Anda di halaman 1dari 8

Pendidikan Sebagai Kapital Budaya, Kapital Simbolik, Dan

Kapital Sosial
Makalah

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Sosiologi Pendidikan

Dosen Pengampu:

Faridlatus Sya’adah, S.S.,M.Hum.

Oleh:

Junia Elisa Putri (2019.02.02.1416)

Tsuwaibatul Aslamiyah (2019.02.02.1417)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AL-ANWAR

SARANG REMBANG

2020
Pendidikan Sebagai Kapital Budaya, Kapital Simbolik, Dan Kapital Sosial

Oleh: Junia dan Tsuwaibah

A. Pendahuluan
Pendidikan sebagai suatu investasi ataupun modal negara jangka
panjang. Maksud ungkapan investasi ini mengacu kepada peningkatan dan
pengembangan pendidikan di negara kita, Indonesia. Mengenai hal ini
juga sering diungkapkan oleh orang-orang yang cukup kita kenal seperti,
Jusuf Kalla, Amien Rais, Akbar Tanjung dan lain-lain. Seperti yang telah
sering kita dengar bahwa Tujuan Pendidikan Nasional kita adalah “…
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
(Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 Bab II pasal 3). Maka
dari itu bukan tidak mungkin untuk mencapai itu semua perlu
penggemblengan pendidikan secara serius.
Dalam pembangunan ekonomi, pendidikan dipandang sebagai
investasi dalam kapital manusia. Dengan investasi, diharapkan akan
diperoleh keuntungan, diantaranya adalah pendidikan yang diperoleh
melalui partisipasinya dalam pasar kerja.1
Maka dari itu, apabila dibahas mengenai konsep investasi. Berarti
upaya untuk meningkatkan nilai tambah barang ataupun jasa di kemudian
hari dengan mengorbankan nilai konsumsi sekarang. Investasi dalam SDM
memiliki konsep yang tidak berbeda dengan konsep investasi manusia
yang juga bisa dianggap sebagai suatu entitas yang nilainya bisa
berkembang di kemudian hari melalui suatu proses pengembangan nilai,
seperti peningkatan sikap, perilaku, wawasan, keahlian dan keterampilan

1 Mohammad Ali, Pendidikan untuk Pembangunan Nasional: Menuju Bangsa Indonesia yang
Mandiri dan Berdaya Saing Tinggi (Jakarta: Gramedia, 2009), 189.
manusia. Pengembangan SDM tersebut dapat dilakukan melalui
pendidikan dan pelatihan pada berbagai jenjang dan jalur.2
Terkait pemaparan di atas, dalam makalah ini akan dijelaskan
pendidikan sebagai kapital budaya, pendidikan sebagai kapital simbolik,
dan pendidikan sebagai kapital sosial.

B. Pendidikan Sebagai Kapital


1. Pendidikan Sebagai Kapital Budaya

Pierre Bourdieu dikenal sebagai tokoh dalam studi tentang


kapital budaya. Dalam suatu sisi, Bourdieu mendefinisikan kapital
budaya sebagai selera bernilai budaya dan pola-pola konsumsi. Kapital
budaya mencakup rentangan luas properti, seperti seni, nilai,
pendidikan, dan bentuk-bentuk bahasa. Di sisi lain, Bourdieu
menjelaskan batasan kapital budaya sebagai berbagai pengetahuan
yang sah. Menurut Lee (2006: 58) Bordieu mendefinisikan kapital
budaya sebagai kepemilikan kompetensi kultural tertentu, atau
seperangkat pengetahuan kultural yang menyediakan bentuk konsumsi
kultural yang dibedakan secara khusus dan klasifikasi rumit dari
barang kultural dan simbolis.3

Relasi kapital budaya dan pendidikan bisa dilihat sebagai alat


reproduksi sosial, yaitu pemeliharaan pengetahuan dan pengalaman
dari satu generasi ke generasi berikutnya, “dipertahankan” melalui
system pendidikan. Kapital budaya merupakan kepemilikan
kompetensi atau pengetahuan kultural yang menuntun selera bernilai
budaya dan pola-pola konsumsi tertentu, yang dilembagakan dalam
bentuk kualifikasi pendidikan. Dari pengertian tentang kapital budaya
dan penjelasannya tampak jelas bahwa pendidikan memberikan
seseorang modal pengetahuan dan kompetensi yang dibutuhkan untuk
membuat pembedaan atau penaksiran nilai. Pendidikan membentuk
2 Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP, UPI, Ilmu dan Aplikasi Pendidikan bagian 2: Ilmu
Pendidikan Praktis (Bandung: PT Imperial Bhakti Utama, 2007), 287.

3 Damsar, Pengantar Sosiologi Perdesaan, (Jakarta: Kencana, 2016), 178.


kompetensi dan pengetahuan kultural seseorang. Nilai sopan santun,
malu, kerja keras, kejujuran, kepercayaan, dan lainnya dibentuk,
diperkuat, dan dipertahankan melalui, terutama pendidikan formal. Hal
itu tampak bagaimana nilai dan norma yang disosialisasikan oleh guru
pada pendidikan dasar, terutama taman kanak-kanak dan sekolah
dasar, mampu menjadi rujukan berpikir, bersikap, dan berperilaku
pesrta didik.4

2. Pendidikan Sebagai Kapital Simbolik

Menurut pendapat Bourdieu kapital simbolik merupakan


suatu bentuk kapital ekonomi fisikal yang telah mengalami
transformasi dan telah tersamarkan menghasilkan efeknya yang
tepat sepanjang, menyembunyikan fakta tampil dalam bentuk-
bentuk kapital material. Kapital simbolik terwujud dalam
prestise(gengsi), status, otoritas, dan kehormatan sosial.5

Harker memahami prestise, status dan otoritas sebagai


kapital simbolik dari Bourdeu. Sedangkan, Lee memahami kapital
simbolik dari Bourdeu sebagai kuantitas metafosis status dan
prestise, yang berasal dari ketrampilan mengatur simbol sosial.
Dari pemahaman para sosiolog tersebut, dapat disimpulkan bahwa
kapital simbolik merupakan kapital yang terwujud dalam prestise,
status, otoritas, dan kehormatan sosial, yang berasal dari
ketrampilanmengatur simbol sosial.

Definisi dari Bourdieu yang dijelaskan diatas memang sulit


untuk dipahami, jika tidak mengaitkannya dengan jenis kapital
lainnya. Tunner, misalnya melihat kapital simbolik sebagai
penggunaan untuk melegtimasi pemilikan berbagai tinggkat dan
konfigurasi ketiga bentuk kapital laiinya yaitu kapital ekonomi,
sosial dan budaya. Menurut Lee semakin besar kepemilikan dan
investasi modal pendidikan dan kurtural maka semakin khas

4 Damsar dan Indrayani, Pengantar Sosiologi Kapital, (Jakarta: Kencana, 2019), 200-201.
5 Damsar dan Indrayani, Pengantar sosiologi Ekonomi, (Jakarta: Prenada Media, 2016), 224.
bentuk konsumsi kultural dan semakin besar hasil modal simbolis
yang dapat diperoleh.6

Adapun konsep dasar dalam kapital simbolik yaitu:


a. Status sosial
Status sosial menurut Webber menunjuk pada posisi
relatif seseorang pada skala yang telah diakui secara
umum dan kelompok status dipandang sebagai sejumlah
orang yang berada dalam kebersamaan atas kehormatan
dan prestise yang dimiliki. Menurut pandangan Bourdieu
status dihubungkan dengan gaya hidup dan pola-pola
konsumtif tertentu.

b. Prestise sosial
Prestise sosial merupakan konsep terkait dengan
status kehormatan atau kewibawaan yang terkandung
dalam suatu sosial. Derajat status sosial ditunjukan oleh
tingkat prestise sosial yang dimiliki status sosial tersebut.

c. Otoritas
Webber melihat otoritas sebagai kekuasaan yang sah.
Kekuasaan yang sah yaitu kekuasaan yang dianggap
benar oleh seseorang. Kekuasaan adalah suatu
kemampuan untuk menguasai orang lain agar melakukan
sesuatu untuk mengatasi perlawanan untuk mencapai
tujuan.7

Penjelasan diatas disimpulkan bahwa seseorang mengatur


simbol terwujud dalam prestise sosial, status sosial dan otoritas
yang dimiliki. Kemampuan mengatur simbol didapat melalui
pendidikan formal dan nonformal serta reproduksi sosial lainnya
seperti, pendidikan informal dalam keluarga. Kapital simbolik juga

6 Damsar, dan Indrayani, Pengantar Sosiologi Kapital, (Jakarta: Kencana, 2019), 204.
7 Ibid, 205-206.
terkait dengan hal sakral seperti, ketrampilan mengatur simbol
dalam upacara keagamaan dan ritual spiritualitas.8

3. Pendidikan Sebagai Kapital Sosial

Bidang studi tingkat pendidikan tertinggi yang diperoleh


seseorang digunakan sebagai indeks kedudukan sosialnya.
Walaupun tingkat sosial seseorang tidak dapat diramalkan
sepenuhnya berdasarkan pendidikan namun pendidikan tertinggi
bertalian erat dengan kedudukan sosial yang tinggi

Terdapat beberapa pemikiran tentang kapital sosial yang


dikumpulkan menurut para ahli:

a. Menurut piere Bourdieu bahwa kapital sosial sebagai sumber


daya aktual dan potensial yang dimiliki oleh seseorang yang
berasal dari jaringan sosial berlangsung terus menerus dalam
bentuk pengakuan dan perkenalan timbal balik.

b. Menurut James Coleman kapital sosial merupakan


seperangkat sumberdaya yang inheren dalam hubungan
keluarga dan organisasi sosial serta sangat berguna bagi
pengembangan kognitif dan sosial seorang anak.

c. Menurut Alejandro Portes ia membatasi kapital sosial sebagai


kemampuan individu untuk mengatur sumber-sumber
berdasarkan keanggotaan mereka dalam jaringan atau
struktur sosial yang lebih luas.

d. Menurut sosiolog indonesia yaitu Robert M.Z Lawang,


kapital sosial sebagai semua kekuatan sosial komunitas yang
dikonstruksikan oleh individu atau kelompok dengan
mengacu struktur sosial menurut penilaian mereka dapat
mencapai tujuan

Dapat disimpulkan bahwa kapital sosial adalah investasi


sosial meliputi sumberdaya sosial seperti jaringan, kepercayaan,

8 Ibid, 215-216.
nilai dan norma sertakekuatan menggerakan dalam struktur
hubungan sosial untuk mencapai tujuan individu atau kelompok.

Mengikuti pendidikan formal dan informal seseorang dapat


memperoleh segala sumberdaya sosial. Ketika seseorang
menyelesaikan pendidikan studi disuatu tingkatan pendidikan
maka dia akan memperoleh predikat sebagai alumni. Kapital
sosial yang diolah dari sumberdaya jaringan alumni akan
bertambah kuat bila orang tersebut mampu menciptakan suatu
derajat kepercayaan antara dia dan para alumni yang lainnya.9

Kesimpulan

Kapital budaya merupakan kepemilikan kompetensi atau


pengetahuan kurtural yang menuntun selera bernilai budaya dan pola-
pola konsumsi tertentu yang dilembagakan dalam bentuk kualifikasi
pendidikan

Kapital simbolik merupakan suatu bentuk kapital ekonomi


fisikal yang telah mengalami transformasi dan telah tersamarkan
menghasilkan efeknya yang tepat sepanjang, menyembunyikan fakta
tampil dalam bentuk-bentuk kapital material. Konsep dari kapital
simbolik yaitu status sosial, prestise sosial dan otoritas.

Kapital sosial adalah investasi sosial meliputi sumberdaya sosial


seperti jaringan, kepercayaan, nilai dan norma sertakekuatan
menggerakan dalam struktur hubungan sosial untuk mencapai tujuan
individu atau kelompok.

9 Nasution, Sosiologi Pendidikan, (Bandung: Jemmars, 2011), 33.


Daftar Pustaka

Damsar dan Indrayani. Pengantar Sosiologi Ekonomi. Jakarta: Prenada


Media. 2016.

Damsar dan Indrayani. Pengantar Sosiologi Kapital. Jakarta: Kencana. 2019.

Nasution. Sosiologi Pendidikan. Bandung: Jemmars. 2011.

Ali, Mohammad. Pendidikan untuk Pembangunan Nasional: Menuju


Bangsa Indonesia yang Mandiri dan Berdaya Saing Tinggi. Jakarta:
Gramedia. 2009.

Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP, UPI. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan
bagian 2: Ilmu Pendidikan Praktis. Bandung: PT Imperial Bhakti
Utama. 2007.

Damsar. Pengantar Sosiologi Perdesaan. Jakarta: Kencana. 2016.

Anda mungkin juga menyukai