Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tetanus terjadi diseluruh dunia dan endemik pada 90 negara yang sedang
berkembang, tetapi insidensinya sangat bervariasi. Bentuk yang paling sering, tetanus
neonatorum (umbilicus), membunuh sekurang-kurangnya 500.000 bayi setiap tahun
karena ibu tidak terimunisasi, lebih dari 70% kematian ini terjadi pada sekitar 10 negara
Asia dan Afrika tropis. Lagipula, diperkirakan 15.000 – 30.000 wanita yang tidak
terimunisasi di seluruh dunia meninggal setiap dengan C.tetani luka pascapartus,
pascaabortus, atau pascabedah. Sekitar 50 kasus tetanus dilaporkan setiap tahun di
Amerika Serikat kebanyakan pada orang-orang umur 60 tahun atau lebih tua, tetapi
sesuai anak belajar jalan dan kasus neonates juga terjadi (Stephen, 2000).

Di negara sedang berkembang seperti Indonesia, insiden dan angka kematian dari
penyakit tetanus masih cukup tinggi. Hal ini disebabkan karena tingkat kebersihan masih
sangat kurang, mudah terjadi kontaminasi, perawatan luka kurang diperhatikan,
kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kebersihan dan kekebalan terhadap
tetanus.Oleh karena itu tetanus masih merupakan masalah kesehatan. Akhir–akhir ini
dengan adanya penyebarluasan program imunisasi di seluruh dunia, maka angka
kesakitan dan angka kematian telah menurun secara drastis (Ozluk, 2010).

B. Tujuan

Adapun tujuan dan pembuatan referat ini adalah untuk mengetahui definisi, etiologi,
epidemiologi, patogenesis, manifestasi klinis, diagnosis, diagnosis banding, komplikasi,
hingga bagaimana penatalaksanaannya.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi

Tetanus adalah gangguan neurologis yang ditandai dengan meningkatnya tonus


otot dan spasme, yang disebabkan oleh tetanospasmin, suatu toksin protein yang kuat
yang dihasilkan oleh Clostridium tetani. Tetanus ini biasanya akut dan menimbulkan
paralitik spastik yang disebabkan tetanospasmin. Tetanospamin merupakan neurotoksin
yang diproduksi oleh Clostridium tetani (Dire, 2005).
B. Etiologi

Kuman tetanus yang dikenal sebagai Clostridium Tetani; berbentuk batang yang
langsing dengan ukuran panjang 2–5 um dan lebar 0,3–0,5 um, termasuk gram positif dan
bersifat anaerob. Kuman tetanus ini membentuk spora yang berbentuk lonjong dengan
ujung yang bulat, khas seperti batang korek api (drum stick) Sifat spora ini tahan dalam
air mendidih selama 4 jam, obat antiseptik tetapi mati dalam autoclaf bila dipanaskan
selama 15–20 menit pada suhu 121°C. Bila tidak kena cahaya, maka spora dapat hidup di
tanah berbulan–bulan bahkan sampai tahunan (Barkin, 1999).

Kuman tetanus tidak invasif. tetapi kuman ini memproduksi 2 macam eksotoksin
yaitu tetanospasmin dan tetanolisin. Tetanospasmin disebut juga neurotoksin karena
toksin ini melalui beberapa jalan dapat mencapai susunan saraf pusat dan menimbulkan
gejala berupa kekakuan (rigiditas), spasme otot dan kejang–kejang. Tetanolisin
menyebabkan lisis dari sel–sel darah merah (Barkin, 1999).
C. Epidemiologi

Tetanus tersebar di seluruh dunia dengan angka kejadian tergantung pada jumlah
populasi masyarakat yang tidak kebal, tingkat populasi masyarakat yang tidak kebal,
tingkat pencemaran biologi lingkungan peternakan/ pertanian, dan adanya luka pada kulit
atau mukosa. Tetanus pada anak tersebar di seluruh dunia, terutama pada daerah risiko
tinggi dengan cakupan imunisasi DPT yang rendah angka kejadian pada anak laki-laki
lebih tinggi, akibat perbedaaan aktivitas fisiknya (Merdjani, 2003).

Reservoir utama kuman ini adalah yang mengandung kotoran ternak, kuda dan
sebagainya, sehingga risiko penyakit ini didaerah peternakan sangat besar. Spora kuman
Clostridium tetani yang tahan terhadap kekeringan dapat bertebaran di mana-mana;
misalnya dalam debu jalanan, lampu operasi, bubuk antiseptic (dermatol), ataupun pada
alat suntik dan operasi (Merdjani, 2003).

Pada dasarnya tetanus adalah penyakit akibat penyakit pencemaran lingkungan


oleh bahan biologis (spora), sehingga upaya kausal menurunkan attack rate berupa cara
mengubah lingkungan fisik atau biologic. Port d’entre tak selalu dapat diketahui dengan
pasti, namun diduga melalui:
1. Luka tusuk, patah tulang komplikasi kecelakaan, gigitan binatang, luka bakar yang luas
2. Luka operasi, luka yang tak dibersihkan (debridement) dengan baik.
3. Otitis media, karies gigi, luka kronik
4. Pemotongan tali pusat yang tidak steril, pembubuhan punting tali pusat dengan kotoran
binatang, bubuk kopi, bubuk ramuan dan daun-daunan merupakan penyebab utama
masuknya spora pada punting tali pusat yang menyebabkan terjadinya kasus tetanus
neonatorum (Merdjani, 2003).
D. Patogenesis

Biasanya penyakit ini terjadi setelah luka yang dalam misalnya luka yang
disebabkan tertusuk paku, pecahan kaca, kaleng atau luka tembak, karena luka tersebut
menimbulkan keadaan anaerob yang ideal. Selain itu luka laserasi yang kotor, luka bakar
dan patah tulang juga akan mengakibatkan keadaan anaerob yang ideal untuk
pertumbuhan C. tetani ini. Walaupun demekian luka-luka ringan seperti luka gore, lesi
pada mata, telinga atau tonsil dan traktus digestivus serta gigitan serangga dapat pula
gores, lesi pada mata, telinga atau tonsil dan traktus digestivus serta gigitan serangga
dapat pula merupakan porte d’entrée (tempat masuk) dari C. tetani. Dibagian Ilmu
Kesehatan Anak FKUI-RSCM Jakarta, sering ditemukan telinga dengan otitis media
perforate merupakan tempat masuknya C. tetani, bila anamnestik tidak ada luka
(Merdjani, 2003).
Hipotesis mengenai cara absorbsi dan bekerjanya toksin:
1. Toksin diabsorbsi pada ujung saraf motorik dan melalui aksis silindrik dibawa ke
kornu anterior susunan saraf pusat.
2. Toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk ke dalam sirkulasi darah arteri
kemudian masuk ke dalam susunan saraf pusat.
Spora yang masuk ke dalam tubuh dan berada dalam lingkungan anerobik,
berubah menjadi vegetatife dan berbiak cepat sambil menghasilkan toksin. Dalam
jaringan yang anaerobic ini terdapat penurunan potensial oksidasi reduksi jaringan dan
turunnya tekanan oksigen jaringan akibat adanya benda asing, seperti bambu, pecahan
kaca dan sebagainya.
Hipotesa bahwa toksin pada awalnya merambat dari tempat luka lewat motor
endplate dan aksis silinder saraf tepi ke kornu anterior sumsum tulang belakang dan
menyebar ke seluruh susunan saraf pusat, lebih banyak dianut daripada lewat pembuluh
limfe dan darah. Pengangkuan toksin ini melewati saraf motorik, terutama serabut motor.
Reseptor khusus pada ganglion menyebabkan fragmen C toksin tetanus menempel erat
dan kemudian melalui proses perlekatan dan internalisasi, toksin diangkut kea rah sel
secara ekstra aksional dan menimbulkan perubahan potensial membrane dan gangguan
enzim yang menyebabkan kolin-esterase tidak aktif, sehingga kadar asetilkolin menjadi
sangat tinggi pada sinaps yang terkena. Toksin menyebabkan blockade pada simpul yang
menyalurkan impuls pada tonus otot, sehingga tonus otot meningkat dan menimbulkan
kekakuan. Bila tonus makin meningkat akan timbul kejang, terutama pada otot yang
besar.
Dampak Toksin
1. Dampak pada ganglion pra sumsum tulang belakang disebabkan oleh karena
eksotoksin memblok sinaps jalur antagonis, mengubah keseimbangan dan koordinasi
impuls sehingga tonus otot meningkat dan otot menjadi kaku.
2. Dampak pada otak, diakibatkan oleh toksin yang menempel pada cerebral gangliosides
diduga menyebabkan kekakuan dan kejang yang khas pada tetanus
3. Dampak pada saraf autonom, terutama mengenai saraf simpatis dan menimbulkan gaya
keringat yang berlebihan, hipertermia, hipotensi, hipertensi, aritmia, heart block atau
tokikardia

E. Manifestasi Klinis
Variasi masa inkubasi sangat lebar, biasanya berkisar anatara 5-14 hari. Makin
lama masa inkubasi, gejala yang timbul makin ringan. Derajat berat penyakit selain
berdasarkan gejala klinis yang tampak juga dapat diramalkan dari lama masa inkubasi
atau lama period of onset. Kekakuan dimulai pada otot setemapat atau trismus, kemudian
menjalar ke seluruh tubuh, tanpa disertai gangguan kesadaran. Kekakuan tetanus sangat
khas, yaitu fleksi kedua lengan dan ekstensi pada kedua kaki, fleksi pada kedua kaki,
tubuh kaku melengkung bagai busur.
Penyakit ini biasanya terjadi mendadak dengan ketegangan otot yang makin bertambah
terutama pada rahang dan leher. Dalam waktu 48 jam penyakit ini menjadi nyata dengan :

1. Trismus (kesukaran membuka mulut) karena spasme otot-otot mastikatoris.


2. Kaku kuduk sampai epistotonus (karena ketegangan otot-otot erector trunki)
3. Ketegangan otot dinding perut (harus dibedakan dengan abdomen akut)
4. Kejang tonik terutama bila dirangsang karena toksin terdapat di kornu anterior.
5. Risus sardonikus karena spasme otot muka (alis tertarik ke atas),sudut mulut tertarik ke
luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi.
6. Kesukaran menelan,gelisah, mudah terangsang, nyeri anggota badan sering merupakan
gejala dini.
7 Spasme yang khas , yaitu badan kaku dengan epistotonus, ekstremitas inferior dalam
keadaan ekstensi, lengan kaku dan tangan mengepal kuat. Anak tetap sadar. Spasme
mula-mula intermitten diselingi periode relaksasi. Kemudian tidak jelas lagi dan serangan
tersebut disertai rasa nyeri. Kadang-kadang terjadi perdarahan intramusculus karena
kontraksi yang kuat.
8. Asfiksia dan sianosis terjadi akibat serangan pada otot pernapasan dan laring. Retensi
urine dapat terjadi karena spasme otot urethral. Fraktur kolumna vertebralis dapat pula
terjadi karena kontraksi otot yang sangat kuat.
9. Panas biasanya tidak tinggi dan terdapat pada stadium akhir.
10. Biasanya terdapat leukositosis ringan dan kadang-kadang peninggian tekanan cairan
otak (Ritarwan, 2009).
Ada 4 bentuk klinik dari tetanus, yaitu:
1. tetanus local: otot terasa sakit, lalu timbul rebiditas dan spasme pada bagian
paroksimal luak. Gejala itu dapat menetap dalam beberapa minggu dan menhilang tanpa
sekuele.
2. Tetanus general merupakan bentuk paling sering, timbul mendadak dengan kaku
kuduk, trismus, gelisah, mudah tersinggung dan sakit kepala merupakan manifestasi
awal. Dalam waktu singkat konstruksi otot somatik — meluas. Timbul kejang tetanik
bermacam grup otot, menimbulkan aduksi lengan dan ekstensi ekstremitas bagian bawah.
Pada mulanya spasme berlangsuang beberapa detik sampai beberapa menit dan terpisah
oleh periode relaksasi.
3. Tetanus sephal : varian tetanus local yang jarang terjadi masa inkubasi 1-2 hari terjadi
sesudah otitis media atau luka kepala dan muka.
Paling menonjol adalah disfungsi saraf III, IV, VII, IX dan XI tersering adalah saraf otak
VII diikuti tetanus umum.
4. Neonatal tetanus :Biasanya disebabkan infeksi C. tetani, yang masuk melalui tali pusat
sewaktu proses pertolongan persalinan. Spora yang masuk disebabkan oleh proses
pertolongan persalinan yang tidak steril, baik oleh penggunaan alat yang telah
terkontaminasi spora C.tetani, maupun penggunaan obat-obatan Wltuk tali pusat yang
telah terkontaminasi. Kebiasaan menggunakan alat pertolongan persalinan dan obat
tradisional yang tidak steril,merupakan faktor yang utama dalam terjadinya neonatal
tetanus 4
Menurut berat gejala dapat dibedakan 3 stadium :
1. Trismus (3 cm) tanpa kejang-lorik umum meskipun dirangsang.
2. Trismus (3 cm atau lebih kecil) dengan kejang torik umum bila dirangsang.
3. Trismus (1 cm) dengan kejang torik umum spontan.

F. Diagnosis

Biasanya tidak sukar. Anamnesis terdapat luka dan ketegangan otot yang khas
terutama pada rahang sangat membantu. Anamnesis yang teliti dan terarah selain
membantu menjelaskan gejala klinis yang kita hadapi juga mempunyai arti diagnostic
dan prognostic. Anamnesis yang dapat membantu diagnosis antara lain:
• Apakah dijumpai luka tusuk, luka kecelakaan/patah tulang terbuka, luka dengan nanah
atau gigitan binatang
• Apakah pernah keluar nanah dari telinga
• Apakah menderita gigi berlobang
• Apakah sudah pernah mendapat imunisasi DT atau TT, kapan imunisasi yang terakhir
• Selang waktu antara timbulnya gejala klinis pertama (trismus atau spasme local) dengan
kejang yang pertama (periode of onset) (Merdjani,200).
G. Diagnosis banding
Untuk membedakan diagnosis banding dari tetanus, tidak akan sular sekali
dijumpai dari pemeriksaan fisik, laboratorium test (dimana cairan serebrospinal normal
dan pemeriksaan darah rutin normal atau sedikit meninggi, sedangkan SGOT, CPK dan
SERUM aldolase sedikit meninggi karena kekakuan otot-otot tubuh), serta riwayat
imunisasi, kekakuan otot otot tubuh), risus sardonicus dan kesadaran yang tetap normal.
H. Penatalaksanaan
A. Umum
Tujuan terapi ini berupa mengeliminasi kuman tetani, menetralisirkan peredaran
toksin, mencegah spasme otot dan memberikan bantuan pemafasan sampai pulih. Dan
tujuan tersebut dapat diperinci sbb :
1. Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya, berupa:
Membersihkan luka, irigasi luka, debridement luka (eksisi jaringan nekrotik),membuang
benda asing dalam luka serta kompres dengan H202 ,dalam hal ini penatalaksanaan,
terhadap luka tersebut dilakukan 1 -2 jam setelah ATS dan pemberian Antibiotika.
Sekitar luka disuntik ATS.
2. Diet cukup kalori dan protein, bentuk makanan tergantung kemampuan membuka
mulut dan menelan. Hila ada trismus, makanan dapat diberikan personde atau parenteral.
3. Isolasi untuk menghindari rangsang luar seperti suara dan tindakan terhadap penderita
4. Oksigen, pernafasan buatan dan trachcostomi bila perlu.
5. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit (Ritarwan, 2009).

B. Obat- obatan
1. Antibiotika :
Diberikan parenteral Peniciline 1,2juta unit / hari selama 10 hari, IM. Sedangkan
tetanus pada anak dapat diberikan Peniciline dosis 50.000 Unit / KgBB/12 jam secafa IM
diberikan selama 7-10 hari. Bila sensitif terhadap peniciline, obat dapat diganti dengan
preparat lain seperti tetrasiklin dosis 30-40 mg/kgBB/ 24 jam, tetapi dosis tidak melebihi
2 gram dan diberikan dalam dosis terbagi ( 4 dosis ). Bila tersedia Peniciline intravena,
dapat digunakan dengan dosis 200.000 unit /kgBB/24 jam, dibagi 6 dosis selama 10 hari.
Antibiotika ini hanya bertujuan membunuh bentuk vegetatif dari C.tetani, bukan untuk
toksin yang dihasilkannya. Bila dijumpai adanya komplikasi pemberian antibiotika broad
spektrum dapat dilakukan (Ritarwan, 2009).

2. Antitoksin

Antitoksin dapat digunakan Human Tetanus Immunoglobulin ( TIG) dengan dosis


3000-6000 U, satu kali pemberian saja, secara IM tidak boleh diberikan secara intravena
karena TIG mengandung "anti complementary aggregates of globulin ", yang mana ini
dapat mencetuskan reaksi allergi yang serius. Bila TIG tidak ada, dianjurkan untuk
menggunakan tetanus antitoksin, yang berawal dari hewan, dengan dosis 40.000 U,
dengan cara pemberiannya adalah : 20.000 U dari antitoksin dimasukkan kedalam 200 cc
cairan NaC1 fisiologis dan diberikan secara intravena, pemberian harus sudah
diselesaikan dalam waktu 30-45menit. Setengah dosis yang tersisa (20.000 U) diberikan
secara IM pada daerah pada sebelah luar (Stephen, 2000).

3.Tetanus Toksoid

Pemberian Tetanus Toksoid (TT) yang pertama,dilakukan bersamaan dengan


pemberian antitoksin tetapi pada sisi yang berbeda dengan alat suntik yang berbeda.
Pemberian dilakukan secara I.M. Pemberian TT harus dilanjutkan sampai imunisasi dasar
terhadap tetanus selesai. Berikut ini, tabel 4. Memperlihatkan petunjuk pencegahan
terhadap tetanus pada keadaan luka

Pencegahan
1. Mencegah terjadinya luka
2. Perawatan luka yang adekuat
3. Pemberian anti tetanus (ATS) dalam beberapa jam setelah luka yaitu untuk
memberikan kekebalan pasif, sehingga dapat dicegah terjadinya tetanus gejalanya ringan.
Umumnya diberikan 1.500 U intramuskulus dengan didahului oleh uji kulit dan mata.
4. Pemberian toksoid tetanus pada anak yang belum pernah mendapat imunisasi aktif
pada minggu-minggu berikutnya setelah pemberian ATS, kemudian diulangi lagi dengan
jarak waktu 1bulan 2 kali berturut-turut.
5. Pemberian penisilin prokain selama 2-3 hari setelah mendapat luka berat (dosis 50.000
U/kgBB/hari).
6. Imunisasi aktif. Toksoid tetanus diberikan agar anak membentuk kekebalan secara
aktif. Sebagai vaksinasi dasar diberikan bersama vaksinasi terhadap pertusis dan difteria,
dimulai pada umur 3 bulan. Vaksinasi ulangan (booster) diberikan 1 tahun kemudian dan
pada usia 5 tahun serta selanjutnya setiap 5 tahun diberikan hanya bersama toksoid
difteria (tanpa vaksin pertusis).
Bila terjadi luka berat pada seseorang anak yang telah mendapat imunisasi atau toksoid
tetanus 4 tahun yang lalu, maka kepadanya wajib diberikan pencegahan dengan suntikan
sekaligus antioksin dan toksoid pada kedua ekstremitas (berlainan tempat suntikan)
(Hasan, 2005).

J. Komplikasi
1. Spasme otot faring yang menyebabkan terkumpulnya air liur (saliva) di dalam rongga
mulut dan hal ini memungkinkan terjadinya aspirasi sehingga dapat terjadi pneumonia
aspirasi.
2. Asfiksia
3. Atelektasis karena obstruksi oleh secret
4. Fraktura kompresi
Komplikasi pada tetanus yaang sering dijumpai: laringospasm, kekakuan otot-otot
pernafasan atau terjadinya akumulasi sekresi berupa pneumonia dan atelektase serta
kompressi fraktur vertebra dan laserasi lidah akibat kejang. Selain itu bisa terjadi
rhabdomyolisis dan renal failure (Hasan, 2005).

K. Prognosis

Dipengaruhi oleh beberapa factor dan akan buruk pada masa tunas yang pendek
(kurang dari 7hari), usia yang sangat muda (neoatus) dan usia lanjut, bila disertai
frekuensi kejang yang tinggi, kenaikan suhu tubuh yang tinggi, pengobatan yang
terlambat, periode of onset yang pendek (jarak antara trismus dan timbulnya kejang) dan
adanya komplikasi terutama spasme otot pernafasan dan obstruksi saluran pernafasan.
Prognosis tetanus diklassikasikan dari tingkat keganasannya, dimana :
1. Ringan; bila tidak adanya kejang umum ( generalized spasm )
2. Sedang; bila sekali muncul kejang umum
3. Berat ; bila kejang umum yang berat sering terjadi.
Masa inkubasi neonatal tetanus berkisar antara 3 -14 hari, tetapi bisa lebih pendek atau
pun lebih panjang. Berat ringannya penyakit juga tergantung pada lamanya masa
inkubasi, makin pendek masa inkubasi biasanya prognosa makin jelek.
Prognosa tetanus neonatal jelek bila:
1. Umur bayi kurang dari 7 hari
2. Masa inkubasi 7 hari atau kurang
3. Periode timbulnya gejala kurang dari 18 ,jam
4. Dijumpai muscular spasm
Case Fatality Rate (CFR) tetanus berkisar 44-55%,sedangkan tetanus neonatorum >60%
(Hasan, 2005).
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Tetanus adalah gangguan neurologis yang ditandai dengan meningkatnya tonus otot
dan spasme, yang disebabkan oleh tetanospasmin, suatu toksin protein yang kuat
yang dihasilkan oleh Clostridium tetani.
2. Clostridium Tetani dalam bentuk spora masuk ke tubuh melalui luka yang
terkontaminasi dengan debu, tanah, tinja binatang, jika dinding sel kuman lisis
maka dilepaskan eksotoksin, yaitu tetanospasmin dan tetanolisin.
3. Secara klinis tetanus ada 3 macam :Tetanus umum, tetanus local dan tetanus
cephalic.
4. Strategi terapi tetanus melibatkan tiga prinsip penatalaksanaan : organisme yang
terdapat dalam tubuh hendaknya dihancurkan untuk mencegah pelepasan toksin
lebih lanjut, toksin yang terdapat dalam tubuh, diluar sistem saraf pusat hendaknya
dinetralisasi dan efek dari toksin yang telah terikat pada sistem saraf pusat
dieliminasi.
5. Prognosis dipengaruhi oleh beberapa faktor : Masa inkubasi, umur, period of onset,
pengobatan, ada tidaknya komplikasi, frekuensi kejang.
B. Saran

Jangan sepelekan luka kecil di tubuh Anda, terutama di bagian kaki atau tangan
yang mudah terkena kotoran seperti debu atau tanah. Luka kecil ini bisa menjadi pemicu
tetanus, penyakit yang sudah jarang terjadi tapi cukup mematikan. Tetanus merupakan
penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Bakteri ini akan memproduksi racun
yang menyebabkan kejang otot kronis. Tetanus ini sangat berbahaya tapi mudah diatasi
jika Anda teliti dan bertindak cepat.
DAFTAR PUSTAKA

1. Stephen S. tetanus edited by.Behrman, dkk. Dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson
Hal.1004-07. Edisi 15-Jakarta : EGC, 2000 (Stephen, 2000)

2. Merdjani, A., dkk. 2003. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis.Badan Penerbit
IDAI, Jakarta.(Merdjani, 2003)

3. Dr. Rusepno Hasan, dkk. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jilid II. Hal 568-72.. Cetakan kesebelas Jakarta: 2005 (Hasan,
2005)

4. http://74.125.153.132/search?q=cache:Bmq-xfKW6OsJ:library. usu.ac.id/
download/ fk/ penysaraf-kiking2. pdf+tetanus&cd=1&hl=id&ct= clnk&gl=id . Diakses
tanggal 07Juni 2009. (Ritarwan, 2009)

Dire,DJ. 2005. Tetanus. www.eMedicine.com

Anda mungkin juga menyukai