TUGAS INDIVIDU
Disusun Oleh:
NIM : P17111173050
A. Latar Belakang
Interaksi obat merupakan suatu faktor yang dapat mempengaruhi respon tubuh
terhadap pengobatan .Obat dapat berinteraksi dengan makanan atau minuman, zat kimia atau
dengan obat lain. Dikatakan terjadi interaksi apabila makanan, minuman, zat kimia, dan obat
lain tersebut mengubah efek dari suatu obat yang diberikan bersamaan atau hampir bersamaan
(Ganiswara, 2000).
Beberapa obat sering diberikan secara bersamaan pada penulisan resep, maka mungkin
terdapat obat yang kerjanya berlawanan. Obat pertama dapat memperkuat atau memperlemah,
memperpanjang atau memperpendek kerja obat kedua. Interaksi obat harus lebih diperhatikan,
karena interaksi obat pada terapi obat dapat menyebabkan kasus yang parah dan tingkat
kerusakan-kerusakan pada pasien, dengan demikian jumlah dan tingkat keparahan kasus
terjadinya interaksi obat dapat dikurangi (Mutschler, 1991).
Kejadian interaksi obat yang mungkin terjadi diperkirakan berkisar antara 2,2% sampai
30% dalam penelitian pasien rawat inap di rumah sakit, dan berkisar antara 9,2% sampai 70,3%
pada pasien di masyarakat.Kemungkinan tersebut sampai 11,1% pasien yang benar-benar
mengalami gejala yang diakibatkan oleh interaksi obat (Fradgley, 2003).
Akibat interaksi obat dan makanan
- Dapat menghambat kerja obat
- Muncul efek samping obat yang merugikan atau menguntungkan
- Muncul Efek samping baru.
Menurut Mc Laren dalam Suhardjo (1989) mengemukakan bahwa status gizi merupakan
hasil keseimbangan antara zat-zat gizi yang masuk dalam tubuh dan penggunaannya. Sedangkan
menurut Supariasa (2002) mengemukakan bahwa status gizi adalah ekspresi dari keadaan
keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu. Dari pendapat para ahli dapat dismpulkan bahwa
status gizi merupakan ekpresi dari keadaan tubuh yang dipengaruhi oleh zat-zat gizi tertentu.
Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi ada beberapa hal, Penyebab langsung, yaitu
makanan anak dan penyakit infeksi yang mungkin diderita anak. Anak yang mendapat makanan
yang cukup baik tetapi sering diserang penyakit infeksi dapat berpengaruh terhadap status
gizinya. Begitu juga sebaliknya anak yang makannya tidak cukup baik, daya tahan tubuhnya pasti
lemah dan pada akhirnya mempengaruhi status gizinya. Penyebab tidak langsung, yang terdiri
dari , Ketahanan pangan di keluarga, terkait dengan ketersediaan pangan (baik dari hasil
produksi sendiri maupun dari pasar atau sumber lain), harga pangan dan daya beli keluarga,
serta pengetahuan tentang gizi dan kesehatan. Pola pengasuhan anak, berupa sikap dan
perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal keterdekatannya dengan anak, memberikan makan,
merawat, kebersihan, memberi kasih sayang dan sebagainya. Kesemuanya berhubungan dengan
keadaan ibu dalam hal kesehatan (fisik dan mental), status gizi, pendidikan umum, pengetahuan
tentang pengasuhan yang baik, peran dalam keluarga atau di masyarakat, sifat pekerjaan sehari-
hari, adat kebiasaan keluarga dan masyarakat, dan sebagainya dari si ibu atau pengasuh anak.
Akses atau keterjangkauan anak dan keluarga terhadap air bersih dan pelayanan kesehatan yang
pendidikan kesehatan dan gizi, serta sarana kesehatan yang baik seperti posyandu, puskesmas,
praktek bidan atau dokter, dan rumah sakit. Makin tersedia air bersih yang cukup untuk
keluarga serta makin dekat jangkauan keluarga terhadap pelayanan dan sarana kesehatan,
ditambah dengan pemahaman ibu tentang kesehatan, makin kecil risiko anak terkena penyakit
Status gizi yang buruk akan meningkatkan resiko terhadap tuberkulosis paru (Supariasa
etal.,2002).Menurunnya status gizi, khususnya tergambar pada turunnya kadar protein plasma
dapat mempengaruhi farmakokinetik obat.
Farmakokinetik obat meliputi proses absorbsi, distribusi, metabolism dan ekskresi. Efek
obat terhadap tubuh pada dasarnya merupakan interaksi obat dengan reseptornya, efek ini
tergantung pada jumlah obat yang terangkut oleh protein plasma (albumin) dan jumlah ambilan
oleh reseptor pada target organ. Penelitian membuktikan bahwa ada hubungan antara efek
farmakologik obat dengan kadarnya yang terikat dalam plasma atau serum (Titus etal.,2012).
Pengukuran status gizi salah satunya ditentukan oleh IMT (Indeks Massa Tubuh)
menyatakan bahwabatasan berat badan normal orang dewasa. Orang yang berada di bawah
ukuran berat badan normal mempunyai resiko terhadap infeksi, sementara orang yang diatas
ukuran normal mempunyai resiko tinggi terhadap penyakit degeneratife (Supariasaet al., 2002).
B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah Pengaruh Status Gizi Kurang dan Lebih (Obesitas) terhadap Interaksi Obat
dan Efeknya
C. Tujuan
Untuk mengetahui Pengaruh Status Gizi Kurang dan Lebih (obesitas) terhadap Interaksi Obat
dan Efeknya
PEMBAHASAN
Penelitian yang dilakukan oleh Dwi Atmoko pada tahun 2012, hasil analysis didapatkan
bahwa pasien dengan IMT kurus lebih mendominasi, yaitu sebanyak 53 responden (58,8%),
kemudian pasien normal sebanyak 34 responden (37,80%), dan pasien gemuksebanyak 3
responden (3,3%). Berdasarkan analisis dengan menggunakan Spearman, didapatkan nilai p
sebesar 0,00 < 0,05. Maka terdapat hubungan antara IMT dengan efek samping obat.
Berdasarkan correlation coefficient didapatkan -0,406 maka terdapat hubungan korelasi yang
sangat rendah antara status gizi dengan efek samping obat dengan tanda negative dari
penelitian ini, yakni semakin tinggi nilai IMT semakin rendah ESO. Semakin rendah IMT maka
semakin tinggi risiko mengalami ESO.
Efek obat terhadap tubuh pada dasarnya merupakan interaksi obat dengan reseptornya,
efek ini tergantung pada jumlah obat yang terangkut oleh protein plasma (albumin) dan jumlah
ambilan oleh reseptor pada target organ. Penelitian membuktikan bahwa ada hubungan antara
efek farmakologi obat dengan kadarnya yang terikat dalam plasma atau serum. Kadar obat
dalam plasma tidak hanya ditentukan oleh dosis obat tetapi juga oleh faktor-faktor
farmakokinetik seperti jumlah dan kecepatan absorpsi, transportasi, dan distribusi pada
reseptornya, metabolismeobat, dan ekskresi obat (Johanaet al.,2010).
Menurunnya status gizi, khususnya tergambar pada turunnya kadar protein plasma
dapat mempengaruhi farmakokinetik obat. Asupan energi-protein yang tidak adekuat, adanya
malnutrisi energi protein, dan hipoalbuminemia dapat mengakibatkan absorpsi dan
transportasiobat ke target organ tidak efektif (Johanaet al.,2010). Mekanisme terjadinya efek
samping sendiri disebabkan turunnya albumin yang berikatan dengan metabolit (obat) yang
menyebabkan kadar obat dalam darah meningkat sehingga kadar obat bebas dalam meningkat
menyebabkan kadar terapetik dalam obat melebihi kadar toksik obat yang menimbulkan efeks
amping obat. Micronutrien ini berfungsi sebagai precursor system kekebalan tubuh. Pernyataan
ini sejalan dengan (Nicus, 2005) menyatakan status gizi mempengaruhi faktor resiko penyakit
infeksi seperti penyakit tuberkulosis.
Pasien dengan status gizi rendah rentan lebih mudah terinfeksi penyakit karena gizi
berpengaruh pada system kekebalan tubuh.
KESIMPULAN
Nunik, B. 2012. Pengaruh Aktivitas Fisik Ekstra Kurikuler Olahraga Dan Non-Olahraga Terhadap
Penurunan Obesitas Siswa. Universitas Pendidikan Indonesia.
Hendra Zufry. 2010. Terapi Farmakologis Pada Obesitas. Jurnal Kedokteran: Universitas Syiah
Kuala