Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gambaran Umum Wilayah Penelitian

2.1.1. Deskripsi Kegiatan


PT. Total Optima Prakarsa merupakan salah satu perusahaan yang
menjalankan usaha di bidang pertambangan yang meliputi eksplorasi, eksploitasi,
pengolahan, pengangkutan, pemasaran dan penjualan komoditi batuan jenis
granodiorit. Lokasi usaha dan/atau kegiatan pertambangan dan pengolahan batu
granodiorit PT. Total Optima Prakarsa, berada di Desa Peniraman, Kecamatan
Sungai Pinyuh, Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat.

2.1.2. Letak Wilayah


Kecamatan Sungai Pinyuh adalah salah satu kecamatan yang ada di
Kabupaten Mempawah terletak diantara 0°11' Lintang Utara dan 0°25' Lintang
Utara serta 108°58' Bujur Timur dan 109°13' Bujur Timur. Secara administratif,
batas wilayah Kecamatan Sungai Pinyuh adalah: (BPS, 2017)
- Utara : Kec. Anjongan
- Selatan : Laut Natuna
- Barat : Kec. Mempawah Timur
- Timur : Kec. Segedong dan Kab. Landak

Lokasi usaha dan/atau kegiatan pertambangan dan pengolahan batu


granodiorit PT. Total Optima Prakarsa, berada di Desa Penieaman, Kecamatan
Sungai Pinyuh, Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat. Lokasi penambangan
batuan PT. Total Optima Prakarsa dapat ditempuh dari Kota Pontianak dengan
jalur darat menggunakan kendaraan roda empat maupun roda dua menuju Desa
Peniraman dengan waktu tempuh ±1¼ jam, kemudian dilanjutkan menuju lokasi
quarry dengan jarak tempuh ± 2 Km.

2.1.3. Geologi
Secara umum kondisi geologi yang ada di Kabupaten Mempawah terbagi
menjadi aluvial, andesit, arenit kuarsa, diorit, formasi hamisan, granodiorit, dan

4
5

granodiorit mensibau. Dari 9 (sembilan) kecamatan yang ada di Kabupaten


Mempawah, kondisi geologi yang paling dominan adalah aluvial yaitu terdapat di
Kecamatan Sungai Kunyit, Mempawah Hilir, Mempawah Timur, Sungai Pinyuh,
Segedong, Siantan, dan Anjongan, sedangkan untuk Kecamatan Sadaniang yang
paling dominan adalah arenit kuarsa. Lihat Peta Geologi Kabupaten Mempawah
pada Gambar 2.1.
Jenis tanah yang terdapat di wilayah Kabupaten Mempawah adalah:
aluvial, organosol, low humid clay, dan litosol. Pada bagian wilayah pantai, jenis
tanah yang dominan adalah tanah aluvial dan organosol. Tanah alluvial
merupakan tanah yang di usahakan sebagian besar oleh pantai untuk sawah tadah
hujan dan kebun kelapa. Jenis ini sebagian besar terdapat di daerah pantai seperti
Kecamatan Sungai Kunyit, Sungai Pinyuh dan Mempawah Hilir. Tanah
organosal merupakan daerah yang terluas di Kabupaten Mempawah yang meliputi
Kecamatan Sungai Kunyit, Mempawah Hilir, Sungai Pinyuh, Siantan dan Toho.
(Pokja AMS, 2015)

2.1.4. Pertambangan
Di sektor pertambangan Kabupaten Mempawah memiliki potensi
pertambangan seperti emas, bauksit dan lain-lain yang masih belum tereksplorasi
secara optimal. Pada Tahun 2016, produksi penggalian Kabupaten Mempawah
sebesar 299,11 ribu ton atau naik sekitar 30 persen dibanding tahun sebelumnya,
yang terdiri dari 7,73 persen pasir; 17,88 persen tanah urug dan 74,37 persen batu.
(BPS, 2017)
6

Gambar 2.1 Geologi Regional Kabupaten Mempawah dan Sekitarnya


Sumber : Penulis, 2018.
7

2.2 Pengertian Umum Batuan Granit dan Granodiorit


Batuan ini terjadi dari proses pembekuan magma bersifat asam, terbentuk
jauh di dalam kulit bumi sehingga disebut sebagai batuan dalam. Terbentuknya
kira-kira 3-4 km dibawah permukaan bumi, bahkan sampai pada jarak 15-50 km
di dalam bumi. Bentuk intrusi dapat berupa batholit, lakolit maupun phacolit.
Karena membekunya jauh didalam kulit bumi, bentuk dan ukuran mineral
pembentuknya besar-besar dan mudah dibedakan antara mineral satu dengan
lainnya. Kenampakan demikian dikenal dengan istilah holokristalin, porfiritik.
Warna batuannya bermacam-macam tergantung dari jenis mineral penyusunnya
antara lain merah, coklat, abu-abu atau kombinasi diantaranya. Khusus untuk
granodiorit memperlihatkan ukuran butir kristal yang relatif kecil dibandingkan
dengan granit.
Granit mempunyai komposisi utama kuarsa, potash feldspar (khususnya
ortoklas dan microklin), plagioklas (terutama albite-oligoklas), biotit dan mika,
mineral penyertanya antara lain magnetit, ilmenit, pint, zirkon, allanit, turmalin
kadang-kadang didapatkan muskovit, hornblende, piroksen dan garnet. Granit
mempunyai kekuatan tekan 1000 - 2.500 kg/cm2, dengan berat jenis 2,6-2,7.
Diorit mempunyai komposisi mineral mendekati granit dengan ukuran butir yang
relatif lebih kecil. Transisi antara granit dan diorit disebut sebagai granodiorit
yang mempunyai warna yang relatif lebih gelap, kekuatan tekan 1000 - 2.500
kg/cm2, dengan berat jenis 2,6-2,9. (Sukandarrumidi, 2009:148)

2.3 Pengolahan Bahan Galian


Pengolahan bahan galian adalah istilah umum yang digunakan untuk
mengolah semua jenis bahan galian hasil tambang yang berupa mineral, batuan,
bijih, atau bahan galian lainnya yang ditambang, untuk dipisahkan menjadi
produk-produk berupa satu macam atau lebih.
1. Comminution (Kominusi)
2. Sizing (Penyeragaman Ukuran)
3. Concentration (Konsentrasi)
4. Dewatering (Pengeringan)
8

Dari beberapa tahapan di atas tersebut, proses pengolahan batuan diorit


pada crushing plant unit hanya melalui 2 tahapan saja yaitu tahapan pengecilan
ukuran (kominusi) dan tahapan penyeragaman ukuran (sizing), dari 2 tahapan
tersebut akan didapatkan produk yang langsung siap untuk dipasarkan. (Hendra
dkk, 2017)

2.4 Peremukan Batuan


Peremukan batu pada prinsipnya bertujuan mereduksi material untuk
memperoleh ukuran butir tertentu melalui alat peremuk dan pengayakan. Dalam
memperkecil ukuran pada umumnya dilakukan dengan 3 tahap (Currie, 1973),
yaitu:
1. Primary Crushing
Merupakan peremukan tahap pertama, alat peremuk yang biasanya
digunakan pada tahap ini adalah Jaw Crusher dan Gyratory Crusher.
Umpan yang digunakan biasanya berasal dari hasil penambangan
dengan ukuran berkisar 1500 mm, dengan ukuran setting antara 30 mm
sampai 100 mm. Ukuran terbesar dari produk peremukan tahap pertama
biasanya kurang dari 200 mm.

2. Secondary Crushing
Merupakan peremukan tahap kedua, alat peremuk yang digunakan
adalah Jaw Crusher ukuran kecil, Gyratory Crusher ukuran kecil, Cone
Crusher, Hammer Mill dan Rolls. Umpan yang digunakan berkisar 150
mm, dengan ukuran antara 12,5 mm sampai 25,4 mm. Produk terbesar
yang dihasilkan adalah 75 mm.

3. Fine Crushing
Merupakan peremukan tahap lanjut dari secondary crushing, alat yang
digunakan adalah Rolls, Dry Ball Mills, Disc Mills dan Ring Mills.
Umpan yang biasanya digunakan kurang dari 25,4 mm.

2.5 Peralatan Unit Rangkaian Peremuk (Crushing Plant Unit)


9

Pada tahapan pengolahan bahan galian ini proses peremukan batuan


dilakukan dalam suatu pabrik peremuk (crushing plant unit). Suatu crushing
plant unit terdiri dari rangkaian alat-alat yang disusun secara teratur dengan
skema pengolahan yang dibutuhkan, secara umum suatu pabrik peremuk terdiri
dari alat jaw crusher, hopper, feeder, belt conveyer, screen dan lain lain.

2.5.1 Hopper
Hopper merupakan suatu alat untuk menampung batuan dari rom
sebelum masuk ke dalam peremuk batuan (crusher). Dengan menggunakan
rumus di bawah ini volume suatu hopper dapat ditentukan sebagai berikut: (J.
Kelly, 1982)
( A 1+ A 2)
V =P × ×T (2.1)
2
Keterangan :
V = Volume P = Panjang
A1 = Lebar Bawah A2 = Lebar Atas
T = Tinggi

2.5.2 Vibrating Feeder dan Vibrating Grizzly Feeders


Vibrating feeders dipakai untuk mengontrol masuknya batu ke primery
jaw. Ketika vibrating feeders masuknya batu yang akan dipecah oleh crusher
primer dapat diatur continue. Apabila raw material yang dipakai banyak yang
berukuran kecil, misalnya sirtu kali, didepan feeder dapat ditambahkan grizzly
bar untuk memisahkan batu yang kecil atau pasir supaya tidak masuk kedalam
crusher. Dengan demikian hanya batu-batuan yang berukuran besar saja yang
masuk kedalam crusher untuk dipecah. Pasir dan kotoran-kotoran quarry dapat di
bypass keluar di sekitar primery crusher. Efisiensi crusher akan naik. (Djoko
Wilopo, 2009:102)
10

Gambar 2.2 Vibrating Feeder


Sumber : Djoko Wilopo, 2009:102

Gambar 2.3 Vibrating Grizzly Feeders


Sumber : Djoko Wilopo, 2009:102

Perhitungan kapasitas ayakan getar secara umum tergantung pada luas


penampang screen, ukuran opening screen, sifat material umpan seperti berat
jenis, kandungan air, temperatur, dan tipe dari alat ayakan yang digunakan.
(Gaudin, 1939)
Perhitungan kapasitas teoritis ayakan yang dilakukan dengan rumus :

C = AxBxGxVxHxExMxOxDxTxW (2.2)

dimana :
C = kapasitas teoritis ayakan getar, ton/jam
A = luas permukaan ayakan, m2
B = kapasitas basis ayakan getar setiap m2 lubang bukaan ayakan
G = bulk density factor
V = over size factor
M = moist condition factor
H = faktor ukuran halus material yang tidak lolos pada persen berat material
halus yang berukuran lebih kecil dari setengah ukuran lubang ayakan getar
E = faktor efisiensi
O = open area factor
D = deck factor
T = type of deck factor
W = wet screening factor
11

Screen adalah alat yang digunakan untuk memisahkan ukuran material


berdasarkan perbedaan ukuran. Kapasitas Screen dapat ditentukan dengan
rumus berikut : (Taggart, 1954)
TA = Q x D x K x w x V x H (2.3)

dimana :
TA = Kapasitas Total K = Kandungan Air
D = Deck Location Factor H = Halfsize Factor
w = Berat Jenis Material V = Oversize Factor
Q = Kapasitas Vibrating Screen (ton/jam)

Efisiensi ayakan getar merupakan perbandingan antara material yang lolos


lubang ayakan dengan material yang seharusnya lolos. Secara umum efisiensi
ayakan tergantung pada lamanya umpan berada di atas ayakan, jumlah lubang
bukaan yang terbuka, tebal lapisan umpan perimbangan ukuran material pada
umpan. (Peurifoy, 1988)

2.5.3 Jaw Crusher


Alat peremuk mempunyai 2 rahang (jaw), yang satu dapat digerakan
(swing) dan yang lainnya tidak dapat digerakan (fixed). Berdasarkan letak
porosnya jaw crusher dibagi menjadi dua, yaitu Blake Jaw Crusher dengan letak
poros di atas dan Dodge Jaw Crusher yang letak porosnya di bawah. Jenis Blake
Jaw Crusher ini masih dibagi lagi menjadi dua jenis, yaitu Single Toggle Blake
Jaw Crusher dan Double Toggle Blake Jaw Crusher. (Gaudin, 1939)
Bagian-bagian dari Jaw Crusher antara lain :
 Setting Block, yaitu bagian untuk mengatur agar lubang bukaan
ukurannya sesuai dengan yang dikehendaki. Bila setting block
dimajukan maka jarak fixed jaw dan swing jaw menjadi lebih pendek
atau lebih dekat, begitu pula sebaliknya.
 Toggle, yaitu bagian dari alat peremuk yang berfungsi untuk
mengubah gerakan naik turun menjadi gerakan horisontal atau maju-
mundur.
12

 Pitman, yaitu bagian dari alat peremuk yang berfungsi untuk merubah
gerakan berputar dari excentrik menjadi gerakan naik turun.
 Swing Jaw, yaitu bagian dari alat peremuk yang dapat
bergerak/rahang ayun yang berfungsi sebagai mamberi gaya tekanan
pada material umpan.
 Fixed Jaw, yaitu bagian dari alat peremuk yang tidak dapat
bergerak/rahang diam yang berfungsi sebagai memberi gaya menahan
pada material umpan.
 Mouth, yaitu bagian mulut dari alat peremuk yang berfungsi sebagai
lubang penerimaan.
 Throat, yaitu bagian paling bawah alat peremuk yang berfungsi
sebagai lubang pengeluaran.
 Gape, yaitu jarak horisontal pada mouth (lubang penerimaaan).
 Set, yaitu jarak horisontal pada throat (lubang pengeluaran).
 Open Setting, yaitu jarak antara rahang diam dengan rahang ayun
pada saat rahang ayun bergerak ekstrim ke belakang.
 Closed Setting, yaitu jarak antara rahang diam dengan rahang ayun
pada saat rahang ayun bergerak ekstrim ke depan.
 Throw, yaitu selisih jarak pelemparan pada saat rahang menbuka
(open setting) dengan pada saat rahang menutup (closed setting).
 Nip Angle, yaitu sudut yang dibentuk dari garis singgung yang dibuat
antara jaw (swing dan fixed) dengan material batuan.
13

Gambar 2.4 Jaw Crusher


Sumber : Djoko Wilopo, 2009:102

Pecahnya batuan pada alat peremuk rahang yang disebabkan oleh


ketahanan material umpan lebih kecil dari pada kuat tekan yang ditimbulkan oleh
alat peremuk, sudut singgung material (nip angle), dan arah dari resultan gaya
terakhir yang mengarah ke bawah sedemikian sehingga batuan tersebut pecah.
(Gaudin, 1939)
Adapun gaya yang bekerja pada alat peremuk adalah :
1) Gaya tekan
Merupakan gaya yang dihasilkan oleh gerakan rahang ayun yang
bergerak menekan batuan.
2) Gaya gesek
Merupakan gaya yang bekerja pada permukaan antara rahang diam
maupun rahang ayun dengan batuan.
3) Gaya gravitasi
Merupakan gaya yang bekerja pada batuan sehingga mempengaruhi
arah gerak material ke bawah (gravitasi).
4) Gaya menahan
Merupakan gaya tahan yang dimiliki batuan atas gaya yang timbul
akibat gerakan rahang ayun terhadap rahang diam.
14

G
FJ
SJ Keterangan :
M
SJ : Rahang Ayun
FJ : Rahang Diam
G : Bukaan Rahang
F.4
M : Mineral Umpan
F.2 R1  : Nip Angle
S : Setting
F.1
R2
F.2 F1 : Gaya tekan
F.3
F2 : Gaya gesek
F3 : Gaya gravitasi
F4 : Gaya menahan
R1 : Resultante awal
R2 : Resultante akhir

Gambar 2.5 Mekanisme Pecahnya Batuan


Sumber : Gaudin, 1939

Gambar 2.6 Alur Jaw Crusher


Sumber : Djoko Wilopo, 2009:102
15

Terdapat 4 macam reduction ratio yaitu:


1. Limiting reduction, yaitu perbandingan antara tebal/lebar feed dengan
tebal/lebar produk, dapat dihitung dengan rumus;

tF wF
RL : tF =¿ ℘ (2.4)

Keterangan
RL : nilai limiting reduction ratio.
tF : tebal material umpan, (mm)
tP : tebal material umpan, (mm)
wF : lebar material umpan, (mm)
wP : lebar material produk, (mm)

a) Working Reduction Ratio


Perbandingan antara tebal partikel umpan (tF) yang terbesar dengan
effective set (Se) dari Crusher
tF
WRR : Se (2.5)

b) Apperent Reduction Ratio


Perbandingan antara effective gate (G) dengan effective set (So)
0.85G
ARR: So
(2.6)

c) Reduction Ratio 80 ( R80)

Perbandingan antara lubang ayakan dengan ukuran lubang ayakan


produk pada kumulatif 80 %.

Kapasitas Jaw Crusher dipegaruhi oleh


a. Gravitasi material
b. Kekerasaan material
c. Keliatan material
d. Kandungan air/ kelembaban
16

Menurut Taggart (1954), Jaw Crusher dinyatakan dalam suatu rumus


empiris :
T = 0.6 LS (2.7)
Dimana:
T = kapasitas, ton/jam
L = panjang dari lubang penerimaan
S = lebar dari lubang pengeluaran.

Kapasitas alat peremuk dibedakan menjadi kapasitas desain dan


kapasitas teoritis. Kapasitas desain merupakan kemampuan produksi yang
seharusnya dapat dicapai oleh alat peremuk tersebut berdasarkan hasil
pengujian oleh pabrik pembuatnya. Sedangkan kapasitas teoritis merupakan
kemampuan alat peremuk sesungguhnya didasarkan pada sistem produksi yang
diterapkan, yang diketahui dari hasil pengambilan sampel produk. Menurut
Currie (1973), kapasitas alat peremuk dirumuskan sebagai berikut :
TR = Ta x Kc x Km x Kf (2.8)
Dimana :
TR = ton perjam batuan yang diremuk pada kondisi Kc, Km dan Kf
Ta = kapasitas crusher (ton/jam)
Km = faktor kandungan air
Kf = faktor pengumpan material
Kc = faktor kekersan batuan

Faktor-faktor yang mempengaruhi peremukan batuan oleh Jaw Crusher


antara lain (Taggart, 1964) :
1. Kuat Tekan Batuan
Ketahanan batuan dipengaruhi oleh keterepasan (friability) dan
kerapuhan (brittlenes) dari kandungan mineralnya. Struktur mineral
yang sangat halus biasanya lebih tahan dari pada batuan yang
berstruktur kasar.

2. Ukuran Material Umpan


17

Ukuran material umpan untuk mencapai produk yang baik pada


peremukan adalah kurang dari 85% dari ukuran bukaan dari alat
peremuk.

3. Reduction Ratio-80
Merupakan perbandingan ukuran ayakan yang dapat meloloskan 80%
berat umpan kumulatif dengan ukuran dari ayakan yang dapat
meloloskan 80% berat produk kumulatif. Menurut Currie (1973), nilai
reduction ratio yang baik pada proses peremukan untuk primary
crushing adalah 4 – 7, untuk secondary crushing adalah 14 – 20 dan
untuk fine crushing adalah 50 – 100.

4. Pengaturan Alat Jaw Crusher


Lebar dari lubang pengeluaran/setting, besar kecilnya setting alat
peremuk dapat diatur dengan mengatur toggle. Dilakukan dengan
mengencangkan atau mengendurkan pada setting block sampai
didapatkan lebar setting yang diinginkan. Variasi dari trhow, untuk Jaw
Crusher, kecil selisih antara open dengan closed setting 3/8 inchi,
sedangkan Jaw Crusher besar selisihnya sebesar 1 inchi.

5. Energi Peremukan
Energi yang dibutuhkan alat peremuk tergantung dari beberapa faktor
antara lain ukuran umpan, ukuran produk, kapasitas mesin peremuk,
bentuk material, presentase dari waktu berhenti alat peremuk pada suatu
proses peremukan. Besarnya energi yang dibutuhkan untuk meremuk
berkisar antara 0,3 – 1,5 Kw jam/ton.

6. Kapasitas
Kapasitas alat peremuk dipengaruhi oleh jumlah umpan yang masuk
setiap jam, berat jenis umpan dan besar setting dari alat peremuk.

2.5.4 Belt Conveyor


Kapasitas Teoritis Sabuk Berjalan, sangat dipengaruhi oleh luas
penampang melintang material yang terangkut sabuk berajalan, kecepatan sabuk
18

berjalan, dan bobot isi material yang terangkut. Luas penampang melintang akan
tergantung pada lebar sabuk, dalamnya cekungan sabuk, sudut lereng alam (Angle
Of Repose) material terangkut dan sejauh mana sabuk itu mampu dimuati sampai
batas kemampuannya, sedangkan sudut lereng alami material diatas sabuk
berjalan dipengaruhi oleh jenis dan kondisi material yang diangkut.
Untuk menghitung kapasitas dari suatu belt conveyor harus diketahui
terlebih dahulu bagian cross section (penampang melintang) dari belt conveyor
tersebut, dikarenakan pada perhitungan kapasitas conveyor memerlukan data
nilai koefisien cross section belt conveyor, untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada Gambar 2.7. (Belt Conveyor For Bulk Material, 2007)

Gambar 2.7 Penampang Melintang Belt Conveyor

Dengan mengetahui luas penampang melintang muatan di atas sabuk berjalan


maka kapasitas teoritis dari sabuk berjalan dapat dicari dengan menggunakan
persamaan sebagai berikut:

A = K (0, 9 B–0, 05) (2.9)


Dimana :
A : luas penampang melintang muatan di atas sabuk berjalan (m3)
K : Koefisien dari luas penampang melintang muatan di atas sabuk berjalan,
dimana harganya tergantung dari harga Trough Of Angle () dan harga Angle Of
Repose ().
B : Lebar sabuk berjalan (m) Harga koefisien luas penampang (melintang pada
sabuk berjalan).
19

Menurut buku Bridgestone Belt Conveyor Handbook (2006) untuk menghitung


besar produktivitas teoritis belt conveyor digunakan persamaan sebagai berikut:
Q = 3600 x A x v x 𝜌 x s (2.10)
Keterangan :
Q = Kapasitas Teoritis Conveyor ( ton/jam)
A = Luas Penampang melintang Conveyor ( m2),
v = Kecepatan (meter/s)
𝜌 = Density (ton/m3)
S = Kemiringan (…o)

Sedangkan kapasitas nyata ban berjalan dapat dihitung dengan rumus :


 Pengambilan conto pada saat ban berjalan dalam kondisi berjalan

W x 3600
Qb= (2.11)
1000 x T
dimana :
Qb = kapasitas ban berjalan, ton/jam
W = berat material sampel, kg
T = waktu pengambilan sampel, detik

 Pengambilan conto pada saat ban berjalan dalam kondisi berhenti


W x V x 3600
Qd= (2.12)
1000 x L
dimana :
Qd = kapasitas ban berjalan pada saat berhenti, ton/jam
W = berat material sampel, kg
V = kecepatan ban berjalan pada saat berjalan, m/detik
L = panjang pengambilan sampel diatas ban berjalan, meter
20

Tabel 2.1 Luas Penampang Material Pada Ban Berjalan


Trough of angle 30o
Angle of repose 100 200 300
Lebar sabuk berjalan (mm)
400 1,20 1,43 1,69
450 1,57 1,83 2,22
500 2,10 2,50 2,96
600 1,00 3,57 4,22
750 4,88 5,81 6,81
Sumber : Praktikum Pengolahan Bahan Galian UPN

Gambar 2.8 Sudut Angle Of Repose


Sumber : Praktikum Pengolahan Bahan Galian UPN

koefisien dari luas penampang melintang muatan di atas sabuk berjalan,


dimana harganya tergantung dari harga Trough Of Angle () dan Angle Of
Repose() Bila sabuk berjalan di pakai untuk mengangkut material dengan
kemiringan maksimun maka tergantung pada.
a) Bentuk material yang menggelinding, maka hanya bisa diangkut
sudut- sudut kecil yaitu 100- 120
b) Kesinambungan butiran umpan akan menyebabkan pengumpalan
atau penutupan pada ujung sabuk bawah sabuk. Sehingga untuk
memperbesar kemungkinan meluncur material
21

c) Ukuran butir seragam akan mudah menggelincir.

2.6 Kesediaan Alat Peremuk


Ada beberapa pengertian yang dapat menunjukkan keadaan peralataan
sesungguhnya dan efektifitas pengoperasiannya, antara lain: (Partanto, 1993)
a. Mechanical Availability (MA)
Mechanical Availability adalah suatu cara untuk mengetahui kondisi
peralatan Yang sesungguhnya dari alat yang dipergunakan Persamaannya
adalah
W
MA = x 1000 (2.13)
W xR
Dimana:
W = Jumlah jam kerja, yaitu waktu yang dibebankan kepada suatu alat
yang dalam kondisi yang dapat dioperasikan, artinya tidak rusak Waktu ini
meliputi pula tiap hambatan (delay time) yang ada.
R = Jumlah jam untuk perbaikan dan waktu yang hilang karena menunggu
saat perbaikan termasuk juga waktu untuk penyediaan suku cadang serta
waktu untuk perawatan preventif.

b. Physical Availability (PA)


Physical Availability adalah catatan ketersediaan mengenai keadaan fisik
dari Alat yang sedang dipergunakan. Persamaannya adalah:
W +S
PA = x 100 % (2.14)
W + R+ S
Dimana:
S = Jumlah jam suatu alat yang tidak dapat dipergunakan, akan tetapi
alat tersebut tidak dalam keadaan rusak dan siap untuk dioperasikan

c. Use Of Ability (UA)


Use Of Ability biasanya dapat memperlihatkan seberapa efektif suatu alat
yang sedang tidak rusak untuk dapat dimanfaatkan, hal ini dapat dijadikan
suatu ukuran seberapa baik Pengelolaan pemakaian peralatan.
Persamaannya adalah:
22

W
UA = x 100% (2.15)
( W +S )

d. Effective Of Utilization
Effective Utilization merupakan cara untuk menunjukkan berapa persen
dari seluruh waktu kerja yang tersedia yang dapat dimanfaatkan untuk
kerja produktif.
Persamaannya adalah :
W
EUT = x 100% (2.16)
(W + S+ R)

2.7 Efektifitas
Penggunaan Peralatan Efektifitas adalah alat peremuk berhubungan
dengan produksi yang dihasilkan dari peralatan tersebut. Efektifitas digunakan
untuk mengetahui sampai sejauh mana tingkat penggunaan dan kemampuan yang
dicapai peralatan tersebut yaitu dengan membandingkan antara kapasitas yang
dicapai saat ini dengan kapasitas desainnya dan dinyatakan dalam persen.
Perhitungan efektifitas pemakaian peralatan menggunakan persamaan:

kapasitas nyata
EP = x 100 % (2.17)
kapasitas design

2.8 Efisiensi Waktu Kerja

Efisiensi kerja adalah perbandingan waktu kerja efektif terhadap waktu


yang tersedia. Waktu yang digunakan adalah waktu untuk produksi berarti ada
kehilangan waktu yang disebabkan oleh adanya hambatan-hambatan selama jam
kerja. Dengan menghitung hambatan tersebut maka jam kerja efektif dapat
dihitung dengan menggunakan rumus : (Hendra dkk, 2017)
We = Wp-(Wn+Wu) (2.18)
Dimana :
We = Waktu kerja efektif
Wp = Waktu kerja Produktif
23

Wn = Waktu hambatan yang disebabkan oleh faktor alat


Wu = Waktu hambatan yang disebabkan oleh faktor manusia

Waktu produktif efektif yang diperoleh digunakan untuk menghitung


efisiensi kerja dengan persamaan :

We
E= ×100 % (2.19)

Keterangan :
E = Efisiensi We = Waktu Efektif Wp = Waktu Produktif

2.9 Material Balance


Untuk menyatakan keberhasilan suatu proses pemisahan mineral recovery
atau perolehan menunjukan effisiensi pemisahan.
Material balance di bagi dalam :
1. Recovery Atau Perolehan
Banyakanya mineral yang terkandung dalam konsentrat
R =
banyaknya mineral berhargadalam feed(umpan)
(2.20)
Cc
R = x 100 % (2.21)
Ff
Dimana:
R = Recovery
C = Concentrate
F = Feed
2. Kadar atau kandungan mineral berharga dalam konsentarat
masa mineral dalamkonsentat
Kadar =
massa konsentrat seluruhnya
(2.22)
3. Ratio Of Concentration ( Nisbah Konsentrasi)
Banyaknya umpan pengolahan untuk menghasilkan 1 ton konsentrat
Massa umpan
NK =
Massakonsentrat
(2.23)
24

2.10 Hasil Penelitian Terdahulu Yang Relevan


Tabel 2.2 Hasil Penelitian Terdahulu Yang Relevan
No Nama/Tahun Judul Metode Penelitian Hasil Penelitian
1 Atik Kajian Produktivitas Crushing Metode penelitian menggunakan Dengan jumlah material yang masuk
Widiyanti/2016 Plant Batu Andesit metode kuantitatif dengan
menuju cone crusher secondary dan
Di PT. Tarabatuh Manunggal. mengumpulkan data, kemudian cone crusher tertiery, artinya jumlah
Tbk Kampung. Joglo, Desa diolah dengan analisa
material melebihi kapasitas masing-
Cipinang, komparatif, yaitu mengolah data masing cone crusher hingga
Kecamatan Rumpin, teoritis dikaji dengan data nyata
menyebabkan aliran material tidak
Kabupaten Bogor, Provinsi dilapangan. continue, sehingga harus dilakukan
Jawa Barat pengaturan feeding dari fan feeder
menuju cv 03.
2 Taufan Analisis Kinerja Alat Crushing Metode Penelitian dengan Dengan upaya yang telah dilakukan, dari
Agustiar/2015 Plant Pada Tambang melakukan upaya perhitungan perhitungan produksi unit crushing
Andesit Untuk Meningkatkan produksi unit crushing plant plant saat ini 143.299,73 ton/bulan dapat
Produksi 125.000 secar teoritis dan nyata, serta diketahui bahwa target produksi 125.000
Ton/Bulan Di Pt Mandiri dengan meningkatkan kinerja ton/bulan tercapai.
Sejahtera Sentra, Desa jaw crusher, dari 190 rpm
Sukamulya, Kecamatan Tegal menjadi 210 rpm.
Waru, Kabupaten
Purwakarta, Provinsi Jawa
Barat
3 Griskiandar/2014 Kajian Teknis Kerja Alat Jaw Dilakukannya perhitungan unit Dari parameter presentese penilaian
Crusher Pada Batuan Andesit peremuk batuan andesit, untuk teknis unit peremuk kesedian alat dalam
kemudian dikaji dan kondisi baik jadi disimpulkan bawah
dibandingkan secara nyata dan poduksi masih bisa ditingkatkan yaitu
teoritis apakah alat masih bisa dengan melakukan perubahan setting
ditingkatkan atau tidak. dan menambah jumlah umpan.

Anda mungkin juga menyukai