Pada awal sejarah pendidikan, guru merupakan satu-satunya sumber untuk memperoleh
pelajaran. Dalam perkembangan selanjutnya, sumber belajar itu kemudian bertambah dengan
adanya buku. Pada masa itu kita mengenal tokoh bernama Johan Amos Comenius yang tercatat
sebagai orang pertama yang menulis buku bergambar yang ditujukan untuk anak sekolah. Buku
tersebut berjudul Orbis Sensualium Pictus (Dunia Tergambar) yang diterbitkan pertama kali pada
tahun 1657. Penulisan buku itu dilandasi oleh suatu konsep dashjhgar bahwa tak ada sesuatu
dalam akal pikiran manusia, tanpa terlebih dahulu melalui penginderaan.
Dari sinilah para pendidik mulai menyadari perlunya sarana belajar yang dapat
meberikan rangsangan dan pengalaman belajar secara menyeluruh bagi siswa melalui semua
indera, terutama indera pandang – dengar.. Alat bantu mengajar yang mula-mula digunakan
adalah alat bantu visual seperti gambar, model, grafis atau benda nyata lain. Alat-alat bantu itu
dimaksudkan untuk memberikan pengalaman lebih konkrit, memotivasi serta mempertinggi daya
serap dan daya ingat siswa dalam belajar.
Sekitar pertengahan abad 20 usaha pemanfaatan alat visual mulai dilengkapi dengan
peralatan audio, maka lahirlah peralatan audio visual pembelajaran. Pada tahun 1960-an, para
ahli mulai memperhatikan siswa sebagai komponen utama dalam pembelajaran. Pada saat itu
teori Behaviorisme BF. Skinner mulai mempengaruhi penggunaan media dalam kegiatan
pembelajaran. Teori ini telah mendorong diciptakannya media yang dapat mengubah tingkah
laku siswa sebagai hasil proses pembelajaran. Produk media pembelajaran yang terkenal sebagai
hasil teori ini adalah diciptakannya teaching machine (mesin pengajaran) dan Programmed
Instruction (pembelajaran terprogram).
Selama ini media hanya dianggap sebagai alat bantu mengajar guru (teaching aids). Alat
bantu yang dipakai adalah alat bantu visual, misalnya gambar, model, objek, dan alat-alat lain
yang dapat memberikan pengalaman konkrit, motivasi belajar, serta mempertinggi daya serap
belajar siswa. Dengan masuknya pengaruh teknologi audio pada pertengahan abad 20, alat visual
untuk mengkonkretkan materi pelajaran selanjutnya dilengkapi dengan audio sehingga dikenal
menjadi alat audio-visual atau audio visual aids (AVA).
Berbagai peralatan digunakan oleh guru untuk menyampaikan pesan kepada siswa
melalui penglihatan dan pendengaran dengan maksud menghindari verbalisme yang masih
mungkin terjadi, kalau hanya digunakan alat bantu visual semata. Pada akhir tahun 1950 teori
komunikasi mulai mempengaruhi penggunaan alat bantu audio-visual, sehingga selain sebagai
alat bantu, media juga berfungsi sebagai penyalur pesan atau informasi belajar. Sejak saat itu alat
audio-visual bukan hanya dipandang sebagai alat bantu guru saja, melainkan juga sebagai alat
penyalur pesan atau media.
Pada dasarnya guru dan para ahli audio-visual menyambut baik perubahan ini. Guru mulai
merumuskan tujuan pembelajaran berdasarkan tingkah laku siswa. Untuk mencapai tujuan itu,
mulai dipakai berbagai format media. Berdasarkan pengalaman, keberhasilan siswa sangat
berbeda jika digunakan satu jenis media, ada siswa yang lebih senang menggunakan media
audio, namun ada pula yang lebih menginginkan media visual, maka itu digunakan berbagai
macam media sesuai dengan minat siswa, sehingga muncullah konsep penggunaan multi media
dalam kegiatan pembelajaran.
Berdasarkan perkembangan media di atas ternyata arca (relief) sebagai salah satu bentuk
relief dapat dikatakan sebagai cikal bakalnya media pendidikan, hanya saja sesuai
perkembangan, relief sepertinya terkubur dan telah digantikan oleh media pendidikan moderen
yang muncul belakangan. Selain itu sudah selayaknya media tidak lagi dipandang sebagai alat
bantu belaka bagi guru untuk mengajar, tetapi lebih sebagai penyalur pesan dari pemberi pesan.
Sebagai pembawa pesan media tidak hanya digunakan oleh guru, tetapi yang lebih penting
semestinya dapat digunakan oleh siswa secara mandiri. Sebagai pembawa dan penyaji pesan,
maka media dalam hal tertentu dapat menggantikan peran guru untuk menyampaikan informasi
secara teliti dan menarik. Fungsi tersebut dapat diterapkan tanpa kehadiran guru secara fisik,
dengan demikian pandangan tentang guru sebagai satu-satunya sumber informasi tidak berlaku
lagi.
Pada mulanya media hanya dianggap sebagai alat bantu mengajar (teaching aids). Alat
bantu yang dipakai adalah alat bantu visual, misalnya model, objek dan alat-alat lain yang dapat
memberikan pengalaman konkret, motivasi belajar serta mempertinggi daya serap atau retensi
belajar. Namun, pada saat itu perkembangan ilmu pengetahuan belum terlalu pesat seperti
sekarang. Kompleksitas materi pembelajaran masih rendah. Alat bantu visual yang ada waktu itu
kurang memperhatikan aspek desain, pengembangan pembelajaran, produksi dan evaluasinya.
Padahal pembuatan sebuah media membutuhkan sebuah tahap analisis, desain, pengembangan,
hingga evaluasi.
Kemudian, pada sekitar abad ke-20 masuknya pengaruh teknologi audio, alat visual
untuk mengkonkretkan ajaran ini dilengkapi dengan alat audio sehingga dikenal dengan audio
visual atau audio visual aids (AVA) .
Menurut Martin dan Briggs (1986) media pembelajaran adalah keseluruhan sumber yang
diperlukan untuk melakukan komunikasi dengan orang yang sedang belajar. Hal tersebut dapat
berarti perangkat keras dan perangkat lunak yang digunakan pada perangkat keras yang
digunakan untuk memahamkan peserta didik.
Menurut Hamalik (1994), media pembelajaran adalah semua hal yang dapat digunakan untuk
menyalurkan pesan (bahan pembelajaran), sehingga dapat merangsang perhatian, minat, pikiran
dan perasaan orang yang sedang belajar dalam kegiatan belajar untuk mencapai tujuan
pembelajaran tertentu.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah segala
sesuatu yang digunakan untuk menyampaikan pesan, dalam rangka merangsang pikiran, minat,
perhatian, perasaan peserta didik sehingga mereka dapat memahami materi belajar yang
diajarkan serta mendorong mereka untuk belajar.
Pada awal sejarah pendidikan, istilah media pembelajaran sebenarnya tidak dikenal. Pada masa
awal ini, guru merupakan satu-satunya sumber untuk memperoleh pelajaran. Dalam
perkembangan selanjutnya, sumber pembelajaran ini kemudian bertambah dengan adanya buku.
Pada masa adanya buku ini, dikenal tokoh bernama Johan Amos Comenius yang tercatat sebagai
orang pertama yang menulis buku bergambar yang ditujukan untuk anak sekolah. Buku yang
ditulis oleh Johan ini berjudul ”Orbis Sensualium Pictus” (Dunia Tergambar) yang diterbitkan
pertama kali pada tahun 1657.
Pada masa pertengahan abad ke-20, atau pada akhir tahun 1950, teori komunikasi yang dipelajari
oleh para ahli secara bersamaan dengan munculnya alat bantu visual mulai mempengaruhi
penggunaan alat visual yang ketika itu mulai dianggap berguna sebagai penyalur pesan atau
informasi belajar sehingga berdampak pada komunikasi pembelajaran yang dilakukan oleh guru
pada waktu itu.
Pada mulanya media hanya dianggap sebagai alat bantu dalam proses mengajar (teaching aids).
Pada waktu itu, alat bantu yang dipakai adalah alat bantu visual, misalnya model, objek dan alat-
alat lain yang dapat memberikan pengalaman konkret, motivasi belajar serta mempertinggi daya
serap para siswa didik yang sedang belajar. Kemudian, pada tahap berikutnya, mulailah muncul
pengaruh teknologi audio pada sekitar abad ke-20 yang melengkapi penggunaan alat bantu visual
tersebut. Pada akhirnya, kombinasi alat bantu audio visual untuk membantu pembelajaran ini
disebut dengan audio visual aids (AVA).
Direct Purposeful Experiences, yaitu pengalaman yang diperoleh dari kontak langsung
dengan lingkungan, objek, binatang, manusia, dan sebagainya, dan merupakan bentuk
pembelajaran paling riil yang bisa dialami oleh siswa didik.
Contrived Experiences, yaitu pengalaman yang diperoleh melalui interaksi dengan
model, benda tiruan, atau simulasi dari realitas yang asli.
Dramatized Experiences, yaitu pengalaman yang diperoleh melalui permainan, sandiwara
boneka, permainan peran, drama sosial yang mencerminkan objek asli yang hendak
dipelajari
Demonstration, yaitu pengalaman yang diperoleh dari sebuah pertunjukan
Study Trips, yaitu sebuah pengalaman yang diperoleh melalui karya wisata
Exhibition, yaitu sebuah pengalaman yang diperoleh melalui pameran
Educational Television, yaitu sebuah pengalaman yang diperoleh melalui televisi
pendidikan