Anda di halaman 1dari 7

TINJAUAN PUSTAKA

Faktor Genetik Penyakit


Paru Obstruktif Kronik
Megantara Supriyadi
Peserta PPDS I Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia / RS Persahabatan
Jakarta, Indonesia

ABSTRAK
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan penyakit paru dengan penyebab yang multifaktorial akibat interaksi faktor lingkungan,
-terutama rokok, dan faktor pejamu,-berkaitan dengan genetik. Sejak lama varian gen alpha-1 antitrypsin (AAT) dan gen serpin peptidase inhibitor
clade A member 1 (SERPINA1) telah diteliti dan berkorelasi dengan PPOK. Namun, defisiensi AAT hanya ditemukan pada 1-2% kasus PPOK sehingga
varian gen lain masih perlu diteliti keterlibatannya dengan PPOK. Penelitian menunjukan terdapat beberapa kandidat gen yang berhubungan
dengan terjadinya PPOK seperti gen yang berhubungan dengan human leucocyte antigens (HLA)-B7, glutation-S-transferase, Microsomal epoxide
hydrolase, cytocrome P450, vitamin D receptor, tumor necrosis factor (TNF) alpha and cystic fibrosis transmembrane regulator (CFTR).

Kata kunci: penyakit paru obstruktif kronik, faktor genetik, alpha-1 antitrypsin

ABSTRACT
Chronic obstructive pulmonary disease is a multi-factorial disorder caused by environmental determinants – most commonly cigarette smoking
– and host, ie.genetic risk factors. The interaction between environment and host are very complex. For years, genetic variants in the alpha-1
antitrypsin (AAT) gene serpin peptidase inhibitor, clade A, member 1 (SERPINA1) has been thought to be closely related to COPD. However, AAT
deficiency accounts for only 1–2% of all COPD cases. Thus, other variants or genes are likely to be associated with COPD traits. Study showed
that many genes also correlated with COPD such as genes related to Human leucocyte antigens (HLA)-B7, Glutation-S-transferase, Microsomal
epoxide hydrolase, cytocrome P450, Vitamin D Receptor, Tumor necrosis factor (TNF) alpha and Cystic fibrosis transmembrane regulator (CFTR).
Megantara Supriyadi, Jamal Zaini, Faisal Yunus. Genetic Factor of Chronic Obstructive Pulmonary Disease.

Key words: chronic obstructive pulmonary disease, genetic factor, alpha-1 antitrypsin

PENDAHULUAN etnis dan kondisi lingkungan.5 Wijaya pada tempat kerja serta status sosial ekonomi. Faktor
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) penelitian epidemiologi terhadap 6.144 genetik akan meningkatkan atau menurunkan
adalah tanda dan gejala pada pasien dengan responden mendapatkan prevalensi PPOK di risiko seseorang terhadap perkembangan
bronkitis kronik dan emfisema, berhubungan Jawa Timur sebesar 13%. Di masa mendatang, PPOK.2 Hasil beberapa penelitian mendukung
erat dengan kebiasaan merokok dan angka ini akan meningkat bila melihat gen yang terlibat terdiri dari beberapa gen
menyebabkan kematian serta kesakitan yang industrialisasi sebagai bagian pembangunan dengan efek kecil masing-masing dari satu
tinggi di seluruh dunia, mungkin akan terus jangka panjang.6 gen utama.3
meningkat dari penyebab ke enam menjadi
penyebab ke tiga kematian di seluruh dunia Sampai saat ini tidak ada terapi efektif yang Faktor risiko paling utama pada PPOK adalah
pada tahun 2020.1-3 Di Amerika, PPOK adalah mampu mengubah progresivitas dan baru kebiasaan merokok, tetapi hanya sedikit
penyebab kematian ke empat, lebih dari 20 sedikit pengetahuan tentang mekanisme perokok yang berkembang menjadi PPOK.
juta orang menjadi PPOK dan lebih dari 1,5 molekular yang dapat menjelaskan penyakit Walaupun kebiasaan merokok adalah faktor
juta kunjungan ke IGD tiap tahun, 726 ribu ini.1 Faktor risiko PPOK meliputi 2 kelompok lingkungan yang paling dominan untuk PPOK
kasus harus dirawat, 120 ribu meninggal dan besar yaitu faktor pejamu dan pajanan tapi hanya 15% yang didapat penurunan
lebih dari 32 milyar Dollar Amerika dihabiskan lingkungan. Penyakit biasanya timbul akibat Volume Ekspirasi Paksa detik 1 (VEP1).2
tiap tahun.4 interaksi kedua faktor tersebut.2,4,7-10 Faktor Penelitian dengan menilai fungsi paru pada
pejamu meliputi genetik, hipereaktivitas kelurga pasien PPOK telah dilakukan dan
Prevalensi PPOK di Indonesia belum diketahui. jalan napas dan pertumbuhan paru. Pajanan PPOK dipengaruhi faktor familial. Penemuan
Data prevalensi internasional tidak relevan lingkungan meliputi kebiasaan merokok, ini lebih meyakinkan lagi bahwa faktor genetik
dengan situasi di Indonesia karena perbedaan polusi udara, infeksi, debu dan bahan kimia di berpengaruh pada fungsi paru dan risiko

Alamat korespondensi email: jamal.zaini@gamail.com

572 CDK-207/ vol. 40 no. 8, th. 2013


TINJAUAN PUSTAKA

Tabel 1 Kandidat gen yang berasosiasi dengan PPOK15 hipersekresi mukus, hipertrofi otot polos
jalan napas dan hilangnya fungsi mukosiliar.
Kategori Kandidat
Hipersekresi mukus dan kehilangan fungsi
Antiprotease α1-antitripsin, α1-antikimotripsin siliar adalah keadaan yang mempermudah
Golongan darah Golongan A, B, Lewis non-secretor terjadinya infeksi oleh virus maupun bakteri
yang dapat mengubah kondisi jalan napas.3
Major histocompatibility complex (MHC) Human leucocyte antigens (HLA)-B7
Infiltrasi sel yang melepaskan enzim proteolitik
Enzim Glutation-S-transferase dan mengakibatkan kerusakan menetap. Pada
Microsomal epoxide hydrolase saat yang sama, reactive oxygen species (ROS)
Sitokrom P450
dihasilkan dalam kompartemen paru sebagai
Lain-lain Protein pengikat vitamin D hasil dari inhalasi asap rokok atau peningkatan
Tumor necrosis factor (TNF) α
produksi oleh aktivasi sel inflamasi dan aktivasi
siklus xantin oksidase. Oksidan-oksidan ini akan
menghambat α1-antitripsin yang merupakan
salah satu penghambat enzim elastase yang
berperan dalam kerusakan parenkim dan
kehilangan elastisitas rekoil. Penelitian terbaru
pada hewan yang mengalami emfisema
adalah bahwa kerusakan parenkim juga
disebabkan oleh proses apoptosis endotel
vaskular dan sel alveoli yang mendukung
bahwa kejadian emfisema disebabkan oleh
gangguan vaskular. Inflamasi dan stres oksidatif
merupakan peran utama pada patofisiologi
perubahan kompartemen paru pada pasien
PPOK. Patofisiologi serta tampilan klinis PPOK
rumit dan belum semuanya dapat dipahami.
Fenotip PPOK sangat sulit diidentifikasi dan
penelitian genetik telah dilakukan pada pasien
menurut fenotip klinis yang berbeda-beda.7

EPIDEMIOLOGI GENETIK PPOK


PPOK telah diketahui merupakan penyakit
yang berhubungan dengan genetik.
Beberapa penelitian menunjukkan
Gambar 1 Ringkasan alur dan kemungkinan peran gen kandidat dalam patogenesis PPOK11 peningkatan prevalensi pada keluarga PPOK
dibandingkan kontrol dan memberi kesan
PPOK.2,3,5,6 Pada makalah ini akan dibahas Diagnosis PPOK berdasarkan anamnesis yaitu bahwa PPOK terjadi pada individu yang
peran dan mekanisme genetik pada PPOK. batuk, produksi sputum, sesak napas dan rentan secara genetik setelah cukup terpajan
riwayat pajanan terhadap faktor risiko. Tanda oleh asap rokok. Sampai saat ini belum semua
PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK dan gejala klinis seperti sesak napas dan gen yang berperan sebagai komponen
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah waktu ekspirasi memanjang bisa digunakan genetik terhadap PPOK diketahui. Sebagian
suatu keadaan yang ditandai oleh keterbatasan untuk menegakkan diagnosis. Pemeriksaan besar penelitian mengindikasikan bahwa
aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel. penunjang yang baku adalah spirometri. Bila komponen genetik terdiri dari beberapa
Keterbatasan aliran udara ini biasanya spirometri tidak tersedia, diagnosis PPOK gen, masing-masing dengan efek yang kecil.
progresif dan disertai respons inflamasi harus ditegakkan menggunakan cara lain Gen yang berperan dalam kejadian PPOK
abnormal paru terhadap partikel atau gas yang ada.2 mungkin dapat melalui beberapa mekanisme
toksik. Global Innitiative for Obstructive Lung yang berbeda. Faktor genetik tersebut bisa
Disease (GOLD) tidak memasukkan definisi PATOGENESIS PPOK saling berinteraksi satu dengan lainnya serta
emfisema dan bronkitis kronik ke dalam Patofisiologi PPOK melibatkan beberapa dengan faktor risiko lingkungan sehingga
PPOK karena emfisema merupakan diagnosis sel inflamasi, mediator inflamasi dan stres mengaburkan efek gen terhadap fenotip.13
patologis dan bronkitis kronik merupakan oksidatif seperti halnya perubahan pada sistem Ketepatan data epidemiologi PPOK sulit dan
diagnosis klinis atau epidemiologis yang kardiovaskular sebagai hasil pajanan asap perlu biaya mahal untuk mengumpulkannya.
tidak menggambarkan keterbatasan aliran rokok dan berkembang menjadi keterbatasan Hampir semua informasi tentang prevalensi
udara serta morbiditas dan mortalitas pasien aliran udara yang progresif. Sel inflamasi dan serta angka kesakitan dan kematian PPOK
PPOK.2-4 mediator menginduksi metaplasia sel goblet, didapatkan dari negara maju. Prevalensi

CDK-207/ vol. 40 no. 8, th. 2013 573


TINJAUAN PUSTAKA

Tabel 2 Penelitian asosiasi kasus kontrol pada PPOK – data yang bertentangan16 faktor pejamu dan pajanan lingkungan pada
kejadian PPOK.14
Variabel Asosiasi mendukung Asosiasi bertentangan

α1-antitrypsin 3’ flanking region Kalsheker dkk.(1990) Sandfort dkk.(1997) Penelitian eksplorasi telah menunjukkan
Vitamin D-binding protein Schellenberg dkk.(1998) Kauffmann dkk.(1983) beberapa gen kandidat yang dapat ber-
pengaruh terhadap individu dalam kejadian
Cystic fibrosis transmembrane regulator (CFTR) Gervais dkk. (1993) Artlich dkk. (1995)
PPOK. Sejumlah kandidat gen yang mungkin
Golongan darah ABO Cohen (1980) Vestbo dkk. (1993) berperan pada risiko seseorang terhadap
PPOK terlihat pada tabel 1.15
α1-antikimotripsin Poller dkk.(1992) Sandfort dkk. (1998)

Microsomal epoxide hydrolase Smith dan Harrison (1997) Yim dkk.(2000) Peran kandidat gen tersebut terhadap PPOK
TNF-α Sakao dkk.(2001) Higham dkk. (2000) tidak konsisten sebagaimana terlihat pada
tabel 2. Heterogenitas genetik antara populasi
setiap penelitian ikut mempersulit pengujian
ulang pada populasi lain.17

IDENTIFIKASI GEN RENTAN


Dasar genetik PPOK telah diteliti dengan
menggunakan hubungan penelitian terhadap
gen yang diperkirakan berperan dalam
patogenesis PPOK. Keterbatasan pendekatan
ini adalah hanya mengetahui gen yang dapat
diperiksa, pasien dan subjek kontrol sulit
dipasangkan serta penelitian dengan jumlah
sampel kecil, termasuk pasien dari berbeda
etnis menghasilkan reproduksibilitas yang
lemah. Beberapa linkage atau penelitian posisi
cloning juga telah dilakukan dan terdapat
kecocokan gen yang dapat diperkirakan
berdasarkan posisi kromosom.17

Gambar 2 Mekanisme destruksi jaringan paru pada defisiensi α1-antitripsin19 Pengumpulan keluarga PPOK telah
menunjukkan individu yang tidak memiliki
dan angka kesakitan jauh lebih rendah dari ditemukan linkage pada populasi tertentu, defisiensi α1-antitripsin. Pada salah satu
sebenarnya karena penyakit ini biasanya tidak pengulangan hasil pada populasi lain perlu penelitian PPOK tahap awal, subjek
terdiagnosis sampai gejala klinis terlihat nyata dilakukan. Kerja sama multisenter diperlukan mempunyai VEP1 dan rasio VEP1/KVP rendah
dan penyakit sudah cukup berat.2 jika ingin mengurai genetik PPOK yang secara bermakna, di samping jumlah rokok
kompleks. Hal ini hanya mungkin terjadi bila per tahun, rerata VEP1 pada perokok aktif atau
Terdapat mekanisme yang kompleks antara ada kerja sama yang erat antara klinisi, ahli bekas perokok juga dinilai. Hasil penelitian ini
faktor risiko genetik dan lingkungan; terdapat genetik, statistik, dan imunologi.10 menunjukkan risiko keluarga yang bermakna
banyak gen berbeda yang terlibat. Gen yang dalam hal obstruksi aliran udara pada perokok
terlibat dalam patogenesis PPOK berperan Faktor risiko genetik yang paling dipercaya yang merupakan saudara kandung pasien
pada mekanisme antiproteolisis, metabolisme saat ini didokumentasikan dengan baik adalah PPOK berat. Jadi, pada populasi umum,
substansi toksik pada rokok, hiperresponsivitas defisiensi α1-antiripsin yang merupakan kontribusi faktor genetik terlihat melebihi
jalan napas, dan respons inflamasi terhadap penghambat utama protease serin dalam peran defisiensi α1-antitripsin dan hal itu
asap rokok. Mekanisme peran genetik dan sirkulasi. Defisiensi herediter yang jarang terlihat pada PPOK yang multigenik.3
beberapa faktor lain dapat dilihat dalam terjadi ini sering ditemukan pada individu
gambar 1.9 asli Eropa utara. Di Amerika Serikat pasien Antiprotease
dengan defisiensi α1-antiripsin hanya 1% Termasuk dalam kelompok antiprotease
PPOK merupakan penyakit dengan sifat dari seluruh pasien PPOK.12,13 Beberapa adalah α1-antitripsin, α1-antikimotropsin dan
herediter yang kompleks dan banyak fenotip jenis penelitian memberi kesan bahwa α2-makroglobulin. Ketidakimbangan relatif
(subfenotip) menghambat identifikasi gen. faktor genetik selain defisiensi α1-antiripsin antara jumlah protease dan antiprotease
Pada patogenesis PPOK, interaksi antara mungkin berperan dalam perkembangan tampaknya memainkan peran utama dalam
berbagai gen dengan berbagai pencetus PPOK. Defisiensi α1-antitripsin terdapat pada patogenesis PPOK, khususnya emfisema.
lingkungan juga sangat penting sehingga sebagian kecil populasi di seluruh dunia Defisiensi atau abnormalitas antiprotease
makin mempersulit identifikasi gen. Jika tetapi dapat menggambarkan interaksi antara akan meningkatkan destruksi parenkim paru.8

574 CDK-207/ vol. 40 no. 8, th. 2013


TINJAUAN PUSTAKA

α1-antitripsin Defisiensi atau abnormalitas α1-antitripsin jarang ditemukan dan bukti kerentanannya
α1-antitripsin adalah protein serum yang telah diketahui sebagai faktor risiko di negara terhadap PPOK masih lemah.8
diproduksi oleh hepar dan pada keadaan Barat namun berapa besar peran defisiensi
normal terdapat di paru untuk menghambat α1-antitripsin di Asia belum jelas.23 Meskipun Antiprotease lain
kerja enzim elastase neutrofil yang destruktif kejadian defisiensi α1-antitripsin sangat Hubungan emfisema secara genetik dengan
terhadap jaringan paru.18 Penurunan kadar α1- rendah di Jepang, Fukuchi dkk.24 menemukan α1-antitripsin dan α1-antikimotripsin
antitripsin sampai kurang dari 35% nilai normal bahwa defisiensi α1-antitripsin varian Siiyama mendorong penelitian tentang abnormalitas
(150-350 mg/dL) menyebabkan proteksi lebih banyak terjadi di Jepang dibanding genetik protease dan antiprotease lain yang
terhadap jaringan parenkim paru berkurang, varian Z yang terjadi di Kaukasia. Yin, Hao dan mungkin berperan dalam kerusakan paru.
terjadi penghancuran dinding alveoli yang Zhu meneliti kadar α1-antitripsin pada pasien Penghambat protease lain dengan spektrum
bersebelahan, dan akhirnya menimbulkan PPOK di China pada tahun 1980,1990, dan luas yang juga disintesis di sel hepar dan
emfisema paru. Aktivasi neutrofil jalan napas 1999. Mereka menyimpulkan defisiensi α1- makrofag alveolar adalah α2-makroglobulin.
menyebabkan pelepasan elastase neutrofil. antitripsin mungkin bukan merupakan faktor Penelitian polimorfisme gen α2-makroglobulin
Elastase akan merangsang makrofag utama terjadinya PPOK di China.23 Shim25 telah dilakukan. Sama halnya dengan α1-
melepaskan chemoattractant leukotrien B4 meneliti fenotip 56 pasien emfisema di Korea. antikimotripsin, polimorfisme ini jarang
(LTB4) yang menimbulkan penarikan neutrofil Meskipun penelitian ini skalanya tidak besar, dan bukti terdapatnya kontribusi terhadap
plasma. Penarikan neutrofil melewati jaringan terlihat bahwa gen Z atau S α1-antitripsin kerentanan genetik PPOK lemah.29
interstisial menyebabkan kerusakan jaringan bukan faktor penting penyebab emfisema
ikat19 sebagaimana terlihat pada gambar 2. di Korea. Namun, masih ada kemungkinan Matrix Metalloproteinases (MMPs)
kelainan gen lainnya, seperti varian Siiyama yang Matrix metalloproteinases secara struktural dan
Varian genetik α1-antitripsin tersering adalah ditemukan di Jepang. Perlu uji penapisan fungsional berhubungan dengan PPOK, dan
M, S dan Z. Alel M adalah normal sedang alel massal di Korea untuk menentukan tipe paling tidak terdiri atas 20 enzim proteolitik
S dan Z berhubungan dengan defisiensi α1- kelainan genetik yang menimbulkan yang berperan penting dalam remodeling
antitripsin. Defisiensi α1-antitripsin sedang emfisema. Hubungan PPOK dengan defisiensi jaringan dan perbaikan yang berhubungan
paling sering disebabkan oleh genotip MS dan α1-antitripsin belum pernah dilaporkan di dengan perkembangan serta inflamasi. Gen
MZ, pada populasi kulit putih sebesar 10% dan Singapura.26 MMPs telah dipetakan pada kromosom 11, 14,
3%. Individu genotip MM mempunyai kadar 16, 20, dan 22. Beberapa kromosom tersebut
α1-antitripsin normal, sedangkan heterozigot Amin meneliti kadar α1-antitripsin pada 3.077 dikelompokkan dalam kromosom lengan
MS dan MZ mengalami pengurangan pasien PPOK dan asma di RSU Dr. Sutomo panjang. Ekspresi metaloproteinase yang
kadar α1-antitripsin sebesar 80% dan 60%. Surabaya. Sebanyak 14,35% mengalami berlebihan berhubungan dengan beberapa
Heterozigot SZ jarang (<1%) dengan kadar defisiensi α1-antitripsin ringan, 3,15% kondisi patologis, seperti kerusakan jaringan
α1-antitripsin sekitar 40% normal dan risiko defisiensi sedang, dan 0,7% defisiensi berat. yang ireversibel pada artritis dan kerusakan
PPOK meningkat bila merokok.20 Seseorang dengan defisiensi α1-antitripsin kolagen pada tumor. Invasi dan metastasis
mempunyai risiko mengidap emfisema tumor menyebabkan prognosis yang buruk
Genotip ZZ sudah dipastikan sebagai faktor 4,37 kali dan bronkitis kronik sebesar 3,09 pada pasien dengan ekspresi MMP’s yang
risiko genetik PPOK, tetapi sangat banyak kali lebih tinggi dibanding subjek normal. tinggi. Beberapa penelitian pada hewan dan
variasi penyebab penyakit pada pasien dengan Defisiensi α1-antitripsin disertai merokok akan manusia telah memberikan bukti bahwa
genotip ZZ.18 Penelitian Piituilainen21 terhadap meningkatkan risiko emfisema menjadi 10,67 MMP-1 (kolagenase interstitial) dan matrix
126 orang di Swedia berkesimpulan bahwa kali dan bronkitis kronik menjadi 9,59 kali lebih metalloproteinases-12 merupakan human
faal paru masih normal pada orang dengan tinggi dibanding subjek normal.27 macrophage elastase, sedangkan MMP-9
defisiensi α1-antitripsin berat (genotip ZZ) (gelatinase B) berperan penting pada inflamasi
berusia 22-24 tahun. Variabilitas tersebut tidak α1-antikimotripsin jalan napas serta perkembangan emfisema.
sepenuhnya disebabkan oleh perbedaan Penghambat protease yang juga disekresi Pada tahun 1992, D’Armiento menunjukkan
pajanan rokok karena kecepatan penurunan oleh hepar dan makrofag alveoli adalah α1- bahwa pada tikus transgenik dengan ekspresi
faal paru juga sangat bervariasi pada subjek antikimotripsin. Sebagaimana α1-antitripsin, human MMP-1 yang tinggi, terbentuk
dengan genotip ZZ yang tidak pernah merokok. α1-antikimotripsin merupakan protein fase perubahan morfologi yang sama dengan
Pasien dengan α1-antitripsin varian Z bentuk akut dan inhibitor katepsin G. Beberapa kejadian emfisema. Dibandingkan dengan
homozigot (ZZ) mempunyai risiko sangat polimorfisme genetik α1-antikimotripsin tikus liar, ekspresi MMP-12 tidak menyebabkan
tinggi terhadap perkembangan emfisema berhubungan dengan PPOK, sedangkan emfisema seperti yang disebabkan oleh asap
pada usia muda jika mereka merokok dan yang penelitian yang lain menemukan tidak ada rokok dan mendukung bahwa keberadaan
tidak merokok terjadi penurunan faal paru hubungan. Peran utamanya sebagai inhibitor MMP-12 pada subjek kurang meyakinkan
dengan cepat. Insidens defisiensi α1-antitripsin kemotaksis neutrofil dalam paru. Sejumlah pada kejadian kerusakan paru imbas asap
varian Z sangat rendah maka sulit untuk bisa inhibitor proteinase sistein (sistatin A, C, dan rokok. Perokok dengan obstruksi jalan napas
menjelaskan predisposisi PPOK pada populasi S) didapatkan dalam sekresi paru walaupun membutuhkan peningkatan ekspresi MMP-1
umum. Oleh karena itu perlu faktor genetik lain peran mereka secara tepat belum dapat dan MMP-9 dibandingkan dengan perokok
yang berperan pada patogenesis PPOK.22 dijelaskan.28 Polimorfisme α1-antikimotripsin tanpa PPOK dan bukan perokok.11 Beberapa

CDK-207/ vol. 40 no. 8, th. 2013 575


TINJAUAN PUSTAKA

promotor polimorfisme pada gen MMP telah metabolisme dan ekskresi.8 Glutation Mediator inflamasi
diketahui mengubah ekspresi gen. Penelitian S-transferase terbagi menjadi beberapa kelas, Vitamin D binding protein (VDBP)
terbaru menemukan bahwa tipe haploid yang yaitu alfa (GSTA), mu (GSTM), pi (GSTP), theta VDBP merupakan mediator inflamasi
terdiri alel MMP-1G-1607GG dan polimorfisme (GSTT), sigma (GSTS), dan kappa (GSTK). Enzim yang potensial karena kemampuannya
MMP-12 Asn357Ser yang berhubungan GSTM merupakan polimorfisme genetik dan meningkatkan aktivitas kemotaktik C5a dan
dengan laju penurunan fungsi paru. sebagian lokus pada gen tersebut hilang C5a des-Arg terhadap neutrofil dan dapat
serta berhubungan dengan kanker paru dan berfungsi sebagai macrophage activating
Data tersebut menunjukkan bahwa emfisema.34 factor (MAF). Substitusi pada ekson 11 gen
polimorfisme pada gen MMP-1 dan MMP- menghasilkan 3 isoform protein yaitu 1F, 1S
12 merupakan faktor penyebab kerusakan Enzim GST-M1 diekspresi oleh pneumosit tipe dan 2. Individu yang mempunyai satu atau
paru imbas asap rokok atau berada 1 dan 2, epitel bronkus, serta makrofag alveolar. dua salinan alel 2 terbukti bebas dari PPOK.
dalam ketidakimbangan linkage dengan Defisiensi GST-M1 homozigot berhubungan Horne dkk. juga membuktikan bahwa genotip
polimorfisme penyebab.30,31 dengan emfisema pada pasien kanker paru 1F-1F merupakan faktor risiko PPOK. Tidak ada
dan bronkitis kronik berat pada perokok perbedaan bermakna antara tiga isoform
Enzim Pemetabolisme Xenobiotik berat.8 Namun, Yim dkk. melaporkan bahwa VDBP dalam kemampuannya meningkatkan
Kedua proses proteolitik pada parenkim paru polimorfisme genetik pada GST-M1 dan GST- kemotaksis netrofil terhadap C5a.8 Data
dan fibrosis menyebabkan penyempitan T1 tidak berhubungan dengan perkembangan tersebut memberi kesan bahwa isoform VDBP
jalan napas pada respons terhadap substansi PPOK orang Korea.22 Enzim GST-P1 diekskresi boleh jadi berhubungan dengan PPOK karena
toksik dalam asap rokok. Variasi genetik pada oleh tipe sel yang sama seperti GST-M1, pengaruhnya terhadap kemampuan protein
metabolisme dan detoksifikasi substansi toksik, tetapi dengan kadar yang lebih tinggi.8 Ischii dalam fungsinya sebagai MAF. Perubahan
seperti hidrokarbon, epoksid, dan oksidan dkk.34 meneliti polimorfisme GST-P1 pada VDBP menjadi MAF terjadi karena modifikasi
dapat menjadi penentu respons pejamu. pasien PPOK. Polimorfisme genetik ekson 5 satu rantai oligosakarida. Kurang dari 10%
Beberapa enzim yang memetabolisme GSTP1 boleh jadi berhubungan dengan PPOK isoform 2 merupakan glycosylated dan mampu
xenobiotik dicurigai berperan di dalamnya.11 karena genotip GSTP1/Ile105 didapatkan membentuk MAF, yang secara konsisten
predominan pada PPOK. Ini memberi kesan berhubungan dengan efek protektif alel 2.8
Microsomal epoxide hydrolase (mEPHX) bahwa genotip GSTP1/Ile105 kemungkinan
Microsomal epoxide hydrolase adalah enzim lemah proteksinya terhadap xenobiotik dalam Tumor necrosis factor α (TNF-α)
pemetabolisme xenobiotik yang mengubah asap tembakau. PPOK ditandai dengan inflamasi jalan napas.
epoksid reaktif menjadi derivat dihidrodiol Sitokin yang berperan dalam inflamasi jalan
yang lebih larut dalam air sehingga lebih siap Sitokrom P4501A1 napas kemungkinan memainkan peran utama
diekskresi dari tubuh. Microsomal epoxide Sitokrom P4501A1 (CYP1A1) juga me- dalam perkembangan PPOK.5,33,34 Di antara
hydrolase diekspresi oleh berbagai sel yang metabolisme campuran xenobiotik sehingga banyak produk gen yang memengaruhi
berbeda, termasuk sel hepar dan sel epitel hasilnya mudah diekskresikan. CYP1A di- inflamasi dan remodeling jalan napas, TNF-α
bronkus. Enzim ini memainkan peran penting temukan dalam jaringan paru dan boleh jadi telah diuji sebagai gen kandidat terhadap
dalam metabolisme berbagai senyawa sangat berperan dalam aktivitas prokarsinogen. Mutasi perkembangan PPOK karena merupakan
reaktif dalam asap rokok. Kadar rendah mEPHX ekson 7 pada CYP1A1 menyebabkan pergantian sitokin proinflamasi kuat dan konsentrasinya
akan menyebabkan paru rentan terhadap asam amino yang menghasilkan peningkatan meningkat pada cairan bilasan bronkus
kerusakan oleh epoksid.8 Penelitian Smith di aktivitas CYP1A1 in vitro. Tingginya aktivitas (bronchoalveolar lavage [BAL]) dan sputum.
Inggris menunjukkan bahwa polimorfisme alel berhubungan dengan kejadian emfisema Pada perokok sehat, sitokin TNF-α tidak
gen mEPHX kemungkinan merupakan sentriasinar pada pasien kanker paru.35 meningkat secara bermakna, memberi
faktor risiko penting pada penyakit paru. kesan bahwa meningkatnya kadar sitokin ini
Polimorfisme gen mEPHX berhubungan Antioksidan mungkin membedakan inflamasi pada subjek
dengan stres oksidatif akibat efek langsung Heme oksigenase-1 PPOK dengan inflamasi akibat merokok.37
komponen dalam asap rokok.32,33 Namun, Heme oksigenase-1 mendegradasi heme
Yim dkk. melaporkan bahwa polimorfisme menjadi bilirubin dan menunjukkan Tumor necrosis factor-α merupakan sitokin
genetik pada gen mEPHX T1 tidak perlindungan selular terhadap heme dan multifungsional. Selain sebagai sitokin
berhubungan dengan perkembangan PPOK kerusakan oksidan yang dimediasi oleh heme proinflamasi, telah dibuktikan bahwa TNF-α
orang Korea.22 dan nonheme. Polimorfisme mikrosatelit meningkatkan proliferasi otot polos trakea
dalam promotor gen berhubungan dengan dan mengubah fungsi otot polos. Kadarnya
Glutation S-transferase (GST) emfisema pada orang jepang yang merokok. yang meningkat pada cairan BAL serta pada
Glutation S-transferase adalah kelompok Penelitian menunjukkan bahwa ukuran besar biopsi bronkus dan sputum pasien PPOK
enzim yang memainkan peran penting dalam dinukleotida menurunkan kemampuan memberi kesan bahwa TNF-α boleh jadi ikut
detoksifikasi berbagai hidrokarbon aromatik menginduksi pada enzim tersebut, jadi kurang berperan dalam proses remodeling jalan
yang terdapat dalam asap rokok. Enzim GST membuktikan efek proteksi antioksidan napas, dengan jalan mengubah fungsi sel
berkonjugasi dengan substrat elektrofilik terhadap asap rokok. Hasil ini belum dibuktikan otot polos.38 Belum ada mekanisme yang jelas
(glutation), sebuah proses yang memudahkan pada subjek dari suku yang berbeda.36 tentang keterlibatan TNF-α dalam patogenesis

576 CDK-207/ vol. 40 no. 8, th. 2013


TINJAUAN PUSTAKA

PPOK. Disinyalir ada gen fungsional lain yang kistik, terdapat reaktivitas bronkus terhadap sebelumnya telah terungkap berhubungan
tidak dapat mengimbangi alel TNF-α dan metakolin dan meningkatkan insidens mengi dengan keparahan asma, hiperresponsivitas
mengakibatkan peningkatan risiko PPOK.38 bersamaan dengan penurunan VEP1.40 jalan napas, respons terhadap bronkodilator,
dan tingkat fungsi paru.41 Agonis β2 merupakan
Tumor necrosis factor-α dan -β (limfotoksin) Varian yang paling sering menyebabkan bronkodilator yang paling sering digunakan
adalah sitokin proinflamasi yang diduga fibrosis kistik adalah F508, heterosigositas untuk mengatasi keterbatasan aliran udara
berperan penting dalam patogenesis PPOK. mutasi ini meningkat pada pasien dengan yang berhubungan dengan penyakit paru
Kedua sitokin tersebut menyebabkan bronkiektasis yang luas dan pada pasien obstruktif, termasuk asma dan PPOK. Respons
pelepasan dan aktivasi neutrofil dari sumsum dengan hipersekresi bronkus. Prevalensi terhadap agonis β2 dapat ditentukan oleh
tulang. Gen TNF-α dan -β mengandung F508 tidak meningkat pada bronkitis kronik. beberapa faktor, yaitu derajat keterbatasan
beberapa polimorfisme, meliputi transisi GA Mutasi CFTR lain meningkat pada pasien aliran udara, riwayat merokok, umur, dan
pada promotor gen TNF-α (TNF-α G-308A) dan dengan bronkiektasis yang luas dan kadar genetik. Gen reseptor β2 adrenergik (ADRB2)
AG pada intron pertama gen TNF-β (TNF-β klorida keringat yang normal. Satu dari mutasi adalah gen yang berperan dalam menentukan
A252G). Polimorfisme tersebut berhubungan ini merupakan variabel panjang ulangan respons fisiologis terhadap agonis β2
dengan tingkat produksi TNF-α dan TNF-β in timin pada intron 8 gen CFTR. Alel IVS8-5T adrenergik. Beberapa penelitian menunjukkan
vitro pada beberapa penelitian namun tidak menghasilkan penurunan ekspresi gen CFTR. bahwa ADRB2 memengaruhi penurunan
terbukti pada penelitian lainnya.8 Penelitian IVS8-5T sebagai faktor risiko PPOK regulasi reseptor yang diinduksi oleh reseptor
masih kontroversial.40 β2 adrenergik. Hilangnya proteksi bronkus dan
Sakao dkk.39 di Jepang mendapatkan alel aktivasi kinase yang diregulasi sinyal ekstraselular
TNF-α secara bermakna berhubungan dengan Penelitian terakhir, pasien dengan penyakit pada sel otot polos jalan napas berperan
berkembangnya PPOK karena merokok. paru obstruktif disaring untuk varian pada dalam mitogenesis dan peningkatan ekspresi
Keating37 di Inggris mendapatkan kesan semua bagian penyandian CFTR. Penelitian sitokin inflamasi. Perubahan pada gen ADRB2
bahwa homozigot alel A TNF-α menyebabkan tersebut membandingkan 12 pasien juga memengaruhi sinyal dan fungsi pada
obstruksi jalan napas lebih berat dan PPOK dengan 52 kontrol. Kedua kelompok reseptor lain yang mengontrol kontraktilitas
prognosis lebih buruk pada pasien PPOK. diambil dari populasi Yunani. Tidak terdapat jalan napas, seperti reseptor kolinergik. Dalam
Namun, Higham dkk.38 menyimpulkan bahwa peningkatan yang bermakna mengenai penelitian yang lain, polimorfisme Arg16Gly
alel promotor gen TNF tidak memengaruhi mutasi penyebab fibrosis kistik pada pasien telah diidentifikasi sebagai faktor genetik yang
risiko perkembangan PPOK pada populasi dibanding kontrol. Frekuensi alel bergabung memengaruhi variabilitas respons terhadap
Kaukasia yang merokok. Penelitian Patuzzo pada polimorfisme Met470Val meningkat agonis β2 yang dapat dipertimbangkan untuk
melaporkan bahwa kompleks gen TNF tidak pada pasien (71%) dibanding kontrol (36%). dasar terapi pada PPOK.42
memainkan peran utama sebagai faktor Singkatnya, varian CFTR secara konsisten
risiko genetik PPOK pada populasi Kaukasia. berhubungan dengan bronkiektasis yang luas. SIMPULAN
Tidak ada hubungan genotip promotor gen Hal ini mungkin disebabkan oleh efek varian Penyakit paru obstruktif kronik merupakan
TNF dengan beratnya obstruksi jalan napas ini pada laju bersihan mukosiliar. Namun, masalah kesehatan dunia karena secara
maupun derajat emfisema pada PPOK. Perlu hal ini tidak jelas apakah pasien dengan epidemiologi, jumlahnya semakin meningkat.
penelitian dengan populasi yang lebih besar bronkiektasis luas menunjukkan tampilan PPOK adalah hasil dari interaksi yang kompleks
untuk menilai gen yang memengaruhi TNF-α klinis yang berbeda atau hanya ringan. Pada antara faktor genetik dan lingkungan. Terdapat
dalam kaitannya dengan kejadian PPOK.11 fibrosis kistik yang tidak terdiagnosis dengan bukti yang jelas tentang peran genetik dalam
mutasi CFTR, tidak diketahui perubahan patogenesis PPOK. Faktor risiko genetik yang
Bersihan Mukosiliar kromosomnya. Penelitian yang telah paling dipercaya saat ini didokumentasikan
Cystic fibrosis transmembrane dijelaskan di atas didasarkan pada sejumlah dengan baik adalah defisiensi α1-antitripsin.
conductance regulator kecil subjek, sedangkan penelitian lain hanya
Cystic fibrosis transmembrane conductance dibandingkan frekuensinya pada kasus yang Peran kandidat gen terhadap PPOK tidak
regulator (CFTR) membentuk jalan klorida menunjukkan frekuensi alel dan hasil dari konsisten, heterogenitas genetik antara
pada permukaan apikal epitel jalan napas penelitian ini masih jauh dari kepastian.31 populasi setiap penelitian ikut mempersulit
dan berperan dalam kontrol sekresi jalan pengujian ulang pada populasi lain. Defisiensi
napas. Pada 1989, mutasi pada gen CFTR Hiperresponsivitas Jalan Napas α1-antitripsin dan sejumlah gen lain mungkin
diidentifikasi sebagai penyebab fibrosis reseptor beta-adrenergik memengaruhi risiko seseorang terhadap
kistik. Individu dengan genotif fibrosis kistik Hiperrensponsivitas jalan napas diketahui me- perkembangan PPOK. Kerja sama multisenter
juga mempunyai predisposisi mendapatkan rupakan faktor risiko gejala respirasi pada PPOK. diperlukan jika kita ingin mengurai aspek
penyakit jalan napas. Pada heterozigot fibrosis Polimorfisme pada reseptor β2-adrenergik genetik PPOK yang kompleks.

DAFTAR PUSTAKA
1. Sandford A, Silverman E. Chronic obstructive pulmonary disease 1: Susceptibility factor for COPD the genotipe-environtment interaction. Thorax. 2002;57:736-41.
2. Pauwels R, Buist A, Calverley P, Jenkins C, Hurd S. Global strategy for the diagnosis, management and prevention of chronic obstructive pulmonary disease: NHLBI/WHO global initiative
for chronic obstructive lung disease (GOLD) workshop summary. Am J Respir Crit Care Med. 2001;163:1256-76.

CDK-207/ vol. 40 no. 8, th. 2013 577


TINJAUAN PUSTAKA

3. Molfino A. Genetics of COPD. Chest. 2004;125:1929-40.


4. Pavord I, Pizzichini M, Pizzichini E, Hargreave F. The use of induced sputum to investigate airway inflammation. Thorax. 1997;52:498-501.
5. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pendahuluan. In: PPOK pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2001. p. 1.
6. Wijaya A. Penelitian epidemiologi pengaruh lingkungan pada penyakit paru obstruktif menahun di 37 Puskesmas, mewakili semua kabupaten di Jawa Timur. Presented at: Konggres
Nasional VI Persatuan Dokter Paru Indonesia. Surakarta.1993.
7. National Institutes of Health, National Heart, Lung, and Blood Institute. Global strategy for the diagnosis, management, and prevention of chronic obstructive pulmonary disease [Inter-
net]. 2005 [cited 2008 Apr 12]. Available from: http://www.goldcopd.com.
8. Paré P. Genetic risk faktor for chronic obstructive pulmonary disease. Clin Chest Med. 2000;21:530-5.
9. Kueppers F, Briscoe W, Bearn A. Hereditary deficiency of α1-antitrypsin. Science. 1964;146:1678-9.
10. Gerritsen J, Feijen M, Postma D. Genetics. In: Barnes P, Drazen J, Rennard S, Thomson NC, editors. Asthma and COPD. London: Academic Press; 2002. p. 29-40.
11. Ladina J, Peter D, Sandford A. Genetic risk factors for chronic obstructive pulmonary disease. Swiss Med Wkly. 2002;132:27-3.
12. Seersholm N, Kok-Jensen A, Dirksen A. survival of patients with severe α1-antitripsin deficiency with special reference to non index cases. Thorax. 1994; 49:695-6.
13. ATS. Standards for diagnosis and care of patient with COPD. Am J Respir Crit Care Med. 1995;152:78-83.
14. Ho LI, Hjarn HJ, Chen CJ, Tsai NM. Polymorphism of the β2-adrenoesepor in COPD in Chinese subjects. Chest. 2001;120:1493-9.
15. Geddes DM. Genetics and gene therapy. In: Gibson GJ, Geddes DM, Costabel U, Sterk PJ, Corrin B, editors. Respiratory medicine. 3rd ed. London: Saunders; 2003. p. 607-12.
16. Silverman EK. Genetic epidemiology of COPD. Chest. 2002;121:1-6.
17. Redline S, Tishler P, Lewitter F, Tager I, Munoz A, Speizer F. Assessment of genetic and nongenetic influences on pulmonary function. A twin study. Am Rev Respir Dis. 1987;135:217-22.
18. Seersholm N, Kok-Jensen A, Dirksen A. survival of patients with severe α1-antitrypsin deficiency with special reference to non index cases. Thorax 1994; 49:695-6.
19. Stockley RA. Alpha-1-antitrypsin deficiency: What next? Thorax. 2000;55:614-8.
20. Turino GM, Barker AT, Brantly ML. Clinical features of individual with PI*SZ phenotype α1-antitrypsin deficiency: α1-Antitripsin deficiency registry study group. Am J Respir Crit Care Med.
1996;154:1718-9.
21. Piituilainen E, Sveger T. Respiratory symptoms and lung function in young adults with severe α1-antitripsin defisiency (PiZZ). Thorax. 2002;57:705-8.
22. Yim J, Park G, Lee C, Kim Y, Han S, Shim Y, et al. Genetic suscepbility to chronic obstructive pulmonary disease in Koreans: Combined analysis of polymorphic genotypes for microsomal
epoxide hydrolase and glutathione S-transferase M1 and T1. Thorax. 2000;55:121-5.
23. Zhu YJ. Epidemiological survey of chronic obstructive pulmonary disease and alpha-1-deficiency in China. Respirology. 2001;6:13-5.
24. Fukuchi Y. Opening remark: workshop on the epidemiological survey of chronic obstructive lung disease and alpha-1-antitrypsin deficiency in the Asian-Pacific region. Respirology.
2001;6:1.
25. Shim YS. Epidemiological survey of chronic obstructive pulmonary disease and alpha-1 antitrypsin deficiency in Korea. Respirology. 2001;6:9-11.
26. Tan WT. The epidemiology and clinical management of chronic obstructive pulmonary disease in Singapore. Respirology. 2001;6:17-20.
27. Amin M. The role of alpha-1-antitrypsin in generating chronic obstructive pulmonary disorder. Respirology. 2001;6:39-43.
28. MacNee W. Etiology and pathogenesis of chronic obstructive pulmonary disease. In: Gibson GJ, Geddes DM, Costabel U, Sterk PJ, Corrin B, editors. Respiratory medicine. 3rd ed. London:
Saunders; 2003. p. 1121-40.
29. Poller W, Faber JP, Klobeck G, Olek K. Cloning of the human α2-macroglobulin gene and detection of mutations in two functional domains: The bait region and the thiolester site. Hum
Genet. 1992;88:313-9.
30. Jormsjo S, Ye S, Moritz J, Walter DH, Dimmeler S, Zeiher AM, et al. Allele-specific regulation of matrix metalloproteinase-12 gene activity is associated with coronary artery luminal dimen-
sions in diabetic patients with manifest coronary artery disease. Circ Res. 2000;86:998-1003.
31. Joos L, He J, Shepherdson M, Connett J, Anthonisen N, Paré P, et al. The role of matrix metalloproteinase polymorphisms in the rate of decline in lung function. Hum Mol Genet 2002;11:1-10.
32. Smith CAD, Harrison DJ. Association between polymorphism in gene for microsomal epoxide hydrolase and susceptibility to emphysema. Lancet. 1997;350:630-3.
33. Yoshikawa M. Microsomal epoxide hydrolase genotypes and chronic obstructive pulmonary disease in Japanese. Int J Mol Med. 2000;5:49-53.
34. Ishii T, Matsuse T, Teramoto S, Matsui H, Miyao M, Hosoi T, et al. Glutathione S-transferase P1 (GSTP1) polymorphism in patients with chronic obstructive pulmonary disease. Thorax.
1999;54:693-6.
35. Cantlay AM, Lamb D, Gillooly M, Norrman J, Morrison D,Smith CAD, et al. Association between the CYP1A1 gene polymorphism and susceptibility to emphysema and lung cancer. Clin
Mol Pathol. 1995;48:210-4.
36. Yamada N, Yamaya M, Okinaga S, Nakayama K, Sekizawa K, Shibahara S, et al. Microsatellite polymorphism in the heme oxygenase-1 gene promoter is associated with susceptibility to
emphysema. Am J Hum Genet. 2000;66:187-95.
37. Keating VM, Collins PD, Scott DM. Differences in interleukin-S and tumor necrosis faktor-α in induced sputum from patient with chronic obstructive pulmonary disease and asthma. Am
J Respir Crit Care Med. 1996;153:530-4.
38. Higham MA, Pride NB, Alighan A, Morrell NW. Tumor necrosis faktor-α gene promoter polymorphism in chronic obstructive pulmonary disease. Eur Respir J. 2000;15:281-4.
39. Sakao S, Tatsumi K, Igari H. Association of tumor necrosis factor α gen promotor polimorphism with the presence of chronic obstructive pulmonary disease. Am J Respir Crit Care Med.
2001;163:420-2.
40. Bombieri C, Benetazzo M, Saccomani A, Belpinati F, Gile LS, Luisetti M, et al. Complete mutational screening of the CFTR gene in 120 patients with pulmonary disease. Hum Genet.
1998;103:718-22.
41. Summerhill E, Leavitt SA, Gidley H, Parry R, Solway J, Ober C. Beta(2)-adrenergic receptor arg16/arg16 genotype is associated with reduced lung function, but not with asthma, in the
Hutterites. Am J Respir Crit Care Med. 2000;162:599-602.
42. Hizawa N, Makita H, Nasuhara Y, Betsuyaku T, Itoh Y, Nagai K, et al. β2-Adrenergic reseptor genetic polymorfisme and short-term bronchodilator respons in patients with COPD. Chest.
2007;132:1485-92.

578 CDK-207/ vol. 40 no. 8, th. 2013

Anda mungkin juga menyukai