Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN PENDAHULUAN

KEBUTUHAN ELIMINASI

Laporan Pendahuluan ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Keperawatan Dasar 1

Dosen Pembimbing : Dr Sugeng Mashudi, S.Kep.Ns.,M.Kes

Disusun Oleh :

LISA DHANIK SAPUTRI


19613269

PRODI D3 KEPERAWATN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO

TAHUN 2021
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan oleh :


Nama : Lisa Dhanik Saputri
Nim : 19613269
Prodi/Fak : D3 Keperawatan / Fakultas Ilmu Kesehatan
Institusi : Universitas Muhammadiyah Ponorogo
Judul : Laporan Pendahuluan Kebutuhan Eliminasi

Telah disetujui dalam rangka mengikuti Praktik Klinik Keperawatan 1 mahasiswa DIII
Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Ponoorogo pada tanggal :

Ponorogo,

Pembimbing Institusi Mahasiswa

( Dr Sugeng Mashudi, S.Kep.Ns.,M.Kes ) ( Lisa Dhanik Saputri )


LAPORAN PENDAHULUAN

A. KONSEP DASAR

1. Definisi Masalah

Eliminasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang esensial dan berperan penting
dalam menentukan kelangsungan hidup manusia. Eliminasi adalah pelepasan sisa-sisa
metabolisme tubuh. Secara umum sisa-sisa metabolisme dibagi menjadi dua yaitu
eliminasi fekal (buang air besar/defekasi) dan eliminasi urine (buang air kecil / BAK )
(Haryono, 2012).

Defekasi adalah Faktor fisiologis penting untuk fungsi usus dan buang air besar
termasuk saluran cerna normal fungsi, kesadaran sensorik distensi rektal dan isi rektal,
kontrol sfingter sukarela, dan kapasitas rektal dan kepatuhan yang memadai. Buang air
besar normal dimulai dengan gerakan ke kiri usus besar, memindahkan tinja ke arah anus.
( A Potter, Patricia dkk)

Eliminasi urin adalah langkah terakhir dalam menghilangkan dan menghilangkan


kelebihan air dan produk sampingan metabolisme tubuh.( A Potter, Patricia dkk)

2. Etiologi

Menurut Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (2018) penyebab kebutuhan eliminasi


yaitu :

A. Etiologi Eliminasi urin


a) Retensi Urin
Definisi : Pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap.
Penyebab :
a) Peningkatan tekanan uretra
b) Kerusakan arkus uretra
c) Blok spingter
d) Disfungsi neurologis (mis. trauma, penyakit saraf)
e) Efek agen farmakologis
b) Inkontinensia Urin Fungsional
Definisi : Pengeluaran urin tidak terkendali karena kesulitan dan tidak mampu
mencapai toilet pada waktu yang tepat
Penyebab :
 Ketidakmampuan atau penurunan mengenali tanda berkemih
 Penurunan tonus kandung kemih
 Hambatan mobilisasi
 Faktor psikologis
 Hambatan lingkungan
 Kehilangan sensorik dan motorik
c) Gangguan Eliminasi Urine
Definisi
Disfungsi eliminasi urin
Penyebab
1) Penurunan kapasitas kandung kemih
2) Iritasi kandung kemih
3) Penurunan kemampuan menyadari tanda gangguan kandung kemih
4) Efek tindakan medis dan diagnostik
5) Kelemahan otot pelvis
6) Ketidakmampuan mengakses toilet
7) Hambatan lingkungan
B. Etiologi Eliminasi fekal
a) Konstipasi.

Definisi: Penurunan defekasi normal yang disertai pengeluaran feses sulit dan
tidak tuntas serta fases kering dan banyak

Penyebab

 Fisiologis
1) Penurunan motilitas gastrointestinal
2) Ketidakadekuatan pertumbuhan gigi
3) Ketidakcukupan diet
4) Ketidakcukupan asupan serat
5) Ketidakcukupan asupan cairan
6) Aganglionik (mis. penyakit Hircsprung)
7) Kelemahan otot abdomen
 Psikologis
1) Konfusi
2) Depresi
3) Gangguan emosional
 Situasional
1) Perubahan kebiasaan makan (mis. jenis makanan, jadwal makan)
2) Ketidakadekuatan toileting
3) Aktivitas fisik harian kurang dari yang dianjurkan
4) Penyalahgunaan laksatif
5) Efek agen farmakologis
6) Ketidakteraturan kebiasaan defekasi
7) Kebiasaan menahan dorongan defekasi
8) Perubahan lingkungan
b) Diare

Definisi Pengeluaran feses yang sering, lunak dan tidak terbentuk

Penyebab

 Fisiologis
1) Inflamasi gastrointestinal
2) Iritasi gastrointestinal
3) Proses infeksi
4) Malabsorsi
 Psikologis
1) Kecemasan
2) Tinkat stres tinggi
 Situasional
1) Terpapar kontaminan
2) Terpapar toksin
3) Penyalahgunaan laksatif
4) Penyalahgunaan zat
5) Program pengobatan (Agen tiroid, analgesik, pelunak feses, ferosultat,
antasida, cimetidine dan antibiotik)
6) Perubahan air dan makanan
7) Bakteri pada air
c) Inkontinensia Fekal.
1) Kerusakan susunan saraf motorik bawah
2) Penurunan tonus otot
3) Gangguan kognitif
4) Penyalahgunaan laksatif
5) Kehilangan fungsi pengendalian sfingter rektum
6) Pascaoperasi pullthrough dan penutupan klosomi
7) Ketidakmampuan mencapai kamar kecil
8) Diare kronis
9) Stres

3. Klasifikasi

Menurut buku A Potter, Patricia dkk. Fundamentals of Nursing ninth edition isbn: 978-0-
323-32740-4.Copyright @2017.

1. Eliminasi bowel/fekal/buang air beasr (BAB)

Eliminasi bowel/fekal/buang air besar atau disebut juga defekasi adalah Faktor
fisiologis penting untuk fungsi usus dan buang air besar termasuk saluran cerna
normal fungsi, kesadaran sensorik distensi rektal dan isi rektal, kontrol sfingter
sukarela, dan kapasitas rektal dan kepatuhan yang memadai. Buang air besar normal
dimulai dengan gerakan ke kiri usus besar, memindahkan tinja ke arah anus. Saat
tinja mencapai rektum, menyebabkan kembung relaksasi sfingter internal dan
kesadaran akan kebutuhan untuk buang air besar. Pada saat buang air besar, sfingter
eksternal mengendur, dan otot perut berkontraksi, meningkatkan intrarektal menekan
dan memaksa kotoran keluar. Biasanya buang air besar tidak menimbulkan rasa sakit,
mengakibatkan keluarnya cairan lunak, tinja berbentuk. Mengejan saat buang air
besar menunjukkan bahwa pasien mungkin perlu perubahan pola makan atau asupan
cairan atau adanya kelainan yang mendasari fungsi GI. Contoh gangguan eliminasi
fekal : konstipasi, impaction, diare, inkontinensia fekal, flatulens, hemoroid.

2. Eliminasi urine/buang air kecil (BAK)


Eliminasi urin adalah langkah terakhir dalam menghilangkan dan menghilangkan
kelebihan air dan produk sampingan metabolisme tubuh. Eliminasi yang memadai
tergantung pada fungsi ginjal yang terkoordinasi, ureter, kandung kemih, dan uretra.
Ginjal menyaring produk sisa metabolisme dari darah. Ureter mengangkut urin dari
ginjal ke kandung kemih. Kandung kemih menampung urin sampai volume di
kandung kemih memicu sensasi keinginan, yang menunjukkan kebutuhan untuk
buang air kecil. Mikturisi terjadi ketika otak mengizinkan kandung kemih untuk
mengosongkan, kandung kemih berkontraksi, sfingter urin rileks, dan urin keluar dari
tubuh melalui uretra. Contoh gangguan eliminasi urine : retensi urine, inkontinensia
urine, enuresis, urgency, dysuria, polyuria, urinary suppresi

4. Manifestasi Klinis

Menurut Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (2018) tanda dan gejala yang muncul
pada kebutuhan eliminasi yaitu :

A. Tanda gejala pada masalah eliminasi urin


a) Retensi Urin
Data Mayor
Subjektif
1. Sensasi penuh pada kandung kemih
Objektif
1. Disuria/anuria
2. Distensi kandung kemih
Data Minor
Subjektif
1. Dribbling
Objektif
1. Inkontinensia berlebih
2. Residu urin 150 ml atau lebih
b) Inkontinensia Urin Fungsional
Data Mayor
Subjektif
1. Mengompol sebelum mencapai atau selama usaha mencapai toilet
Data Minor
Subjektif
1. Mengompol di waktu pagi hari
2. Mampu mengosongkan kandung kemih lengkap
c) Gangguan Eliminasi Urine
Gejala Tanda Mayor
Subjektif
1. Desakan berkemih (Urgensi)
2. Urin menetes (dribbling)
3. Sering buang air kecil
4. Nokturia
5. Mengompol
6. Enuresis
Objektif
1. Distensi kandung kemih
2. Berkemih tidak tuntas
3. Volume residu urin meningkat
B. Tanda dan gejala pada eliminasi fekal
a) Konstipasi.
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
1) Defekasi kurang dari 2 kali seminggu
2) Pengeluaran fases lama dan sulit
Objektif
1) Feses keras
2) Peristalitik usus menurun
Gejala dan Tanda Minor

Subjektif

1) Mengejan saat defekasi


Objektif
1) Distensi abdomen
2) Kelemahan umum
3) Teraba massa pada rektal

b) Diare

Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif

(tidak tersedia)

Objektif

1) Defekasi lebih dari tiga kali dalam 24 jam


2) Feses lembek atau cair

Gejala dan Tanda Minor

Subjektif

1) Urgency
2) Nyeri/kram abdomen

Objektif

1) Frekuensi peristaltik meningkat


2) Bising usus hiperaktif
c) Inkontinensia Fekal.
Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif

1) Tidak mampu mengontrol pengeluaran fases


2) Tidak mampu menunda defekasi

Objektif

1) Fases keluar sedikit-sedikit dan sering

Gejala dan Tanda Minor


Subjektif

(tidak tersedia)

Objektif

1) Bau fases
2) Kulit perinal kemerahan

5. Faktor yang mempengaruhi

Menurut (Kasiati dan Ni Wayan Dwi Rosmalawati, 2016) faktor yang mempengaruhi
kebutuhan eliminasi, yaitu :

a. Eliminasi Urine

- Pertumbuhan dan perkembangan

• Bayi dan balita belum mampu mengeluarkan urine secara efektif. Warna urine
kuning muda atau jenrih. Anak-anak memgeluarkan urine lebih banyak
dibandingkan dengan ukuran tubuhnya yang lebih kecil.

• Dewasa atau remaja volume urine normal sekitar 1600 ml/hr. ginjal
telah mampu mengolah urine secara efektif sehingga urine yang
dihasilkan berwarna normal. Saat malamhari normalnya produksi urine
menurun karena terjadi penurunan aliran darah selama istirahat.
• Manula atau orang dengan penyakit kronik atau mengalami ketidak
seimbangan cairan dapat berakibat kesulitan BAK atau gangguan
dalam BAK seperti Nocturia, hal tersebut terjadi karena penurunan
kapasitas dan tonus otot pada vesika urinaria yang dapat
berakibat meningkatnya frekuensi berkemih sehingga keinginan
berkemih tidak dapat diprediksi.
- Sosiokultural

Kebiasaan social seperti budaya, kelaurga mempenagruhi kebiasaan BAK.


Harapan social juga mempengaruhi sesorang dalam berkemih.
Contoh : anak sekolah diharapkan menunggu sampai bel istirahat untuk
ijin BAK.

Perawat harus mempertimbangkan sosial dan budaya saat pendekatan


kebutuhan eliminasi pasien.

Contoh : pasien yang memerlukan privacy saat BAK, jadi perawat


berusaha untuk tidak mengganggu kliensaat BAK.
- Psikologis

Kecemasan dan sress emosi tidak merubah karakteristik urine dan feses tapi
merubah pola, misanya menjadi lebih sering

- Kebiasaan seseorang

Keadaan essensial bagi individu kebanyakan selama proses berkemih. Individu


membutuhkan distraksi untuk meningkatkan relaksasi, seperti : membaca atau
bernyanyi

- Tonus otot

Kelemahan otot perut dan pelvis mengganggu kontraksi Vesika


urinaria dan kontrol dari sprinter ureter eksterna. Biasanya terjadi pada
klien dengan immobilisasi, luka saat melahirkan,atropi otot pada
menoupouse, kerusakan otot akibat trauma (pemasangan kateter yang
lama)
- Intake cairan dan makanan

Semakin banyak cairan yang masuk maka semakin banyak urine yang diproduksi.
Kopi, tea, coklat dan soft drik yang mengandung kafein meningkatkan diuresis
sehingga meningkatkan frekuensi kencing begitu juga dengan sayur dan buah-
buahan

- Kondisi penyakit
Gagal ginjal kronik atau akut menurunkan volume urine. Infeksi pada vesika
urinaria dapat berakibat kecing tidak tuntas. Pembesaran kelenjar prostat
berakibat terhambatnya atau obstruksi aliran urine.

- Pembedahan

Pembedahan di abdomen membawa trauma pada jaringan system perkemihan.


Respon stress terhadap pembedahan antara lain dalam menurunya hormone
aldosterone dapat berpengaruh terhadap penurunan jumlah urine dan
meningkatkan cairan darah.

- Pengobatan

- Pemeriksaan diagnostic

Prosedur yang berhubungan dengan tindakan pemeriksaan saluran kemih seperti


IVY (Intra Venus Pyelogram) yang membatasi jumlah asupan sehingga
mengurangi produksi urine.

b. Eliminasi fekal

- Usia

- Diet

- Intake cairan

- Aktivitas

- Fisiologis

- Pengobatan

- Gaya hidup

- Prosedur diagnostic

- Penyakit
- Anastesi dan pembedahan

- Nyeri

- Kerusakan sensorik dan motoric

6. Pemeriksaan Diagnostik

Menurut Nuraarif A.H.,& Kusuma, H (2015)

a. Pemeriksaan USG

b. Pemeriksaan foto rontgen

c. Pemeriksaan laboratorium urine dan feses

Menurut Andiani, Ni Wayan Krisna. 2015 pada masalah eliminasi fekal adalah :

a. Anuskopi
b. Proktosigmoidoskopi
c. Rontgen dengan kontras
d. Pemeriksaan labolatorium

7. Penatalaksanaan

Menurut Andiani, Ni Wayan Krisna. 2015 pada masalah eliminasi fekal adalah

a) Pemberian cairan
b) Menolong BAB dengan menggunakan pispot
c) Memberikan huknah rendah

Penatalaksaan inkontinensia urin menurut Muller adalah mengurangi faktor risiko,


mempertahankan homeostasis, mengontrol inkontinensia urin, memodifikasi lingkungan,
mediasi, latihan otot pelvis dan pembedahan. Dari beberapa hal tersebut diatas, dapat
dilakukan sebagai berikut :

a) Pemanfaatan kartu catatan berkemih


Yang dicatat pada kartu tersebut misalnya waktu berkemih dan jumlah urin yang
keluar, baik keluar secara normal, maupun yang keluar karena tak tertahan, selain
itu dicatat pula waktu, jumlah dan jenis minuman ynag diminum.
b) Terapi non farmakologi
Dilakukan dengan mengoreksi penyebab yang mendasari timbulnya inkontinensia
urin, seperti hiperplasia prostat,infeksi saluran kemih, diuretic, hiperglikemi, dan
lain-lain. Adapun terapi yang dapat dilakukan adalah :
a. Melakukan latihan menahan kemih (memperpanjang interval waktu
berkemih) dengan teknik relaksasi dan distraksi sehingga frekuensi berkemih
6-7 x/hari..
b. Membiasakan berkemih pada waktu ynag telah ditentukan sesuai dengan
kebiasaan lansia. Promted voiding dilakukan dengan cara mengajari lansia
mengenal kondisi berkemih mereka serta dapat memberitahukan petugas atau
pengasuhnya bila ingin berkemih. Teknik ini dilakukan pada lansia dengan
gangguan fungsi kognitif (berpikir).
c. Melakukan latihan otot dasar panggul dengan mengkontraksikan oto dasar
panggul secara brulang-ulang ,Berdiri dilantai dengan kedua kaki diletakkan
dalam keadaan terbuka, kemudian pinggul digoyangkan ke kanan dan ke kiri
±10 kali, ke depan kebelakng ± 10 kali, dan berputar searah dan berlawanan
dengan jarum jam ±10 kali.
d. Gerakan seolah-olah memotong feses pada saat kita buang air besar dilakukan
±10 kali.Hal ini dilakukan agar otot dasar panggul menjadi lebih kuat dan
urethra dapat tertutup dengan baik
c) Terapi farmakologi
Obat obatan yang dapat diberikan pada inkontinensia urgen adalah antikolinergik
seperti oxybutinin, propantteine, dicylomine, flsavoxate, imipramine.Pada
inkontiensia stress diberikan alfa adrenergic agonis, yaitu pseudoephedrine untuk
meningkatkan retensi urethre. Pada sfingter relax diberikan kolinergi gonis seperti
bethanechol atau alfakolinergik antagonis seperti prazosin untuk stimulasi
kontraksi, dan terapi diberikan secara singkat.
d) Terapi pembedahan
Terapi ini dapat dipertimbangkan pada inkontinensia tipe stress dan urgensi, bila
terapi non farmakologis dan farmakologis tidak berhasil.Inkontiensia tipe
overflow umumnya memerlukan tindakan pembedahan untuk menghilangkan
retensi urin. Terapi ini dilakukan terhadap tumor, batu, diverticulum, hiperplasia
prostat, dan prolapse pelvic (pada wanita).
e) Modalitas lain
Sambil melakukan terapi dan mengobati masalah medik yang menyebabkan
inontinensia urin, dapat pula digunakan beberapa alat bantu bagi lansia yang
mengalami inkontinensia urin, diantaranya adalah pampers, kateter, dan alat bantu
toilet seperti urinal dan bedpan.
1) Pampers
Digunakan pada kondisiakut maupun kondisi dimana pengobatan sudah tidak
berhasil mengatasi inkontinensia urin. Namun pemasangan pampers juga
dapat menimbulkan masalah seperti luka lecet bila jumlah air seni melebihi
daya tampung pampers sehingga air seni keluar dan akibatnya kulit menjadi
lembab, selain itu dapat menyebabkan kemerahan pada kulit, gatal dan alergi.
2) Kateter
Kateter menetap tidak dianjurkan untuk digunakan secara rutin karena dapat
menyebabkan infeksi saluran kemih, dan juga terjadi pembentukan batu.
Selain itu kateter menetap, terdapat kateter sementara merupakan alat yang
secara rutin digunakan untuk mengosongkan kandung kemih. Teknik ini
digunakan pada pasien yang tidak dapat mengosongkan kandung kemih.
Namun teknik ini juga berisiko menimbukan infeksi pada saluran kemih.
3) Alat bantu toilet
Seperti urinal dan bedpan yang digunakan oleh lansia yang tidak mampu
bergerak dan menjalani tirah baring. Alat bantu tersebut akan menolong
lansia terhindar dari jatuh serta membantu memberikan kemandirian pada
lansia dalam menggunakan toilet. (Aspiani, 2014)
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

1. Identitas pasien
Nama
Usia berhubungan dengan perkembangan
Alamat
Agama
Pekerjaan berhubungan dengan social ekonomi
Pendidikan berhubungan dengan pengetahuan
Penanggung jawab :
Nama, umur, alamat, agama, pekerjaan, pendidikan, hubungan dengan pasien
2. Keluhan Utama
Keluhan utama diambil saat pasien belum masuk rumah sakit dan setelah masuk
rumah sakit. Keluhan utama merupakan pernyataan pasien mengenai masalah atau
penyakit yang mendorong pasien memeriksakan diri atau keluhan yang paling
dirasakan klien saat sebelum masuk rumah sakit dan sesudah masuk rumah sakit.
3. Riwayat penyakit sekarang
Mengkaji status kesehatan klien saat dilakukan pengkajian pada gangguan eliminasi
urine
4. Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat penyakit dulu yang pernah diderita oleh pasien
5. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat penyakit yang diderita oleh keluarga baik itu penyakit menular, dan
menurun
6. Anamnesa
Kebiasaan berkemih
1. Bagaimana kebiasaan berkemih?
2. Adakah hambatan?
3. Apakah frekuensi berkemih bergantung pada kebiasaan atau kesempatan?
Pola berkemih
1. Frekuensi, berapa kali individu berkemih dalam waktu 24 jam?
2. Urgensi, sering ke toilet karena takut mengalami inkontinensia jika tidak
berkemih?
3. Disruria, adakah rasa sakit saat berkemih atau kesulitan untuk berkemih?
4. Poliuria, apakah urine yang keluar berlebihan, tanpa ada peningkatan masukan
cairan?
5. Urinaria supresi, apakah saat berkemih keadaan produksi urine yang berhenti
mendadak?
6. Volume urine, berapa banyak jumlah urine yang dikeluarkan dalam waktu 24
jam?
7. Keadaan urine, bagaimana warna, bau, kejernihan dan adakah darah yang keluar
saat berkemih?
2. Pola kesehatan sehari-hari
1. Pola nutrisi
Pola asupan makanan pasien meliputi, pola makan, minum, dan kecukupan gizi
pasien
2. Pola eliminasi
Pola pasien dalam BAK dan BAB yang meliputi, warna, frekuensi, konsistensi.
3. Pola aktivitas
Gerakan pasien meliputi, pekerjaan pasien yang dapat mengendorkan otot,
kebiasaan tidur dan istirahat pasien
4. Personal hygiene
Kebiasaan pasien menjaga kebersihan tubuh, kulit kepala, rambut, gigi, dan
genetalia, dengan cara mandi, keramas, menggosok gigi, dan lain-lain.
3. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum
Keadaan pasien saat datang ke RS meliputi kesadaran, keadaan emosional,
tekanan darah, suhu, nadi, respirasi.
2. Pemeriksaan kepala
- Inspeksi
Bentuk kepala, kulit kepala, rambut pasien (peryebaran, keadaan rambut,
warna rambut, tekstur rambut ), wajah pasien (warna kulit, struktur wajah)
- Palpasi
Ubun-ubun (datar / cekung / cembung), nyeri tekan
3. Pemeriksaan mata
- Inspeksi dan Palpasi
Kesimetrisan mata, pertumbuhan alis dan bulu mata, warna konjungtiva,
reflek pupil terhadap cahaya
4. Pemeriksaan telinga
- Inspeksi dan palpasi
Bentuk telinga, amati lubang telinga dengan otoskop, identifikasi ketajaman
pendengaran
5. Pemeriksaan hidung
- Inspeksi
Bentuk hidung, amati lubang hidung dengan spekulum hidung
6. Pemeriksaan mulut
- Inspeksi
Amati mukosa bibir, rongga mulut, gusi dan kelengkapan gigi, periksa
ketajaman indra perasa,
7. Pemeriksaan leher
- Inspeksi dan palpasi
Bentuk leher, pembesaran kelenjar tiroid dan vena jugularis
a. Pemeriksaan paru-paru
Inspeksi :
1. Perhatikan secara keseluruhan : Bentuk thorax, Ukuran dinding dada,
kesimetrisan, Keadaan kulit, Klavikula, fossa supra dan infraklavikula,
lokasi costa dan intercosta pada kedua sisi, Ada bendungan vena atau
tidak, Pemeriksaan dari belakang perhatikan bentuk atau jalannya
vertebra, bentuk scapula
2. Amati pernafasan pasien : Frekuensi pernafasan, dan gangguan
frekuensi pernafasan, Ada tidaknya penggunaan otot bantu pernafasan
(tanda sesak nafas) : Retraksi intercosta, Retraksi suprasternal,
pernafasan cuping hidung(pada bayi), Adanya nyeri dada, Adanya
batuk atau tidak. Suara batuk produktif atau kering. Sputum
mengandung darah / tidak, Amati adanya gangguan irama pernafasan
Palpasi :
Memeriksa gerakan diafragma dan sensasi rasa nyeri dada, Palpasi posisi
costa, Palpasi Vertebra, Palpasi getaran suara paru (Traktil / Vokal
Fremitus)
Perkusi :
Perkusi paru-paru anterior, perkuri paru-paru posterior,
Auskultasi :
Dengarkan suara nafas pasien, identifikasi adanya nafas tambahan
b. Pemeriksaan jantung
Inspeksi dan palpasi :
1. Letakkan tangan pada ruang intercostae II (area aorta dan pulmonal),
lalu amati ada tidaknya pulsasi
2. Geser tangan ke ruang intercostae V parasternal sinister (area ventrikel
kanan/tricuspid). Amati adanya pulsasi,
Palpasi :
Untuk memeriksa batas jantung :
1. ICS II (area aorta pada sebelah kanan dan pulmonal pada sebelah kiri)
2. ICS V Mid Sternalis kiri (area katup trikuspid atau ventrikel kanan)
3. ICS V Mid Clavikula kiri (area katup mitral)
4. Untuk mengetahui batas, ukuran dan bentuk jantung secara kasar.
Batas-batas jantung normaladalah :
Batas atas : ICS II Mid sternalis
Batas bawah : ICS V
Batas Kiri : ICS V Midclavikula Kiri
Batas Kanan: ICS IV MidSternalis Kanan
Auskultasi :
Dengarkan BJ I pada :
1. ICS V garis midsternalis kiri (area katup trikuspid)
2. ICS V garis midklavicula kiri (area katup mitral): terdengar LUB
lebih keras akibat penutupan katub mitral dan trikuspid
Dengarkan BJ II pada :
1. ICS II garis sternalis kanan (area katup aorta)
2. ICS II garis sternalis kiri (area katup pulmonal): terdengar DUB
akibat penutupan katup aorta dan pulmonal.
Dengarkan adanya Murmur (bising jantung)
c. Pemeriksaan abdomen
Palpasi :
Ada nyeri tekan pada perut bagian bawah dan pada area pinggang.
Kandung kemih tidak teraba
Inspeksi :
Permukaan perut, bentuk perut, gerakan dinding perut
Auskultasi :
Suara abdomen, Dengarkan di setiap kuadran dengan stetoskop selama 1
menit dan perhatikan : intensitas, frekuensi, dan nada. Normal frekuensi
peristaltik 5-35 x/menit, Dengarkan suara vaskuler dari : aorta (di
epigastrium), arteri hepatika (di hipokondrium kanan), arteri lienalis : di
hipokondrium kiri
Perkusi :
Identifikasi adanya, pembesaran organ, adanya udara bebas, cairan bebas
di dalam rongga perut, perkusi hepar, perkusi limpa
Rasakan : adanya ketegangan otot atau tidak, nyeri tekan atau tidak,
periksa adanya massa abdomen, palpasi hepar, palpasi limpa, palpasi
ginjal
8. Pemeriksaan neurologis
Periksa tingkat kesadaran, periksa respon verbal dan non verbal
9. Pemeriksaan sistem intergumen
Identifikasi warna kulit, adanya lesi, dan tekstur kulit
10. Pemeriksaan ekstermitas
Pergerakan ekstermitas atas dan bawah, kekuatan otot
11. Pemeriksaan genetalia
Amati rambut pubis, adanya nyeri tekan, adanya massa
4. Pemeriksaan penunjang
- Pemeriksaan IVP (Intravenous pyelogram)
Dengan membatasi jumlah asupan dapat memengaruhi produksi urine
- Pemeriksaan urine (urinalisis)
 Warna (N : jernih kekuningan)
 Penampilan (N : jernih)
 Bau (N : beraroma)
 PH (N : 4,5 – 8,0)
 Berat jenis (N : 1,005 – 1.030)
 Glukosa (N : negatif)
 Keton (N : negatif)
- Kultur urine (N : kuman patogen negatif)
5. Penatalaksanaan
Sebuah proses menyelesaikan masalah klinis, membuat suatu keputusan dan memberi
perawatan, yang telah berakar pada tindakan keperawatan.
6. Diagnosa yang mungkin muncul
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan status masalah kesehatan
aktual atau potensial. Tujuannya adalah mengidentifikasi masalah aktual berdasarkan
respon klien terhadap masalah. Manfaat diagnosa keperawatan adalah sebagai pedoman
pemberian asuhan keperawatan dan menggambarkan suatu masalah kesehatan dan
penyebab adanya masalah. Menurut SDKI (2018) masalah keperawatan yang muncul
pada klien gangguan kebutuhan eliminasi yaitu :
1. Retensi urine berhubungan dengan peningkatan tekanan uretra
2. Inkontinensia urin fungsional berhubungan dengan kemampuan atau penurunn
mengenali tanda-tanda berkemih
3. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan ketidakmampuan mengakses toilet
4. Konstipasi berubungan dengan penurunan motelitas gastrointestinal
5. Diare berhubungan dengan inflamsi gastrointestinal
6. Inkontinensia fekal berhubungan penurunan tonus otot

7. Pohon masalah

8.
Prosedur bedah Usia Konsumsi obat

Pemberian analgesic Tidak mampu merasa Menurunya fungsi Obat diuretik


narkotik & anatesi berkemih sfingter

Melambat laju filtrasi Otot sfingter tidak Otot sfingter tidak Mencegah
glomelurus merespon keinginan merespon keinginan reabsorbsi
berkemih berkemih air

Mengurangi haluan
urine Urine keluar tanpa Urine
disadari menumpuk
dikandung
Retensi Urine kemih

Inkontinensia Urine
Fungsional

Inkontinensia Urine
Refleks

GANGGUAN ELIMINASI URINE


Bakteri virus
parasit

Masuk dalam
saluran cerna

Berkembang bias
di usus

Reaksi pertahanan
dari bakteri e.coli

Pertahanan tubuh
menurun

Kurangnya asupan Pola makan Pengaruh Penyakit


cairan dan makanan terganggu medikasi obat

GANGGUAN
ELIMINASI FEKAL

Inkontinensia
Konstipasi Diare
fekal
8. INTERVENSI KEPERAWATAN
Menurut SIKI (2018), perencanaan keperawatan yang muncul berhubungan dengan diagnose
gangguan elimansi urin dan fekal adalah

No DIAGNOSA (SDKI) KRITERIA HASIL (SLKI) INTERVENSI (SIKI)

1. D.0050 L.04034 I.05173


Retensi Urin Eliminasi Urine Dukungan Mobilisasi
Definisi : Setelah dilakukan intervensi Observasi
Pengosongan kandung keperawatan selama 3x 1. Identifikasi tanda dan
kemih yang tidak lengkap. kunjungan, maka Eliminasi gejala retensi atau
Penyebab : Urine membaik, dengan inkontinensia urine
 Peningkatan kriteria hasil : 2. Identifikasi faktor yang
tekanan uretra  Sensasi berkemih menyebabkan retensi atau
 Kerusakan arkus meningkat inkontinensia urine
uretra  Desakan berkemih 3. Monitor eliminasi urine
 Blok spingter (urgensi) menurun (misalnya frekuensi,

 Disfungsi  Distensi kandung konsistensi, aroma,

neurologis (mis. kemih menurun volume, dan warna)

trauma, penyakit  Berkemih tidak tuntas Terapeutik

saraf) menurun
4. Catat waktu dan haluaran
 Efek agen  Volume residu urine berkemih
farmakologis menurun 5. Batasi asupan cairan
Data Mayor  Urin menetes menurun 6. Ambil sample urine
Subjektif  Disuria menurun tengah
2. Sensasi penuh pada  Enuresis menurun Edukasi
kandung kemih  Frekuensi BAK
Objektif 7. Ajarkan tanda dan gejala
membaik
3. Disuria/anuria infeksi saluran kemih
 Karakteristik urino
8. Ajarkan mengenali tanda
4. Distensi kandung membaik berkeih dan waktu yang
kemih tepat untuk berkemih
Data Minor 9. Anjurkan minum yang
Subjektif cukup
2. Dribbling Kolaborasi
Objektif 10. Kolaborasi pemberian
3. Inkontinensia obat supositoria uretra
berlebih
4. Residu urin 150 ml
atau lebih

2. D.0044 L.04036 I.04149


Inkontinensia Urin Kontinensia Urine Latihan Berkemih
Fungsional Setelah dilakukan intervensi Observasi
Definisi : keperawatan selama 3x 1. Periksa kembli penyebab
Pengeluaran urin tidak kunjungan, maka Kontinensia gangguan berkemih
terkendali karena kesulitan Urine membaik,dengan kriteria 2. Monitor pola dan
dan tidak mampu hasil : kemampuan berkemih
mencapai toilet pada  Kemampuan berkemih Terapeutik
waktu yang tepat meningkat
3. Hindari penggunaan
Penyebab :  Nokturia menurun
kateter indwelling
 Ketidakmampuan  Residu volume urine
4. Siapkan area toilet yang
atau penurunan setelah berkemih
aman
mengenali tanda menurun
5. Sediakan peralatan yang
berkemih  Distensi berkemih dibutuhkan dekat dan
 Penurunan tonus menurun mudah dijangkau (mis.
kandung kemih  Dribbling menurun kursi komode, pispot,
 Hambatan  Hesitancy menurun urinal)
mobilisasi  Frekuensi berkemih Edukasi
 Faktor psikologis membaik
 Hambatan 6. Jelaskan arah menuju
lingkungan kamar mandi/toilet
 Kehilangan dengan pasien gangguan
sensorik dan penglihatan
motorik 7. Ajarka intake cairan
Data Mayor adekuat untuk mendukung
Subjektif output cairan
2. Mengompol 8. Anjurkan eliminasi
sebelum mencapai normal dengan
atau selama usaha beraktivitas dan olahraga
mencapai toilet sesuai dengan
Data Minor kemampuan.
Subjektif
3. Mengompol di
waktu pagi hari
4. Mampu
mengosongkan
kandung kemih
lengkap

3 D.0040 L.04034 1.11349


Gangguan Eliminasi Eliminasi Urine Dukungan Perawatan Diri :
Urine Setelah dilakukan intervensi BAB/BAK
Definisi keperawatan selama 3x Observasi
Disfungsi eliminasi urin kunjungan, maka Eliminasi 1. Identifikasi kebiasaan
Penyebab Urine membaik, dengan BAK/BAB sesuai usia
1. Penurunan kapasitas kriteria hasil : 2. Monitor integritas kulit
kandung kemih  Sensasi berkemih pasien.
2. Iritasi kandung kemih meningkat Terapeutik
3. Penurunan  Desakan berkemih 1. Dukungan penggunaan
kemampuan (urgensi) menurun toilet/commode/pispot/uri
menyadari tanda  Distensi kandung nal secara konsisten
gangguan kandung kemih menurun 2. Jaga privasi selama
kemih  Berkemih tidak tuntas eliminasi
4. Efek tindakan medis menurun 3. Ganti pakaian pasien
dan diagnostik  Volume residu urine setelah eliminasi
5. Kelemahan otot menurun 4. Bersihkan alat bantu
pelvis  Urin menetes menurun BAK/BAB
6. Ketidakmampuan  Disuria menurun 5. Sediakan alat bantu (mis.
mengakses toilet kateter, urinal)
 Enuresis menurun
7. Hambatan lingkungan Edukasi
 Frekuensi BAK
Gejala Tanda Mayor 1. Anjurkan BAK/BAB
membaik
Subjektif secara rutin
 Karakteristik urino
7. Desakan berkemih 2. Anjurkan ke kamar
membaik
(Urgensi) mandi/toilet jika perlu
8. Urin menetes
(dribbling)
9. Sering buang air kecil
10. Nokturia
11. Mengompol
12. Enuresis
Objektif
4. Distensi kandung
kemih
5. Berkemih tidak tuntas
6. Volume residu urin
meningkat

4.
D.0049 Konstipasi. L. 04033 MANAJEMEN
ELIMINASI FEKAL ( I.
Definisi: Eliminasi Fekal 04151)
Penurunan defekasi  Observasi
normal yang disertai Definisi : proses defekasi
pengeluaran feses sulit dan normal yang disertai dengan 1) Identifkasi
tidak tuntas serta fases pengeluaran feses mudah dan masalah usus dan
kering dan banyak konsistensi , frekuensi serta pengunaan obat
Penyebab pencahar
bentuk feses normal.
Setelah dilakukan 2) Identifikasi
 Fisiologis
pengobatan yang
8) Penurunan tindakan keperawatan 3 x berefek pada
motilitas
24 jam didapatkan hasil gasrointestinal
gastrointestinal
3) Monitor buang air
9) Ketidakadekuatan Ekspektasi membaik
besar ( mis.
pertumbuhan gigi Kriteria Hasil : Warna , frekuensi,
10) Ketidakcukupan
1) Kontrol konstipasi,
diet
volume)
11) Ketidakcukupan pengeluaran feses
4) Monitor tanda dan
asupan serat 2) Keluhan defekasi gejala diare,
12) Ketidakcukupan
lama dan sulit konstipasi atau
asupan cairan
impaksi
13) Aganglionik (mis. menurun  Terapeutik
penyakit
3) Mengenjan saat 1) Berikan air hangat
Hircsprung)
setelah makan
14) Kelemahan otot defekasi menurun
2) Jadwalkan waktu
abdomen 4) Distensi abdomen defekasi bersama
 Psikologis
menurun pasien
4) Konfusi
3) Sediakan
5) Depresi 5) Teraba massa pada makanan tinggi
6) Gangguan
rektal menurun serat
emosional
6) Konsistensi feses  Edukasi
 Situasional
1) Jelaskan jenis
9) Perubahan membaik makanan yang
kebiasaan makan
7) Frekuensi feses membantu
(mis. jenis
meningkatkan
makanan, jadwal membaik
keteraturan
makan) 8) Peristaltic usus peristaltic usus
10) Ketidakadekuatan
membaik 2) Anjurkan
toileting
mencatat, warna,
11) Aktivitas fisik 9) Konsistensi feses frekuensi,
harian kurang dari
membaik konsistensi,
yang dianjurkan
volume feses
12) Penyalahgunaan 10) Frekuensi defekasi
3) Anjurkan
laksatif membaik meningkatkan
13) Efek agen
11) Peristaltic usus aktivitas fisik,
farmakologis
sesuai toleransi
14) Ketidakteraturan membaik 4) Anjurkan
kebiasaan defekasi pengurangan
15) Kebiasaan asupan makanan
menahan dorongan yang
defekasi meningkatkan
16) Perubahan pembentukan gas
lingkungan 5) Anjurkan
mengonsumsi
Gejala dan Tanda Mayor
makanan yang
Subjektif mengandung
tinggi serat
3) Defekasi kurang 6) Anjurkan
dari 2 kali meningkatkan
seminggu asupan cairan.
4) Pengeluaran fases Jika tidak ada
lama dan sulit kontraindikasi
 Kolaborasi
Objektif Kolaborasi pemberian
3) Feses keras obat supositoria anal,
4) Peristalitik usus
jika perlu
menurun
Gejala dan Tanda Minor

Subjektif

2) Mengejan saat
defekasi

Objektif
4) Distensi abdomen
5) Kelemahan umum
6) Teraba massa pada
rektal

D.0020 Diare L. 04033


5.
Definisi Eliminasi Fekal
I.03101
Pengeluaran feses
yang Definisi : proses defekasi
Manajemen diare
sering, lunak dan tidak normal yang disertai dengan
pengeluaran feses mudah dan Observasi
terbentuk
konsistensi , frekuensi serta 1) Identifikasi penyebab
bentuk feses normal.
diare (mis. Inflamasi
Setelah dilakukan
Penyebab tindakan keperawatan 3 x gastrointenstinal,iritas
24 jam didapatkan hasil i
 Fisiologis
Ekspektasi membaik gastrointenstinal,prose
5) Inflamasi
Kriteria Hasil : s infeksi, malabsorpsi,
gastrointestinal
1) Kontrol anisetas,sters, efek
6) Iritasi
pengeluaran feses obat-obatan,
gastrointestinal
2) Keluhan defekasi pemberian botol susu)
7) Proses infeksi
lama dan sulit 2) Identifikasi pemberian
8) Malabsorsi
menurun riwayat makanan
 Psikologis
3) Mengenjan saat 3) Identifikasi geja
3) Kecemasan
defekasi menurun invaginasi (mis.
4) Tinkat stres
4) Distensi abdomen Tangisan keras,
tinggi
menurun kepucatan pada bayi)
 Situasional
5) Teraba massa pada 4) Monitor warna,
8) Terpapar
rektal menurun volume, frekuensi ,
kontaminan
6) Konsistensi feses dan konsistensi tinja
9) Terpapar toksin
membaik 5) Monitor tanda gejala
10) Penyalahgunaan
7) Frekuensi feses hipovolemia
laksatif
membaik (mis.takikardia, nadi
11) Penyalahgunaan
8) Peristaltic usus teraba lemah, tekanan
zat
membaik darah turun,turgor
12) Program
9) Konsistensi feses kulit turun , mukosa
pengobatan
membaik mulut kering, CRT
(Agen tiroid,
10) Frekuensi defekasi melambat, BB
analgesik,
membaik munurn
pelunak feses,
11) Peristaltic usus 6) Monitor iritasi dan
ferosultat,
membaik ulserasi kulit di
antasida,
daerah perianal
cimetidine dan
7) Monitor jumlah
antibiotik)
pengeluaran diare
13) Perubahan air
8) Monitor keamanan
dan makanan
14) Bakteri pada air penyiapan makanan

Gejala dan Tanda Mayor Terapeutik

Subjektif 1) Berikan asupan cairan

(tidak tersedia) oral {mis. Larutan


garam gula, oralit,
Objektif
pedialyte,renalyte)
3) Defekasi lebih dari 2) Berikan cairan
tiga kali dalam 24 intravena ( mis.
jam Ringer asetal, ringer
4) Feses lembek atau laktat), jika perlu
cair 3) Ambil sampel darah
untuk pemeriksaan
Gejala dan Tanda Minor
darah lengkap dan
Subjektif elektrolit
3) Urgency 4) Ambil sampel feses
4) Nyeri/kram untuk kultur, jika
abdomen perlu

Objektif Edukasi

3) Frekuensi 1) Anjurkan makanan


peristaltik porsi kecil dan sering
meningkat secara bertahap
4) Bising usus 2) Anjurkan
hiperaktif menghindari
makanan pembentuk
gas pedas , dan
mengandung laktosa
3) Anjurkan
melanjutkan
pemberian asi
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian
obat antimotilitas
(mis. Loperimide,
difinoksilat)

2) Kolaborasi pemberian
obat
antispasmodic/spasmo
litik (mis. Papaverin,
ekstak
belladonna,mebeverin
e)

3) Kolaborasi pemberian
obat pengeras feses
(mis.atapulgit,smeklit,
kaolin-pektin

I.04150

L. 04035 LATIHAN ELIMINASI


FEKAL
6. D.0041 Inkontinensia Kontinensia fekal
Observasi
Fekal.
Definisi : pola normal 1) Monitor peristaltik
Penyebab kebiasaan buang air besar usus

1) Kerusakan susunan Setelah dilakukan Terapeutik


saraf motorik tindakan keperawatan 3 x
bawah 24 jam didapatkan hasil 1) Anjurkan waktu yang

2) Penurunan tonus Ekspektasi membaik konsisten untuk

otot Kriteria Hasil : buang air besar

3) Gangguan kognitif 1) Pengontrolan 2) Berikan privasi,

4) Penyalahgunaan pengeluaran feses kenyamanan dan

laksatif meningkat posisi dan posisi

5) Kehilangan fungsi 2) Defekasi membaik yang meningkatkan

pengendalian 3) Frekuensi buang proses defekasi

sfingter rektum 3) Gunakan enema


6) Pascaoperasi air besar membaik rendah, jika perlu
pullthrough dan 4) Kondisi kulit 4) Anjurkan dilatasi
penutupan klosomi perianal membaik rektal digital, jika
7) Ketidakmampuan perlu
mencapai kamar 5) Ubah program latihan
kecil eliminasi fekal, jika
8) Diare kronis perlu
9) Stres berlebihan
Edukasi
Gejala dan Tanda Mayor
1) Anjurkan
Subjektif mengkonsumsi

1) Tidak mampu makanan tertentu,

mengontrol sesuai program atau

pengeluaran fases hasil konsultasi

2) Tidak mampu menunda 2) Anjurkan konsumsi

defekasi cairan yang adekuat


sesuai kebutuhan
Objektif
3) Anjurkan olahraga
1) Fases keluar sedikit- sesuai toleransi
sedikit dan sering
Kolaborasi
Gejala dan Tanda Minor Kolaborasi pengunaan

Subjektif supositoria, jika perlu

(tidak tersedia)

Objektif

1) Bau fases
2) Kulit perinal
kemerahan
9. IMPLEMENTASI
Implementasi adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan asuhan Keperawatan
kedalam bentuk intervensi keperawatan guna membantu pasien Mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Kemampuan yang harus dimiliki Perawat pada tahap implementasi
adalah kemampuan komunikasi yang Efektif, kemampuan untuk menciptakan hubungan
saling percaya dan saling Bantu, kemampuan melakukan teknik psikomotor, kemampuan
melakukan Observasi sistematis, kemampuan memberikan pendidikan kesehatan,
Kemampuan advokasi, dan kemampuan evaluasi. Intervensi keperawatan berlangsung
dalam tiga tahap. Fase pertama Merupakan fase persiapan yang mencakup pegetahuan
tentang validasi Rencana, implementasi rencana, persiapan pasien dan keluarga. Fase
kedua Merupakan puncak implementasi keperawatan yang berorientasi pada Tujuan.
Pada fase ini, perawat menyimpulkan data yang dihubungkan dengan Reaksi pasien. Fase
ketiga merupakan terminasi perawat-pasien setelah Implementasi keperawatan selesai
dilakukan (Nursalam, 2012).
10. EVALUASI
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan Perbandingan
yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati Dan tujuan atau kriteria
hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi dilakukan secara berkesinambungan
dengan melibatkan pasien dan tenaga kesehatan lainnya. Jika hasil evaluasi menunjukan
tercapainya tujuan dan kriteria hasil, pasien bisa keluar dari siklus proses keperawatan.
Jika sebaliknya, pasien akan masuk kembali ke dalam siklus tersebut mulai dari
pengkajian ulang (reassessment) (Nursalam, 2012).
DAFTAR PUSTAKA

Andiani, Ni Wayan Krisna. 2015. Laporan pendahuluan keperawatan pada pasien dengan
gangguan kebutuhan eliminasi. Denpasar.

A Potter, Patricia dkk. Fundamentals of Nursing ninth edition isbn: 978-0-323-32740-


4.Copyright @2017.by Elsevier Inc. All rights reserved.

eprints.umbjm.ac.id › http://eprints.umbjm.ac.id/1035/3/4.%20BAB%20II.pdf [Diakses


tanggal 24 Januari 2021].

Haryono, Rudi. 2012. Keperawatan Medical Bedah Sistem Pencernaan. Yogyakarta:


Gosyen Publisher.

https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=http://perpus.fikumj.ac.id/index.php%3Fp%3Dfstreampdf
%26fid%3D12651%26bid
%3D4800&ved=2ahUKEwibk_yeiqjuAhWAqksFHecaC_Q4ChAWMAB6BAgAEAE&us
g=AOvVaw0sdQlXMhcxwfWbrIinZyHS. [Diakses tanggal 24 Januari 2021].

Kasiati dan Ni Wayan Dwi Rosmalawati. 2016. Bahan Cetak Ajar Kebutuhan Dasar
Manusia 1. Jakarta Selatan : Pusdik SDM Kesehatan.

Nurarif. A. H. dan Kusuma. H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: Media Action

PPNI. 2018. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: DPP PPNI.
PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: DPP PPNI.

PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan : DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai