cerpen “Mereka Mengeja Larangan Mengemis" karya Ahmad Tohari
terdapat pada paragraf berikut:
Mereka lima anak tanggung dan hanya Gupris yang perempuan.
Kelimanya jarang mandi, dan lebih jarang lagi berganti pakaian. Di antara
mereka, Gupris yang paling banyak bergerak dan usil, juga cerewet. Hanya
Gupris pula yang pernah bersekolah meski hanya sebentar.
Pada tahap ini pengarang juga memperkenalkan bagaimana kehidupan
Gupris sebagai anak jalanan. Hal ini dapat dibuktikan pada kutipan berikut ini:
Dan sekarang kelima anak itu telah berlompatan ke atas bak truk tak
berdinding yang mulai bergerak meninggatkan pangkalan. Setiap pagi mereka
berkumpul di pangkalan truk yang dikelilingi warung-warung, paling banyak
warung nasi. …
Selain itu, pengarang juga memaparkan alasan gupris bergabung bersama
teman-temannya di pangkalan truk pada pukul setengah tiga pagi untuk menjadi
anak jalanan. Hal ini dapat dibuktikan pada kutipan berikut ini:
Jam tiga pagi adalah waktu yang paling dibenci Gupris. Dia sering
terbangun oleh bau wangi. Dia sering melihat emaknya dini hari sudah mandi,
berdandan, pakai bedak, dan bergincu. Lalu mengambil keranjang tenteng dan
bilang mau belanja ke pasar. Pada mulanya Gupris tidak peduli. Tapi kemudian
dia jadi benci karena emaknya selalu pulang dengan keranjang kosong.
Menornya sudah berantakan. Gupris benci dan makin benci. Jadi sekarang tiap
jam setengah tiga pagi dia bangun dan pergi ke pangkalan, bergabung dengan
empat teman sebelum emaknya pulang.

b. Tahap Pemunculan Konflik (Rising Action).


Tahap pemunculan konflik merupakan tahap dimunculkannya masalah.
Tahap ini ditandai dengan adanya ketegangan atau pertentangan antartokoh.
Tahap pemunculan konflik pada cerpen “Mereka Mengeja Larangan Mengemis"
karya Ahmad Tohari terdapat pada paragraf berikut:
Lima anak tanggung yang jarang mandi itu berjalan menyingkir dari
perempatan. Yang satu dituntun menuju tempat yang terlindung dan ditinggal
sendiri di sana. Gupris mengajak tiga teman kembali ke sudut perempatan.
Gendang dari pipa pralon dengan membran karet ban mulai berdebam. Kecrek
dan gitar butut mulai berbunyi. Gupris siap dangdutan. Tetapi tiba-tiba dia
berhenti bergerak. Dia melihat sesuatu; ada yang berubah di sudut perempatan
itu. Di dekat mereka telah terpancang sebuah papan pengumuman. Tulisannya
hitam di atas papan kayu bercat putih. Berbeda dengan teman-temannya yang
tidak tertarik karena tidak bisa membaca, Gupris lain. Dia ingin membaca tulisan
itu. Dia mulai mengeja. Teman-temannya mendekat dan berdiri di belakangnya
untuk menguping.
“Ba-ran-g si-a-pa me-nge-mis dan me-ng-a-men… di-pi-da-na… ku-ru-
ng-an…”.
Gupris berhenti, lalu berbalik menghadap teman-teman.
“Dipidana itu apa? Dipidana kurungan artinya apa?” tanyanya.
Pada tahap ini, kemunculan hansip Karidun juga turut menyebabkan
ketegangan karena adanya pertentangan antar tokoh. Hal ini dapat dibuktikan pada
kutipan berikut:
“Nah, baca itu! Kalian anak-anak liar yang kerjanya keluyuran, harus
baca itu. Harus!”
Gupris dan teman-temannya serentak menoleh ke samping. Ada seorang
hansip keluar dari warung nasi sambil membersihkan mulut dengan punggung
tangan. Di atas saku kanan bajunya tersulam jelas nama Karidun. Dia bergerak
setengah berlari. Dan berhenti, pasang gaya. Suara kerasnya mengatasi bunyi
mobil dan motor. Masih ada remah nasi atau ampas kelapa di sudut bibirnya.
Sisa makanan terus berjoget mengikuti gerak mulut ketika hansip itu bicara. Itu
pemandangan yang membuat Gupris menahan tawa.

c. Tahap Konflik Memuncak (Turning Point atau Klimaks).


Tahap konflik memuncak atau biasa disebut klimaks merupakan tahap di
mana permasalahan atau ketegangan berada pada titik paling puncak. Tahap
konflik memuncak pada cerpen “Mereka Mengeja Larangan Mengemis" karya
Ahmad Tohari terdapat pada paragraf berikut:
Teruskan baca. Harus!” kata hansip Karidun. Tangannya menunjuk ke
papan di sana dengan gaya komandan. “Aku petugas keamanan, eh, sekuriti dari
Dinas Sosial. Aku yang memasang papan itu tadi pagi. Untuk orang-orang
semacam kalian. Tahu? Ingat, aku sekuriti dari Dinas Sosial, tahu?” Lengang,
Gupris berhenti, wajahnya buntu. Lalu menoleh ke belakang ke arah teman-
temannya.“He, kenapa berhenti. Baca terus. Aku ini sekuriti. Dan menyuruh
kamu membaca. Ayo terus,” seru hansip Karidun, kali ini dengan suara lebih
keras.
“Di-pi-da-na, itu artinya apa, Pak?” tanya Gupris dengan gaya yang
biasa saja. Meskipun masih gadis kecil yang jarang mandi, Gupris berani cengar-
cengir kepada hansip Karidun yang maunya disebut sekuriti.Lengang lagi.
Hansip Karidun kelihatan tidak siap menjawab pertanyaan Gupris.Wajahnya
berubah-ubah. Seperti orang gagap, bingung, tapi alisnya mengeras. Kemudian
memutar badan sampil mengusap-usap kening. Akhirnya dia kembali tegak
menghadap kelima anak jalanan itu. Dia juga menggagah-gagahkan diri.
Ketegangan semakin terasa ketika hansip Karidun memberitahukan
tentang arti kata dipidana dan menyebutkkan hukuman pidana seperti denda dan
penjara. ketegangan semakin memuncak ketika hansip Karidun akan menelpon
satpol PP. Hal ini dibuktikan pada kutipan berikut:
“O, jadi kalian minta dihukum. ya?” Karidun sibuk mencari HP di
sakunya. Mulutnya komat-kamit dan ampas itu belum tanggal juga dari sudut
bibirnya. Gupris dan keempat temannya tertawa lagi. “Tunggulah, saya akan
panggil mobil satpol PP buat menggaruk kalian. Tunggu saja. Saya sekuriti yang
memanggil satpol PP. Jadi mereka akan datang segera.”

d. Tahap Konflik Menurun (Antiklimaks).


Tahap konflik menurun atau biasa disebut antiklimaks merupakan tahap di
mana masalah mulai dapat diatasi dan ketegangan berangsur-angsur menghilang.
Pada tahap ini, anak-anak jalanan itu memutuskan untuk pergi agar tidak
berusuran lagi dengan hansip Karidun. Mereka naik ke truk yang akan menuju
Tegal. Tahap konflik menurun pada cerpen “Mereka Mengeja Larangan
Mengemis" karya Ahmad Tohari terdapat pada paragraf berikut:
Ketika Karidun sibuk ber-HP. Gupris berbalik menghadap ke teman-
temannya. Dia berbisik-bisik. Empat temannya mengangguk bersamaan. Mereka
kemudian melirik ke samping. Lampu jalan sedang menyala merah. Dua truk
besar yang kosong dengan bak terbuka dan satu mobil bagus berhenti. Lampu
berganti menyala kuning, lalu hijau. Gupris bergerak paling cepat, diikuti yang
lain. Mereka melompat cekatan seperti munyuk, naik ketika truk besar dengan bak
tanpa dinding itu mulai bergerak. Mereka kemudian ramai-ramai melambaikan
tangan kepada hansip Karidun.
“Hai Pak Hansip, kami mau ke Tegal, terus Cirebon. Terus ke…, terus,
terus…. Kalau mau menghukum, kejar kami ke sana, ya, Pak?” Gupris berseru
sekerasnya sambil tertawa tergelak. Keempat temannya berjoget ria di atas truk
yang terus berlari. Suara Gupris terus terdengar, tapi makin lama makin samar.
Truk pengangkut semen itu menjauh, terus menjauh ke utara menuju Tegal.

e. Tahap Penyelesaian (Resolution).


Tahap penyelesaian merupakan tahap di mana konflik sudah terselesaikan.
Sudah tidak ada permasalahan maupun ketegangan antar tokohnya karena telah
menemukan penyelesaiannya. Pada tahap ini, lima anak jalanan telah menyingkir
dari perempatan Karangasu. Hansip karidun bangga karena telah melaksanakan
tugas dengan baik. Tahap penyelesaian pada cerpen “Mereka Mengeja Larangan
Mengemis" karya Ahmad Tohari terdapat pada paragraf berikut:
Lima anak jalanan telah menyingkir dari perempatan Karangasu. Hansip
Karidun bangga karena merasa telah melaksanakan tugas dengan baik. Atau,
entahlah. Karena bayangan wajah Gupris yang imut-imut dengan dua kepang
rambut terus hadir di rongga mata. Suara Gupris ketika mengeja dengan suara
terbata-bata, “… dipidana kurungan itu apa?”, juga masih terngiang-ngiang di
dalam telinga.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Alur adalah struktur cerita yang disusun oleh rentetan peristiwa, yang mana
diakibatkan atau dialami oleh pelaku. Sederhananya, Alur atau juga bisa disebut plot
merupakan rangkaian peristiwa dalam cerita. Peristiwa-peristiwa dalam alur memiliki
hubungan sebab akibat hingga menjadikannya sebuah cerita yang utuh. Adapun
tahapan alur dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Tahap pengenalan (Eksposition atau Orientasi). Tahap pengenalan merupakan
tahapan awal cerita yang digunakan untuk mengenalkan tokoh, latar, situasi,
waktu, dan lain sebagainya.
2. Tahap pemunculan konflik (Rising action). Tahap pemunculan konflik merupakan
tahap dimunculkannya masalah. Tahap ini ditandai dengan adanya ketegangan
atau pertentangan antar tokoh.
3. Tahap konflik memuncak (Turning point atau Klimaks). Tahap konflik memuncak
atau biasa disebut klimaks merupakan tahap di mana permasalahan atau
ketegangan berada pada titik paling puncak.
4. Tahap konflik menurun (Antiklimaks). Tahap konflik menurun atau biasa disebut
antiklimaks merupakan tahap di mana masalah mulai dapat diatasi dan ketegangan
berangsur-angsur menghilang.
5. Tahap penyelesaian (Resolution). Tahap penyelesaian merupakan tahap di mana
konflik sudah terselesaikan. Sudah tidak ada permasalahan maupun ketegangan
antar tokohnya, karena telah menemukan penyelesaiannya.

B. Saran
Kami sadar bahwa dalam analisis yang kami lakukan ini masi terdapat banyak
kekurangan, untuk itu kami meminta kritik dan saran guna perbaikan analisis kami
kedepannya.
Kami juga berharap bahwa mahasiswa di tingkat S1 untuk jurusan Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia dapat menjadikan makalah ini sebeagai acuan bahan ajar
terhadap materi kuliah terkait.
Daftar Pustaka

Tohari, Ahmad. Mereka Mengeja Larangan Mengemis.


https://lakonhidup.com/2019/09/15/mereka-mengeja-larangan-mengemis/ (Dikses tanggal
11 Januari 2021)

39 Macam Macam Cerpen – Pengertian – Struktur dan Contohnya


https://dosenbahasa.com/macam-macam-cerpen (Dikses tanggal 11 Januari 2021)

Pengertian Alur Cerita – Jenis – Tahapan dan Contohnya https://dosenbahasa.com/alur-


cerita (Dikses tanggal 11 Januari 2021)

Anda mungkin juga menyukai