Disusun oleh:
Muhammad Laili Al-Fadhli
PENDAHULUAN
ُ لٱ ٱ لمنلٱ لٱ لٱ ل
لٱ ٱ لصحلٱ بهو ل ِه ِه ل ل ُ ِه ُ ِه ِه ل ُ ل ِه ل ُ ل ل
اِللٱ و لٱ ر ُسو وللٱ لَّولٱ لٱ و
آِل و ل لٱ لَع ل لٱ َّولٱ ثملٱ للصَلةلٱ ٱللسَلم
لحملٱ د و
ِمۡسِبلٱ لَّولٱ ٱ لٱ
Segala puji bagi Allâh yang telah menjaga kitab-Nya dari beragam
penyimpangan, dan memeliharanya dari bermacam-macam perubahan.
Kemudian Allâh menganugerahi kita dengan kehadiran para imam ahli
qirâah yang menjadi wasîlah dalam menjaga kitab-Nya, baik dari sisi
pelafalan atau tulisan, sehingga kita bisa membedakan mana yang benar
dan mana yang salah.
Shalawat teriring salam semoga tetap terculahlimpahkan kepada
Rasûlullâh Muhammad , juga kepada keluarganya, para sahabatnya, dan
kita berharap semoga sampai kepada kita sekalian beserta seluruh kaum
muslimin yang berusaha untuk teguh dalam mengikuti jejaknya hingga hari
kiamat. Kemudian kita khususukan doa dan shalawat kepada para imâm
muqri dan para ulama qâri karena dengan wasilah mereka kita bisa
melafalkan Al-Qurân dengan tepat dan benar.
Risalah ini merupakan risalah singkat dalam pembahasan Al-Lahn
pada saat membaca Al-Qurân. Tidak ada daya dan upaya dalam diri kami
kecuali atas berkat kasih sayang dan pertolongan-Nya risalah ini dapat
diselesaikan. Maka, kami beri judul risalah ini Hidâyaturrahmân ‘Alâ Bayânil
Lahni Fî Tilâwatil Qurân (Petunjuk Allâh Ar-Rahmân atas Penjelasan Al-Lahn
dalam Tilâwah Al-Qurân).
Risalah ini disusun sebagai sebuah modul dalam Daurah yang kami
selenggarakan. Kami berharap risalah ini akan menjadi pegangan yang
bermanfaat, khususnya bagi para pengajar dan pelajar tajwid, dan umumnya
bagi kaum muslimin. Sehingga mereka akan terus memperdalam ilmu Al-
Qurân sampai bisa melafalkannya dengan benar, memahaminya,
mentadabburinya, dan mengamalkan hukum-hukumnya dalam kehidupan
sehari-hari.
Muhammad Laili Al-Fadhli هداية الرحمن على بيان اللحن في تالوة القرآن
Tentu saja, risalah ini hanya berisi kaidah dan batasan yang dapat
menjaga seseorang dari lahn, kemudian kami tutup dengan beberapa
peringatan dan poin-poin penting untuk menjaga seseorang dari lahn.
Namun, adapun rincian kaidah tajwid dan ketepatan cara membaca Al-Qurân
belum cukup kita raih hanya dengan mengkaji risalah ini. Kita harus masuk
dalam samudera ilmu tajwîd yang lebih luas lagi, serta wajib meluangkan
waktu khusus untuk bertalaqqiy (bertatap muka) secara intensif kepada
seorang guru yang mutqin. Karena keberhasilan pembelajaran tajwid tidak
akan pernah tercapai kecuali melalui talaqqiy dan musyâfahah (dari lisan ke
lisan).
Kemudian, apabila dalam risalah ini ada perkataan yang tidak
berkenan di hati para pembaca, atau pendapat yang keliru dan bertentangan
dengan fatwa para imam dan ulama salaf, maka hendaknya tidak ragu untuk
menyampaikannya kepada kami, sehingga insyâallâh risalah ini bisa segera
direvisi agar tidak menjadi risalah sampah yang tidak memiliki nilai dan
manfaat sama sekali.
Kami memohon doa kepada para pembaca sekalian agar dengan
risalah ini, Allâh menurunkan kepada kami dan kita semua keberkahan
dalam ilmu, kehidupan, dan harta kita, sehingga kita bisa berjumpa dengan-
Nya di akhirat kelak dengan wajah yang berseri dan berbahagia. Âmîn.
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN ................................................................................................. 2
PENGERTIAN AL-LAHN DAN URGENSI MEMPELAJARINYA ............................. 5
ِه ُ ل
Definisi Al-Lahn (ن
)تعرويفلٱ لللح ولٱ................................................................................. 5
ِه ل
ُ )أس لب................................................................ 6
Sebab Terjadinya Al-Lahn (ن
ابلٱ لللحلٱ ولٱ
ِه ُ
)ب و لم ُلٱ يع لرفلٱ لللحلٱ ُ لٱ................................................................. 7
Cara Mengetahui Lahn (ن
ِه ل ُ ل
)فضل للٱ معروفةولٱ لللحلٱ ولٱ............................................. 8
Keutamaan Memahami Al-Lahn (ن
ل ل
َتذ ُويرلٱ م ل لٱ
ونلٱ لللٱ وق و
Peringatan terhadap Siapa Saja yang Terjatuh pada Al-Lahn ( وعلٱ
ِه
) وِفلٱ لللحلٱ ونلٱ...................................................................................................................................... 9
LAHN PADA MASA NABI DAN PARA SAHABAT ............................................ 12
JENIS-JENIS LAHN DAN HUKUMNYA ............................................................. 18
ُ ِه ل
)أن لواعلٱ لللحلٱ ولٱ................................................................................ 18
Jenis-Jenis Lahn (ن
ِه
)لللحلٱ ُنلٱ ل للٱ................................................................................... 22
ل ويلٱ
Al-Lahnul Jaliy (ل
ِه
)لللحلٱ ُنلٱ ل للٱ............................................................................... 33
ل و يلٱ
Al-Lahnul Khafiy (ف
Menyikapi Para Qâri yang Terjatuh pada Lahn................................................ 38
Al-Lahn yang Disandarkan pada Talaqqiy ......................................................... 42
CARA MENJAGA DIRI DARI LAHN ................................................................... 45
Beberapa Hal yang Tidak Berhubungan dengan Riwâyah dan Dirâyah....... 45
Beberapa Cara yang Berhubungan dengan Riwâyah ...................................... 46
Beberapa Cara yang Berhubungan dengan Dirâyah ....................................... 55
DAFTAR SUMBER ............................................................................................ 67
Muhammad Laili Al-Fadhli هداية الرحمن على بيان اللحن في تالوة القرآن
Asy-Syaikh ‘Aliy Al-Ghâmidiy dalam Al-Lahn Fî Qirâatil Qurânil Karîm (hal. 10)
mengatakan bahwa kata ini memiliki beberapa makna dalam bahasa Arab. Di
ُيل
antaranya adalah irama atau nyanyian ( )للغ لونلٱ, dialek atau bahasa ( )لللغةلٱ, dan
ُ
pemikiran atau kecerdasan ( )للفوط لنةلٱ.
ُ
Juga bermakna condong atau cenderung ( )لل لميللٱ:
لل ل
Apabila seseorang berkata: lahana ilayh ( )ح لن لٱ إوَلهولٱ, maka artinya adalah
ل ل ل
condong kepadanya ( )ماللٱ إوَلهولٱ.
ُ ل
Juga bermakna kekeliruan ( )لل لطألٱ. Maksudnya adalah penyimpangan
dalam berbahasa Arab karena tidak mengikuti kaidah-kaidah bakunya. Ibn
Fâris1 dalam kitabnya “Mu’jam Mâqayis Al-Lughah” mengatakan:
ُ ل ل ل ل لُ لل ل ُ ُ ُ ِه ِه
لٱ ُلٱ ي لٱ ق لٱ. ِف لٱ لللٱ للٱ ع للٱ ر لٱ ب و ِهلٱ يةولٱ
اللٱ ح للٱ
يحةولٱ لٱ و لٱ ج للٱ ه لٱ ت و لٱ هو لٱ ل ِه لٱ
لص ولٱ َك ولٱ م لٱ لٱ
عنلٱ لٱ ولٱ حاءولٱ لٱ لٱ فلٱ إ و لٱ م لٱ ال لٱ ة لٱ لللٱ لٱ
ون لٱ ل لٱ
ك ولٱ
س لٱ
ن لٱ لٱ ب و لٱ
فأما لٱ اللحلٱ لٱ
لل ل ل
حنلٱ ا
نلٱ لٱ
ح لٱ
Adapun Lahn, dengan mensukunkan huruf Ha’, maknanya adalah
penyimpangan berbahasa dari ketentuannya yang benar dalam bahasa Arab.
Diungkapkan dengan Lahana-Lahnan. [Al-Maqâyis, V/ 193].
1
Abul Husayn Ahmad bin Fâris bin Zakariyyâ Al-Quzwayniy Ar-Râziy (329-395 H.).
Seorang imam dalam ilmu bahasa dan sastra Arab.
Muhammad Laili Al-Fadhli هداية الرحمن على بيان اللحن في تالوة القرآن
ُ )أسۡ َۡب َّ َ
Sebab Terjadinya Al-Lahn (ن
ِۡ ۡابۡٱللح
Sebab munculnya lahn pertama kali adalah sebagaimana yang
disampaikan oleh ‘Abdul Wahhâb Al-Qurthûbiy dalam Al-Mûdhah (hal. 61-65):
ل ل ل ل ل ِه ل ل ل و ل
لٱ ع لرب و ِهيةولٱ لنل ِه و ُمالل لط ُةلٱ لللٱ لع ل
ُل
اسلٱ بلٱ لللٱ عجملٱ مالٱ أدىلٱ إوَللٱ فساد
و ر
“Bercampurnya orang-orang Arab dengan orang-orang non-Arab yang
membawa kepada kerusakan dalam pelafalan bahasa Arab mereka.”
Adapun sebab-sebab terjatuhnya seseorang kepada lahn, maka
sesungguhnya banyak sekali jumlahnya, termasuk di antaranya adalah
interaksi dirinya dengan orang-orang non-Arab atau orang-orang yang tidak
menjaga kefasihan dalam berbahasa. Sehingga ia tidak bisa membedakan
mana bahasa yang fasih dan mana bahasa yang tidak fasih (‘âmiyah).
2
Muafa, dalam https://irtaqi.net/2017/10/29/memerangi-lahn/
Muhammad Laili Al-Fadhli هداية الرحمن على بيان اللحن في تالوة القرآن
ُ َّ ُ
ُۡ ۡ)ب ِ َمۡيعۡ َرفۡٱللح
Cara Mengetahui Lahn (ن
Bagaimana cara kita mengetahui bahwa seseorang telah terjatuh
pada lahn?
Al-Mar’asyiy mengatakan dalam Juhdul Muqill (hal. 113):
ل ل ل ل ُ لل ُ لل ل ُ ُ
لٱ.ات
للصف ولٱ لٱ ِف لٱ لللٱ مبلٱ ن لٱ ٱ ولٱ للطأ و لٱ لٱه لو لٱ,ٱِلطوَل وع لٱ لَع لٱ عوللٱ وم لٱ لتل ِهجلٱ ووي ولٱ د ُيعلٱ لرف للٱ بعلٱ ض ُه لٱ ب و و
ل لل ِ ل ل ل ل ل ُ لل ُ يل لل ل ُ
لٱ لأ لٱا وس و لٱ ت لٱ لٱ ٱر لرتا و لٱ لأٱأ و ول لٱ
ت لٱ لٱ ِف لٱ ر لرتا و
لٱ للطأ و لٱ لٱه لو لٱ, ٱِلطوَل وع لٱ لَع لٱ عوللٱ وم لٱ لللغةولٱ لٱ لبعلٱ ض ُه لٱ ب و و
ل ل ل ل ل ُ لل ُ لل ل ُ ل
لٱ.لٱ ٱ لسك لنات لوها لٱ لأ لٱار وور
ت لٱ لٱ ِف لٱ ر لرتا و لٱ للطأ و لٱ لٱه لو لٱ,ٱِلطوَل وع لٱ لَع لٱ عوللٱ وم لٱ لنل ِهحلٱ لٱ وو لٱ لٱ لبعلٱ ض ُه لٱ ب و و.لٱ لسك لنات لوها
.ل لحذلٱ وف ل
لٱ ٱلنل ِهقلٱ ولٱ لٱ ٱ للٱ لٱ لل لطأُلٱ ِفلٱ لِعلٱ لَلللٱ موثلٱ لللٱ لللٱ لقللٱ ب ل لٱ لَعلٱ عوللٱ م ِه لٱ ل ُ ل ل لل ل
ٱِلطوَل وع
ُ
لٱ لبعلٱ ض ُهلٱ ب و و
و و لٱ للّص وفلٱ ٱهو لٱ و و و
“Sebagian lahn dapat diketahui dengan cara mengkaji ilmu tajwid, yakni
kekeliruan dalam hal mabnâ (bangunan kata) dan sifat-sifat huruf. Sebagian yang
lain dapat diketahui dengan cara mengkaji ilmu bahasa menurut dialek-dialek
yang ada, yakni kekeliruan dalam hal harakat atau sukun pada huruf-huruf awal
dan tengah sebuah kata. Sebagian yang lain dapat diketahui dengan cara
mengkaji ilmu nahwu, yakni kekeliruan dalam hal harakat atau sukun pada huruf-
huruf akhir sebuah kata. Sedangkan sebagian yang lain dapat diketahui dengan
cara mengkaji ilmu sharaf, yakni kekeliruan yang berkaitan dengan permasalahan
i’lâl3, seperti qalb (perubahan huruf), hadzf (penghapusan huruf), atau naql
(pemindahan harakat).”
Apa yang disebutkan oleh Al-Mar’âsyiy di atas seluruhnya berkaitan
dengan dirâyah (pendalaman teoritis). Namun, lahn juga dapat diketahui
dengan memperdalam riwâyah. Bahkan, riwâyah merupakan tiang
penyangga utamanya. Beriringan dengan itu, tidak bisa tidak mesti ditopang
dengan dirâyah.
3
Yakni ilmu tata bahasa Arab yang bertujuan untuk mengubah huruf ‘illat seperti Waw,
Alif, dan Ya agar lebih ringan dan mudah dalam mengucapakannya.
Muhammad Laili Al-Fadhli هداية الرحمن على بيان اللحن في تالوة القرآن
لر للٱ
علٱ يل لٱ ةو ِفلٱ ل ولٱ لٱ ب و لٱ هولٱ و لٱ
“Mentajwidkan Al-Qurân dapat tercapai dengan musyâfahah kepada
guru yang menguasai tajwid dengan baik, tanpa harus memperdalam teori-teori
ilmu ini. Bahkan, musyâfahah adalah inti dari pembelajaran tajwid. Namun,
pendalaman terhadap teori dan ilmu tajwid akan mempermudah seseorang dalam
mempelajarinya melalui musyâfahah, menambah kemahiran, dan menjaga hasil
musyâfahah dari beragam keraguan dan penyimpangan. Hal ini sebagaimana
telah dikemukakan secara terang oleh Al-Imâm Makkiy dalam Ar-Ri’âyah.”
َ َّ َ ُ َ
Keutamaan Memahami Al-Lahn (ن
ِۡ ۡ)فضۡلۡمعۡ ِرف ِةۡٱللح
Para ulama tajwîd dan qirâah telah menyibukkan diri mereka dalam
membicarakan persoalan lahn, terutama yang berkaitan dengan lahn khafiy.
Bahkan, di antara mereka sengaja menyusun sebuah kitab khusus untuk
membahas hal ini. Semua itu tidaklah dilakukan kecuali dalam rangka untuk
mengajak para pembaca Al-Qurân menjauhinya. Karena bagaimana mungkin
seseorang akan menjauhi dan menghindarkan diri dari lahn, apabila ia tidak
mengenalnya sama sekali?!
Dalam hal ini, sesungguhnya sebagaimana yang telah dikatakan oleh
Sayyidinâ Hudzayfah bin Al-Yamân :
ِه ل ل ل ل ل ُ ُ ل ل ُُ ل ل ل ِه ُ ل ل ُ ل ل ل ِه
لش لٱ ُمافةلٱ لٱ أنلٱ لٱ
ن لٱ ل ولٱ
ِل لٱ ع ولٱ
ت لٱ أسلٱ أ لٱ لل ولٱ
لٱ ٱكنلٱ لٱ,ي ن لٱ ل لٱ
لٱ ع ولٱ َّو لٱ
سول لٱ ل لٱ
ون لٱ ر لٱ
اس لٱ يسلٱ أل لٱ
اكن لٱ لنل لٱ
لٱ
ُ
يُدلٱ رو لٱ ك ونلٱ
“Dahulu orang-orang bertanya pada Rasûlullâh tentang kebaikan,
sedangkan aku dahulu bertanya tentang keburukan disebabkan aku khawatir
keburukan tersebut akan menimpaku.” [HR. Al-Bukhâriy 3606 dan Muslim
1847]
Muhammad Laili Al-Fadhli هداية الرحمن على بيان اللحن في تالوة القرآن
ل ل ل ل ُ ل ل ل ل ُ ل ل ل ل ل ل ل ل ل ِه
ستلٱ ا
نلٱ ولٱ ط لٱ أ ولٱ لٱ ٱارولٱ لٱ دةلٱ لٱ لٱ ٱ لٱ
لَعلٱ ل لٱ للحلٱ ولٱ ل لٱ
لَعلٱ ل لٱ
ونلٱ لٱ
ض لٱ ب لٱ
ينةولٱ لٱ لٱ ي ولٱ نلٱ لللٱ لٱ م لٱ ؤدولٱ لٱ ب لٱ
ونلٱ لٱ ب وٱللٱ لٱ م ولٱ د لٱ اك لٱ
لٱ
“Dahulu para guru di Madinah menghukum satu pukulan untuk kekeliruan
hafalan dan enam pukulan untuk lahn.” [Fathul Mughîts hal. 34].
Hisyâm bin Hubayrah (w. 74 H.) pernah ditanya tentang dua orang
yang shalih dan ahli ibadah, namun salah satu di antara mereka terjatuh
pada lahn. Maka, beliau mengatakan:
ل ِه
لٱ لَّي للٱ للٱ يلللٱ ل ل ل ي ل ُ ِه ل ل ل
ح ُنلٱ و و ةور
ر لل
لٱ لٱ ٱ اي ن
لٱ لٱ لَل لٱ ِف
و ام ه إونلٱ أفلٱ ضل
“Sesungguhnya yang lebih utama di antara keduanya, baik di dunia
maupun di akhirat, adalah orang yang tidak terjatuh pada lahn.”
Kemudian orang-orang berkata:
“Semoga Allâh merahmatimu wahai Amîr. Kami memahami bahwa ia lebih
baik di dunia disebabkan kefasihan lisan dan kebaikan bahasanya. Namun, apa
yang menyebabkan kedudukannya lebih baik di akhirat?”
Maka beliau menjawab:
ِه ل ل لل ل ل
ُ الٱ أنلٱ لز لل ِه
لٱ لٱ له لذالٱ يُدلٱ ر ُول لٱ ِف لٱ ك ل.َّلٱ ل ل ِه ُ ُ ُ ل ل ِه
ولٱ مالٱ ليلٱ لسلٱ َّاب لٱ ل
و وت و لٱ لٱ م لَع لٱ ولٱ َّلٱ ل وأنه لٱ يقويم لٱ كوتاب
ُ ُ ل فويهو ل ُ
.لٱ ٱيخلٱ ورجلٱ مالٱ ه لولٱ فوي لٱ هو
“Karena sesungguhnya ia telah menegakkan Al-Qurân sesuai dengan
apa yang diturunkan Allâh. Sedangkan yang lain, disebabkan lahn, ia telah
memasukkan apa-apa yang bukan bagian dari Al-Qurân ke dalamnya, dan
mengeluarkan apa-apa yang merupakan bagian Al-Qurân darinya.” [Syu’abul
Imân Al-Bayhaqiy 2103]
Dikatakan kepada Al-Imâm Hasan Al-Bashriy (w. 110 H):
ُٱه ل ُل ل ل ل ل ل
لٱ أر ُور لٱ:قال إومام لٱ نالٱ يللٱ ح ُلٱ
لٱ ف لٱ,ن
“Imam kami terjatuh pada lahn.” Maka beliau menjawab: “Tinggalkanlah
dia.”
Al-Imâm Az-Zuhriy (w. 125 H) pernah shalat di belakang seorang
imam yang terjatuh pada lahn. Maka, beliau mengatakan:
Muhammad Laili Al-Fadhli هداية الرحمن على بيان اللحن في تالوة القرآن
ُاء لٱ ه
لٱ ٱ لر ل
ت ل ُ لٱ ص ِهليلٱ
لٱ ما ل ل ل ل ِه ِه ل ل ل ل ل ُ ل ل ل
لَعلٱ لللٱ لفردو ل ضلتلٱ لٱ
لٱ جاعةولٱ ف و
لٱ ِف لٱ
لولٱ للٱ أنلٱ للصَلة و
“Kalau saja shalat berjamaan tidak lebih utama daripada shalat sendirian,
maka aku tidak akan shalat di belakangnya.” [Hilyatul Awliyâ, III/ 364]
Al-Imâm Abû ‘Amr bin Al-‘Alâ Al-Bashriy (w. 154 H) pernah mendengar
seseorang yang terjatuh pada lahn, maka beliau mengatakan:
لل لل ل ل
اكلٱ نذلٱ ل للٱ بعلٱ ُدلٱأللٱ أر
“Sesungguhnya engkau akan menjadi hina disebabkan lahn.” [Îdhâhul
Waqfi Walibtidâ Al-Anbâriy]
Al-Imâm Ibn Siwâr (w. 496 H) mengatakan:
ل ل ل ُ ل ُ ل ل ُ ِه
يهُلٱ كبويلٱ آنلٱ كثويلٱ ٱصغو
لٱ ِفلٱ لللٱ قرلٱ و
فيسويلٱ لللحلٱ ون و
“Maka lahn dalam membaca Al-Qurân, walaupun sedikit tetap terhitung
banyak, dan yang kecil tetap terhitung besar.”
Abû Muzâhim Mûsâ bin ‘Ubaydillâh Al-Khâqâniy (248-325 H) berkata
dalam Râ`iyyah-nya:
ل ل ِه لل ل ُ ل ُ ل ل ِه
ۡۡري و َي لٱ ذ
لٱ و إ لٱ لٱ
ويۡۡك ف لٱ وۡۡن م لٱ لٱ
ن و ح لل ٱ ۡۡ و ب لٱ ۡۡة
لٱ فر
و عم ٱ ۦو لٱ
ه ۡۡظ و وف ر لٱ لٱ
ۡۡان ق ت و إ لٱ لٱ
ۡۡر
و وك
َّ ل لٱ لٱ
مو ۡۡول
ع لٱ لٱ
ل فۡۡأٱ
لٱ لٱ
لٱ لٱ
bacaan sahabat yang non-Arab, padahal yang namanya non-Arab pasti tidak
luput dari lahn, sesungguhnya menunjukkan dua hal:
1. Sabda nabi yang mengatakan “hasan” bukan menunjukkan bahwa
bacaan orang-orang non-Arab itu luput dari lahn. Karena kalau
bacaan tersebut benar-benar luput dari lahn, maka Nabi tidak akan
mengoreksinya hingga muncul pernyataan tersebut.
2. Sabda nabi: “Akan datang suatu kaum yang sanggup menegakkan lafazh
Al-Qurân sebagaimana tegaknya anak panah,” menunjukkan bahwa
bacaan orang non-Arab pada saat itu belum benar-benar tegak,
namun mereka dipuji karena keikhlasannya. Makanya Nabi
melanjutkan sabdanya dengan mengatakan: “namun mereka tergesa-
gesa dan tidak mau menunggu”. Maknanya mereka berharap akan
keuntungan dunia dan meninggalkan keuntungan akhirat.
Kemudian, Asy-Syaikh ‘Aliy Al-Ghâmidiy melanjutkan bahwa lahn yang
terjadi pada saat itu bukanlah termasuk lahn jaliy, walaupun dilakukan oleh
sahabat non-Arab. Karena sabda Nabi “sebagaimana tegaknya anak panah”
menunjukkan keistimewaan dan kesempurnaan bacaan, maka pada saat kita
memahami bahwa sahabat non-Arab itu belum menegakkannya
sebagaimana tegaknya anak panah, bukan berarti mereka meninggalkan
yang benar, melainkan menunjukkan kekurangsempurnaan semata, atau
maksimal terjatuh pada hal yang makruh.
Terjadinya lahn khafiy pada masa Nabi juga menimpa para sahabat
Arab asli, sebagaimana yang diisyaratkan dalam hadits:
ُو ل ل ل ُ ل ل ل ل ل لل ل ل ل ِه ل ل ل ل ُ ل ل
.بد
نلٱ أ لٱ ملٱ ع ٍلٱ
اء لٱ ةلٱ لبلٱ ولٱ
لٱ لٱ فللٱ يقلٱ رألٱ لٱ ق لٱ ور لٱ,ك لٱ مالٱ أنزو لٱ ل
آنلٱ غضالٱ لٱ
بلٱ لٱ أنلٱ لٱ يقرلٱ ألٱ لللٱ قرلٱ لٱ
منلٱ لٱ لٱ أر لٱ
“Siapa saja yang menyukai untuk membaca Al-Qurân dengan benar,
sebagaimana Al-Qurân diturunkan, maka bacalah dengan bacaannya Ibn Umm
‘Abd (Ibn Mas’ûd).” [HR. Ibn Hibbân 138 dan Ahmad 4255]
Riwayat ini menunjukkan bahwa walaupun para sahabat merupakan
orang-orang yang sangat memahami kaidah bahasa Arab, namun level
mereka dalam bacaan Al-Qurân bertingkat-tingkat. Artinya, tidak menutup
kemungkinan bahwa sebagian di antara mereka terjatuh pada lahn khafiy.
Lafazh hadits “siapa saja yang menyukai” menunjukkan bahwa perkara
tersebut bukanlah kewajiban melainkan sunnah.
Muhammad Laili Al-Fadhli هداية الرحمن على بيان اللحن في تالوة القرآن
4
Yang benar adalah dengan raf’ / dhammah, sehingga maknanya menjadi:
“Sesungguhnya Allâh dan Rasul-Nya berlepas diri dari orang-orang musyrik.”
Muhammad Laili Al-Fadhli هداية الرحمن على بيان اللحن في تالوة القرآن
5
Terdapat perbedaan pendapat mengenai kapan Abul Aswad meletakkan tanda
baca i’rab dalam Al-Qurân. Sebagian ulama mengatakan pada masa ‘Aliy bin Abî Thâlib, dan
sebagian ulama yang lain mengatakan pada masa ‘Abdul Malik bin Marwân.
Muhammad Laili Al-Fadhli هداية الرحمن على بيان اللحن في تالوة القرآن
Tanda baca i’râb yaitu memberikan tanda baca dalam mushaf pada
huruf terakhir setiap kata agar tidak terjatuh pada kekeliruan yang
mengubah makna. Awalnya tanda baca ini berupa titik-titik yang berwarna
merah. Titik di atas menunjukkan fathah, titik di bawah menunjukkan
kasrah, dan titik di depan menunjukkan dhammah.
Kemudian seiring berjalannya waktu, maka lahn menjadi semakin
melebar dan tersebar luas, terutama saat Islam telah menyebar ke negara-
negara yang jauh dari Arab. Berbaurnya orang-orang Arab dengan orang-
orang non-Arab, diiringi kecilnya usaha untuk menjaga kefasihan, menjadi
salah satu sebab rusaknya lidah orang-orang Arab dalam berbahasa. Karena
itu pula pada masa berikutnya, pemberian tanda baca Al-Qurân semakin
mengalami perkembangan setelah An-Nashr bin ‘Ashim (w. 90 H)
memberikan tanda i’jam berupa garis-garis kecil, yang membedakan antara
satu huruf dengan huruf yang lain. Kata i’jâm ( املٱُ ج
)لِع لberasal dari a’jama
و
ل
)أع لyang bermakna “menghilangkan kerancuan” ( املٱ ُ لل
( ج لملٱ لٱ لِب له و
)أزال و. Tanda ini
akan menghilangkan kerancuan huruf-huruf hijâiyyah yang memiliki bentuk
serupa. Dari sini pula kemudian dikenal istilah “huruf mu’jam”, yakni huruf
hijâiyyah yang memiliki titik, lawannya adalah “huruf muhmal”, yakni huruf
yang tidak memiliki titik. Perhatikan gambar berikut:6
Tanda baca i’râb dan tanda baca i’jâm sendiri kemudian semakin
disempurnakan oleh Al-Khalîl bin Ahmad Al-Fârâhîdiy (w. 175 H).
6
At-Tajwîdul Mushawwar
Muhammad Laili Al-Fadhli هداية الرحمن على بيان اللحن في تالوة القرآن
7
Abul Hasan ‘Aliy bin Ja’far bin Sa’îd As-Sa’idiy Ar-Râziy. Guru dan rujukan ilmu Al-Qurân
bagi orang-orang Persia. Beliau memiliki tulisan Delapan Qirâât (Al-Qirâât Ats-Tsamân). Tidak
diketahui tahun dilahirkan dan wafatnya, namun Ibnul Jazariy dalam Ghâyatun Nihâyah
bahwa beliau masih hidup sampai tahun 410 H.
Muhammad Laili Al-Fadhli هداية الرحمن على بيان اللحن في تالوة القرآن
ي ل ل ل ِه ل ل
ن لٱ ل ل
للٱ لل لٱ مۡۡۡعلٱ ۡۡۡۡ لٱ
خۡ لٱ ل
للٱ لٱ يۡ ولٱ
للٱ لٱ ب وۡۡۡۡ لٱ هولٱ أٱلٱ لٱ لٱ
رۡۡۡ لٱ ن لٱ لٱ ل ل
ِفلٱ لل لٱ مۡۡۡب لٱ ل
للٱ لٱ فۡۡۡخطألٱ لٱ و لٱ أ ِهلٱ مالٱ ل لٱ
ل
لۡۡۡۡۡۡۡ و لٱ
“Dan lahn itu ada dua jenis: lahn jaliy dan lahn khafiy. Keduanya haram,
namun sebagian Ulama Qiraah berbeda pendapat mengenai hukum lahn khafiy,
apakah ia haram atau makruh.
Adapun lahn jaliy adalah kesalahan dalam masalah tata bahasa, baik
mengubah ataupun tidak mengubah makna.”
Dalam bait ini, Asy-Syaikh ‘Utsmân Murâd menyebutkan dua jenis
lahn yang dikenal dalam tilâwah Al-Qurân, yakni lahn jaliy dan lahn khafiy.
Kemudian beliau memberikan definisi lahn jaliy: adalah kesalahan yang
berkaitan dengan tata bahasa, baik mengubah makna atau tidak mengubah
makna.
Al-Imâm Abû ‘Amr Ad-Dâniy dalam Syarh Qashîdah Al-Khâqâniy
mengatakan:
ُ ل ل ل ل ُ ل ل ِه ل ل ل ِه ل ِه ل
ارو للٱ
جلٱ ل لٱ لٱ للٱ ٱل للٱ,ظ ي لٱ ل لٱ للفلٱ و لٱ
ن لٱ لللٱ لٱ م لٱ غ و لٱ
لم لٱ ب ولٱ د لٱ ل لٱ لللٱ لٱ معلٱ لٱ
لٱ ل لٱ:ل لل و ِهلٱ ن لٱ للٱ ب لٱ لللحلٱ للٱ ج لٱ ن لٱ ارو و ِلٱ
ى لٱ أنلٱ لٱ لٱ ي لٱ ت لٱ لٱ يلنلٱ للٱ ب و لٱ
غ لٱ لٱ ل وللٱ لٱ ق لٱ
يل لل ُ لل ل ل ل ل ل
ل لٱ لٱ نفلٱ لس ُلٱ ه لٱ و لٱ
ِفلٱ لٱ لٱ ٱلٱ أنلٱ لٱ يعلٱ م لٱ. ِف لٱ ل لٱ لل لٱ غةولٱ س لٱ ائ وغلٱ ا لٱ و لٱ لٱ للٱ, ِف لٱ لللٱ للٱ ع للٱ ر لٱ ب و ِهلٱ يةولٱ ن لٱ للٱ
ج لٱ ائ وزلٱ ا لٱ و لٱ لٱ ِإَونلٱ لٱ لٱ,اء لٱ ة و
اك لٱ عنلٱ لٱ للٱ م لٱ ذا لٱ هو ولٱ
ب لٱ لللٱ قولٱ للٱ ر للٱ لٱ
ل ل ل ل
َل للٱ ٱلٱ ت و لٱ هولٱ مونلٱ لٱ ذلٱ ل و لٱ
.ك يصلٱ لٱ ت و لٱ خ و لٱ لٱ تللٱ ولٱ
“Sudah semestinya bagi seorang pembaca Al-Qurân untuk senantiasa
menjauhi lahn jaliy: yakni lahn yang dapat merusak makna dan mengubah lafazh,
serta keluar dari madzhab-madzhab qirâah yang ada, walaupun perubahan lafazh
tersebut perubahan yang diperbolehkan dalam bahasa Arab atau diterima oleh
Muhammad Laili Al-Fadhli هداية الرحمن على بيان اللحن في تالوة القرآن
salah satu dialek yang fasih. Hendaknya ia berusaha mendorong jiwanya untuk
memurnikan tilawahnya dari semua itu.”
Kemudian beliau melanjutkan perkataannya dengan menjelaskan apa
yang dimaksud dengan lahn khafiy:
ُ ل ل ل ُ ُ ِه ل ُ ِه ُ ل ل ُ ل ُ ِه ِه
لٱ لٱه لو لٱ ترلٱ ُكلٱ.ّيهُ لٱ إول لٱ لللٱ ُمتل لصد ُور لٱ لللٱ لماه ُلٱ ور لٱ ٱل لٱ يم و,وب لَّوي لٱ ل لٱ يعلٱ ورفه لٱ إول لٱ لللٱ قاروئ لٱ لثلاق لٱ
para muqri, para ahli nahwu, serta siapa saja selain mereka yang telah menghirup
aroma ilmu (kalangan para penuntut ilmu).
Dan adapun lahn khafiy tidak diketahui kecuali oleh para muqri` yang
mutqin dan mahir yang benar-benar mengambil bacaan Al-Qurân secara talaqqiy
melalui lafazh-lafazh dari guru-guru mereka.”
‘Abdul Wahhâb Al-Qurthûbiy dalam Al-Mûdhah (hal. 57) mengatakan:
ُُ ل ل ل لٱ لٱل ُوك ل.ف ل ل ل ل ل ل ِه ِه ل ل ل ل
ص ُهلٱ لٱ ر لد لٱ ي ِه لٱ لٱ ٱار ٍود لٱ مونلٱ هما و لٱل و ر لٱ ٱ ن لٱ
لٱ ٱح ل
و لٱ ج ن لٱ
ح : لٱ
ي و
لٱ ضبل
لٱ إون لٱ لللحلٱ ن لٱ لَع
لُ ي ل ُ لل ل ِه ُ ل ُ ل ل ل ل ل ل ل ل ُ ل
خل لٱ بوٱللٱ لمعلٱ لنلٱ اظلٱ في و ل لٱ ه لو لٱ رلل للٱ يطلٱ لرأ لٱ لَع لٱ لألٱ للٱ ف و لٱ لل و ي
لٱ فٱللحلٱ ن لٱ.رب و لٱ هو لٱ عنلٱ لٱ لصا و
از لٱ ٱرقويقة لٱ بوهالٱ يملٱ ت
ل ُُ ل ُ لُي ل ل ل
لٱ.لٱ منلٱ لٱ ش لدالٱ شيلٱ ئالٱ م لونلٱ لللٱ لع لرب و ِهي لٱ ةو لٱلللٱ ُعرلٱ و لٱ
لٱ يعلٱ ورفهلٱ لللٱ قاروئلٱ ٱُك.ف
ل ولرٱلٱ نلق ل
لٱ للال وب لٱ ل ِه
ف ل ُ خ يل لٱ بٱللٱ ل
ُلٱ في ل ل ِه ُ ل ل ل ُ ل ل
للٱ.ن لٱ ٱ ُلٱ
لحسلٱ ولٱ و و لٱ و ر
لٱ ع و و اظو ف ل
لٱ لٱ لأ
لٱ لٱ لَع ف لٱ يطلٱ رألٱ لل و ي
ٱلللحلٱ ن لٱ
ل ل ل ِه ل ل ل ل ل ل ل ل ُ ُ ِه ل ُ ُ ُ ل ِه ُ ُ ل ُ ِه
اظلٱ ولٱ ٱلقو لن لٱ مونلٱ لٱ أللٱ ف و ويلٱ أرذ لٱ عنلٱ لٱ أفلٱ لواه ولٱ لأئومة جوود لٱ لَّ لٱ يعلٱ ورفه لٱ إول لٱ لللٱ قاروئ لٱ لللٱ متلٱ قون لٱ ٱللضاب و لٱ لللٱ م
ل ِه ُ ل ل ِه ل ل ل ل ل ل ُ ِه ل ُ ُ ل ل ِه ل ُ ل ل ل ل
نوتلل ُهلٱ لٱ ررلٱ ٍف لٱ رقه لٱ ٱنزل لٱ م لٱ لٱ ُك ل ق لٱ ب و لع لرب و ِهيت و وهملٱ لٱ فأعلٱ طى ين لٱ ترلٱ تَض لٱ تَل لٱت ُهملٱ لٱ لٱ ُيوث ُلٱ َّلللٱ علماءو لٱ ل
ل ِه
.ُلٱرد لٱ ه
“Sesungguhnya lahn itu ada dua jenis: lahn jaliy dan lahn khafiy. Setiap
lahn tersebut memiliki batasan dan definisi yang khusus serta hakikat yang
dengannya bisa membedakan satu dengan lainnya. Adapun lahn jaliy adalah
kerusakan yang terjadi pada lafazh-lafazh dan mengakibatkan kerusakan makna
dan ‘urf (kaidah-kaidah ilmu qirâah). Lahn ini diketahui oleh para qâri dan siapa
saja yang bisa memahami dengan baik bahasa Arab.
Adapun lahn khafiy adalah lahn yang menimpa lafazh-lafazh dan
mengakibatkan kerusakan pada ‘urf yang dapat membawa pada kecantikan dan
keindahan bacaan Al-Qurân. Lahn ini tidak diketahui kecuali oleh para qâri yang
mutqin, para ulama yang mahir dalam tajwid, yang mengambil bacaan mereka
dari bibir para imam dan bertalaqqiy dari lafazhnya para ulama. Yakni orang-
orang yang diridhai tilâwahnya dan terpercaya kemampuan bahasa Arabnya,
sehingga mereka sanggup untuk memberikan hak setiap huruf, menempatkan
setiap huruf sesuai dengan kedudukannya, dan menjaga kesempurnaannya
dengan baik.”
Al-Imâm Ibnul Jazariy dalam At-Tamhîd mengatakan bahwa lahn jaliy
sendiri terbagi menjadi dua:
Muhammad Laili Al-Fadhli هداية الرحمن على بيان اللحن في تالوة القرآن
8
Abul ‘Alâ Al-Hasan bin Ahmad bin Al-Hasan bin Ahmad bin Muhammad, dikenal juga
dengan Al-‘Aththâr.
Muhammad Laili Al-Fadhli هداية الرحمن على بيان اللحن في تالوة القرآن
1. Para ulama sepakat bahwa lahn dalam tilâwah terbagi menjadi dua:
lahn jaliy dan lahn khafiy,
2. Lahn jaliy dinilai sebagai lahn yang dapat diketahui oleh para ulama
dan penuntut ilmu, serta siapa saja yang memahami bahasa Arab.
Sedangkan lahn khafiy dinilai sebagai lahn yang hanya diketahui oleh
para ulama ahli qirâah. Namun, penilaian ini tidak mutlak, karena
kenyataannya beberapa lahn khafiy juga diketahui oleh para penuntut
ilmu pemula. Karenanya kita katakan bahwa sebagian besar lahn
khafiy hanya diketahui oleh para ulama.
3. Batasan yang paling tepat untuk mendefinisikan lahn jaliy adalah lahn
yang berkaitan dengan huruf dan syakl (harakat dan sukun) atau
yang diistilahkan lahn i’râb. Sedangkan lahn khafiy adalah lahn yang
tidak berkaitan dengan huruf dan syakl, yakni yang berkaitan dengan
penghias tilâwah.
4. Lahn jaliy kadang mengubah makna dan kadang tidak mengubah
makna, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Ibnul Jazariy. Adapun
lahn khafiy hanya mengubah ‘urf tanpa mengubah makna.
5. Lahn jaliy dan lahn khafiy dapat terjadi pada sifat lâzimah atau sifat
‘âridhah.
َّ
ۡ )ٱللحۡ ُن
ۡۡٱلَ ِ ي
Al-Lahnul Jaliy (ل
Al-Jaliy berarti terang atau jelas, disebut jaliy karena secara umum
lahn ini dapat terlihat dengan jelas, baik bagi kalangan awam maupun para
ahli tajwid, selama ia mengerti bahasa Arab. Sebagaimana yang disampaikan
oleh Ibn Mujâhid bahwa lahn jaliy adalah lahn i’râb, yakni lahn yang berkaitan
dengan tata bahasa Arab, baik terjadi pada huruf atau syakl (harakat dan
sukun). Baik mengubah makna atau tidak mengubah makna. Lahn ini dapat
berupa: perubahan huruf, penambahan atau pengurangan huruf, dan perubahan
syakl.
Muhammad Laili Al-Fadhli هداية الرحمن على بيان اللحن في تالوة القرآن
9
QS. Al-Fatihah, 1: 2
10
QS. Al-A’râf, 7: 84
Muhammad Laili Al-Fadhli هداية الرحمن على بيان اللحن في تالوة القرآن
dua harakat; atau yang lebih dikenal dengan isybâ harakat, maka lahn
tersebut juga bukan termasuk lahn yang mengubah makna.
Adapun yang termasuk dalam kategori ini adalah meringankan huruf
bertasyid atau membaca dengan tasydid sebuah huruf yang semestinya
dibaca ringan. Padahal, tanda tasydid menunjukkan bahwa huruf tersebut
terdiri atas dua huruf. Huruf yang pertama adalah huruf sukun dan yang
kedua adalah huruf yang berharakat. Contoh:
Bacaan Benar Bacaan Salah
ُ اكلٱ نلس لت وع
يلٱ
ِه ل ل
اكلٱ نع ُب ُلٱ دلٱ ِإَوي ِه للٱ
إوي لٱ ي لٱ
ل ل ل ُُ ل ل ل
اكلٱ نس لتعو ُلٱ
اكلٱ نعب لٱ دلٱ ِإَولٱ ي لٱ
إ ولٱ ي لٱ
Hanya kepada Engkaulah kami Kepada cahaya matahari-Mu kami
menyembah dan hanya kepada menyembah dan kepada cahaya
engkaulah kami memohon matahari-mu kami memohon
pertolongan11 pertolongan
11
QS. Al-Fatihah, 1: 5
12
QS. Al-Fatihah, 1: 7
Muhammad Laili Al-Fadhli هداية الرحمن على بيان اللحن في تالوة القرآن
pada kekeliruan, maka ia dimaafkan dan tidak berdosa. Lain halnya dengan
seseorang yang lalai dari menuntut ilmu sehingga ia tidak mengetahui
hukum-hukum syar’i, maka ia berdosa.
Asy-Syaikh ‘Abdul Fattâh Al-Marshafiy dalam Hidâyatul Qâri’ (hal. 54-
55) bahkan mengatakan bahwa kekeliruan dalam membaca Al-Qurân
(apabila disengaja) hukumnya haram, baik itu berkaitan dengan tata bahasa
atau kesempurnaan tilawah. Baik itu mengubah makna atau tidak. Beliau
mengatakan:
ل لٱ ه لذالٱ للل ِهحلٱ نلٱ ب لنولٱ لعيلٱ هو ِه
ل
ُ لٱ لتلحلٱ ر
يملٱ أيضا لٱ ِف ُ لٱ ُلٱ
و و و لحكلٱ م و
“Dan hukum dalam kedua jenis lahn ini sama-sama haram.”
Beliau berhujjah dengan perkataan Al-Barkawiy bahwa apabila kita
pisahkan hukum lahn yang mengubah makna dengan lahn yang tidak
mengubah makna, seperti meninggalkan izhhâr, idghâm, qalb, ikhfâ, juga
seperti meninggalkan hukum madd dan qashr, maka apa lagi yang tersisa
dari hukum-hukum tajwid? Kemudian apabila sudah demikian, bagaimana
kita mensifati tilawah yang demikian itu dengan tilawah yang shahih?
Padahal kaum muslimin telah sepakat mengenai hukum-hukum tilawah dan
kemestian menjaganya sebagai bagian dari bentuk peribadahan,
sebagaimana kemestian dalam menjaga dan menegakkan huruf serta lafazh-
lafazhnya. Sedangkan menegakkan huruf serta lafazh-lafazh Al-Qurân tidak
akan tercapai kecuali dengan menegakkan hukum-hukum tajwid secara
sempurna seperti meng-izhhâr-kan yang izhhâr, meng-idghâm-kan yang
idghâm, dan seterusnya.13
Asy-Syaikh ‘Aliy Al-Ghâmidiy dalam Al-Lahn (hal. 48-49) mengatakan:
ل ِه لل ِه ل ل ل ل
للٱ ل لوم ونلٱ لسلٱ تل لطاع ُهلٱ
وو
لٱ لللحلٱ ن ل
لٱ
لٱ لل و اب
و نلٱ ٱ ُجوبلٱ لجلٱ ت ل
و و
ُ لٱ لَع م
و ل
لٱ ع
و لٱ لل
لٱ و لتفقلٱ أٱل
“Para ulama sepakat akan kewajiban menjauhi lahn jaliy bagi siapa saja
yang sanggup untuk melakukannya.”
Hukum Al-Lahnul Jaliy dalam Shalat
Sesungguhnya para ulama telah sepakat kewajiban mengamalkan
tajwid pada hal-hal yang apabila ditinggalkan dapat mengubah makna.
Dalam konteks bacaan di dalam shalat, maka berikut pendapat para ulama:
13
Lih. Hidâyatul Qâri hal. 54-55
Muhammad Laili Al-Fadhli هداية الرحمن على بيان اللحن في تالوة القرآن
lain, padahal lisannya sehat, maka bacaannya (di dalam shalat tersebut) tidak
sah. Apabila ia mengganti huruf Dhad menjadi Zha, maka dalam permasalahan
keabsahan bacaan dan shalatnya terdapat dua pendapat. Pendapat yang paling
shahih adalah tidak sah.”
Al-Imâm An-Nawawiy melanjutkan (3/ 393):
ل ل ل ُ ي ل ل ل ل ِه ل ل ل ل ل ل ل ل ل ل ل ل ل ل ل ل إذالٱ ل ل
ل
فلٱ
َسلٱ اك لٱ تلٱ أٱلٱ لٱ كَسهالٱ أٱلٱ لٱ ك لٱ اءلٱ أنلٱ عملٱ لٱ نلٱ بوأنلٱ لٱ ض لٱ ملٱ ت لٱ وللٱ لللٱ معلٱ لٱ حنالٱ ي لٱ ِفلٱ لللٱ ف و
اَتةولٱ لٱ لٱ نلٱ و لٱ ح للٱ
إع لد لٱ ةُلٱ لللٱ وق لر ل
بلٱ ل ل ل ِه ل ل ل ُ ُاءتُ ُلٱ هلٱ لٱ لص لَلت يلٱ للملٱ لٱ تل وص ِه ِه ل ل ُ ُ ل ل ل ِه ل ل ل ل
اء لٱ ة ولٱ إنلٱ لٱ ت ُ لٱو ٱ لٱ , لٱ
د م ع ت لٱ إن
لٱ لٱ لٱ
ه حلٱ ق لور ل لٱ لٱ
اءلٱ بوهملٱ ز و
ت اللٱ إي لٱ اكلٱ نعلٱ ب لٱ دلٱ أٱلٱ لٱ ق لٱ
إي لٱ
ل ل ل ل ل ل ل ون لٱ نلسلٱ لتع ُلٱ ل ُ ل ل ل ُ ِه ل ل ل ل ل
وك لٱ لملٱ لٱ
ن لٱ وو لٱ ذل لٱ اط لٱ ٱ لٱ رص لٱ ي لٱ لٱصا لٱ دو لٱ و و ح لٱ دا ولٱ ل لٱ نعلٱ ُب ُلٱ د لٱ لٱن ولٱ ن لٱ كفتلٱ ولٱ لٱ ِإَونلٱ لٱ لملٱ لٱ ي لٱ. لملٱ لٱ لي لت لع ِهمدلٱ
ول لٱ لللٱ معلٱ لٱ
ل لُ ل ل ل ل ل ل ل ل ُُ لل ل لُ ل ل
اءلٱ ت ُلٱ ه لٱ لٱ لٱ
للٱ لٱ لٱلولٱ لٱ ت لع ِهم لد لٱ هُ لٱ لملٱ لٱ تبلٱ ُطللٱ لٱ ق ور.ُاءت ُلٱ ه لٱ لٱلك ِهون ُلٱ ه لٱ لمكلٱ ُرٱهلٱ لٱ لٱيلحلٱ ُر ُلٱ م لٱ ت لع يم ُد لٱ ه ل لٱ ق ور تبلٱ ُطللٱ لٱ صَلت لٱ ه لٱ ٱ لٱ
ح ُلٱ ل ل ُ ُ ل ل ُ ِه
.يح صَلت لٱ هلٱ هذالٱ ه للٱ ولٱ الص و
“Jika ia melakukan kekeliruan dalam surat Al-Fâtihah dengan lahn yang
mengubah makna, seperti mendhammahkan huruf Ta pada kata “an’amta”
(menjadi an’amtu) atau mengkasrahkannya (menjadi “an’amti”), atau
mengkasrahkan huruf Kaf pada kata “iyyâka na’budu” (menjadi “iyyâki”), atau
ia membacanya menjadi “iyyâ`a” dengan dua huruf Hamzah, maka bacaan dan
shalatnya tidak sah, bila dilakukan dengan sengaja. Adapun apabila kekeliruannya
tidak mengubah makna, seperti memfathahkan huruf Dal pada kata “na’budu”
(menjadi “na’buda”) atau huruf Nun pada kata “nasta’înu” (menjadi nasta’îna)
atau huruf Shad pada kata “shirâtha” (menjadi “sharâtha”) atau hal-hal yang
semisalnya, maka shalat dan bacaannya tidak batal, namun makruh
melakukannya dan haram hukumnya apabila dilakukan dengan sengaja. Apabila
ia melakukan semua itu dengan sengaja, maka shalat dan bacaannya tidak batal.
Inilah pendapat yang shahih.”
Al-Imâm An-Nawawiy dalam Al-Majmû’ (III/ 360-361) mengutip
peringatan dari dari Al-Imâm Abû Muhammad Al-Juwayniy yang mengatakan:
ل ل ُ ل ل ل ُ ُ ُ ِه ُ ِه ل لٱ غ ل ل ل ُ لٱ لح
ل
ُ لٱللولٱ أر لر لج للٱ بع لض
لٱ لَلاللٱ لٱ نستعوي لٱ تشبوه لٱ لتلاء: ج لٱ هو بوأن لٱ يقول لٱ ي لٱ ُمر و
و ون م لٱ ٱف
و ر
لٱ ص ِه لٱ لتل لع يل ُم ل ل ل ل ل ل لُ ل ل ل
لٱ اك لن لٱ ل ُلٱ يمك ُون ُه ِه ل ِه ل ل ل ل ل ل ل
حتلٱ لٱ فإون, لٱ بل لٱ بينهما,وي لٱ َمض ٍلٱ ةٍ أٱو لٱ للصاد لٱ ل لٱ بوصا ٍد لٱ َمض ٍة لٱ ٱ و
س لٱ ب ل
ِه ي لٱ ص لَلةلٱ ِف للٱ ل ُ ُ ل ل ل ُ ل ل ل ِه ل ي ُ ل ل ل ُ ُ ل ل ُُ ل ل
.لٱ لتل لعل ولٱ م لٱ ِف ِه
لٱ زم ونلٱ اتلفروي و و ٍ و
لٱ ُك ل
لٱ ٱيلزم لٱ ه قضاء و,لٱ ِإَونلٱ لٱ أمكنهلٱ ٱجبلٱ اتلعل لٱ م,صَلت لٱ ه
Muhammad Laili Al-Fadhli هداية الرحمن على بيان اللحن في تالوة القرآن
14
Kebanyakan ulama menilai istilah “makruh” yang dikemukakan para imam bermakna
“haram”. Wallâhu a’lam.
Muhammad Laili Al-Fadhli هداية الرحمن على بيان اللحن في تالوة القرآن
Lahn Jaliy
َ َّ
ۡ )ٱللحۡ ُن
ۡۡٱل ِ ي
Al-Lahnul Khafiy (ف
Al-Khafiy berarti tersembunyi, disebut lahn khafiy karena kebanyakan
kekeliruan ini tidak diketahui secara umum kecuali oleh orang yang pernah
mempelajari ilmu tajwid. Bahkan sebagian di antaranya hanya diketahui oleh
para ulama yang memiliki pengetahuan mengenai kesempurnaan membaca
Al-Qurân. Asy-Syaikh ‘Utsmân Murad mengatakan dalam As-Salsabîl:
ل ل ل ل
ِفلٱ لل ُعۡۡۡۡر وفلٱ
ل ل ل
ۡۡۡفلٱ فخ لطۡۡۡۡألٱ لٱ لٱ أل ِهمۡۡۡۡالٱ ل ل
كلٱ لل لوصۡ و
ۡۡفلٱ ومۡۡۡنلٱ لٱ غۡ ولٱ
ۡۡيلٱ إورَۡۡۡل ٍلٱ للٱ كَۡۡۡت ولٱ لۡ و لٱ
لٱ لٱ
لٱ لٱ
“Adapun lahn khafiy adalah kekeliruan dalam ‘urf (tata cara membaca
Al-Qurân yang telah disepakati Ulama Qirâât), dan tidak mengubah makna
kandungan Al-Qurân, contohnya seperti tidak menyempurnakan sifat-sifat huruf
hijaiyyah.”
Lahn khafiy ini banyak sekali terjadi, di antaranya:
1) Tidak menyempurnakan harakat sebagaimana mestinya,
Muhammad Laili Al-Fadhli هداية الرحمن على بيان اللحن في تالوة القرآن
15
Isybâ’ disebut juga tawallud, karena dengan membaca melebihi kadar panjang yang
seharusnya sama artinya dengan melahirkan huruf yang baru. Sebagian Ulama memasukkan
isybâ’ ke dalam lahn jaliy.
Muhammad Laili Al-Fadhli هداية الرحمن على بيان اللحن في تالوة القرآن
ُ ُك
نتم
Membaca dengan ikhfâ Membaca dengan ikhfâ
a’lâ dan tarqîq adnâ dan tafkhîm
َ َّ ُ
ۡ )حكۡ ُمۡٱللحۡ ِن
ِِۡ ۡٱل
Hukum Al-Lahnil Khafiy (ف
Sebagaimana disampaikan Asy-Syaikh ‘Utsmân Murâd dalam As-
Salsabîl bahwa para ulama berbeda pendapat mengenai hukum lahn khafiy:
ل
وَۡۡۡلفلٱ ِف ل ۡۡۡرام ل ُل
ُك ل
لٱ ر ل ل ل ۡۡۡم لۡۡۡنلٱ ق وسۡ ل
ُ ۡٱلللح
ۡۡۡفلٱ
و لٱ لل و ٍ ر لٱ ۡۡۡلٱ م ۡۡۡفلٱ
ۡۡۡللٱ ٱرۡ و
انلٱ جۡ و
و
لٱ لٱ
لٱ لٱ
2. Tidak berdosa bagi siapa saja yang terjatuh pada lahn jaliy atau khafiy,
namun pada saat bersamaan bacaannya tersebut sesuai dengan
salah satu riwayat yang diterima, seperti membaca (لّصاط )ل وdengan
Shad bercampur dengan Zay atau Sin.
Dalam hal ini, seseorang tidak berdosa walaupun dalam bacaannya ia
mencampuradukkan riwayat, sebagaimana dikemukakan oleh Ibnul Jazariy
bahwa hukum mencampuradukkan qirâât, atau riwayât, atau thuruq tidak
terlarang, namun ‘aib apabila yang melakukannya termasuk orang yang
memahami perbedaan-perbedaan tersebut.16
Namun demikian, penting untuk diperhatikan, bahwa terdapat dua
syarat agar pencampuradukkan tersebut tidak terlarang:
a) Tidak merusak makna dari sisi bahasa Arab,
b) Bukan dalam rangka periwayatan (majlîsul adâ). Adapun apabila
dalam rangka menisbatkan pada riwayat tertentu maka tidak
diperbolehkan, karena termasuk kedustaan dalam periwayatan.
3. Tidak berdosa bagi seseorang apabila lahn-nya masih berada dalam
lingkup penukilan yang mutawâtir, walaupun di dalamnya terdapat
rincian, namun terkadang merupakan hasil ijtihad yang terdapat
catatan padanya. Karena penyimpangan dari apa yang dikhususkan
para imâm, belum tentu merupakan penyimpangan dari kebenaran.
Sebagai contoh adalah hukum madd wâjib muttashil. Asal penukilan
yang mutawâtir adalah kadar yang merata di antara para ahli qirâah.
Ukurannya adalah lebih panjang dari dua harakat. Maka, apabila seseorang
membaca madd mutashil dalam riwayat Al-Imâm Hafsh jalur Asy-Syâthibiyyah
kurang dari empat harakat harakat namun sudah lebih dari dua harakat,
maka ia tidak berdosa. Sebab hukum asal penukilan dalam masalah madd
muttashil adalah lebih dari dua harakat dan ia telah menunaikannya,
walaupun belum sampai pada kadar yang ditentukan oleh riwayat yang
diamalkannya.
4. Tidak berdosa bagi orang yang terjatuh pada lahn, baik dalam
makhraj atau sifat huruf selama tidak keluar dari asal huruf dan
harakat. Jadi, selama asal huruf setiap huruf hijaiyyah masih tampak,
16
Lih. An-Nasyr I/ 139-142, Al-Munjid 89-90.
Muhammad Laili Al-Fadhli هداية الرحمن على بيان اللحن في تالوة القرآن
diniatkan nasihat di atas taqwa berujung pada kebencian dan cela mencela.
Wal-‘iyâdzubillâh.
Selain itu, yang mesti kita pahami adalah, bahwa jangankan mereka
yang belum benar-benar menguasai periwayatan Al-Qurân, bahkan seorang
qâri yang benar-benar qâri pun juga tidak bisa luput dari kesalahan atau lahn.
Terutama apabila mereka membaca dalam keadaan shalat atau tilâwah,
bukan dalam rangka talaqqiy atau ta'lîm (mengajar). Banyak faktor yang
dapat menjadi sebab akan terjatuhnya seorang qâri pada lahn.
Di antaranya yang pertama adalah lupa, inilah yang paling sering
terjadi. Manusia tempatnya lupa dan salah, maka wajar apabila seorang qâri,
bahkan muqri` pun kadang terlupa. Sama wajarnya dengan kita yang bahkan
sering terlupa surat-surat pendek, padahal surat tersebut sering diulang
setiap harinya.
Faktor kedua adalah fokus yang terbagi, antara tadabbur dan
menghadirkan kekhusyu'-an dengan konsentrasi untuk menjaga kaidah-
kaidah tajwid. Biasanya hal ini sering terjadi saat sang qâri menjadi imam
shalat. Karena terlalu hanyut terbawa ayat yang dibaca dan lebih fokus
untuk menjaga hafalan dan tadabburnya, kadang sebagian kaidah tajwid
menjadi tidak teramalkan secara tidak sengaja. Ini pun sesuatu yang wajar,
selama tidak dilakukan dengan sengaja. Kecuali apabila si pembaca tersebut
misalnya malah mennyibukkan hatinya dengan nada dan irama serta
melupakan tadabbur dan kaidah tajwidnya, maka dalam kondisi demikian
jelas perbuatan tersebut adalah sesuatu yang tercela.
Oleh karena itu, apabila kita yang telah mempelajari dan memahami
kaidah-kaidah tajwid mendengar atau menyaksikan seorang qâri yang
terjatuh pada lahn, bahkan misalnya yang mengubah makna sekalipun, maka
wajib bagi kita untuk:
Pertama: husnuzh zhan (berprasangka baik). Karena terjatuhnya
seseorang kepada lahn tidak sekadar disebabkan ia tidak paham atau tidak
mau mengamalkan tajwid; lupa atau tidak sengaja adalah sebab yang wajib
diberikan pintu maaf seluas-luasnya. Selain itu, kita juga wajib berprasangka
baik, karena barangkali bacaan tersebut merupakan bacaan dari riwâyah
yang berbeda dengan apa yang biasa kita amalkan.
Muhammad Laili Al-Fadhli هداية الرحمن على بيان اللحن في تالوة القرآن
menyimpulkan bahwa kritik selalu bermakna iri dan benci. Banyak di antara
orang yang mengkritik benar-benar mengharapkan kebaikan bagi kita
semua. Bahkan, lebih utama lagi kitapun tekun dalam menyelesaikan
pembelajaran tajwid agar bisa menjadi bekal dalam praktik bacaan kita dan
juga pada saat ada orang yang mengkritik kita secara melampaui batas,
maka kita bisa menjelaskannya di atas ilmu. Wallâhu a’lam.
mendapatkan lafal Al-Qurân dengan tepat kecuali dua hal ini. Bahkan,
demikianlah Nabi mengambilnya dari Malaikat Jibril .
2. Memilih Guru yang Mutqin,
Sekadar talaqqiy dan musyâfahah tidak akan memberikan dampak
positif bagi perbaikan bacaan, kecuali apabila talaqqiy kepada guru yang
mutqin dan terpercaya, memahami tajwid dengan baik, penjelasannya mudah
dipahami, bisa memberikan contoh pelafalan dengan mudah, dan bisa
mengoreksi dengan tepat.
Nabi telah mengajarkan kepada kita untuk memilih guru melalui
sabdanya:
ل لل ُل ُ ل ل ل ل ُ ل ُ ُ
بلٱ
ن لٱ كعلٱ ٍ لٱ ل لٱ لٱأ ولٱ
ب لٱ بلٱ ولٱ ن لٱ أ ولٱ م لٱ عبلٱ ٍلٱ د لٱ ف لب لدلٱ أ لٱ ب و لٱ هو لٱ للٱ ٱ ُم لعا لٱ ذو لٱ بلٱ ولٱ
ن لٱ جب ٍلٱ لٱ م ولٱ:آن لٱ مونلٱ لٱ أرلٱ لب لع ٍلٱ ة
ون لٱ لبلٱ ولٱ رذٱالٱ لٱ لللٱ قرلٱ لٱ
ل لل ل ل ل
بلٱ ُرذيلٱ ف لٱ ة لٱ لسال ٍلٱ وملٱ مولٱ لٱ
َللٱ أ و لٱ
“Pelajarilah oleh kalian Al-Qurân dari empat orang: Ibn Umm ‘Abd (Ibn
Mas’ûd), Mu’âdz bin Jabal, Ubay bin Ka’b, dan Sâlim budaknya Abû
Hudzayfah.” [HR. Muslim 4631]
Riwâyah ini merupakan salah satu contoh ijâzah fil iqrâ (izin untuk
mengajar) yang diberikan dari Nabi melalui lisan. Kemudian atas dasar
inilah para ulama menjadikan ijâzah fil iqrâ sebagai salah satu tanda bahwa
seseorang berhak dan layak untuk mengajarkan Al-Qurân. Al-Imâm Abû
Muzâhim Al-Khâqaniy dalam qashîdah-nyamengatakan:
ۡري ُ ُ ُ اس ُلٱ يق
لٱ ِفلٱ لنل ِه و ل ل ُي ل ُ يم لٱ مۡن للٱ يتلُۡولٱ للك لوت ل
ُ ۡابلٱ لٱ يُقو ل ل ُي
الٱ ُك ل
لٱ
ۡرئهۡملٱ مق و
و لٱ ٱما لٱ ُك لٱ من و ۡهۥ فم
لٱ لٱ
لل ل ُل ُ ُ ل ل ُ ل ل
ه. ن لٱ لٱ يُكلٱ ولٱ ر ُلٱ م و لٱ
نلٱ لٱ ل و ولٱ فقلٱ و لٱ ك لٱ للغلٱ للٱ دا لٱ دويلٱ لٱ لٱ ف لٱ ما لٱ هو ٍلٱ دلٱ لللٱ ُلٱ مقلٱ ولٱ رئلٱ ل لٱ ب لٱ لٱ بلكلٱ ٍلٱ ر لٱ بلٱ ولٱ
ن لٱ لٱ َل لٱ لٱ أ و لٱ ف لٱ لٱ إ و لٱ
ت لٱ لٱ أرلٱ لٱ ت لٱ ل و لٱ كنلٱ لٱ لٱ
ُ ُ ل لل لُ ُ ل ُ ل لل ُ ل ل ل لل ل ل
يدلٱ لٱ أنلٱ لٱ
نلٱ لٱ أ لٱ رو لٱ تلٱ ُلٱ
ِل:لٱ لٱ إ و و لٱ ع لٱ ليلٱ لٱ هو.لٱ لٱ ف لٱ قللٱ لٱ نل ِه و لٱ
اسلٱ لٱ ب وٱللٱ ولٱ ق للٱ را لٱ ءو لٱ ة ولٱ لٱ تلٱ ولٱ منلٱ لٱ ُلٱ ٱلٱ ل ولٱ
وعلٱ ل لٱ ع لٱ ليلٱ لٱ هو,لٱ لٱ ل ِهلٱ مالٱ للٱ رلٱ أيلٱ ُ لٱ
تلٱ لٱ أنلٱ لٱ لٱ أقلٱ للٱ رلٱ ألٱ لٱ لٱ فٱشلٱ لٱ ت لٱ هيلٱ لٱ
ل لل ل ل ل ُ ل
آن.
كلٱ لللٱ لٱ قرلٱ لٱ ع لٱ ليلٱ لٱ
لٱ أقلٱ لٱ رلٱ ألٱ لٱ
“Aku pernah pergi menemui Abû Bakr bin Mujâhid Al-Muqri Al-
Baghdâdiy. Ia merupakan orang yang sangat menghormatiku disebabkan
pemahamanku terhadap fiqih. Aku begitu bersemangat untuk membaca Al-Qurân
kepadanya, manakala Aku melihat begitu banyak orang-orang yang berhasrat
membaca Al-Qurân kepadanya. Akupun berkata kepadanya: “Aku ingin membaca
”Al-Qurân kepadamu.
ل ل لل ل ُ ل ُ ُ ل ل ل لل ل ل
َلمولٱ لٱ ذ لٱ ة و.
تل لٱ
سلٱ ل لٱ اء لٱ ة ولٱ لٱ فٱجلٱ لٱ ل وسلٱ لٱ لٱ
م لٱ ل و لٱ يدلٱ لللٱ لٱ قو لٱ ر لٱ
تلٱ لٱ ت لٱ رو لٱ ال:لٱ لٱ ن للٱ عملٱ ,لٱ لٱ إ ونلٱ لٱ لٱ
كنلٱ لٱ لٱ ف لٱ ق لٱ
“Iapun menjawab: “Baik. Apabila engkau ingin membaca, maka duduklah
”di tempat duduk para penuntut ilmu.
ل ل ل ل
يلٱ لٱ يل للٱ ديلٱ لٱ هو
َللٱ للٱ ب للٱ تلٱ مولٱ نلٱ لٱ للٱ
جنلٱ لٱ ب و لٱ هولٱ لٱ إ و لٱ ال:لٱ لٱ ف لٱ تل للٱ
ح ِهلٱ وللٱ ُ لٱ لٱ ق لٱ
Abû Sa’îd melanjutkan: “Maka akupun berpindah tempat dari sisinya ke
”hadapannya.
ل ل ل ِه ل ل ُ ل ل لل لل
ال:لٱ لٱ أ للٱ ٱلٱ
ريم" ,لٱ ق لٱ لرِنَٰمۡحلٱ ل ِهلٱ
لر ولٱ َّولٱ ل ِهلٱ
ت:لٱ "ِمۡسِبلٱ ل لٱ امةولٱ لٱ للٱ ٱلٱ قللٱ ُ لٱ
لَعلٱ للٱ رسلٱ ولٱ ملٱ لللٱ لٱ ع لٱ
اء لٱ ة ولٱ لٱ
تلٱ لللٱ لٱ قو لٱ ر لٱ لٱ ف لٱ ل ِهلٱ مالٱ لفلٱ للٱ ت للٱ تحلٱ ُ لٱ
لل ل ل ل ل ل ل ِه ُ ل ل ُ ل ل ل ل ُ
ك ,لٱ ث ِهلٱ ملٱ لقلٱ للٱ رألٱ لٱ ِهلٱ
لَع. ش لٱ د لٱ
ِتلٱ لٱ يرلٱ ولٱ
ر لٱ ِتلٱ لٱ
كلٱ لللٱ لٱ ف لٱ ك لٱ ذالٱ لٱ تقلٱ للٱ رلٱ أ؟لٱ لذلٱ لٱ هبلٱ لٱ لٱ إ و لٱ
َللٱ لٱ ذلٱ ل و لٱ لٱ
“Maka pada saat aku memulai bacaanku secara umum dan aku
membaca: “Bismillâhirrahmânirrahîm”, maka ia mengatakan: “Apakah demikian
bacaanmu? Pergilah ke pemuda itu sehingg ia bisa menunjukkan padamua (cara
”membaca yang tepat), baru kemudian engkau membaca kepadaku.
ُ ل ل ل و ل ل ِه ل ل ل ل ل ل ل ل ل ل ل ل ل ل
ِتلٱ
اع و لٱ
ض لٱ
فلٱ لٱ ب و لٱ
ع لٱ ر لٱ
كلٱ لٱ ل لٱ مالٱ لٱ
للٱ لٱ ذلٱ ل لٱ نلٱ لٱ يُكلٱ ولٱ ر لٱ م و لٱ
نلٱ لٱ هبلٱ لٱ اك لٱ
ك لٱ مالٱ لٱ
املٱ لٱ ك للٱ ٱلٱ ت للٱ ر للٱ
كلٱ لٱ إ وكلٱ للٱ ر و لٱ تلٱ مولٱ نلٱ لٱ لٱ ذلٱ ل و لٱ خ للٱ
جللٱ ُ لٱ لٱ ف لٱ
ۡۡۡانۦ صلٱ لٱ ٱلجلٱ توهۡۡۡا ٍلٱ دلٱ ٱبللٱ غۡۡۡ ٍلٱ ة اك ٍلٱ ءلٱ ٱروۡۡۡرلٱ ٍ لٱ ذ لٱ
لٱ لٱ لٱ
لٱ
لٱ
7. Melatih Lidah,
Al-Imâm Ibnul Jazariy mengatakan dalam An-Nasyr (I/ 701):
ل ل ل ُ لل ل ل
يحلٱ
ح ولٱ ُ
لٱ لٱ ُٱصو وللٱ لٱ َغي وةلٱ لٱ لتل ِهصلٱ و,ان لٱ للٱ ٱل ِهتلجلٱ ووي ولٱ د ِتلٱ ق ولٱ ل لٱ أعلٱ ل ُلٱ م لٱ لسبلبا لٱ لو ُل ولٱ
وغ لٱ ن لوهايلةولٱ لٱ ل ولٱ ٱ لٱ
ل ل ِه ل ُ ل ِه ل ل ل ِه ل ل ِه
.ون ظلٱ لللٱ ُم لتل لٱ
ّقلٱ مونلٱ لٱ ف ولٱ ملٱ لللٱ ُمحلٱ س ولٱ لَعلٱ لللفلٱ و لٱ
ارولٱ لٱ لٱ لٱ ٱلتلكلٱ ر لٱ,ن س ولٱ للٱ رو لياضةولٱ لٱ ل لٱ
أللٱ لٱ للٱ ٱل لٱ
لٱ موثلٱ لٱ,لتسلٱ دوي ولٱ د
“Dan aku tidak mengetahui sebab untuk meraih kesempurnaan itqân
(kompetensi) dan tajwîd (pembagusan), serta mencapai puncaknya tashhîh
(pengoreksian) dan tasdîd (perbaikan), yang semisal dengan riyâdhatul lisân
(latihan lidah), mengulang-ulang lafazh Al-Qurân dari mulut seorang muhsin (bisa
memperbaiki dan membaguskan bacaan).”
Al-Hamadzâniy dalam At-Tamhîd mengatakan:
ل ل ل ل ل ل ل ُ ل ل ل لل
ولٱ لَع ِه ل ل ل ل ل ل ل ِه
لأرلٱ وذ لٱ مونلٱ أفلٱ لواهولٱ ان لٱ ٱ لٱ
س لٱ ٱروياضةولٱ للل وس و لٱ لَلرلٱ و لٱ لٱ سبويل لٱ إوَل لٱ ذل وك لٱ إول لٱ بوٱللٱ مواظبة ٱل
لٱ ٱ لذ لرابل ُة لٱ للل لك ل ل ل لُ ل لٱ رسلٱ ُن ِه ل ل ل ل
ُ لٱ ذل لوك ل ل ُ
انلٱ
و وس و ف لٱ لل
لٱ ة دو
لٱ جلٱ ٱ ت
و و
لٱ لٱ للص َلو إ لٱ اف ض لٱ لن
لٱ لٱ ِإَون
و و و انق ت
لٱ ِللٱ ٱ م
و ل
لٱ ع
و لٱ لل
لٱ ٱَل
أ و
ُ ل ِه ُ ل ل ل ل ل
.ل انلٱ اكنلٱ أكلٱ لم لٱلٱ لأسلٱ ن و
صحة لٱ ٱ و
“Dan tidak ada jalan untuk mencapai kesempurnaan tajwîd, kecuali
dengan meningkatkan intensitas dalam belajar, melatih lisan, dan mengambil
bacaan dari mulut para ulama yang mutqin. Dan apabila ditambahkan lagi
beberapa poin, seperti: indahnya suara, bagusnya rahang, lisan yang tajam
(mudah untuk melatih kefasihan), dan sehatnya gigi-gigi, maka akan lebih
sempurna lagi.”
Al-Imâm Abû Muzâhim Al-Khâqâniy mengatakan dalam Qashîdah-nya:
ل ل ۡۡۡار لة ل ل ل ِه ل ل لل
ۡۡۡرۦ وك وَّل ل لٱ سلٱ لَلر ل وَۡۡۡل لٱةللٱ تلۡۡۡاللٱ أد لم ل
ۡۡۡن ِه ت لٱ ز ِهي لنۡۡتلٱ ل أللٱ لعلۡۡۡملٱ أ وخلٱ أنلٱ للف لص
لٱ
و ٍ
لٱ
ۡۡهلٱ أل لذى ِه ل
ُ لٱ عن ۡۡبلٱ ب ل لٱألذ له ل ُلٱ لتلۡۡۡاَللٱ أل لر ِهقلٱ ل لوسۡۡۡانلهۥ ل ل
َۡۡۡل ِه إ لذا ل
لٱ
لر للٱ
علٱ يل لٱ ةو ِفلٱ ل ولٱ
لٱ ب و لٱ هولٱ و لٱ
“Mentajwidkan Al-Qurân dapat tercapai dengan musyâfahah kepada
guru yang menguasai tajwid dengan baik, tanpa harus memperdalam teori-teori
ilmu ini. Bahkan, musyâfahah adalah inti dari pembelajaran tajwid. Namun,
pendalaman terhadap teori dan ilmu tajwid akan mempermudah seseorang dalam
mempelajarinya melalui musyâfahah, menambah kemahiran, dan menjaga hasil
musyâfahah dari beragam keraguan dan penyimpangan.”
2. Memahami Nahwu dan Sharaf
Diriwayatkan dari Abû Dzarr beliau mengatakan:
ل ل ل ِه ل ُ ل ِه ل ُ ل ل ِه
آنلٱ ك لمالٱ ت لعل ُمونلٱ روفلٱ ظ ُهلٱ تعلموالٱ لٱ لللٱ ع لربوية و
لٱ ِفلٱ لللٱ قرلٱ و
“Pelajarilah oleh kalian bahasa Arab dalam Al-Qurân sebagaimana kalian
menekuni hafalannya.” [Ibn Sa’dân dalam Al-Waqfu Walibtida (hal. 72)]
Muhammad Laili Al-Fadhli هداية الرحمن على بيان اللحن في تالوة القرآن
“Dan setiap orang yang tidak memahami i’râb, maka kemungkinan besar
ia bisa meninggalkan apa yang benar.”
لل ِه ل ل ُنلٱ لٱ إ للٱ ذالٱ للٱ يقۡۡۡۡۡ ُلٱ ر ُلٱ ؤلٱ هۥليۡۡۡۡۡ للٱ ذ ُلٱ رلٱ ل ِهلٱ للحۡۡۡۡۡ لٱ ل
نلٱ لٱ ٱهۡۡۡ لٱ فلٱ ل لٱ للحۡۡۡ ولٱ ليۡۡۡدلٱ لٱ رويلٱ لٱ ٱ و لٱ لٱ ٱهۡۡۡ لٱ ولٱ لٱ و
لٱ لٱ
لٱ لٱ
ل ِه
ِلۥلٱ لٱ فويمۡۡۡۡالٱ ل لٱ تبۡۡۡۡ لٱ ل ُ ل ل
بلٱ لٱ
ل ل ل
للٱ لٱ ذنۡۡۡۡ لٱ للٱ ٱهۡۡۡۡ لٱ ولٱ لٱ َُّيلٱ لٱ ألقۡۡۡۡۡ للٱ رلٱ أللٱ هۥ ُ ِه
بلٱ ل ولٱ َّنۡۡۡۡۡ لٱ
ل ُ ِه
لٱ يللۡۡۡۡۡ لٱ ز لٱ ملٱ ل لٱ
لٱ للٱ ِه
لٱ لٱ
ل ل ل ِه ل ل ل ل ُاَّيلٱ للٱ يعلٱ لٱ رفُۡۡۡۡۡۡۡۡ ُلٱ هۥلٱ للٱ يقۡۡۡۡۡۡۡۡ للٱ ر ُلٱ ؤلٱ هۥ
فلٱ لٱ رجۡۡۡ لٱ ِفلٱ رۡۡۡرلٱ ٍ لٱ كلٱ و لٱ فۡۡۡلٱ إ و لٱ ذالٱ مۡۡۡالٱ شۡۡۡ لٱ و لٱ ٱ ولٱ
لٱ لٱ
لٱ لٱ
ل ل ي ل ل لل ل ل ل ل ل
قلٱ صۡۡۡ لٱ دعلٱ فلٱ لحۡۡۡ لٱ فۡۡۡلٱ إ و لٱ ذالٱ مۡۡۡالٱ عۡۡۡ لٱ ر لٱ فلٱ لٱ إ وعلٱ ولٱ رابوۡۡۡۡۡ لٱ هوۦ ظرلٱ الٱ لٱ فويۡۡۡۡۡ لٱ هولٱ لٱ ٱ و لٱ نۡۡۡۡۡا ولٱ
ل لٱ لٱ
لٱ لٱ
ل ل ل ِه ي ل ُ ل ل ل ل ُل
كٱلوۡۡۡۡ لٱ دعلٱ تلٱ للسۡۡۡۡ لٱ نةولٱ لٱ لٱ فوينۡۡۡۡالٱ لٱ لٱ ليلٱ سۡۡۡۡ ولٱ كملٱ لٱ أ لٱ همۡۡۡالٱ لٱ فويۡۡۡ لٱ هولٱ سۡۡۡ لٱ واءلٱ لٱ عولٱ نۡۡۡ لٱ د لٱ
لٱ لٱ
لٱ لٱ
namun dapat menjadi aib apabila yang melakukannya adalah orang yang
berilmu, terkhusus para qâri dan lebih-lebih muqri. Demikian pula bagi orang-
orang awam, yang lebih utama bagi mereka adalah tetap membaca sesuai
dengan tertib qirâah.
4. Memahami Pendapat Para Ulama Terdahulu dan Madzhab Mereka
Poin ini mencakup penelitian terhadap pendapat mereka dan
memahami setiap perkataan mereka dengan makna yang benar, bukan
dengan pemahaman ulama kontemporer. Karena tidak jarang istilah-istilah
tertentu memiliki makna yang berbeda dengan apa yang dipahami hari ini.
Ketahuilah bahwa kelalaian seorang qâri terhadap pendapat para
ulama terdahulu dapan mengakibatkan ia terjatuh pada banyak lahn khafiy.
Karena tidak sedikit di antara ulama kontemporer yang menyimpang dari
jalan yang telah ditetapkan oleh para ulama terdahulu. Apabila kita
menemukan perbedaan pendapat antara para ulama terdahulu dengan para
ulama kontemporer, maka jelas pendapat ulama terdahulu lebih berhak dan
lebih layak untuk diikuti. Terutama apabila kita telah menemukan pendapat
yang secara tekstual dari para ulama terdahulu, maka kita tidak perlu lagi
untuk menimbangnya dengan pendapat para ulama kontemporer.
Asy-Syaikh Al-Mar’asyiy dalam Bayânu Juhdil Muqill mengatakan:
ل لٱ ش ُي وُ لل ل ل ل ُ ل ل ل ل ِه ل ل ل ُ ل ِه ل ل ِه ل ل
لٱ, وخلٱ لألٱ داءولٱ َث
و ك
لٱ ولٱ أ ء اد لٱ أ ِف
و لٱ لٱ
ات و لٱ لأداءولٱ تلللٱ أشلٱ ياءلٱ مونلٱ لتلحلٱ ورف الٱ طالتلٱ لٱ سوللٱ سولة لٱ لم
ل ل ل لل ُلل ُ ل ل للشيلٱ ُخلٱ لللٱ لماه ُور للٱ ُ ل ل ل ِه
اتلٱ للصف و لٱ ِفلٱ لللٱ لمخارو وجلٱ ٱ و لٱ للل ول و لٱ َلقائ و وق لٱ لٱ للمتف وطن و, لٱ ٱلَل لورايلةولٱ يلٱ للر لٱايلةو ل
لٱ للا وم لٱ ب لٱ و ٱ
ل ل ل ل ل ل ل ل ِه ل ل ل ل ل ل ل ُ ُ ل ُ ِه وبيت لٱ لألٱ ل ل ل
لٱ للعلٱ ت و لما ود لٱ بلللٱ لٱ
و لٱ ُك ا ون
ر و يلٱ ش و ء ا د لٱ أ لٱ
لٱ لَع د م
و ت ع
لٱ لٱ ن ل لٱ أ اني
لٱ للٱ ع ب ج و ف لٱ .و لٱ
ار لٱ
مح و و لٱ ك لٱ لل
لٱ ل
ونم لٱ ي
ز ع أ
الٱ س ومعلٱ لنالٱ مونلٱ ل لٱ م ليس ل ُ لٱ لٱنلقو,ن ل ل ل ل ل ل ل ُ ُ ُ ل ل ل ل لُ لل ُ ل ل ل ِه
سائ و ول لٱ هذالٱ لللٱ ف ولٱ ان لٱ م لٱ لٱ ِف لٱ كتب و وهملٱ لٱ مونلٱ لٱ بي و
نتأمل لٱ فويمالٱ أٱلٱ دعه لٱ لللٱ علماء و
ُ ُ ل ي ل ُُ ل ل ل ل ُ لُل لي ل ل ل لل ُ ل ي ُ و لل ل ُ ل
.ب
لٱ ِفلٱ لللٱ كت ولٱ ٱحقلٱ ما و لٱ لحقلٱ فمالٱ رالفهلٱ ف لٱ بلٱ فمالٱ ٱافقهلٱ فهو لٱ لٱ ِفلٱ لللٱ كت و للشيوخلٱ لَعلٱ مالٱ أٱدوع و
“Ketika rantai silsilah bacaan semakin panjang, maka terselip beberapa
penyimpangan dalam cara membaca kebanyakan guru Al-Qurân. Adapun seorang
guru yang mahir, yang dapat menghimpun riwâyah (penukilan) dan dirâyah
(teoritis), yang cerdas dalam meneliti setiap detail penyimpangan yang terjadi
pada makhârijul hurûf dan sifat-sifatnya lebih langka daripada belerang merah
(jarang ditemukan). Maka wajib bagi kita untuk tidak benar-benar berpedoman
pada teori dan praktik yang disampaikan oleh guru-guru kita semata, melainkan
Muhammad Laili Al-Fadhli هداية الرحمن على بيان اللحن في تالوة القرآن
17
Lih. Muhammad Hamzah. Ada Apa dengan Tajwid, Chapter 14, Maret 2019.
Muhammad Laili Al-Fadhli هداية الرحمن على بيان اللحن في تالوة القرآن
yang ditulis terpisah) dan mawshûl (dua kata yang ditulis bersambung) dan
tâât (Tâ ta’nîts yang tidak ditulis dengan Tâ marbûthah). Karena dalam
membaca Al-Qurân seseorang mesti memperhatikan rasm yang tertulis pada
mushaf. Siapa saja yang lalai dari memperhatikan permasalahan rasm dan
dhabth, maka ia akan terjatuh pada lahn khafiy, bahkan lahn jaliy.
8. Mempelajari Hal-Hal yang Dibutuhkan dari Ilmu Perhitungan Ayat
Al-Biqâ’iy (w. 885 H.) mengatakan bahwa penuntut ilmu qirâât mesti
mengenal ilmu perhitungan ayat. Hal ini disebabkan bahwa setiap qirâah
memiliki perhitungan ayat yang berbeda, sesuai dengan madzhab yang
mereka pilih masing-masing. Asy-Syaikh Dr. Ahmad Khâlid Syukriy
menyebutkan setidaknya terdapat enam madzhab dalam penentuan jumlah
ayat Al-Qurân:
a) Madzhab Al-Madaniy Al-Awwal. Diriwayatkan dari Nâfi’ dari Abû Ja’far
bin Yâzid Al-Qâ’qâ’ dan Syaybah bin Nashâh, seorang anak laki-laki
dari mantan budaknya Umm Salamah (istri Nabi), jumlah ayatnya
adalah 6217 ayat menurut periwayatan penduduk Kûfah dari
penduduk Madinah; Sedangkan periwayatan dari penduduk Bashrah,
dari Warsy, dari Nâfi’ adalah 6214 ayat.
b) Madzhab Al-Madaniy Al-Akhir. Diriwayatkan dari Qâlûn dan Ismâ’îl bin
Ja’far, keduanya dari Sulaymân bin Jammâz dari Abû Ja’far dan
Syaybâh bin Nashâh secara marfu dari keduanya, jumlah ayatnya
adalah 6214 ayat, dan inilah pendapat yang lebih unggul; Sedangkan
menurut pendapat Abû Ja’far 6210 ayat.
c) Madzhab Al-Makkiy. Diriwayatkan dari Abdullâh bin Katsîr Al-Makkiy
dari Mujâhid dari Ibn ‘Abbas dari Ubay bin Ka’b , jumlahnya 6220.
Sedangkan menurut pendapat lain adalah 6219 dan 6210 ayat.
Jumlah 6210 adalah pendapat Ubay bin Ka’b sendiri, mayoritas orang-
orang Mekah memakai hitungan 6219, sebagaimana disampaikan
Ad-Dâniy.
d) Madzhab Al-Bashriy. Diriwayatkan dari ‘Ashim Al-Jahdariy, Ayyûb Al-
Mutawakkil, Ya’qûb Al-Hadhramiy, dan ‘Atha bin Yasâr, jumlah
ayatnya adalah 6204 ayat;
Muhammad Laili Al-Fadhli هداية الرحمن على بيان اللحن في تالوة القرآن
18
Al-Imâm Al-Hâfizh Al-Muqri` An-Nahwiy Al-Lughawiy, Abû Bakar Muhammad bin Al-
Qâsim bin Muhammad Ibnul Anbâriy (271-328 H.). Lahir di wilayah Anbâr 271 H.
Muhammad Laili Al-Fadhli هداية الرحمن على بيان اللحن في تالوة القرآن
Orangtuanya merupakan salah satu tokoh ulama di Kûfah pada zamannya. Ia dididik dengan
pendidikan ilmiah sejak kecilnya dan tumbuh menjadi ulama besar di zamannya.
Muhammad Laili Al-Fadhli هداية الرحمن على بيان اللحن في تالوة القرآن
DAFTAR SUMBER
1. Ahkâmu Qirâatil Qurânil Karîm. Mahmûd Khalîl Al-Hushariy.
2. Al-Ahkâmul Fiqhiyyah Al-Khâshshah Bil Qur`ânil Karîm. ‘Abdul ‘Azîz ibn
Muhammad Al-Hajîlan.
3. Al-Imâmah wal Itmâmi Fish Shalâh. ‘Abdul Muhsin bin Muhammad Al-
Munîf.
4. Al-Itqân Fî ‘Ulûmil Qurân. Jalâluddin As-Suyûthiy.
5. Al-Kâmil Fil Lughah Wal Adab. Muhammad ibn Yazîd Al-Mubarrid.
6. Al-Lahnu Fil Qirââtil Qurânil Karîm, ‘Aliy ibn Sa’d Al-Ghâmidiy.
7. Al-Majmû’ Syarhul Muhadzdzab. Abû Zakariyyâ Yahyâ ibn Syaraf An-
Nawawiy.
8. Al-Minahul Fikriyyah. Mullâ ‘Aliy Al-Qâriy.
9. Al-Mûdhah Fit Tajwîd. Abdul Wahhâb Al-Qurthubiy.
10. Al-Mughniy. Ibn Qudâmah Al-Maqdisiy.
11. Al-Muyassar Fî ‘Ilmi ‘Addi âyil Qurân. Ahmad Khâlid Syukriy.
12. Al-Muyassar Fî ‘Ilmir Rasmil Mushafi Wa Dhabthihi. Ghânim Qaddûriy Al-
Hamd.
13. Al-Qashîdah Al-Hushriyyah. Abul Hasan Al-Hushriy.
14. Al-Umm. Muhammad ibn Idrîs Asy-Syâfi’iy.
15. Al-Urjûzah Al-Munabbihah, Abû ‘Amr Ad-Dâniy.
16. An-Nasyr Fil Qirâatil ‘Asyr. Muhammad ibn Al-Jazariy.
17. Ar-Ri’âyah Litajwîdil Qirâah. Makkiy ibn Abî Thâlib.
18. At-Tahdîd Fil Itqâni Wat Tahdîd. Abû ‘Amr Ad-Dâniy.
19. At-Tajwîdul Mushawwar. Ayman Rusydiy Suwayd.
20. At-Tamhîd Fî ‘Ilmit Tajwîd. Muhammad ibn Al-Jazariy.
21. At-Tamhîd Fî Ma’rifatit Tajwîd. Abul ‘Alâ Al-Hamadzâniy.
22. At-Tibyân Fî âdâbi Hamalatil Qurân. Abû Zakariyyâ Yahyâ ibn Syaraf An-
Nawawiy.
23. Haqqut Tilâwah. Husniy Syaikh ‘Utsmân.
Muhammad Laili Al-Fadhli هداية الرحمن على بيان اللحن في تالوة القرآن