Anda di halaman 1dari 4

NAMA : LISDA VERAWATI

NIM : 1951039

PARAREL DANIEL 2 DAN DANIEL 7

Daniel 2 dan Daniel 7

Kepala Emas : Babylon (605-539 BC) : Singa bersayap rajawali

Dada Perak : Medo-persia (539-331 BC) : Beruang Bertaring 3

Pinggang Tembaga : Grecia (331 – 168 BC ) : Leopard dengan 4 sayap

Kaki Besi : Roma (168 BC – 476 AD) : Binatang yang menakutkan dan dahsyat

Telapak besi dan tanah liiat : Eropa masa kini 476 AD - NOW
INFABILITAS KEPAUSAN
Dalam teologi Katolik, infalibilitas kepausan adalah dogma yang menyatakan bahwa,
dengan kuasa Roh Kudus, Sri Paus dilindungi dari (bahkan) kemungkinan membuat kesalahan
ketika ia secara resmi menyatakan atau mengumumkan kepada Gereja mengenai sebuah ajaran
dasar tentang iman atau moralitas seperti yang terkandung di dalam wahyu Tuhan, atau
setidaknya memiliki hubungan yang sangat dalam dengan wahyu Tuhan. Untuk semua ajaran
infalibilitas, Roh Kudus juga berkerja lewat tubuh Gereja untuk memastikan bahwa ajaran-ajaran
tersebut diterima oleh semua umat Katolik.
Doktrin ini didefinisikan secara dogmatis dalam Konsili Vatikan Pertama tahun 1870. Menurut
teologi Katolik, ada beberapa konsep yang penting untuk dipelajari agar bisa mengerti tentang
infalibilitas dan wahyu Tuhan: Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium (Majelis) Suci. Ajaran-
ajaran infalibilitas kepausan adalah bagian dari Magisterium Suci, yang juga terdiri atas dewan-
dewan ekumenikal (kumpulan para uskup) serta majelis-majelis biasa dan dunia. Dalam teologi
Katolik, infalibilitas kepausan adalah salah satu terusan dari infalibilitas Gereja. Infalibilitas
kepausan harus berdasarkan pada, atau minimal tidak mengkontradiksi, Tradisi Suci maupun
Kitab Suci. Infalibilitas kepausan tidak berarti bahwa Sri Paus adalah suci sempurna, yakni
dirinya khusus dibebaskan dari beban dosa.
Dalam praktiknya, para paus sangat jarang menggunakan kekuasaan infalibilitas ini, tetapi hanya
mendasarkan diri pada suatu pemikiran bahwa Gereja menerima badan kepausan sebagai pihak
penguasa yang memutuskan hal-hal yang diterima sebagai iman resmi Gereja. Semenjak
deklarasi resmi mengenai infalibilitas kepausan dalam Konsili Vatikan Pertama pada tahun 1870,
kekuasaan ini hanya pernah digunakan sekali ex cathedra: pada tahun 1950 ketika Paus Pius XII
menyatakan bahwa Diangkatnya Maria ke Surga menjadi bagian iman umat Katolik Roma.

Syarat-syarat Infalibilitas Kepausan


Pernyataan-pernyataan oleh seorang Paus yang menggunakan kuasa infalibilitas kepausan
dirujuk sebagai ketentuan-ketentuan resmi paus atau ajaran-ajaran ex cathedra. Hal ini
seharusnya tidak dirancukan dengan ajaran-ajaran yang tidak bisa salah karena dikeluarkan
secara resmi oleh sebuah dewan ekumenikal, atau dirancukan dengan ajaran-ajaran yang tidak
bisa salah berdasarkan atas kenyataan bahwa ajaran-ajaran itu diajarkan oleh magisterium biasa
dan dunia.
Menurut ajaran Konsili Vatikan Pertama dan tradisi Katolik, syarat-syarat yang harus dipenuhi
untuk mengeluarkan ajaran ex cathedra adalah sebagai berikut:
1. "Uskup Roma"
2. "Menyatakan ex cathedra" (yakni saat dalam pengutusan dari jabatannya sebagai
gembala dan guru semua umat Kristiani, dan berdasarkan pada kekuasaan apostolis
tertingginya.)
3. "Ia menentukan"
4. "bahwa sebuah doktrin mengenai iman atau moralitas"
5. "harus dipatuhi oleh seluruh Gereja" (Pastor Aeternus bab 4)
Agar sebuah ajaran oleh seorang Paus atau dewan ekumenikal diterima sebagai ajaran yang tidak
bisa salah, ajaran tersebut harus menyebutkan secara jelas bahwa Gereja menganggapnya sebagai
keputusan akhir dan mengikat. Tidak ada aturan khusus yang mengatur hal-hal tersebut, tetapi
hal tersebut biasanya diindikasikan oleh salah satu atau kedua hal berikut ini: (1) sebuah rumus
lisan yang mengindikasikan bahwa ajaran ini adalah suatu keputusan (seperti kata-kata "Kami
mengumumkan, memutuskan dan menetapkan bahwa ..."), atau (2) sebuah peringatan
pendamping yang menyatakan bahwa siapa saja yang secara sengaja menolaknya akan dianggap
keluar dari Gereja Katolik. Contohnya, pada tahun 1950, dengan Munificentissimus Deus,
ketentuan infalibilitas Paus Pius XII mengenai Diangkatnya Maria ke Surga, terdapat kata-kata
sebagai berikut: "Oleh karenanya apabila ada orang, semoga Tuhan tidak membiarkannya ada,
yang berani secara sengaja untuk menolak atau mengundang keragu-raguan akan hal yang telah
kita putuskan, biarlah ia tahu bahwa ia telah terlempar keluar secara sepenuhnya dari Tuhan dan
iman Katolik."
Sebuah ajaran yang mengandung infalibilitas oleh seorang Paus atau dewan ekumenikal dapat
mengkontradiksi ajaran-ajaran Gereja sebelumnya, sepanjang ajaran-ajaran tersebut tidak
diajarkan sendiri dengan tanpa kesalahan. Dalam kasus ini, ajaran-ajaran yang "bisa dianggap
salah" tersebut segera dihilangkan. Tentunya sebuah ajaran yang tidak bisa salah tidak bisa
mengkontradiksi ajaran infalibilitas sebelumnya, termasuk ajaran-ajaran infalibilitas tentang
Kitab Suci dan Tradisi Suci. Juga, karena sensus fidelium, sebuah ajaran yang tidak bisa salah
selanjutnya tidak bisa dikontradiksi oleh Gereja Katolik, bahkan bila ajaran tersebut sebenarnya
"bisa dianggap salah".
Adalah opini dari mayoritas teolog Katolik bahwa kanonisasi seorang paus masuk ke dalam
batasan ajaran infalibilitas. Oleh karenanya, bisa dianggap oleh mayoritas teolog ini, bahwa
orang-orang yang dikanonisasi tersebut pasti berada di surga bersama Tuhan. Namun, pendapat
infalibilitas kanonisasi ini belum pernah diajarkan secara pasti oleh Magisterium. Para teolog
lainnya, bahkan mereka yang berasal dari era awal Gereja, merujuk pendapat mayoritas ini
sebagai "pendapat yang suci, namun tetap saja hanyalah sebuah pendapat".
Sebelum puncak zaman pertengahan, orang-orang suci tidak ditetapkan oleh Uskup Roma,
melainkan oleh para uskup dari keuskupan-keuskupan setempat, menerima maupun menolak
permintaan orang-orang terhadap penetapan kesucisn seorang Kristiani yang wafat "dalam aura
kesucian". Dalam ajaran Katolik, uskup-uskup lokal tidak memiliki rahmat infalibilitas (namun
mereka memperolehnya ketika berkumpul bersama membentuk Dewan Ekumenikal), sehingga
hal ini menyebabkan kanonisasi yang dilakukan dalam masa awal Gereja tidak memiliki
kepastian infalibilitas.

Anda mungkin juga menyukai