TINJAUAN PUSTAKA
2.1.3. Geologi
Secara umum kondisi geologi yang ada di Kabupaten Mempawah terbagi
menjadi aluvial, andesit, arenit kuarsa, diorit, formasi hamisan, granodiorit, dan
4
5
2.1.4. Pertambangan
Di sektor pertambangan Kabupaten Mempawah memiliki potensi
pertambangan seperti emas, bauksit dan lain-lain yang masih belum tereksplorasi
secara optimal. Pada Tahun 2016, produksi penggalian Kabupaten Mempawah
sebesar 299,11 ribu ton atau naik sekitar 30 persen dibanding tahun sebelumnya,
yang terdiri dari 7,73 persen pasir; 17,88 persen tanah urug dan 74,37 persen batu.
(BPS, 2017)
6
2. Secondary Crushing
Merupakan peremukan tahap kedua, alat peremuk yang digunakan
adalah Jaw Crusher ukuran kecil, Gyratory Crusher ukuran kecil, Cone
Crusher, Hammer Mill dan Rolls. Umpan yang digunakan berkisar 150
mm, dengan ukuran antara 12,5 mm sampai 25,4 mm. Produk terbesar
yang dihasilkan adalah 75 mm.
3. Fine Crushing
Merupakan peremukan tahap lanjut dari secondary crushing, alat yang
digunakan adalah Rolls, Dry Ball Mills, Disc Mills dan Ring Mills.
Umpan yang biasanya digunakan kurang dari 25,4 mm.
2.5.1 Hopper
Hopper merupakan suatu alat untuk menampung batuan dari rom
sebelum masuk ke dalam peremuk batuan (crusher). Dengan menggunakan
rumus di bawah ini volume suatu hopper dapat ditentukan sebagai berikut: (J.
Kelly, 1982)
( A 1+ A 2)
V =P × ×T (2.1)
2
Keterangan :
V = Volume P = Panjang
A1 = Lebar Bawah A2 = Lebar Atas
T = Tinggi
C = AxBxGxVxHxExMxOxDxTxW (2.2)
dimana :
C = kapasitas teoritis ayakan getar, ton/jam
A = luas permukaan ayakan, m2
B = kapasitas basis ayakan getar setiap m2 lubang bukaan ayakan
G = bulk density factor
V = over size factor
M = moist condition factor
H = faktor ukuran halus material yang tidak lolos pada persen berat material
halus yang berukuran lebih kecil dari setengah ukuran lubang ayakan getar
E = faktor efisiensi
O = open area factor
D = deck factor
T = type of deck factor
W = wet screening factor
11
dimana :
TA = Kapasitas Total K = Kandungan Air
D = Deck Location Factor H = Halfsize Factor
w = Berat Jenis Material V = Oversize Factor
Q = Kapasitas Vibrating Screen (ton/jam)
Pitman, yaitu bagian dari alat peremuk yang berfungsi untuk merubah
gerakan berputar dari excentrik menjadi gerakan naik turun.
Swing Jaw, yaitu bagian dari alat peremuk yang dapat
bergerak/rahang ayun yang berfungsi sebagai mamberi gaya tekanan
pada material umpan.
Fixed Jaw, yaitu bagian dari alat peremuk yang tidak dapat
bergerak/rahang diam yang berfungsi sebagai memberi gaya menahan
pada material umpan.
Mouth, yaitu bagian mulut dari alat peremuk yang berfungsi sebagai
lubang penerimaan.
Throat, yaitu bagian paling bawah alat peremuk yang berfungsi
sebagai lubang pengeluaran.
Gape, yaitu jarak horisontal pada mouth (lubang penerimaaan).
Set, yaitu jarak horisontal pada throat (lubang pengeluaran).
Open Setting, yaitu jarak antara rahang diam dengan rahang ayun
pada saat rahang ayun bergerak ekstrim ke belakang.
Closed Setting, yaitu jarak antara rahang diam dengan rahang ayun
pada saat rahang ayun bergerak ekstrim ke depan.
Throw, yaitu selisih jarak pelemparan pada saat rahang menbuka
(open setting) dengan pada saat rahang menutup (closed setting).
Nip Angle, yaitu sudut yang dibentuk dari garis singgung yang dibuat
antara jaw (swing dan fixed) dengan material batuan.
13
G
FJ
SJ Keterangan :
M
SJ : Rahang Ayun
FJ : Rahang Diam
G : Bukaan Rahang
F.4
M : Mineral Umpan
F.2 R1 : Nip Angle
S : Setting
F.1
R2
F.2 F1 : Gaya tekan
F.3
F2 : Gaya gesek
F3 : Gaya gravitasi
F4 : Gaya menahan
R1 : Resultante awal
R2 : Resultante akhir
tF wF
RL : tF =¿ ℘ (2.4)
Keterangan
RL : nilai limiting reduction ratio.
tF : tebal material umpan, (mm)
tP : tebal material umpan, (mm)
wF : lebar material umpan, (mm)
wP : lebar material produk, (mm)
3. Reduction Ratio-80
Merupakan perbandingan ukuran ayakan yang dapat meloloskan 80%
berat umpan kumulatif dengan ukuran dari ayakan yang dapat
meloloskan 80% berat produk kumulatif. Menurut Currie (1973), nilai
reduction ratio yang baik pada proses peremukan untuk primary
crushing adalah 4 – 7, untuk secondary crushing adalah 14 – 20 dan
untuk fine crushing adalah 50 – 100.
5. Energi Peremukan
Energi yang dibutuhkan alat peremuk tergantung dari beberapa faktor
antara lain ukuran umpan, ukuran produk, kapasitas mesin peremuk,
bentuk material, presentase dari waktu berhenti alat peremuk pada suatu
proses peremukan. Besarnya energi yang dibutuhkan untuk meremuk
berkisar antara 0,3 – 1,5 Kw jam/ton.
6. Kapasitas
Kapasitas alat peremuk dipengaruhi oleh jumlah umpan yang masuk
setiap jam, berat jenis umpan dan besar setting dari alat peremuk.
berjalan, dan bobot isi material yang terangkut. Luas penampang melintang akan
tergantung pada lebar sabuk, dalamnya cekungan sabuk, sudut lereng alam (Angle
Of Repose) material terangkut dan sejauh mana sabuk itu mampu dimuati sampai
batas kemampuannya, sedangkan sudut lereng alami material diatas sabuk
berjalan dipengaruhi oleh jenis dan kondisi material yang diangkut.
Untuk menghitung kapasitas dari suatu belt conveyor harus diketahui
terlebih dahulu bagian cross section (penampang melintang) dari belt conveyor
tersebut, dikarenakan pada perhitungan kapasitas conveyor memerlukan data
nilai koefisien cross section belt conveyor, untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada Gambar 2.7. (Belt Conveyor For Bulk Material, 2007)
W x 3600
Qb= (2.11)
1000 x T
dimana :
Qb = kapasitas ban berjalan, ton/jam
W = berat material sampel, kg
T = waktu pengambilan sampel, detik
W
UA = x 100% (2.15)
( W +S )
d. Effective Of Utilization
Effective Utilization merupakan cara untuk menunjukkan berapa persen
dari seluruh waktu kerja yang tersedia yang dapat dimanfaatkan untuk
kerja produktif.
Persamaannya adalah :
W
EUT = x 100% (2.16)
(W + S+ R)
2.7 Efektifitas
Penggunaan Peralatan Efektifitas adalah alat peremuk berhubungan
dengan produksi yang dihasilkan dari peralatan tersebut. Efektifitas digunakan
untuk mengetahui sampai sejauh mana tingkat penggunaan dan kemampuan yang
dicapai peralatan tersebut yaitu dengan membandingkan antara kapasitas yang
dicapai saat ini dengan kapasitas desainnya dan dinyatakan dalam persen.
Perhitungan efektifitas pemakaian peralatan menggunakan persamaan:
kapasitas nyata
EP = x 100 % (2.17)
kapasitas design
We
E= ×100 % (2.19)
℘
Keterangan :
E = Efisiensi We = Waktu Efektif Wp = Waktu Produktif