RAHAYU…..!!!
I. AKSARA JAWA
Sejarah Aksara dan Penanggalan Jawa selalu terkait. Kalau Penanggalan Jawa berdasarkan
“Sangkan Dumadining Bawana” atau asal-muasal terciptanya alam semesta (makrokosmos
dan mikrokosmos), sedangkan Aksara Jawa berdasarkan “Sangkan Paraning Dumadi” atau
asal-muasal terjadinya hidup dan kehidupan (SOURCE SPIRIT ALWAYS OF LIFE). Aksara
Jawa pertama kali diciptakan atau diperkenalkan oleh Mpu Hubayun pada tahun ± 911 SM
(Sebelum Masehi). Dalam perjalanan sejarah pada tahun 50 SM (Sebelum Masehi) Prabu Sri
Maha Punggung I atau Ki Ajar Padang I mengadakan perubahan pada Haksara dan sastra
Jawa.
Bertepatan tanggal 21 Juni 77 M oleh Prabu Ajisaka atau Prabu Sri Maha Punggung III
melakukan kembali perubahan aksara dan Penanggalan Jawa, dalam budaya Jawa ketika
menghitung selalu dimulai dari angka nol (Das), sehingga Penanggalan Jawa kembali
bermulai pada tanggal 1 Badrawarna (Suro) tahun Sri Harsa, Windu Kuntara adalah tanggal
1, Bulan 1, Tahun 1, Windu 1 tepat pada hari Radite Kasih (Minggu Kliwon) ditetapkan
permulaan perhitungan Penanggalan Jawa, bertepatan tanggal 21 Juni 78 Masehi.
Penanggalan Jawa memakai pedoman peredaran Matahari (Solar). Sedangkan kalender
Caka Hindhu diciptakan oleh Maharaj Kaneshaka dari suku Avicaka di India Utara pada 23
Maret 78, sekarang tahun barunya disebut tahun baru Nyepi.
Prabu Ajisaka adalah asli orang Jawa bukan dari India, serta memiliki banyak nama atau
gelar, yaitu: Prabu Jaka Sangkala, Prabu Widayaka, Prabu Sindula, Prabu Sri Maha Punggung
III, Ki Ajar Padang III. Salah satu petilasannya ada di Mrapen (Api Abadi) daerah Grobogan,
Purwodadi, Jawa Tengah. Beberapa bukti kalau Ajisaka asli Jawa adalah :
1. Pusaka yang diperebutkan oleh para Pembantunya (Punakawan) adalah Keris,
sedangkan sampai detik ini diakui oleh seluruh dunia bahwa Keris adalah asli budaya
Jawa,. Karena kalau seandainya Ajisaka dari India tentunya di India akan banyak
ditemukan pusaka Keris yang kuno maupun yang baru.
2. Para Pembantu (Punakawan) Ajisaka sebenarnya ada empat (4) orang, bukan dua (2)
orang seperti yang selama ini dikenal orang dan kadang diajarkan di bangku
sekolah. Dari nama-nama para pembantu (punakawan) Ajisaka ditilik dari bahasa
menandakan asli bahasa Jawa Kuna atau Kawi. Sedang Nama-nama Pembantu
(Punakawan) Ajisaka adalah :
a. Dura : bacanya tetap pakai vokal “a”, karena kalau dibaca pakai vocal “O”
artinya akan berubah jauh dan tidak ada keterkaitan atau
tidak relevan (duro=bohong). Sedangkan dalam berbagai catatan sejarah
bahasa dan sastra Jawa mulai banyak menggunakan vokal “O” pada masa
sesudah abad 14 terpengaruh sastra Arab. Sedang kalau “Dura” (ra dibaca
dengan vokal “A”) dalam bahasa Jawa Kuna berarti “unsur alam dari anasir
air “ (Hidrogen), tetapi kalau “Dura” (ra dibaca dengan vokal “O”)
artinya “bohong”.
b. Sambadha : “badha” kalau dibaca dengan vocal “A” dalam bahasa Jawa Kuna
berarti “unsur alam dari anasir api” (Nitrogen), tetapi kalau dibaca dengan
vokal “O” (sembodho) artinya “mampu” dan tidak relevan atau tidak ada
kaitannya dengan sangkan paraning dumadi maupun sangkan dumadining
bhawana.
Makna dan filosofi aksara Jawa seperti dua contoh tersebut sangat banyak dan beragam.
Beda orang, beda paham/keyakinan dan beda daerah, beda pula pemahaman atau
Dipersembahkan oleh KRAT. PEIROYOHADINAGORO
penjabaran mereka dengan sistem akronim (singkatan), sehingga kadang cenderung
terkesan gathuk-mathuk.
Karena prinsip dasar dalam budaya Jawa adalah “kasunyatan dan tinemu ing nalar” (ilmiah
dan rasional), bukan sekedar gathuk-mathuk. Sekarang kita coba memahami makna dan
filosofi aksara Jawa dengan metode atau paradigma lain.
Selain pemahaman tersebut diatas, ada makna lain yang sangat tinggi nilai filosofinya, yaitu :
semua aksara Jawa “dipangku” mati dan akan berubah atau berganti makna maupun arti,
kecuali aksara JA dan WA. Maksudnya : siapapun kita, apapun agama atau suku kita, apapun
kedudukan kita, seberapa tinggi kekuasaan kita, seberapa tinggi kepandaian kita, kalau
dipangku oleh situasi dan kondisi tersebut masih “mati” jiwa kita berarti kita belum JAWA.
Dengan kata lain bisa diartikan JAWA adalah “sesuatu yang tidak pernah mati”, atau SPIRIT
ALWAYS OF LIFE atau Jiwa yang selalu hidup atau jiwa yang tidak pernah mati. Sehingga
kalau kita betul-betul mempelajari Jawa akan kita temukan pengertian : Spirit Of Java (Jiwa
Jawa), Javanese culture (Budaya Jawa), Javanologi (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Jawa
maupun budaya Jawa). Sedangkan aliran/penghayat kepercayaan adalah Spiritual Culture.
Pada waktu jaman Kerajaan Mataram Islam dipimpin oleh Sultan Agung Hanyakra Kusuma,
waktu itu ada ancaman pengaruh bangsa asing (VOC) yang sudah menguasai Sunda Kelapa
(Batavia) sangat besar dan terasa mengancam keselamatan rakyat maupun kedaulatan
Negara. Sehingga terpikir bagaimana membuat rakyatnya rukun dan bersatu yaitu dengan
cara meng-Akulturasi-kan tiga ungsur budaya yang ada pada waktu itu (Jawa, Hindhu,
Islam), disimboliskan pada bentuk perubahan Penanggalan Jawa. Tetapi karena berbeda
pedoman dasar peredaran yaitu Matahari (Solar) untuk Penanggalan Jawa dan kalender
Hindhu, sedangkan Bulan (Lunar) untuk kalender Hijriah, sehingga walaupun
disatukan (khususnya Penanggalan Jawa dan Kalender Hijriah) dengan cara
dihilangkannya satu masa Penanggalan Jawa (4 windu=4×8=32 tahun), tetapi walau begitu
tetap saja berselisih satu hari. Karena hal ini pula akhirnya muncullah istilah tahun ABOGE
(tahun Alip, tgl 1 Suro jatuh hari Rebo Wage) dan tahun ASAPON (tahun Alip, tgl. 1 Suro
jatuh hari Seloso Pon). Perubahan ini bertepatan tanggal 1 Muharram 1043 H = 29 Besar
1554 Jawa = 8 Juli 1633 M.
Sekarang masa Sultan Agung sudah lama berselang, banyak kalangan yang berpendapat
kalau aksara dan Penanggalan Jawa sudah waktunya perlu diadakan perubahan atau
1. Hari ke-1 berdasarkan Surya disebut Radite atau Rawiwara sekarang Minggu
(Dipengaruhi Planet Matahari), naptunya 5.
2. Hari ke-2 berdasarkan Rembulan disebut Suma atau Sumawara sekarang Senen
(Dipengaruhi Planet Bulan), naptunya 4.
3. Hari ke-3 berdasarkan Kartika-I disebut Anggara atau Manggala sekarang Selasa
(Dipengaruhi Planet Mars), naptunya 3.
4. Hari ke-4 berdasarkan Pertiwi disebut Buda atau Pertala sekarang Rebo
(Dipengaruhi Planet Bumi), naptunya 6.
5. Hari ke-5 berdasarkan Kartika-II disebut Respati sekarang Kamis (Dipengaruhi
Planet Jupiter), naptunya 8.
6. Hari ke-6 berdasarkan Kartika-IV disebut Sukra sekarang Jum’at (Dipengaruhi
Planet Uranus dan Venus), naptunya 6.
7. Hari ke-7 berdasarkan Kartika-III disebut Tumpak sekarang Sabtu (Dipengaruhi
Planet Saturnus), naptunya 9.
Disamping itu ada Pasangan atau Sisihan Hari yang berdasarkan sedulur 4 kalima Pancer
yang berupa cahaya:
1. Cahaya berwarna Putih disebut Pethakan sekarang disebut Manis/Legi, unsur Udara
atau Oksigen. Naptunya 5.
2. Cahaya berwarna Merah disebut Abritan sekarang disebut Jenar/Paing, unsur Api
atau Nitrogen. Naptunya 9.
3. Cahaya berwarna Kuning disebut Jene’an sekarang disebut Palguna/Pon, unsur
Cahaya atau Foton. Naptunya 7.
4. Cahaya berwarna Hitam disebut Cemengan sekarang disebut Langking/Wage, unsur
Tanah atau Carbon. Naptunya 4.
5. Cahaya berwarna Hijau disebut Gesang atau pancer disebut Kasih/Kliwon, unsur air
atau Hidrogen. Naptunya 8.
Mangsa adalah nama waktu sebulan (seperdua belas tahun) tetapi lamanya tidak sama, ada
yang kurang dari 30 hari dan ada juga yang lebih dari 40 hari. Perhitungan mangsa dimulai
dan matahari tampak di sebelah utara (bulan Juni). Mangsa juga merupakan penggambaran
indikator birahi alam, sehingga mangsa banyak digunakan para petani untuk pedoman
bercocok tanam. Contoh : 1. birahinya anjing kawin itu mangsa 9, sehingga tidak akan kita
temukan anjing kawin pada mangsa yang lain. 2. Adanya musim buah – buahan.
Nama mangsa pada umurnya sebagai berikut:
Hari sengkala adalah hari wewenang jin untuk memusuhi (menggoda / mengganggu)
manusia, oleh karena itu bagi manusia adalah sengkala artinya halangan atau gangguan.
Nama hari-hari sengkala adalah :
1. Sampar wangke = tersandung bangkai = tidak baik untuk punya hajat, bepergian jauh
atau maju perang.
2. Tali wangke = tali bangkai = tidak baik untuk punya hajat, pergi jauh dan maju
perang.
3. Sari Agung = larangan besar = tidak baik untuk punya hajat, pergi jauh dan maju
perang.
4. Kala Renteng = kala hari berturut-turut, tidak baik untuk punya hajat, pergi jauh dan
maju perang.
5. Aryang = ringkel jalma = nasib tidak baik untuk manusia, tidak baik untuk punya
hajat, pergi jauh dan maju perang.
L. HARI KELAHIRAN
Hari kelahiran biasanya dianggap baik bagi yang orang lahir pada hari itu, oleh karena
banayk orang yang memperingati hari kelahirannya dengan berpuasa, bersemadi,
bersedekah dan lain sebagainya. Bahkan pada hari kelahirannya dipergunakan segala
macam hajat yang baik, misalnya pindah rumah, mendirikan rumah, mulai berusaha dan
segala macam perbuatan baik. Biasanya yang dianggap tantangan bagi seseorang sesuai
dengan kelahirannya ialah hari Puput Puser, ialah pangkal pusatnya sudah mengering lalu
lepas dari perutnya.
M. DINA UWAS
Hari yang tidak pernah ditempati tahun baru Jawa disebut Dino Uwas (Dino tanpo tanggal)
tidak baik untuk segala keperluan, hari tersebut antara lain :
1. Selasa wage
2. Rabu legi
3. Kamis pon
4. Saptu kliwon
5. Minggu pahing
RAHAYU….!!!
HONG WILAHING SEKAR BHAWONO LANGGENG