Asuhan Keperawatan Pada Dengan Nefrotik Syndrome
Asuhan Keperawatan Pada Dengan Nefrotik Syndrome
Disusun Oleh :
KELVIN WESTIN
NIM : 10401012
Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt. yang telah
melimpahkan rahmat, karunia dan hidayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA
ANAK DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN CAIRAN DAN
ELEKTROLIT PATOLOGIS NEFROTIK SYNDROME”, ini dengan baik.
Makalah ini dibuat guna memenuhi tugas dari mata kuliah keperawatan anak.
Ucapan terima kasih tidak lupa kami sampaikan kepada semua pihak yang telah
membantu sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini, diantaranya:
1. Ibu Ade Nuaeni, S.Kep., Ners., M.Kep., Dosen Mata Kuliah Keperawatan
Anak
2. Teman – teman yang telah membantu dan bekerjasama sehingga tersusun
makalah ini.
3. Semua pihak yang telah membantu dan memberikan motivasi dalam
pembuatan makalah ini yang namanya kami tidak dapat sebutkan satu persatu.
Kami menyadari atas kekurangan kemampuan penulis dalam pembuatan
makaah ini, sehingga akan menjadi suatu kehormatan besar bagi kami apabila
mendapatkan kritikan dan saran yang membangun untuk menyempurnakan
makalah ini.
Demikian akhir kata dari kami, semoga makalah ini bermanfaat bagi semua
pihak dan menambah wawasan bagi pembaca.
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Didalam tubuh manusia, terdapat salah satu organ penting yang berkaitan
erat dengan sindrom nefrotik, yaitu ginjal. Ginjal berfungsi mengatur
keseimbangan tubuh dan mengekskresikan zat-zat yang sudah tidak berguna
dan beracun jika terus berada didalam tubuh. Ginjal sangat penting bagi tubuh
kita, karena ginjal bertugas mempertahankan homeostatis bio kimiawi normal
didalam tubuh manusia, dengan cara mengeluarkan zat sisa melalui proses
filtrasi, absorbsi, dan augmentasi. Pada saat proses urinasi, bladder
berkontraksi dan urin dikeluarkan melalui uretra. Tetapi semua fungsi organ
tersebut tidak luput dari adanya abnormalitas fungsi, yang mana jika hal itu
terjadi dapat menyebabkan suatu masalah atau gangguan, salah satunya yaitu
sindrom nefrotik (Siburian, 2013; Astuti, 2014).
Sampai pertengahan abad ke-20 morbiditas Sindrom Nefrotik pada anak
masih tinggi yaitu melebihi 50% sedangkan angka mortalitas mencapai 23%.
Angka kejadian di Indonesia pada Sindrom Nefrotik mencapai 6 kasus
pertahun dari 100.000 anak berusia kurang dari 14 tahun (Alatas, 2013).
Mortalitas dan prognosis anak dengan sindroma nefrotik bervariasi
berdasarkan etiologi, berat, luas kerusakan ginjal, usia anak, kondisi yang
mendasari dan responnya terhadap pengobatan (Betz & Sowden, 2015).
B. Tujuan Penulisan
Tujuan penyusun dalam penyusunan makalah ini terbagi menjadi dua bagian,
yaitu tujuan umum dan tujuan khusus, dimana :
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dalam penyusunan makalah ini yaitu untuk mengetahui dan
memahami tentang konsep dasar penyakit sindrom nefrotik dan asuhan
keperawatan yang benar pada pasien dengan sindrom nefrotik.
2. Tujuan Khusus
a. Dapat mengetahui dan memahami tentang konsep dasar penyakit
sindrom nefrotik yang meliputi definisi sindrom nefrotik, etiologi,
anatomi fisiologi ginjal, patofisiologi, manifestasi klinis, pathways,
pemeriksaan penunjang, dan penatalaksanaan.
b. Dapat mengidentifikasi konsep asuhan keperawatan yang benar pada
klien dengan sindrom nefrotik yang meliputi pengkajian, diagnosa
keperawatan, intervensi, dan evaluasi keperawatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
B. Etiologi
Penyebab sindrom nefrotik dibagi menjadi dua menurut Muttaqin, (2012)
adalah:
1. Primer, yaitu berkaitan dengan berbagai penyakit ginjal, seperti
glomerulonefritis, dan nefrotik sindrom perubahan minimal
2. Sekunder, yaitu yang diakibatkan infeksi, penggunaan obat, dan penyakit
sistemik lain, seperti diabetes mellitus, sistema lupus eritematosus, dan
amyloidosis
Unit fungsional dasar dari ginjal adalah nefron yang dapat berjumlah lebih
dari satu juta buah dalam satu ginjal normal manusia dewasa. Nefron
berfungsi sebagai regulator air dan zat terlarut (terutama elektrolit) dalam
tubuh dengan cara menyaring darah, kemudian mereabsorpsi cairan dan
molekul yang masih diperlukan tubuh. Molekul dan sisa cairan lainnya akan
dibuang. Reabsorpsi dan pembuangan dilakukan menggunakan mekanisme
pertukaran lawan arus dan kotranspor. Hasil akhir yang kemudian
diekskresikan disebut urin (Astuti, 2013).
Sebuah nefron terdiri dari sebuah komponen penyaring yang disebut
korpuskula (atau badan Malphigi) yang dilanjutkan oleh saluran-saluran
(tubulus).Setiap korpuskula mengandung gulungan kapiler darah yang disebut
glomerulus yang berada dalam kapsula Bowman. Setiap glomerulus mendapat
aliran darah dari arteri aferen. Dinding kapiler dari glomerulus memiliki pori-
pori untuk filtrasi atau penyaringan. Darah dapat disaring melalui dinding
epitelium tipis yang berpori dari glomerulus dan kapsula Bowman karena
adanya tekanan dari darah yang mendorong plasma darah. Filtrat yang
dihasilkan akan masuk ke dalan tubulus ginjal. Darah yang telah tersaring
akan meninggalkan ginjal lewat arteri eferen (Astuti, 2013).
Ginjal berfungsi sebagai salah satu alat ekskresi yang sangat penting
melalui ultrafiltrat yang terbentuk dalam glomerulus. Terbentuknya ultrafiltrat
ini sangat dipengaruhi oleh sirkulasi ginjal yang mendapat darah 20% dari
seluruh cardiac output (Astuti, 2013).
D. Patofisiologi
Kelainan yang terjadi pada sindrom nefrotik yang paling utama adalah
proteinuria sedangkan yang lain dianggap sebagai manifestasi sekunder.
Kelainan ini disebabkan oleh karena kenaikan permeabilitas dinding kapiler
glomerulus yang sebabnya belum diketahui yang terkait dengan hilangnya
muatan negative gliko protein dalam dinding kapiler. Pada sindrom nefrotik
keluarnya protein terdiri atas campuran albumin dan protein yang sebelumnya
terjadi filtrasi protein didalam tubulus terlalu banyak akibat dari kebocoran
glomerolus dan akhirnya diekskresikan dalam urin. (Alatas, 2013).
Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat
pada hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadinya proteinuria.
Kelanjutan dari proteinuria menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan
menurunya albumin, tekanan osmotic plasma menurun sehingga cairan
intravascular berpindah ke dalam intertisial. Perpindahan cairan tersebut
menjadikan volume cairan intravascular berkurang, sehingga menurunkan
jumlah aliran darah ke renal karena hipovolemi. Menurunya aliran darah ke
renal, ginjal akan melakukan kompensasi dengan merangsang produksi renin
angiotensin dan peningkatan sekresi antideuretik hormone (ADH) dan sekresi
aldosteron yang kemudian menjadi retensi natrium dan air. Dengan retensi
natrium dan air, akan menyebabkan edema (Wati, 2012).
Terjadi peningkatan cholesterol dan Triglicerida serum akibat dari
peningkatan stimulasi produksi lipoprotein karena penurunan plasma albumin
atau penurunan onkotik plasma. Adanya hiperlipidemia juga akibat dari
meningkatnya produksi lipoprotein dalam hati yang timbul oleh karena
kompensasi hilangnya protein dan lemak akan banyak dalam urin (lipiduria).
Menurunya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan disebabkan
oleh karena hipoalbuminemia, hyperlipidemia, atau defisiensi seng. (Suriadi
dan yuliani, 2010).
E. Manifestasi Klinis
Adapun manifestasi klinis menurut Brunner & Suddarth (2014), manifestasi
utama sindrom nefrotik adalah edema. Edema biasanya lunak dan cekung bila
ditekan (pitting), dan umumnya ditemukan di sekitar mata (periorbital), pada
area ekstremitas (sekrum, tumit, dan tangan), dan pada abdomen (asites).
Gejala lain seperti malese, sakit kepala, iritabilitas dan keletihan umumnya
terjadi.
Anoreksia,
Hipoksia Metabolism nausea, vomitus Nafas tidak
jaringan anaerob adekuat
Gangguan
Iskemia Produksi asam Ketidakefektif
pemenuhan
laktat an pola nafas
nutrisi
Nekrosis
Menumpuk di Ketidakseimba Volume urin
otot ngan nutrisi yang diekskresi
Ketidakefek kurang dari
tifan perfusi kebutuhan
jaringan Kelemahan, tubuh Oliguri
perifer keletihan,
mudah capek
Intoleransi
aktivitas
8. Darah
Hb menurun adanya anemia, Ht menurun pada gagal ginjal, natrium
meningkat tapi biasanya bervariasi, kalium meningkat sehubungan
dengan retensi dengan perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran
jaringan (hemolisis sel darah nerah). Penurunan pada kadar serum dapat
menunjukkan kehilangan protein dan albumin melalui urin, perpindahan
cairan, penurunan pemasukan dan penurunan sintesis karena kekurangan
asam amino essensial. Kolesterol serum meningkat (umur 5-14 tahun :
kurang dari atau sama dengan 220 mg/dl). Pada pemeriksaan kimia darah
dijumpai Protein total menurun (N: 6,2-8,1 gm/100ml), Albumin menurun
(N:4-5,8 gm/100ml), α1 globulin normal (N: 0,1-0,3 gm/100ml), α2
globulin meninggi (N: 0,4-1 gm/100ml), β globulin normal (N: 0,5-0,9
gm/100ml), γ globulin normal (N: 0,3-1 gm/100ml), rasio
albumin/globulin <1 (N:3/2), komplemen C3 normal/rendah (N: 80-120
mg/100ml), ureum, kreatinin dan klirens kreatinin normal. (Sumber:
Siburian, 2013)
H. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal.
Menjaga pasien dalam keadaan tirah baring selama beberapa hari mungkin
diperlukan untuk meningkatkan diuresis guna mengurangi edema. Masukan
protein ditingkatkan untuk menggantikan protein yang hilang dalam urin dan
untuk membentuk cadangan protein di tubuh. Jika edema berat, pasien
diberikan diet rendah natrium. Diuretik diresepkan untuk pasien dengan
edema berat, dan adrenokortikosteroid (prednison) digunakan untuk
mengurangi proteinuria (Brunner & Suddarth, 2014).
Medikasi lain yang digunakan dalam penanganan sindrom nefrotik
mencakup agens antineoplastik (Cytoxan) atau agens imunosupresif (Imuran,
Leukeran, atau siklosporin), jika terjadi kambuh, penanganan kortikosteroid
ulang diperlukan (Brunner & Suddarth, 2014).
f) B6 (Bone)
Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum, efek
sekunder dari edema tungkai dari keletihan fisik secara umum
i. Pemeriksaan Diagnostik
Urinalisis didapatkan hematuria secara mikroskopik, proteinuria,
terutama albumin. Keadaan ini juga terjadi akibat meningkatnya
permeabilitas membran glomerulus. (Astuti, 2014; Munandar, 2014)
2. Diagnosa Keperawatan
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme
regulasi
Batasan Karakteristik :
1) Edema
2) Ansietas
3) Anasarka
4) Gangguan pola nafas
5) Oliguria
6) Penambahan berat badan dalam waktu singkat
7) Perubahan berat jenis urine
(NANDA, 2015)
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan faktor biologis (hipoproteinemia) dan kurang asupan makanan
(anoreksia)
Batasan Karakteristik :
1) Cepat kenyang setelah makan
2) Gangguan sensasi rasa
3) Kurang minat pada makanan
(NANDA, 2015)
3. Intervensi
No. Tujuan &
Intervensi Rasional
Dx. Kriteria Hasil
1. Setelah Timbang berat badan Estimasi penurunan
dilakukan setiap hari dan monitor edema tubuh
tindakan status pasien
keperawatan
selama … x 24 Jaga intake/asupan yang valuasi harian
jam, akurat dan catat output keberhasilan terapi
diharapkan dan dasar penentuan
kelebihan tindakan
volume cairan
tidak terjadi Kaji lokasi dan luasnya menentukan
dengan kriteria edema intervensi lebih
hasil : lanjut
a. Terjadi
penurunan Berikan cairan dengan mencegah edema
edema dan tepat bertambah parah
ascites
b. Tidak Berikan diuretik yang Diberikan dini
terjadi diresepkan oleh dokter pada fase
peningkatan (NIC, 2013) oliguria untuk meng
berat badan ubah ke fase
nonoliguria, dan
meningkatkan
volume urine
adekuat
2. Setelah Monitor kalori dan Membantu dan
dilakukan asupan makanan mengidentifikasi
tindakan defisiensi dan
keperawatan kebutuhan diet
selama … x 24
jam, Lakukan atau bantu Mulut yang bersih
diharapkan pasien terkait perawatan dapat meningkatkan
ketidakseimba mulut sebelum makan nafsu makan
ngan nutrisi
kurang dari Pastikan makanan Meningkatkan selera
kebutuhan disajikan secara dan nafsu makan
tubuh tidak menarik dan pada suhu
terjadi, dengan yang paling cocok
kriteria hasil : untuk konsumsi secara
a. Nafsu optimal
makan
klien Anjurkan pasien terkait Pasien dapat
meningkat dengan kebutuhan diet kooperatif dan
b. Tidak untuk kondisi sakit melakukan apa yang
terjadi dianjurkan
hipoprotein
emia Kolaborasi dengan ahli Diet yang tepat dapat
c. porsi makan gizi untuk mengatur meningkatkan status
yang diet yang diperlukan nutrisi pasien
dihidangkan (NIC, 2013)
dihabiskan
3. Setelah Monitor apakah anak Mengidentifikasi
dilakukan bisa melihat bagian respon anak terhadap
tindakan tubuh mana yang perubahan tubuhnya
keperawatan berubah
selama … x 24
jam, Identifikasi strategi- Respon orangtua
diharapkan strategi penggunaan menentukan
gangguan citra koping oleh orangtua bagaimana persepsi
tubuh dapat dalam berespon anak terhadap
teratasi, terhadap perubahan tubuhnya
dengan kriteria penampilan anak
hasil :
a. Citra tubuh Bangun hubungan Memudahkan
positif saling percaya dengan komunikasi personal
b. Mendeskri anak dengan anak
pisikan
secara
faktual Gunakan gambaran Mekanisme evaluasi
perubahan mengenai gambaran diri dari persepsi citra
fungsi diri anak
tubuh
c. Mempertah Ajarkan untuk melihat Membantu
ankan pentingnya respon meningkatkan citra
interaksi mereka terhadap tubuh anak
sosial perubahan tubuh anak
dan penyesuaian di
masa depan, dengan
cara yang tepat.
(NIC, 2013)
4. Evaluasi
Setelah mendapat intervensi keperawatan, maka pasien dengan sindrom
nefrotik diharapkan sebagai berikut :
a. Kelebihan volume cairan teratasi
b. Meningkatnya asupan nutrisi
c. Meningkatnya citra tubuh
d. Bersihan jalan nafas efektif
e. Perfusi jaringan perifer efektif
f. Pola nafas efektif
g. Aktivitas dapat ditoleransi
h. Curah jantung mengalami peningkatan
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Nefrotik sindrom adalah gangguan klinik yang ditandai dengan
peningkatan protein urine (proteinuria), edema, penurunan albumin dalam
darah (hipoalbuminemia), dan kelebihan lipid dalam darah (hiperlipidemia).
Kejadian ini diakibatkan oleh kelebihan pecahan plasma protein ke dalam
urine karena peningkatan permeabilitas membran kapiler glomerulus.
(Nursalam, dkk., 2013). Penyebab sindrom nefrotik dibagi menjadi dua
menurut Muttaqin (2012) adalah primer, yaitu berkaitan dengan berbagai
penyakit ginjal, dan sekunder, yaitu yang diakibatkan infeksi, penggunaan
obat, dan penyakit sistemik lain.
Kelainan yang terjadi pada sindrom nefrotik yang paling utama adalah
proteinuria sedangkan yang lain dianggap sebagai manifestasi sekunder.
Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat pada
hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadinya proteinuria.
Kelanjutan dari proteinuria menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan
menurunya albumin, tekanan osmotic plasma menurun sehingga cairan
intravascular berpindah ke dalam intertisial. Pemeriksaan penunjang untuk
menegakkan diagnosis yaitu urinalisis, pemeriksaan sedimen urin, pengukuran
protein urin, albumin serum, pemeriksaan serologis untuk infeksi dan kelainan
immunologis, USG renal, biopsi ginjal, dan darah.
B. Saran
Pembaca sebaiknya tidak hanya membaca dari materi makalah ini saja
karena masih banyak referensi yang lebih lengkap yang membahas materi dari
makalah ini. Oleh karena itu, pembaca sebaiknya membaca dari referensi dan
literatur lain untuk menambah wawasan yang lebih luas tentang materi ini.
DAFTAR PUSTAKA
Amin Huda Nurarif, S.Kep., Ns., dan Hardhi Kusuma S.Kep., Ns. 2015. Aplikasi
Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC
NOC Edisi Revisi Jilid 3. Yogyakarta: MediAction