Anda di halaman 1dari 25

PENGANTAR AUDIT & ASSURANCE

DAMPAK LEMAHNYA BUKTI AUDIT YANG DIPEROLEH DALAM PROSES


AUDIT TERHADAP KESIMPULAN HASIL AUDIT

DISUSUN OLEH :

M.FAIZ KURNIAWAN ( 2018 060 022 )

ANISA ( 2018 060 009 )

NUR SYIFA MEILITA FITRIANA ( 2018 060 026 )

DOSEN PENGASUH :

ANTHON JUNAIDI,S.E.,C.Fr.,M.M

STIE MULIA DARMA PRATAMA

TAHUN AJARAN 2020-2021

Jl. Ahmad Yani No 19, 13 Ulu, Seberang Ulu I Palembang, Sumatera Selatan
Kata Pengantar

Puji syukur atas rahmat Allah SWT, yang telah memberikan rezki dan karunia-Nya sehinga
kami dapat menyelesaikan Makalah Pengantar Auditing & Assurance yang membahas
tentang Peranan Penyusunan Anggaran terhadap Pencapaian Organisasi dapat diselesaikan
dengan baik.
Proposal ini disusun untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh Anthon Junaidi,
S.E.,C.Fr.,M.M. Selaku dosen pengasuh mata kuliah Pengantar Auditing & Assurance di
STIE Mulia Darma Pratama Palembang. Selain itu, penulis juga berharap agar proposal ini
dapat menambah wawasan bagi pembaca dan juga penulis tentang pengelolaan usaha.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Anthon Junaidi,


S.E.,C.Fr.,M.M selaku dosen mata kuliah Pengantar Audiingt & Assurance. Yang telah
memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan
bidang sttudi yang ditekuni.

Penulis meyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran sangat diperlukan demi kesempurnaan Makalah ini dan untuk kebaikan penlis ke
depannya.

                                                                                             Palembang, 15 Desember 2020

Penulis

i
Daftar Isi
Kata Pengantar................................................................................................................i
Daftar Isi.........................................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN..............................................................................................1

A. Latar Belakang...................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..............................................................................................2
C. Tujuan Umum....................................................................................................4

BAB 2 PEMBAHASAN................................................................................................6
1. Pengertian Bukti Audit Bukti audit...................................................................6
2. Kecukupan bukti audit.......................................................................................8
3. Kompetensi bukti audit......................................................................................9
4. Sifat bukti audit..................................................................................................11
5. Prosedur untuk menghimpun bukti ...................................................................14
6. Evaluasi bukti....................................................................................................15
7. Kasus Manipulasi laporan keuangan PT KAI...................................................16

BAB 3 PENUTUP..........................................................................................................21

Kesimpulan........................................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................22

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Audit adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi
bukti secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian
ekonomi dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-
pernyataan dengan kriteria yang telah ditetapkan serta penyampaian hasil-hasilnya
kepada pemakai yang berkepentingan (Mulyadi 2002). Terdapat dua jenis audit, yaitu
audit eksternal dan audit internal. Audit eksternal dilaksanakan oleh Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) sebagai perwujudan pasal 23E ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945
yang berbunyi untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan
negara diadakan suatu badan pemeriksa keuangan yang bebas dan mandiri. Ayat (2)
hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) sesuai dengan kewenangannya. Badan pemeriksa keuangan merupakan
badan yang tidak tunduk kepada pemerintah, sehingga diharapkan dapat bersikap
independen. Tujuan audit eksternal adalah untuk mengembangkan sebuah daftar
terbatas dari peluang yang dapat menguntungkan sebuah perusahaan dan ancaman
yang harus dihindarinya. 2 Audit internal merupakan alat bantu pengendalian
manajemen dalam melakukan kegiatan penilaian yang bebas terhadap semua kegiatan
perusahaan agar selalu dalam keadaan normal. Oleh karena itu, audit internal harus
menyusun suatu pengendalian internal yang baik dan tepat, mengadakan pengawasan
atas pelaksanaan kegiatan usaha, mengukur dan menilai serta memberi saran-saran
perbaikan yang sangat diperlukan oleh manajemen. Audit internal atau yang lebih
dikenal sebagai Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah (APFP) dilaksanakan oleh
Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Inspektorat Jenderal
Departemen dan Badan Pengawasan Daerah.
Perusahaan menggambarkan kinerjanya melalui laporan keuangan yang dibuat
oleh manajemen. Menurut Kasmir (2014:7), laporan keuangan adalah laporan yang
menunjukkan kondisi keuangan perusahaan pada saat ini atau dalam suatu periode
tertentu. Tujuan laporan keuangan tersebut adalah memberikan informasi mengenai
posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi
sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam pembuatan keputusan ekonomi

1
(PSAK No.1, revisi 2014). Salah satu manfaat dari jasa akuntan publik adalah
memberikan informasi yang akurat dan dapat dipercaya untuk pengambilan
keputusan. Jasa auditor semakin dibutuhkan sebagai pihak yang memberikan
penilaian independen atas informasi keuangan maupun non keuangan. Pihak eksternal
yang menyediakan jasa audit adalah kantor akuntan publik. Bidang jasa utama yang
diberikan kantor akuntan publik yaitu jasa assurance, jasa atestasi, perpajakan,
konsultasi manajemen, serta jasa akuntansi dan pembukuan (Kurnia dan Elly,
2013:20). 2 Mengumpulkan bahan bukti penting untuk dilakukan karena dengan bukti
tersebut opini atau pendapat akan lebih mudah diberikan oleh auditor. Pengumpulan
bukti audit baik yang berasal dari data akuntansi dan informasi penguat dikumpulkan
oleh auditor pada saat pemeriksaan. Definisi bukti audit menurut Alvin A. Arens,
Randal J. Elder, Mark S. Beasley (2015:4) adalah setiap informasi yang digunakan
oleh auditor untuk menentukan apakah informasi yang di audit dinyatakan sesuai
dengan kriteria yang telah ditetapkan. Sedangkan definisi bukti audit menurut Kurnia
dan Elly (2013:118) adalah setiap informasi yang digunakan oleh auditor untuk
menentukan apakah infromasi (asersi) yang disajikan audit sesuai dengan kriteria.
Alvin A. Arens, Randal J. Elder, Mark S. Beasley yang diterjemahkan oleh Amir
Abadi Jusuf (2014:5) Auditor harus memiliki kualifikasi untuk memahami kriteria
yang digunakan dan harus kompeten untuk mengetahui jenis serta jumlah bukti yang
akan diumpulkan guna mencapai kesimpulan yang tepat setelah memeriksa bukti
tersebut. Auditor juga harus memiliki sikap mental yang independen. Kurnia dan Elly
(2013:2), Kompetensi adalah suatu kemampuan, keahlian (pendidikan dan pelatihan)
dan berpengalaman dalam memahami kriteria dan dalam menemukan jumlah bahan
bukti yang dibutuhkan untuk dapat mendukung kesimpulan yang akan diambilnya.
Semakin banyak pihak yang membutuhkan informasi atas laporan keuangan, maka
seorang auditor dituntut untuk meningkatkan kinerjanya agar menghasilkan penilaian
yang berkualitas dan tidak menyesatkan para 3 penggunanya. Untuk mendukung hal
tersebut, auditor harus mengumpulkan berbagai bahan bukti yang memadai dan
berkompeten. Libby (1995) dalam Melly (2015) menjelaskan bahwa terdapat
beberapa alasan mengapa pengalaman audit mempengaruhi ketepatan penilaian
auditor terhadap bahan bukti yang diperlukan. Pengalaman menumbuhkan
kemampuan auditor untuk mengolah informasi, membuat perbandingan-perbandingan
mental berbagai solusi alternatif dan mengambil tindakan-tindakan yang diperlukan.
Auditor yang belum berpengalaman tidak memiliki kemampuan seperti itu. Dengan

2
pengalaman audit mereka, auditor mengembangkan struktur memori yang luas dan
kompleks yang membentuk kumpulan infromasi yang dibutuhkan dalam membuat
keputusan-keputusan. Semakin banyak pengalaman auditor semakin dapat
menghasilkan berbagai macam dugaan dalam menjelaskan temuan audit. Hal ini
berarti dalam mengumpulkan bukti audit, seorang auditor harus mempunyai
pengalaman agar memiliki cara pandang untuk mengumpulkan informasi yang
diperoleh selama melakukan pemeriksaan. Pengalaman kerja auditor sangat berperan
penting dalam meningkatkan keahlian auditor selain pendidikan formal yang dimiliki
oleh auditor. Dengan keahlian yang dimiliki auditor akan memungkinkan tugas-tugas
pemeriksaan yang dijalankan dapat diselesaikan secara baik dengan hasil yang
maksimal. Keahlian diperoleh dengan pendidikan formal maupun nonformal yang
harus terus menerus ditingkatkan. Pengalaman-pengalaman dalam bidang audit dan
akuntansi dapat 4 dijadikan salah satu cara meningkatkan keahlian auditor seperti
berbagai variasi penugasan yang sering dihadapi dan lamanya waktu menjadi seorang
auditor. Fenomena kasus-kasus mengenai bukti audit salah satunya yaitu mengenai
kasus Pertamina Energy Trading Ltd (PETRAL) yang merupakan anak perusahaan
PT. Pertamina yang mempunyai tugas melakukan ekspor dan impor minyak.
Berdasarkan hasil audit Korda Mentha Adanya beberapa pekerja yang tidak
kooperatif dalam memberikan informasi kepada auditor sehingga menyulitkan auditor
Korda Mentha selama melakukan proses audit. Dengan pengalaman dan kompetensi
yang dimiliki auditor Korda Mentha akhirnya menemukan cara untuk mengatasi hal
tersebut, auditor Korda Mentha terpaksa menempuh ‘jalan belakang’ untuk
mendapatkan data dan informasi yang dapat dijadikan bukti audit. Dengan cara
tersebut maka ditemukan bukti mengenai indikasi secara faktual bahwa ada
pertukaran informasi via e-mail dari para pegawai yang berkomunikasi dengan vendor
dan berdasarkan temuan auditor Korda Mentha jaringan mafia minyak dan gas
(migas) menguasai kontrak pasokan minyak senilai US$ 18 miliar atau sekitar Rp 250
triliun selama periode 2012-2014. Dan dari hasil audit itu pula ditemukan semua
pemasok minyak mentah dan bahan bakar minyak ke Pertamina melalui Petral pada
periode tersebut ternyata berafiliasi dengan satu badan yang sama. Adanya pembocor
informasi menjadi bukti tidak diterapkannya prinsip good corporate governance
dalam manajemen. (Sindonews, 2015).

3
Pengalaman Auditor, profesionalisme Auditor terhadap Kualitas Audit dan Seruni
(2011) meneliti Pengaruh Kompetensi dan Pertimbangan Profesional Auditor terhadap
Kualitas Bahan Bukti Audit yang Dikumpulkan. Perbedaan dengan beberapa penelitian di
atas adalah subjek penelitian yang penulis lakukan adalah pada Kantor Akuntan Publik
(KAP) di Kota Bandung yang terdaftar di Ikatan Akuntan Publik Indonesia (IAPI) dan
perbedaan lainnya adalah salah satu variabel yang digunakan penulis berbeda dari peneliti-
peneliti sebelumnya. Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian ilmiah dengan judul “ Dampak lemahnya bukti audit pada Kantor KAI “

A. Rumusan Masalah

1. Bagaimana tentang Bukti Audit?

2. Apa pengertian bukti audit?

3. Bagaimana kecukupan bukti audit?

4. Bagaimana kompetensi bukti audit?

5. Bagaimana sifat bukti audit?

6. Bagaimana prosedur untuk menghimpun bukti audit?

7. Bagaimana dalam evaluasi bukti audit?

8. Bagaimana keterkaitan kasus manipulasi laporan keuangan PT KAI dengan bukti audit dan
kertas kerja pemeriksaan?

B. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui tentang Bukti Audit

2. Untuk mengetahui pengertian bukti audit

3. Untuk mengetahui kecukupan bukti audit

4. Untuk mengetahui kompetensi bukti audit

4
5. Untuk mengetahui sifat bukti audit

6. Untuk mengetahui prosedur untuk menghimpun bukti audit

7. Untuk mengetahui evaluasi bukti audit

8. Untuk mengetahui pemilik dan penyimpanan Kertas Kerja Pemeriksaan

9. Untuk mengetahui keterkaitan kasus manipulasi laporan keuangan PT KAI dengan bukti
audit dan kertas kerja pemeriksaan

5
BAB III

PEMBAHASAN

 BUKTI AUDIT
Bukti audit adalah segala informasi yang mendukung angka-angka atau atau
informasi lain yang disajikan dalam laporan keuangan, yang dapat digunakan oleh
auditor sebagai dasar yang layak untuk menyatakan pendapatnya.

1. Pengertian Bukti Audit Bukti audit adalah semua informasi yang digunakan
oleh auditor untuk menyatakan opini audit. Tujuan audit laporan keuangan adalah
untuk memberikan pendapat atas kewajaran laporan keuangan klien. Untuk
mendasari pemberian pendapat tersebut, auditor harus memperoleh dan
mengevaluasi bukti. Sebagian besar waktu audit sebenarnya tercurah pada
perolehan atau pengumpulan dan pengevaluasian bukti tersebut. Auditor harus
menghimpun evidential matter (hal-hal yang bersifat membuktikan) dan tidak
sekedar evident atau bukti konkrit sebagai dasar untuk menyatakan pendapat atas
laporan keuangan klien. Bukti audit dikumpulkan oleh auditor sebagai dasar untuk
menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan. Selain catatan akuntansi,
auditor juga mengumpulkan bukti dengan melakukan pengamatan langsung
terhadap perhitungan fisik sediaan, mengajukan permintaan keterangan, dan
mendapatkan bukti dari berbagai sumber di luar perusahaan klien. Bukti audit
yang mendukung laporan keuangan terdiri dari data akuntansi dan semua
informasi penguat (corroborating information) yang tersedia bagi auditor.

 Data Akuntansi Jurnal, buku besar, dan buku pembantu, serta buku pedoman
akuntansi, memorandum, dan catatan tidak resmi, seperti daftar lembaran kerja (work
4 sheet) yang mendukung alokasi biaya, perhitungan, dan rekonsiliasi secara
keseluruhan merupakan bukti yang mendukung laporan keuangan. Auditor menguji
data akuntansi yang mendasari laporan keuangan dengan jalan :

1) Menganalisis dan me-review,

6
2) Menelusuri kembali langkah-langkah prosedur yang diikuti dalam proses
akuntansi dan dalam proses pembuatan lembaran kerja dan alokasi yang
bersangkutan,

3) Mennghitung kembali dan melakukan rekonsiliasi jumlah-jumlah yang


berhubungan dengan penerapan informasi yang sama.

 Informasi Penguat Informasi penguat meliputi :

 Segala dokumen seperti cek, faktur, surat kontrak, notulen rapat, konfirmasi, dan
pernyataan tertulis dari pihak yang mengetahui,

 Informasi yang diperoleh auditor melalui permintaan keterangan, pengamatan,


inspeksi dan pemeriksaan fisik,

 Informasi lain yang dikembangkan oleh atau tersedia bagi auditor yang
memungkinkannya untuk menarik kesimpulan berdasarkan alasan yang kuat.

Dokumen yang relevan yang menunjang pencatatan dalam akun-akun dan


asersi dalam laporan keuangan, biasanya disimpan dalam arsip perusahaan dan
tersedia bagi auditor untuk diaudit. Bukti audit merupakan suatu konsep yang
fundamental di dalam audit. Hal itu dinyatakan secara jelas dalam standar pekerjaan
lapangan ketiga, yang menyatakan bahwa : “bukti audit kompeten yang cukup harus
diperoleh melalui inpeksi, pengamatan, pengajuan pertanyaan, dan konfirmasi sebagai
dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan audit.”

5 Dari kalimat tersebut di atas, diperoleh hal penting yang berkaitan dengan
audit, yaitu:

1. Kecukupan bukti audit

2. Kompetensi bukti audit

3. Dasar yang memadai atau rasional

4. Sifat bukti

5. Prosedur yang dapat dilakukan untuk menghimpun bukti

7
2. Kecukupan Bukti Audit

Cukup atau tidaknya bukti Audit berkaitan dengan kuantitas bukti yang harus
dikumpulkan oleh auditor. Faktor yang mempengaruhi pertimbangan auditor dalam
menentukan cukup atau tidaknya bukti audit adalah :

a. Materialitas

Materialistis ditujukan untuk derajat signifikansi dari kelas transaksi, saldo akun, dan
pengungkapan bagi pengguna laporan keuangan. Auditor harus membuat pendapat
pendahuluan atas tingkat materialitas laporan keuangan. Ada hubungan terbalik antara tingkat
materialitas dan kuantitas bukti audit yang diperlukan. Semakin rendah tingkat materialitas,
semakin banyak kuantitas bukti yang diperlukan. Sebaliknya, jika tingkat materialitas tinggi,
maka kuantitas bukti yang diperlukan sedikit. Tingkat materialitas yang ditentukan rendah
berarti tolerable misstatement rendah. Rendahnya salah saji yang dapat ditoleransi menuntut
auditor untuk menghimpun lebih banyak bukti sehingga auditor yakin tidak ada salah saji
material yang terjadi. Auditor harus dapat membedakan secara jelas antara tingkat
materialitas saldo akun dengan akun yang material. Pada umumnya akun yang material
terhadap laporan keuangan lebih banyak memerlukan bukti daripada akun yang tidak
material. Di samping itu, akun yang berisiko tinggi terhadap salah 6 saji dalam laporan
keuangan lebih banyak memerlukan bukti daripada akun yang berisiko rendah terjadi salah
saji.

b. Risiko audit

Risiko salah saji material ditujukan pada risiko bawaan yang asersinya mungkin
disalahsajikan dan risiko pengendalian yang mana pengendalian internalnya gagal untuk
mencegah atau mendeteksi salah saji yang material dalam asersi. Ada hubungan terbalik
antara risiko audit dengan jumlah bukti yang diperlukan untuk mendukung pendapat
auditor atas laporan keuangan. Rendahnya risiko audit berarti juga tingginya tingkat
kepastian yang diyakini auditor mengenai ketepatan pendapatnya. Tingginya tingkat
kepastian tersebut menuntut auditor untuk menghimpun bukti yang lebih banyak.
Semakin rendah tingkat risiko audit yang dapat diterima auditor, semakin banyak
kuantitas bukti yang diperlukan. Hubungan terbalik juga ada antara risiko deteksi dengan
jumlah bukti yang diperlukan. Semakin rendah tingkat risiko deteksi yang dapat diterima

8
auditor, semakin banyak bukti yang diperlukan. Sebaliknya ada hubungan searah antara
risiko bawaan dan risiko pengendalian dengan kuantitas bukti yang diperlukan. Semakin
tinggi tingkat risiko bawaan, semakin banyak bukti yang diperlukan. Semakin tinggi
tingkat risiko pengendalian, semakin banyak bukti yang diperlukan.

c. Faktor-faktor ekonomi

Auditor memilih keterbatasan sumber daya yang digunakan untuk memperoleh bukti
yang diperlukan sebagai dasar yang memadai untuk memberikan pendapat atas kewajaran
laporan keuangan. Pelaksanaan audit menghadapi kendala waktu dan biaya dalam
menghimpun bukti. Auditor harus memperhitungkan apakah setiap tambahan biaya dan
waktu untuk 7 menghimpun bukti seimbang dengan keuntungan atau manfaat yang
diperoleh melalui kuantitas dan kualitas bukti yang dihimpun.

d. Ukuran dan karakteristik

Pengumpulan bukti audit dan pemeriksaan terhadap bukti audit dilakukan atas dasar
sampling. Ada hubungan searah antara besar populasi dengan besar sampling yang harus
diambil dari populasi tersebut. Semakin besar populasinya semakin besar jumlah sampel
bukti audit yang harus diambil dari populasinya. Sebaliknya, semakin kecil populasi
semakin kecil jumlah sampel bukti audit yang diambil dari populasi. Karakteristik
populasi berkaitan denga homogenitas atau variabelitas item individual yang menjadi
anggota populasi. Auditor memerlukan lebih banyak sampel dan informasi yang lebih
kuat atau mendukung atas populasi yang bervariasi anggotanya daripada populasi yang
seragam.

3. Kompetensi Bukti Audit

Kompetensi bukti audit berhubungan dengan kualitas atau keandalan data akuntansi dan
informasi penguat.

 Kompetensi data akuntansi Keandalan catatan akuntansi dipengaruhi secara langsung


oleh efektivitas pengendalian intern.

 Kompetensi Informasi Penguat Kompetensi informasi penguat dipengaruhi oleh


berbagai faktor berikut ini:

9
a. Relevansi. Bukti audit harus berkaitan dengan tujuan audit.

b. Sumber. 8 Bukti audit yang berasal dari sumber di luar organisasi klien pada umumnya
merupakan bukti yang tingkat kompetensinya dianggap tinggi.

c. Ketepatan waktu. Berkaitan dengan tanggal berlakunya bukti yang diperoleh auditor

d. Objektivitas. Bukti yang bersifat objektif umumnya dianggap lebih andal dibandingkan
bukti yang bersifat subjektif.

Faktor yang mempengaruhi pertimbangan auditor tentang kelayakan bukti audit :

a. Petimbangan profesional.

Pertimbangan profesional merupakan salah satu faktor yang menentukan keseragaman


penerapan mutu dan jumlah bukti yang diperlukan dalam audit.

b. Integritas Manajemen.

9 Manajemen bertanggungjawab atas asersi yang tercantum dalam laporan keuangan


dan berada dalam posisi untuk mengendalikan sebagian besar bukti penguat dan data
akuntansi yang mendukung laporan keuangan. Oleh karena itu auditor akan meminta
bukti kompeten jika terdapat keraguan terhadap integritas manajemen.

c. Kepemilikan publik versus terbatas.

Umumnya auditor memerlukan tingkat keyakinan yang lebih tinggi dalam audit atas
laporan perusahaan publik dibandingkan dengan audit atas laporan keuangan perusahaan
yang dimiliki oleh kalangan terbatas karena dalam audit atas laporan keuangan perusahaan
publik, laporan audit digunakan oleh pemakai dari kalangan yang lebih luas, dan pemakai
laporan audit tersebut hanya mengandalkan pengambilan keputusan investasinya terutama
atas keuangan laporan auditan.

d. Kondisi keuangan.

Umumnya jika suatu perusahaan mengalami kesulitan keuangan dan proses


kebangkrutan, pihak-pihak yang berkepentingan akan menyalahkan auditor karena auditor
dianggap gagal untuk memberikan peringatan sebelumnya mengenai memburuknya kondisi
keuangan perusahaan. Dalam keadaan ini, auditor harus mempertahankan pendapatnya atas
laporan keuangan auditan dan mutu pekerjaan audit yang telah dilaksanakan.

10
4. Sifat Bukti Audit

Bukti audit terdiri dari:

1. Catatan akuntansi yang mendasari laporan keuangan

2. Informasi lain yang mendukung catatan akuntansi dan kesimpulan logis auditor tentang
penyajian yang wajar dalam laporan keuangan. Bukti audit dapat diperoleh dari audit yang
sebelumnya atau prosedur pengendalian perusahaan untuk menerima dan melanjutkan
penugasan audit. 10 Contoh catatan akuntansi :

 Cek dan catatan dari transfer dana secara elektronik

 Faktur

 Kontrak

 Buku besar dan buku pembantu

 Jurnal dan penyesuaian lain dalam laporan keuangan yang tidak tergambarkan dalam jurnal
formal

 Catatan seperti kertas kerja dan spread sheet yang mendukung alokasi kos, perhitungan,
rekonsiliasi

 Pengungkapan

 Buku pedoman akuntansi

Manajemen menyiapkan laporan keuangan berdasaran catatan akuntansi entitas dan


mendapatkan beberapa bukti dengan menguji catatan akuntansi. Akan tetapi, catatan
akuntansi tidak menyediakan bukti yang cukup dalam memberikan opini audit laporan
keuangan sehingga dibutuhkan informasi seperti :

 Notulen rapat

 Konfirmasi dari pihak ketiga

 Laporan analis

 Data yang dapat dibandingkan dengan competitor

11
 Pengendalian intern manual

 Info yang diperoleh melalui prosedur audit audit seperti wawancara, observasi/inspeksi
catatan/dokumen 11

 Informasi yang dikembangkan oleh auditor Bukti audit yang mendukung laporan keuangan
terdiri dari dua jenis, yaitu:

a. Data akuntansi yang mendasari (underlying accounting data)

 Pengendalian Intern

Pengendalian intern yang dibentuk dalam setiap kegiatan perusahaan dapat digunakan
untuk mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi. Kuat atau lemahnya pengendalian
intern merupakan faktor utama yang menentukan jumlah bukti audit yang harus
dikumpulkan oleh auditor dari berbagai sumber bukti.

 Catatan Akuntansi. Jurnal, buku besar, dan buku pembantu merupakan catatan akuntansi
yang digunakan oleh klien untuk mengolah transaksi keuangan guna menghasilkan laporan
keuangan. Auditor akan melakukan penelusuran kembali jumlah yang tercantum dalam
laporan keuangan melalui catatan akuntansi.

b. Semua bukti atau informasi pendukung atau penguat (corroborating information) yang
tersedia bagi auditor

 Bukti fisik. Bukti fisik adalah bukti audit yang diperoleh dengan cara inspeksi atau
perhitungan aktiva berwujud. Tipe bukti ini umumnya dikumpulkan oleh auditor dalam
pemeriksaan terhadap sediaan, kas, surat berharga, piutang wesel, investasi jangka panjang,
dan aktiva berwujud.

 Bukti Dokumenter.

12 Tipe bukti audit ini dibuat dari kertas bertuliskan huruf dan atau angka atau
simbol-simbol yang lain. Menurut sumbernya, bukti dokumenter dapat dibagi menjadi tiga
golongan : 1. Bukti dokumenter yang dibuat oleh pihak luar yang bebas yang dikirimkan
langsung kepada auditor. Bukti audit ini diperoleh melalui prosedur konfirmasi. Penggunaan
konfirmasi untuk memperoleh informasi tergantung pada perlunya informasi yang andal
dalam siruasi tertentu dan tersedianya bukti alternatif.

12
2. Bukti dokumenter yang dibuat pihak luar yang bebas yang disimpan dalam arsip klien.
Contohnya : rekening koran bank (bank statement), faktur dari penjual, order pembelian dari
customer, sertifikat saham.

3. Bukti dokumenter yang dibuat dan disimpan dalam organisasi klien. Kualitasnya lebih
rendah karena tidak adanya pengecekan dari pihak luar yang bebas.

 Perhitungan Perhitungan dilakukan sendiri oleh auditor untuk membuktikan ketelitian


perhitungan yang terdapat dalam catatan klien merupakan salah satu bukti audit yang bersifat
kuantitatif. Contoh tipe bukti audit ini adalah :

1. Footing, yaitu pembuktian ketelitian penjumlahan vertikal.

2. Cross-footing, yaitu pembuktian ketelitian penjumlahan horizontal.

 Bukti Lisan Permintaan secara lisan oleh auditor kepada karyawan kliennya akan
menghasilkan informasi tertulis atau lisan. Jawaban lisan yang diperoleh dari permintaan
keterangan tersebut merupakan tipe bukti lisan.

 Perbandingan 13 Untuk menentukan akun atau transaksi yang akan dipisahkan guna
penyelidikan yang lebih intesnif, auditor melakukan analisis terhadap perbandingan setiap
aktiva, utang, penghasilan, dan biaya dengan saldo yang berkaitan dalam tahun sebelumnya.
Auditor juga mempelajadi hubungan persentase bergabai unsur dalam laporan keuangan.
Bukti audit berupa perbandingan dan ratio ini dikumpulkan oleh auditor pada awal audit
untuk membantu penentuan objek audit yang memerlukan penyelidikan yang mendalam dan
diperiksa kembali pada akhir audit untuk menguatkan kesimpulan-kesimpulan yang dibuat
atas dasar bukti-bukti lain.

 Bukti dari spesialis Spesialis adalah seorang atau erusahaan yang memiliki keahlian atau
pengetahuan khusus dalam bidang selain akuntansi dan auditing. Auditor harus mengadakan
konsultasi dengan spesialis yang sesuai dengan objek yang akan diaudit. Auditor harus
membuat surat perjanjian kerja dengan spesialis, tetapi tidak boleh menerima begitu saja
hasil-hasil penemuan spesialis tersebut. Bukti audit yang bersumber dari data akuntansi klien
terdiri atas:

a. Jurnal

b. Buku besar dan buku pemantu

13
c. Buku pedoman akuntansi

d. Memorandum dan catatan informal seperti work sheet (daftar lembar kerja/neraca lajur),
perhitungan dan rekonsiliasi Bukti audit pendukung adalah bukti yang mendukung atas
laporan keuangan, bukti audit pendukung meliputi :

a. Bukti fisik

b. Bukti konfirmasi 14

c. Bukti dokumenter

d. Bukti representasi atau pernyataan tertulis baik dari manajemen maupun dari spesialis

e. Perhitungan sebagai bukti matematis

f. Bukti lisan

g. Bukti analitis dan perbandingan

h. Struktur pengendalian intern

5. Prosedur untuk menghimpun bukti

Ada empat tindakan dalam menghimpun bukti audit seperti yang tercantum dalam standar
pekerjaan lapangan yang ketiga. Keempat tindakan itu adalah:

1. Inspeksi

2. Pengamatan

3. Pengajuan pertanyaan

4. Konfirmasi Ada beberapa hal lain yang perlu diketahui berkaitan dengan keputusan yang
diambil auditor dalam proses pengumpulan bukti. Hal tersebut adalah:

1. Penentuan prosedur audit

2. Penentuan besarnya sampel

3. Penentuan elemen tertentu yang harus dipilih sebagai sampel

4. Penentuan waktu pelaksanaan prosedur audit

14
6. Evaluasi Bukti

Audit Evaluasi bukti audit diperlukan untuk menyiapkan laporan audit yang tepat.
Evaluasi bukti audit dilakukan selama dan pada akhir audit atau pada akhir pekerjaan
lapangan. Pengevaluasian selama audit dilakukan bersamaan dengan dilakukannya verifikasi
atas asersi laporan keuangan.

Pengevaluasian pada akhir pekerjaan lapang dilakukan saat auditor akan memutuskan
pendapat yang akan dinyatakan dalam laporan audit. Dalam mengevaluasi bukti audit, auditor
harus memperhatikan tujuan audit.

Tujuan audit dapat berkaitan dengan fakta. Evaluasi bukti ini harus harus lebih teliti lagi
bila menghadapi situasi audit yang mengandung risiko besar. Situasi tersebut adalah sebagai
berikut:

 Pengawasan intern yang lemah

 Kondisi keuangan klien yang tidak sehat

 Manajemen yang tidak dapat dipercaya

 Penggantian kantor akuntan publik

 Perubahan peraturan perpajakan

 Usaha yang bersifat sekulatif

 Transaksi yang kompleks

15
7. Kasus Manipulasi Laporan Keuangan PT KAI

PT KAI Menerapkan proses GCG (Good Corporate Governance) dalam suatu perusahaan
bukan suatu proses yang mudah. Diperlukan konsistensi, komitmen, dan pemahaman yang
jelas dari seluruh stakeholders perusahaan mengenai bagaimana seharusnya proses tersebut
dijalankan. Namun, dari kasuskasus yang terjadi di BUMN ataupun Perusahaan Publik dapat
ditarik kesimpulan sementara bahwa penerapan proses GCG belum dipahami dan diterapkan
sepenuhnya. Pembedahan kasus-kasus yang telah terjadi di perusahaan atas proses
pengawasan yang efektif akan menjadi pembelajaran yang menarik dan kiranya dapat kita
hindari apabila kita dihadapkan pada situasi yang sama. Salah satu contohnya adalah kasus
audit umum yang dialami oleh PT. Kereta Api Indonesia (PT. KAI).

Kasus ini menunjukkan bagaimana proses tata kelola yang dijalankan dalam suatu
perusahaan dan bagaimana peran dari tiap-tiap organ pengawas dalam memastikan penyajian
laporan keuangan tidak salah saji dan mampu menggambarkan keadaan keuangan perusahaan
yang sebenarnya. Kasus PT. KAI berawal dari perbedaan pandangan antara Manajemen dan
Komisaris, khususnya Ketua Komite Audit dimana Komisaris menolak menyetujui dan
menandatangani laporan keuangan yang telah diaudit oleh Auditor Eksternal. Komisaris
meminta untuk dilakukan audit ulang agar laporan keuangan dapat disajikan secara
transparan dan sesuai dengan fakta yang ada. Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya
kasus PT. KAI adalah rumitnya laporan keuangan PT. KAI. Perbedaan pandangan antara
manajemen dan komisaris tersebut bersumber pada perbedaan mengenai:

1. Masalah piutang PPN. Piutang PPN per 31 Desember 2005 senilai Rp. 95,2 milyar,
menurut Komite Audit harus dicadangkan penghapusannya pada tahun 2005 karena
diragukan kolektibilitasnya, tetapi tidak dilakukan oleh manajemen dan tidak dikoreksi oleh
auditor.

2. Masalah Beban Ditangguhkan yang berasal dari penurunan nilai persediaan. Saldo beban
yang ditangguhkan per 31 Desember 2005 sebesar Rp. 6 milyar yang merupakan penurunan
nilai persediaan tahun 2002 yang belum diamortisasi, 32 menurut Komite Audit harus
dibebankan sekaligus pada tahun 2005 sebagai beban usaha.

3. Masalah persediaan dalam perjalanan. Berkaitan dengan pengalihan persediaan suku


cadang Rp. 1,4 milyar yang dialihkan dari satu unit kerja ke unit kerja lainnya di lingkungan

16
PT. KAI yang belum selesai proses akuntansinya per 31 Desember 2005, menurut Komite
Audit seharusnya telah menjadi beban tahun 2005.

4. Masalah uang muka gaji. Biaya dibayar dimuka sebesar Rp. 28 milyar yang merupakan
gaji Januari 2006 dan seharusnya dibayar tanggal 1 Januari 2006 tetapi telah dibayar per 31
Desember 2005 diperlakukan sebagai uang muka biaya gaji, yang menurut Komite Audit
harus dibebankan pada tahun 2005.

5. Masalah Bantuan Pemerintah Yang Belum Ditentukan Statusnya (BPYDBS) dan


Penyertaan Modal Negara (PMN). BPYDBS sebesar Rp. 674,5 milyar dan PMN sebesar Rp.
70 milyar yang dalam laporan audit digolongkan sebagai pos tersendiri di bawah hutang
jangka panjang, menurut Komite Audit harus direklasifikasi menjadi kelompok ekuitas dalam
neraca tahun buku 2005.

Beberapa hal yang direfentifikasi turut berperan dalam masalah pada laporan
keuangan PT. KAI Indonesia:

1. Auditor internal tidak berperan aktif dalam proses audit, yang berperan hanya auditor
Eksternal.

2. Komite audit tidak ikut serta dalam proses penunjukkan auditor sehingga tidak terlibat
proses audit.

3. Manajemen (tidak termasuk auditor eksternal) tidak melaporkan kepada komite audit dan
komite audit tidak menanyakannya.

4. Adanya ketidakyakinan manajemen akan laporan keuangan yang telah disusun, sehingga
ketika komite audit mempertanyakan manajemen merasa tidak yakin.

Terlepas dari pihak mana yang benar, permasalahan ini tentunya didasari oleh tidak
berjalannya fungsi check and balances yang merupakan fungsi substantif dalam perusahaan.
Yang terpenting adalah mengidentifikasi kelemahan yang ada sehingga dapat dilakukan
penyempurnaan untuk menghindari munculnya permasalahan yang sama di masa yang akan
datang.

Berikut ini beberapa solusi dan rekomendasi yang disarankan kepada PT KAI untuk
memperbaiki kondisi yang telah terjadi:

17
1. Apabila Dewan Komisaris ini merasa direksi tidak capable (mampu) memimpin
perusahaan, Dewan Komisaris dapat mengusulkan kepada pemegang saham untuk mengganti
direksi.

2. Diperlukannya kebijaksanaan (wisdom) dari Anggota Dewan Komisaris untuk memilah-


milah informasi apa saja yang merupakan private domain.

3. Komunikasi yang intens sangat diperlukan antara Auditor Eksternal dengan Komite Audit.

4. Komite Audit sangat mengandalkan Internal Auditor dalam menjalankan tugasnya untuk
mengetahui berbagai hal yang terjadi dalam operasional perusahaan.

5. Komite Audit tidak memberikan second judge atas opini Auditor Eksternal, karena opini
sepenuhnya merupakan tanggung jawab Auditor Eksternal.

6. Harus ada upaya untuk membenarkan kesalahan tahun-tahun lalu, karena konsistensi yang
salah tidak boleh dipertahankan.

7. Komite Audit tidak berbicara kepada publik karena esensinya Komite Audit adalah organ
Dewan Komisaris sehingga pendapat dan masukan Komite Audit harus disampaikan kepada
Dewan Komisaris. Apabila Dewan Komisaris tidak setuju dengan Komite Audit, tetapi
Komite Audit tetap pada pendiriannya, Komite Audit dapat mencantumkan pendapatnya pada
Laporan Komite Audit yang terdapat dalam laporan tahunan perusahaan.

8. Manajemen menyusun laporan keuangan secara tepat waktu, akurat dan full disclosure.

9. Komite Audit dan Dewan Komisaris sebaiknya melakukan inisiatif untuk membangun
budaya pengawasan dalam perusahaan melalui proses internalisasi, sehingga pengawasan
merupakan bagian tidak terpisahkan dari setiap organ dan individu dalam organisasi.

Bukti pada kasus PT. KAI dikaitkan dengan Pendekatan dalam audit:

1. Bukti audit top-down Dalam laporan keuangan PT KAI tahun 2005, perusahaan BUMN itu
dicatat meraih keutungan sebesar Rp 6,9 Miliar. Padahal apabila diteliti dan dikaji lebih rinci,
perusahaan seharusnya menderita kerugian sebesar Rp 63 Miliar.

2. Bukti audit bottom-up Ditemukan adanya kejanggalan dari laporan keuangan PT. KAI
tahun 2005. Pajak pihak ketiga sudah tiga tahun tidak pernah ditagih, tetapi dalam laporan
keuangan itu dimasukkan sebagai pendapatan PT KAI selama tahun 2005. Kewajiban PT.

18
KAI untuk membayar surat ketetapan pajak (SKP) pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar Rp
95,2 Miliar yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak pada akhir tahun 2003 disajikan
dalam laporan keuangan sebagai piutang atau tagihan kepada beberapa pelanggan yang
seharusnya menanggung beban pajak itu, padahal ia tidak dapat dikelompokan dalam bentuk
pendapatan atau asset.

Dengan demikian, kekeliruan dalam pencatatan transaksi atau perubahan keuangan


telah terjadi disini. Penurunan nilai persediaan suku cadang dan perlengkapan sebesar Rp 24
Miliar yang diketahui pada saat dilakukan inventarisasi tahun 2002 diakui manajemen PT
KAI sebagai kerugian secara bertahap selama lima tahun. Pada akhir tahun 2005 masih
tersisa saldo penurunan nilai yang belum dibebankan sebagai kerugian sebesar Rp 6 Miliar,
yang seharusnya dibebankan seluruhnya dalam tahun 2005.

Berdasarkan kompetensi bukti audit Sumber Bahan Bukti dan Kualifikasi Orang yang
Memberikan Informasi terhadap Bukti Sumber temuan bukti berasal dari Komite Audit
dimana Komisaris menolak menyetujui dan menandatangani laporan keuangan yang telah
diaudit oleh Auditor Eksternal karena merasa terdapat kejanggalan.

Dalam hal ini, komisaris yang merangkap sebagai komite audit PT. KAI yaitu
Hekinus Manao berbicara kepada publik dan menolak menyetujui laporan keuangan PT. KAI
tahun 2005 yang telah diaudit oleh akuntan publik karena setelah diteliti dengan seksama
mengenai ditemukan adanya kejanggalan dari laporan keuangan PT. KAI tahun 2005.
Ketiadaan tata kelola yang baik itu juga membuat komite audit (komisaris) PT. KAI baru bisa
dibuka akses terhadap laporan keuangan setelah diaudit akuntan publik.

Data akuntansi yang mendasari Catatan akuntansi Berupa catatan akuntansi tahun
2002 yang membebankan kerugian akibat penurunan persediaan berupa suku cadang sebesar
Rp 24 M. Bukti penguat 1) Bukti analitis Bukti analitis salah satunya adalah dengan melihat
data catatan kerugian penurunan persediaan berupa suku cadang tahun 2002 sebesar 24 miliar
yang harus dibebankan bertahap selama 5 tahun. Pada tahun 2005, masih tersisa kerugian
sejumlah Rp 6 Miliar, namun tidak dicatat. 2) Bukti dokumenter Bukti documenter berupa
surat ketetapan pajak (SKP) pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar Rp 95,2 Miliar yang
diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak pada akhir tahun 2003 Catatan akuntansi 3)Bukti
lisan Bukti lisan berupa pernyataan manajemen PT. KAI pada tahun 1998- 2003 tidak
melakukan pencadangan kerugian terhadap kemungkinan tidak tertagihnya kewajiban pajak.

19
PT KAI salah saji dalam pelaporan keuangan. Akan tetapi setelah pelaksanaan proses
audit, di antaranya pembuatan kertas kerja, auditor memberikan opini wajar. Namun
berdasarkan temuan dari Komite Audit, terdapat banyak kejanggalan dalam audit laporan
keuangan yang dilakukan oleh auditor eksternal. Sehingga Komite Audit meminta untuk
dilakukan audit ulang. Oleh karena itu kertas kerja pemeriksaan yang sudah dibuat oleh
auditor mengindikasikan bahwa adanya kesalahan perhitungan dan penyajian. Hal tersebut
disebabkan karena dalam penyusunan KKP didasarkan atas bukti-bukti audit yang
dikumpulkan, salah satunya yaitu laporan keuangan PT KAI. Tetapi auditor tidak
menunjukkan adanya kesalahan dalam penyajian laporan keuangan tersebut.

20
BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan

Bukti audit adalah semua informasi yang digunakan oleh auditor untuk menyatakan
opini audit. Tujuan audit laporan keuangan adalah untuk memberikan pendapat atas
kewajaran laporan keuangan klien. Untuk mendasari pemberian pendapat tersebut, auditor
harus memperoleh dan mengevaluasi bukti. Bukti audit yang mendukung laporan keuangan
terdiri dari data akuntansi dan semua informasi penguat (corroborating information) yang
tersedia bagi auditor.

Pengumpulan kertas kerja akuntan sangat memperhatikan kondisi sistem


pengendalian intern. Makin baik sistemnya maka semakin berkurang kertas kerjanya. Kertas
kerja meliputi semua bukti-bukti yang dikumpulkan akuntan untuk membuktikan bahwa
pemeriksaan telah dilakukan, metode dan prosedur pemeriksaan telah dilaksanakan dan
kesimpulan (temuan) telah diberikan.

Dalam kasus di atas dapat disimpulkan bahwa auditor dalam mengumpulkan bukti-
bukti audit harus jujur sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, karena dari bukti-bukti audit
tersebut akan dijadikan dasar dalam penyusunan kertas kerja pemeriksaan. Sehingga auditor
dalam menyampaikan opininya harus sesuai dengan temuan bukti.

21
DAFTAR PUSTAKA

Halim, Abdul. 2008. Auditing: Dasar-dasar Audit Laporan Keuangan. Edisi Keempat.
Yogyakarta: Unit Penerbit dan Percetakan Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN.

Jusup, Al. 2001. Auditing (Pengauditan). Yogyakarta: Bagian Penerbitan STIE YKPN.

Hartadi, Bambang. 1987. Auditing: Suatu Pedoman Pemeriksaan Akuntansi Tahap


Pendahuluan. Yogyakarta: BPFE. Mulyadi. 2002. Auditing. Jakarta: Salemba Empat.

Boyton,dkk. 2002. Modern Auditing. Jakarta: Erlangga.

http://www.kompasiana.com/www.hendri.com/permasalahan-
isuaudit_5535b24a6ea8340823da4340

22

Anda mungkin juga menyukai