Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

FARMAKOLOGI DASAR (AGONIS KUAT)

OLEH :

1. NOVITA YULIANTI SINAGA 192114101


2. NOVRIALDY DICAPRIO TJG 162114087
3. OKTAVIA RITONGA 192114069
4. AGIL MHD BAIHAQI 192114081
5. SITI ANISA 192114063
6. FITRIA AZZAHRA 192114104
7. LASTRI AFNI 192114009
8. KHAIRUN NISWA 192114098
9. NONA MIRANZA 192114074
10. SOFI HIDAYATI 192114146
11. FASCA DEWA 192114145
12. SHINTA MIDAHARAHAP 192114076
13. RIKA YULIANA 192114004
14. MUTIA DENA 192114084
15. M. TAUFIQ SARAGIH 172114061
16. PUTRI HAFIZHA 192114090
17. KHAIRINA 192114028
18. NADIA OSAMA 192114097
MATA KULIAH : FARMAKOLOGI – TOKSIKOLOGI II
KELAS : 4H
DOSEN PENGAMPU : DAENG ELYSA PUTRI MAMBANG

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUSLIM NUSANTARA AL WASHLIYAH
MEDAN
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan hidayah–Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah
Farmakologi Toksikologi II tentang “Agonis Ringan Sampai Sedang”.Kami
menyadari dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak kesalahan
dan kekurangan, baik dalam penyusunan kata, bahasa, dan sistematika
pembahasannya. Sebab kata pepatah “tak ada gading yang tak retak atau
dengan pepatah lain tak ada ranting yang tak akan patah”. Oleh sebab itu kami
sangat mengharapkan masukan atau kritikan serta saran yang bersifat
membangun untuk mendorong kami menjadi lebih ke depanya.Akhir kata,
kami mengucapkan terima kasih kepada pembaca yang sudah berkenan
membaca makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat, khususnya bagi
kami dan pembaca. Amin..
Medan , 3 Februari 2021

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Nyeri adalah suatu mekanisme protektif (perlindungan) dari tubuh untuk
menimbulkan kesadaran bahwa telah ada atau akan terjadi kerusakan jaringan.
Respon dari adanya nyeri bisa berupa perilaku termotivasi seperti penarikan
maupun pertahanan, bisa berupa reaksi emosi seperti menangis atau
ketakutan, dan juga bisa berupa persepsi subjektif terhadap nyeri akibat
pengalaman di masa lalu.Obat golongan opioid merupakan kelompok obat
yang memiliki sifat seperti opium. Yang termasuk golongan opioid adalah
alkaloid opium, derivat semisintetik alkaloid opium, senyawa sintetik dengan
sifat farmakologik menyerupai morfin.Ada 3 macam reseptor opioid yaitu Mu
(μ), k (kappa), dan delta (δ). Reseptor mu akan memberikan respon berupa
analgesia supraspinal, depresi fisik dan pernafasan, miosis, dan penurunan
motilitas GI. Reseptok k akan memberikan respon berupa sedasi dan miosis.
Sementara reseptor delta memberikan respon berupa disforia dan
halusinasi.Obat golongan opioid dapat dibedakan berdasarkan kerjanya pada
reseptor, ada yang agonis penuh, agonis parsial, campuran agonis dan
antagonis, serta antagonis. Sementara berdasarkan rumus bangunnya,
golongan opioid dibedakan menjadi derivat fenantren,
fenilheptilamin,fenilpiperidin, morfinan, dan benzomorfan.Obat golongan
opioid yang termasuk jenis fenantren antara lain morfin, hidromorfan, dan
oksimorfan yang bersifat agonis kuat; kodein, oksikodon, dan hidrokodon yang
bersifat agonis parsial; nalbufin dan beprenorfin yang bersifat agonis-
antagonis; nalorfin, naloksom, dan naltrekson yang bersifat antagonis.Yang
termasuk jenis fenilheptilamin antara lain metadon yang bersifat agonis kuat,
dan propoksifen yang bersifat agonis parsial. Yang termasuk jenis fenilpiperidin
antara lain memeridin dan fentanil yang bersifat agonis kuat; dan difenoksilat
yang berisfat agonis parsial. Yang termasuk jenis morfin antara lain levorfanol
yang bersifat agonis kuat dan butorfanol yang bersifat agonis-antagonis.
Sementara yang termasuk benzomorfan antara lain pentazosin yang bersifat
antagonis-agonis.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu obat agonis kuat?
2. Bagaimana efek dari agonis kuat?
3. Apa kegunaan dari fenatren, fenilheptilamin, fenilpiperidin, dan morfinan?
1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui apa itu obat agonis kuat
2. Untuk mengetahui bagaimana efek dari agonis kuat
3. Untuk mengetahui apa kegunaan dari fenatren, fenilheptilamin,
fenilpiperidin, dan morfinan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 FENANTREN
Fentanil merupakan opioid sintetik turunan fenilpiperidin, agonis reseptor miu,
digunakan untuk menekan respons karidovaskular saat tindakan laringoskopi
serta intubasi,4 namun pemberian fentanil diikuti dengan risiko efek samping
seperti mual, muntah, serta depresi napas yang berbanding lurus dengan
dosis.4 Hambatan lain adalah harga yang relatif mahal dan sulit diperoleh
karena ketatnya peraturan pemerintah pada distribusi obat ini. Magnesium
sulfat atau MgSO4 merupakan obat yang murah dan mudah didapatkan, juga
dikenal memiliki kemampuan untuk menekan respons kardiovaskular.
1.Golongan I
Paraheksil; PMA; psilosina,psilotsin; PSILOSIBINA; ROLISIKLIDINA atau PHP,
PCPY; STP, DOM; TENAMFETAMINA atau MDA; TENOSIKLIDINA atau TCP; TMA;
AMFETAMINA; DEKSAMFETAMINA; FENETILINA; FENMETRAZINA;FENSIKLIDINA
atau PCP; LEVAMFETAMINA; Levometamfetamina; MEKLKUALON;
METAMFETAMINA; METAKUALON; ZIPEPPROL; Opium Obat; Campuran atau
sediaan opium obat dengan bahan lain bukan narkotika.
2. Golongan ll
Benzilmorfina; Betameprodina; Betametadol; Betaprodina; Betasetilmetadol;
Bezitramida; Dekstromoramida; Diampromida; Dietiltiambutena; Difenoksilat;
Difenoksin; Dihidromorfina; Dimefheptanol; Dimenoksadol;Dimetiltiambutena;
Dioksafetil butirat; Dipipanona; Drotebanol; Ekgonina, termasuk ester dan
derivatnya yang setara dengan ekgonina dan kokaina; Etilmetiltiambutena.
3. Golongan lll
Asetildihidrokodeina; Dekstropropoksifena; Dihidrokodeina; Etilmorfina;
Kodeina.
Nyeri bisa terjadi apabila terdapat rangsangan nyeri yang dapat sampai
ke reseptor nyeri. Dalam hal ini, reseptor nyeri ada 3, yaitu reseptor nosiseptor
mekanis, nosiseptor termal, dan nosiseptor polimodal. Reseptor nosiseptor
mekanis merupakan reseptor yang akan memberikan respon dari rangsangan
nyeri yang berupa hal mekanis seperti tusukan, benturan, maupun cubitan.
Sementara reseptor nosiseptor termal merupakan reseptor yang akan
berespon apabila rangsangannya berupa suhu yang berlebihan terutama
panas. Lalu, reseptor nosiseptor polimodal merupakan reseptor yang akan
memberikan respon apabila rangsangannya berupa zat yang bersifat iritatif
atau merusak seperti zat kimia. Perlu diketahui bahwa setelah stimulus
berikatan dengan reseptor, maka diiringi dengan pelepasan mediator nyeri
seperti histamin, bradikinin, prostaglandin, dan leukotrien.
Untuk obat nyeri berat, obat morfin menjadi pilihan, gunakan semua terapi
tambahan utuk meminimalkan kenaikan dosis, kontrol dosis lebih tinggi
daripada dosis pemeliharannya, dapat ditambahkan antikonvulsan atau
antidepresan trisiklik, apapun laporan tentang nyeri yang baru muncul, harus
dikaji ulang. Contoh obat nyeri berat antara lain obat golongan opioid
analgesik, AINS, obat nyeri dikombinasi dengan tambahan seperti obat
antidepresan trisiklik dan antikonvulsan, serta steroid.
2.2 FENILHEPTILAMIN
Ada 3 macam reseptor opioid yaitu Mu (μ), k (kappa), dan delta (δ).
Reseptor mu akan memberikan respon berupa analgesia supraspinal, depresi
fisik dan pernafasan, miosis, dan penurunan motilitas GI. Reseptok k akan
memberikan respon berupa sedasi dan miosis. Sementara reseptor delta
memberikan respon berupa disforia dan halusinasi.Obat golongan opioid dapat
dibedakan berdasarkan kerjanya pada reseptor, ada yang agonis penuh,
agonis parsial, campuran agonis dan antagonis, serta antagonis. Sementara
berdasarkan rumus bangunnya, golongan opioid dibedakan menjadi derivat
fenantren, fenilheptilamin, fenilpiperidin, morfinan, dan benzomorfan.Obat
golongan opioid yang termasuk jenis fenantren antara lain morfin,
hidromorfan, dan oksimorfan yang bersifat agonis kuat; kodein, oksikodon, dan
hidrokodon.
2.3 MORFINAN
Obat opioid agonis yang akan dijelaskan terkait dengan mekanisme
kerja, indikasi, efek samping, dan kontraindikasinya yaitu obat Morfin.Morfin
merupakan derivat dari fenantren Efek morfin pada SSP dan usus terutama
ditimbulkan karena morfin bekerja sebagai agonis reseptor µ. Selain itu morfin
mempunyai afinitas yang lebih lemah terhadap reseptor δ dan κ .Efek Samping
Morfin memiliki efek pada beberapa organ saluran cerna. Di lambung, morfin
dapat menginhibisi sekresi HCl, sehingga menyebabkan pergerakan lambung
menurun, tonus bagian antrum meningkat serta motilitasnya berkurang
disamping itu sfringter pylorus berkontraksi, berakibat pada pergerakan pada
isi lambung menuju duodenum melambat. Pada usus halus, morfin dapat
menurukan sekresi empedu maupun pancreas, serta memperlambat
penyerapan makanan pada usus halus. Sedangkan di dalam usus besar, morfin
dapat menurukan atau meniadakan gerakan propulsi usus besar,meningkatkan
tonus lalu menyebabkan spasme pada usus besar, hal ini mengakibatkan
penerusan isi kolon diperlambat dan tinja menjadi lebih keras.
2.4 FENILPIPERIDIN
Dalam hal ini ada 3 contoh obat opioid agonis yang akan dijelaskan
terkait dengan mekanisme kerja, indikasi, efek samping, dan kontraindikasinya
yaitu obat morfin, meperidin, dan metadon.Meperidin merupakan obat
golongan opioid yang kurang poten dan lebih singkat kerjanya dibandingkan
dengan morfin. Meperidin bekerja dengan mekanisme kerja yang sama dengan
morfin. Efek samping yang ditimbulkan dari penggunaannya juga kurang lebih
sama seperti morfin. Namun untuk kontraindikasinya yang beda dari morfin,
meperidin tidak boleh dikombinasikan dengan penghambat monoamin
oksidase karena dapat menyebabkan depresi atau eksitasi pernafasan berat,
delerium hiperpireksia (tidak sadar akibat panas tinggi), serta konvulsi. Selain
itu, tidak dianjurkan untuk penderita gagal ginjal karena dapat menimbulkan
tremor, mioklonus atau seizure (kejang). Meperidin tersedia dalam bentuk
tablet, ampul, dan vial.Metadon merupakan senyawa sintetik mirip morfin
yang mana memiliki lama kerja yang panjang sehingga mekanisme kerjanya
juga mirip seperti morfin. Metadon dapat diberikan secara peroral, IM,maupun
SC. Efek analgetiknya sama kuat dengan morfin.Sementara akan dijelaskan
pula terkait obat-obatan yang termasuk golongan opioid agonisantagonis, yaitu
pentasozin, butorfanol, nalbufin, dan buprenorfin.Obat golongan opioid
agonis-antagonis selain dapat meredakan nyeri, juga mempunyai efek depresi
nafas dan respon psikomimetik seperti halusinasi dan disforia. Pentasozin
merupakan obat yang dapat memberikan gejala putu obat pada pasien yang
telah mengalami ketergantungan, pentasozin merupakan obat pilihan ketika
untuk nyeri sedang sampai berat. Butorfanol, nalbufin, dan buprenorfin
merupakan obat pilihan kedua untuk nyeri sedang sampai berat dan juga dapat
menimbulkan ketergantungan pada pasien yang mengalami ketergantungan.
Terkait dengan kontraindikasi dan efek samping, sama seperti dengan morfin.
Sementara salah satu jenis obat golongan antagonis yaitu Nalokson, bekerja
dengan cara terikat secara kompetitif ke reseptor opioid sehingga tidak
menghasilkan efek analgesik. Dengan demikian, nalokson diberikan untuk
pasien yang mengalami keracunan obat opioid. Jadi nalokson ini digunakan
untuk mengatasi overdosis dan depresi pernafasan. Nalokson tersedia dalam
bentuk injeksi.
2.5 Agonis kuat
Oxycodone, morfin, pethidine,hydromorphone, tapentadol Agonis opioid kuat:
morfin, heroin, meperidin, metadon, alfentanil, fentanil,remifentanilsufentanil
dapat digunakan untuk indikasi ini.Nyeri sedang hingga berat atau dapat di
sebut juga Agonis kuat yang penggunaannya dijamin dalam kasus yang lebih
serius seperti nyeri parah akut, nyeri kronis (di mana opioid lemah atau NSAID
terbukti tidak mencukupi) dan untuk meredakan sesak napas dalam perawatan
paliatif.Penambahan narkotika beberapa opioid seperti buprenorfin tersedia
sebagai implan, digunakan untuk mengobati penambahan narkotika (sering
dikombinasikan dengan antagonis opioid, seperti nalokson lihat produk
kombinasi, Suboxone.Overdosis opioid antagonis opioid termasuk nalokson
dan naltrexone, obat-obatan yang digunakan untuk membalikkan efek opioid
dalam kasus overdosis. Antagonis opioid juga dapat dikombinasikan dengan
analgesik opioid lain untuk mengurangi risiko penyalahgunaan.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Obat opioid agonis yang akan dijelaskan terkait dengan mekanisme
kerja, indikasi, efek samping, dan kontraindikasinya yaitu obat Morfin.Morfin
merupakan derivat dari fenantren Efek morfin pada SSP dan usus terutama
ditimbulkan karena morfin bekerja sebagai agonis reseptor µ. Obat golongan
opioid merupakan kelompok obat yang memiliki sifat seperti opium. Yang
termasuk golongan opioid adalah alkaloid opium, derivat semisintetik alkaloid
opium, senyawa sintetik dengan sifat farmakologik menyerupai morfin.Ada 3
macam reseptor opioid yaitu Mu (μ), k (kappa), dan delta (δ). Reseptor mu
akan memberikan respon berupa analgesia supraspinal, depresi fisik dan
pernafasan, miosis, dan penurunan motilitas GI. Reseptok k akan memberikan
respon berupa sedasi dan miosis. Sementara reseptor delta memberikan
respon berupa disforia dan halusinasi.Obat golongan opioid dapat dibedakan
berdasarkan kerjanya pada reseptor, ada yang agonis penuh, agonis parsial,
campuran agonis dan antagonis, serta antagonis. Overdosis opioid antagonis
opioid termasuk nalokson dan naltrexone, obat-obatan yang digunakan untuk
membalikkan efek opioid dalam kasus overdosis. Antagonis opioid juga dapat
dikombinasikan dengan analgesik opioid lain untuk mengurangi risiko
penyalahgunaan.
DAFTAR PUSTAKA

Ganiswarna. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Balai Penerbit FKUI.


Jakarta
Katzung, B.G., M.D., Ph.D. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik. Salemba
Medika. Jakarta
Mycek, M.J. 2001. Lippincott’s Illustrated Reviews Pharmacology 4th
Edition. Lippincott-Raven Publisher. Philadelphia.
Neal, M.J. 2002. Medical Pharmacology at a Glance 4th Edition. The
Blackwell Publishing Company. London.

Anda mungkin juga menyukai