Anda di halaman 1dari 19

TEORI BELAJAR KOGNITIF SOSIAL

(ROTTER & MISCHEL)

OLEH KELOMPOK 1

1. Andrey G. Rohi
2. Eldridge D. Mboroh
3. Erlin P.M. Lena
4. Indah S. Mabilehi
5. Queeny V. Ora Pau

UNIVERSITAS NUSA CENDANA


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas semua
limpahan rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah TEORI
BELAJAR KOGNITIF SOSIAL(ROTTER & MISCHEL) sebagai tugas dari mata kuliah
Psikologi Dasar Kepribadian dengan sangat sederhana. Harapan kami semoga makalah yang
telah tersusun ini dapat bermanfaat sebagai salah satu rujukan maupun pedoman bagi para
pembaca, menambah wawasan serta pengalaman,

Kami mengakui bahwasanya masih banyak kekurangan di dalam makalah ini. Oleh sebab
itu, dengan penuh kerendahan hati kami berharap kepada para pembaca untuk memberikan kritik
dan saran agar kami dapat memperbaiki makalah ini. Terima Kasih.

Kupang, 13 November 2020

penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………….......1

DAFTAR ISI……………………………………………………………………….2

BAB I : PENDAHULUAN………………………………………………………...3

LATAR BELAKANG……………………………………………………………...3

RUMUSAN MASALAH………………………………………………………..…3

TUJUAN…………………………………………………………………………..3

BAB II : PEMBAHASAN………………………………………………………..4

BIOGRAFI JULIAN ROTTER…………………………………………………..4

TEORI JULIAN ROTTER……………………………..………………………...5

BIOGRAFI WALTER MISCHEL………………………………………………..10

LATAR BELAKANG TEORI SISTEM KEPRIBADIAN AFEKTIF


KOGNITIF……….......……………………………………………………..………………11

BAB II : PENUTUP………………………………………………………………15
KESIMPULAN…………………………………………………………………...15
SARAN…………………………………………………………………………...15
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………….16

2
BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Teori Kognitif Sosial (Social Cognitive Theory) merupakan penamaan baru dari Teori Belajar
Sosial (Social Learning Theory) yang dikembangkan oleh Albert Bandura. Dalam kesempatan
kali ini, kami akan membahas tentang teori belajar kognitif sosial yang dikemukakan oleh dua
tokoh yaitu Julian Rotter dan Walter Mischel. Teori kognitif sosial dari Julian Rotter dan Walter
Mischel, masing-masing berlandaskan asumsi bahwa faktor kognitif membantu membentuk
bagaimana manusia akan bereaksi terhadap dorongan daril ingkungannya.

Rotter bearargumen bahwa perilaku manusia paling dapat diprediksikan melalui pemahaman dari
interaksi antara manusia dengan lingkungan yang berarti untuk mereka. Rotter yakin bahwa tidak
ada satu pun individu ataupun lingkungan itu sendiri yang sepenuhnya bertanggungjawab atas
perilaku. Malah, ia berargumen bahwa kognisi manusia, sejarah masalalu, dan ekspektasi dari
masa depan adalah kunci utama untuk meprediksikan perilaku.

Teori kognitif sosial Mischel mempunyai banyak kesaman dengan teori kognitif Bandura dan
teori belajar Rotter. Mischel yakin bahwa factor kognitif, seperti ekspektasi, persepsi, subektif,
tjuan dan standar personal mempunyai peranan yang penting dalam pembantukan kepribadian.

B. RUMUSAN MASALAH

Biografi dan Teori belajar kognitif sosial dari Julian Rotter dan Walter Mischel

C. TUJUAN

Tujuan makalah ini disusun adalah untuk menyajikan informasi mengenai teori belajar kognitif
sosial selain Bandura yaitu Julian Rotter dan Walter Mischel. Tujuan selanjutnya ialah
memenuhi tugas mata kuliah psikologi dasar kepribadian.

3
BAB II
PEMBAHASAN
A. BIOGRAFI JULIAN ROTTER

Julian B. Rotter adalah tokoh teori belajar kognitif sosial. Ia dilahirkan di Brooklyn pada 22
Oktober 1916. Ia adalah anak ketiga dari pasangan suami istri yang beragama Yahudi. Semasa
kecilnya Rotter menggambarkan dirinya sebagai anak yang sangat kompetitif dan berjuang untuk
mecapai apa yang diinginkan. Ketertarikannya pada Psikologi bermula pada keadaan depresi
besar yang terjadi di Amerika Serikat yang menyebabkan keluarganya harus menelan kepahitan
hidup sebagai seorang pengangguran.

Saat memasuki perkuliahan ia mengambil jurusan kimia, menurutnya jurusan Kimia memberikan
pekerjaan yang menjanjikan pada saat itu. Namun ketertarikannya pada psikologi juga tidak
berkurang terlebih saat ia menghadiri kuliah umum yang dibawakan oleh Adler. Karena
memiliki nilai kredit yang lebih tinggi di bidang psikologi daripada Kimia, setelah lulus dari
Brooklyn College pada tahun 1937 ia mengambil graduate work dalam psikologi di University of
Iowa dan Indiana University dan menerima gelar Ph.D-nya dari Indiana University pada tahun
1941.

Rotter juga pernah menjabat sebagai ketua Eastern Psychological Association pada Divisi Social
and Personality Psychology dan Clinical Psychology dari American Psychology Association
(APA). Pada tahun 1988, ia menerima penghargaan APA Distinguished Contribution Award dan
tahun berikutnya mendapat penghargaan Distinguished Contribution to Clinical Training Award
dari Council of University Directors of Clinical Psychology.

4
B. TEORI BELAJAR SOSIAL ROTTER

Teori belajar sosial berdasarkan lima hipotesis dasar, yaitu:

1. Teori belajar sosial berasumsi bahwa manusia berinteraksi dengan lingkungan yang
berarti untuknya. Reaksi manusia terhadap stimulasi lingkungan bergantung pada arti
atau kepentingan yang mereka kaitkan dengan suatu kejadian. Penguatan tidak tergantung
pada stimulus eksternal, tetapi pada arti yang diberikan oleh kapasitas kognitif dari
manusia. Demikian pula, karakteristik personal seperti kebutuhan atau sifat, apabila
hanya berdiri sendiri, tidak dapat menyebabkan suatu perilaku. Malah, Rotter yakin
bahwa perilaku manusia berasal dari interaksi antara lingkungan dengan faktor personal.
2. Bahwa kepribadian manusia bersifat dipelajari. Dengan demikian, kepribadian tidak
diatur atau ditentukan berdasarkan suatu usia perkembangan tertentu, melainkan dapat
diubah atau dimodifikasi selama manusia mampu untuk belajar. Walaupun akumulasi
dari pengalaman terdahulu memberikan kepribadian kita suatu stabilitas, kita akan selalu
responsif terhadap perubahan melalui pengalaman baru. Kita belajar dari pengalaman
masa lalu, tetapi pengalaman tersebut tidak sepenuhnya konstan, yang diwarnai oleh
perubahan yang masuk sehingga mempengaruhi persepsi saat ini.
3. Teori belajar sosial adalah bahwa kepribadian mempunyai kesatuan mendasar, yang
berarti kepribadian manusia mempunyaistabilan yang relatif. Manusia belajar untuk
mengevaluasi pengalaman baru atas dasar penguatan terdahulu. Evaluasi yang relatif
konsisten ini akan membawa pada stabilitas yang lebih besar dan kesatuan dari
kepribadian.
4. Bahwa motivasi terarah berdasarkan tujuan. Rotter menolak pandangan bahwa manusia
pada dasarnya termotivasi untuk menurunkan kategangan atau mencari kesenangan, ia
bersikeras bahwa perilaku mereka akan mengembangkan mereka ke arah suatu tujuan.
Sebagai contoh, kebanyakan mahasiswa mempunyai tijuan untuk lulus serta sanggup
untuk bertahan melewati stres, ketegangan dan kerja keras untuk mencapai tujuan
tersebut. Daripada menurunkan ketegangan, prospek atas adanya beberapa tahun yang
sulit menjalani kuliah menjanjikan bahwa ketegangan akan meningkat. Dalam kondisi
ketika hal-hal lainnya sama, manusia paling merasa diberikan penguatan oleh perilaku
yang menggerakkan mereka ke arah suatu tujuan yang telah mereka antisipasi.
Pernyataan ini merujuk pada hukum efek empiris, yang “mendefinisikan penguatan
sebagai tindakan, kondisi atau kejadian apa pun yang mempengaruhi pergerakan manusia
menuju sauatu tujuan.”
5. Bahwa manusia mampu untuk mengantisipasi kejadian. Di samping itu,
mereka  menggunakan persepsi atas dasar pergerakan ke arah yang diantisipasi sebagai
kriteria untuk mengevaluasi penguatan.

5
Memulai  dengan lima asumsi umum ini, Rotter kemudian membangun teori kepribadian yang
berusaha memprediksikan perilaku manusia.

Perhatian Rotter adalah prediksi perilaku manusia. Variabel-variabel ini adalah potensi perilaku,
ekspektasi, nilai penguatan dan situasi psikologis

POTENSI PERILAKU

      Apabila diperhitungkan secara luas, potensi perilaku adalah kemungkinan bahwa suatu
respons tertentu akan terjadi pada suatu waktu dan tempat. Beberapa potensi perilaku dengan
berbagai kekuatan berada dalam situasi psikologis apa pun. Sebagai contoh, saat Noto berjalan
menuju sebuah restoran, ia mempunyai beberapa potensi perilaku. Ia mungkin akan berjalan
melewatinya tanpa memperhatikan restoran tersebut, secara aktif tidak menghiraukannya,
berhenti di restoran tersebut untuk makan, berfikir untuk berhenti di restoran tersebut untuk
makan, tetapi kemudian terus berjalan, memperhatikan bangunan dan isinya dengan suatu
perhitungan untuk membelinya, atau berhenti, masuk ke dalam dan merampok kasirnya. Bagi
Noto dalam situasi ini, potensi dari beberapa perilaku ini mungkin mendekati nol, beberapa
menjadi sangat memungkinkan dan yang lainnya akan berada diantara kedua titik ekstrem.

Potensi perilaku dalam situasi apa pun adalah suatu fungsi dari ekspektasi dan nilai penguatan.
Sebagai contoh, apabila seseorang berharap untuk mengetahui kemungkinan bahwa Noto akan
merampok kasir daripada membeli restoran atau berhenti untuk makan, kita dapat
mengasumsikan bahwa ekspektasi bersifat konstan dan nilai penguatan berv bariasi. Apabila
salah satu dari potensi perilaku ini membawa 70% ekspektasi untuk diberikan penguatan, maka
seseorang dapat membuat prediksi mengenai kemungkinan relatif dari kejadian yang didasari
hanya dari nilai penguatan masing-masing perilaku. Apabila menodong kasir membawa
penguatan positif lebih besar daripada memesan makanan atau membeli restoran tersebut, maka
perilaku tersebut memiliki potensi untuk terjadi paling besar.

EKSPEKTASI

        Ekspektasi merujuk pada ekspektasi seseorang bahwa suatu penguatan spesifik atau
seperangkat penguatan akan terjadi dalam suatu situasi. Probabilitas tidak ditentukan oleh sejarah
individu dengan penguatan, seperti yang diajukan oleh Skinner, tetapi ditentukan secara
subyektif oleh maing-masing orang. Sejarah, tentu saja, adalah suatu faktor yang berkontribusi,
tetapi begitu pula dengan pikiran tidak realistis, ekspektasi yang berdasarkan kurangnya
informasi dan fantasi, selama orang tersebut benar-benar menyakini bahwa penguatan atau
sepakat penguatan yang diberikan akan mengikuti suatu respons tertentu.

Ekspektasi dapat bersifat umum ataupun spesifik. Ekspektasi umum dipelajari melalui
pengalaman terdahulu dari suatu respons tertentu atau respons yang mirip dan didasari oleh
keyakinan bahwa suatu perilaku tertentu akan diikuti oleh penguatan positif. Sebagai contoh,
mahasiswa yang sebelumnya bekerja keras, telah mendapatkan penguatan dari nilai yang tinggi
dan akan mempunyai ekspektasi umum mengenai penghargaan di masa depan dan bekerja keras
dalam berbagai situasi akademis.
6
NILAI PENGUATAN

     Nilai penguatan yaitu kecenderungan pilihan yang dijatuhkan seseorang pada suatu penguatan
tertentu saat probabilitas terjadinya penguatan yang berbeda-beda setara. Manusia berorientasi
pada tujuan, mereka mengantisipasi untuk dapat meraih suatu tujuan apabila bertindak dalam
suatu bentuk. Dengan asumsi bahwa semua hal lain setara, tujuan dengan nilai penguatan yang
paling tinggi akan menjadi yang paling diinginkan. Akan tetapi, keinginan sendiri tidak cukup
untuk memprediksikan perilaku. Potensi dari perilaku tertentu adalah sebuah fungsi dari
ekspektasi dan nilai penguatan dan juga situasi psikologis.

SITUASI PSIKOLOGIS

Situasi psikologis didefinisikan sebagai bagian dari dunia internal yang direspons oleh
manusia. Situasi psikologis tidak sama dengan stimulus eksternal walaupun peristiwa fisik
biasanya penting bagi situasi psikologis. Perilaku bukanlah hasil dari  kejadian di dalam
lingkungan ataupun sifat pribadi, melainkan berasal dari interaksi antara manusia dengan
lingkungan yang berarti untuknya. Apabila stimulus fisik sendiri menentukan perilaku, maka dua
individu akan beraksi dalam cara yang sama terhadap stimulasi yang identik.

Apabila sifat pribadi adalah satu-satunya yang bertanggung jawab atas perilaku, maka seseorang
akan selalu berinteraksi dalam bentuk yang konsisten dan berkarakteristik walaupun dalam
peristiwa yang berbeda. Oleh karena itu tidak satu pun dari kedua kondisi ini valid, sesuatu
selain lingkungan dan sifat pribadi harus menjadi yang membentuk perilaku. Teori belajar sosial
Rotter memberikan hipotesis bahwa interaksi antara manusia dan lingkungan adalah faktor
penting dalam membentuk perilaku.

Situasi psikologis adalah “kumpulan yang kompleks dari tanda-tanda yang saling berinterksi,
yang beroperasi pada seseorang dalam bentuk periode waktu spesifik.” Manusia tidak
berperilaku di dalam suatu ruang vakum, tetapi bereaksi terhadap tanda-tanda lingkungan yang
mereka persepsikan. Tanda-tanda ini mungkin berfungsi untuk menentukan suatu ekspektasi
tertentu tentang rangkaian perilaku-penguatan dan juga untuk rangkaian penguatan-peguatan.
Periode waktu untuk tanda-tanda tersebut dapat bervariasi dari sebentar hingga cukup lama;
sehingga situasi psikologi tidak dibatasi oleh waktu.

7
MEMPREDIKSI PERILAKU UMUM

1. EKSPEKTASI UMUM

Pengalaman dimasa lalu yang mendapatkan penguatan positif akan cenderung untuk
dimunculkan kembali dan adanya generalisasi terhadap respons suatu stimulus yang mendekati
kemiripan dengan stimulus pada masa lalu

2. Kebutuhan

Perilaku atau seperangkat perilaku yang dilihat orang dapat menggerakkan seseorang ke arah
suatu tujuan. Ketegori kebutuhan yaitu Pengakuan-Status, Proteksi-Dependensi, Dominasi,
Independensi, Cinta dan afeksi, dan Kenyamanan fisik

KATEGORI KEBUTUHAN MENURUT ROTTER

Rotter mengajukan enam kategori kehidupan, antara lain :

1. Pengakuan-status

Kebutuhan untuk dianggap kompeten atau baik dalam aktivitas profesional, sosial pekerjaan,
atau permainan; kebutuhan untuk memperoleh posisi sosial atau kerja – yakni lebih terlatih atau
lebih baik daripada yang lainnya (kebutuhan untuk sukses, terlihat kompeten dan memiliki
kedudukan sosial yang positif)

2. Dominasi

Kebutuhan untuk mengarahkan atau mengontrol tindakan-tindakan orang lain, termasuk anggota-
anggota keluarga dan teman, kebutuhan untuk melakukan tindakan yang dilakukan oleh orang
lain sebagaimana yang ia sarankan (kebutuhan untuk mengatur orang lain, memiliki kekuasaan
dan pengaruh)

3. Independensi

Kebutuhan untuk membuat keputusan sendiri dan bergantung pada diri sendiri, bersama-sama
dengan kebutuhan untuk mengembangkan skill untuk memperoleh kepuasan secara langsung,
tanpa mediasi dari orang lain (kebutuhan untuk membuat keputusan untuk dirinya sendiri)

4. Proteksi-dependensi

Kebutuhan untuk mendorong orang lain atau kelompok orang untuk mencegah frustrasi atau
hukuman, atau untuk memberikan kepuasan kebutuhan orang lain (kebutuhan untuk
mendapatkan perlindungan dari orang lain dan mendapatkan bantuan untuk mencapai tujuan)

8
5. Cinta dan afeksi

Kebutuhan untuk diterima dan disukai oleh individu-individu lain, yang bertentangan dengan
kebutuhan untuk pengakuan-status, bukan yang berhubungan dengan posisi sosial atau
profesional namun mencari rasa hormat dari orang lain (kebutuhan untuk disukai dan dijaga oleh
orang lain)

6. Kenyamanan fisik

Kebutuhan terpelajari terhadap kepuasan fisik yang berhubungan dengan pemerolehan keamanan
(kebutuhan untuk tidak merasakan sakit, mencari kesenangan, merasa aman secara fisik, dan
merasa nyaman secara psikologis)

PERILAKU MALADAPTIF

Perilaku bertahan apapun yang menggagalkan seseorang untuk menjadi lebih dekat dengan
tujuan yang diinginkan

Komponen Kebutuhan

Kebutuhan kompleks mempunyai tiga komponen penting, potensi kebutuhan; kebebasan


bergerak; nilai kebutuhan, yang hampir serupa dengan konsep yang lebih spesifik dari potensi
perilaku, ekspektasi, dan nilai penguatan.

1. Potensi kebutuhan (Need Potential-NP) merujuk pada kemungkinan terjadinya


seperangkat perilaku yang berhubungan secara fungsional, yang terarah untuk memenuhi
tujuan yang sama atau serupa. Potensi kebutuhan hampir serupa dengan konsep yang
lebih spesifik dari potensi perilaku. Perbedaan dari keduanya terdapat pada potensi
kebutuhan yang merujuk pada sekelompok perilaku yang berhubungan secara fungsional,
sementara potensi perilaku adalah kemungkinan suatu perilaku tertentu untuk terjadi
dalam suatu situasi, dalam hubungannya dengan suatu penguatan yang spesifik.
2. Kebebasan bergerak, perilaku ditentukan sebagian oleh ekspektasi kita; yaitu perkiraan
terbaik kita bahwa penguatan tertentu akan mengikuti suatu respons spesifik. Dalam
rumusan prediksi umum, kebebasan bergerak (freedom of movement—FM) hampir
serupa dengan ekspektasi. Kebebasan bergerak adalah ekspektasi keseluruhan
untuk  diberikan penguatan yang dimiliki seseorang untuk dapat melakukan perilaku
yang diarahkan untuk memuaskan beberapa kebutuhan umum. Rata-rata tingkatkan dari
ekspektasi bahwa perilaku-perilaku tersebut akan mengarah pada kepuasan yang
diinginkan, adalah ukuran dari kebebasannya untuk bergerak di area dominansi.
3. Nilai kebutuhan, nilai kebutuhan (Need values—NV) seseorang adalah sejauh mana ia
memilih seperangkat penguatan daripada yang lainnya. Rotter, Chance, dan Phres (1972)
mendefinisikan nilai kebutuhan sebagai “rata-rata nilai preferensi dari seperangkat

9
penguatan yang berhubungan secara fungsional”. Dalam rumusan prediksi umum, nilai
kebutuhan hampir serupa dengan nilai penguatan.

C. BIOGRAFI WALTER MISCHEL

Lahir di Wina, Austria pada 22 Februari 1930. Bersama kakaknya Teodore awalnya jadi filsuf
tumbuh di lingkungan kondusif tak jauh dari rumah Freud. Masa indahnya terenggut ketika Nazi
menginvansi Austria pada 1938. Kemudian Mischel dan kelurganya pindah ke USA sampai
akhirnya menetap di Broklyn sampai masa SD dan SMP-nya.

Sebelum sempat kuliah, ayahnya sakit dan Walter terpaksa bekrja serabutan sampai akhirnya dia
berhasil kuliah di New York University. Dia sangat tertarik pada seni lukis juga patung dan
berbagi hidup menjadi seniman, juga mahasiswa psikologi di Greenwich Village.
Saat perkuliahan ia muak dengan dosen yang selalu mengajarkan teori psikologi melalui
eksperimen tikus yang menurutnya jauh dari manusia. Setelah lulus dia melanjutkan program
MA psikologi klinis City College of New York.

Sembari mengerjakan tesisnya, dia bekerja sosial di kawasan kumuh Lower East Side, sebuah
pekerjaan yang membuatnya ragu dengan manfaat psikoanalitik. Perkembangan psikologi sosial
kognitifnya memuncak saat mengambil studi doktoral di Ohio State University pada 1953-1956.
Kala itu di kampusnya terbagi menjadi dua kubu, kubu Julian Rotter dan kubu George Kelly. Dia
lebih memilih tidak memihak manapun. Namun belajar dari keduanya. Rotter mengajarkan
pentingnya riset sedangkan Kelly mengajarinya eksperimen manusia haruslah memperhatikan
aspek kognitif dan perasaan.

Selanjutnya Mischel mengajar 2 tahun di Colorado University. Lalu bergabung dengan


Departemen Hubungan Sosial di Havard dan akhirnya menetap di Columbia University. Di
Havard ia bertemu Harriet Nerlove dan menikahinya.
Karya pertamanya adalah Personality and Assesment (1968). Dia menerangkan bahwa pada
kondisi yang tepat orang sanggup memprediksi perilaku mereka tanpa harus menjalani tes. Sifat
adalah alat prediksi perilaku yang sangat lemah karena situasilah yang mempengaruhi perilaku.
Karya terbaiknya adalah Introduction to Personality (1971) dan sudah direvisi ke-7 pada 2004.

10
D. LATAR BELAKANG TEORI SISTEM KEPRIBADIAN AFEKTIF KOGNITIF

Esyenk, dan Allport yakin jika perilaku adalah produk sifat kepribadian yang relatif stabil.
Namun Mischel merasa keberatan dengan asumsi ini. Risetnya malah membutnya percaya bahwa
perilaku merupakan fungsi dan situasi. 

 Paradoks Konsistensi
Mischel melihat bahwa semua orang baik psikolog atau orang awam yakin secara intutif bahwa
perilaku manusia relatif konsisten (Paradoks Konsistensi), padahal bukti empiris menunjukkan
keberagaman situasi. Banyak orang dan psikolog mendeskripsikan kejujuran, loyalitas agresifitas
dan sifat-sifat lainnya adalah penentu perilaku. Mischel tidak sependapat dalam hal ini. Beberapa
riset malah gagal mendukung paradoks konsistensi. Perilaku itu bergantung pada situasi, ada
kalanya siswa yang jujur malah menyontek saat ujian, padahal dia tidak pernah mencuri atau
suka berbohong.

 Interaksi antara Situasi dan Kepribadian


Seiring berjalannya waktu, Mischel (1973, 2004) melihat bahwa manusia bukan wadah kosong
tanpa sifat-sifat kepribadian. Dia mulai mengakui sebagian besar orang memiliki konsistensi
tertentu dalam perilaku mereka, meski dia terus menekanakan bahwa situasi memiliki efek yang
sangat penting pada perilaku. Perilaku disebabakan oleh sifat-sifat personal secara global saja,
namun oleh persepsi orang terhadap dirinya pada situasi tertentu. Misalnya seorang lelaki yang
biasanya malu di depan para gadis, dapat bersikap terbuka dan terang-terangan bila di antara
laki-laki atau perempuan yang lebih tua. Jadi sebenarnya ekstrovert atau intrivert ?. Menurut
Mischel kedua disposisi itu adalah miliknya tergantung kondisi dan situasinya.
Pandangan kondisional ini yakin bahwa perilaku dibentuk oleh disposisi pribadi dan proses
kognitif-afektif tertentu. Jika teori sifat yakin disposisi global adalah penentu utama perilaku,
maka Mischel yakin kepercayaan, nilai, tujuan, kognisi dan perasaan seseorang berinteraksi
disposisi-disposisi itulah penentu utama perilaku.

11
SISTEM KEPRIBADIAN AFEKTIF KOGNITIF
Mischel dan Shoda yakin kalau sistem kepribadian afektif-kognitif yang disebut juga sistem
pemroresan afektif-kognitif adalah penyebab keberagaman perilaku seseorang dalam situasi yang
berbeda, keragaman perilaku seseorang dalam situasi yang berbeda walaupun sifatnya relatif
stabil untuk waktu cukup lama. Variasi perilaku dapat dikonsepsikan sebagai : Jika A maka X
namun jika B maka Y. Contohnya jika sesorang pria merasa tertekan isterinya, maka dia akan
beraksi dengan agresi, Namun ketika variebel jika berubah, variabel maka juga berubah. Jika
sang suami ditekan sang bos maka reaksinya adalah kepatuhan. Perilaku suami ini dengan
stimulus sama (ditekan)  menghasilkan respon yang berbeda.

Prediksi Perilaku
Prediksi perilaku dinyatakan sebagai berikut. Jika kepribadian merupakan sistem stabil yang
terus memproses informasi situasi eksternal dan internal, maka ketika individu mengahadapi
situasi berbeda, perilaku mereka bisa tetap atau berubah. Konsep ini menyatakan bahwa prediksi
perilaku bersandar sepenuhnya kepada pengetahuan tentang bagaimana dan kapan beragam unit
kognitif dan afektif diaktifkan. Unit afektif dan kognitif ini meliputi pengkodean, ekspektansi,
keyakinan, kompetensi, rencana dan strategi pengaturan diri, konsekunesi dan tujuan.

Variabel-Variabel Situasi
Mischel yakin bahwa pengaruh relatif variabel-variabel situasi dan sifat pribadi dapat ditemukan
dengan mengamati keseragaman dan keragaman respon seseorang pada situasi tertentu. Ketika
pribadi yang berbeda bersikap dengan cara yang mirip, misalkan saat melihat film yang
emosional, maka variabel situasi akan jauh lebih kuat dibandingkan dengan karakteristik pribadi.
Di sisi lain kejadian yang sama menghasilkan respon yang berbeda, misalnya beberapa pekerja
bisa saja mengundurkan diri, namun perbedaan individual akan mengarah kepada perilaku yang
beragam tergantung kebutuhan akan pekerjaan. Orang akan membentuk perilakunya sesuai
situasi, contohnya menunggu antrian di dokter yang membosankan akan ‘diakal-akali’ (kognitif)
dengan mendengar musik atau main game agar lebih menyenangkan (afektif).

12
Unit-Unit Afektif dan Kognitif
Tahun 1973 Mischel menemukan variebel kepribadian yang relatif stabil, tumpang tindih dan
berinteraksi dengan situasi yang menentukan perilaku. Kelima variabel itu adalah strategi
pengkodean, kompetensi dan starategi pengaturan diri, ekspektansi dan keyakinan, tujuan dan
nilai, dan respon-respon afektif.

1. Strategi Pengkodean
Yaitu cara manusia mengkategorikan informasi yang diterimanya dari stimuli eksternal. Manusia
menggunakan proses kognitif unutk mengubah stimuli menjadi konstruk kepribadian mereka;
yaitu cara mereka memandang diri, orang lain dan dunia.
Contoh: seseorang mungkin bereaksi dengan amarah saat dihina, sementara orang lain malah
mengabaikannya.

2. Beberapa kompetensi dan Strategi Pengaturan Diri


Keyakinan terhadap apa yang bisa dilakukan berkaitan erat dengan kompetensi (Mischel, 1990),
mengacu pada susunan luas informasi yang diperoleh manusia. Mischel setuju dengan Bandura
bahwa manusia tidak bisa memahami semua stimuli hanya dapat mengkontruksi secara selektif
atau membangkitkan versi kita mengetahui mengenai dunia nyata.
Contoh: Seseorang mahasiswa yang berbakat mungkin percaya dia memiliki kompetensi bisa
lulus, namun tak pernah tahu apa macam dan isi soalnya persis.
Bandura dan Mischel yakin manusia menggunakan self regulatory strategies unutk mengontrol
perilaku melalui tujuan yang ditetapkannya sendiri (Self imposed goals) dan konsekunsi yang
dibuatnya sendiri (self produce consecunces). Manusia tak perlu penghargaan eksternal atau
hukuman untuk membentuk perilaku, mereka menentukan sendiri tujuan hidupnya dan
menghargai usahanya sendiri atau mengkritik tindakannya sendiri (Fiest, Jess, & Fiest Gregory,
2008 terj.)

3. Ekspektansi dan Keyakinan


Pengetahuan mengenai prediksi kekuatan yang dimiliki terhadap keyakinan akan hasil dan
situasi tertentu adalah prediktor perilaku yang lebih baik dari pada pengetahuan tentang
kemampuan bertindak (Mischel, 2002).
Dari pengalamannya, manusia belajar mewujudkan perilaku tertentu yang mereka harapkan.
Ketika tidak tahu apa yang harus dilakukan manusia akan cenderung melakukan sesuatu sesuai
dengan pengaharapan pada pengalamannya di masa lalu.
Contohnya ketika mahasiswa yang tidak pernah mengikuti tes pasca sarjana pasti pernah
mempersiapkan diri untuk tes yang lain; dia berharap bentuk teknik belajar yang sama berhasil
saat ujian pasca sarjana yang belum berpengalaman.  Mischel menyebutnya dengan behaviour
outcome expectancy.
Manusia juga sering menggunakan kerangka “jika”…. “Maka”. Jika saya mendekatinya dengan
cara yang sebelumnya saya lakukan kepada orang lain, maka saya dengan cara itu berharap dia
akan mau.

13
Mischel juga mengidentifikasikan jenis kedua ekspektansi, ekspekatansi terhadap hasil stimulus
(Stmimulus-outcome expectancy), yang mengacu pada banyaknya kondisi stimulus yang
mempengaruhi konsekuensi. Ekspektansi ini membantu memprediksi kejadian yang paling
mungkin muncul apda situasi tertentu.
Contohnya seorang anak yang sudah dikondisikan mengaitkan rasa sakit dengan perawat di
rumah sakit akan mulai menangis dan ketakutan saat melihat perawat mamandangnya.

4. Tujuan dan Nilai


Manusia bereaksi aktif terhadap situasi. Mereka menentukan tujuan, rencana untuk mencapainya.
Contohnya dua oarang mahasiswa mungkin memiliki prestasi akademik yang sama, dan
ekpektansi terhadap lulus kuliah sama besar, namun nilai yang dipegang berbeda, mahasiswa
satu mangartikan berhasil dengan nilai masksimal, sedangkan mahasiswa yang lain mengartikan
berhasil dengan mendapatkan pekerjaan setelah lulus.
Nilai, tujuan, minat, dan kompetensi adalah unit afektif kognitif yang paling stabil. Penyabab
konsistennya adalah kadar kemunculan emosi. Contohnya seseorang bisa menempatkan nilai
negatif pada makanan tertentu karena makanan itu berkaitan dengan rasa mual yang pernah
dirasakannya dulu. Nilai patriotik yang tertanampun sama.

5. Respon-Respon Afektif
Respon afektif mencakup perasaan dan rekasi fisiologis lainnya.  Konsep kognitif tidak terpisah
dari afektif, contohnya saat pengkodean orang akan menggunakan sisi kognitif dan afektif secara
bersamaan. Contohnya “saya memandang saya sebagai orang yang baik dan saya bangga dengan
itu”. Dengan cara yang sama kompetensi dan strategi untuk mengatasi masalah, keyakinan dan
ekpektansi tujuan dan nilai seseorang semuanya diwarnai respon afektif (Mischel & Shoda, 1995
dalam Theories of Personality).

E.

14
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN
Teori belajar social Rotter berlandaskan lima hipotesis dasar. Pertama, teori belajar sosial
berasumsi bahwa manusia berinteraksi dengan lingkungan yang berarti untuknya. Asumsi kedua
adalah bahwa kepribadian manusia bersifat dipelajari. Asumsi ketiga adalah kepribadian
mempunyai kesatuan yang mendasar yang berarti kepribadian manusia memiliki stabilitas yang
relatif. Hipotesis keempat adalah motivasi yang terarah berdasarkan tujuan. Dan asumsi yang
kelima adalah bahwa manusia mampu untuk mengantisipasi kejadian. Memulai dengan lima
asumsi umum ini, Rotter kemudian membangun teorikepribadian yang berusaha memprediksikan
perilaku manusia.

Rotter dan Mischel juga melihat manusia sebagai makhluk hidup yang terarah pada tujuan-tujuan
yang tidak hanya sekedar bereaksi terhadap lingkungannya, namun berinteraksi dengan
lingkungan yang bermakna secara psikologis. Manusia menempatkan nilai positif terhadap
kejadian yang mereka persepsikan menggerakkan mereka lebih dekat dengan tujuan mereka, dan
mereka menempatkan nilai negatif pada kejadian yang menghambat mereka mencapai tujuan.

Teori belajar kognitif sosial berpandangan bahwa manusia bergerak kearah tujuan yang telah
mereka tegakkan untuk mereka sendiri. Akan tetapi, tujuan ini berubah saat ekpektasi atas
pengutanan dan preferensi mereka atas satu penguatan dibanding yang lain juga berubah. Oleh
karena manusia terus menerus berada pada proses menetapkan tujuan.

Manusia memiliki sejarah individual dan pengalaman yang unik, yang memberikan mereka jalan
untuk menentukan tujuan-tujuan personalnya, tetapi juga memiliki kesamaan yang cukup di
antara manusia untuk memberikan jalan pada konstruksi rumusan matematis yang apabila
tersedia informasi yang cukup akan menunjukkan perilaku yang reliable dan akurat.

SARAN
Setelah membaca makalah ini kami mengharapkan agar para pembaca dapat memberikan saran
yang berarti mengenai isi dan cara menyusun makalah yang baik dan benar kepada kami, agar
pada tugas-tugas makalah selanjutnya kami bisa lebih baik lagi, terima kasih.

15
DAFTAR PUSTAKA
https://www.kompasiana.com/cacha/54f7182aa33311ab1d8b4836/mengenal-teori-rotter-dan-
mischel#:~:text=Teori%20kognitif%20sosial%20dari%20Julian,bereaksi%20terhadap%20dorongan
%20daril%20ingkungannya.&text=Pertama%2C%20teori%20belajar%20sosial%20berasumsi,dengan
%20lingkungan%20yang%20berarti%20untuknya.

https://immrestorasi.wordpress.com/2018/08/14/julian-rotter/

http://patuanandjanurwenda.blogspot.com/2011/06/teori-belajar-sosial-rotter-mischel.html?m=1

16
17

Anda mungkin juga menyukai