Anda di halaman 1dari 2

Nama aku Wafa Azizah.

Nama yang pasaran tentunya, apalagi jika nama ‘Wafa’ diganti


dengan ‘Wafiq’, langsung jadi artis hahaha… Oke, cukup. Aku biasa dipanggil Wafa, tetapi di
rumah dipanggil Azizah. Entah kenapa orang tuaku memanggil Azizah, mungkin nama
kesayangan. Aku (numpang) lahir di Banjarmasin, 9 Oktober 2002. Ciyeee yang baru aja ultah
xixixi… mohon doanya ya manteman semoga bisa menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Aamiin.

Di keluargaku, dari dua belah pihak orang tua, aku adalah anak tertua. Adikku ada tiga.
Anak kedua, laki-laki namanya Bana, sudah masuk SMK, anak ketiga, perempuan namanya Fya,
mau menginjak SMP, dan anak terakhir, laki-laki namanya Nazar, baru saja duduk di kelas dua.
Jangan ditanya bagaimana keadaan rumah, pasti ribut setiap hari. Apalagi adikku yang laki-laki
cerewet semua, jadilah kami sering berkelahi. Namun, kami tetap tolong menolong sebagai
saudara, ya.

Kehidupanku berjalan dengan baik. Tumbuh selama tiga tahun di Banjarmasin, lalu pindah
ke Banjarbaru mengikuti apa kata orang tua. Jujur, pas awal-awal pindah aku sering kangen sama
bolu buatan Ibu Heri, tetangga kami di Banjarmasin. Rasanya enak sekali. Namun, karena jarak
yang jauh kami jadi jarang kembali ke Banjarmasin untuk silaturahmi dengan tetangga dahulu.
Kehidupanku selama dua tahun pertama di Banjarbaru berjalan lancer. Teman-temanku
mengasyikkan. Masuk sekolah TK Shandy Putra (sekarang telah berganti nama menjadi TK
Telkom kalau tidak salah) dan menghabiskan dua tahun disana. Aku termasuk anak yang aktif dan
cerewet. Tidak heran, teman-temanku banyak bahkan ada dari kelas dibawahku. Heran, tapi
begitulah kehidupan masa kecilku.

Saat berumur lima tahun, ibuku mendaftarkan aku di salah satu SD negeri. Tidak jauh dari
sekolah TK-ku dulu. Syukurlah aku diterima, walaupun umurku belum dibolehkan masuk sekolah
dasar, tapi Tuhan mengizinkan aku bersekolah di SDN 4 Komet. Di sekolah dasar ini, aku semakin
aktif dan nakal. Ya, walaupun nakalnya itu bukan sering berkelahi. Namun, nakalku lebih kearah
jail. Hahaha… namanya juga anak kecil kan, ya. Selama enam tahun bersekolah, teman dekatku
tidak terlalu banyak. Walaupun begitu, aku tetap berteman dengan semua orang. Aku ingat dulu
ada kakak kelasku, kami terpaut empat tahun kalau tidak salah, yang selalu menganggap aku adik.
Sayangnya, aku tidak mengingat namanya. Padahal dia salah satu teman diatasku yang paling asyik
saat itu.
Masuk ke jenjang lebih tinggi, aku disekolahkan di salah satu sekolah swasta. Sebenarnya,
aku tidak tahu mengapa diriku tidak bisa masuk sekolah negeri. Padahal, jika dilihat dari nilai
Ujian Nasionalku, aku bisa masuk di sekolah negeri. Sedih rasanya, tetapi mau bagaimana lagi?
Dengan berat hati, aku menerima untuk disekolahkan di salah satu sekolah swasta, SMP-IT
Qardhan Hasanah. Jika diingat lagi, tidak banyak memori yang menyenangkan di sekolah
menengah pertama ini. Selama tiga tahun aku hanya memikirkan bagaimana caranya mendapatkan
tiga besar. Tidak banyak berteman dengan teman sekelasku, tetapi aku yakin satu sekolah tahu
siapa itu Wafa. Hahahaha… entahlah, dulu aku pernah menjabat salah satu kursi penting di OSIS.
Ya, bagi anak umur segitu mengikuti salah satu organisasi bergengsi di sekolah langsung menjadi
terkenal. Hahaha… ada-ada saja memang.

Setelah berjuang melewati tiga tahun di bangku menengah pertama, aku memutuskan
untuk memilih sekolah negeri untuk jenjang selanjutnya. Sadar diri akan biaya yang sangat wow,
aku meneguhkan diri untuk memilih sekolah negeri. Akhirnya, dengan izin Yang Maha Kuasa,
aku diterima di SMAN 1 Banjarbaru. Orang tuaku sudah pesimis anaknya bisa masuk sekolah
negeri, apalagi notabene SMAN 1 Banjarbaru ini sekolah yang paling susah ditembus. Harus orang
pintar dengan minimal nilai ujiannya 30.00 atau diatasnya. Siapa yang tidak pesimis? Aku juga
sebenarnya. Namun, jika tidak memandang secara optimis aku yakin Tuhan tidak akan
mengaminkan do’a-ku. Selama tiga tahun, aku menjadi murid yang SANGAT AKTIF. Bukan
dikelas, melainkan di organisasi. Membalas sakit hatiku karena tidak diterima menjadi OSIS dan
MPK, akhirnya aku mengikuti banyak ekstrakurikuler dan organisasi di luar sekolah. Mulai dari
Pramuka, Jurnalis, Teater, Taekwondo, Organisasi berbasis lingkungan seperti Green Generation,
dan Dewan Kerja Ranting. Sayangnya, hal itu berdampak pada nilai akademikku. Yah… mau
disesali pun aku tidak menyesal dengan apa yang kulakukan. Hanya saja itu menjadi tekanan dan
guru-guru seakan tidak mendukung jalan ninjaku itu. Namun, Alhamdulillah… lulus.

Sewaktu di SMA, aku sudah menargetkan diri agar bisa diterima di jurusan Psikologi.
Entah di universitas mana saja yang penting lulus. Alhamdulillah, aku diterima di Universitas
Lambung Mangkurat setelah melewati perang dan badai. Jujur, masih ada rasa heran mengapa aku
bisa masuk di jurusan idamanku ini. Seperti mimpi saja. Namun, patut di syukuri, bukan?
Akhirnya, cita-citaku terkabul. Semoga dapat menyelesaikan sesuai ekspektasi dari dua belah
pihak, Aamiin.

Anda mungkin juga menyukai