Anda di halaman 1dari 9

TUGAS KELOMPOK 1

KURIKULUM 1968
TELAAH KURIKULUM DAN PERENCANAAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA

NAMA ANGGOTA KELOMPOK :


1. Miska Elsi Aurelia (1805110789)
2. Endang Hariani (1805110587)
3. Aci Ayu Pratiwi (1805124365)
4. Rahmadina Anggaini (1605123434)
Kelas : 5-A

KURIKULUM PENDIDIKAN TAHUN 1968

A. Karakteristik
Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum Rencana
Pendidikan 1964. Kurikulum ini muncul pada masa Mashuri, S.H. menjabat sebagai
menteri Pendidikan dan Kebudayaan (1968-1973). Pada kurikulum 1968
dilakukannya perubahan struktur kurikulum dari pendidikan pancawardhana menjadi
pembinaan jiwa Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kelahiran
kurikulum 1968 bersifat politis, karena mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang
dicitrakan sebagai produk Orde Lama, dengan pertimbangan memiliki tujuan untuk
membentuk manusia Pancasila sejati. Dasar hukum kurikulum 1968 adalah TAP
MPRS No. XXVII/MPRS/1966 tentang agama, pendidikan, dan kebudayaan.
Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanan
Undang-Undang Dasar 1945 secara murni dan konsekuen. Kurikulum 1968 bertujuan
bahwa pendidikan ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati,
kuat, sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan, dan keterampilan jasmani, moral, budi
pekerti, dan keyakinan beragama. Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan
mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat
dan kuat.
Adapun ciri-ciri atau karakteristik dari kurikulum 1968 adalah :
1. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan adalah Mashuri, SH (1968 – 1973).
2. Jumlah mata pelajaran SD 10 bidang studi, SMP 18 bidang studi (Bahasa
Indonesia dibedakan atas Bahasa Indonesia I dan II), SMA jurusan A-18 bidang
studi, SMA jurusan B-20 bidang studi, SMA jurusan C-19 bidang studi
3. Penjurusan di SMA dilakukan di kelas II dan disederhanakan menjadi dua jurusan,
yaitu Sastra Sosial Budaya dan Ilmu Pasti Pengetahuan Alam (PASPAL).

Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran:


kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus.
Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum 1964, yaitu dilakukannya
perubahan struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan
jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968
merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara
murni dan konsekuen. Bidang studi pada kurikum ini dikelompokkan pada tiga
kelompok besar: pembinaan pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus.
Jumlah mata pelajarannya 9, yang memuat hanya mata pelajaran pokok saja.
Kurikulum 1968 merupakan kurikulum bersifat sentralistik, dalam artian kurikulum
merupakan kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah sedangkan sekolah hanya
sebagai pelaksana dari kebijakan yang telah ditetapkan.

B. Lingkup Materi Kurikulum Tahun 1968


Kurikulum 1968 ditandai dengan pendekatan pengorganisasian materi
pelajaran dengan pengelompokkan suatu pelajaran yang berbeda dilakukan secara
korelasional (correlated subject curriculum), materi pelajaran pada tingkat dasar
memiliki korelasi dengan kurikulum sekolah lanjutan. Muatan materi pelajaran
bersifat teoritis, tidak mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan. Titik
beratnya pada materi apa saja yang tepat diberikan kepada siswa di setiap jenjang
pendidikan. Secara umum pada kurikulum 1968, Isi pendidikan diarahkan pada
kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik
yang sehat dan kuat. Muatan materi masing-masing mata pelajaran masih bersifat
teoritis dan belum terikat erat dengan keadaan nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Bidang studi pada kurikulum ini dikelompokkan pada tiga kelompok besar, yakni:
1. Pembinaan Jiwa Pancasila
a. Pendidikan agama.
b. Pendidikan kewarganegaraan.
c. Bahasa Indonesia.
d. Pendidikan olahraga.
e. Bahasa daerah
2. Pengembangan pengetahuan dasar
a. Berhitung.
b. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).
c. Pendidikan kesenian.
d. Pendidikan kesejahteraan keluarga.
3. Pembinaan kecakapan khusus
a. Pendidikan kejuruan.

Pada kurikulum 1968, penjurusan di Sekolah Menengah Atas (SMA)


dilakukan di kelas II dan disederhanakan menjadi dua jurusan, yakni Sastra Sosial
Budaya dan Ilmu Pasti Pengetahuan Alam. Kegiatan pembelajaran matematika pada
masa ini didominasi pada kegiatan menghafal fakta, algoritma dan penggunaan
rumus-rumus dalam menyelesaikan soal-soal yang disajikan. Sehingga peserta didik
cenderung menirukan apa yang dicontohkan guru di kelas, kemudian mengerjakan
soal-soal latihan sebagai penguatan terhadap apa yang telah diajarkan guru di kelas.

C. Pelaksanaan Pembelajaran Pada Kurikulum 1968

Pada kurikulum 1968 ini, proses dan aktifitas pembelajaran dititikberatkan


pada program Pancawardhana sebagaimana pada kurikulum tahun 1964.
Pancawardhana berarti kurikulum yang bertujuan untuk 5 hal pokok, yaitu
pengembangan kecerdasan, moral, keprigelan, emosional, dan jasmani. Sehingga
dalam konsep ini kurikulum harus mampu mengembangkan daya cipta (bagaimana
berfikir cerdas), rasa (bagaimana mengolah dan menggunakan rasa terdalam
manusia), karsa (bagaimana memupuk keinginan dan motifasi), karya (bagiaman
berbuat dalam bentuk nyata), dan moral (bagaimana berperilaku baik). (Soekisno,
2010). Kurikulum pada tahun 1968 ini merupakan kurikulum pada masa awal-awal
orde baru sehingga kelima unsur dalam Pancawardhana tersebut harus menjadikan
manusia indonesia yang pancasilais yang berdasar kepada kelima sila pancasila, yaitu
Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan
Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan dan Keadilan Sosial Bagi seluruh Rakyat Indonesia,
dan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, setiap mata pelajaran dikelompokkan
dalam tiga kelompok besar, yaitu: kelompok kecakapan khusus, kelompok pembinaan
pengetahuan dasar dan kelompok pembinaan pancasila. (Hendra, 2010).

Pendekatan yang digunakan menggunakan pendekatan subject matter atau


berpusat pada ilmu pengetahuan. Implikasi dari pendekatan ini adalah bahwa proses
pembelajaran lebih berorientasi pada penguasaan materi pembelajaran sehingga peran
siswa dalam proses pembelajaran sangatlah pasif. Kurikulum 1968 ditandai dengan
pendekatan pengorganisasian materi pelajaran dengan pengelompokan suatu pelajaran
yang berbeda, yang dilakukan secara korelasional (correlated subject curriculum),
yaitu mata pelajaran yang satu dikorelasikan dengan mata pelajaran yang lain,
walaupun batas demarkasi antar mata pelajaran masih terlihat jelas. Muatan materi
masing-masing mata pelajaran masih bersifat teoritis dan belum terikat erat dengan
keadaan nyata dalam lingkungan sekitar. pengorganisasian mata pelajaran secara
korelasional itu berangsur-angsur mengarah kepada pendekatan pelajaran yang sudah
terpisah-pisah berdasarkan disiplin ilmu pada sekolah-sekolah yang lebih tinggi.
Metode pembelajaran sangat dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pendidikan dan
psikologi pada akhir tahun 1960-an. Salah satunya adalah teori psikologi unsur.
(Hamalik, 2008: 45). Contoh penerapan metode pembelajaran ini adalah metode eja
ketika pembelajaran membaca. Begitu juga pa pada mata pelajaran lain, “anak belajar
melalui unsur-unsurnya dulu.

Untuk memberi nilai pada hasil belajar siswa, kurikulum 1968 menggunakan
tiga prinsip. Pertama, prinsip keselurutan, obyek penilaian pendidikan yang utama
adalah anak sebagai keseluruhan bukan hanya dari sisi kecerdasan dan ingatan saja.
Kedua, prinsip kontinuitas artinya penilaian tidak boleh dilakukan sacara insidental,
karena pendidikan adalah proses yang berkelanjutan, penilaian pun harus dilakukan
secara. Berkelanjutan/kontinu. Ketiga, prinsip obyektivitas artinya penilaian harus
dilakukan seobyektif mungkin dan dinyatakan berdasarkan keadaan sebenamya.
Penilaian dalam Kurikulum 1968 dilakukan dalam ulangan harian, ujian semester, dan
ujian sekolah. Ulangan harian dan ujian semester dilakukan oleh guru dan dijadikan
sebagai dasar untuk pemberian nilai dalam rapor dan kenaikan kelas, sedangkan ujian
sekolah dikoordinasikan dalam rayon (tingkat kabupaten atau provinsi) untuk
menentukan kelulusan. Bentuk soal yang digunakan adalah esai (uraian). Penentuan
kenaikan kelas dan kelulusan dilakukan oleh sekolah. Mulai tahun 1969 secara
berangsur-angsur mata pelajaran untuk Ujian sekolah semakin bertambah.

D. Teori belajar

Secara umum pada kurikulum 1968, pendidikan diarahkan pada kegiatan


mempertinggi kecerdasan, keterampilan, dan mengembangkan fisik yang sehat serta
kuat. Hanya saja pada kurikulum ini memuat mata pelajaran pokok saja. Muatan
materi pelajaran bersifat teoritis dan belum terikat erat dengan keadaan nyata dalam
lingkungan sekitar. Kurikulum 1968 merupakan kurikulum bersifat sentralistik, dalam
artian kurikulum merupakan kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah
sedangkan sekolah hanya sebagai pelaksana dari kebijakanyang telah ditetapkan.
Pendekatan yang digunakan menggunakan pendekatan subject matter atau berpusat
pada ilmu pengetahuan. Implikasi dari pendekatan ini adalah bahwa proses
pembelajaran lebih berorientasi pada penguasaan materi pembelajaran sehingga peran
siswa dalam proses pembelajaran sangatlah pasif.

Menurut Skinner (dalam Ruseffendi, 1988, h.171), untuk menguatkan


pemahaman siswa tentang apa yang baru dipelajari, maka setelah terjadinya proses
stimulus-respon yang antara lain berupa tanya-jawab dalam proses pengajaran, harus
dilanjutkan dengan memberikan penguatan antara lain berupa latihan soal-soal.
Dengan demikian teori belajar yang dominan digunakan dalam implementasi
kurikulum matematika 1968 adalah teori belajar dari Skinner. Menurutnya, suatu
respon sesungguhnya juga menghasilkan sejumlah konsekuensi yang nantinya akan
mempengaruhi tingkah laku manusia (untuk memahami tingkah laku siswa secara
tuntas menurut Skinner perlu memahami hubungan antara satu stimulus dengan
stimulus lainnya, memahami respon itu sendiri dan berbagai konsekuensi yang
dikaitkan oleh respon tersebut (lihat Bell-Gredler, 1986)). Teori Skinner dikenal
dengan “operant conditioning”, dengan enam konsepnya yaitu :

1. Penguatan positif dan negatif.


2. Shapping, proses pembentukan tingkah laku yang makin mendekati tingkah
laku yang diharapkan.
3. Pendekatan suksesif, proses pembentukan tingkah laku yang menggunakan
penguatan pada saat yang tepat, hingga respon pun sesuai dengan yang
diisyaratkan.
4. Extinction, proses penghentian kegiatan sebagai akibat dari ditiadakannya
penguatan.
5. Chaining of response, respon dan stimulus yang berangkaian satu sama lain.
6. Jadwal penguatan, variasi pembuatan penguatan: rasio tetap dan bervariasi,
interval tetap dan bervariasi.

E. Sistem Evaluasi Pada Penerapan Kurikulum 1968


Tujuan evaluasi adalah baik untuk mengetahui hasil pembelajaran anak
maupun pengajaran yang dilakukan oleh seorang pendidik yang dilakukan secara
teratur. Evaluasi ini dilakukan untuk:
1. Melihat kesesuaian isi dengan kebutuhan anak dan masyarakat, dengan tujuan
umum.
2. Evaluasi juga dilakukan kepada anak didik untuk melihat kemajuan atau
perkembangan anak dalam hal perkembangan jasmani, intelektualnya,
emosionalnya dan sosialnya.
3. Kemampuan kepemimpinan kepala sekolah juga dievaluasi yang meliputi
kecakapan membina pekerjaan guru, kecakapan adaministratifnya, kecakapan
teknis pendidikan, hubungan dengan guru, masyarakat, murid, rasa tanggungjawab
terhadap sekolah yang dipimpinnya, bagaiamana mental dan kesehatannya.
4. Guru juga dievaluasi untuk memperoleh gambaran tentang hubungannya dengan
anak didiknya, dengan kepala sekolahnya, dengan sesama temannya, dengan orang
tua anak, masyarakat sekitar.
5. Perlengkapan/alat perlu dievaluasi terutama tentang cukup tidaknya alat yang
digunakan untuk kelancaran kegiatan yang dilakukan, keseuaian perlengkapan/alat
tersebut untuk anak, keseuaian alat dengan tujuan yang hendak dicapai, apakah ada
lalat yang harus diubah, dan kesesuaian alat dengan dana yang tersedia.
Kurikulum 1968 dilahirkan oleh pemerintah dengan harapan dapat melakukan
perbaikan dan peningkatan mutu pendidikan karena kurikulum yang berlangsung
sebelumnya terkesan masih diwarnai oleh kepentingan-kepentingan tertentu yang
cenderung mengakomodir sistem-sistem yang belum sejalan dengan jiwa UUD 45.
Dalam penerapannya, kurikulum 1968 diserahkan pada masing-masing sekolah atau
guru, kurikulum 1968 secara nasional hanya memuat tujuan materi, metodik dan
evaluasi. Hal ini berarti kurikulum 1968 telah dikembangkan dalam nuansa otonomi.

F. Kelebihan Kurikulum Tahun 1968


Adapun kelebihan kurikulum pendidikan tahun 1968 sebagai berikut :
 Pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan,
serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.
 Kurikulum 1968 dibuat untuk menjadi pedoman penyelenggaraan pendidikan
secara nasional, namun penerapan nya di daerah (sekolah) diberi kebebasan
menurut situasi dan kondisi daerah sekolah yang bersangkutan.
 Kurikulum 1968 telah dikembangkan dalam nuansa otonomi dimana semua
komponen kurikulum dilaksanakan oleh sekolah,
 Sistem pembelajaran diruang kelas diserahkan kepada masing – masing guru,
yang penting tujuan pendidikan tercapai.
 Kurikulum ini berupaya mendorong pengembangan kreativitas dan persaingan
kompetitif diantara daerah, sekolah, dan guru untuk mengembangkan kurikulum.
 Memudahkan guru dalam organisasi dan implementasi kurikulum karena sudah
ada aturan pelaksanaan, materi maupun langkah-langkah yang ditempuh guru
dalam melaksanakannnya.
 Memudahkan guru melakukan proses evaluasi karena kurikulumnya berbasis
subject matter dan lebih menekankan segi kognitif.

G. Kekurangan Kurikulum Tahun 1968


Adapun kekurangan kurikulum pendidikan tahun 1968 sebagai berikut :
 Hanya memuat mata pelajaran pokok saja.
 Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tidak mengaitkan dengan permasalahan
faktual di lapangan.
 Walaupun sudah ada pembelajaran keterampilan, namun pada prakteknya
kurikulum ini masih kurang memperhatikan pembelajaran praktek.
 Kurikulum ini, tidak mengadopsi kebutuhan masyarakat, sehingga pembelajaran
di sekolah tidak dapat memenuhi kebutuhan riil.
 Peserta didik tidak mempunyai kebebasan berekspresi maupun berkreasi karena
theacer centered.
 Dikarenakan desain model pengembangannya terpusat (administrative model),
maka akan membunuh kreativitas guru dalam pembelajaran karena guru hanyalah
pelaksana terhadap ketetapan dalam kurikulum tanpa tahu pengembangan
kurikulumnya.
 Pemahaman siswa terhadap mata pelajaran akan terpisah-pisah karena setiap mata
pelajaran berdiri sendiri-sendiri.
 Karena penekanan proses pembelajarannya pada segi tujuan kognitif maka segi
tujuan afektif dan psikomotornya kurang dapat dicapai secara optimal.
 Dikarenakan proses pembelajaran lebih dioptimalkan dengan penggunaan
stimulus dan respon, maka secara teoritis tidak akan mampu mengakomodir
perbedaan kondisi dan kemampuan peserta didik.

DAFTAR PUSTAKA

 http://file.upi.edu/Direktori/FPTK/JUR._PEND._TEKNIK_ELEKTRO/19731122
2001122-SISCKA_ELVYANTI/sejarah_kurikulum2.pdf
 https://media.neliti.com/media/publications/226468-sejarah-kurikulum-di-
indonesia-studi-ana-bac69203.pdf
 https://www.academia.edu/4089455/Sejarah_Kurikulum
 Muhammad Nurhalim. 2011. Sebuah Tinjauan Desain dan Pendekatan. Jurnal
Analisis Perkembangan Kurikulum Indonesia. 16 (3) : 340 – 341.
(file:///C:/Users/Toshiba/Downloads/1597-Article%20Text-3040-1-10-
20180528.pdf)
 Ahmad,dkk. 1998. Pengembangan Kurikulum. Bandung : Pustaka Setia.
 Abdullah. 2007. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik. Yogyakarta :
ArRuzz.
 https://jejak-risa.blogspot.com/2012/04/menguraikan-perbandingan-kurikulum-
di_02.html
 Depdiknas. 2010. Sejarah Perkembangan Kurikulum SMP. Jakarta : Depdiknas
 https://www.tintapendidikanindonesia.com/2017/05/kurikulum-1968.html
 http://yolawredha2796.blogspot.com/2016/03/kurikulum-pendidikan-tahun-1968.html
 https://etykurniyati.wordpress.com/2013/07/15/analisis-sejarah-kurikulum-di-
indonesia/
 http://ahmadabas01.blogspot.com/2014/02/kurikulum-1968.html
 https://www.academia.edu/12274720/Gambaran_dan_Ciri_ciri_Kurikulum_Pendidikan_
di_Indonesia_dalam_Perkembangan_Sejarah

Anda mungkin juga menyukai