Anda di halaman 1dari 9

TEKSOL - B

Immediate-release drug delivery system

Baca bab 2 dan bab 3 juga okeyy. BACAAA!!!!

1. Lepas segera (immediated release)


BCS (bo farmasetikal system) pembagia kelas obat berdasarkan
kecepatan disolusi dan kecepatan absorbsi. Sumbu x disolusi
(kelarutan) kelarutan semakin besar ke kanan, sumbu y
(permeabilitasnya) makin besar yaitu permeablitas zat aktif di
membran mukosa. Kelarutan : uji disolusinya.
Bcs 1 : kelarutan tinggi di air dan permeabilitas tinggi (posisinya di
pojok kanan atas)
Bcs 2 : kelarutan rendah permabilitas bagus (jadi kiri atas)
Bcs 3 : kebalikan kelas 2 (kelarutan baik tapi prmeabilitas rendah)
Bcs 4 : kelarutan dan permeabilitas tdk baik)

Kaitannnya dgn immeadiate release (lepas segera) ketika konsumsi


tablet scr konvensional maka zat aktif akan pecah dan terdisolusi
(teraurt pd sal cerna) akan terabsorbsi. Contohnya di sini di oral dan
konvensional.

Ada istilah2 :
(obat) drug : zat aktif , co : parasetamol lepas dari tablet, rutenya
oral / topical / injeksi intravena . efek nya : local atau sistemik.
Kadang oral trus efeknya local co antasida. Rute topical tapi efeknya
sistemik (transdermal).
dosage form : bentuk sediaan

Ketika membuat immediate release, idealnya obatnya BCS 1. Namun,


tdk selalu yg seperti diinginkan jadi bisa saja bukan bcs 1 gituuu,
malah kebanyakan bcs 2 atau 4 zat aktifnya (sukar larut di air) alias
lama.
Kelarutan : jml zat terlarut sampai jenuh (harus ketemu titik
jenuhnya) kelarutan jenuh, jadi harus tau juga pada suhu tertentu
(25 der. Celcisu). Parameter : kelarutan jenuh (satuan bobo/mol / gr
dalam satuan volume pd suhu tertentu)

BCS 2 artinya sukar larut aja ya bukan tdk larut. Immediate : Sediaan
lepas segera. Untuk memperbaikinya dg meningkatkan kecepatan
kelarutan (kecepatan ada parameter waktu) beraa gr dlm berapa
detik, diluar konteks larut/gak.

Artinya ada parameter waktu dalam kelarutan, jadi ektika ada obat
cepat terdisolusi jadi bukan hanya kelarutan jenuh namun ada
waktunya (berapa lama aakan larut). Ketika makan tablet sakit
kepaal (paracetamol), inginnya cepet sembuh (memberikan efek
cepat), jadi seluruh proses paracetamol sampe berikatan dgn
reseptor harus secepat mungkin. Keitka pecahnya cepta, maka
terdisolusi cepat juga (missal 2 menit) lalu diabsorbsi ke srikulasi
sistemik lalu menemukan reseptor dan memebrikan efek.

Jadi ada urgensi utk meningktkan kecepatan disolusi, karena bisa saja
dia larut zatnya (tapi perlu waktu lama gitu). Makanya gk diperhatiin
bgt kelarutannya, lebih ke disolusinya ya gengs. (fisiologi oral 
mulut – rectum). Ketika di sal. Pencernaan itu tdk lama, ketika sudah
larut obatnya berarti pengosongan lambungnya cepat.

Jika pakai BCS 2  meningkatkan kecepatan disolusi/kelarutan obat.

Ketersediaan obat di plasma (bioavailibitas) bergantung sama


kelarutan dan absorbs (permeabilitas).

Banyak obat-obat yang baru masuk BCS 2. Contohnya : omeprazole


(…inhibitor). Vitamin c itu ada yg asam askorbat, ada juga esternya,
pokoknya banyak. Jadi struktur kimianya beda tapi efeknya sama
(sama2 vit.c). nah si asam askorbat itu lebih larut daripada yg
esternya. Biasanya jarang ditulis nama kimianyaaa pasti Cuma
vitamin c gitu. Nah itu biasanya bukan asam askorbat, jadi berbeda
kelarutan di airnya. Di sediaan injeksi (pake natrium) nya vit c,
gitudeh. Selain itu, diclofenac (asamnya rendah di air, kalium
diclofenac, dietil amin) tapi efeknya sama antiinflamasi.
Seringnya dibuat obatnya itu :
1. Lipofilisitasnya tinggi (senyawanya lipofil lebih cenderung
daripada hidrofil karena pada uji awal melalui membrane sel
(lipid bilayer) jadi dibuatnya yg sifatnya lipofil.
2. Nilai kristalinitasnya tinggi (wujudnya kristal)  zat padat
umunmnya kelarutannya rendah. Kristalin ini sifat fisika (jadi
jika mencair tapi stuktur kimianya tdk berubah) tapi ada juga
wujudnya tdk berubah tapi ada degradasi kimia. Jadi tdk harus
berubah wujud buat degradasi kimia (co : vit c tetep padat
bentuknya), kristal lebih stabil (polimorf), murni juga (diperoleh
juga dari zat aktifnya). Jadi kalo kristalinitasnya rendah biasanya
gk murni. Intinya harus MURNI. Jika murni maka stabil dan
kelarutannya rendah. Jika uji stabilitas kimia, harus diliat dari
kimianya, dilihat kadar zat aktifnya bukan sifat fisikanya
(wujud).
Zat aktif biasanya padat, tapi cek gugus fungsinya (stabil/gak)
scr kimia, walaupun wujud fisiknya gk berubah.

Keduanya ini menyebabkan kelarutannya rendah, makanya


buth metode buat strategi menignkatkan kecepatAN
DISOLUSI/KELARUTAN.

Makanya jadi BCS 2. 1/3 penemuan obat baru kelarutannya lebih


kecil dari .. 100mikro gram/ milliliter. 1/3 nya abru di atas
100mikrogram/ml.
Kelarutan dipengaruhi oleh suhu, namun harus tepat
menganalisanya. Jadi solusinya jgn masukin zat aktif di air panas
contohnya sirup, agar larut itu sulit diterima. Kecuali bisa menjamin
ketika suhunya turun, maka ia larut dan mengikuti kinetika . jika suhu
tinggi kelarutan tinggi (tapi gabisa di jadikan alasan utk formulasi).
Makanya harus dicari metode lain, :
1. Di level molekul  yg dipengaruhi adalah zat aktifnya, jika
sama sekali gak larut langsung dibuat sediaan cair (kosolven
biasanya = pelarut pembantu, co : ethanol 2 %, gliserol,
propilen glikol.dkk) tapi bukan buat tablet, jadi disediaan cair
aja kaya sirup gituch. Lalu dikasih bentuk garam dari obat
(natrium diclofenacgitu, propranolol hcl (garam hcl), garam2
sulfat. Jadi pilih wujud garam yg lebih larut di air dgn efek yg
sama. Lalu di farmasetika, nama obat gaboleh disingkat2 (kaya
misalnya diclofenac, boleh disebut apa aja, trus vit.c bentuk2
nya itu boleh disebut vit.c) kalo di formulasi harus dicebut jelas
misalnya asam/basa/garam nya. Lalu dibikin prodrug yg lebih
larut di air. Di buku hal.30 artinya ketika formulasi bentuknya
prodrug dan belum memberikan efek farmakologi, saat di
tubuh berubah jadi drug. Prodrug lebih larut air daripada drug.
Jika sukar larut air, maka dibuat prodrug (kelarutannya lebih
baik dan disolusinya cepat).tapi tidak selalu karena hidrofobik
saja, nanti ada alasan lain sepeerti stabilitas (hidrofil) tapi
dibuat prodrug biar stabil.
PRODRUG : meningkatkan solubilitas, stabilitas, untuk
menghindari rasa yang kurang enak, penghantaran pada
reseptor spesifik
Lalu bisa dgn dissolution enhancer (cyclodextrin) , zat aktif yg
hidrofobik akan disiipkan ke dlm lingkaran cyclo (lingkaran)
dextrin , dimana ia sgt hidrofilik, makanya memicu kecepatan
kelarutan jadi lebih baik.

2. Koloid  seluruhnya bukan sediaan padat, tapi biasanya


dimasukkan ke kapsul lunak kalo mau jadi sediaan padat. (jadi
cair semua tapi bentuk koloid, sepeerti emulsi (dilarutin dlm
lipid, tapi tdk selalu obt itu tdk larut di air dan minyak) , larutan
dalam minyak (minyaknya dimasukin ke kapsul lunak), self-
emulsifying DDS (dilarutin di minyak trus ditambah emulgator
atau dijadiin cair dan dimasukin ke kkapsul lunak, nah di
lambung kan ada air akan mengemulsikan sendiri) , dan
microemulsi (mirip emulsi tapi pake emulgator 25% gituch dan
tampilan fisiknya tdk sama dgn emulsi, dia transpaaran gitu
kalo emulsi itu kaya susu dan ukuran globulnya jauh lebih kecil
daripada emulsi).

3. Partikulat  bisa padat semua dibuatnya. Jika zat aktif


wujudnya padat maka bisa kecilkan ukuran partikel dan
mengubah surface dari partikelnya. (bisa sampe ukuran nano,
paling sederhana di gerus tapi kurang halus, kalo nano baru
keliatan larut dan nembus di membrane mukosa) I micrometer
= 1000 meter. Jadi pake alat wet-milling dan HPH (high
pressure homogenizer) dgn tekanaan tinggi dan kecepatan 20
rpm. Dgn kecilin uk aprtikel akan memperluas luas permukaan
sehingga menurunkan energy bebas mempercepat kelarutan.
Tapi partikel kecil tdk stabil jadi selalu ingin berikatan atau
beragregasi sama temen2nya (jadi mengenai muatan
permukaan jadi maunya tarik-menarik). Jadi harus tau buat
ngehindarin agregasi. Dengan memberi surfaktan kaya tween
sedikit (mengurangi tegangan antarmuka) atau dikasih polimer
hidrofillik (prosesnya mirip). Kalo surfaktan itu partikelnya, kalo
polimer hidrofilik dia menyelubungi gitu (partikel itu batasnya).
Jadi memebrikan halangan sferic. Lalu mengubah bentuk kristal
menjadi bentuk amorf dari proses nanosziing ini.jika udh di
HPH, mak akan berubah kristalinitasnya jadi menurun, jadi
ketika berubah amorf (mudah larut di air). Kedua, memilih
senyawa yg metastabil (kalo punya polimorfism (struktur
kristal lebih dari 1) jadi pilihnya yg metastabil (tapi
kelarutannya bsia rendah/tinggi) asalkan dia gk menganggu
stabilitas produk dlm jangka panjag. Kalo obatnya gapunya sifat
ini, maka bisa pake cara lain. Ketiga, mengubah bentuk amorf
(gaharus dgn mengecilkan ukuran partikel). Missal dgn :
pelelehan dan peleburan kembali, metode kelarutan jadi solute
lagi. Contoh peleburan, hanya bisa dilakukan oleh zat aktif yg
stabil oleh panas (tdk rusak scr struktur kimia ketika kena panas
tinggi) setelah meleleh dan didinginkan, lalu digerus dan
dikecilin partikelnya (SRD nanti terlihat menurun
kristalinitasnya dan TG nya menurun) jadi disolusinya akan
meningkat. Nanti pas larut bisa dicampur dissolution enhancer
atau gak trus diuapkan lagi (diambil endapannya) jadi dapet yg
padatnya. Nah baisnya udh berubah dari kristal ke bentuk
amorf. Namun, ada juga yg obat diubah bentuknya jadi amorf
itu gk berubah kecepatan kelarutannya meningkat gitu…
namun kecepatan penting bgt buat sediaan immediate relase.

jika kelarutnnya di perbaiki (struktur kimia kecil) maka absorbsinya


meningkat .jika disolusi liat aja uji disolusinya (misalnya 10 menit udh
80%) jadi brhasil tekniknya. Uj diifusi buat liat nembus di membrane
apa gak lalu dikasih medium difusinya (jika berdifusi dgn baik maka
bisa di sampling). Baca buku lain juga kaya buku farmasi fisika.

Tujuan akhir uji disolusi : utk meyakinkan bahwa bentuk sediaan dpt
memberikan profil pelepasan obat yg dpt diprediksi scr in vitro ( tdk
dlm tubuh) walaupun gk menggambarkan kondisi tubuh, di in vivo
dilakukan scr in vitro. Jadi ada byk perbandingan studi in vitro dan in
vivo. Jadi kondisi in vitro dan in vivo itu berbeda (tdk sama).

Medium uji disolusi : uji in vitro


1. Air
2. Hcl encer
3. Buffer fosfat / lainnya (buat ngatur pH)
4. Campuran air dgn surfaktan
5. Campuran air dgn pelarut organic
6. Enzim (pH buffer) seperti protease
Bisa diliat di FI V/IV/USP (buat uji disolusi)

Kebanyakan dilakukan uji BA scr in vivo tapi ada juga uji disolusi
terbanding (UDT), BCS 1 contohnya. Kalo konvensional BE itu pasti.
Istilah superdisintegran : ketika pake obat BCS1 scr zat aktif
disolusinya bagus namun bisa aja bioavailibitasnya rendah karena
formulasinya (proses hancurnya lambat) jadi kalo udh BCS 1 tapi
waktu hancurnya jelek / pengikat yg dikasih gk sebanding sama
disintegran (jdinya bisa nih kasih superdisintegran) ataupun binder
yg lebih better. Kalo bcs 2 dan bcs 4 kalo dkikasih disintegran tetep
aja disolusinya rendah, kecuali zat aktifnya bisa berinteraksi maka
bisa di kasih disintegran.

ABSORBSI
Utk obat oral diabsorbsi nya di gastrointestinal ( usus halus), scr
alami makanan diabsorbsi di tubuh juga. Usus halus punya luas
permukaan yg snagat luas 2 m2. Karena ada vili dan mikrovili. Jadi
harus tau absorbs di oral gimana. Yg memiliki permeabilitas itu
membrane thd senyawa x, jadi selalu ada pasangannya. Kalau dalam
tubuh, maka membrannya adalah membran mukosa dlm saluran
cerna. Jadi yg diliat kaya zat aktif apakah bisa permeable dgn
membrane mukosa. Dan di membrane yg beda mempunyai
permeabilitas yg beda juga.

Kedua zat aktifnya, dia punya nilai koefisien partisi. Koefisien partisi
 perbandingan distribusi zat aktif pd pelarut polar dan non polar
(jadi ada berapa bagian yg di polar atau non polar), bagaimana suatu
zat terpartisi di pelarut polar dan non polar. Ada sebagian yg larut di
fase air dan organic. Jika sgt hidrofilik gk akan amsalah namun karena
terlalu polar nanti masalahnya di absorbsinya. Karena
karakteristiknya terdiri dari lipid bilayer (jadi yg terbaik punya nilai
koefisien partisi dibawah 5). Biasanya absorbs jelek karena ada
masalah degadasi enzimatik (metabolism pre….) misalnya di lambung
ada enzim lalu terdegradasi zat aktifnya, annti pas diabsorbsi dlm
darah jadi sedikit. Jadi lebih cepat terdegradasinya daipada
kecepatan absorbsinya. Ukur kadar obat dalam darah (uji absorbsi),
tapi penyebabnya susah guys. Kalo bioavailibitasnya rendah gk selalu
hanya disolusinya saja, dan gk selalu disolusi (karena polar) tapi
saking polarnya maka ada masalah di absorbs seperti di BCS 3. Jadi
cek BCS, STRUKTUR, PERMEABILITAS, KOEFISIEN PARTISI.
Efflux : syw yg sudah lewat akan terpompa kembali. Ini juga bisa
menyebabkan permeabilitas rendah. Kalo mau improve sediaan
immediate release juga harus ditelusuri kalo misalnya jelek gitu
apakah dia bcs berapa kalo bc 1 berarti bagus disolusinya, ternyata di
formulasinya yg salah (mungkin kasih disintegran), kalo bcs 2
mungkin bisa dikasih di formulasinya yaitu dissolution nenhancer,
kalo bcs 3 mugnkin masalah disolusinya mungin terlalu polar, terjadi
efflux, atau gk bagus koefisien partisi, atau degradasi enzim.
Kalo permeabilitas  membrane absorbs dana pa yg diabsorbsi
Koefisien partisi  perbandingan senyawa di pelarut polar dan non
polar.

Bisa periksa berat molekul, seperti insulin (6000), epidermal growth


factor (sekitar 6000an). Jadi kalo 500 itu udh susah gitu
ngeformulasiinya, jadi harus diatasi saat ada molekul nya besar.
Gimana release nya?? Jadi bisa juga degradasi enzim akrena ada
struktur proteinnya. Contohnya obat2 biologis : antibiotic, vaksin
Di membrane mukosa ada lapisan aqueous layer yg imajiner (jadi gk
semua yg lipofil bgt bisa terabsorbsi gitu. Bagaimana ketika
menggunakan zat aktif yg permeabilitasnya rendah? Bcs 3 dan bcs 4.

Improve permeabilitasnya
Kalo ada obat yg susah diabsorbsi, metdoenya :
1. Prodrug  absorbsinya lebih baik daripada zat aktifnya aja.
2. Peningkat absorbsi (absorbstion enhancer/ permeability
enhancer), mekanisme umumnya dgn mengganggu halangan
epitel mukosa scr sementara. Co: di oral, di emmbran
absorbsinya ada vili dan mikrovili jadi diganggu bagian
microvilinyaa (kaya rambut rapat2). Ada beberapa cara : kaya
dgn dibuka, memotong mikrovili jadinya mempermudah
absorbsi. Jadi dibaca enhancernya buat oral (kemanan lebih
tinggi tapi jgn sampe merusak bgt, jadi “reversible). Ketika tdk
makan obat ini, maka membrane epitelnya kembali normal lagi.
Ketika di stop, malah menjadi rusak epitelnya (ini yg
berbahaya).
3. Surfaktan (co : tween, tapi jgn kebanyakan nanti bisa diare) jadi
kecil digunainnya
4. Efflux di tekan , jadi jgn sampe keluar lagi kalo udh masuk.
Misalnya konsep membrane donan, metabolism (enzim
inhibitor) buat ngaatasin yg degradasi enzim, tapi ada efek
samping biasanya kalo enzimnya bereaksi sama makanan.

Jadi pilih salah satu metode yg mudah dan pilihan gituch,


misalnya gabisa prodrug yaudah pake enhancer, kalo gabisa
pake surfaktan, dan diliat masalahnya zat aktif nya dimana
( kalo polar bgt dibikin jadi lipofil), kalo disturbing (berarti
ganggu membrane absorbsi).
Kalo mau dibikin immediate release bisa aja dari bcs 1-4. Kalo bcs 1
gampang, kalo bcs lain ya yg udh dikasih tau di atas. Kalo bcs 3 low
solubility juga caranya udh ada. Kalo bcs4 berarti ngatasin disolusi
dan permeabiliatas yg rendah. INTINYA LIAT KARAKTERISTIK ZAT
AKTIF!!!
Liat juga formulasinya hehe (BCS 1 DI FORMULA STANDAR
masalahnya)!!! Bukan zat aktifnya. JADI SEKARANG BAHAS KALAU
ZAT AKTIFNYA YG ADA MASALAH.

Kalo memberikan efeknya pas udh dihidrolisis berarti itu trmasuk


prodrug , co : enarapril. Ada juga retanavir (antivirus)

Lepas tunda (delayed release) bab 4


Lepas lambat (sustained release)
Lepas terkendali (controlled release)

BACA BAB 4!!!!!!!

1. Buat karakteristik mulut-rektum.


2. Kenapa ada obat yg susah diabsorbsi? Apa yg memengaruhinya
3. Buka buku difusi dan disolusi juga di MARTINDEL.

Anda mungkin juga menyukai