Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN KASUS

GALACTOCELE
BAB I
LAPORAN KASUS

1.1. IDENTITAS PASIEN


Nama : Ny. D
Usia : 22 tahun
Status : Sudah menikah
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Pemali
Tanggal masuk : 23 Oktober 2017
Tanggal keluar : 24 Oktober 2017

1.2. ANAMNESA
Anamnesa dilakukan secara auto-anamnesa
 Keluhan Utama
Terdapat benjolan pada payudara kiri sejak 4 bulan yang lalu.
 Keluhan Tambahan
Nyeri pada benjolan yang menjalar hingga punggung.
 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan adanya benjolan pada payudara kiri
sejak 4 bulan yang lalu. Benjolan berukuran sebesar telur puyuh dan terasa
nyeri terutama saat pasien menyusui. Benjolan tidak bertambah besar atau
nyeri selama siklus menstruasi (tidak dipengaruhi oleh siklus menstruasi).
Pasien menyangkal adanya luka, perubahan pada kulit payudara, dan sekret
dari puting susu. Pasien sedang menyusui anak keduanya yang berusia 14
bulan, namun mulai mengurangi frekuensi menyusui. Satu bulan kemudian,
payudara kiri pasien bengkak dan nyeri bertambah, pasien kemudian
berobat ke dokter spesialis bedah dan mendapatkan Cefixime dan Asam
Mefenamat. Dengan pengobatan tersebut bengkak dan nyeri berkurang,
namun benjolan menetap.
Sejak 1 bulan yang lalu, benjolan justru dirasakan semakin besar
hingga seukuran telur ayam. Nyeri pada benjolan juga dirasakan semakin
bertambah dan menjalar ke punggung. Pasien berobat ke dokter spesialis
kandungan dan mendapatkan Cripsa serta dianjurkan untuk berhenti
menyusui, namun keluhan tidak berkurang. Pasien kembali berobat ke
dokter spesialis bedah dan disarankan untuk menjalani operasi
pengangkatan benjolan.
 Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat hipertensi disangkal
 Riwayat diabetes mellitus disangkal
 Riwayat tuberculosis disangkal
 Riwayat alergi disangkal
 Riwayat trauma disangkal
 Riwayat keluhan serupa sebelumnya disangkal
 Riwayat operasi SC pada tahun 2016 atas indikasi lilitan tali pusat.
 Riwayat Haid
 Menarche : saat usia 13 tahun
 Siklus menstruasi : teratur, panjang siklus 28 – 30 hari,
lama haid 5 – 7 hari, jumlah ± 2
pembalut/hari, dysmenorrhea (-).
 Riwayat Obstetrik
No Tahun Usia Riwayat Berat Riwayat
Kehamilan Persalinan Badan Laktasi
Lahir
1. 2013 9 bulan Persalinan 3000 (+),
spontan gram hingga
pervaginam usia 18
bulan
2. 2016 9 bulan SC 3100 (+)
gram

 Riwayat Kontrasepsi
 Pasien pernah mengonsumsi pil KB selama 1 bulan.

 Riwayat Perkawinan
 Pasien sudah menikah sebanyak 1 kali dan pernikahan dengan suami
telah berjalan 5 tahun.
 Riwayat Keluarga
 Riwayat hipertensi disangkal.
 Riwayat diabetes mellitus disangkal.
 Riwayat tumor/keganasan payudara disangkal.
 Riwayat tumor/keganasan ovarium disangkal.
 Riwayat keluhan serupa pada keluarga disangkal

1.3. PEMERIKSAAN FISIK


 Keadaan umum : tampak sakit sedang
 Kesadaran : compos mentis
 Tanda - tanda vital
 Tekanan darah : 110/70 mmHg
 Laju nadi : 84 kali/menit
 Laju napas : 20 kali/menit
 Suhu : 36.4 0C
 Kepala
 Kalvarium : normocephali, deformitas (-)
 Wajah : tampak simetris
 Mata : konjungtiva anemis -/- , sklera ikterik -/-
 Mulut : sianosis (-), mukosa oral basah
 Thoraks
 Cor : Bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-)
 Pulmo : Bunyi napas vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing -/-
 Axilla : Pembesaran KGB (-)
 Abdomen
 Inspeksi : tampak cembung, scar post SC (+)
 Auskultasi : bising usus (+) 7 kali/menit
 Palpasi : supel, nyeri tekan (-)
 Perkusi : timpani di seluruh regio abdomen
 Ekstremitas
 Akral dingin, CRT < 2 detik, edema -/-/-/-
 Status Lokalis : Mammae
 Inspeksi : Simetris, massa (-), p’eau d’orange (-),
satellite nodule (-), pelebaran vena (-), tanda-tanda
infeksi (-), dimpling (-), sekret puting susu (-)

 Palpasi : Massa a/r mammae sinistra kuadran kranio medial di


posisi jam 10-11, 2 cm dari papilla mammae, ukuran
diameter ± 6 cm, batas tegas, permukaan tidak rata,
konsistensi keras, nyeri (+), mobilitas (+) bebas dari
kulit dan dasar.

1.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Laboratorium tanggal 23 Oktober 2017
Jenis Hasil Nilai Rujukan
Pemeriksaan
Hematologi Rutin

Hemoglobin 13.7 Pria 13.2 – 17.3; Wanita 11.7 – 15.5 g/dl

Hematokrit 42 Pria 42 – 50; Wanita 36 – 45 %

Eritrosit 4.9 4.0 – 6.0 juta/ mm3


Leukosit 9.200 4.000 – 11.000 / mm3
Trombosit 308.000 150.000 – 450.000

MCV 86 79 – 98 fl
MCH 28 27 – 32 pg
MCHC 33 31 – 36 g/dl

Diff Count

Segmen 55 50 – 70 %

Lympho 38 20 – 40 %

Mono 7 2–8%

Kimia Klinik

Glukosa Sewaktu 76 60 – 200 mg/dl

Ureum 17 17 – 43 mg/dl
Kreatinin 0.6 Pria 0.9 – 1.3 mg/dl; Wanita 0.6 – 1.1 mg/dl

HbsAg Negatif Negatif

1.5. RESUME
P2A0, usia 22 tahun, datang dengan keluhan benjolan pada payudara kiri
sejak ± 4 bulan yang lalu, seukuran telur puyuh, terasa nyeri terutama saat
menyusui, dan tidak dipengaruhi siklus menstruasi. Pasien masih menyusui dan
sedang mengurangi frekuensi menyusui. Satu bulan yang lalu benjolan
membesar menjadi seukuran telur ayam dan nyeri menjalar ke punggung.
Riwayat pengobatan: Cefixime, Asam Mefenamat, dan Cripsa.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda vital dalam batas normal,
terdapat massa a/r mammae sinistra kuadran kranio medial di posisi jam 10-11,
2 cm dari papilla mammae, ukuran diameter ± 6 cm, batas tegas, permukaan
tidak rata, konsistensi keras, nyeri (+), mobilitas (+) bebas dari kulit dan dasar.
Pemeriksaan laboratorium pada tanggal 23 Oktober 2017 dalam batas normal.

1.6. DIAGNOSA AWAL


Tumor mammae sinistra ec galactocele sinistra.

1.7. TATALAKSANA
 IVF Ringer Laktat 20 tpm
 Pro eksisi galactocele sinistra
- Rencana operasi pukul 22.00 WIB
- Cek Lab DR, Ureum, Creatinin, GDS, HBsAg
- Konsul spesialis anestesi
- Puasa 6 jam sebelum operasi
- Antibiotik profilaksis Ceftriaxone 1 gram IV
 Terapi post operasi:
- IVF Ringer Laktat 20 tpm
- Inj. Ceftriaxone 1 gram/ 12 jam
- Inj. Ketorolac 1 amp / 8 jam
- Diet nasi
1.8. LAPORAN OPERASI
Diagnosa awal : Galactocele sinistra
Diagnosa akhir : Galactocele sinistra
Tindakan : Eksisi galactocele
Laporan
•Posisi supine, teranestesi GA, draping medan operasi.
•Identifikasi massa, letak pada kuadran kranio medial.
•Lakukan insisi di atas massa sampai batas massa.
•Lakukan eksisi, massa diameter 4 cm, panjang 6 cm  PA
•Rawat perdarahan.
•Jahit luka operasi.
•Operasi selesai

1.9. DIAGNOSA AKHIR


Tumor Mammae sinistra ec galactocele sinistra.

1.10. FOLLOW UP tanggal 24 Oktober 2017 (H+1 op)


S Pusing, nyeri pada luka post op (+) minimal
• Tanda vital : dalam batas normal
O
• Status Lokalis : luka terbalut kassa, perdarahan (-)
A Post eksisi galactocele sinistra
• Rawat Jalan
• Pasien menolak pemeriksaan PA
• Obat pulang:
P
o Ciprofloxacin 2 x 500 mg PO
o Asam mefenamat 3 x 500 mg PO
• Kontrol tanggal 31 Oktober 2017

1.11. PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
BAB II
ANALISIS KASUS

Perbandingan Kasus Teori Komentar


Epidemiologi P2A0, usia 22 tahun Lesi jinak yang paling Faktor risiko yang
dan faktor - Mengurangi sering ditemukan ditemukan pada pasien
risiko frekuensi menyusui selama laktasi. adalah pasien sedang
Galactocele dapat mengurangi frekuensi
terjadi saat kehamilan, menyusui.
dan sesaat setelah
hingga 6 – 10 bulan
setelah berhenti
menyusui.
Faktor risiko mencakup
semua keadaan yang
menyebabkan milk-
stagnant seperti
mengurangi frekuensi
menyusui.

Gejala dan - Benjolan pada Galactocele merupakan Pada pasien ini, gejala
karakteristik payudara kiri di kista berisi air susu yang dan karakteristik massa
kuadran kranio berbentuk bulat, batas yang muncul sesuai
tegas, permukaan rata, dan
medial, posisi jam dengan galactocele.
mudah digerakkan. Kista
10-11, 2 cm dari Perbedaan hanya di
biasanya terletak di bagian
papila mamae, temukan pada lokasi lesi.
sentral payudara atau di
ukuran diameter ± 6
bawah papilla mammae.
cm, batas tegas, Kista menuimbulkan
Gejala bengkak yang
permukaan tidak benjolan yang nyeri dan terjadi mungkin
rata, konsistensi dapat pecah sehingga disebabkan oleh karena
keras, nyeri (+), terjadi ekstravasasi susu reaksi radang.
mobilitas(+) bebas ke stroma dan memicu
dari kulit dan dasar. reaksi peradangan lokal

- Nyeri pada benjolan serta dapat menyebabkan


terbentuknya fokus
terutama saat indurasi persisten.
menyusui, menjalar
ke punggung
- Bengkak pada
payudara kiri
Pemeriksaan - Pemeriksaan Pada galactocele, dapat Pasien menolak
penunjang laboratorium dalam dilakukan: pemeriksaan PA.
batas normal - USG mammae
- Tidak dilakukan - Mammografi
pemeriksaan - Aspirasi jarum halus
penunjang lainnya
Tatalaksana Eksisi galactocele Tatalaksana galactocele Pada pasien ini
sinistra dapat dilakukan dilakukan pembedahan
tindakan aspirasi jarum mengingat ukuran kista
dan pembedahan. yang besar, serta melalui
Pembedahan dilakukan proses pembedahan
pada kista yang tidak seluruh kista dapat
dapat aspirasi atau kista terangkat dan tidak
yang terinfeksi. tersisa.

Saat pembedahan
berlangsung, ditemukan
adanya sekret kental
seperti susu di dalam
kista yang memastikan
diagnosis galactocele.
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Anatomi Payudara


Kelenjar payudara berada di bawah jaringan subkutan dinding dada
anterior. Bagian sentral payudara yang paling menonjol dinamakan sebagai
papillae mamae yang dikelilingi oleh area yang berpigmentasi yang disebut
sebagai areola. Payudara terdiri dari 15 – 20 lobus yang setiap lobusnya
bermuara pada papillae mamae melalui duktus laktiferus. Di bawah areola
terdapat pelebaran duktus laktiferus yang dinamakan sebagai sinus laktiferus.
Dasar dari payudara yaitu secara vertikal dari iga ke 2 sampai iga ke 6 dan
secara transversal dari garis lateral sternum sampai ke garis midaxilaris.1,2

Gambar 1. Anatomi Payudara

Sebagian kecil dari kelenjar payudara meluas ke bagian tepi inferiolateral


dari otot pectoralis major melalui axilla yang disebut sebagai axillary tail. Dua
per tiga dari payudara berada pada fasia pectoralis bagian dalam yang melapisi
pectoralis major, sepertiga lainnya berada pada fasia yang melapisi otot serratus
anterior. Antara payudara dengan fasia pectoralis bagian dalam terdapat jaringan
ikat longgar yang dinamakan sebagai retromammary space. Kelenjar payudara
melekat erat pada bagian dermis dari kulit melalui ligaments of cooper. Ligamen
ini berkembang baik pada bagian superior dari kelenjar untuk menyokong lobus-
lobus payudara.1,2
Payudara diperdarahi oleh Arteri Thoracic Interna yang berasal dari Arteri
Subclavia, Arteri Thoracic Lateral dan Thoracoacromial yang merupakan
percabangan dari Arteri Axillaris, dan Arteri Intercostalis Posterior yang
merupakan percabangan dari Aorta Thoracic. Aliran darah pada vena bermuara
ke Vena Axillaris dan sebagian ke Vena Thoracic Interna.1,2
Muara aliran limfe berperan penting dalam penyebaran metastasis sel
kanker. Limfe yang melalui puting susu, areola, dan lobus dari kelenjar akan
menuju ke subareolar lymphatic plexus. Kemudian dari sana, lebih dari 75%
limfe dari kuadran lateral payudara akan bermuara ke limfe nodus axilaris dan
sisanya yang berasal dari kuadran medial payudara akan bermuara ke limfe
nodus parasternal.1,2
Persarafan pada payudara berasal dari percabangan dari Nervus
Intercostalis 4 sampai 6. Percabangan tersebut menjadi saraf sensoris pada kulit
payudara dan saraf simpatik untuk pembuluh darah di payudara dan otot polos
di bawah kulit dan puting susu.1,2

Gambar 2.A) Pembuluh darah payudara B) Kelenjar getah bening aksila dan
payudara

3.2. Fisiologi Laktasi


Setiap kelenjar susu terdiri dari 15 sampai 20 lobus yang dibatasi oleh
jaringan adiposa. Jumlah jaringan adiposa menentukan ukuran dan bentuk
payudara tapi tidak menentukan kemampuan seorang wanita untuk menyusui.
Setiap lobus terbagi menjadi lobulus-lobulus, yang mengandung alveoli yang
berfungsi dalam sekresi susu. Sekelompok alveoli akan mengeluarkan susu ke
serangkaian tubulus sekunder. Tubulus ini kemudian menyatu untuk membentuk
serangkaian duktus mammary, yang kemudian kembali menyatu secara
konvergen membentuk duktus laktiferus yang mengalir di ujung puting susu.
Lumen dari setiap duktus laktiferus akan mengembang tepat di bawah
permukaan puting susu membentuk ampula, dimana susu terakumulasi selama
menyusui.1,3

Gambar 3. Struktur Kelenjar Susu


Perubahan pada kelenjar susu selama kehamilan dan regulasi laktasi
merupakan contoh interaksi hormon dan regulasi neuroendokrin yang sangat
baik. Pertumbuhan dan perkembangan kelenjar susu selama kehamilan
melibatkan permissive effects dari hormon insulin, kortisol, dan tiroid. Dengan
adanya sejumlah hormon ini, kadar progesteron yang tinggi akan merangsang
perkembangan alveoli mammae dan estrogen akan merangsang proliferasi
tubulus dan duktus.3
Prolaktin, disekresikan oleh hipofisis anterior, merangsang kelenjar susu
untuk menghasilkan protein susu, termasuk kasein dan laktalbumin. Sekresi
prolaktin dikendalikan oleh prolactin-inhibiting hormone (PIH), yang
diidentifikasi sebagai dopamin, yang dikeluarkan oleh hipotalamus ke dalam
sistem portal hipotalamus-hypophyseal. Sekresi PIH dirangsang oleh estrogen,
dan selama kehamilan - saat kadar estrogen tetap tinggi - sekresi prolaktin dari
hipofisis anterior terhambat. Jadi, selama kehamilan, kadar estrogen yang tinggi
membantu menyiapkan kelenjar susu untuk menyusui tapi mencegah prolaktin
untuk merangsang produksi susu.3
Setelah melahirkan, saat plasenta sudah dikeluarkan, akan terjadi
penurunan
 kadar estrogen disertai dengan peningkatan sekresi prolaktin, yang kemudian
akan merangsang produksi susu. Jika seorang wanita tidak ingin menyusui
bayinya, maka ia dapat mengonsumsi estrogen oral untuk menghambat sekresi
prolaktin. Obat lainnya yang dapat diberikan untuk menghambat sekresi
prolaktin adalah bromokriptin. Obat ini berikatan dengan reseptor dopamin dan
dengan demikian meningkatkan aksi dopamin sebagai prolactin-inhibiting
hormone (PIH).3

Gambar 4. Kontrol hormonal terhadap perkembangan kelenjar susu dan laktasi

Menyusui akan membantu mempertahankan sekresi prolaktin melalui


refleks neuroendokrin. Ujung-ujung saraf di payudara, yang diaktifkan oleh
suckling stimulus, akan menyampaikan impuls ke hipotalamus dan menghambat
sekresi PIH, serta menyebabkan sekresi prolaktin yang mendorong sekresi susu
dari alveoli ke dalam duktus.3
Suckling stimulus juga menyebabkan sekresi oksitosin dari hipofisis
posterior. Hormon ini diproduksi di hipotalamus dan disimpan di hipofisis
posterior; pelepasan hormon oksitosin akan menimbulkan milk-ejection reflex
atau milk let down. Hal ini terjadi karena oksitosin menstimulasi kontraksi dari
duktus laktiferus dan uterus.3
Gambar 5. Milk production dan milk-ejection reflex

Pemberian ASI melengkapi kekebalan yang diberikan ibu kepada


bayinya. Selama janin berada dalam kandungan, antibodi imunoglobin G (IgG)
akan melintasi plasenta dari darah ibu ke darah janin. Antibodi ini memberikan
kekebalan pasif kepada bayi selama tiga sampai dua belas bulan pertama setelah
kelahiran. Bayi yang diberi ASI juga menerima antibodi IgA dari ASI, yang
memberikan kekebalan pasif tambahan di dalam usus bayi. Selain itu, susu ibu
mengandung sitokinin, limfosit, dan antibodi yang dapat mendorong
pengembangan sistem imunitas aktif bayi. Kemampuan bayi untuk
menghasilkan antibodi belum sempurna selama beberapa bulan pertama setelah
kelahiran, sehingga kekebalan pasif yang diberikan oleh antibodi ibu dalam ASI
penting untuk melindungi bayi dari berbagai infeksi.3

Gambar 6. Antibodi Maternal

Pemberian ASI, yang bekerja melalui penghambatan sekresi GnRH, juga


dapat menghambat sekresi gonadotropin dari hipofisis anterior ibu dan dengan
demikian menghambat ovulasi. Pemberian ASI adalah mekanisme kontrasepsi
alami yang membantu memberi jarak antar kehamilan.3
3.3. Tumor Jinak Payudara
Delapan puluh persen benjolan di payudara merupakan tumor jinak.
Tumor jinak biasanya memiliki tepi yang rata, mobile, dan sering ditemukan
pada kedua payudara. Terdapat beberapa penyebab benjolan jinak pada
payudara, yaitu perubahan fisiologis jaringan payudara, infeksi atau trauma
payudara, dan obat-obatan yang dapat menyebabkan benjolan atau nyeri pada
payudara.4,5
Jaringan pada payudara selalu berubah-ubah, hal tersebut dikarenakan
jaringan payudara sensitif terhadap perubahan hormon esterogen dan
progesteron selama siklus menstruasi.5
Beberapa benjolan payudara yang jinak selain galactocele yaitu:4,5,6
a. Fat necrosis
Sering terjadi pada wanita yang memiliki payudara dengan jaringan lemak
yang banyak. Fat necrosis disebabkan oleh tekanan yang terus menerus pada
payudara sehingga menyebabkan jaringan lemak pada payudara bereaksi,
misalnya pada wanita dengan payudara yang besar dan memakai bra yang
menekan. Fat necrosis mirip dengan ca mammae stadium permulaan,
terdapat dimpling, retraksi kulit, dan terkadang terasa nyeri. Jaringan lemak
tersebut akan membentuk tumor dengan batas yang tidak jelas dan tidak
membesar. Pada pemeriksaan histologis didapatkan sel lemak yang
mengalami saponifikasi dan cloudy swelling. Terapi dilakukan dengan
melakukan biopsi eksisional dengan cara mengambil jaringan tumor dan
jaringan sekitar yang masih baik.
b. Mammary ductus ectasia
Terjadi pelebaran pada duktus mammae. Sering terjadi pada wanita yang
hampir atau sudah menopause dan mengalami kesukaran menyusui di masa
mudanya. Secara klinis tampak seperti karsinoma, didapatkan retraksi puting
susu, edema kulit, retraksi dan adenopathy, dan pembesaran axillaris. Tumor
teraba keras dan difus. Pada pemeriksaan histologis ditemukan inflamasi
subakut dari duktus di areola yang menimbulkan obstruksi duktus dan terjadi
dilatasi, epitelnya mengalami atrofi, terisi debris dan lemak. Terapi
dilakukan dengan menggunakan biopsi eksisional.
c. Kistik hyperplasia
Merupakan tumor jinak yang paling sering terjadi. Biasa disebut sebagai
cystic lobular hyperplasia, fibrocystic, mammary dysplasia. Terjadi pada
wanita dengan umur sekitar 30-40 tahun. Penyebab dari kistik hyperplasia
yaitu ketidakseimbangan hormon seperti peningkatan jumlah esterogen dan
aktivitas korpus luteum. Secara klinis, ditemukan benjolan bilateral yang
tidak sama besar, multiple, kenyal, berbatas tidak jelas (tidak berkapsul), dan
tersebar di beberapa tempat, biasanya berada di kuadran lateral atas. Paling
nyeri dirasakan pada saat premenstrual. Benjolan berhenti membesar ketika
menopause. Kistik hyperplasia dapat terjadi bersamaan dengan
fibroadenoma dan karsinoma. Pada pemeriksaan histologis dapat ditemukan
hyperplasia glandula, pembentukan kista-kista, pembentukan papil-papil
dalam kista, infiltrasi limfosit, sklerosing adenosis, hyperplasia jaringan ikat
dan periductal storm, infiltrasi limfatik. Terapi yang diberikan berupa
pemeriksaan berkala, mammography, dan biopsi. Terapi hormonal tidak
diperlukan karena tidak berhasil.
d. Intraductal papilloma
Benjolan biasanya berukuran kecil 0.4-1 cm dan terletak di bawah areola.
Tampak sekret dari puting susu yang mengandung darah. Pada pemeriksaan
histologi tampak proliferasi soliter pada epitel duktus. Terapi dilakukan
dengan reseksi berbentuk baji (wedge resection).
e. Cystosarcoma Phylloides
Merupakan variasi dari suatu fibroadenoma yang berukuran besar. Biasanya
jinak, hanya sebagian kecil yang menjadi ganas. Pada wanita berumur 30-35
tahun biasanya benjolan merupakan fibroadenoma, tetapi pada wanita
berumur 40-50 tahun biasanya benjolan merupakan karsinoma. Pada
pemeriksaan dapat ditemukan benjolan berukuran besar, tidak ada infiltrasi
pada kulit. Tampak kulit robek karena beratnya benjolan. Kulit tampak
merah mengkilat dengan gambar pembuluh darah yang melebar. Kelenjar
axilla jarang membesar, kadang kulit tampak nekrosis. Terapi yang
dilakukan yaitu simple mastektomi.
Gambar 7. Penyebab Penyakit Payudara
3.4. Galactocele
Galactocele merupakan massa jinak yang paling sering ditemukan
selama periode laktasi. Galactocele adalah kista berisi susu yang terjadi pada
wanita yang sedang hamil atau menyusui atau dengan kata lain merupakan
dilatasi kistik suatu duktus yang tersumbat yang terbentuk selama masa laktasi.
Galactocele biasanya terjadi pada wanita setelah berhenti menyusui atau ketika
frekuensi menyusui dikurangi secara signifikan. Galactocele juga dapat muncul
hingga 6 – 10 bulan setelah berhenti menyusui.5,6
Galactocele berbentuk bulat, berbatas tegas, permukaan rata, dapat
digerakkan dengan mudah dan biasanya terletak di bagian sentral dari payudara
atau dibawah papilla mammae. Kista menimbulkan benjolan yang nyeri dan
mungkin pecah sehingga terjadi ekstravasasi susu ke stroma yang memicu reaksi
peradangan lokal serta dapat menyebabkan terbentuknya fokus indurasi
persisten. Patogenesis dari Galactocele belum diketahui, namun diperkirakan
akibat keadaan milk-stagnant yang menyebabkan terjadinya dilatasi/obstruksi
duktus. Mekanisme lain yang dipertimbangkan adalah akibat susu yang
mengental diantara duktus.5,6
Untuk menegakkan diagnosa dapat dilakukan USG, mamografi, dan
aspirasi jarum. Pada USG mammae dapat ditemukan kista simple atau
complicated, berbatas tegas, berbentuk ovoid, dengan gambaran
hipoekoik/anekoik disertai posterior acoustic enhancement. Pada aspirasi jarum
dapat ditemukan cairan kental seperti susu (thick milky secretion), meskipun
tampak purulen, cairan ini bersifat steril.6

Gambar 8. Gambaran Galactocele pada USG dan Mamografi

Penatalaksanaan Galactocele dilakukan dengan aspirasi jarum halus


untuk mengeluarkan sekret susu. Pembedahan dilakukan pada kista yang tidak
dapat diaspirasi atau pada kista yang terinfeksi.5

Gambar 9. Aspirasi Jarum pada Galactocele


3.5. Pemeriksaan Payudara
3.5.1. Anamnesis
Pada anamnesis ditanyakan keluhan di payudara atau daerah aksila dan
riwayat penyakitnya. Keluhan dapat berupa adanya benjolan, rasa nyeri,
nipple discharge, nipple retraction, krusta pada areola, kelainan kulit berupa
skin dimpling, peau d’orange, ulserasi, dan perubahan warna kulit. Selain itu
juga ditanyakan apakah terdapat penyebaran pada regio kelenjar limfe, seperti
timbulnya benjolan di aksila, dan adanya benjolan di leher ataupun tempat
lain. Adanya gejala metastase juga ditanyakan, seperti sesak napas atau batuk
yang tidak sembuh meskipun sudah diobati, dan nyeri pada tulang belakang,
serta rasa penuh di ulu hati. Riwayat penyakit yang pernah diderita pasien,
serta obat-obat yang digunakan dan jenis pengobatan yang didapat, serta
faktor resiko kanker payudara pada pasien juga ditanyakan dalam anamnesis.7
3.5.2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan ini terdiri atas inspeksi dan palpasi.
A. Pada inspeksi dilakukan pengamatan ukuran dan bentuk kedua payudara
pasien, serta kelainan pada kulit, antara lain: benjolan, perubahan warna
kulit (eritema), tarikan pada kulit (skin dimpling), luka/ulkus, gambaran
kulit jeruk (peau de orange), nodul satelit, kelainan pada areola dan
puting, seperti puting susu tertarik (nipple retraction), eksema dan keluar
cairan dari puting. Ada atau tidaknya benjolan pada aksila atau tanda-
tanda radang serta benjolan infra dan supra klavikula juga diperhatikan.7

Gambar 10. Kelainan pada payudara


B. Pada palpasi dilakukan perabaan dengan menggunakan kedua tangan
bagian polar distal jari 2, 3 dan 4, dimana penderita dalam posisi
berbaring dengan bahu diganjal bantal kecil dan lengan di atas kepala.
Palpasi harus mencakup 5 regio, terutama daerah lateral atas dan
subareola, karena merupakan tempat lesi tersering. Cara melakukan
palpasi ada 3 cara, yaitu sirkular, radier dan dilakukan dari pinggir
payudara menuju ke areola dan meraba seluruh bagian payudara bertahap.
Hal yang harus diamati bila didapati benjolan adalah lokasi benjolan (5
regio payudara, aksila, infra dan supra klavikula), konsistensi (keras,
kenyal, lunak/fluktuasi), ukuran, permukaan (licin rata, berbenjol-
benjol), mobilitas (dapat digerakkan, terfiksir jaringan sekitarnya), batas
(tegas atau tidak tegas), nyeri (ada atau tidak ada). Pada saat palpasi
daerah subareola amati apakah ada keluar sekret dari puting payudara dan
perhatikan warna, bau, serta kekentalan sekret tersebut. Sekret yang
keluar dari puting payudara dapat berupa air susu, cairan jernih,
bercampur darah, dan pus. Palpasi kelenjar aksila dilakukan untuk
mengetahui apakah pada saat yang bersamaan dengan benjolan pada
payudara didapati juga benjolan pada kelenjar getah bening aksila yang
merupakan tempat penyebaran limfogen kanker payudara. Begitu juga
dengan palpasi pada infra dan supra klavikula.7

3.5.3. Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI)


Tujuan dari pemeriksaan payudara sendiri adalah mendeteksi dini
apabila terdapat benjolan pada payudara, terutama yang dicurigai ganas,
sehingga dapat ditemukan pada stadium dini dan menurunkan angka
kematian. Setiap wanita dengan usia lebih dari 20 tahun, dianjurkankan untuk
melakukan pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) setiap bulannya. Waktu
terbaik untuk memeriksa payudara sendiri yaitu setelah periode menstruasi
atau pada hari ke 7 – 10 hari setelah menstruasi karena pada saat ini jaringan
payudara densitasnya (kepadatan jaringan) lebih rendah. Untuk wanita yang
sudah mengalami menopause, SADARI dilakukan secara rutin setiap bulan.8,9
Langkah-langkah Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI) terdiri atas
dua bagian yang meliputi inspeksi dan palpasi. Adapun tahap dalam
melakukan SADARI, yaitu: 8,9

1. Melepaskan seluruh pakaian bagian atas kemudian berdiri di depan cermin


dengan posisi kedua lengan lurus di samping tubuh. Lakukan pemeriksaan di
ruangan yang terang. Lihat dan perhatikan apakah terdapat kelainan pada
payudara berupa:
a. Bentuk dan ukuran kedua payudara simetris
b. Bentuk payudara membesar dan mengeras
c. Ada urat yang menonjol
d. Perubahan warna pada kulit payudara
e. Kulit payudara tampak menebal dengan pori-pori melebar, seperti kulit
jeruk.
f. Permukaan kulit payudara tidak mulus dan tampak adanya kerutan atau
cekungan pada kulit payudara
g. Puting payudara tertarik ke dalam
h. Luka pada kulit atau puting payudara
Kemudian ulangi semua pengamatan di atas dengan posisi kedua tangan lurus
ke atas. Setelah selesai, ulangi kembali pengamatan dengan posisi kedua
tangan di pinggang, dada dibusungkan, dan kedua siku ditarik ke belakang.
Semua pengamatan ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat ada atau
tidaknya tumor yang terletak dekat dengan kulit.
2. Angkat lengan kiri. Dengan menggunakan 3 jari, yaitu jari 2, 3, dan 4 tangan
kanan, telusuri payudara kiri. Palpasi dilakukan dengan gerakan memutar dari
tepi payudara hingga ke puting. Setelah itu geser posisi jari sedikit ke
sebelahnya, kemudian lakukan kembali gerakan memutar dari tepi payudara
hingga ke puting susu. Lakukan seterusnya hingga seluruh bagian payudara
dan ketiak diperiksa tanpa ada yang terlewatkan. Gerakan memutar juga
dapat dilakukan mulai dari puting susu, melingkar semakin lebar ke arah tepi
payudara; atau secara vertikal ke atas dan ke bawah mulai dari tepi paling kiri
hingga ke tepi paling kanan. Harus diperhatikan bahwa perabaan harus
dilakukan dalam tiga macam tekanan, yaitu: tekanan ringan untuk meraba
adanya benjolan di permukaan kulit, tekanan sedang untuk memeriksa adanya
benjolan di tengah jaringan payudara, dan tekanan kuat untuk meraba
benjolan di dasar payudara yang melekat pada tulang iga. Dengan kedua
tangan, pijat payudara dengan lembut dari tepi hingga ke puting. Perhatikan
apakah ada cairan atau darah yang keluar dari puting susu (seharusnya, tidak
ada cairan yang keluar, kecuali pada wanita yang sedang menyusui). Lakukan
hal yang sama terhadap payudara kanan dengan cara mengangkat lengan
kanan dan memeriksanya dengan tangan kiri.
3. Kemudian ulangi palpasi dalam posisi berbaring. Berbaring terlentang dengan
bantal yang diletakkan di bawah bahu kiri dan lengan kiri ditarik ke atas.
Telusuri payudara kiri dengan menggunakan jari-jari tangan kanan. Dengan
posisi seperti ini, payudara akan mendatar dan memudahkan pemeriksaan.
Lakukan hal yang sama terhadap payudara kanan dengan meletakkan bantal
di bawah bahu kanan dan mengangkat lengan kanan, dan penelusuran
payudara dilakukan oleh jari-jari tangan kiri.
Jika pada tahap-tahap pemeriksaan tersebut ditemukan adanya kelainan pada
payudara dan daerah aksila (ketiak) berupa benjolan, nyeri, kemerahan, ulkus,
perubahan pada puting, dan perubahan pada kulit payudara, maka sebaiknya segera
memeriksakan diri ke dokter untuk mendapatkan pemeriksaan yang lebih akurat.
Dengan begitu diharapkan diagnosa pasti dapat segera diketahui dan dapat segera
dilakukan langkah yang tepat untuk pengobatan serta diharapkan prognosisnya akan
lebih baik.8,9

Gambar 11. Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI)


DAFTAR PUSTAKA

1. Moore KL, Dalley AF, Agur AMR. Clinically Oriented Anatomy. 6th ed. US :
Wiiliams & Wilkins, A wolters Kluwer Business; 2010.
2. Snell RS. Clinical Anatomy by System.Greenville: LWW
3. Fox SI. Human Physiology. 12th ed. Mc Graw Hill; 2011: 739-742.
4. Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL. Sabiston Textbook of
Surgery. 18th ed. Elseveir; 2008.
5. Hunt KK, Green MC, Buchholz TA. Diseaes of The Breast. In: Schwartz’s
Principles of Surgery Volume 2. 8th edition. Ed: Brunicardi FC, Andersen DK,
Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG, Pollock RE. New York: McGraw Hill
Companies Inc. 2005:828.
6. Bell H, Peters G, Lunch S, Harle R. Breast Disorders During Pregnancy and
Lactation:
The Differential Diagnosis. J Clin Gynecol Obstet. 2013;2(2): 47-50.
7. De Jong, Syamsuhadi. Ilmu Bedah. EGC. Jakarta. 2005
8. Komite Penanggulanan Kanker Nasional. Brosur Deteksi Dini.
9. Pusat Data dan Infomasi Kemenkes RI. Infodatin Bulan Peduli Kanker Payudara.
2016.

Anda mungkin juga menyukai