i
DAFTAR ISI
ABSTRAK................................................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1. Latar Belakang..........................................................................................1
1.1. Rumusan Masalah.....................................................................................2
1.2. Tujuan Percobaan......................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................3
2.1 Dasar Teori Operational Amplifier...........................................................3
2.1.1 Karakteristik Op-Amp........................................................................4
2.1.2 Penguat AC Non-Inverting................................................................6
2.1.3 Penguat AC Inverting.........................................................................7
2.1.4 Penguat Diferensial............................................................................7
2.2 Dasar Teori Proportional Integral Derivative (PID)..................................8
2.2.1 Jenis Jenis Kontroller.........................................................................9
2.2.2 Kontrol Proportional..........................................................................9
2.2.3 Kontrol Integral................................................................................10
2.2.4 Kontrol Derivative...........................................................................10
2.2.5 Karakteristik Proportional Integral Derivative (PID)......................11
2.2.6 Kontrol Proportional – Derivatife....................................................12
2.2.7 Kontrol Proportional – Integral........................................................12
2.2.8 Kontrol Proportional – Integral – Derivative (PID).........................12
2.2.9 Pedoman umum mendesain PID kontroler......................................12
BAB III METODOLOGI PENELITIAN..............................................................14
3.1 Alat dan Bahan........................................................................................14
3.2 Langkah Percobaan.................................................................................14
3.2.1 Percobaan 1 Operasional Amplifier.................................................14
3.2.2 Percobaan 2 Kontrol Proportional Integral Derivative (PID)..........15
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...............................................................18
4.1 Hasil Percobaan.......................................................................................18
4.1.1 Percobaan 1 Opersional Amplifier...................................................18
ii
4.1.2 Percobaan 2 Kontrol Proportional Integral Derivative (PID)..........28
4.2 Analisa dan Pembahasan.........................................................................35
4.2.1 Setpoint Signal dan Differential Amplifier AC – DC......................35
4.2.2 Setpoint Signal dan Differential Amplifier DC – AC......................37
4.2.3 Kontrol proportional integral DC – AC...........................................39
4.2.4 Kontrol proportional integral AC - DC............................................40
4.2.5 Kontrol Proportional Integral Derivatife DC - AC..........................41
4.2.6 Kontrol Proportional Integral Derivatife AC - DC..........................42
4.3 Perhitungan..............................................................................................43
4.3.1 Setpoint Signal dan Differential Amplifier AC – DC......................43
4.3.2 Setpoint Signal dan Differential Amplifier DC – AC......................44
4.3.3 Kontrol Proportional Integral DC – AC...........................................45
4.3.4 Kontrol proportional integral AC - DC............................................46
4.4 Pembahasan.............................................................................................48
4.4.1 Operasional Amplifier......................................................................48
4.4.2 Kontrol Proportional Integral Derivatife..........................................49
BAB V KESIMPULAN.........................................................................................50
5.1. Operasional Amplifier.............................................................................50
5.2. Kontrol Proportional Integral Derivatif (PID).........................................51
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................52
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
variabel tertentu. Sistem kendali ini menerapkan sustu sistem kemampuan
manusia dalam menyelesaikan masalah.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
width) yang cukup lebar. Apablia sebuah penguat diferensial yang
mempunyai dua buah input yaitu input inverting (-) dan input non inverting
(+), maka penguat ini akan berfungsi membandingkan dua sinyal yang
dimasukkan ke dalam input – input nya. Sinyal yang keluar dari tingkat ini
besarnya akan sebanding dengan perbedaan atau diferensial antara kedua
sinyal yang masuk tadi. Tetapi bila kedua sinyal itu nol, maka output-nya nol
juga. Polaritas kedua sinyal apabila sama maka output-nya akan sebanding
dengan selisih dari kedua sinyal tersebut. Sebaliknya jika kedua sinyal itu
berlawanan polaritasnya maka output-nya pun akan sebanding dengan
jumlahnya. Bila salah satu input-nya nol (tidak ada sinyal) maka output akan
sebanding dengan sinyal yang dimasukkan pada salah satu input-nya.
Tingkat penguat berfungsi memperkuat sinyal yang ke!uar dan penguat
diferensial sebesar mungkin (kira-kira 100.000 kali). Sedangkan output
berimpedansi rendah berfungsi mengisolasi tingkat penguat ini agar tidak
dipengaruhi adanya beban dan menghasilkan daya pendorong.(1)
Faktor penguat Av (open loop gain) tak terhingga artinya jika ada
perubahan sedikit saja pada bagian input-nya maka akan
menghasilkan perubahan yang sangat besar pada output-nya.
Bila input-nya sama dengan nol maka output-nya juga nol
4
Impedansi input tak terhingga artinya input-nya tidak akan
menarik daya dan tingkat sebelumnya, sehiigga yang diperlukan
hanya perubahan tegangan saja.
Impedansi pada bagian output-nya sangat rendah atau nol, artinya
tegangan output-nya akan tetap walaupun impedansi beban
hampir nol.
Lebar band width tidak terhingga artinya penguat dan DC sama
frekwensi tak terhingga tetap sama.
Rise time sama dengan nol, artinya waktu yang dibutuhkan untuk
mencapai harga puncak pada sinyal output akan sama dengan
pada sinyal input.
Tidak peka terhadap perubahan tegangan sumber atau perubahan
suhu (tidak ada drift).
5
Disamping karakteristik-karekterisrik tersebut di atas ada beberapa
karakteristik lagi yang berkaitan dengan masalah offset yang juga
mempengaruhi daya Op-Amp, diantaranya adalah :
6
Gambar 2.3. Penguat AC Mode Non Inverting
Karena ujung dan R1 yang satu ada di Vin dan yang lain ada di
nol volt, maka penurunan tegangan melalui R1 adalah Vin dibagi R1.
Seperti tampak pada Gambar 2.4. bahwa satu ujung dan R2
dihubungkan ke keluaran VOut, maka untuk memperoleh polaritas pada
ingatlah ujung kiri R2 memaksa ujung kanan R2 menjadi negatif.
Karenanya Vout akan negatif bila Vin-nya positif, dan sebaliknya Vout
akan positif bila Vin-nya negatif. Hal inilah yang dikatakan penguat
membalik (inverting).
7
2.2.4 Penguat Diferensial
Penguat diferensial bisa mengukur maupun memperkuat isyarat -
isyarat kecil yang terbenam dalam isyarat yang jauh lebih besar. Empat
buah tahanan presisi dan sebuah Op-Amp membentuk sebuah penguat
diferensial seperti yang tampak pada Gambar 2.5. Terminal
masukannya ada dua yaitu V1 dan V2, dimana V1 sebagai masukan
negatif dan V2 sebagai masukan positif. Tegangan keluaran dan
penguat diferensator Vout sebanding dengan perbedaan tegangan yang
diterapkan ke masukan negatif dan masukan positifnya, sehingga gain
diferensial akan tergantung dan perbandingan tahanan-tahanannya.
8
Gambar 2.6. Blok Diagram PID Controller
+ K D s= D S + K S +K I
KP + p
(2.1)
S S
KP = Proportional gain
KI = Integral gain
KD = Derivative gain
Skema seperti diatas, digunakan oleh cara kerja PID controller pada
sistem tertutup. Variabel (e) menggambarkan tracking error, nilai
masukan yang berbeda (R), keluaran aktual (Y), signal error ini akan
dikirim ke PID controllr, dan controller akan menghitung keseluruhan
turunan dan integral dari signal error ini. Sinyal (u) yang telah
melewati controller, sekarang sama dengan proportional penguatan
(Kp) dikalikan dengan ukuran kesalahannya ditambah penguatan
integral (Ki) dikalikan ukuran kesalahan integralnya ditambah
penguatan turunan (Kd) dikalikan ukuran kesalahan derivasinya.
de
u=K P e + K I ∫ e dt + K D (2.2)
dt
Sinyal (u) akan dikirim ke plant, dan akan mendapatkan keluaran baru
(y). Keluaran baru (y) ini akan dikirim kembali ke sensor untuk
mencari kesalahan sinyal baru (e). Controller membawa kesalahan
signal baru tersebut dan menghitung turunan-turunannya dan integral-
9
integralnya sekali lagi. Proses tersebut akan berjalan terus-menerus
seperti semula.
10
sehingga fungsi alihnya yaitu:
Respon Kesalahan
Waktu Naik OVERSHOOT Waktu Turun
Loop Keadaan
11
Tertutu Tunak
p perubahan
Kp Menurun Meningkat kecil Menurun
Ki Menurun Meningkat Meningkat Hilang
perubahan perubahan
Kd kecil Menurun Menurun kecil
Tabel 2.1 Efek Controller
X (s) K p s+ K p
= 2
F (s) s + ( 10 s+ K p ) s+(20 + K p )
X (s) K p s+KI
= 3
F (s) s +10 s2 + ( 20 + K p ) + K I
12
2.3.8 Kontrol Proportional – Integral – Derivative (PID)
Sekarang perhatikan PID controller, fungsi transfer loop tertutup
pada sistem yang dicontohkan dengan PID controller adalah:
X (s) K p s 2+ K p s + K I
= 2
F (s) s + ( 10 s+ K p ) s2 + ( 20 + K p ) s + K I
1. Dapatkan respon loop terbuka dan tentukan apa saja yang ingn
ditingkatkan.
2. Tambahkan P-Control untuk menambah waktu naik.
3. Tambahkan D-Control untuk menambah overshoot.
4. Tambahkan I-Control untuk menghilangkan kesalahan keadaan
tunak.
5. Seimbangkan setiap Kp, Ki, Kd sampai didapatkan keseluruhan
respon yang diinginkan. Anda dapat merujuk pada tabel 2.1
sebagai pegangan karakteristik controller.
13
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
14
Gambar 3.1. Rangkaian Modul Op-Amp
2. Menyalakan power supply, AFG, dan osiloskop.
3. Menghubungkan titik A dan B dengan power supply ( tegangan
DC ) atau AFG ( tegangan AC ) dengan tegangan sesuai yang
diinginkan.
4. Menghubungkan titik C dengan multimeter digital dan osiloskop
CH1.
5. Menghubungkan titik D dengan multiimeter digital dan osiloskop
CH2.
6. Mengatur frekuensi pada AFG dengan 3 kondisi berbeda sesuai
yang diinginkan.
7. Mengatur putaran nilai potensiometer ¼ dan ¾ putaran.
8. Mengamati nilai tegangan keluaran pada multimeter digital dan
gelombang keluaran pada osiloskop.
9. Ulangi langkah 3 pada titik A ( tegangan AC ), dan titik B
( tegangan DC ) dengan tegangan yang sesuai.
10. Ulangi langkah 4, 5, 6, 7, dan 8 sesuai petunjuk Asisten.
11. Catat hasil percobaan.
15
Gambar 3.2. Rangkaian Modul PI
2. Menyalakan power supply, AFG, dan osiloskop.
3. Menghubungkan titik A dan B dengan power supply
( tegangan DC ) atau AFG ( tegangan AC ) dengan tegangan
sesuai yang diinginkan.
4. Menghubungkan titik C dengan multimeter digital dan
osiloskop CH1.
5. Mengatur frekuensi pada AFG dengan 3 kondisi berbeda
sesuai yang diinginkan.
6. Mengatur putaran nilai potensiometer ¼ dan ¾ putaran.
7. Mengamati nilai tegangan keluaran pada multimeter digital
dan gelombang keluaran pada osiloskop.
8. Ulangi langkah 3 pada titik A ( tegangan AC ), dan titik B
( tegangan DC ) dengan tegangan yang sesuai.
9. Ulangi langkah 4, 5, 6, 7, dan 8 sesuai petunjuk Asisten.
10. Catat hasil percobaan.
b. Kontrol Proportional Integral Derivative
1. Buat Rangkaian sesuai dengan modul
16
Gambar 3.3. Rangkaian Modul PID
2. Menghubungkan titik A dan B dengan power supply
( tegangan DC ) atau AFG ( tegangan AC ) dengan tegangan
sesuai yang diinginkan.
3. Menghubungkan titik C dengan multimeter digital dan
osiloskop CH1.
4. Menghubungkan titik D dengan multiimeter digital dan
osiloskop CH2.
5. Mengatur frekuensi pada AFG dengan 3 kondisi berbeda
sesuai yang diinginkan.
6. Mengatur putaran nilai potensiometer ¼ dan ¾ putaran.
7. Mengamati nilai tegangan keluaran pada multimeter digital
dan gelombang keluaran pada osiloskop.
8. Ulangi langkah 3 pada titik A ( tegangan AC ), dan titik B
( tegangan DC ) dengan tegangan yang sesuai.
9. Ulangi langkah 4, 5, 6, 7, dan 8 sesuai petunjuk Asisten.
10. Catat hasil percobaan.
17
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Frekuensi 100 Hz
1. Setpoint (CH1)
2. Differensial (CH2)
3. Gabungan (Add)
18
B. Frekuensi 1000Hz
1. Setpoint (CH1)
2. Differensial (CH2)
3. Gabungan (Add)
19
C. Frekuensi 500 Hz
1. Setpoint (CH1)
2. Differensial (CH2)
3. Gabungan (Add)
20
A. Frekuensi 500Hz
1. Setpoint (CH1)
2. Differensial (CH2)
3. Gabungan (Add)
B. Frekuensi 100Hz
1. Setpoint (CH1)
2. Differensial (CH2)
21
3. Gabungan (Add)
C. Frekuensi 1000Hz
1. Setpoint (CH1)
2. Differensial (CH2)
22
3. Gabungan (Add)
A. Frekuensi 1000Hz
1. Setpoint (CH1)
23
2. Differensial (CH2)
3. Gabungan (Add)
B. Frekuensi 100Hz
1. Setpoint (CH1)
24
2. Differensial (CH2)
3. Gabungan (Add)
C. Frekuensi 500Hz
1. Setpoint (CH1)
2. Differensial (CH2)
25
3. Gabungan (Add)
A. Frekuensi 500Hz
1. Setpoint (CH1)
2. Differensial (CH2)
26
3. Gabungan (Add)
B. Frekuensi 100Hz
1. Setpoint (CH1)
2. Differensial (CH2)
27
3. Gabungan (Add)
C. Frekuensi 1000Hz
1. Setpoint (CH1)
28
2. Differensial (CH2)
3. Gabungan (Add)
1 100 0,3 V
2 ¼ ¼ 1000 0,3 V
3 500 0,4 V
3V 2V
4 500 0,4 V
5 ¾ ¾ 100 0,4 V
6 1000 0,4 V
29
Hasil Osiloskop ¼
A. Frekuensi 100Hz
B. Frekuensi 1000Hz
C. Frekuensi 500Hz
Hasil Osiloskop ¾
A. Frekuensi 500Hz
30
B. Frekuensi 100Hz
C. Frekuensi 1000Hz
1 1000 0,3 V
2 ¾ ¾ 100 0,2 V
3 500 0,2 V
3V 2V
4 500 0,2 V
5 ¼ ¼ 100 0,18 V
6 1000 0,2 V
Hasil Osiloskop ¼
A. Frekuensi 1000Hz
31
B. Frekuensi 100Hz
C. Frekuensi 500Hz
Hasil Osiloskop ¾
A. Frekuensi 500Hz
B. Frekuensi 100Hz
32
C. Frekuensi 1000Hz
Potensio Output
AC DC Frekuensi
No (putaran) PI
(+) (-) (Hz)
Kp Ki Kd (Volt)
1 1000 0,654 V
2 ¼ ¼ ¼ 100 0,655 V
3 500 0,653 V
2V 3V
4 500 0,653 V
5 ¾ ¾ ¾ 100 0,655 V
6 1000 0,654 V
Hasil Osiloskop ¼
A. Frekuensi 1000Hz
B. Frekuensi 100Hz
C. Frekuensi 500Hz
33
Hasil Osiloskop ¾
A. Frekuensi 500Hz
B. Frekuensi 100Hz
C. Frekuensi 1000Hz
34
Potensio Output
DC AC Frekuensi
No (putaran) PI
(+) (-) (Hz)
Kp Ki Kd (Volt)
1 1000 0,656 V
2 ¾ ¾ ¾ 100 0,656 V
3 500 0,657 V
2V 3V
4 500 0,657 V
5 ¼ ¼ ¼ 100 0,658 V
6 1000 0,655 V
Hasil Osiloskop ¼
D. Frekuensi 100Hz
E. Frekuensi 1000Hz
F. Frekuensi 500Hz
Hasil Osiloskop ¾
35
G. Frekuensi 500Hz
H. Frekuensi 100Hz
I. Frekuensi 1000Hz
36
T = Div Hor. x T/Div >F=1/T Vpp = Div Ver. x V/Div
T = 5,8 x 0,1ms >F=1/0,58ms Vpp = 3 x 2 V
T = 0,58ms >F=1724Hz Vpp = 6 V
CH 2
T = Div Hor. x T/Div >F=1/T Vpp = Div. Ver x V/Div
T = 5,6 x 0,1ms >F=1/0,56ms Vpp = 5,4 x 5 V
T = 0,56ms >F=1785,71Hz Vpp= 27 V
Add
T = Div. Hor. x T/Div >F=1/T
T = 5,6 x 0,1ms >F=1/0,56ms
T = 0,56ms >F=1785,71Hz
C. Frekuensi 500Hz
CH 1
T = Div Hor. x T/Div >F=1/T Vpp = Div Ver. x V/Div
T = 5,6 x 0,2ms >F=1/1,12ms Vpp = 3 x 2 V
T = 1,12ms >F=892,85Hz Vpp = 6 V
CH 2
T = Div Hor. x T/Div >F=1/T Vpp = Div. Ver x V/Div
T = 5,4 x 0,2ms >F=1/1,08ms Vpp = 5,4 x 5 V
T = 1,08ms >F=925,92Hz Vpp = 27 V
Add
T = Div. Hor. x T/Div >F=1/T
T = 5,4 x 0,2ms >F=1/1,08ms
T=1,08ms >F=925,92Hz
Hasil Putaran Potensio ¾
A. Frekuensi 100Hz
CH 1
T = Div Hor. x T/Div >F=1/T Vpp = Div Ver. x V/Div
T = 5,4 x 0,2ms >F=1/1,08ms Vpp = 3 x 2 V
T = 1,08ms >F=925,92Hz Vpp = 6V
CH 2
T = Div Hor. x T/Div >F=1/T Vpp = Div. Ver x V/Div
T = 5,4 x 0,2ms >F=1/1,08ms Vpp = 5,6 x 5 V
T = 1,08ms >F=925,92Hz Vpp = 28 V
Add
T = Div. Hor. x T/Div >F=1/T
T = 5,6 x 0,2ms >F=1/1,12ms
T = 1,12ms >F=892,85Hz
B. Frekuensi 1000Hz
CH 1
37
T = Div Hor. x T/Div >F=1/T Vpp = Div Ver. x V/Div
T = 5,8 x 0,5ms >F=1/2,9ms Vpp = 2,8 x 2 V
T = 2,9ms >F=344,82Hz Vpp = 5,6 V
CH 2
T = Div Hor. x T/Div >F=1/T Vpp = Div. Ver x V/Div
T = 5,8 x 0,5ms >F=1/2,9ms Vpp = 5,6 x 5 V
T = 2,9ms >F=344,82Hz Vpp = 28 V
Add
T = Div. Hor. x T/Div >F=1/T
T = 5,6 x 0,5ms >F=1/2,8ms
T = 2,8ms >F=357,14Hz
C. Frekuensi 500Hz
CH 1
T = Div Hor. x T/Div >F=1/T Vpp = Div Ver. x V/Div
T = 5,8 x 0,1ms >F=1/0,58ms Vpp = 2,8 x 2 V
T = 0,58ms >F=1724,1Hz Vpp = 5,6 V
CH 2
T = Div Hor. x T/Div >F=1/T Vpp = Div. Ver x V/Div
T = 5,6 x 0,1ms >F=1/0,56ms Vpp = 5,6 x 5 V
T = 0,56ms >F=1785,7Hz Vpp = 28 V
Add
T = Div. Hor. x T/Div >F=1/T
T = 5,6 x 0,1 >F=1/0,56ms
T= 0,56ms >F=1785,71Hz
4.3.2 Setpoint Signal dan Differential Amplifier DC – AC
Hasil Putaran Potensio ¼
D. Frekuensi 1000Hz
CH 1
T = Div Hor. x T/Div >F=1/T Vpp = Div Ver. x V/Div
T = 5,4 x 0,1ms >F=1/0,54ms Vpp = 2,8 x 2 V
T = 0,54ms >F=1851,2Hz Vpp = 5,6V
CH 2
T = Div Hor. x T/Div >F=1/T Vpp = Div. Ver x V/Div
T = 5,6 x 0,1ms >F=1/0,56 Vpp = 5,2 x 5 V
T = 0,56ms >F=1785,7Hz Vpp = 26 V
Add
T = Div. Hor. x T/Div >F=1/T
T = 5,4 x 0,1ms >F=1/0,54ms
T = 0,54ms >F=1851,2Hz
E. Frekuensi 100Hz
CH 1
38
T = Div Hor. x T/Div >F=1/T Vpp = Div Ver. x V/Div
T = 5,2 x 0,5ms >F=1/2,6ms Vpp = 2,6 x 2 V
T = 2,6ms >F=384,61Hz Vpp = 5,2 V
CH 2
T = Div Hor. x T/Div >F=1/T Vpp = Div. Ver x V/Div
T = 5,6 x 0,5ms >F=1/2,8ms Vpp = 5 x 5 V
T = 2,8ms >F=357,14Hz Vpp = 25 V
Add
T = Div. Hor. x T/Div >F=1/T
T = 5,6 x 0,5ms >F=1/2,8ms
T = 2,8ms >F=357,14Hz
F. Frekuensi 500Hz
CH 1
T = Div Hor. x T/Div >F=1/T Vpp = Div Ver. x V/Div
T = 5,4 x 0,2ms >F=1/1,08ms Vpp = 3 x 2 V
T = 1,08ms >F=925,92Hz Vpp = 6V
CH 2
T = Div Hor. x T/Div >F=1/T Vpp = Div. Ver x V/Div
T = 5,6 x 0,2ms >F=1/1,12ms Vpp = 5,4 x 5 V
T = 1,12ms >F=892,85Hz Vpp = 27 V
Add
T = Div. Hor. x T/Div >F=1/T
T = 5,6 x 0,2ms >F=1/1,12ms
T = 1,12ms >F=892,85Hz
Hasil Putaran Potensio ¾
A. Frekuensi 500Hz
CH 1
T = Div Hor. x T/Div >F=1/T Vpp = Div Ver. x V/Div
T = 5,6 x 0,2ms >F=1/1,12ms Vpp = 2,8 x 2 V
T = 1,12ms >F=892,85Hz Vpp = 5,6 V
CH 2
T = Div Hor. x T/Div >F=1/T Vpp = Div. Ver x V/Div
T = 5,8 x 0,2ms >F=1/1,16ms Vpp = 1 x 5 V
T = 1,16ms >F=862,06Hz Vpp = 5 V
Add
T = Div. Hor. x T/Div >F=1/T
T = 5,4 x 0,2ms >F=1/1,08ms
T = 1,08ms >F=925,92Hz
B. Frekuensi 100Hz
CH 1
T = Div Hor. x T/Div >F=1/T Vpp = Div Ver. x V/Div
T = 2,8 x 1ms >F=1/2,8ms Vpp = 2,8 x 2 V
T = 2,8ms >F=357,14Hz Vpp = 5,6 V
CH 2
39
T = Div Hor. x T/Div >F=1/T Vpp = Div. Ver x V/Div
T = 3 x 1ms >F=1/3ms Vpp = 2,4 x 5 V
T = 3ms >F=333,33Hz Vpp = 12 V
Add
T = Div. Hor. x T/Div >F=1/T
T = 2,8 x 1ms >F=1/2,8ms
T = 2,8ms >F=357,14Hz
C. Frekuensi 1000Hz
CH 1
T = Div Hor. x T/Div >F=1/T Vpp = Div Ver. x V/Div
T = 2,8 x 0,2ms >F=1/0,28ms Vpp = 2,6 x 2 V
T = 0,56ms >F=1785,71HzVpp = 5,2 V
CH 2
T = Div Hor. x T/Div >F=1/T Vpp = Div. Ver x V/Div
T = 3 x 0,2ms >F=1/0,6ms Vpp = 2,6 x 5 V
T = 0,6ms >F=1666,66HzVpp = 11,2 V
Add
T = Div. Hor. x T/Div >F=1/T
T = 2,8 x 0,2ms >F=1/0,56ms
T = 0,56ms >F=1785,71Hz
4.3.3 Kontrol proportional integral DC – AC
Hasil percobaan ¼
A. Frekuensi 100Hz
T = Div Hor. x T/Div >F=1/T Vpp = Div. Ver x V/Div
T = 3 x 1ms >F=1/3ms Vpp = 3,6 x 0,2 V
T = 3ms >F=333,33Hz Vpp = 0,72 V
B. Frekuensi 1000Hz
T = Div Hor. x T/Div >F=1/T Vpp = Div. Ver x V/Div
T = 3 x 0,1ms >F=1/0,3ms Vpp = 3,4 x 0,2 V
T = 0,3ms >F=3333,3Hz Vpp = 0,68 V
C. Frekuensi 500Hz
T = Div Hor. x T/Div >F=1/T Vpp = Div. Ver x V/Div
T = 3 x 0,2ms >F=1/0,6ms Vpp = 3,2 x 0,2 V
T = 0,6ms >F=1666,6Hz Vpp = 0,64 V
Hasil percobaan ¾
40
A. Frekuensi 500Hz
T = Div Hor. x T/Div >F=1/T Vpp = Div. Ver x V/Div
T = 2,8 x 0,2ms >F=1/0,56ms Vpp = 3,2 x 0,2 V
T = 0,56ms >F=1785,7Hz Vpp = 0,64 V
B. Frekuensi 100Hz
T = Div Hor. x T/Div >F=1/T Vpp = Div. Ver x V/Div
T = 3 x 1ms >F=1/3ms Vpp = 3,2 x 0,2 V
T = 3ms >F=333,3Hz Vpp = 0,64V
C. Frekuensi 1000Hz
T = Div Hor. x T/Div >F=1/T Vpp = Div. Ver x V/Div
T = 3 x 0,1ms >F=1/0,3ms Vpp = 3,4 x 0,2 V
T = 0,3ms >F=3333,3Hz Vpp = 0,68 V
A. Frekuensi 1000Hz
T = Div Hor. x T/Div >F=1/T Vpp = Div. Ver x V/Div
T = 3,2 x 0,1ms >F=1/0,32ms Vpp = 3,2 x 0,2 V
T = 0,32ms >F=3125Hz Vpp = 0,64 V
B. Frekuensi 100Hz
T = Div Hor. x T/Div >F=1/T Vpp = Div. Ver x V/Div
T = 2,8 x 1ms >F=1/2,8ms Vpp = 3 x 0,2 V
T = 2,8ms >F=357,14Hz Vpp = 0,6 V
C. Frekuensi 500Hz
T = Div Hor. x T/Div >F=1/T Vpp = Div. Ver x V/Div
T = 2,8 x 0,2ms >F=1/0,56ms Vpp = 3,2 x 0,2 V
T = 0,56ms >F=1785,7Hz Vpp = 0,64 V
Hasil percobaan ¾
41
A. Frekuensi 500Hz
T = Div Hor. x T/Div >F=1/T Vpp = Div. Ver x V/Div
T = 3 x 0,2ms >F=1/0,6ms Vpp = 3 x 0,2 V
T = 0,6ms >F=1666,6Hz Vpp = 0,6 V
B. Frekuensi 100Hz
T = Div Hor. x T/Div >F=1/T Vpp = Div. Ver x V/DiV
T = 3 x 1ms >F=1/3ms Vpp = 3,4 x 0,2 V
T = 3ms >F=333,3Hz Vpp = 0,68 V
C. Frekuensi 1000Hz
T = Div Hor. x T/Div >F=1/T Vpp = Div. Ver x V/Div
T = 3 x 0,1ms >F=1/0,3ms Vpp = 3,2 x 0,2 V
T = 0,3ms >F=3333,3Hz Vpp = 0,64 V
A. Frekuensi 1000Hz
T = Div Hor. x T/Div >F=1/T Vpp = Div. Ver x V/Div
T = 3 x 0,1ms >F=1/0,3ms Vpp = 1,2 x 50mV
T = 0,3ms >F=3333,3Hz Vpp = 0,6 V
B. Frekuensi 100Hz
T = Div Hor. x T/Div >F=1/T Vpp = Div. Ver x V/Div
T = 2,8 x 1ms >F=1/2,8ms Vpp = 1,4 x 50mV
T = 2,8ms >F=357,14Hz Vpp = 0,7 V
C. Frekuensi 500Hz
T = Div Hor. x T/Div >F=1/T Vpp = Div. Ver x V/Div
T = 3 x 0,2ms >F=1/0,6ms Vpp = 1,4 x 50mV
T = 0,6ms >F=1666,6Hz Vpp = 0,7 V
Hasil percobaan ¾
A. Frekuensi 500Hz
T = Div Hor. x T/Div >F=1/T Vpp = Div. Ver x V/Div
T = 3 x 0,2ms >F=1/0,6ms Vpp = 1,6 x 50mV
T = 0,6ms >F=1666,6Hz Vpp = 0,8 V
42
B. Frekuensi 100Hz
T = Div Hor. x T/Div >F=1/T Vpp = Div. Ver x V/DiV
T = 3,2 x 1ms >F=1/3,2ms Vpp = 1,2 x 50mV
T = 3,2ms >F=312,5Hz Vpp = 0,6 V
C. Frekuensi 1000Hz
T = Div Hor. x T/Div >F=1/T Vpp = Div. Ver x V/Div
T = 6 x 0,1ms >F=1/0,6ms Vpp = 1,2 x 50mV
T = 0,6ms >F=1666,6Hz Vpp = 0,6 V
A. Frekuensi 100Hz
T = Div Hor. x T/Div >F=1/T Vpp = Div. Ver x V/Div
T = 3 x 1ms >F=1/3ms Vpp = 1,2 x 50mV
T = 3ms >F=333,3Hz Vpp = 0,6 V
B. Frekuensi 1000Hz
T = Div Hor. x T/Div >F=1/T Vpp = Div. Ver x V/Div
T = 6 x 0,1ms >F=1/0,6ms Vpp = 1,2 x 50mV
T = 0,6ms >F=1666,6Hz Vpp = 0,6 V
C. Frekuensi 500Hz
T = Div Hor. x T/Div >F=1/T Vpp = Div. Ver x V/Div
T = 3 x 0,2ms >F=1/0,6ms Vpp = 1,6 x 50mV
T = 0,6ms >F=1666,6Hz Vpp = 0,8 V
Hasil percobaan ¾
A. Frekuensi 500Hz
T = Div Hor. x T/Div >F=1/T Vpp = Div. Ver x V/Div
T = 3 x 0,2ms >F=1/0,6ms Vpp = 1,4 x 50mV
T = 0,6ms >F=1666,6Hz Vpp = 0,7 V
B. Frekuensi 100Hz
T = Div Hor. x T/Div >F=1/T Vpp = Div. Ver x V/DiV
43
T = 3 x 1ms >F=1/3ms Vpp = 1,2 x 50mV
T = 3ms >F=333,3Hz Vpp = 0,6 V
C. Frekuensi 1000Hz
T = Div Hor. x T/Div >F=1/T Vpp = Div. Ver x V/Div
T = 3 x 0,1ms >F=1/0,3ms Vpp = 1,4 x 50mV
T = 0,3ms >F=3333,3Hz Vpp = 0,7 V
4.4 Perhitungan
4.4.1 Setpoint Signal dan Differential Amplifier AC – DC
1. Vout Setpoint = 0,9 V, 100 Hz
1
Rp=VR 2 x Putaran Potensio=10000 x =2500 Ohm
4
Rin = R3 + R4 = 4400 Ohm
Rp 2500
Vout = ×Vout Setpoint = × 0,9V =0,51 V
Rin 4400
1
Rp=VR 2 x Putaran Potensio=10000 x =2500 Ohm
4
Rin = R3 + R4 = 4400 Ohm
Rp 2500
Vout = ×Vout Setpoint = × 0,2V =0,11V
Rin 4400
1
Rp=VR 2 x Putaran Potensio=10000 x =2500 Ohm
4
Rin = R3 + R4 = 4400 Ohm
Rp 2500
Vout = ×Vout Setpoint = × 0,4 V =0,39V
Rin 4400
44
5. Vout Setpoint = 1,1 V, 100 Hz
3
Rp=VR 2 x Putaran Potensio=10000 x =7500 Ohm
4
Rin = R3 + R4 = 4400 Ohm
Rp 7500
Vout = ×Vout Setpoint = × 1,1V =1,87 V
Rin 4400
6. Vout Setpoint = 1 V, 1000 Hz
3
Rp=VR 2 x Putaran Potensio=10000 x =7500 Ohm
4
Rin = R3 + R4 = 4400 Ohm
Rp 7500
Vout = ×Vout Setpoint = × 1V =1,70V
Rin 4400
4.4.2 Setpoint Signal dan Differential Amplifier DC – AC
1. Vout Setpoint = -1,1 V, 1000 Hz
3
Rp=VR 2 x Putaran Potensio=10000 x =7500 Ohm
4
Rin = R3 + R4 = 4400 Ohm
Rp 7500
Vout = ×Vout Setpoint = ×−1,1 V =−31,87 V
Rin 4400
2. Vout Setpoint = -1,4 V, 100 Hz
3
Rp=VR 2 x Putaran Potensio=10000 x =7500 Ohm
4
Rin = R3 + R4 = 4400 Ohm
Rp 7500
Vout = ×Vout Setpoint = ×−1 , 4 V =−2,38 V
Rin 4400
3. Vout Setpoint = -1,2 V, 500 Hz
3
Rp=VR 2 x Putaran Potensio=10000 x =7500 Ohm
4
Rin = R3 + R4 = 4400 Ohm
Rp 7500
Vout = ×Vout Setpoint = ×−1 , 2V =−2,04 V
Rin 4400
4. Vout Setpoint = -3,3 V, 500 Hz
1
Rp=VR 2 x Putaran Potensio=10000 x =2500 Ohm
4
Rin = R3 + R4 = 4400 Ohm
Rp 2500
Vout = ×Vout Setpoint = ×−3,3 V =−1,87 V
Rin 4400
45
5. Vout Setpoint = -3,4 V, 100 Hz
1
Rp=VR 2 x Putaran Potensio=10000 x =2500 Ohm
4
Rin = R3 + R4 = 4400 Ohm
Rp 2500
Vout = ×Vout Setpoint = ×−3,4 V =−1,9 3 V
Rin 4400
6. Vout Setpoint = -2,9 V, 1000 Hz
1
Rp=VR 2 x Putaran Potensio=10000 x =2500 Ohm
4
Rin = R3 + R4 = 4400 Ohm
Rp 2500
Vout = ×Vout Setpoint = ×−2,9 V =−1,64 V
Rin 4400
4.4.3 Kontrol Proportional Integral DC – AC
1. Vout setpoint = 0,9 V , 100 Hz potensio Kp 1/4 Ki 1/4
E(s) = SP – U(s) = 0,9 – 0,3 = 0,6
U ( s) 0,3
Ki= = =0,5V
1. E ( s ) 1 X 0,6
U (s) 0,3
Kp= = =0,5 V
E( s) 0,6
Ki 0,5
U ( s )=Kp . E ( s )+ =0,5 X 0,6+ =1,13V
1. E(s) 1 X 0,6
46
U ( s) 0,4
Ki= = =−0,5 V
1. E ( s ) 1 X (−0,8)
U (s) 0,4
Kp= = =−0,5 V
E( s) −0,8
Ki −0,5
U ( s )=Kp . E ( s )+ =−0,5 X (−0,8)+ =1,025 V
1. E(s) 1 X (−0,8 )
47
E(s) = SP – U(s) = -1,1 – 0,3 = -1,4
U ( s) 0,3
Ki= = =−0,21 V
1. E ( s ) 1 X (−1,4)
U (s) 0,3
Kp= = =−0.21 V
E( s) −1,4
Ki −0,21
U ( s )=Kp . E ( s )+ =−0,21 X (−1,4)+ =0,44 V
1. E(s) 1 X (−1,4 )
2. Vout setpoint = -1,4 V, 100 Hz potensio Kp 3/4 Ki 3/4
48
E(s) = SP – U(s) = -3,4 – 0,18 = -3,58
U ( s) 0,18
Ki= = =−0,05V
1. E ( s ) 1 X (−3,58)
U (s) 0,18
Kp= = =−0.05 V
E( s) −3,58
Ki −0,05
U ( s )=Kp . E ( s )+ =−0,05 X (−3,58)+ =0,19V
1. E(s) 1 X (−3,58 )
49
4. Putaran potensio berpengaruh pada hasil outputan baik dari
tegangan maupun dari nilai frekuensi yang dihasilkan oleh
output, ketika putaran potensio sebesar ¼ nilai yang dikeluarkan
berkelipatan 2 kali dari inputan dan ketika potensio di berikan
nilai sebesar ¾ maka hasil output yang dikeluarkan bisa sampai 3
kali lipat.
50
BAB V
KESIMPULAN
51
5.2. Kontrol Proportional Integral Derivatif (PID)
1. Ada tiga jenis controller yaitu proportional, integral, dan derivative.
2. Proportional kontroller memberikan efek mengurangi waktu naik, tapi
tidak menghapus kesalahan keadaan tunak. Integral controller memberikan
efek menghapus kesalahan keadaan tunak tapi berakibat pada respon
transient yang buruk. Sedangkan derivatif controller akan memberikan
efek meningkatkan stabilitas sistem, mengurangi overshoot, dan
menaikkan respon transient.
3. Ketika menggunakan hanya control PI pada percobaan dapat dilihat
gelombang yang dihasilkan terdapat beberapa diferensiasi dan jika
ditambah derivatife tegangan yang dihasilkan menurun tetapi kontrol PID
gelombangnya lebih stabil dari pada hanya PI.
4. Masalah dalam sistem kontrol dapat diselesaikan menggunakan
Proportional kontrol, PI control, dan PID controller.
5. Ketika hanya menggunakan modul PI frekuensi yang dihasilkan pada
gambar terlihat terdapat lompatan yang tidak stabil pada gambar
gelombang, namun ketika sudah ditambahi Devariatif menjadi PID maka
gelombang yang dihasilkan lebih stabil namun Vpp yang dihasilkan akan
semakin kecil.
6. Potensio pada setiap modul baik Proportional, Integral dan Devariatif
dapat berfungsi sebagai sebuah alat untuk mentuning hasil dari suatu
modul PID untuk menghasilkan gelombang dan juga nilai outputan yang
stabil.
52
DAFTAR PUSTAKA
53