Uji Fiksasi Komplemen
Uji Fiksasi Komplemen
yang ada dalam serum dapat diikat atau dikonsumsi oleh kompleks antigen-antibodi tersebut,
Kenyataan ini dipakai untuk menggunakan komplemen sebagai salah satu bahan
untuk penetapan antigen maupun antibodi. Pengujian ini didasarkan atas reaksi yang terdiri
atas 2 tahap, yaitu tahap pertama dimana sejumlah tertentu komplemen oleh suatu kompleks
antigen-antibodi, dan tahap kedua dimana komplemen yang tersisa (bila ada) menghancurkan
eritrosit yang telah dilapisi hemolisin. Banyaknya komplemen yang tidak dikonsumsi pada
reaksi tahap pertama, dan yang mengakibatkan hemolisis pada reaksi tahap kedua, secara
tidak langsung merupakan parameter untuk antibodi atau antigen yang diperiksa.
Untuk mendapatkan hasil yang bisa dipercaya, semua reaktan yang diperlukan untuk uji ini
harus disesuaikan satu dengan yang lain dan berada dalam jumlah atau titer yang optimal.
Oleh karena itu sebelum melaksanakan pemeriksaan pada sampel penderita, terlebih dahulu
dilakukan uji pendahuluan untuk menstandarisasi titer hemolisin dan titer komplemen yang
dipakai pada sistem uji ini.
Titer hemolisin ditentukan oleh pengenceran tertinggi hemolisin yang masih dapat
melisiskan eritrosit berkonsentrasi 2% secara lengkap, bila ada komplemen. Titer hemolisin
ini disebut 1 unit dan untuk pemeriksaan sampel penderita dipakai 2 unit.
Oleh karena uji fiksasi komplemen melibatkan suatu sistem yang terdiri atas berbagai
reaktan, disamping titrasi hemolisin dan komplemen diatas, setiap reaktan harus diuji
terhadap ada tidaknya faktor penghambat atau faktor yang meningkatkan aktivasi komplemen
diikutsertakan kontrol serum positif maupun negatif. Suatu hasil pemeriksaan, baru bisa
dipercaya apabila semua reaktan pada sistem ini terkontrol dengan baik.
Uji fiksasi komplemen dipakai pertama kali oleh Wassermann, Neisser dan Bruck untuk
menentukan diagnosis Sifilis (Test Wassermann), akan tetapi kemudian prinsip pengujian
yang sama dipakai juga dalam diagnosis serologik berbagai penyakit lain, diantaranya
penyakit-penyakit yang disebabkan oleh virus, seperti virus Hepatitis B, Herpes, Rotavirus,
Rubella dan lain-lain.
Peralatan dan bahan yang diperlukan (cara mikro)
1.Peralatan yang dipakai sama seperti untuk teknik mikrohem aglutinasi
2. Kit reagens (Behring) terdiri atas antigen virus, komplemen, eritrosit domba, hemolisin dan
larutan penyangga.
Cara kerja
I.Uji Pendahuluan
1.Titrasi hemolisin
a. Sediakan 9 tabung reaksi. Masukkan kedalam tabung pertama dan seterusnya larutan
0,2 ml larutan hemolisin dari tabung-tabung permulaan. Tabung 10-12 dipakai untuk
kontrol erithrosit.
d. Kedalam tabung 1-9 dimasukkan 0,1 ml komplemen yang sudah diencerkan 1:30, 0,2
e. Kedalam tabung 10-12 masukkan 0,2 ml suspensi eritrosit 2% dan 0,8 ml larutan
penyangga.
f. Campur lalu inkubasikan tabung-tabung tersebut pada suhu 37OC selama 30 menit.
tertinggi yang menyebabkan hemolisis lengkap. Pengenceran ini disebut 1 unit dan
Campur eritrosit 2% sama banyak dengan hemolisin yang titernya 2 unit. Biarkan
2. Titrasi Komplemen
tabung baris I masukkan larutan penyangga, komplemen dan larutan antigen, lalu
campur
b. Lakukan hal yang sama pada tabung baris ke II dan ke III, hanya sebagai pengganti
antigen, kedalam tabung baris II dimasukkan antigen kontrol dan kedalam tabung
c. Inkubasikan semua tabung dalam penangas air dengan suhu 37OC selama 30 menit.
d. Masukkan sistem hemolitik (1h) kedalam semua tabung sebanyak 0,2 ml. Campur dan
yang menyebabkan hemolisis lengkap. Apabila hemolisis lengkap pada ketiga baris
tabung terjadi pada pengenceran komplemen yang sama, berarti semua reaktan pada
II. Pemeriksaan sampel
Pada setiap pemeriksaan selalu harus diikutsertakan kontrol antigen, kontrol sistem
Serum penderita terlebih dahulu diinaktifkan dalam penangas air dengan suhu 56OC
sumber komplemen hanya yang dibubuhkan pada pengujian dan diketahui titernya.
1. Sampe Pakai satu baris sumur untuk sampel pertama (sampel akut) dan satu baris lain
a. Masukkan ke dalam sumur 1 dan sumur 4-12 larutan penyangga sebanyak 25 ul.
b. Masukkan ke dalam sumur 1-4 sampel yang terlebih dahulu telah diencerkan 1:5
sebanyak 25 ul.
b. Masukkan kedalam sumur 1-4 serum kontrol positif yang telah diencerkan 1:5
sebanyak 25 ul, dan ke dalam sumur 11-12 serum kontrol negatif yang telah
sebanyak 25 ul.
dan sistem hemolitik sebanyak 50 ul.
5. Kontrol komplemen
sumur 5-8 antigen virus sebanyak 25 ul dan kedalam sumur 9-12 antigen kontrol
sebanyak 25 ul.
b. Buat pengenceran komplemen dalam tabung terpisah sehingga memperoleh
larutan komplemen 2 unit, 1,5 unit, 1,0 unit dan 0,5 unit.
sumur 6 dan 10 komplemen 1,5 unit sebanyak 25 ul, ke dalam sumur 7 dan 11
komplemen 1,0 unit sebanyak 25 ul dan ke dalam sumur 8 dan 12 komplemen 0,5
6. Plate ditutup dengan plate lain kemudian diinkubasikan pada suhu 4-6OC selama 18 jam
7. Keesokkan harinya, biarkan plate dalam suhu kamar selama 15 menit, kemudian
9. Reaksi dianggap selesai bila telah timbul hemolisis lengkap dalam sumur yang berisi
komplemen 2 dan 1,5 unit, hemolisis tak lengkap dalam sumur berisi komplemen 1 unit
dan tidak ada hemolisis dalam sumur berisi komplemen 0,5 unit.
10. Perhatikan hemolisis yang terjadi pada sumur-sumur berisi sampel dan nyatakan
Penafsiran
1) Adanya reaksi positif (tidak ada hemolisis) berarti dalam serum terdapat antibodi
2) Titer antibodi dalam serum tunggal belum memastikan apakah ada infeksi atau
pernah divaksinasi.
3) Untuk mengetahui adanya infeksi diperlukan pemeriksaan serum ganda, yaitu 2
sampel yang diperoleh pada masa akut dan masa konvalesen dengan jarak waktu
infeksi.
4) Reaksi positif pada kontrol antigen berarti dalam serum antibodi terhadap zat-zat
diulang dengan menggunakan kedua jenis antigen secara paralel. Adanya antibodi
spesifik dapat dipastikan bila titernya terhadap antigen virus 4 kali titer terhadap
antigen kontrol.
alice athecnthe
laboratorium imunologi. Uji ini memiliki beberapa keunggulan seperti teknik pengerjaan
yang relatif sederhana, ekonomis, dan memiliki sensitivitas yang cukup tinggi. ELISA
diperkenalkan pada tahun 1971 oleh Peter Perlmann dan Eva Engvall untuk menganalisis
adanya interaksi antigen dengan antibodi di dalam suatu sampel dengan menggunakan enzim
Umumnya ELISA dibedakan menjadi dua jenis, yaitu competitive assay yang
assay yang menggunakan dua antibodi. Pada ELISA non-competitive assay, antibodi kedua
akan dikonjugasikan dengan enzim sebagai indikator. Teknik kedua ini seringkali disebut
Uji ini dilakukan pada plate 96-well berbahan polistirena. Untuk melakukan teknik
peroksidase alkali. Antibodi kedua ini akan menempel pada antibodi sampel sebelumnya.
Dimasukkan substrat enzim yang dapat menimbulkan warna tertentu saat bereaksi.
reader hingga mendapatkan hasil berupa densitas optis (OD). Dengan menghitung rata-rata
kontrol negatif yang digunakan, didapatkan nilai cut-off untuk menentukan hasil positif-
negatif suatu sampel. Hasil OD yang berada di bawah nilai cut-off merupakan hasil negatif,
Uji ini memiliki beberapa kerugian, salah satu di antaranya adalah kemungkinan yang
besar terjadinya hasil false positive karena adanya reaksi silang antara antigen yang satu
dengan antigen lain. Hasil berupa false negative dapat terjadi apabila uji ini dilakukan pada
window period, yaitu waktu pembentukan antibodi terhadap suatu virus baru dimulai
sehingga jumlah antibodi tersebut masih sedikit dan kemungkinan tidak dapat terdeteksi
1.1 Secara langsung (baku) (Double Antibody Sandwich) (DAS ELISA)
Dalam uji ini digunakan konjugat gamma globulin murni dari antibody virus yang telah
dilabel dengan enzim. Konjugat ini hanya dapat digunakan untuk virus tertentu
saja.
Cara kerja
larutannya dan cawan ELISA dibilas dengan PBST sebanyak 3 kali, masing-
masing 3 menit.
Contoh antigen (dilarutkan dalam PBST + PVP atau ekstrak buffer) dimasukkan
Inkubasikan selama 1 – 2 jam pada suhu 37oC. Lalu buang larutannya dan cawan
menit.
Inkubasikan selama 1 – 2 jam pada suhu 37oC. Lalu buang larutannya dan cawan
menit.
Elisa sebanyak 150 – 200 ul. Inkubasikan cawan Elisa pada suhu kamar. Lihat
1.2 Secara tidak langsung (Double Antigen Coating/DAC)
Cara pengujian tidak langsung digunakan konjugat gamma globulin dari serum
darah hewan(kelinci, kambing atau mencit) yang telah dilabel dengan enzim. Konjugat
Cara Kerja :
Sap antigen dilarutkan dalam coating buffer dengan perbandingan 1:50 atau lebih
inkubasikan selama 1 jam pada suhu 37oC, lalu buanglah larutannya dan cawan
Inkubasikan selama 1 jam pada suhu 37oC. Lalu lakukanlah tahap kerja ke-2
Inkubasikan selama 1 jam pada suhu 37oC, lalu lakukan tahap kerja ke-2.
Substrat (sama seperti pada uji Elisa baku) dimasukkan ke dalam lubang-lubang
dapat langsung (warna kuning yang timbul) atau dengan menggunakan ELISA
Reade
Aplikasi ELISA
ELISA dapat mengevaluasi kehadiran antigen dan antibodI dalam suatu sampel,
antibodi dalam serum (seperti dalam tes HIV), dan juga untuk mendeteksi kehadiran antigen.
Metode ini juga bisa diaplikasikan dalam indiustri makanan untuk mendeteksi allergen
potensial dalam makanan seperti susu, kacang, walnut, almond, dan telur. ELISA juga dapat
digunakan dalam bidang toksikologi untuk uji pendugaan cepat pada berbagai kelas obat.
A. Indirect ELISA
Tahap umum yang digunakan dalam indirect ELISA untuk mendeterminasi konsentrasi
1. Suatu antigen yang sudah dikenal dan diketahui konsentrasinya ditempelkan pada
permukaan lubang plate mikrotiter. Antigen tersebut akan menempel pada permukaan
plastik dengan cara adsorpsi. Sampel dari konsentrasi antigen yang diketahui ini akan
2. Suatu larutan pekat dari protein non-interacting, seperti bovine serum albumin (BSA)
atau kasein, ditambahkan dalam semua lubang plate mikrotiter. Tahap ini dikenal
sebagai blocking, karena protein serum memblok adsorpsi non-spesifik dari protein
lain ke plate.
3. Lubang plate mikrotiter atau permukaan lain kemudian dilapisi dengan sampel serum
dari antigen yang tidak diketahui, dilarutkan dalam buffer yang sama dengan yang
digunakan untuk antigen standar. Karena imobilisasi antigen dalam tahap ini terjadi
karena adsorpsi non-spesifik, maka konsentrasi protein total harus sama dengan
antigen standar.
4. Plate dicuci, dan antibodi pendeteksi yang spesifik untuk antigen yang diuji
dimasukkan dalam lubang. Antibodi ini hanya akan mengikat antigen terimobilisasi
pada permukaan lubang, bukan pada protein serum yang lain atau protein yang
terbloking.
5. Antibodi sekunder, yang akan mengikat sembarang antibodi pendeteksi, ditambahkan
dalam lubang. Antibodi sekunder ini akan berkonjugasi menjadi enzim dengan
substrat spesifik. Tahap ini bisa dilewati jika antibodi pendeteksi berkonjugasi dengan
enzim.
6. Plate dicuci untuk membuang kelebihan konjugat enzim-antibodi yang tidak terikat.
7. Dimasukkan substrat yang akan diubah oleh enzim untuk mendapatkan sinyal
elektrokimia lainnya.
Enzim bertindak sebagai amplifier, bahkan jika hanya sedikit antibodi terikat enzim yang
tetap terikat, molekul enzim akan memproduksi berbagai molekul sinyal. Kerugian utama
dari metode indirect ELISA adalah metode imobilisasi antigennya non-spesifik, sehingga
setiap protein pada sampel akan menempel pada lubang plate mikrotiter, sehingga
konsentrasi analit yang kecil dalam sampel harus berkompetisi dengan protein serum lain saat
pengikatan pada permukaan lubang. Mekanisme indirect ELISA dapat dilihat pada gambar di
bawah ini.
2. Sandwich ELISA
Antibodi sekunder yang berikatan dengan enzim dimasukkan, yang akan berikatan
Ditambahkan reagen yang dapat diubah oleh enzim menjadi sinyal berwarna/
berfluoresensi/ elektrokimia
Keuntungan utama dari metode sandwich ELISA adalah kemampuannya menguji sampel
yang tidak murni, dan mampu mengikat secara selektif antigen yang dikehendaki. Tanpa
lapisan pertama antibodi penangkap, semua jenis protein pada sampel (termasuk protein
serum) dapat diserap secara kompetitif oleh permukaan lempeng, menurunkan kuantitas
antigen yang terimobilisasi. Prinsip kerja sandwich ELISA dapat dilihat pada skema berikut
ini:
3. ELISA kompetitif
Tahapan pengerjaan ELISA kompetitif berbeda dari dua metode yang telah
dilapisi antigen
Plate dicuci, sehingga kelebihan antibodi tercuci (semakin banyak antigen dalam
sampel, semakin sedikit antibodi yang dapat terikat pada antigen yang menempel
fluoresensi.
PENDIDIKAN,KESEHATAN DAN BIOTEKNOLOGI KEDOKTERAN
Pendidikan dan Kesehatan merupakan hal yang sangat penting, karena itu kami tampilkan
Kesehatan. Serta hal-hal yang menyangkut masalah penyakit infeksi yang disebabkan
masih merupakan metoda yang digunakan untuk penyakit infeksi. Pada tahun 1940
dan 1950an dikembangkan teknik serologi seperti teknik Oudin dan imunodifusi
Ouchterlony. Kemudian setelah itu mulai berkembang metode lain yang didasarkan
metode yang dapat menentukan respon imun seseorang terhadap infeksi. Pemeriksaan
Respon imun spesifik secara sederhana dibagi dalam 2 kategori yaitu: respon yang
dimediasi oleh sel dan respon yang dimediasi oleh antibodi. Respon imun yang
dimediasi oleh sel dibawakan oleh sel limfosit T. Limfosit T berproliferasi dan
berdifferensiasi menjadi beragam sel efektor, termasuk sel T helper dan sel T
mikroorganismee pada sel hospes yang rusak atau karena terinfeksi pathogen. Sel T
Respon imun yang dimediasi oleh antibodi adalah merupakan protein spesifik yang
immunoglobulin.
Antibodi disekresikan ke dalam darah atau cairan limpa (kadangkala pada cairan tubuh
lainnya) oleh sel B limfosit, atau tetap melekat pada permukaan sel limfosit atau sel
lain. Karena sel yang terlibat dalam kategori respon imun ini berada dalam sirkulasi
darah, tipe imunitas seperti ini disebut juga imunitas humoral. Untuk keperluan
penentuan antibodi pada pasien yang telah diproduksi ketika proses melawan infeksi,
serum pasien (atau kadangkala plasma) diperiksa untuk mengetahui adanya antibodi.
Karakteristik Antibodi.
antibodi spesifik terhadap hampir semua jenis antigen, baik melalui kontak selama
hidup dan oleh pengenalan tubuh sebagai benda asing. Antigen dapat berupa bagian
struktur fisik atau bahan kimia yang diproduksi dan dilepaskan oleh pathogen
antigen yang berbeda-beda yang dapat dikenali oleh hospes sebagai benda asing,
sehingga infeksi oleh satu agent penyakit dapat menimbulkan produksi antibodi yang
berbeda-beda. Sebagai tambahan, beberapa antigen memiliki sifat tidak dapat dikenali
oleh sel hospes apabila antigen tersebut tidak melalui proses perubahan fisik, sebagai
antigen pada permukaan sel tidak dapat dikenali oleh sistem imun, sekali bakteri
tersebut pecah, antigen inilah yang akan dikenali sehingga terbentuk antibodi untuk
antibodi yang berbeda pada saat infeksi oleh satu jenis penyakit. Respon imun akan
semakin matang dengan adanya paparan yang berulang, dan antibodi yang terbentuk
1). Melekat pada permukaan pathogen dan membuat pathogen lebih dapat diterima oleh
2). Berikatan dan menghalangi reseptor permukaan pada sel hospes (antibodi netralisasi)
3). Melekat pada permukaan sel pathogen dan berperan dalam penghancuran dengan
Meskipun metode diagnostik serologi rutin biasanya hanya mengukur dua kelas antibodi
yaitu IgM dan IgG, terdapat lima kelas antibodi yang berbeda yaitu : IgG, IgM, IgE,
IgA dan IgD. Pada struktur antibodi terdapat tempat melekatnya antigen (antigen
binding site), yang bersifat spesifik pada setiap antibodi yang terbentuk. Berdasarkan
spesifitas antibodi, antigen dengan beberapa kesamaan tetapi tidak identik, dapat
berikatan pula dengan antibodi, disebut dengan reaksi silang. Komplemen-binding site
terletak ditengah-tengah struktur molekul dan semua sama pada setiap kelas antibodi.
IgM merupakan respon pertama untuk beberapa antigen, walaupun jumlahnya yang
tinggi hanya bersifat sementara. Sehingga dengan adanya IgM menandakan bahwa
baru terinfeksi atau permulaan infeksi aktif. Dilain pihak IgG merupakan antibodi
yang dapat tetap bertahan lama sampai setelah infeksi hilang. Struktur molekul IgM
terdiri dari lima monomer antigen dengan sepuluh antigen –binding site.
Sistem imun manusia mampu memproduksi baik antibodi IgM atau IgG dalam hampir
semua pathogen. Pada kebanyakan kasus, IgM diproduksi oleh pasien hanya setelah
interaksi pertama dengan pathogen dan tidak lagi terdeteksi setelahnya dalam waktu
singkat. Untuk kepentingan diagnosa secara serologis, perbedaan yang penting dari
IgM dan IgG adalah IgM tidak dapat menembus plasenta dari ibu hamil, sehingga
apabila IgM terdeteksi pada serum bayi baru lahir, pasti telah dibuat oleh bayi itu
sendiri. Dengan molekul yang besar dan jumlah antigen-binding site IgM dapat
IgG merupakan antibodi yang lebih spesifik terhadap antigen, walaupun IgG hanya
memiliki dua antigen binding site, tapi dapat pula terikat pada komplemen. Ketika
IgG terikat pada antigen, dasar molekul akan melekat dan terikat pada membran sel
hospes. Pertemuan kedua dengan antigen yang sama biasanya hanya menimbulkan
respon IgG. Karena sel B limfosit menyimpan sel memori dari pathogen tersebut,
sehingga dapat lebih cepat merespon dan lebih banyak dihasilkan antibodi
anamnestik. Karena sel B memori tidak sempurna, kadangkala kelompok sel memori
akan distimulasi oleh antigen yang mirip tapi tidak sama seperti antigen asal, yang
menimbulkan respon anamnestik poliklonal dan tidak spesifik. Sebagai contoh infeksi
Pemahaman umum dari konsep serologi adalah terjadinya peningkatan titer. Titer
antibodi sebanding dengan pengenceran tertinggi serum pasien dimana antibodi masih
dapat terdeteksi. Pasien dengan jumlah antibodi yang tinggi, karena antibodi masih
dapat terdeteksi pada pengenceran tertinggi, serum yang digunakan untuk penentuan
titer antibodi harus diambil selama fase akut dari penyakit (ketika pertama kali
diketahui atau masih tersangka) dan diulangi selama masa penyembuhan (biasanya
dua minggu kemudian). Specimennya disebut serum akut dan serum konvalesen.
Untuk beberapa infeksi, seperti penyakit legionnaire’s dan hepatitis, titer dapat tidak
meningkat sampai beberapa bulan setelah infeksi akut atau dapat tidak pernah
pengenceran empat kalinya (yaitu dari positif pada titer 1/8 menjadi 1/32 pada serum
baru. Hasil yang akurat untuk diagnosa penyakit infeksi ini akan didapatkan hanya
ketika serum akut dan konvalesen diperiksa bersama-sama dalam sistem pengujian
yang sama.
Penentuan antibodi dapat dilakukan dengan berbagai cara. Dalam beberapa kasus antibodi
terhadap satu jenis antigen dapat diperiksa dengan lebih dari satu cara tetapi metode
penentuan antibodi yang berbeda terhadap satu antigen boleh jadi mengukur antibodi
yang berbeda. Berdasarkan alasan tersebut adanya antibodi terhadap pathogen tertentu
yang dideteksi oleh satu metode mungkin saja tidak berhubungan dengan adanya
antibodi terhadap antigen yang sama tapi dengan metode yang berbeda. Kemudian
pula setiap metode pemeriksaan memiliki derajat sensitifitas yang bervariasi dalam
hanya pada pasien dengan infeksi pertama kali terhadap agent infeksi, penentuan IgM
Pemeriksaan IgM berguna khususnya untuk penyakit yang memiliki gejala klinik yang
tidak jelas, misalnya toksoplasmosis atau untuk penyakit yang memerlukan keputusan
pengobatan yang cepat contohnya infeksi rubella pada wanita hamil yang dapat
berakibat tidak baik bagi janin seperti katarak, glukoma, keterbelakangan mental, dan
ketulian. Sehingga untuk wanita hamil yang terinfeksi virus rubella dan mengalami
sakit demam dapat dlakukan pemeriksaan terhadap IgM antirubella. Apabila positif
Agent yang sulit dibiakan atau hanya dapat ditemui saat stadium dewasa selama siklus
atau Rubella, biasa digunakan pemeriksaan IgM, dan telah dikelompokkan dalam satu
Herpes). Tes ini dilakukan secara terpisah tergantung gejala klinik pada bayi baru
lahir. Akan tetapi kadangkala pada bayi yang terinfeksi terlihat sehat. Demikian pula
pada beberapa keadaan biasa terjadi positif palsu atau negatif palsu dalam
disertakan pada infeksi neonatal dan teknik pembiakan pada beberapa kasus masih
Pemisahan IgM dari IgG diperlukan untuk metode pemeriksaan yang menggunakan IgM
sebagai marker yang diberi label, misalnya metode IgM capture sandwich. IgM
dahulu dapat dipisahkan dengan metode sentrifugasi kecepatan tinggi. Metode lain
yang digunakan untuk memisahkan IgG dan IgM didasarkan pada kenyataan bahwa
pada bagian Fc dari IgG . dengan sentrifugasi dan pemisahan partikel dan ikatan IgG
dari campuran maka akan didapatkan IgM. Metode lainnya yang dapat digunakan
untuk memisahkan IgM dari serum yang mengandung IgG dan IgM adalah dengan
bersama-sama IgG, rheumatoid factor berikatan dengan IgG sehingga IgM dapat
Reaksi aglutinasi (direk atau pasif) banyak digunakan, sebagai contoh penentuan tipe
seperti anemia hemolitik yang diinduksi obat, tes rheumatoid faktor (IgM dan IgG),
Antibodi spesifik melekat pada permukaan bakteri dalam suspensi yang kental
Reaksi aglutinasi biasa dilakukan untuk infeksi bakteri yang sulit dilakukan
pembiakan secara in vitro. Bakteri yang menggunakan teknik ini diantaranya: tetanus,
(Widal test) sudah jarang digunakan karena biasa bereaksi positif pada pasien dengan
infeksi bakteri lain atau reaksi silang antibodi atau karena pernah imunisasi thypoid.
Pemeriksaan yang paling sesuai untuk pasien tersangka demam thypoid adalah
aglutinasi langsung untuk deteksi antibodi. Banyak pasien yang terinfeksi ricketsia
bakteri proteus. Tes Weil-Felix dapat digunakan untuk mendeteksi reaksi silang
tersebut, tetapi telah tersedia metode pemeriksaan infeksi ricketsia yang baru yang
pembawa (carrier) tiruan dimana antigen terikat pada partikel tersebut. Carrier yang
biasa digunakan partikel lateks atau sel darah merah yang telah di olah, atau biologic
carrier seperti sel bakteri yang dapat membawa antigen pada permukaannya dan dapat
berikatan dengan antibodi yang diproduksi sebagai respon dari sel hospes. Ukuran
antigen cryptococcal digunakan lateks bead yang dilekati antibodi spesifik pada
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya jumlah dan afinitas konjugat antigen
terhadap carrier, waktu inkubasi dengan serum penderita dan interaksi yang terjadi
pada lingkungan mikro (pH dan konsentrasi protein). Tes komersial telah
dikembangkan sebagai satu kesatuan lengkap dengan pelarut, kontrol dan wadah
tersendiri. Untuk hasil yang akurat harus digunakan sebagai kesatuan tidak bisa
dimodifikasi atau digantikan dengan reagen lain. Apabila tes digunakan untuk
specimen LCS misalnya, tidak dapat digunakan untuk pemeriksaan specimen serum
kecuali ada teknik prosedur yang disajikan didalamnya dan telah distandarisasi untuk
digunakan.
Sel darah merah binatang biasa juga digunakan sebagai carrier antigen pada tes aglutinasi,
tes ini disebut dengan haemaglutinasi untuk mendeteksi adanya partikel virus
sel darah merah itu sendiri, tetapi sebagai sel pembawa antigen secara pasif, yang
akan diikat oleh antibodi. Yang digunakan secara luas dari metode ini dan telah
tersedia secara komersial adalah Mikrohaemaglutinasi untuk antibodi Treponema
tes indirek haemaglutinasi untuk antibodi virus Rubella, eritrosit diolah dengan
ASI Color Mono II test merupakan tes aglutinasi untuk pemeriksaan kualitatif dan
Prinsip pemeriksaan:
Tes didasarkan reaksi antara antibodi IM dalam sampel bereaksi dengan antigen yang
dilekatkan pada eritrosit kuda dan diberi indikator warna. Apabila dalam sampel
terdapat antibodi heterofil akan terjadi aglutinasi yang menunjukkan hasil positif
apabila tidak ada antibodi, tidak terjadi aglutinasi (hasil tes negatif)
Sumber www.dshs.state.tx.us/LAB/serology_cf.shtm
Tes Haemaglutinasi
sel eritrosit)
Langkah-langkah pemeriksaan:
4. Amati apakah sel normal mengendap atau ada aglutinasi dengan mengamati apakah
terbentuk seperti kancing pada dasar mikrotiter plate atau terbentuk suspensi eritrosit
yang terlarut .
Haemaglutinasi inhibisi
Pada umumnya virus yang menginfeksi manusia dapat berikatan dengan sel darah merah
dari spesies yang berbeda. Sebagai contoh partikel virus rubella dapat berikatan
dengan sel darah manusia tipe O, angsa atau eritrosit ayam dan menyebabkan
atau sel rhesus kera, virus mumps berikatan dengan eritrosit kera, virus herpes dan
Tes serologi untuk mendeteksi adanya antibodi berbagai virus tersebut berdasarkan
kemampuan aglutinasi virus. Serum pasien yang telah diolah dengan penambahan
virus akan terikat pada antibodi, sehingga akan mencegah virus mengaglutinasikan
inhibition antibodi
C. Tes flokulasi
Berbeda dengan pembentukkan agregat ketika partikel antigen berikatan dengan antibodi
spesifik, interaksi antara antigen terlarut dengan antibodi akan membentuk presipitat,
pemadatan partikel halus, biasanya terlihat hanya jika presipitat tetap stabil berada
pada matrik.
Metode klasik untuk mendeteksi antigen terlarut yaitu antigen dalam suatu larutan adalah
Outcherlony double immunodiffusion. Pada metode ini sumur dibuat dalam suatu
agar, suatu matrik berbentuk gelatin yang memungkinkan partikel berdifusi dalam
cawan petri. Metode ini biasanya digunakan untuk mendeteksi eksoantigen yang
Akan tetapi teknik ini terlalu lambat untuk penggunaan secara umum untuk deteksi
Imunodiffusi
molekul yang tinggi, presipitat dan bentuk garis presipitasi dapat diamati secara
makroskopik. Metode ini untuk mendapatkan hasil diperoleh kurang lebih satu
minggu itupun hanya hasil kualitatif. Teknik imunodifusi dapat dilakukan pada cawan
petri yang mengandung agar gelatin 1% dalam suasana buffer posfat atau tris buffer.
dan serum-serum diletakkan mengeliligi antigen. Antigen dan antibodi dalam serum
akan berdifusi dalam agar dan ketika bertemu akan membentuk garis agak kabur yang
akan terlihat pada cahaya langsung dan dengan latar belakang gelap. Kontrol positif
(standar serum) harus disertakan untuk panduan pembacaan hasil positif dan
interpretasi. Teknik imunodifusi selain untuk serum juga dapat digunakan untuk LCS
dan urine. Teknik imunodifusi biasa digunakan pula untuk deteksi antibodi terhadap
Gambar contoh hasil imunodifusi yang positif untuk paracoccidioidomycosis (a) dan hasil
positif pada reaksi aglutinasi latek pada sumur atas dan hasil negatif pada sumur di
bawah (b)
Merupakan metode yang menggunakan prinsip presipitasi dengan bentuk produk akhir
membentuk antibodi seperti protein dinamakan reagin yang akan berikatan dengan
terhadap antigen T. pallidum, tes ini kurang spesifik tetapi baik digunakan untuk
skrining tes. VDRL merupakan satu-satunya tes yang paling berguna untuk
terjadi positif palsu. Pelaksanaan tes VDRL memerlukan ketelitian, alat gelas yang
bersih, dan harus memperhatikan rincian secara tepat, termasuk kontrol kualitas rutin.
Sebagai tambahan, reagen yang akan digunakan harus disiapkan baru setiap
pelaksanaan tes, serum pasien harus diinaktivasi dengan pemanasan selama 30 menit
pada 56⁰C sebelum tes, dan hasilnya dibaca menggunakan mikroskop. Untuk semua
RPR merupakan tes yang tersedia secara komersial lengkap dengan konrol positif dan
negatif, kartu tempat reaksi, dan reagen untuk persiapan suspensi antigen. Antigen
dan reaksi terjadi pada permukaan kartu tes yang kemudian dibuang. RPR merupakan
tes yang dianjurkan untuk specimen LCS. Seluruh prosedur distandarisasi dan
dijelaskan terperinci dalam kit reagen dan harus diikuti dengan tepat. Secara
keseluruhan RPR merupakan tes skrining yang lebih sensitif dibandingkan VDRL,
dan lebih mudah dalam pengerjaannya. Beberapa modifikasi telah dibuat, misalnya
Kondisi dan infeksi lain selain shypilis yang dapat menyebabkan hasil positif pada
pemeriksaan VDRL atau RPR disebut biologic false positive tes. Penyakit autoimun,
hepatitis, kehamilan dan usia tua,dapat menyebabkan positif palsu sehingga untuk
hasil positif dinyatakan sebagai dugaan dan harus dikonfirmasi dengan tes spesifik
treponemal.
Tes RPR
mendeteksi shypilis, terdiri dari reagen tetes, kartu tes berdiameter 18 mm dan
prosedur yang tercantum dalam A Manual of Tests for Syphilis (Larsen, S., et al.,
Sumber : websites.labx.com/rankin/pics/41747.JPG
BD Macro-Vue Card Test Rotator model 51-II. Merupakan rotator yang digunakan pada
metodeith Macro-Vue circle card tests. Rotator dengan kecepatan rotasi konstan 100
rpm dengan diameter lingkaran kartu tes 2 cm. waktu yang dibutuhkan selama 8 menit
dan akan terdengar suara bel apabila telah mencukupi waktu yang telah ditentukan.
115V, 60 Hz.
Sumber :student.ccbcmd.edu/.../lab18/images/rprdil.jpg
2). Counterimmunoelectrophoresis
Jenis tes lain yang menggunakan prinsip presipitasi dan penggunaannya secara luas
digunakan untuk mendeteksi antibodi dalam jumlah sedikit. Kelebihan tes ini
menggunakan muatan listrik yang dialirkan pada antigen-antibodi yang dites pada
sistem buffer tertentu. Karena antigen dan antibodi dipertemukan satu sama lainnya
dengan bantuan arus listrik pada suatu matriks semisolid untuk bermigrasi sehingga
metode Ouchterlony yang dipercepat migrasi antigen antibodinya oleh adanya aliran
antigen bakteri akan bermuatan negatif pada suasana sedikit basa, sedangkan antibodi
bersifat netral. Sifat antigen bakteri inilah yang digunakan pada prinsip metode CIE,
dimana larutan yang mengandung antibodi dan larutan sampel diletakkan pada lubang
sumur agarosa yang diletakkan pada permukaan kaca. Kertas atau fiber bersumbu
digunakan untuk menjembatani dua agarosa yang bersebrangan untuk dilalui buffer
yang sedikit alkali. Ketika dialiri arus listrik maka akan terjadi migrasi dari Antigen
yang bermuatan negatif akan bermigrasi ke elektoda positif. Antibodi yang bermuatan
netral akan terbawa oleh elektroda negatif . pada perbatasan antara sumur akan
yang nampak, proses migrasi ini memerlukan waktu satu jam. Banyak antigen yang
dapat diperiksa oleh metode CIE, mendeteksi hampir 0,01 sampai 0,05 mg/ml antigen
yang setara dengan 103 organisme/ml larutan. Perlu disertai control pada setiap
pengerjaan, CIE merupakan metode yang berdasarkan reaksi presipitasi yang cukup
D. Tes Netralisasi
Tes netralisasi pada kultur sel dan pengujian laboratorik menggunakan hewan coba,
antibody akan mencegah atau menurunkan virulensi virus. Teknik ini sulit dan
membutuhkan waktu pengerjaan yang lama dan sulit untuk dikerjakan, akan tetapi
kadangkala diperlukan.
Tes fiksasi komplemen merupakan teknik imunologi yang digunakan untuk menentukan
antigen spesifik atau antibody apabila ada dalam serum pasien. Metode ini sangat
melalui metode pembiakan. Akan tetapi metode ini telah tergantikan oleh metode
serological lainnya dalam dignosa klinik seperti ELISA dan metoda identifikasi
patogen yang didasarkan pada DNA khususnya polymerase chain reaction (PCR)
Pada teknik fiksasi komplemen, komplemen digunakan ketika antigen bereaksi dengan
antibodi. Komplemen dapat ditemukan pada serum babi Guinea. Ketika sel darah
merah ditambahkan dengan anti-red-cell-antibody, sel darah merah akan lisis ketika
antibodi maka complemen akan menfiksasi ikatan antigen dan antibodi sehingga
Adenovirus
Parainfluenza 1, 2, & 3
Poliovirus 1, 2, & 3
Persiapan tes:
- Antigen dilekatkan pada fase padat misalnya pada permukaan dasar mikroplate
Cara kerja :
molekul antibody akan berikatan dengan antigen yang dilekatkan pada fase padat
- Anti-human antibody yang diberi label ditambahkan pada campuran. Antibody berlabel
akan terikat pada ikatan molekul antigen-antibodi yang pertama sehingga terjadi
- Setelah beberapa waktu sesuai dengan standar prosedur, ditambahkan reagen untuk
Ehrlichia antibody
Legionnella antibody
Q Fever antibody
Typhus antibody
Teknik Fluorescent-antibody (FA) masih digunakan untuk mendeteksi antigen dan
antibodi walaupun tidak sebanyak EIA. Teknik fluorescent terdiri dari direct dan
indirect, metode indirek biasanya digunakan untuk mendeteksi antibodi (IFA) seperti
1. Antigen mikroba diletakkan dalam kaca objek dan diberi bahan fiksatif
2. Serum pasien yang telah diencerkan diinkubasi bersama antigen pada kaca objek,
kemudian dicuci
flouresen
Preparat diamati adanya area terang berfloresensi warna hijau dan dibandingkan dengan
control positif dan negatif. Adanya floresensi hijau menandakan adanya antibodi
terhadap antigen
Contoh teknik IFA untuk antibodi
negatif
Contoh tes IFA untuk antibodi ehrlichia .
tersebut. Metode ini dapat digunakan ketika isolasi dan pemadatan protein spesifik
pada bahan pemeriksaan terdiri dari berbagai macam protein dan tidak sejenis.
Antibodi harus dilekatkan pada fase padat pada saat yang sama pada teknik
pemeriksaan.
J. Immunoblot
Immunoblot disebut juga dengan Western Blot adalah suatu metoda analisa. Mendeteksi
protein tertentu yang terdapat pada sampel ekstrak atau jaringan. Pada teknik
imunoblot, protein didenaturasi, rantai panjang polipeptida atau struktrur tiga dimensi
berikatan dengan antibodi yang digunakan untuk mendeteksi adanya antigen. Sebuah
indicator spesifik digunakan untuk melabel antibodi yang akan menimbulkan warna
Misalnya : PAGE atau SDS PAGE (sodium dodecyl sulfate poliacrylamide gel
genetik dan biologi molekular. Metode ini menggunakan teknik pemisahan protein
Protein sequencing dan X-ray crystallography digunakan untuk analisis protein virus.
northern blot, PCR atau RT-PCR biasanya digunakan untuk analisa genom virus.
Reaksi:
Tidak ada komentar:
Poskan Komentar
Iklan berlangganan
didukung oleh
Pengikut
Arsip Blog
► 2013 (41)
► April (6)
► Apr 26 (1)
► Apr 15 (1)
► Apr 02 (4)
► Maret (8)
► Mar 28 (4)
► Mar 26 (1)
► Mar 25 (1)
► Mar 24 (2)
► Februari (22)
► Feb 25 (2)
► Feb 22 (2)
► Feb 17 (16)
► Feb 10 (2)
► Januari (5)
► Jan 28 (3)
► Jan 24 (1)
► Jan 20 (1)
► 2012 (22)
► November (5)
► Nov 13 (5)
► Oktober (1)
► Okt 06 (1)
► September (7)
► Sep 29 (3)
► Sep 22 (4)
► Agustus (1)
► Agu 25 (1)
► Juni (2)
► Jun 03 (2)
► Mei (2)
► Mei 27 (2)
► Februari (4)
► Feb 13 (2)
► Feb 12 (2)
► 2011 (10)
► Desember (1)
► Des 11 (1)
► Juni (3)
► Jun 11 (3)
► Februari (1)
► Feb 16 (1)
► Januari (5)
► Jan 26 (3)
► Jan 05 (2)
▼ 2010 (9)
▼ Desember (6)
▼ Des 20 (6)
Pewarnaan Bakteri
bakteriologi
► Agustus (1)
► Agu 04 (1)
► Juli (2)
► Jul 21 (2)
► 2009 (20)
► Juli (2)
► Jul 25 (1)
► Jul 08 (1)
► Juni (18)
► Jun 27 (1)
► Jun 22 (1)
► Jun 21 (16)
Mengenai Saya
Mursalim Achmad
JURUSAN sosioloGI Thn 1988. dan AAK Depkes Bandung Tahun 1993,Lanjut ke
Tahun 2004. Pekerjaan : Kepala Laboratorium Kesehatan RS Jiwa Palu tahun 1987
s/d 1999, Guru SMAK depkes Makassar tahun 1999 s/d 2004, Ketua Program Analis