Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

“Gagal Ginjal”

DI
S
U
S
U
N
OLEH:
KELOMPOK 8
NUR MUSTAPA (18009)
PRATIWI (18011)

PRODI DIII KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb

Bismillahirrahmanirrahim

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam. Atas izin dan
karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah tepat waktu tanpa kurang suatu apa pun. Tak
lupa pula penulis haturkan shalawat serta salam kepada junjungan Rasulullah Muhammad SAW.
Semoga syafaatnya mengalir pada kita di hari akhir kelak. Penulisan makalah berjudul
‘ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN GAGAL GINJAL’ bertujuan untuk memenuhi tugas
mata kuliah keperawatan medical bedah II.

Akhirul kalam, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Besar
harapan penulis agar pembaca berkenan memberikan umpan balik berupa kritik dan saran.
Semoga makalah ini bisa memberikan manfaat bagi berbagai pihak. Aamiin.

Wassalamualaikum wr.wb

Makassar, 10 Oktober 2020


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................2

DAFTAR ISI...................................................................................................................................3

BAB II.............................................................................................................................................4

PENDAHULUAN...........................................................................................................................4

Latar Belakang.............................................................................................................................4

Rumusan Masalah........................................................................................................................4

BAB I...............................................................................................................................................6

PEMBAHASAN..............................................................................................................................6

A. Definisi gagal ginjal kronik…………………………………………………………………..6

B. Etiologi....................................................................................................................................7

C. Anatomi dan fisiologi ginjal………………………………………………………………….7

D. Patofisiologi..........................................................................................................................12

H. Komplikasi............................................................................................................................15

I. Asuhan Keperawatan..............................................................................................................17

BAB III………………………………………………………………..........................................25

PENUTUP……………………………………………………………………………………….25

Kesimpulan…………………………………………………………………………………….25

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………26
BAB II

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ginjal mempunyai peran yang sangat penting dalam menjaga kesehatan tubuh secara
menyeluruh, karena ginjal adalah salah satu organ vital dalam tubuh. Fungsi ginjal antara
lain, membersihkan darah dan mengeluarkan cairan tubuh, mengatur keseimbangan kadar
kimia darah dalam tubuh, serta mengeluarkan hormon yang mengatur tekanan darah.1 Oleh
karena itu, jika ginjal mengalami penurunan atau tidak mampu memerankan fungsi tersebut,
maka ginjal dikatakan mengalami gangguan ginjal.
Penyakit gagal ginjal termasuk salah satu penyakit ginjal yang paling berbahaya.
Penyakit ginjal tidak menular, namun menyebabkan kematian. Penyakit gagal ginjal
dibedakan menjadi dua, yaitu gagal ginjal akut (GGA) dan gagal ginjal kronik (GGK)
(Muhammad, 2012). Penyakit GGK pada stadium akhir disebut dengan End Stage Renal
Disease (ESDR). Penyakit GGK merupakan masalah kesehatan masyarakat global dengan
prevalensi dan insidensi gagal ginjal yang meningkat, prognosis yang buruk dan biaya yang
tinggi (Word Kidney Day n.d., diakses 7 September 2018). Perawatan penyakit ginjal di
Indonesia merupakan ranking kedua pembiayaan terbesar dari BPJS kesehatan setelah
penyakit jantung (Infodatin, 2017). Menurut data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
tahun 2013 prevalensi GGK di Indonesia sekitar 0,2%. Prevalensi kelompok umur ≥ 75 tahun
dengan 0,6% lebih tinggi daripada kelompok umur yang lain.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan gagal ginjal
2. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada pasien gagal ginjal
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Gagal Ginjal Kronik


Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap-akhir merupakan gangguan fungsi renal
yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan
sampah nitrogenlain dalam darah) (Suzanne & Brenda, 2002).
Gagal Ginjal Kronis (Chronic Kidney Disease) adalah keadaan terjadinya penurunan
fungsi ginjal yang cukup berat secara perlahan-lahan (menaun) disebabkan oleh berbagai
penyakit ginjal. Penyakit ini bersifat progresif dan umumnya tidak dapat pulih kembali
(irreversible). Gejala penyakit ini umumnya adalah tidak ada nafsu makan, mual, muntah,
pusing, sesak nafas, rasa lelah, edema pada kaki dan tangan, serta uremia (Almatsier, 2006).
Gagal ginjal adalah kemunduran fungsi ginjal yang menyebabkan ketidakmampuan
mempertahankan substansi tubuh di bawah kondisi normal(Raharjo, 2006).Menurut PERNEFRI
(2006), menjelaskan bahwa keadaan dimana ginjal lambat laun mulai tidak dapat melakukan
fungsinya dengan baik disebut juga dengan Gagal ginjal kronik (GGK) atau lebih dikenal Cronik
kiddney disease (CKD). Gagal ginjal kronik (GGK) atau Cronik kiddney disease (CKD)adalah
suatu penurunan fungsi ginjal yang cukup berat dan terjadi secara perlahan dalam waktu yang
lama (menahun) yang disebabkan oleh berbagai penyakit ginjal, bersifat progresif dan umumnya
tidak dapat pulih (Smeltzer,2009)
Gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal tahap akhir (PGTA) adalah penyimpangan
progresif, fungsi ginjal yang tidak dapat pulih dimana kemampuan tubuh untuk mempertahankan
keseimbangan metabolik, dan cairan dan elektrolit mengalami kegagalan, yang mengakibatkan
uremia (Baughman, 2000).
Dari beberapa pengertian diatas penulis menyimpulkan bahwa gagal ginjal kronik adalah
gangguan fungsi renal yang irreversible dan berlangsung lambat sehingga ginjal tidak mampu
mempertahankan metabolisme tubuh dan keseimbangan cairan dan elektrolit dan menyebabkan
uremia.
B. Etiologi

Menurut Sylvia Anderson (2006) klasifikasi penyebab gagal ginjal kronik adalah sebagai
berikut:
1. Penyakit infeksi tubulointerstitial : Pielonefritis kronik atau refluks nefropati
Pielonefritis kronik adalah infeksi pada ginjal itu sendiri, dapat terjadi akibat infeksi
berulang, dan biasanya dijumpai pada penderita batu. Gejala–gejala umum seperti demam,
menggigil, nyeri pinggang, dan disuria. Atau memperlihatkan gambaran mirip dengan
pielonefritis akut, tetapi juga menimbulkan hipertensi dan gagal ginjal (Elizabeth,2000).
2. Penyakit peradangan : Glomerulonefritis
Glomerulonefritis akut adalah peradangan glomerulus secara mendadak. Peradangan akut
glomerulus terjadi akibat peradangan komplek antigen dan antibodi di kapiler – kapiler
glomerulus. Komplek biasanya terbentuk 7 – 10 hari setelah infeksi faring atau kulit oleh
Streptococcus (glomerulonefritis pascastreptococcus ) tetapi dapat timbul setelah infeksi lain
(Elizabeth, 2000).
Glomerulonefritis kronik adalah peradangan yang lama dari sel – sel glomerulus.
Kelainan ini dapat terjadi akibat glomerulonefritis akut yang tidak membaik atau timbul secara
spontan. Glomerulonefritis kronik sering timbul beberapa tahun setelah cidera dan peradangan
glomerulus sub klinis yang disertai oleh hematuria (darah dalam urin) dan proteinuria ( protein
dalam urin ) ringan, yang sering menjadi penyebab adalah diabetes mellitus dan hipertensi
kronik. Hasil akhir dari peradangan adalah pembentukan jaringan parut dan menurunnya fungsi
glomerulus. Pada pengidap diabetes yang mengalami hipertensi ringan, memiliki prognosis
fungsi ginjal jangka panjang yang kurang baik (Elizabeth, 2000).
3. Penyakit vaskuler hipertensif : Nefrosklerosis benigna, Nefrosklerosis maligna, Stenosis
arteria renalis
Nefrosklerosis Benigna merupakan istilah untuk menyatakan berubah ginjal yang
berkaitan dengan skerosis pada arteriol ginjal dan arteri kecil. Nefrosklerosis Maligna suatu
keadaan yang berhubungan dengan tekanan darah tinggi (hipertensi maligna), dimana arteri-
arteri yang terkecil (arteriola) di dalam ginjal mengalami kerusakan dan dengan segera terjadi
gagal ginjal.
Stenosis arteri renalis (RAS) adalah penyempitan dari satu atau kedua pembuluh darah
(arteri ginjal) yang membawa darah ke ginjal. Ginjal membantu untuk mengontrol tekanan darah.
Renalis menyempit menyulitkan ginjal untuk bekerja. RAS dapat menjadi lebih buruk dari waktu
ke waktu. Sering menyebabkan tekanan darah tinggi dan kerusakan ginjal.
4. Gangguan jaringan ikat : Lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa, sklerosis sistemik
progresif
Systemic lupus erytematosus (SLE) atau lupus eritematosus sistemik (LES) adalah
penyakit radang atau inflamasi multisistem yang penyebabnya diduga karena adanya perubahan
sistem imun.
5. Gangguan congenital dan herediter : Penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus ginjal
6. Penyakit metabolic : Diabetes mellitus, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis
7. Nefropati toksik : Penyalahgunaan analgesi, nefropati timah
8. Nefropati obstruktif : Traktus urinarius bagian atas (batu/calculi, neoplasma, fibrosis,
retroperitineal), traktus urinarius bawah (hipertropi prostat, striktur uretra, anomaly congenital
leher vesika urinaria dan uretra).
C. Anatomi dan Fisiologi Ginjal
1. Anatomi Ginjal

Gambar 1. Letak ginjal


Anatomi ginjal menurut Evelyn C. Pearce (1979), ginjal merupakan organ berbentuk
seperti kacang yang terletak pada kedua sisi kolumna vertebralis. Ginjal terletak pada dinding
posterior abdomen, terutama di daerah lumbal, di sebelah kanan dan kiri tulang belakang,
dibungkus lapisan lemak yang tebal, agar terlindung dari trauma langsung. Ginjal kanan sedikit
lebih rendah dari kiri, karena hati menduduki ruang banyak di sebelah kanan. Setiap ginjal
panjangnya 6 sampai 7,5 sentimeter, dan tebal 1,5 sampai 2,5 sentimeter. Pada orang dewasa
beratnya kira-kira 140 gram. Bentuk ginjal seperti kacang dan sisi dalamnya atau hilum
menghadap ke tulang punggung. Sisi luarnya cembung. Pembuluh-pembuluh ginjal semuanya
masuk dan keluar pada hilum. Di atas ginjal menjulang sebuah kelenjar suprarenal. Ginjal kanan
lebih pendek dan lebih tebal dari yang kiri. Kedua ginjal dilapisi oleh lemak yang bergumna
untuk meredam guncangan. Ginjal merupakan bagian dari sistem saluran kencing (urinary
system) yang ada dalam tubuh kita.
Gambar anatomi ginjal dapat dilihat dalam gambar. 2

Gambar 2. Anatomi khusus Ginjal


Organ utama dari sistem saluran kemih terdiri atas dua ginjal, dua saluran dari ginjal ke
kandung kemih (ureter), satu kandung kemih dan satu saluran dari kandung kemih keluar tubuh
(uretra). Panjang uretra pada pria sekitar 20-25 cm yang berfungsi untuk tempat keluarnya urin
yang diproduksi oleh ginjal sekaligus menjadi saluran keluarnya sperma. Pada wanita uretra jauh
lebih pendek sekitar 2,5-3,8 cm dan terletak di depan organ reproduksi. Berhubung letak uretra
pada wanita yang dekat sekali dengan organ reproduksi dan anus, maka pada wanita kasus
infeksi saluran kencing lebih banyak didapat karena rawan terinfeksi kuman yang berasal dari
saluran pencernaan. Sistem saluran kemih merupakan salah satu sistem ekskresi tubuh dimana
fungsinya yang mengeluarkan racun dan cairan yang harus dibuang keluar tubuh.
Apabila dilihat melalui potongan longitudinal, ginjal terbagi menjadi dua bagian yaitu
korteks bagian luar dan medulla di bagian dalam. Medulla terbagi-bagi menjadi biji segitiga yang
disebut piramid, piramid-piramid tersebut diselingi oleh bagian korteks yang disebut kolumna
bertini. Piramid-piramid tersebut tampak bercorak karena tersusun oleh segmen-segmen tubulus
dan duktus pengumpul nefron. Papilla (apeks) dari piramid membentuk duktus papilaris bellini
dan masuk ke dalam perluasan ujung pelvis ginjal yang disebut kaliks minor dan bersatu
membentuk kaliks mayor, selanjutnya membentuk pelvis ginjal. Gambar penampang ginjal dapat
dilihat pada gambar. 3

Gambar 3. Penampang ginjal


Ciri-ciri korteks berwarna coklat tua, tersusun atas nefron (satuan unit struktural dan
fungsional ginjal) sebagai alat penyaring darah, korteks terletak di dalam di antara piramida-
piramida medulla yang bersebelahan untuk membentuk kolumna ginjal yang terdiri dari
tubulustubulus pengumpul yang mengalir ke duktus pengumpul. Sedangkan ciriciri medulla
berwarna coklat agak terang, tersusun atas tubulus renalis, mengandung massa triangular yang
disebut piramida ginjal yang setiap ujung sempitnya papilla masuk ke dalam kaliks minor dan
ditembus duktus pengumpul urin. Setiap ginjal orang dewasa memiliki sekitar satu juta unit
nefron sebagai unit pembentuk urin. Nefron berfungsi sebagai regulator air dan zat terlarut
(terutama elektrolit) dalam tubuh dengan cara menyaring darah, kemudian mereabsorpsi cairan
dan molekul yang masih diperlukan tubuh. Molekul dan sisa cairan lainnya akan dibuang.
Setiap nefron tersusun oleh badan malphigi dan saluran panjang (tubulus) yang bergulung.
Sebuah nefron merupakan suatu struktur yang menyerupai mangkuk dengan dinding yang
berlubang (kapsula Bowman), yang mengandung seberkas pembuluh darah (glomelurus). Badan
malphigi ini tersusun atas glomerulus dan kapsula Bowman membentuk korpuskulum renalis.
Glomerulus merupakan anyaman pembuluh darah kapiler sebagai lanjutan pembuluh darah arteri
ginjal. Kapsula Bowman berbentuk seperti mangkuk, yang di dalamnya berkumpul gelungan
pembuluh darah kapiler yang halus. Tubulus merupakan saluran lanjutan dari kapsula Bowman.
Saluran panjang yang melingkar-lingkar letaknya bersebelahan dengan glomerulus. Tubulus
proksimal adalah saluran yang dekat dengan badan malphigi, sangat berliku dan panjangnya
sekitar 15 mm. Sedangkan yang jauh dari badan malphigi disebut tubulus distal, sangat berliku
dan panjangnya sekitar 5 mm yang membentuk segmen terakhir nefron. Kedua tubulus ini
dijembatani oleh lengkung Henle yang berupa leher angsa yang turun ke arah medulla ginjal
kemudian naik kembali menuju korteks. Bagian akhir dari tubulus ini adalah saluran pengumpul
(ductus collectivus) yang terletak pada medulla yang mengalirkan urin ke kaliks minor menuju
kaliks mayor dan menuju piala ginjal. Medulla merupakan tempat saluran dari kapsula Bowman
ini berkumpul. Saluran ini mengalirkan urin ke saluran yang lebih besar ke arah pelvis atau piala
ginjal. Lalu urin disalurkan ke ureter kemudian ditampung di kandung kemih. Pada jumlah urin
tertentu di mana dinding kandung kemih ini tertekan sehingga otot melingkar pada pangkal
kandung kemih meregang akan memberikan sinyal ke saraf untuk menimbulkan rangsang
berkemih untuk disalurkan ke ureter sebagai saluran pembuangan keluar. (dr.Fransisca Kristiana,
2011)
2. Fisiologi ginjal
a. Fungsi ginjal
Menurut Price (2006) ginjal mempunyai berbagai macam fungsi yaitu ekskresi dan fungsi non-
ekskresi. Fungsi ekskresi diantaranya adalah :
1) Mempertahankan osmolaritas plasma sekitar 285 mOsmol dengan mengubah-ubah ekskresi
air.
2) Mempertahankan kadar masing-masing elektrolit plasma dalam rentang normal.
3) Mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan kelebihan H+ dan membentuk
kembali HCO3
4) Mengekresikan produk akhir nitrogen dari metabolism protein, terutama urea, asam urat dan
kreatinin.
Sedangkan fungsi non-ekresi ginjal adalah :
1) Menghasilkan rennin yang penting untuk pengaturan tekanan darah.
2) Menghasilkan eritropoetin sebagai factor penting dalam stimulasi produksi sel darah merah
olehsumsum tulang.
3) Metabolism vitamin D menjadi bentuk aktifnya.
4) Degradasi insulin.
5) Menghasilkan prostaglandin.
b. Fisiologi pembentukan urine
Pembentukan urine adalah fungsi ginjal yang paling esensial dalam mempertahankan
homeostatis tubuh. Pada orang dewasa sehat, lebih kurang 1200 ml darah, atau 25% cardiac
output, mengalir ke kedua ginjal. Pada keadaan tertentu, aliran darah ke ginjal dapat
meningkat hingga 30% (pada saat latihan fisik) dan menurun hingga 12% dari cardiac output.
Kapiler glomeruli berdinding porous (berlubang-lubang), yang memungkinkan terjadinya
filtrasi cairan dalam jumlah besar (± 180 L/hari). Molekul yang berukuran kecil (air, elektroloit,
dan sisa
metabolisme tubuh, di antaranya kreatinin dan ureum) akan difiltrasi dari darah, sedangkan
molekul berukuran lebih besar (protein dan sel darah merah) tetap tertahan di dalam darah. Oleh
karena itu komposisi cairan filtrat yang berada di kapsul Bowman, mirip dengan yang ada di
dalam plasma, hanya saja cairan ini tidak mengandung protein dan sel darah.
Volume cairan yang difiltrasi oleh glomerulus setiap satuan waktu disebut sebagai rerata
filtrasi glomerulus atau glomerular filtration (GFR). Selanjutnya, cairan filtrat akan direabsorbsi
dan beberapa elektrolit akan mengalami sekresi di tubulus ginjal, yang kemudian menghasilkan
urine yang akan disalurkan melalui duktus kolegentes. Cairan urine tersbut disalurkan ke dalam
sistem kalises hingga pelvis ginjal (Basuki, 2011).
D. Patofisiologi

Pada awal perjalanannya, keseimbangan cairan, penanganan garam, dan penimbunan zat-
zat sisa masih bervariasi dan bergantung pada bagian ginjal yang sakit. Sampai fungsi ginjal
turun kurang dari 25% normal, manifestasi klinis gagal ginjal kronik mungkin minimal karena
nefron-nefron sisa yang sehat mengambil alih fungsi nefron yang rusak. Nefron yang tersisa
meningkat kecepatan filtrasi, reabsorpsi, dan sekresinya serta mengalami hipertrofi. Seiring
dengan makin banyaknya nefron yang mati, maka nefron yang tersisa menghadapi tugas yang
semkain berat, sehingga nefron-nefron tersebut ikut rusak dan akhirnya mati. Sebagaian dari
siklus kematian ini tampaknya berkaitan dengan tuntutan pada nefron-nefron yang ada untuk
meningkatkan reabsorpsi protein. Seiring dengan penyusutan progresif nefronnefron, terjadi
pembentukan jaringan parut dan aliran darah ginjal mungkin berkurang (Elizabeth, 2001).
Meskipun penyakit ginjal terus berlanjut, namun jumlah zat terlarut yang harus diekskresi
oleh ginjal untuk mempertahankan homeostasis tidaklah berubah, kendati jumlah nefron yang
bertugas melakukan fungsi tersebut sudah menurun secara progresif. Dua adaptasi penting
dilakukan oleh ginjal sebagai respon terhadap ancaman ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
Sisa nefron yang ada mengalami hipertrofi dalam usahanya untuk melaksanakan seluruh beban
kerja ginjal. Terjadi peningkatan kecepatan filtrasi, beban zat terlarut dan reabsorpsi tubulus
dalam setiap nefron meskipun GFR untuk seluruh massa nefron yang terdapat dalam ginjal turun
di bawah nilai normal. Mekanisme adaptasi ini cukup berhasil dalam mempertahankan
keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh hingga tingkat fungsi ginjal yang sangat rendah.
Namun akhirnya, kalau sekitar 75% massa nefron sudah hancur, maka kecepatan filtrasi dan
beban zat terlarut bagi setiap nefron demikian tinggi sehingga keseimbangan glomerulus-tubulus
(keseimbangan antara peningkatan filtrasi dan peningkatan reabsorpsi oleh tubulus tidak dapat
lagi dipertahankan. Fleksibilitas baik pada proses ekskresi maupun proses konservasi zat terlarut
dan air menjadi berkurang. Sedikit perubahan pada makanan dapat mengubah keseimbangan
yang rawan tersebut, karena makin rendah GFR (yang berarti maikn sedikit nefron yang ada)
semakin besar perubahan kecepatan ekskresi per nefron. Hilangnya kemampuan memekatkan
atau mengencerkan urine menyebabkan berat jenis urine tetap pada nilai 1,010 atau 285 mOsm
(yaitu sama dengan plasma) dan merupakan penyebab gejala poliuria dan nokturia (Price, 2006).
E. Manifestasi Klinis.
Manifestasi klinik menurut Baughman (2000) dapat dilihat dari berbagai fungsi sistem
tubuh yaitu :
1. Manifestasi kardiovaskuler : hipertensi, pitting edema, edema periorbital, friction rub
pericardial, pembesaran vena leher, gagal jantung kongestif, perikarditis, disritmia,
kardiomiopati, efusi pericardial, temponade pericardial.
2. Gejala dermatologis/system integumen : gatal-gatal hebat (pruritus), warna kulit abu-abu,
mengkilat dan hiperpigmentasi, serangan uremik tidak umum karena pengobatan dini dan
agresif, kulit kering, bersisik, ecimosis, kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar, memar
(purpura).
3. Gejala gastrointestinal : nafas berbau ammonia, ulserasi dan perdarahan pada mulut,
anoreksia, mual, muntah dan cegukan, penurunan aliran saliva, haus, rasa kecap logam dalam
mulut, kehilangan kemampuan penghidu dan pengecap, parotitis dan stomatitis, peritonitis,
konstipasi dan diare, perdarahan darisaluran gastrointestinal.
4. Perubahan neuromuskular : perubahan tingkat kesadaran, kacau mental, ketidakmampuan
berkonsentrasi, kedutan otot dan kejang.
5. Perubahan hematologis : kecenderungan perdarahan.
6. Keletihan dan letargik, sakit kepala, kelemahan umum.
7. Pasien secara bertahap akan lebih mengantuk; karakter pernafasan menjadi Kussmaul ; dan
terjadi koma dalam, sering dengan konvulsi (kedutan mioklonik) atau kedutan otot.
F. Stadium Gagal Ginjal Kronik
Gagal ginjal kronik selalu berkaitan dengan penurunan progresif GFR. Stadium-stadium
gagal ginjal kronik didasarkan pada tingkat GFR yang tersisa dan mencakup menurut Corwin
(2001) adalah:
1. Penurunan cadangan ginjal, yang terjadi apabila GFR turun 50% dari normal.
2. Insufisiensi ginjal, yang terjadi apabila GFR turun menjadi 20-35% dari normal. Nefron-
nefron yang tersisa sangat rentan mengalami kerusakan sendiri karena beratnya beban yang
mereka terima.
3. Gagal ginjal, yang terjadi apabila GFR kurang dari 20% normal. Semakinn banyak nefron
yang mati.
4. Penyakit ginjal stadium-akhir, yang terjadi apabila GFR menjadi kurang dari 5% dari normal.
Hanya sedikit nefron fungsional yang tersisa. Di seluruh ginjal ditemukan jaringan parut dan
atrofi tubulus.
G. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan untuk mengatasi penyakit gagal ginjal kronik menurut Corwin (2001)
adalah:
1. Pada penurunan cadangan ginjal dan insufisiensi ginjal, tujuan penatalaksanaan adalah
memperlambat kerusakan nefron lebih lanjut, terutama dengan restriksi protein dan obat-obat
antihipertensi.
2. Pada gagal ginjal, terapi ditujukan untuk mengoreksi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
3. Pada penyakit ginjal stadium-akhir, terapi berupa dialisis atau transplantasi ginjal.
4. Pada semua stadium, pencegahan infeksi perlu dilakukan. Penatalaksanaan penyakit ginjal
kronik menurut FKUI (2006) meliputi :
1. Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya
2. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid (comorbid condition)
3. Memperlambat pemburukan (progression) fungsi ginjal
4. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular
5. Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi
6. Terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal.
H. Komplikasi

Komplikasi penyakit gagal ginjal kronik menurut O’Callaghan (2006) yaitu:


1. Komplikasi Hematologis
Anemia pada penyakit ginjal kronik disebabkan oleh produksi eritropoietin yang tidak
adekuat oleh ginjal dan diobati dengan pemberian eritropoietin subkutan atau intravena. Hal ini
hanya bekerja bila kadar besi, folat, dan vitamin B12 adekuat dan pasien dalam keadaan baik.
Sangat jarang terjadi, antibodi dapat terbentuk melawan eritropoietin yang diberikan sehingga
terjadi anemia aplastik.
2. Penyakit vascular dan hipertensi
Penyakit vascular merupakan penyebab utama kematian pada gagal ginjal kronik. Pada
pasien yang tidak menyandang diabetes, hipertensi mungkin merupakan faktor risiko yang paling
penting. Sebagaian besar hipertensi pada penyakit ginjal kronik disebabkan hipervolemia akibat
retensi natrium dan air. Keadaan ini biasanya tidak cukup parah untuk bisa menimbulkan edema,
namun mungkin terdapat ritme jantung tripel. Hipertensi seperti itu biasanya memberikan
respons terhadap restriksi natrium dan pengendalian volume tubuh melalui dialysis. Jika fungsi
ginjal memadai, pemberian furosemid dapat bermanfaat.
3. Dehidrasi
Hilangnya fungsi ginjal biasanya menyebabkan retensi natrium dan air akibat hilangnya
nefron. Namun beberapa pasien tetap mempertahankan sebagian filtrasi, namun kehilangan
fungsi tubulus, sehingga mengekskresi urin yang sangat encer, yang dapat menyebabkan
dehidrsi.
4. Kulit
Gatal merupakan keluhan keluhan kulit yang paling sering terjadi. Keluhan ini sering
timbul pada hiperparatiroidime sekunder atau tersier serta dapat disebabkab oleh deposit kalsium
fosfat apda jaringan. Gatal dapat dikurangi dengan mengontrol kadar fosfat dan dengan krim
yang mencegah kulit kering. Bekuan uremik merupakan presipitat Kristal ureum pada kulit dan
timbul hanya pada uremia berat. Pigmentasi kulit dapat timbul dan anemia dapat menyebabkan
pucat.
5. Gastrointestinal
Walaupun kadar gastrin meningkat, ulkus peptikum tidak lebih sering terjadi pada pasien
gagal ginjal kronik dibandingkan populasi normal. Namun gejala mual, muntah, anoreksia, dan
dada terbakar sering terjadi. Insidensi esofagitis serta angiodisplasia lebih tinggi, keduanya dapat
menyebabkan perdarahan. Insidensi pankreatitis juga lebih tinggi. Gangguan pengecap dapat
berkaitan dengan bau napas yang menyerupai urin.
6. Endokrin
Pada pria, gagal ginjal kronik dapat menyebabkan kehilangan libido, impotensi, dan
penurunan jumlah serta motilitas sperma. Pada wanita, sering terjadi kehilangan libido,
berkurangnya ovulasi, dan infertilitas. Siklus hormon pertumbuhan yang abnormal dapat turut
berkontribusi dalam menyebabkan retardasi pertumbuhan pada anak dan kehilangan massa otot
pada orang dewasa.
7. Neurologis dan psikiatrik
Gagal ginjal yang tidak diobati dapat menyebabkan kelelahan, kehilangan kesadaran, dan
bahkan koma, sering kali dengan tanda iritasi neurologis (mencakup tremor, asteriksis, agitasi,
meningismus, peningkatan tonus otot dengan mioklonus, klonus pergelangan kaki,
hiperefleksia, plantar ekstensor, dan yang paling berat kejang). Aktifitas Na+/K+ ATPase
terganggu pada uremia dan terjadi perubahan yang tergantung hormon paratiroid (parathyroid
hormone, PTH) pada transport kalsium membran yang dapat berkontribusi dalam menyebabkan
neurotransmisi yang abnormal. Gangguan tidur seringterjadi. Kaki yang tidak biasa diam
(restless leg) atau kram otot dapat juga terjadi dan kadang merespons terhadap pemberian kuinin
sulfat. Gangguan psikiatrik seperti depresi dan ansietas sering terjadi dan terdapat peningkatan
risiko bunuh diri.
8. Imunologis
Fungsi imunologis terganggu pada gagal ginjal kronik dan infeksi sering terjadi. Uremia
menekan fungsi sebagaian besar sel imun dan dialysis dapat mengaktivasi efektor imun, seperti
komplemen, dengan tidak tepat.
9. Lipid
Hiperlipidemia sering terjadi, terutama hipertrigliseridemia akibat penurunan katabolisme
trigliserida. Kadar lipid lebih tinggi pada pasien yang menjalani dialisis peritoneal daripada
pasien yang menjalani hemodialisis, mungkin akibat hilangnya protein plasma regulator seperti
apolipoprotein A-1 di sepanjang membran peritoneal.
10. Penyakit jantung
Perikarditis dapat terjadi dan lebih besar kemungkinan terjadinya jika kadar ureum atau
fosfat tinggi atau terdapat hiperparatiroidisme sekunder yang berat. Kelebihan cairan dan
hipertensi dapat menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri atau kardiomiopati dilatasi. Fistula dialisis
arteriovena yang besara dapat menggunakan proporsi curah jantung dalam jumlah besar sehingga
mengurangi curah jantung yang dapat digunakan oleh bagian tubuh yang tersisa.
I. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian
Pengkajian focus keperawatan yang perlu diperhatikan pada penderita gagal ginjal kronik
menurut Doeges (2000), dan Smeltzer dan Bare (2002) ada berbagai macam, meliputi :
a. Demografi
Lingkungan yang tercemar, sumber air tinggi kalsium beresiko untuk ginjal kronik,
kebanyakan menyerang umur 20-50 tahun, jenis kelamin lebih banyak perempuan, kebanyakan
ras kulit hitam.
b. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat infeksi saluran kemih, penyakit peradangan, vaskuler hipertensif, gangguan
saluran penyambung, gangguan kongenital dan herediter, penyakit metabolik, nefropati toksik
dan neropati obstruktif.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat penyakit vaskuler hipertensif, penyakit metabolik, riwayat menderita penyakit
gagal ginjal kronik.
d. Pola kesehatan fungsional
1) Pemeliharaan kesehatan
Personal hygiene kurang, konsumsi toxik, konsumsi makanan tinggi kalsium, purin,
oksalat, fosfat, protein, kebiasaan minum suplemen, kontrol tekanan darah dan gula darah tidak
teratur pada penderita tekanan darah tinggi dan diabetes mellitus.
2) Pola nutrisi dan metabolik
Perlu dikaji adanya mual, muntah, anoreksia, intake cairan inadekuat, peningkatan berat
badan cepat (edema), penurunan berat badan (malnutrisi), nyeri ulu hati, rasa metalik tidak sedap
pada mulut (pernafasan amonia), penggunanan diuretic, demam karena sepsis dan dehidrasi.
3) Pola eliminasi
Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut), abdomen kembung, diare
konstipasi, perubahan warna urin.
4) Pola aktivitas dan latihan
Kelemahan ekstrim, kelemahan, malaise, keterbatsan gerak sendi.
5) Pola istirahat dan tidur
Gangguan tidur (insomnia/gelisah atau somnolen)
6) Pola persepsi sensori dan kognitif
Rasa panas pada telapak kaki, perubahan tingkah laku, kedutan otot, perubahan tingkat
kesadaran, nyeri panggul, sakit kepala, kram/nyeri kaki (memburuk pada malam hari), perilaku
berhatihati/distraksi, gelisah, penglihatan kabur, kejang, sindrom “kaki gelisah”, rasa kebas pada
telapak kaki, kelemahan khusussnya ekstremitas bawah (neuropati perifer), gangguan status
mental, contoh penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan
memori, kacau.
7) Persepsi diri dan konsep diri
Perasaan tidak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan, menolak, ansietas, takut,
marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian, kesulitan menentukan kondisi, contoh tak
mampu bekerja, mempertahankan fungsi peran.
8) Pola reproduksi dan seksual
Penurunan libido, amenorea, infertilitas, impotensi dan atropi testikuler.
e. Pengkajian Fisik
1. Keluhan umum : lemas, nyeri pinggang.
2. Tingkat kesadaran komposmentis sampai koma.
3. Pengukuran antropometri : beratbadan menurun, lingkar lengan atas (LILA) menurun.
4) Tanda vital : tekanan darah meningkat, suhu meningkat, nadi lemah, disritmia, pernapasan
kusmaul, tidak teratur.
5) Kepala
a. Mata: konjungtiva anemis, mata merah, berair, penglihatan kabur, edema periorbital.
b. Rambut: rambut mudah rontok, tipis dan kasar.
c. Hidung : pernapasan cuping hidung
d. Mulut : ulserasi dan perdarahan, nafas berbau ammonia, mual,muntah serta cegukan,
peradangan gusi.
6) Leher : pembesaran vena leher.
7) Dada dab toraks : penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan dangkal dan kusmaul serta
krekels, nafas dangkal, pneumonitis, edema pulmoner, friction rub pericardial.
8) Abdomen : nyeri area pinggang, asites.
9) Genital : atropi testikuler, amenore.
10) Ekstremitas : capirally refill time > 3 detik,kuku rapuh dan kusam serta tipis, kelemahan
pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki, foot drop, kekuatan otot.
11) Kulit : ecimosis, kulit kering, bersisik, warnakulit abu-abu, mengkilat atau hiperpigmentasi,
gatal (pruritas), kuku tipis dan rapuh, memar (purpura), edema.
f. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada gagal ginjal kronik menurut Doenges (2000) adalah :
1) Urine
a) Volume, biasnya kurang dari 400 ml/24 jam (oliguria) atau urine tidak ada (anuria).
b) Warna, secara abnormal urine keruh mungkin disebabkan oleh pus, bakteri, lemak,
pertikel koloid, fosfat atau urat.
c) Berat jenis urine, kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal
berat)
d) Klirens kreatinin, mungkin menurun
e) Natrium, lebih besar dari 40 meq/L karena ginjal tidak mampu mereabsobsi natrium.
f) Protein, derajat tinggi proteinuria (3-4 +) secara kuat menunjukkan kerusakan
glomerulus.
2) Darah
a) Hitung darah lengkap, Hb menurun pada adaya anemia, Hb biasanya kurang dari 7-8 gr
b) Sel darah merah, menurun pada defesien eritropoetin seperti azotemia.
c) GDA, pH menurun, asidosis metabolik (kurang dari 7,2) terjadi karena kehilangan
kemampuan ginjal untuk mengeksresi hydrogen dan amonia atau hasil akhir katabolisme
prtein, bikarbonat menurun, PaCO2 menurun.
d) Kalium, peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai perpindahan seluler (asidosis)
atau pengeluaran jaringan)
e) Magnesium fosfat meningkat
f) Kalsium menurun
g) Protein (khusus albumin), kadar serum menurun dapat menunjukkan kehilangan protein
melalui urine, perpindahan cairan, penurunan pemasukan atau sintesa karena kurang
asam amino esensial.
h) Osmolaritas serum: lebih beasr dari 285 mOsm/kg, sering sama dengan urin.
3) Pemeriksaan radiologik
a) Foto ginjal, ureter dan kandung kemih (kidney, ureter dan bladder/KUB): menunjukkan
ukuran ginjal, ureter, kandung kemih, dan adanya obstruksi (batu).
b) Pielogram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskuler, masa
c) Sistouretrogram berkemih; menunjukkan ukuran kandung kemih, refluks kedalam ureter
dan retensi.
d) Ultrasonografi ginjal: menentukan ukuran ginjal dan adanya masa, kista, obstruksi pada
saluran perkemuhan bagian atas.
e) Biopsy ginjal: mungkin dilakukan secara endoskopik, untuk menentukan seljaringan
untuk diagnosis hostologis.
f) Endoskopi ginjal dan nefroskopi: dilakukan untuk menentukan pelis ginjal (keluar batu,
hematuria dan pengangkatan tumor selektif).
g) Elektrokardiografi (EKG): mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit
dan asam basa.
h) Fotokaki, tengkorak, kolumna spinal dan tangan, dapat menunjukkan demineralisasi,
kalsifikasi.
i) Pielogram intravena (IVP), menunjukkan keberadaan dan posisi ginjal, ukuran dan
bentuk ginjal.
j) CT scan untuk mendeteksi massa retroperitoneal (seperti penyebararn tumor).
k) Magnetic Resonance Imaging (MRI) untuk mendeteksi struktur ginjal, luasnya lesi
invasif ginjal
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada penyakit gagal ginjal kronik menurut Doeges (2000), dan
Smeltzer dan Bare (2002) adalah :
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urine, diet berlebihan
dan retensi cairan dan natrium.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake inadekuat,
mual, muntah, anoreksia, pembatasan diet dan penurunan membrane mukosa mulut.
3. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidakseimbangan cairan
mempengaruhi sirkulasi, kerja miokardial dan tahanan vaskuler sistemik, gangguan
frekuensi, irama, konduksi jantung, akumulasi toksik, kalsifikasi jaringan lunak.
3. Intervensi dan rasional
Intervensi keperawatan pada penyakit gagal ginjal kronik menurut Doenges (2000), dan
Smeltzer dan Bare (2002) adalah:
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urine, berlebihan dan
retensi cairan dan natrium.
Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan.
Kriteria hasil:
a) Menunjukkan perubahan-perubahan berat badan yang lambat.
b) Mempertahankan pembatasan diet dan cairan.
c) Menunjukkan turgor kulit normal tanpa edema.
d) Menunjukkan tanda-tanda vital normal.
e) Menunjukkan tidak adanya distensi vena leher.
f) Melaporkan adanya kemudahan dalam bernafas atau tidak terjadi nafas pendek.
g) Melakukan hygiene oral dengan sering.
h) Melaporkan penurunan rasa haus.
i) Melaporkan berkurangnya kekeringan pada membrane mukosa mulut.
Intervensi:
a. kaji status cairan
1) Timbang berat badan harian
2)Keseimbangan masukan dan haluaran
3) Turgor kulit dan adanya edema
4)Distensi vena leher
5) Tekanan darah, denyut dan irama nadi.
Rasional: Pengkajian merupakan dasar berkelanjutan untuk memantau perubahan dan
mengevaluasi intervensi.
b. Batasi masukan cairan
Rasional : Pembatasan cairan akan menentukan berat tubuh ideal, haluaran urine dan respons
terhadap terapi.
c. Identifikasi sumber potensial cairan
1) Medikasi dan cairan yang digunakan untuk pengobatan, oral dan intravena
2) Makanan
Rasional : Sumber kelebihan cairan yang tidak diketahui dapat
diidentifikasi
d. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan.
Rasional : Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga
dalam pembatasan cairan.
e. Bantu pasien dalam menghadapi ketidaknyamanan akibat pembatasan cairan.
Rasional : Kenyamanan pasien meningkatkan kepatuhan terhadap
pembatasan diet.
f. Tingkatkan dan dorong hygiene oral dengan sering.
Rasional : Hygiene oral mengurangi kekeringan membran mukosa mulut.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake inadekuat, mual,
muntah, anoreksia, pembatasan diet dan penurunan membrane mukosa mulut.
Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat
Kriteria hasil :
a. Mengkonsumsi protein yang mengandung nilai biologis tinggi
b. Memilih makanan yang menimbulkan nafsu makan dalam pembatasan diet
c. Mematuhi medikasi sesuai jadwal untuk mengatasi anoreksia dan tidak menimbulkan rasa
kenyang
d. Menjelaskan dengan kata-kata sendiri rasional pembatsan diet dan hubungannya dengan kadar
kreatinin dan urea
e. Mengkonsulkan daftar makanan yang dapat diterima
f. Melaporkan peningkatan nafsu makan
g. Menunjukkan tidak adanya perlambatan atau penurunan berat badan yang cepat
h. Menunjukkan turgor kulit yang normal tanpa edema, kadar albumin plasma dapat diterima
Intervensi :
a. Kaji status nutrisi
1) perubahan berat badan
2) pengukuran antropometrik
3) nilai laboratorium (elektrolit serum, BUN, kreatinin, protein, transferin dan kadar besi).
Rasional : Menyediakan data dasar untuk memantau perubahan dan mengevaluasi
intervensi.
b. Kaji pola diet dan nutrisi pasien
1) riwayat diet
2) makanan kesukaan
3) hitung kalori.
Rasional : Pola diet sekarang dan dahulu dapat dipertimbangkan
dalam menyusun menu.
c. Kaji faktor-faktor yang dapat merubah masukan nutrisi:
1) Anoreksia, mual dan muntah
2) Diet yang tidak menyenangkan bagi pasien
3) Depresi
4) Kurang memahami diet
Rasional : Menyediakan informasi mengenai faktor lain yang dapat diubah atau dihilangkan
untuk meningkatkan masukan diet.
d. Menyediakan makanan kesukaan pasien dalam batas-batas diet.
Rasional : Mendorong peningkatan masukan diet.
e. Tingkatkan masukan protein yang mengandung nilai biologis tinggi: telur, produk susu,
daging.
Rasional: Protein lengkap diberikan untuk mencapai keseimbanga nitrogen yang diperlukan
untuk pertumbuhan dan penyembuhan.
f. Anjurkan camilan tinggi kalori, rendah protein, rendah natrium, diantara waktu makan.
Rasional : Mengurangi makanan dan protein yang dibatasi dan menyediakan kalori untuk
energi, membagi protein untuk pertumbuhan dan penyembuhan jaringan.
g. Ubah jadwal medikasi sehingga medikasi ini tidak segera diberikan sebelum makan.
Rasional : Ingesti medikasi sebelum makan menyebabkan anoreksia dan rasa kenyang.
h. Jelaskan rasional pembatasan diet dan hubungannya dengan penyakit ginjal dan peningkatan
urea dan kadar kreatinin.
Rasional : Meningkatkan pemahaman pasien tentang hubungan antara diet, urea, kadar
kreatinin dengan penyakit renal.
i. Sediakan jadwal makanan yang dianjurkan secara tertulis dan anjurkan untuk memperbaiki
rasa tanpa menggunakan natrium atau kalium.
Rasional : Daftar yang dibuat menyediakan pendekatan positif terhadap pembatasan diet dan
merupakan referensi untuk pasien dan keluarga yang dapat digunakan dirumah.
j. Ciptakan lingkungan yang menyenangkan selama waktu makan.anoreksia
k. Timbang berat badan harian.
Rasional : Untuk memantau status cairan dan nutrisi.
l. Kaji bukti adanya masukan protein yang tidak adekuat :
1) Pembentukan edema
2) Penyembuhan yang lambat
3) Penurunan kadar albumin
Rasional : Masukan protein yang tidak adekuat dapat menyebabkan penurunan albumin dan
protein lain, pembentukan edema dan perlambatan penyembuhan.
3.Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidakseimbangan cairan
mempengaruhi sirkulasi, kerja miokardial dan tahanan vaskuler sistemik, gangguan frekuensi,
irama, konduksi jantung (ketidakseimbangan elektrolit, hipoksia), akumulasi toksik(urea),
kalsifikasi jaringan lunak(deposit Ca+ fosfat)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan curah jantung dapat dipertahankan
Kriteria Hasil :
a. Tanda-tanda vital dalam batas normal: tekanan darah: 90/60-130/90 mmHg, nadi 60-80
x/menit, kuat, teratur.
b. Akral hangat
c. Capillary refill kurang dari 3 detik
d. Nilai laboratorium dalam batas normal (kalium 3,5-5,1 mmol/L, urea 15-39 mg/dl)
Intervensi :
a. Auskultasi bunyi jantung dan paru, evaluasi adanya edema perifer atau kongesti vaskuler
dan keluhan dispnea, awasi tekanan darah, perhatikan postural misalnya: duduk, berbaring
dan berdiri.
Rasional : Mengkaji adanya takikardi, takipnea, dispnea, gemerisik, mengi dan edema.
b. Evaluasi bunyi jantung akan terjadi friction rub, tekanan darah, nadi perifer, pengisisan
kapiler, kongesti vaskuler, suhu tubuh dan mental.
Rasional : Mengkaji adanya kedaruratan medik.
c. Kaji tingkat aktivitas dan respon terhadap aktivitas.
Rasional : Ketidakseimbangan dapat mengangu kondisi dan fungsi jantung.
d. Kolaborasikan pemeriksaan laboratorium yaitu kalium.
Rasional : Menurunkan tahanan vaskuler sistemik. rusak atau robek.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Ginjal mempunyai peran yang sangat penting dalam menjaga kesehatan tubuh secara
menyeluruh, karena ginjal adalah salah satu organ vital dalam tubuh. Fungsi ginjal antara
lain, membersihkan darah dan mengeluarkan cairan tubuh, mengatur keseimbangan kadar
kimia darah dalam tubuh, serta mengeluarkan hormon yang mengatur tekanan darah.1 Oleh
karena itu, jika ginjal mengalami penurunan atau tidak mampu memerankan fungsi tersebut,
maka ginjal dikatakan mengalami gangguan ginjal.

Gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal tahap akhir (PGTA) adalah penyimpangan
progresif, fungsi ginjal yang tidak dapat pulih dimana kemampuan tubuh untuk mempertahankan
keseimbangan metabolik, dan cairan dan elektrolit mengalami kegagalan, yang mengakibatkan
uremia (Baughman, 2000).
Dari beberapa pengertian diatas penulis menyimpulkan bahwa gagal ginjal kronik adalah
gangguan fungsi renal yang irreversible dan berlangsung lambat sehingga ginjal tidak mampu
mempertahankan metabolisme tubuh dan keseimbangan cairan dan elektrolit dan menyebabkan
uremia.
DAFTAR PUSTAKA

http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/1090/3/Chapter1.pdf

http://eprints.ums.ac.id/18527/2/03._BAB_I.pdf

http://eprints.walisongo.ac.id/6923/2/BAB%20I.pdf

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/135/jtptunimus-gdl-tikalutfia-6702-2-babii.pdf

Anda mungkin juga menyukai