Anda di halaman 1dari 9

TUGAS KULIAH-2

TELAAH KURIKULUM DAN PERENCANAAN PEMBELAJARAN


MATEMATIKA

KELOMPOK : Kel-3_K-84
NAMA :
Aulia Wahyuni Hendrianti (1805124381)
Hafizhah Fasaenjori (1805124080)
Nadyati Putri (1805113379)
Sherly Hastri (1805111433)
Kelas : 5A

KURIKULUM MATEMATIKA SEKOLAH TAHUN 1984

A. Karakteristik
Seiring perkembangan ilmu pengetahuan, menjelang tahun 1983 kurikulum 1975
dirasa tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat pada saat itu, sehingga pada tahun
1984 dibentuklah kurikulum yang baru yaitu kurikulum 1984. Materi Kurikulum
Matematika 1984 tidak banyak berubah dari kurikulum sebelumnya Kurikulum
Matematika 1975. Selain pengurangan yang dilakukan terutama pada materi yang
diulang dan konsep-konsep yang tidak esensial, penyempurnaan dilakukan terutama
dalam keruntutan materi pada setiap jenjang pendidikan dan penyesuaian dengan
perkembangan kemampuan siswa (Depdikbud, 1987). Secara umum karakteristik
Kurikulum Matematika 1984 adalah sebagai berikut:

1. Pendekatan dalam kegiatan belajar-mengajar berorientasi pada tujuan instruksional


dan berpusat pada anak didik atau dikenal dengan Pendekatan Cara Belajar Siswa
Aktif (CBSA).
2. Kurikulum ini menekankan pada efisiensi dan efektivitas penggunaan dana,
potensi, dan waktu yang tersedia.
3. Khusus untuk mata pelajaran matematika di SD, materi matematikanya difokuskan
kepada peningkatan keterampilan melakukan operasi hitung secara mencongak.
4. Untuk Sekolah Menengah Atas (SMA), pada Kurikulum 1984 ini terdapat
perubahan dalam penjurusan yang sebelumnya dikenal dengan jurusan IPA dan
IPS, pada kurikulum ini jurusan tersebut dibagi menjadi beberapa kelompok, yiatu
kelompok A1 (bidang ilmu fisik), A2 (bidang ilmu biologi) dan A3 (bidang ilmu
sosial), serta kelompok B (bidang keterampilan jasa). Pengelompokan jurusan
tersebut merupakan gagasan menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada saat itu,
yaitu Nugroho Notosusanto. Setelah berjalan beberapa waktu pengelompokan
seperti ini dirasakan kurang tepat, maka pada kurikulum berikutnya yaitu
Kurikulum 1994 penjurusan tersebut kembali ke semula, yaitu jurusan IPA dan
IPS.
5. Materi pelajaran dikemas dengan nenggunakan pendekatan spiral. Dimana semakin
tinggi kelas dan jenjang sekolah, semakin dalam dan luas materi pelajaran yang
diberikan.
6. Menanamkan pengertian terlebih dahulu sebelum diberikan latihan. Materi
disajikan dari yang mudah menuju ke sukar dan dari sederhana menuju ke
kompleks.
7. Menggunakan pendekatan keterampilan proses (Process skill approach).
8. Pelaksanaan Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB). Pelaksanaan
Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa sebagai bidang/program yang berdiri
sendiri, dari Taman Kanak-Kanak sampai dengan Sekolah Menengah Tingkat Atas,
termasuk Pendidikan Luar Sekolah.

B. Lingkup Materi
Dalam kurikulum ini, materi disampaikan dengan model sekuens semakin meluas
seperti sebuah spiral. Sebagaimana dikatakan Sukmadinata (2007:106) model ini
dikembangkan oleh Bruner (1960) yang memusatkan bahan ajar pada topik atau pokok
bahasan tertentu. Dari pokok bahasan tersebut bahan diperluas dan diperdalam. Pokok
bahasan biasanya dipilih sesuatu yang popular dan sederhana, kemudian diperdalam dan
diperluas dengan materi yang lebih komplek. Materi atau bahan pelajaran disampaikan
dalam bentuk mata pelajaran.

1. Kurikulum 1984 terdapat enam belas mata pelajaran inti. Mata pelajaran yang
termasuk kelompok inti tersebut adalah : Agama, Pendidikan Moral Pancasila,
Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa, Bahasa dan Kesusasteraan Indonesia,
Geografi Indonesia, Geografi Dunia, Ekonomi, Kimia, Fisika, Biologi, Matematika,
Bahasa Inggris, Kesenian, Keterampilan, Pendidikan Jasmani dan Olahraga, Sejarah
Dunia dan Nasional.
2. Penambahan mata pelajaran pilihan yang sesuai dengan jurusan masing-masing.

3. Perubahan program jurusan. Kurikulum 1984 jurusan dinyatakan dalam program A


dan B. Program A terdiri dari:
a. A1, penekanan pada mata pelajaran Fisika

b. A2, penekanan pada mata pelajaran Biolog

c. A3, penekanan pada mata pelajaran Ekonomi

d. A4, penekanan pada mata pelajaran Bahasa dan Budaya.

e. B adalah program yang mengarah kepada keterampilan kejuruan yang akan dapat
menerjunkan siswa langsung berkecimpung di masyarakat. Tetapi mengingat
program B memerlukan 93 sarana sekolah yang cukup maka program ini untuk
sementara ditiadakan.

Khusus untuk mata pelajaran matematika di SD, materi matematikanya difokuskan


kepada peningkatan keterampilan melakukan operasi hitung secara mencongak.
Pembelajaran matematika dalam Kurikulum 1984 lebih didominasi oleh pendekatan
deduktif serta metode ekspositori, demonstrasi, dan pemberian tugas. Kegiatan
pembelajaran lebih bersifat top-down, dilakukan melalui pemberian definisi,
penjelasan konsep, pemberian contoh soal dan latihan. Dalam Kurikulum Matematika
1984 masalah matematika atau lebih dikenal dengan soal cerita atau soal aplikasi
biasanya diberikan setelah konsep matematika dipahami siswa.

Contoh beberapa materi yang ditambahkan dalam kurikulum ini diantaranya:

1) Permainan geometri yang mampu mengaktifkan siswa.

2) Di sekolah dasar diberi materi aritmatika sosial sementara untuk siswa sekolah
menengah atas diberi materi baru seperti computer.
Pendekatan matematika realistik (PMR)  merupakan suatu pendekatan pendidikan
matematika yang diadopsi dari Realistic Mathematics Education (RME) yang telah
dikembangkan di Nedherland sejak tahun 1970 (Van Den Heuvel-Panhuizen,1999). Sekitar
tahun 1971, Freudenthal (1905-1990) memperkenalkan suatu pendekatan terbaru dalam
pembelajaran matematika yang akhirnya dikenal dengan nama Realistic Mathematcs
Education (RME) dalam bahasa Indonesianya pendekatan matematika realistik (PMR),
anggapan Han Frudenthal (1905-1990) bahwa matematika adalah kegiatan manusia (Fitrah,
2016: 92). Pendekatan ini diterapkan dalam sistem pembelajaran kurikulum 1984. Dalam
praktek pembelajaran matematika di kelas, pendekatan realistik sangat memperhatikan
aspek-aspek informal, kemudian mencari jembatan untuk mengantar-kan pemahaman siswa
pada matematika formal. Mula-mula kita dapat mengidentifikasi bagian dari matematisasi
yang bertujuan untuk mentransfer suatu masalah ke dalam masalah yang dinyatakan secara
matematika.

Perkembangan kurikulum sekolah meliputi

 Beberapa dimensi dasar (landasan falsafah),


 Tujuan pendidikan nasional,
 Orientasi pelajaran,
 Kualifikasi lulusan yang dikehendaki,
 Orientasi isi kurikulum,
 Desain kurikulum,
 Pendekatan metodologis,
 Pembimbing dan fasilitas.

C. Pelaksanaan Pembelajaran
1) Metode pembelajaran menggunakan konsep CBSA atau dengan kata lain siswa menjadi
subjek dalam pembelajaran karena siswa diberikan kesempatan untuk aktif secara fisik,
mental, intelektual dan emosional. Kurikulum didesain menggunakan prinsip efisiensi
dan efektivitas, relevansi dengan kebutuhan, keluwesan dan pendidikan seumur hidup
(Abdullah, 2007: 34- 37).l Selain itu pelaksanaan kurikulum diikuti dengan berlakunya
wajib belajar 6 tahun. Dalam CBSA kegiatan belajarnya diwujudkan dalam berbagai
bentuk kegiatan seperti mendengarkan, berdiskusi, membuat sesuatu, menulis laporan,
memecahkan masalah, membentuk gagasan, menyusun rencana dan sebagainya.

Seperti yang dijelaskan diatas bahwa kurikulum ini menekankan kepada


keterampilan proses. Adapun bentuk-bentuk pelaksanaan pendekatan keterampilan
proses dapat dilakukan antara lain:

1. Mengamati, dapat dilakukan dengan melihat, mendengar, meraba, mengumpulkan


data, dll
2. Mengklarifikasi, dapat melalui kegiatan membandingkan, mencari perbedaan dan
persamaan, dll
3. Menafsirkan, melalui kegiatan menaksir, memberi arti, menarik kesimpulan,dll
4. Meramalkan, dengan kegiatan mengantisipasi berdasarkan kecenderungan
pola, hubungan antar data,dll
5. Menerapkan, dengan kegiatan menggunakan kesimpulan, konsep, teori,dll

6. Merencanakan penelitian.

7. Mengkomunikasikan, dengan kegiatan berdiskusi, melaporkan dalam bentuk lisan


atau tulisan, penampilan,dll.
2) Pendekatan PPSI dan Model Santun Pelajaran

3) Kegiatan Kurikuler
Program kurikulum dilaksanakan melalui kegiatan-kegiatan intrakurikuler, korikuler,
dan ekstrakurikuler yang tidak dapat dipisahkan dari tujuan pendidikan secara
keseluruhan (Depdikbu, 1984). Kegiatan Intrakurikuler dilakukan di sekolah yang
penjatahan waktunya telah ditentukan dalam struktur program. Kegiatan ini
dimaksudkan untuk mencapai tujuan minimal yang perlu dicapai oleh tiap-tiap mata
pelajaran.

Kegiatan Korikuler adalah kegiatan diluar jam pelajaran biasa yang bertujuan agar
siswa lebih memahami dan mendalami apa yang dipelajari dalam kegiatan
intrakurikuler. Kegiatan korikuler dilaksanakan dalam berbagai bentuk seperti
mempelajari buku-buku tertentu, melakukan penelitian, membuat karangan/kegiatan lain
yang sejenis.

Kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan diluar jam pelajaran biasa (termasuk pada
waktu libur) yang dilakukan disekolah atau diluar sekolah dan bertujuan untuk
memperluas pengetahuan siswa, mengenal hubungan antar mata pelajaran, menyalurkan
bakat dan minat, serta melengkapi upaya pembinaan manusia seutuhnya. Kegiatannya
antara lain mengunjungi obyek-obyek tertentu (museum, candi, gunung, dan
sebagainya), drama PMR, Pramuka, dan kegiatan-kegiatan lain yang sejenis. Kegiatan
ekstrakurikuler dilakukan secara berkala atau hanya pada waktu-waktu tertentu dan perlu
dinilai

4) Sistem Kredit
Dalam Kurikulum SMP 1984, diterapkan sistem kredit. Sistem kredit/ satuan belajar
siswa yang ditentukan oleh jumlah jam pelajaran tatap muka pada kegiatan
intrakurikuler, kegiatan pekerjaan rumah, tugas-tugas serta praktek/kerja lapangan yang
dilaksanakan per minggu per semester. Sistem kredit berfungsi sebagai:
1.      Pengukur beban siswa, yakni menunjukan ukuran minimum ataupun maksimum
beban belajar siswa;

2.      Pencerminan perolehan pengetahuan/keterampilan tertentu dalam waktu tertentu; dan

3.      Pengakuan penyelesaian suatu program studi pada tingkat semester, tingkat kelas
atau tingkat sekolah.

5) Lengkap dengan pedoman metode, evaluasi, bimbingan administrasi dan supervisi

D. Teori Belajar
Dalam kurikulum ini, teori belajarnya tidak lagi menggunkan behavioris tetapi lebih
merangkul teori-teori humanism yang berpusat pada peserta didik dan berorientasi
kepada proses. Hal ini dapat dilihat dari pendekatan yang dipakai dalam kurikulum ini,
yaitu pendekatan keterampilan proses (Cara Belajar Siswa Aktif/ CBSA). CBSA adalah
pendekatan yang digunakan dalam proses pembelajaran yang memberikan kesempatan
kepada setiap siswa untuk terlibat secara aktif. Keterlibatan disini lebih ditekankan pada
keterlibatan aktif mental siswa, walaupun juga tidak mengesampingkan keterlibatan fisik
dan intelektual
Teori Belajar yang digunakan pada kurikulum 1984 juga lebih bersifat campuran
antara teori pengaitan, aliran psikologi perkembangan dan aliran tingkah laku. Teori
belajar yang sesuai dengan kurikulum 1984 adalah teori belajar Kognitivisme dan
Konstruktivisme.

Teori Belajar kognitivisme ini memiliki perspektif bahwa para peserta didik
memproses infromasi dan pelajaran melalui upayanya mengorganisir, menyimpan, dan
kemudian menemukan hubungan antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan
yang telah ada. Model ini menekankan pada bagaimana informasi diproses. Sedangkan
teori belajar Konstruktivisme bersifat membangun. Konstruktivisme merupakan
landasan berfikir (filosofi) pembelajaran konstektual yaitu bahwa pengetahuan
dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit. Dengan teori konstruktivisme siswa dapat
berfikir untuk menyelesaikan masalah, mencari ide dan membuat keputusan. Siswa
akan lebih paham karena mereka terlibat langsung dalam membina pengetahuan baru,
mereka akan lebih paham dan mampu mengapliklasikannya dalam semua situasi. Selain
itu siswa terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan ingat lebih lama semua
konsep.

E. Sistem Evaluasi
Evaluasi pelaksanaan kurikulum diselenggarakan dengan tujuan untuk
mengidentifikasi masalah pelaksanaan kurikulum dan membantu kepala sekolah dan guru
menyelesaikan masalah tersebut. Evaluasi dilakukan pada setiap satuan pendidikan dan
dilaksanakan pada satuan pendidikan di wilayah kota/kabupaten secara rutin dan bergiliran.
Indikator kinerja yang dievaluasi tidak hanya terbatas pada efektifitas saja, namun juga
relevansi, efisiensi, kelayakan (feasibility) dari program.
Pada kurikulum 1984, sistem evaluasinya dilaksanakan serentak per semester pada
setiap tingkat, dimana masih lebih menekankan pada evaluasi terhadap tingkat penguasaan
pengetahuan, prinsip dan konsep – konsep. Penilaian terhadap penguasaan keterampilan
masih bersifat sebagai unsur penunjang. Penilaian terhadap praktek biasanya dilakukan
pada semester 5 atau semester 1 di tingkat 3. Sedangkan Penilaian formulatif dan sumatif
berupa TPB, EBTA, EBTANAS.

F. Implikasi CBSA Bagi Sistem Penyampaian


Pokok-pokok pikiran yang dikemukakan dalam bagian-bagian terdahulu
menyarankan implikasi perubahan perencanaan dan pelaksanaan penyajian kegiatan
belajar mengajar yang cukup mendasar. Pengalaman belajar yang diberikan kepada calon
guru atau instruktor hendaknya jangan memisahkan komponen akademik dengan
komponen profesional, jangan diceraikan teori dan praktek. Disamping itu faktor guru
sendiri (filosofinya, ketrampilannya, serta faktor-faktor kepribadian lainnya) serta faktor-
faktor eksternal seperti tersedianya fasilitas dan besarnya kelas, ikut pula menentukan
pilihan cara penyampaian.

Salah satu kemungkinan strategi pengkajian CBSA suatu kegiatan belajar mengajar
sudah barang tentu sekaligus implisit termasuk pengkajian keserasian dengan tujuan yang
mau dicapai melalui kegiatan yang dimaksud, dilukiskan dalam diagram. Akhirnya
filosofi guru agaknya patut memperoleh sorotan khusus, CBSA bertolak dari anggapan
bahwa siswa memiliki potensi tersebut hanya dapat diwujudkan apabila mereka diberi
banyak kesempatan untuk berpikir sendiri. Oleh karena itu maka cara memandang dan
menyikapi tugas guru harus berorientasikan bukan lagi sebagai sang mahatahu yang siap
untuk memebri kebijaksanaan (Hasibuan, 1995:10)

G. Kelebihan Kurikulum 1984


1. Kurikulum ini memuat materi dan metode yang disebut secara rinci, sehingga guru
dan siswa mudah untuk melaksanakannya.
2. Prakarsa siswa dapat lebih dalam kegiatan belajar yang ditunjukkan melalui
keberanian memberikan pendapat.
3. Keterlibatan siswa di dalam kegiatan-kegiatan belajar yang telah berlangsung yang
ditunjukkan dengan peningkatan diri dalam melaksanakan tugas..
4. Anak dapat belajar dari pengalaman langsung.
5. Kualitas interaksi antara siswa sangat tinggi, baik intelektual maupun sosial.
6. Memasyarakatkan  keterampilan berdiskusi yang diperlukan dengan berpartisipasi
secara aktif

H. Kelemahan Kurikulum 1984


1. Banyak sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA. Yang terlihat adalah suasana
gaduh di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di sana-sini ada tempelan gambar,
dan yang menyolok.
2. Adanya ketergantungan pada guru dan siswa pada materi dalam suatu buku teks dan
metode yang disebut secara rinci, sehingga membentuk guru dan siswa tidak kreatif
untuk menentukan metode yang tepat dan memiliki sumber belajar sangat terbatas.
3. Dapat didominasi oleh seorang atau sejumlah siswa sehingga dia menolak pendapat
peserta lain.
4. Siswa yang pandai akan bertambah pandai sedangkan yang bodoh akan ketinggalan.
5. Peranan guru yang lebih banyak sebagai fasilitator, sehingga prakarsa serta tanggung
jawab siswa atau mahasiswa dalam kegiatan belajar sangat kurang.
6. Diperlukan waktu yang  banyak dalam pembelajaran menyebabkan materi pelajaran
tidak dapat tuntas dikuasai siswa.
7. Guru kurang berperan aktif
DAFTAR PUSTAKA
Hasan, S. H. Tanpa tahun. Perkembangan Kurikulum: Perkembangan Teoritis dan
Perkembangan Pedagogis (1950-2005).

As’ari, A.R. 2000. Peningkatan Mutu Pendidikan Matematika. Malang: UM Malang

Winatapura, H. Udin S. 2000. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Universitas Terbuka

Hamalik, Oemar. 2005. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta:

Bumi Aksara.

Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 066, Tahun Ke-13, Mei 2007. Kurikulum

Pendidikan di Indonesia Sepanjang Sejarah (Suatu Tinjauan Kritis Filosofis).

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2007. Pengembangan Kurikulum, Teori dan Praktik.

Bandung: Remaja Rosdakarya.

M. Asri. 2017. Dinamika Kurikulum di Indonesia.Universitas Islam Negeri Sunan

Kalijaga Yogyakarta . Volume 4,Nomor 2. Halaman 197-198.

Idi, A. & Safrina. 2016. Pengembangan Kurikulum Teori & Praktik. Jakarta: Rajagrafindo
Persada.

Nurhalim,Muhammad. 2011. Analisis Perkembangan Kurikulum di Indonesia. Sebuah


Tinjauan Desain dan Pendekatan. Volume 16. Nomor 3. Halaman 351-352.

Winatapura, H. Udin S. 2000. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Universitas Terbuka

As’ari, A.R. 2000. Peningkatan Mutu Pendidikan Matematika. Malang: UM Malang

Anda mungkin juga menyukai