Anda di halaman 1dari 10

ANGGOTA TUTOR N

 Zhafira Zaharani (201610101131)


 Imanda Tsania Putri Al Hamdhi (201610101132)
 Fadhila Auliya Mahmudah (201610101133)
 Salsabiella Diar Pratnya (201610101134)
 Aysha Muqsitoh Alfatah (201610101135)
 Fatin Saifana Adila (201610101136)
 Adelaide Jean Jacques Dozy Schlumbergerina (201610101137)
 Dea Taryna Regita Putri (201610101138)
 Imaniar Fitriatasya Vindy W. (201610101139)
 Firmansyah Agung Rizky (201610101140)

TUGAS ARTIKEL TUTORIAL 4

1. MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK TUHAN


Allah SWT memang tidaklah menciptakan „‟manusia‟‟ di atas dunia ini sebagai aksesoris
belaka dan secara kebetulan saja, melainkan dengan tugas pokok untuk menyembah Sang
Khaliknya. Disamaping itu, manusia juga bertugas untuk mengelola dan memanfaatkan kekayaan
alam yang terdapat di bumi Allah SWT ini agar manusia tersebut dapat hidup sejahtera dan
makmur lahir dan batin. Maka, untuk melaksanakan fungsinya sebagai „‟khalifah‟‟ di bumi Allah
SWT ini, manusia tersebut dibekali dengan seperangkat potensi. Dalam konteks ini, sepertinya
dunia pendidikan Islam dapat dikatakan merupakan salah satu upaya manusia yang sengaja
dipersembahkan ke arah pengembangan potensi yang dimiliki oleh manusia tersebut secara
maksimal, sehingga dapat diwujudkan dalam bentuk konkrit, atau dengan kata lain, manusia
berkemampuan untuk menciptakan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya, masyarakat dan
lingkungan paling tidak dimana ia tinggal, sebagai realisasi dari fungsi dan tujuan penciptaan
manusia sebagai khalifah Allah SWT di muka bumi.
Manusia sesungguhnya adalah “Ibadullah.” Kata atau term Ibadullah sudah umum
dimaknakan dengan “beribadah” kepada Allah. Secara lebih spesifik, pemaknaan ibadullah ini
diartikan sebagai ketundukpatuhan sang hamba kepada Allah swt., sekurang-kurangnya
sebagaimana terakumulasi pada enam rukun iman dan lima rukun Islam.
Dalam kehidupan bermasyarakat manusia perlu diberi kebebasan baik kebebasan asasi
maupun kebebasan sosial. kebebasan asasi adalah ungkapan martabat manusia sebagai makhluk
Tuhan yang mampu melakukan pilihan-pilihannya sendiri serta menentukan sikap dan
pendiriannya sendiri. Manusia sebagai makhluk Tuhan pada hakikatnya nya memiliki wawasan
luas tentang jagat. wawasan tersebut dapat diperoleh baik secara ilahiyah maupun melalui upaya
manusia yang dihimpun dan dikembangkan selama berabad-abad. dalam proses pencarian
tersebut, kecenderungan spiritual dan luhur manusia terus bekerja dalam menemukan esensi
kebenaran-kebenaran yang tentunya akan direfleksikan dalam proses dialog jasad dan roh.
Realitas manusia sebagai makhluk ciptaan tuhan terdiri atas 2 unsur pokok yaitu jasad dan roh.
jasad dimaknai sebagai elemen kasar yang konstruksi dari bertemunya sperma dan ovum dalam
steam sel, darah, daging, tulang, kulit, bulu, dan unsur fisik lainnya.
Memahami manusia sebagai makhluk Tuhan dalam uraian ini filsafat perennial
mengenai kecenderungan manusia. kecenderungan manusia pada hakekatnya terdiri atas dua hal
yaitu aku objek yang bersifat terbatas dan aku subjek yang dalam kesadaran tentang keterbatasan
mampu membuktikan bahwa dalam dirinya sendiri ia bebas dari keterbatasannya. manusia pada
prinsipnya adalah makhluk lemah lemah dalam ketergantungan manusia terhadap penciptanya.
Walaupun manusia memiliki ketergantungan akan tetapi pada hakekatnya Tuhan telah meletakkan
suatu otoritas dalam proses kehidupan manusia yang berwujud tabula rasa suci tanpa noda yang
merupakan gambaran keseimbangan terhadap dependency tersebut. tentunya tabularasa itu
diharapkan dapat dilakukan oleh manusia dengan pewarnaan yang variatif, yang dapat dilakukan
oleh manusia itulah akan menjadi gambar dan potret kehidupan setiap manusia yang dalam
kondisi sesungguhnya dapat dijalankan sebagai sumber kekayaan pengetahuan tentang misteri
hidup dan kehidupan manusia.

2. KONSEP DASAR MAKHLUK BUDAYA


Manusia sebagai makhluk yang hidup dalam suatu suku atau etnis khususnnya di Indonesia
merupakan pelaku utama budaya-budaya yang ada di dalam Nusantara itu, karena itu manusia
adalah makhluk budaya.
Sebagai makhluk berbudaya manusia mempunyai dua kekayaan yang paling utama yaitu
akal dan budi atau lazim disebut pikiran dan perasaan. Disisi lain akal dan budi
memungkinkan munculnya karya-karya manusia yang sampai kapan pun tidak akan pernah dapat
dihasilkan oleh makhluk lain. Akal dan budi atau pikiran dan perasaan memungkinkan munculnya
tuntutan-tuntutan hidup manusia yang lebih dari pada tuntutan hidup makhluk lain. Dari sifat
tuntutan itu ada yang berupa tuntutan jasmani dan ada pula tuntutan rohani. Bila diteliti jenis
maupun ragamnya sangat banyak, namun yang pasti semua itu hanya untuk mencapai kebahagiaan.
Cipta, karsa dan rasa pada manusia sebagai buah akal budinya terus melaju tanpa hentinya
berusaha menciptakan benda-benda baru untuk memenuhi hajat hidupnya, baik yang bersifat
jasmani maupun yang bersifat rohani. Dari proses ini maka lahirlah apa yang disebut kebudayaan.
Jadi kebudayaan hakikatnya tidak lain adalah segala sesuatu yang dihasilkan oleh akal budi
manusia.
Seseorang manusia dikatakan makhluk berbudaya apabila tingkah lakunya dituntun oleh akal
budinya, sehingga menciptakan kebahagiaan yang hakiki kepada dirinya dan lingkungan serta
tidak bertentangan dengan ketentuan tuhan,. Dengan ungkapan “bermanfaat bagi lingkungan nya”
hendaklah ditafsirkan paling tidak, perilakunya tersebut tidak merugikan orang lain. Manusia
dikatakan makhluk berbudaya diharapkan dapat menjaga dirinya bertindak sesuai dengan yang
telah ditentukan oleh peraturan perilaku atau batasan-batasan sebagai makhluk yang memiliki akal
budi. Itulah yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya.
Kebudayaan mempunyai kegunaan sangat besar bagi manusia, sehingga kebudayaan
memiliki peran sebagai.
a. Suatu hubungan pedoman antarmanusia atau kelompoknya.
b. Wadah untuk menyalurkan perasaan-perasaan dan kemampuan lain.
c. Sebagai pembimbing kehidupan manusia.
d. Pembedaa manusia dan binatang.
e. Petunjuk-petunjuk tentang bagaimana manusia harus bertindak dan berperilaku di
dalam pergaulan.
f. Pengantar agar manusia dapat mengerti bagaimana seharusnya bertindak, berbuat,
menentukan sikapnya jika berhubungan dengan orang lain.
Berbagai macam benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya,
berupa perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain yang
kesemuanya ditujukan untukmmembantu manusia dalam melangsungkan kehidupan
bermasyarakat adalah perwujudan kebudayaan. Sedangkan sistem pengetahuan yang meliputi
sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-
hari, kebudayaan itu bersifat abstrak termasuk dalam definisi kebudayaan.

3. KONSEP DASAR NORMA, NILAI, ETIKA DAN ESTETIKA


a. Nilai
Apa sebenarnya nilai itu? Bertens (2007) menjelaskan nilai sebagai sesuatu yang
menarik bagi seseorang, sesuatu yang menyenangkan, sesuatu yang dicari, sesuatu yang disukai
dan diinginkan. Pendeknya, nilai adalah sesuatu yang baik. Lawan dari nilai adalah non-nilai
atau disvalue. Ada yang mengatakan disvalue sebagai nilai negatif. Sedangkan sesuatu yang
baik adalah nilai positif. Hans Jonas, seorang filsuf Jerman-Amerika, mengatakan nilai
sebagai the addresse of a yes. Sesuatu yang ditujukan dengan ya. Nilai adalah sesuatu yang
kita iya-kan atau yang kita aminkan. Nilai selalu memiliki konotasi yang positif (Bertens,
2007).
Teori nilai dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika. Etika
memiliki dua arti yaitu kumpulan pengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan
manusia, dan predikat yang dipakai untuk membedakan perbuatan, tingkah laku, atau yang
lainnya. Nilai itu bersifat objektif, tapi kadang-kadang bersifat subjektif (Amsal, 2009).
Dikatakan objektif jika nilai-nilai tidak tergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai.
Tolak ukur suatu gagasan berada pada objeknya, bukan pada subjek yang melakukan penilaian.
Kebenaran tidak tergantung pada kebenaran pada pendapat individu melainkan pada
objektivitas fakta. Sebaliknya, nilai menjadi subjektif, apabila subjek berperan dalam
memberi penilaian; kesadaran manusia menjadi tolak ukur penilaian. Dengan demikian
nilai subjektif selalu memperhatikan berbagai pandangan yang dimiliki akal budi manusia,
seperti perasaan yang akan mengasah kepada suka atau tidak suka, senang atau tidak senang.

b. Norma
Norma merupakan wujud konkret dari nilai sosial. Norma dibuat untuk melaksanakan
nilai-nilai yang ada dalam masyarakat yang telah dianggap baik dan benar. Agar norma dipatuhi
oleh semua warga masyarakat, maka norma dilengkapi dengan sanksi. Sanksi adalah alat untuk
menekan atau memaksa masyarakat untuk mematuhi nilai-nilai yang telah disepakati.
Ada empat macam norma yang ada dalam masyarakat antara lain:
a) Norma agama, yaitu petunjuk hidup yang berupa perintah dan larangan agar
manusia berada dalam jalan yang diridhai Tuhan. Contoh norma agama yaitu
larangan mencuri.
b) Norma adat atau kebiasaan, yaitu norma yang berkaitan dengan sistem
penyelenggaraan hidup yang terjadi secara berulang-ulang karena dibakukan dan
diyakini sebagai sesuatu yang baik. Contoh norma adat yaitu adat pembagian
warisan.
c) Norma kesusilaan atau kesopanan, yaitu tuntutan perilaku yang harus dipatuhi oleh
setiap warga masyarakat. Norma ini memiliki substansi pokok mengenai
penghargaan terhadap harkat dan martabat orang lain. Contoh norma kesusilaan
dan kesopanan adalah cara berpakaian.
d) Norma hukum, yaitu norma masyarakat yang dibuat oleh lembaga-lembaga
berwenang, seperti MPR, DPR, DPD, dan pemerintah. Di Indonesia, norma terdiri
dari hukum perdata dan pidana. Ciri-ciri norma hukum antara lain bersifat eksplisit,
memaksa, dan dibuat oleh lembaga yang berwenang untuk mengatur perilaku sosial
warga masyarakat. Norma ini dapat lebih menjamin tertib sosial yang ada di dalam
masyarakat dibandingkan dengan norma-norma lainnya.

c. etika

Secara etimologis etika berasal dari bahasa Yunani yaitu ethos (tunggal) yang berarti
adat, kebiasaan, watak, akhlak, sikap, perasaan dan cara berpikir. Menurut kamus umum bahasa
Indonesia (Purwadarminta, 1953), etika adalah ilmu pengetahuan tentang Asas Akhlak. Etika
diartikan sebagai suatu studi mengenai norma-norma yang mengatur tingkah laku manusia,
termasuk tingkah laku spesifik dalam hal –hal tertentu. (Wantah: 2005:45) adalah ilmu yang
mengkaji tentang apa yang seharusnya. Secara sederhana etika merupakan pemikiran sistematis
tentang moral. Dalam hal ini berarti etika adalah apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia
tentang benar- salah, baik-buruknya suatu yang dilakukan manusia. Etika dapat dibagi menjadi
dua yaitu etika normatif dan etika deskriptif :
a) Etika deskriptif, melukiskan tentang laku moral dalam arti luas, misalnya adat
kebiasaan, anggapan tentang baik buruk, tindakan tindakan yang diperbolehkan tau
tidak diperbolehkan
b) etika normatif, merupakan bagian terpenting dari etika dalam bidang di mana
berlangsungnya diskusi-diskusi yang paling menarik tentang masalah moral. Etika
normatif itu tidak deskriptif melainkan preskriptif (memerintah). Hal ini bermaksud
bahwa etika normatif itu mengemukakan alasan-alasan mengapa suatu tingkah laku
disebut baik atau buruk dan mengapa suatu anggapan moral dapat dianggap benar atau
salah. Etika normatif dapat di bagi menjadi tiga, yaitu :

1. Etika umum, membahas tema-tema umum. Cara manusia dalam bertindak secara
etis dalam mengambil keputusan, teori etika, prinsip moral dasar yang menjadi
pegangan bagi manusia dalam bertindak, contoh : sikap jujur, optimis, kreatif,
rendah hati dan sopan.
2. Etika khusus, menerapkan prinsip yang umum atas wilayah perilaku manusia yang
khusus. Cara mengambil keputusan dan bertindak dalam bidang kehidupan dan
kegiatan yang didasari oleh cara, teori dan prinsip moral dasar serta bagaimana cara
menilai perilakunya dengan orang lain, contoh : berpakaian rapi, bersih, bergaul,
bertegur sapa, bertutur kata yang sopan.
3. Etika profesi, norma-norma yang diterima dan ditaati oleh para pegawai, berupa
peraturan atau merupakan kebiasaan baik yang sudah diketahui dan dilaksanakan
seluruh pegawai dengan tujuan untuk meningkatkan mutu serta mewujudkan
pegawai yang bersih dan berwibawa.

d. Estetika

Estetika adalah salah satu cabang ilmu filsafat yang membahas tentang keindahan,
bagaimana keindahan bisa tercipta, bagaimana orang bisa merasakan dan memberi penilaian
terhadap keindahan tersebut. Maka sifat filsafat estetika selalu berkaitan antara baik dam buruk.

Secara etimologi estetika diambil dari bahasa Yunani yaitu aisthetike yang berarti segala
sesuatu yang ditangkap indera. Teori estetika bermula pada filsafat Plato. Plato adalah orang
yang pertamakali mencetuskan teori tentang keindahan (theory of beauty) yang pada abad ke-
18 dan ke-19 diubah menjadi teori ikhwal estetis (theory of beauty-theory of the aesthetic).
Sampai awal abad ke 18, teori keindahan dan teori seni merupakan fokus perhatian para ahli
filsafat yang sekarang disebut estetikus (Sahman 1993: 20). Estetika merupakan bagian dari
tiga teori tunggal yaitu :

1) Epistemology, teori tentang kebenaran


2) Etika, teori tentang kebaikan dan keburukan
3) Estetika, teori tentang keindahan
Ruang lingkup bahasan estetika filosofis mencakup sebagai segi seperti definisi seni, fungsi
seni, dasar landasan keunggulan artistik, proses kreasi, apresiasi, dan prinsip-prinsip penilaian
estetik. Pendekatan etika filosofis bersifat spekulatif yang artinya menggunakan empiris dan
mengandalkan kemampuan logika atau proses mental. Filsafat estetika juga merupakan cabang
ilmu dari filsafat aksiologi yaitu filsafat nilai. Cara kerja estetika filosofis dalam pemahaman Reid
adalah : (1) menggali makna istilah dan konsep yang berkaitan dengan seni; (2) menganalisis
secara kritis da mencoba memperjelas kerancuan bahasa dan konsep -konsep; (3) memikirkan
segala sesuatu secara koheren, sehingga, meskipun estetika memiliki sisi analitis dan sisi kritis, ia
bertujuan untuk membangun suatu struktur gagasan positif yang memungkinkan semua
mendapatkan keterpaduan yang utuh.

4. MANUSIA PENCIPTA KEBUDAYAAN


Pembentukan kebudayaan terjadi dikarenakan manusia dihadapkan pada persoalan yang
meminta pemecahan dan penyelesaian atas kondisi kehidupan yang dimilikinya. Dalam rangka
bertahan atau survive, maka manusia harus mampu memenuhi apa yang menjadi kebutuhannya
sehingga manusia melakukan berbagai cara agar tetap mampu beradaptasi dengan perubahan sosial
yang terjadi. Apa yang dilakukan oleh manusia tersebut oleh manusia disebut sebagai proses
pembentukan kebudayaan. Kebudayaan yang digunakan oleh manusia untuk menyelesaikan
masalah-masalahnya, atau yang bisa disebut sebagai way of life, pedoman hidup yang digunakan
setiap individu dalam bertingkah laku.
Cara yang paling ampuh untuk memutus rantai penyebaran wabah ini adalah dengan
melakukan pembatasan sosial (social distancing) dan pembatasan fisik (physical distancing) (Tim
Kerja Kementerian Dalam Negeri, 2020). Pembatasan sosial ialah menjaga jarak dalam
bersosialisasi, menjaga jarak dalam melakukan aktivitas sosial, termasuk membatasi diri untuk
melakukan sosialisi di masyarakat meminimalisir kotak denganindividu yang lain. Begitu pula
pembatasan fisik maksudnya ialah pembatasan dengan menjaga tubuh secara fisik dengan jarak 1-
2 meter ketika melakukan kontak atau bersinggungan dengan individu lainnya. Disamping
itu pola hidup bersih dan sehat juga sangat penting untuk memutus mata rantai penyebaran virus ini
seperti selalu menggunakan masker, rajin mencuci tangan, dll (Zhou, 2020). Untuk mengatur hal
tersebut pemerintah telah dengan tegas mengeluarkan berbagai kebijakan di segala bidang
(Suharyanto, 2020). Di bidang kesehatan, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan mengenai
pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan penerapan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
Di bidang pendidikan kementerian pendidikan telah mengeluarkan surat edaran mengenai
pembelajaran dari rumah (Learning from Home) (Sekretaris Kabinet, 2020). Begitu pula di
bidang lainnya juga telah diatur tentang pembatasan dan kebijakan terbaik supaya terhindar
dari pademi ini. Sangat miris memang, namun inilah yang saat ini bias dilakukan. Terutama
dibidang pendidikan, siswa terpaksa harus belajar dari rumah dengan melakukan pola
pembelajaran jarak jauh (Remote Teaching) (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2020).
Pembelajaran jarak jauh (PJJ) ini sebenarnya tidak mudah dilakukan, berbeda hampir 80
derajat dengan pembelajaran tatap muka (face to face). Perbedaan yang paling mendasar tentu
siswa tidak bisa melakukan interaksi langsung dengan guru (Teguh, 2015). Sehingga
komunikasi yang terjalin sangatlah terbatas. Keterbatasan komunikasi menyebabkan terjadinya
pemerolehan informasi dan intruksi dari guru sangatlah terbatas. Memang pembelajaran jarak
jauh seyogyanya menitikberatkan pada kemandirian siswa (Diana dkk, 2020).
Kemandirian inilah yang nantinya harus dipupuk di dalam pandemi ini. Tentu
pembelajaran ini akan memiliki keunggulan dan kelemahan. Keunggulannya, siswa akan lebih
fleksibel dalam belajar, tidak mesti harus on time, dan tempatnyapun bisa dikondisikan tergantung
situasi dan kondisi. Siswa juga akan lebih leluasa menentukan atau mencari sumber belajarnya
sendiri bisa mengakses internet dll. Namun kelemahannya, siswa tidak dapat bersosialisasi
dengan siswa lainnya dan gurunya secara nyata, sehingga akan mempengaruhi emosional
siswa itu sendiri. Di samping itu, siswa harus bergantung dengan jaringan internet jika
pembelajaran jarak jauh yang dilakukan berbasis dalam jaringan internet (daring) (Nazerly, 2020).
Namun demikian, pada hakekatnya, kebudayaan tak akan timbul dalam bentuknya tanpa
kemampuan manusia untuk berabstraksi, dan kemudian menyatakan apa yang telah diabstraksikan
itu dalam bentuk paduan simbol-simbol sebagai pernyataan pikiran dan perasaannya. Bagaimana
kita mau meneruskan dan mengembangkan gagasangagasan dan nilai-nilai kemanusiaan yang
berlangsung dalam sepanjang kehidupan manusia sejak manusia pertama tanpa mengetahui apa
yang telah dilakukan oleh nenek moyang generasi-generasi manusia yang hidup sebelumnya? Tentu
saja tidak mungkin, dan apabila demikian maka tak akan pernah terjadi peradaban, manusia menjadi
makhluk under developed yang hampir tidak ada bedanya dengan binatang yang paling cerdas. Di
sinilah peranan kemampuan manusia menggunakan simbolsimbol sangat menentukan pula bagi
terwujudnya kebudayaan, yaitu sebagai sarana atau media untuk manivestasikan adaptasi dan
interaksinya dengan alam sebagai lingkungan ekologinya. Itulah maka manusia kemudian disebut
pula sebagai animal symbolicum.

5. HUBUNGAN ANTARA MANUSIA DENGAN BUDAYA YANG SALING MEMPENGARUHI


Manusia dan kebudayaan tak terpisahkan, secara bersama-sama menyusun kehidupan.
Manusia menghimpun diri menjadi satuan sosial-budaya, menjadi masyarakat. Masyarakat
manusia melahirkan, menciptakan, menumbuhkan, dan mengembangkan kebudayaan: tak ada
manusia tanpa kebudayaan, dan sebaliknya tak ada kebudayaan tanpa manusia; tak ada masyarakat
tanpa kebudayaan, tak ada kebudayaan tanpa masyarakat. Di antara mahluk-mahluk ciptaan Al-
Khaliq, hanya masyarakat manusia yang meniru-niru Sang Pencipta Agung merekayasa
kebudayaan. Kebudayaan adalah reka-cipta manusia dalam masyarakatnya.
Robbinsdan Judge (2002:284) menyatakan bahwa budaya yang kuat akan mempunyai
pengaruh yang besar pada perilaku anggota-anggotanya karena tingginya tingkat kebersamaan dan
intensitas menciptakan suatu iklim internal dari kendali perilaku yang tinggi. Budaya merupakan
akar dalam tradisi, maka budaya mencerminkan apa yang dilakukan, dan bukan apa yang akan
berlaku Pastin (dalam Moeljono, 2005:16).
Budaya organisasi merupakan salah satu bagian dari budaya yang mengatur kehidupan
manusia. Salah satu peranan penting nilai-nilai di dalam budaya organisasi terhadap kinerja
karyawan adalah melalui peningkatan motivasi. Hubungan kinerja yang maksimal dengan budaya
organisasi melalui motivasi tampak jelas dirasakan oleh perusahaan yang memiliki filosofi/esensi
nilai-nilai yang kuat baik dari sisi lingkungan internal maupun terhadap lingkungan eksternal
perusahaan. Tika (2006:141) menyatakan bahwa budaya organisasi membantu kinerja karena
menciptakan suatu tingkat motivasi yang luar biasa bagi karyawan.
Selain budaya organisasi, lingkungan merupakan bagian dari kebudayaan. Lingkungan juga
memiliki pengaruh yang besar dalam membentuk pribadi seseorang. Kepribadian, katanya tidak
lain daripada pola perilaku yang konsisten yang menggambarkan sejarah reinforcement yang kita
alami. Setiap orang memiliki pola sikap dan perilaku tertentu dikarenakan adanya reinforcement
(penguatan, ganjaran) dari masyarakat untuk sikap dan perilaku tersebut, bukan untuk sikap dan
perilaku yang lain. Teori reinforcement tersebut bila dikaitkan dengan sikap dan perilaku gotong-
royong bagi masyarakat desa, anggota masyarakat yang bersikap dan berperilaku positif terhadap
kegiatan gotong-royong akan mendapatkan pujian dan penghargaan sementara bagi anggota
masyarakat yang bersikap dan berperilaku negatif (menolak gotong-royong), akan mendapatkan
sanksi adat (diupat, dicela, dihina dan dianggap rendah) atau diasingkan serta dikucilkan dari
pergaulan masyarakat. Dengan cara demikian baik disadari atau tidak disadari, kebudayaan telah
menanamkan garis pengarah sikap dan perilaku kepada masyarakatnya dalam berbagai aspek
kebudayaan itu sendiri. Hanya kepribadian yang telah mapan dan kuatlah yang tidak dapat
dipengaruhi atau didominasi oleh kebudayaan-kebudayaan baru yang dianggap memiliki nilai
negatifnya Jadi, kebudayaan dengan berbagai macam ragamnya masing- masing akan membentuk,
memperkuat sekaligus merubah sikap dan perilaku baik secara individu maupun secara sosial yang
berada di lingkungan kebudayaan yang bersangkutan. Misalnya lewat pendidikan, guru sebagai
pelaksana pendidikan formal berfungsi sebagai perantara dalam suatu proses pewarisan
kebudayaan. Melalui guru aspek-aspek kebudayaan diwariskan dari satu generasi ke generasi lain
dalam suatu masyarakat. Beberapa keterampilan dan kecakapan yang merupakan aspek
kebudayaan, seperti: bahasa, ilmu pengetahuan, keterampilan-keterampilan sosial, dan
sebagainya, diterima oleh anak lewat proses belajar mengajar di sekolah.
Selain itu ada beberapa poin-poin hubungan manusia dan kebudayaan yang saling
mempengaruhi yaitu:
 Bahasa
Bahasa bukan saja merupakan "property" yang ada dalam diri manusia yang dikaji
sepihak oleh para ahli bahasa, tetapi bahasa juga alat komunikasi antar personal.
Komunikasi selalu diiringi oleh interpretasi yang di dalamnya terkandung makna. Dari
sudut pandang wacana, makna tidak pernah bersifat absolut; selalu ditentukan oleh
berbagai konteks yang selalu mengacu kepada tanda-tanda yang terdapat dalam kehidupan
manusia yang di dalamnya ada budaya. Karena itu bahasa tidak pernah lepas dari konteks
budaya dan keberadaannya selalu dibayangi oleh budaya.
Budaya dan Bahasa serta masyarakat penuturnya merupakan hal yang tidak dapat
dipisahkan. Terdapat setidak-tidaknya tiga hubungan antara masyarakat dan bahasa yaitu
(1) Bahasa mempengaruhi masyarakat, (2) Masyarakat mempengaruhi bahasa, dan (3)
Bahasa dan masyarakat saling mempengaruhi satu sama lain (Wijana dan Muhammad,
2006). Berbicara mengenai bahasa yang merupakan sebuah alat untuk masyarakat saling
berkomunikasi dan berinteraksi, tidak dapat terlepas dari kebudayaan dan norma-norma
yang berlaku dalam suatu masyarakat. Pada masyarakat yang memiliki variasi tingkat
sosial, akan menghasilkan bahasa yang berhubungan dengan adanya variasi tingkat sosial
tersebut dan juga memiliki keragaman bahasa sesuai dengan keragaman masyarakatnya.
Pada masyarakat yang terdapat perbedaan kondisi sosial antara pria dan wanita juga akan
timbul ragam atau variasi bahasa yang berbeda juga antara pria dan wanita.

 Pendidikan
Banyak pakar yang memandang pendidikan sebagai sebuah transformasi budaya
yang dapat menginternalisasikan nilai-nilai luhur. Para pakar tersebut menyatakan bahwa
pendidikan pada hakikatnya adalah seperangkat sarana yang diperoleh untuk
membudayakan nilai-nilai budaya masyarakat yang dapat mengalami perubahan-
perubahan bentuk dan model sesuai dengan tuntutan kebutuhan hidup masyarakat dalam
rangka mengejar cita-cita hidup yang sejahtera lahir maupun batin.
Menurut Ralph Linton yang dikutip oleh Joko Tri Prasetya bahwa pendidikan tidak
dapat dipisahkan dengan budaya karena antara pendidikan dan budaya terdapat hubungan
yang sangat erat dalam arti keduanya berkenaan dengan suatu hal yang sama yaitu nilai-
nilai.2 Dengan demikian tidak ada suatu proses pendidikan tanpa kebudayaan dan tidak
ada suatu pendidikan tanpa kebudayaan dan masyarakat.
Pendidikan sebagai bagian dari kebudayaan, karena pendidikan adalah upaya
memberikan pengetahuan dasar sebagai bekal hidup. Pengetahuan dasar untuk bekal hidup
yang dimaksudkan adalah kebudayaan. Pendidikan bertujuan membentuk manusia agar
dapat menunjukkan perilakunya sebagai makhluk yang berbudaya yang mampu
bersosialisasi dalam masyarakatnya dan menyesuaikan diri dengan lingkungan dalam
upaya mempertahahankan kelangsungan hidup. Pendidikan berbasis budaya menjadi
sebuah gerakan penyadaran masyarakat untuk terus belajar sepanjang hayat dalam
mengatasi segala tantangan kehidupan yang berubah-ubah dan semakin berat. Selain itu
pendidikan memberikan jawaban dan solusi atas penciptaan budaya yang didasari oleh
kebutuhan masyarakat sesuai dengan tata nilai dan sistem yang berlaku di dalamnya.
Pendidikan sebagai transformasi budaya dapat dikatakan sebagai kegiatan pewarisan
budaya dari satu generasi ke generasi yang lainnya. Seperti bayi lahir sudah berada di dalam
suatu lingkungan budaya tertentu. Di dalam lingkungan masyarakat dimana seorang bayi
dilahirkan telah mendapatkan kebiasaa-kebiasaan tertentu. Larangan-larangan, anjuran dan
ajakan tertentu seperti yang dikehendaki oleh masyarakat. Hal-hal tersebut mengenai
banyak hal seperti bahasa, cara menerima tamu, makan, bercocok tanam dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
Rizki Dwi Cahyo. Konsep Sosial Budaya Hubungan Manusia Dalam Pembentukan Kata
Majemuk Bahasa Jepang. Vol. 4, No. 2. September 2017
Ashif Az Zafi. Transformasi Budaya Melalui Lembaga Pendidikan. Vol. I, No. 1. Januari-Juni,
2018.
Khairi Abu Syairi. Pembelajaran Bahasa Dengan Pendekatan Budaya. Vol. 13. No. 2, Desember
2013.
Bertens. K. 2007. Etika. Jakarta : Gramedia
Rohman. Taufik dkk. 2007.
Lidwina. Soeisniwati, dkk. 2019. Etika Profesi Bagi Tenaga Kependidikan. Mimbar Bumi
Bengawan, Vol. 12, No. 26, hal 1-13
Buku sosiologi 1 karya taufiq rohman dkk , tahun 2007, penerbit yudhistira,
Jurnal aksiologi: antara moral, etika, dan estetika , jurnal ilmu komunikasi 4(2) 2016, hal 188-204
Kusumastuti. Eny, dkk. 2013. Filsafat Ilmu Dalam Perspektif Estetika. Jurnal Universitas Negeri
Semarang.
(Purandina, I. P. Y., & Winaya, I. M. A. (2020). Pendidikan Karakter di Lingkungan Keluarga
Selama Pembelajaran Jarak Jauh pada Masa Pandemi COVID-19. Cetta: Jurnal Ilmu
Pendidikan, Volume 3 Nomor 2, 270-290.)

(Aesijah, S. (2000). Latar Belakang Penciptaan Seni (Background of Creative Art). Harmonia:
Journal of Arts Research and Education, Volume 1 Nomor 2. )
Herina, 2018. Konsep Pendidikan Humaniora Terhadap Makhluk Berbudaya. Jurnal Universitas
PGRI Palembang.
Sari, Permata, Mira, Fadlis Dzul, & Sagaf, Umar, MM., 2019. Manusia sebagai Makhluk Budaya,
Apresiasi terhadap Kemanusiaan dan Kebudayaan. Nusa Tenggara Barat: IAIM BIMA
Ilmu Sosial dan Budaya Dasar oleh Prof. Dr. Rusmin Tumanggor, M.A. dkk 2019
Syukri Syamaun. PENGARUH BUDAYA TERHADAP SIKAP DAN PERILAKU
KEBERAGAMAAN. JURNAL AT-TAUJIH BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM Vol. 2
No. 2 Juli - Desember 2019
Susilo, Heru. 2000. PENGARUH BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KINERJA KARYAWAN
DENGAN MOTIVASI KERJA SEBAGAI VARIABEL MEDIATOR. Malang: Studi Pada PT Astra
Internasional
Jurnal Administrasi Bisnis (JAB) Vol. 57 No.1 April 2018

Anda mungkin juga menyukai