“Gagal Ginjal”
DI
S
U
S
U
N
OLEH:
KELOMPOK 8
NUR MUSTAPA (18009)
PRATIWI (18011)
Assalamualaikum wr.wb
Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam. Atas izin dan
karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah tepat waktu tanpa kurang suatu apa pun. Tak
lupa pula penulis haturkan shalawat serta salam kepada junjungan Rasulullah Muhammad SAW.
Semoga syafaatnya mengalir pada kita di hari akhir kelak. Penulisan makalah berjudul
‘ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN GAGAL GINJAL’ bertujuan untuk memenuhi tugas
mata kuliah keperawatan medical bedah II.
Akhirul kalam, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Besar
harapan penulis agar pembaca berkenan memberikan umpan balik berupa kritik dan saran.
Semoga makalah ini bisa memberikan manfaat bagi berbagai pihak. Aamiin.
Wassalamualaikum wr.wb
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................2
DAFTAR ISI...................................................................................................................................3
BAB II.............................................................................................................................................4
PENDAHULUAN...........................................................................................................................4
Latar Belakang.............................................................................................................................4
Rumusan Masalah........................................................................................................................4
BAB I...............................................................................................................................................6
PEMBAHASAN..............................................................................................................................6
B. Etiologi....................................................................................................................................7
D. Patofisiologi..........................................................................................................................12
H. Komplikasi............................................................................................................................15
I. Asuhan Keperawatan..............................................................................................................17
BAB III………………………………………………………………..........................................25
PENUTUP……………………………………………………………………………………….25
Kesimpulan…………………………………………………………………………………….25
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………26
BAB II
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ginjal mempunyai peran yang sangat penting dalam menjaga kesehatan tubuh secara
menyeluruh, karena ginjal adalah salah satu organ vital dalam tubuh. Fungsi ginjal antara
lain, membersihkan darah dan mengeluarkan cairan tubuh, mengatur keseimbangan kadar
kimia darah dalam tubuh, serta mengeluarkan hormon yang mengatur tekanan darah.1 Oleh
karena itu, jika ginjal mengalami penurunan atau tidak mampu memerankan fungsi tersebut,
maka ginjal dikatakan mengalami gangguan ginjal.
Penyakit gagal ginjal termasuk salah satu penyakit ginjal yang paling berbahaya.
Penyakit ginjal tidak menular, namun menyebabkan kematian. Penyakit gagal ginjal
dibedakan menjadi dua, yaitu gagal ginjal akut (GGA) dan gagal ginjal kronik (GGK)
(Muhammad, 2012). Penyakit GGK pada stadium akhir disebut dengan End Stage Renal
Disease (ESDR). Penyakit GGK merupakan masalah kesehatan masyarakat global dengan
prevalensi dan insidensi gagal ginjal yang meningkat, prognosis yang buruk dan biaya yang
tinggi (Word Kidney Day n.d., diakses 7 September 2018). Perawatan penyakit ginjal di
Indonesia merupakan ranking kedua pembiayaan terbesar dari BPJS kesehatan setelah
penyakit jantung (Infodatin, 2017). Menurut data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
tahun 2013 prevalensi GGK di Indonesia sekitar 0,2%. Prevalensi kelompok umur ≥ 75 tahun
dengan 0,6% lebih tinggi daripada kelompok umur yang lain.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan gagal ginjal
2. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada pasien gagal ginjal
BAB II
PEMBAHASAN
Menurut Sylvia Anderson (2006) klasifikasi penyebab gagal ginjal kronik adalah sebagai
berikut:
1. Penyakit infeksi tubulointerstitial : Pielonefritis kronik atau refluks nefropati
Pielonefritis kronik adalah infeksi pada ginjal itu sendiri, dapat terjadi akibat infeksi
berulang, dan biasanya dijumpai pada penderita batu. Gejala–gejala umum seperti demam,
menggigil, nyeri pinggang, dan disuria. Atau memperlihatkan gambaran mirip dengan
pielonefritis akut, tetapi juga menimbulkan hipertensi dan gagal ginjal (Elizabeth,2000).
2. Penyakit peradangan : Glomerulonefritis
Glomerulonefritis akut adalah peradangan glomerulus secara mendadak. Peradangan akut
glomerulus terjadi akibat peradangan komplek antigen dan antibodi di kapiler – kapiler
glomerulus. Komplek biasanya terbentuk 7 – 10 hari setelah infeksi faring atau kulit oleh
Streptococcus (glomerulonefritis pascastreptococcus ) tetapi dapat timbul setelah infeksi lain
(Elizabeth, 2000).
Glomerulonefritis kronik adalah peradangan yang lama dari sel – sel glomerulus.
Kelainan ini dapat terjadi akibat glomerulonefritis akut yang tidak membaik atau timbul secara
spontan. Glomerulonefritis kronik sering timbul beberapa tahun setelah cidera dan peradangan
glomerulus sub klinis yang disertai oleh hematuria (darah dalam urin) dan proteinuria ( protein
dalam urin ) ringan, yang sering menjadi penyebab adalah diabetes mellitus dan hipertensi
kronik. Hasil akhir dari peradangan adalah pembentukan jaringan parut dan menurunnya fungsi
glomerulus. Pada pengidap diabetes yang mengalami hipertensi ringan, memiliki prognosis
fungsi ginjal jangka panjang yang kurang baik (Elizabeth, 2000).
3. Penyakit vaskuler hipertensif : Nefrosklerosis benigna, Nefrosklerosis maligna, Stenosis
arteria renalis
Nefrosklerosis Benigna merupakan istilah untuk menyatakan berubah ginjal yang
berkaitan dengan skerosis pada arteriol ginjal dan arteri kecil. Nefrosklerosis Maligna suatu
keadaan yang berhubungan dengan tekanan darah tinggi (hipertensi maligna), dimana arteri-
arteri yang terkecil (arteriola) di dalam ginjal mengalami kerusakan dan dengan segera terjadi
gagal ginjal.
Stenosis arteri renalis (RAS) adalah penyempitan dari satu atau kedua pembuluh darah
(arteri ginjal) yang membawa darah ke ginjal. Ginjal membantu untuk mengontrol tekanan darah.
Renalis menyempit menyulitkan ginjal untuk bekerja. RAS dapat menjadi lebih buruk dari waktu
ke waktu. Sering menyebabkan tekanan darah tinggi dan kerusakan ginjal.
4. Gangguan jaringan ikat : Lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa, sklerosis sistemik
progresif
Systemic lupus erytematosus (SLE) atau lupus eritematosus sistemik (LES) adalah
penyakit radang atau inflamasi multisistem yang penyebabnya diduga karena adanya perubahan
sistem imun.
5. Gangguan congenital dan herediter : Penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus ginjal
6. Penyakit metabolic : Diabetes mellitus, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis
7. Nefropati toksik : Penyalahgunaan analgesi, nefropati timah
8. Nefropati obstruktif : Traktus urinarius bagian atas (batu/calculi, neoplasma, fibrosis,
retroperitineal), traktus urinarius bawah (hipertropi prostat, striktur uretra, anomaly congenital
leher vesika urinaria dan uretra).
C. Anatomi dan Fisiologi Ginjal
1. Anatomi Ginjal
Pada awal perjalanannya, keseimbangan cairan, penanganan garam, dan penimbunan zat-
zat sisa masih bervariasi dan bergantung pada bagian ginjal yang sakit. Sampai fungsi ginjal
turun kurang dari 25% normal, manifestasi klinis gagal ginjal kronik mungkin minimal karena
nefron-nefron sisa yang sehat mengambil alih fungsi nefron yang rusak. Nefron yang tersisa
meningkat kecepatan filtrasi, reabsorpsi, dan sekresinya serta mengalami hipertrofi. Seiring
dengan makin banyaknya nefron yang mati, maka nefron yang tersisa menghadapi tugas yang
semkain berat, sehingga nefron-nefron tersebut ikut rusak dan akhirnya mati. Sebagaian dari
siklus kematian ini tampaknya berkaitan dengan tuntutan pada nefron-nefron yang ada untuk
meningkatkan reabsorpsi protein. Seiring dengan penyusutan progresif nefronnefron, terjadi
pembentukan jaringan parut dan aliran darah ginjal mungkin berkurang (Elizabeth, 2001).
Meskipun penyakit ginjal terus berlanjut, namun jumlah zat terlarut yang harus diekskresi
oleh ginjal untuk mempertahankan homeostasis tidaklah berubah, kendati jumlah nefron yang
bertugas melakukan fungsi tersebut sudah menurun secara progresif. Dua adaptasi penting
dilakukan oleh ginjal sebagai respon terhadap ancaman ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
Sisa nefron yang ada mengalami hipertrofi dalam usahanya untuk melaksanakan seluruh beban
kerja ginjal. Terjadi peningkatan kecepatan filtrasi, beban zat terlarut dan reabsorpsi tubulus
dalam setiap nefron meskipun GFR untuk seluruh massa nefron yang terdapat dalam ginjal turun
di bawah nilai normal. Mekanisme adaptasi ini cukup berhasil dalam mempertahankan
keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh hingga tingkat fungsi ginjal yang sangat rendah.
Namun akhirnya, kalau sekitar 75% massa nefron sudah hancur, maka kecepatan filtrasi dan
beban zat terlarut bagi setiap nefron demikian tinggi sehingga keseimbangan glomerulus-tubulus
(keseimbangan antara peningkatan filtrasi dan peningkatan reabsorpsi oleh tubulus tidak dapat
lagi dipertahankan. Fleksibilitas baik pada proses ekskresi maupun proses konservasi zat terlarut
dan air menjadi berkurang. Sedikit perubahan pada makanan dapat mengubah keseimbangan
yang rawan tersebut, karena makin rendah GFR (yang berarti maikn sedikit nefron yang ada)
semakin besar perubahan kecepatan ekskresi per nefron. Hilangnya kemampuan memekatkan
atau mengencerkan urine menyebabkan berat jenis urine tetap pada nilai 1,010 atau 285 mOsm
(yaitu sama dengan plasma) dan merupakan penyebab gejala poliuria dan nokturia (Price, 2006).
E. Manifestasi Klinis.
Manifestasi klinik menurut Baughman (2000) dapat dilihat dari berbagai fungsi sistem
tubuh yaitu :
1. Manifestasi kardiovaskuler : hipertensi, pitting edema, edema periorbital, friction rub
pericardial, pembesaran vena leher, gagal jantung kongestif, perikarditis, disritmia,
kardiomiopati, efusi pericardial, temponade pericardial.
2. Gejala dermatologis/system integumen : gatal-gatal hebat (pruritus), warna kulit abu-abu,
mengkilat dan hiperpigmentasi, serangan uremik tidak umum karena pengobatan dini dan
agresif, kulit kering, bersisik, ecimosis, kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar, memar
(purpura).
3. Gejala gastrointestinal : nafas berbau ammonia, ulserasi dan perdarahan pada mulut,
anoreksia, mual, muntah dan cegukan, penurunan aliran saliva, haus, rasa kecap logam dalam
mulut, kehilangan kemampuan penghidu dan pengecap, parotitis dan stomatitis, peritonitis,
konstipasi dan diare, perdarahan darisaluran gastrointestinal.
4. Perubahan neuromuskular : perubahan tingkat kesadaran, kacau mental, ketidakmampuan
berkonsentrasi, kedutan otot dan kejang.
5. Perubahan hematologis : kecenderungan perdarahan.
6. Keletihan dan letargik, sakit kepala, kelemahan umum.
7. Pasien secara bertahap akan lebih mengantuk; karakter pernafasan menjadi Kussmaul ; dan
terjadi koma dalam, sering dengan konvulsi (kedutan mioklonik) atau kedutan otot.
F. Stadium Gagal Ginjal Kronik
Gagal ginjal kronik selalu berkaitan dengan penurunan progresif GFR. Stadium-stadium
gagal ginjal kronik didasarkan pada tingkat GFR yang tersisa dan mencakup menurut Corwin
(2001) adalah:
1. Penurunan cadangan ginjal, yang terjadi apabila GFR turun 50% dari normal.
2. Insufisiensi ginjal, yang terjadi apabila GFR turun menjadi 20-35% dari normal. Nefron-
nefron yang tersisa sangat rentan mengalami kerusakan sendiri karena beratnya beban yang
mereka terima.
3. Gagal ginjal, yang terjadi apabila GFR kurang dari 20% normal. Semakinn banyak nefron
yang mati.
4. Penyakit ginjal stadium-akhir, yang terjadi apabila GFR menjadi kurang dari 5% dari normal.
Hanya sedikit nefron fungsional yang tersisa. Di seluruh ginjal ditemukan jaringan parut dan
atrofi tubulus.
G. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan untuk mengatasi penyakit gagal ginjal kronik menurut Corwin (2001)
adalah:
1. Pada penurunan cadangan ginjal dan insufisiensi ginjal, tujuan penatalaksanaan adalah
memperlambat kerusakan nefron lebih lanjut, terutama dengan restriksi protein dan obat-obat
antihipertensi.
2. Pada gagal ginjal, terapi ditujukan untuk mengoreksi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
3. Pada penyakit ginjal stadium-akhir, terapi berupa dialisis atau transplantasi ginjal.
4. Pada semua stadium, pencegahan infeksi perlu dilakukan. Penatalaksanaan penyakit ginjal
kronik menurut FKUI (2006) meliputi :
1. Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya
2. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid (comorbid condition)
3. Memperlambat pemburukan (progression) fungsi ginjal
4. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular
5. Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi
6. Terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal.
H. Komplikasi
1. Pengkajian
Pengkajian focus keperawatan yang perlu diperhatikan pada penderita gagal ginjal kronik
menurut Doeges (2000), dan Smeltzer dan Bare (2002) ada berbagai macam, meliputi :
a. Demografi
Lingkungan yang tercemar, sumber air tinggi kalsium beresiko untuk ginjal kronik,
kebanyakan menyerang umur 20-50 tahun, jenis kelamin lebih banyak perempuan, kebanyakan
ras kulit hitam.
b. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat infeksi saluran kemih, penyakit peradangan, vaskuler hipertensif, gangguan
saluran penyambung, gangguan kongenital dan herediter, penyakit metabolik, nefropati toksik
dan neropati obstruktif.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat penyakit vaskuler hipertensif, penyakit metabolik, riwayat menderita penyakit
gagal ginjal kronik.
d. Pola kesehatan fungsional
1) Pemeliharaan kesehatan
Personal hygiene kurang, konsumsi toxik, konsumsi makanan tinggi kalsium, purin,
oksalat, fosfat, protein, kebiasaan minum suplemen, kontrol tekanan darah dan gula darah tidak
teratur pada penderita tekanan darah tinggi dan diabetes mellitus.
2) Pola nutrisi dan metabolik
Perlu dikaji adanya mual, muntah, anoreksia, intake cairan inadekuat, peningkatan berat
badan cepat (edema), penurunan berat badan (malnutrisi), nyeri ulu hati, rasa metalik tidak sedap
pada mulut (pernafasan amonia), penggunanan diuretic, demam karena sepsis dan dehidrasi.
3) Pola eliminasi
Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut), abdomen kembung, diare
konstipasi, perubahan warna urin.
4) Pola aktivitas dan latihan
Kelemahan ekstrim, kelemahan, malaise, keterbatsan gerak sendi.
5) Pola istirahat dan tidur
Gangguan tidur (insomnia/gelisah atau somnolen)
6) Pola persepsi sensori dan kognitif
Rasa panas pada telapak kaki, perubahan tingkah laku, kedutan otot, perubahan tingkat
kesadaran, nyeri panggul, sakit kepala, kram/nyeri kaki (memburuk pada malam hari), perilaku
berhatihati/distraksi, gelisah, penglihatan kabur, kejang, sindrom “kaki gelisah”, rasa kebas pada
telapak kaki, kelemahan khusussnya ekstremitas bawah (neuropati perifer), gangguan status
mental, contoh penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan
memori, kacau.
7) Persepsi diri dan konsep diri
Perasaan tidak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan, menolak, ansietas, takut,
marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian, kesulitan menentukan kondisi, contoh tak
mampu bekerja, mempertahankan fungsi peran.
8) Pola reproduksi dan seksual
Penurunan libido, amenorea, infertilitas, impotensi dan atropi testikuler.
e. Pengkajian Fisik
1. Keluhan umum : lemas, nyeri pinggang.
2. Tingkat kesadaran komposmentis sampai koma.
3. Pengukuran antropometri : beratbadan menurun, lingkar lengan atas (LILA) menurun.
4) Tanda vital : tekanan darah meningkat, suhu meningkat, nadi lemah, disritmia, pernapasan
kusmaul, tidak teratur.
5) Kepala
a. Mata: konjungtiva anemis, mata merah, berair, penglihatan kabur, edema periorbital.
b. Rambut: rambut mudah rontok, tipis dan kasar.
c. Hidung : pernapasan cuping hidung
d. Mulut : ulserasi dan perdarahan, nafas berbau ammonia, mual,muntah serta cegukan,
peradangan gusi.
6) Leher : pembesaran vena leher.
7) Dada dab toraks : penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan dangkal dan kusmaul serta
krekels, nafas dangkal, pneumonitis, edema pulmoner, friction rub pericardial.
8) Abdomen : nyeri area pinggang, asites.
9) Genital : atropi testikuler, amenore.
10) Ekstremitas : capirally refill time > 3 detik,kuku rapuh dan kusam serta tipis, kelemahan
pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki, foot drop, kekuatan otot.
11) Kulit : ecimosis, kulit kering, bersisik, warnakulit abu-abu, mengkilat atau hiperpigmentasi,
gatal (pruritas), kuku tipis dan rapuh, memar (purpura), edema.
f. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada gagal ginjal kronik menurut Doenges (2000) adalah :
1) Urine
a) Volume, biasnya kurang dari 400 ml/24 jam (oliguria) atau urine tidak ada (anuria).
b) Warna, secara abnormal urine keruh mungkin disebabkan oleh pus, bakteri, lemak,
pertikel koloid, fosfat atau urat.
c) Berat jenis urine, kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal
berat)
d) Klirens kreatinin, mungkin menurun
e) Natrium, lebih besar dari 40 meq/L karena ginjal tidak mampu mereabsobsi natrium.
f) Protein, derajat tinggi proteinuria (3-4 +) secara kuat menunjukkan kerusakan
glomerulus.
2) Darah
a) Hitung darah lengkap, Hb menurun pada adaya anemia, Hb biasanya kurang dari 7-8 gr
b) Sel darah merah, menurun pada defesien eritropoetin seperti azotemia.
c) GDA, pH menurun, asidosis metabolik (kurang dari 7,2) terjadi karena kehilangan
kemampuan ginjal untuk mengeksresi hydrogen dan amonia atau hasil akhir katabolisme
prtein, bikarbonat menurun, PaCO2 menurun.
d) Kalium, peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai perpindahan seluler (asidosis)
atau pengeluaran jaringan)
e) Magnesium fosfat meningkat
f) Kalsium menurun
g) Protein (khusus albumin), kadar serum menurun dapat menunjukkan kehilangan protein
melalui urine, perpindahan cairan, penurunan pemasukan atau sintesa karena kurang
asam amino esensial.
h) Osmolaritas serum: lebih beasr dari 285 mOsm/kg, sering sama dengan urin.
3) Pemeriksaan radiologik
a) Foto ginjal, ureter dan kandung kemih (kidney, ureter dan bladder/KUB): menunjukkan
ukuran ginjal, ureter, kandung kemih, dan adanya obstruksi (batu).
b) Pielogram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskuler, masa
c) Sistouretrogram berkemih; menunjukkan ukuran kandung kemih, refluks kedalam ureter
dan retensi.
d) Ultrasonografi ginjal: menentukan ukuran ginjal dan adanya masa, kista, obstruksi pada
saluran perkemuhan bagian atas.
e) Biopsy ginjal: mungkin dilakukan secara endoskopik, untuk menentukan seljaringan
untuk diagnosis hostologis.
f) Endoskopi ginjal dan nefroskopi: dilakukan untuk menentukan pelis ginjal (keluar batu,
hematuria dan pengangkatan tumor selektif).
g) Elektrokardiografi (EKG): mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit
dan asam basa.
h) Fotokaki, tengkorak, kolumna spinal dan tangan, dapat menunjukkan demineralisasi,
kalsifikasi.
i) Pielogram intravena (IVP), menunjukkan keberadaan dan posisi ginjal, ukuran dan
bentuk ginjal.
j) CT scan untuk mendeteksi massa retroperitoneal (seperti penyebararn tumor).
k) Magnetic Resonance Imaging (MRI) untuk mendeteksi struktur ginjal, luasnya lesi
invasif ginjal
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada penyakit gagal ginjal kronik menurut Doeges (2000), dan
Smeltzer dan Bare (2002) adalah :
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urine, diet berlebihan
dan retensi cairan dan natrium.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake inadekuat,
mual, muntah, anoreksia, pembatasan diet dan penurunan membrane mukosa mulut.
3. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidakseimbangan cairan
mempengaruhi sirkulasi, kerja miokardial dan tahanan vaskuler sistemik, gangguan
frekuensi, irama, konduksi jantung, akumulasi toksik, kalsifikasi jaringan lunak.
3. Intervensi dan rasional
Intervensi keperawatan pada penyakit gagal ginjal kronik menurut Doenges (2000), dan
Smeltzer dan Bare (2002) adalah:
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urine, berlebihan dan
retensi cairan dan natrium.
Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan.
Kriteria hasil:
a) Menunjukkan perubahan-perubahan berat badan yang lambat.
b) Mempertahankan pembatasan diet dan cairan.
c) Menunjukkan turgor kulit normal tanpa edema.
d) Menunjukkan tanda-tanda vital normal.
e) Menunjukkan tidak adanya distensi vena leher.
f) Melaporkan adanya kemudahan dalam bernafas atau tidak terjadi nafas pendek.
g) Melakukan hygiene oral dengan sering.
h) Melaporkan penurunan rasa haus.
i) Melaporkan berkurangnya kekeringan pada membrane mukosa mulut.
Intervensi:
a. kaji status cairan
1) Timbang berat badan harian
2)Keseimbangan masukan dan haluaran
3) Turgor kulit dan adanya edema
4)Distensi vena leher
5) Tekanan darah, denyut dan irama nadi.
Rasional: Pengkajian merupakan dasar berkelanjutan untuk memantau perubahan dan
mengevaluasi intervensi.
b. Batasi masukan cairan
Rasional : Pembatasan cairan akan menentukan berat tubuh ideal, haluaran urine dan respons
terhadap terapi.
c. Identifikasi sumber potensial cairan
1) Medikasi dan cairan yang digunakan untuk pengobatan, oral dan intravena
2) Makanan
Rasional : Sumber kelebihan cairan yang tidak diketahui dapat
diidentifikasi
d. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan.
Rasional : Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga
dalam pembatasan cairan.
e. Bantu pasien dalam menghadapi ketidaknyamanan akibat pembatasan cairan.
Rasional : Kenyamanan pasien meningkatkan kepatuhan terhadap
pembatasan diet.
f. Tingkatkan dan dorong hygiene oral dengan sering.
Rasional : Hygiene oral mengurangi kekeringan membran mukosa mulut.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake inadekuat, mual,
muntah, anoreksia, pembatasan diet dan penurunan membrane mukosa mulut.
Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat
Kriteria hasil :
a. Mengkonsumsi protein yang mengandung nilai biologis tinggi
b. Memilih makanan yang menimbulkan nafsu makan dalam pembatasan diet
c. Mematuhi medikasi sesuai jadwal untuk mengatasi anoreksia dan tidak menimbulkan rasa
kenyang
d. Menjelaskan dengan kata-kata sendiri rasional pembatsan diet dan hubungannya dengan kadar
kreatinin dan urea
e. Mengkonsulkan daftar makanan yang dapat diterima
f. Melaporkan peningkatan nafsu makan
g. Menunjukkan tidak adanya perlambatan atau penurunan berat badan yang cepat
h. Menunjukkan turgor kulit yang normal tanpa edema, kadar albumin plasma dapat diterima
Intervensi :
a. Kaji status nutrisi
1) perubahan berat badan
2) pengukuran antropometrik
3) nilai laboratorium (elektrolit serum, BUN, kreatinin, protein, transferin dan kadar besi).
Rasional : Menyediakan data dasar untuk memantau perubahan dan mengevaluasi
intervensi.
b. Kaji pola diet dan nutrisi pasien
1) riwayat diet
2) makanan kesukaan
3) hitung kalori.
Rasional : Pola diet sekarang dan dahulu dapat dipertimbangkan
dalam menyusun menu.
c. Kaji faktor-faktor yang dapat merubah masukan nutrisi:
1) Anoreksia, mual dan muntah
2) Diet yang tidak menyenangkan bagi pasien
3) Depresi
4) Kurang memahami diet
Rasional : Menyediakan informasi mengenai faktor lain yang dapat diubah atau dihilangkan
untuk meningkatkan masukan diet.
d. Menyediakan makanan kesukaan pasien dalam batas-batas diet.
Rasional : Mendorong peningkatan masukan diet.
e. Tingkatkan masukan protein yang mengandung nilai biologis tinggi: telur, produk susu,
daging.
Rasional: Protein lengkap diberikan untuk mencapai keseimbanga nitrogen yang diperlukan
untuk pertumbuhan dan penyembuhan.
f. Anjurkan camilan tinggi kalori, rendah protein, rendah natrium, diantara waktu makan.
Rasional : Mengurangi makanan dan protein yang dibatasi dan menyediakan kalori untuk
energi, membagi protein untuk pertumbuhan dan penyembuhan jaringan.
g. Ubah jadwal medikasi sehingga medikasi ini tidak segera diberikan sebelum makan.
Rasional : Ingesti medikasi sebelum makan menyebabkan anoreksia dan rasa kenyang.
h. Jelaskan rasional pembatasan diet dan hubungannya dengan penyakit ginjal dan peningkatan
urea dan kadar kreatinin.
Rasional : Meningkatkan pemahaman pasien tentang hubungan antara diet, urea, kadar
kreatinin dengan penyakit renal.
i. Sediakan jadwal makanan yang dianjurkan secara tertulis dan anjurkan untuk memperbaiki
rasa tanpa menggunakan natrium atau kalium.
Rasional : Daftar yang dibuat menyediakan pendekatan positif terhadap pembatasan diet dan
merupakan referensi untuk pasien dan keluarga yang dapat digunakan dirumah.
j. Ciptakan lingkungan yang menyenangkan selama waktu makan.anoreksia
k. Timbang berat badan harian.
Rasional : Untuk memantau status cairan dan nutrisi.
l. Kaji bukti adanya masukan protein yang tidak adekuat :
1) Pembentukan edema
2) Penyembuhan yang lambat
3) Penurunan kadar albumin
Rasional : Masukan protein yang tidak adekuat dapat menyebabkan penurunan albumin dan
protein lain, pembentukan edema dan perlambatan penyembuhan.
3.Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidakseimbangan cairan
mempengaruhi sirkulasi, kerja miokardial dan tahanan vaskuler sistemik, gangguan frekuensi,
irama, konduksi jantung (ketidakseimbangan elektrolit, hipoksia), akumulasi toksik(urea),
kalsifikasi jaringan lunak(deposit Ca+ fosfat)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan curah jantung dapat dipertahankan
Kriteria Hasil :
a. Tanda-tanda vital dalam batas normal: tekanan darah: 90/60-130/90 mmHg, nadi 60-80
x/menit, kuat, teratur.
b. Akral hangat
c. Capillary refill kurang dari 3 detik
d. Nilai laboratorium dalam batas normal (kalium 3,5-5,1 mmol/L, urea 15-39 mg/dl)
Intervensi :
a. Auskultasi bunyi jantung dan paru, evaluasi adanya edema perifer atau kongesti vaskuler
dan keluhan dispnea, awasi tekanan darah, perhatikan postural misalnya: duduk, berbaring
dan berdiri.
Rasional : Mengkaji adanya takikardi, takipnea, dispnea, gemerisik, mengi dan edema.
b. Evaluasi bunyi jantung akan terjadi friction rub, tekanan darah, nadi perifer, pengisisan
kapiler, kongesti vaskuler, suhu tubuh dan mental.
Rasional : Mengkaji adanya kedaruratan medik.
c. Kaji tingkat aktivitas dan respon terhadap aktivitas.
Rasional : Ketidakseimbangan dapat mengangu kondisi dan fungsi jantung.
d. Kolaborasikan pemeriksaan laboratorium yaitu kalium.
Rasional : Menurunkan tahanan vaskuler sistemik. rusak atau robek.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ginjal mempunyai peran yang sangat penting dalam menjaga kesehatan tubuh secara
menyeluruh, karena ginjal adalah salah satu organ vital dalam tubuh. Fungsi ginjal antara
lain, membersihkan darah dan mengeluarkan cairan tubuh, mengatur keseimbangan kadar
kimia darah dalam tubuh, serta mengeluarkan hormon yang mengatur tekanan darah.1 Oleh
karena itu, jika ginjal mengalami penurunan atau tidak mampu memerankan fungsi tersebut,
maka ginjal dikatakan mengalami gangguan ginjal.
Gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal tahap akhir (PGTA) adalah penyimpangan
progresif, fungsi ginjal yang tidak dapat pulih dimana kemampuan tubuh untuk mempertahankan
keseimbangan metabolik, dan cairan dan elektrolit mengalami kegagalan, yang mengakibatkan
uremia (Baughman, 2000).
Dari beberapa pengertian diatas penulis menyimpulkan bahwa gagal ginjal kronik adalah
gangguan fungsi renal yang irreversible dan berlangsung lambat sehingga ginjal tidak mampu
mempertahankan metabolisme tubuh dan keseimbangan cairan dan elektrolit dan menyebabkan
uremia.
DAFTAR PUSTAKA
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/1090/3/Chapter1.pdf
http://eprints.ums.ac.id/18527/2/03._BAB_I.pdf
http://eprints.walisongo.ac.id/6923/2/BAB%20I.pdf
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/135/jtptunimus-gdl-tikalutfia-6702-2-babii.pdf